Aplikasi Termoelektrik Generator Sebagai Sumber Energi Listrik Dengan Lensa Fresnel Sebagai Kolektor Panas Matahari

(1)

APLIKASI TERMOELEKTRIK GENERATOR SEBAGAI SUMBER ENERGI LISTRIK DENGAN LENSA FRESNEL SEBAGAI

KOLEKTOR PANAS MATAHARI

SKRIPSI

JERRI SIMANJUNTAK 110801064

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

APLIKASI TERMOELEKTRIK GENERATOR SEBAGAI SUMBER ENERGI LISTRIK DENGAN LENSA FRESNEL SEBAGAI

KOLEKTOR PANAS MATAHARI

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

JERRI SIMANJUNTAK 110801064

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

PERSETUJUAN

Judul :APLIKASI TERMOELEKTRIK GENERATOR

SEBAGAI SUMBER ENERGI LISTRIK DENGAN LENSA FRESNEL SEBAGAI KOLEKTOR PANAS MATAHARI

Kategori : SKRIPSI

Nama : JERRI SIMANJUNTAK Nomor Induk Siswa : 110801064

Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA Departemen : FISIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, Oktober 2015

Komisi Pembimbing :

Diketahui

Departemen Fisika FMIPA USU Pembimbing

NIP.195510301980031003 NIP. 196009301986011001 (Dr. Marhaposan Situmorang )(Drs. Kurnia Brahmana MSi)


(4)

PERNYATAAN

APLIKASI TERMOELEKTRIK GENERATOR SEBAGAI SUMBER ENERGI LISTRIK DENGAN LENSA FRESNEL SEBAGAI

KOLEKTOR PANAS MATAHARI

SKRIPSI

Saya mengaku bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.

Medan, Oktober 2015

JERRI SIMANJUNTAK 110801064


(5)

PENGHARGAAN

Penulis memanjatkan puji dan syukur atas berkat Allah di dalam nama Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa melimpahkan Rahmat dan kasih KaruniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Aplikasi termoelektrik generator sebagai sumber energi listrik dengan lensa Fresnel sebagai kolektor panas matahari” guna melengkapi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Fisika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik dalam bentuk materi, ide, dorongan semangat serta do’a yang tulus. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Orang tua penulis P.Simanjuntak dan S.Tambunan saya ucapkan banyak terima kasih yang senantiasa membimbing, mendukung dan selalu memberikan penulis motivasi yang sangat berguna dan membangun untuk saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan cepat. Dan terimakasih juga penulis ucapkan untuk setiap doa-doa yang diberikan kepada penulis.

2. Bapak Drs. Kurnia Brahmana MSi sebagai Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran, tenaga, dan saran – saran untuk membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Drs.Takdir Tamba, M.Eng.Sc sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan dan saran kepada penulis untuk menyempurnakan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Marhaposan Situmorang, sebagai Ketua Jurusan Fisika FMIPA USU. Bapak Drs. Syahrul Humaidi, M. Si, sebagai Sekretaris JurusanFisika FMIPA USU.

5. Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh Bapak / Ibu staff pengajar Fisika USU serta para pegawai administrasi.


(6)

7. Kakak dan Abang saya Nunut Riko Simanjuntak, Romatua Clara Simanjuntak ST dan adik –adik saya Dina Simanjuntak , Ririn Margaret Simanjuntak yang selalu memberikan doa dan semangat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi.

8. Teman- teman stambuk 2011 Physic Prolix Tabita, Jepri, Hendra Damos, Jansius, Parasian, David, Dosni, Hendri, Russel, Juliana, Rinto, William, Togar, Randy, Trisno, Edi, Ita, Steven, Putri, Diana, Heni, Rusti, Desi, Nova, Lilis, Widya, Iwan, Hendra, Rahel, Pesta, Lurani, Nensi, Fahmi, Simon, Eman, Wahyu, saya ucapkan terimakasih atas bantuan moril, semangat dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Abang dan kakak Alumni IMF dan adik adik stambuk 2012, 2013, 2014, 2015 yang telah memberikan dukungan dan motivasi untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan Skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan dan ilmu yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran- saran dari pembaca untuk menyempurnakan skripsi ini. Kiranya Skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Penulis,

(Jerri Simanjuntak) NIM : 110801064


(7)

ABSTRAK

Telah dirancang sebuah alat termoelektrik generator untuk menghasilkan energi listrik. Dengan memanfaatkan panas matahari sebagai sisi panas dari elemen peltier. Lensa Fresnel digunakan untuk mengumpulkan sinar matahari kearah plat aluminium yang langsung mengenai sisi panas dari elemen peltier. Prinsip kerja dari termoelektrik generator sesuai dengan efek Seebeck, dimana dengan adanya perbedaan temperature di antara sisi panas dan sisi dingin peltier maka akan terjadi aliran arus sehingga menghasilkan tegangan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa dengan dua belas modul termoelektrik yang biasa disebut dengan elemen peltier yang disusun secara seri, dapat menghasilkan tegangan keluaran sebesar 12,5 Volt dengan perbedaan temperature maksimal 72,2 0C. Segingga diperoleh besar daya mencapai 13,875 Watt.


(8)

ABSTRACT

It has been designed a thermoelectric generator to produce electricity. By utilizing solar heat as the hot side of the peltier element. Fresnel Lens is used to collect sunlight towards the aluminium plate which is directly on the hot side of the peltier element. The working principle of thermoelectric generator according to the Seebeck effect, where the presence of the temperature difference between the hot side and a cold side peltier there will be a flow of current to produce a voltage.Test results show that by twelve thermoelectric module commonly called a peltier element arranged in series, can produce output voltage of 12,5 Volt to a maximum temperature difference of 72,2 0C. So it can produce power reached 13,875 Watt

Keywords : Thermoelectric Generator, Peltier element, Fresnel lens, Seebeck effect.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Bab I Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Batasan Masalah 2

1.4 Tujuan Penelitian 2

1.5 Manfaat Penelitian 3

1.6 Sistematika Penulisan 3

Bab II Tinjauan Pustaka 5

2.1 Efek Seebeck 5

2.2 Efek Peltier 6

2.3 Elemen Peltier 7

2.4 Termoelektrik Generator 9

2.5 Daya Listrik 12

2.6 Perpindahan Panas 14

2.6.1 Konduksi 14

2.6.2 Konveksi 14

2.6.3 Radiasi 15

2.7 Kolektor Surya 16

2.7.1 Jenis Kolektor Surya 16

2.8 Lensa Fresnel 19

2.9 Sensor Suhu 20

2.10 Heatsink 21

2.11 Sensor Arus 22

Bab III Perancangan Alat 23

3.1 Diagram Blok 23

3.2 Sistem Pendingin 24

3.3 Sistem Pemanas 25

3.4 Kolektor Panas Matahari 26

3.5 Elemen Peltier TEC1 – 12706 27

3.6 Rangkaian Sensor Temperatur 28

3.7 Rangkaian Sensor Arus (ACS712) 29

3.8 Rangkaian Sensor Tegangan 30


(10)

3.10 Rangkaian LCD 32 3.11 Rangkaian Mikrokontroller ATMega 8535 33

Bab IV Hasil dan Pembahasan 34

4.1 Pengujian Alat Termoelektrik Generator 34

4.4 Pengukuran Temperatur 34

4.5 Pengukuran Tegangan dan Arus 51

Bab V Kesimpulan dan Saran 64

5.1 Kesimpulan 64

5.2 Saran 64

Daftar Pustaka 65


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Spesifikasi dari TEC1 – 12706 27 Tabel 4.1 Data Pengukuran Temperatur ke 1 35 Tabel 4.2 Data Pengukuran Temperatur ke 2 37 Tabel 4.3 Data Pengukuran Temperatur ke 3 39 Tabel 4.4 Data Pengukuran Temperatur ke 4 41 Tabel 4.5 Data Pengukuran Temperatur ke 5 43 Tabel 4.6 Data Pengukuran Temperatur ke 6 45 Tabel 4.7 Data Pengukuran Temperatur ke 7 48 Tabel 4.8 Data hasil pengukuran tegangan dan arus ke 1 52 Tabel 4.9 Data hasil pengukuran tegangan dan arus ke 2 53 Tabel 4.10 Data hasil pengukuran tegangan dan arus ke 3 54 Tabel 4.11 Data hasil pengukuran tegangan dan arus ke 4 56 Tabel 4.12 Data hasil pengukuran tegangan dan arus ke 5 57 Tabel 4.13 Data hasil pengukuran tegangan dan arus ke 6 60 Tabel 4.14 Data hasil pengukuran tegangan dan arus ke 7 61


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Eksperimen Rangkaian dari Efek Seebeck 5

Gambar 2.2 Efek peltier 6

Gambar 2.3 Struktur Elemen Peltier 8

Gambar 2.4 Modul termoelektrik mengkonversi panas menjadi listrik 9 Gambar 2.5 Perbedaan Kalor pada peltier 11

Gambar 2.6 Kolektor Surya Pelat Datar 17

Gambar 2.7 Kolektor Surya Tabung Hampa 17

Gambar 2.8 Kolektor Parabola 18

Gambar 2.9 Reflective mirror fresnel dan refractive fresnel 19 Gambar 2.10 Bentuk permukaan lensa fresnel 20

Gambar 2.11 Heatsink 21

Gambar 2.10 Bentuk permukaan lensa fresnel 20

Gambar 2.11 Sensor Arus ACS712 22

Gambar 3.1 Diagram Blok Rangkaian 23

Gambar 3.2 Peltier TEC1-12706 27

Gambar 3.3 Rangkaian Sensor Temperatur MAX6675 Termokopel K 28 Gambar 3.4 Rangkaian Sensor Arus ACS712 29

Gambar 3.5 Rangkaian Sensor Tegangan 30

Gambar 3.6 Rangkaian RS 232 31

Gambar 3.7 Rangkaian skematik dari LCD ke Mikrokontroller 32 Gambar 3.8 Rangkaian Mikrokontroller ATMega 8535 33 Gambar 4.1 Grafik pengukuran temperatur ke 1 36 Gambar 4.2 Grafik pengukuran temperatur ke 2 38 Gambar 4.3 Grafik pengukuran temperatur ke 3 40 Gambar 4.4 Grafik pengukuran temperatur ke 4 41 Gambar 4.5 Grafik pengukuran temperatur ke 5 44 Gambar 4.6 Grafik pengukuran temperatur ke 6 46 Gambar 4.7 Grafik pengukuran temperatur ke 7 48


(13)

Gambar 4.8 Grafik perubahan tegangan (V) terhadap perbedaan

temperatur (∆T) ke 1 52

Gambar 4.9 Grafik perubahan tegangan (V) terhadap perbedaan

temperatur (∆T) ke 2 53

Gambar 4.10 Grafik perubahan tegangan (V) terhadap perbedaan

temperatur (∆T) ke 3 55

Gambar 4.11 Grafik perubahan tegangan (V) terhadap perbedaan

temperatur (∆T) ke 4 56

Gambar 4.12 Grafik perubahan tegangan (V) terhadap perbedaan

temperatur (∆T) ke 5 58

Gambar 4.13 Pengujian dengan lampu beban menyala 59 Gambar 4.14 Grafik perubahan tegangan (V) terhadap perbedaan

temperatur (∆T) ke 6 60

Gambar 4.15 Grafik perubahan tegangan (V) terhadap perbedaan


(14)

ABSTRAK

Telah dirancang sebuah alat termoelektrik generator untuk menghasilkan energi listrik. Dengan memanfaatkan panas matahari sebagai sisi panas dari elemen peltier. Lensa Fresnel digunakan untuk mengumpulkan sinar matahari kearah plat aluminium yang langsung mengenai sisi panas dari elemen peltier. Prinsip kerja dari termoelektrik generator sesuai dengan efek Seebeck, dimana dengan adanya perbedaan temperature di antara sisi panas dan sisi dingin peltier maka akan terjadi aliran arus sehingga menghasilkan tegangan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa dengan dua belas modul termoelektrik yang biasa disebut dengan elemen peltier yang disusun secara seri, dapat menghasilkan tegangan keluaran sebesar 12,5 Volt dengan perbedaan temperature maksimal 72,2 0C. Segingga diperoleh besar daya mencapai 13,875 Watt.


(15)

ABSTRACT

It has been designed a thermoelectric generator to produce electricity. By utilizing solar heat as the hot side of the peltier element. Fresnel Lens is used to collect sunlight towards the aluminium plate which is directly on the hot side of the peltier element. The working principle of thermoelectric generator according to the Seebeck effect, where the presence of the temperature difference between the hot side and a cold side peltier there will be a flow of current to produce a voltage.Test results show that by twelve thermoelectric module commonly called a peltier element arranged in series, can produce output voltage of 12,5 Volt to a maximum temperature difference of 72,2 0C. So it can produce power reached 13,875 Watt

Keywords : Thermoelectric Generator, Peltier element, Fresnel lens, Seebeck effect.


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Energi panas merupakan energi yang dapat dengan mudah dijumpai dalam kehidupan sehari – hari, mulai dari panas yang disediakan oleh alam yaitu dari panas matahari. Apabila energi panas tersebut dapat dikonversikan ke dalam bentuk energi listrik tentunya akan dapat membantu memenuhi kebutuhan energi yang meningkat tersebut. Indonesia terletak di garis katulistiwa, sehinggaIndonesia mempunyai sumber energi surya yang berlimpah dengan intensitas radiasi matahari rata-rata sekitar 4,8 kWh/m2 per hari di seluruh wilayah Indonesia. Indonesia mempunyai cuacakondisi cerah pertahun (sunshine hours annually) adalah sekitar 2975 jam atau 124 harisedangkan rata-rata lamanya penyinaran sekitar 8,2 jam per hari. (sumber climatemps.com).

Bahan thermoelektrik adalah bahan unik yang dapat mengkonversi energi panas menjadi energilistrik, atau sebaliknya, tanpa menghasilkan gas beracun karbondioksida maupun polutan lainseperti elemen logam berat (ramah lingkungan). Di dalam kehidupan manusia di muka bumi inienergi panas terutama dihasilkan dari cahaya matahari.Energi panas yang tidak berguna banyakpula dihasilkan dari limbah industri (pabrik) maupun dari kegiatan antropogenik manusia sepertikendaraan bermotor (automotive) dan pemakaian AC (air conditioning). Dalam skala aplikasi yang lebih besar, material thermoelektrik ini diharapkandapat digunakan sebagai sumber energi alternatif untuk menggantikan energi dari bahan bakarfosil yang bersifat tak terbarukan, sejajar dengan sumber-sumber energi alternatif yang lain sepertitenaga air, geotermal, energi surya, energi angin, energi berbahan bakar biogas, dan energi nuklir.

Dalam hal ini penulis ingin membuatAplikasi Termoelektrik Generator Sebagai Sumber Energi Listrik dengan Lensa Fresnel sebagai Kolektor Panas Matahari .Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan jenis Peltier TEC1-12706 yang akan dimanfaatkan sebagai termoelektrik generator. Selain panas matahari masih banyak penghasil panas yang dapat dimanfaatkan , namun


(17)

pada penelitian ini penulis memanfaatkan panas dari sinar matahari. Panas matahari sangat mudah didapatkan karena ketersedianya dialam yang bebas dan melimpah. Didalam penelitian ini penulis akan menggunakan sebuah kolektor agar dapat menyerap lebih banyak intensitas sinar matahahari.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana merancang alat termoleketrik generator untuk dapat menghasilkan energi listrik dengan menggunakan elemen peltier dan memanfaatkan panas matahari yang dikumpulkan oleh pengumpul panas matahari berupa lensa Fresnel. Sesuai prinsip kerja modul termolektrik generator yang membutuhkan perbedaan temperatur antara sisi panas dan sisi dingin dari modul yang akan menghasilkan output berupa tegangan listrik. Dengan demikian bagaimana mempertahankan perbedaan temperatur diantara kedua sisi peltier.

1.3Batasan Masalah

Batasan – batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Alat dirancang dengan menggunakan elemen peltier disusun secara seri. 2. Pengumpul (collector) sinar matahari menggunakan lensa Fresnel. 3. Alat yang dirancang adalah rangkaian Hardware dan software sebagai

sistem untuk menghitung energi dari penelitian.

1.4Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini dilakukan adalah:

1. Merancang sebuah sistem penghasil energi listrik menggunakan termoelektrik generator dengan daya 10 Watt

2. Merancang suatu pengumpul sinar matahari dengan menggunakan lensa fresnel.


(18)

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui potensial energi listrik dari modul peltier yang akan dihasilkan.

2. Untuk mengetahui seberapa besar intensitas panas matahari yang dapat diserap peltier untuk menghasilkan daya listrik.

1.6Sistematika Penulisan

Untuk memberi gambaran dalam mempermudah serta memahami tentang Aplikasi Termoelektrik Generator sebagai Sumber Energi Listrik dengan Lensa Fresnel sebagai Kolektor Panas Matahari , maka penulis menulis sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan pendahuluan yaitu membahas Latar Belakang, Rumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan tentang teori – teori yang mendukung pembahasan tentang elemen peltier, cara kerja dari teori rangkaian thermoelektrik generator sebagai sumber energi listrik dan kolektor panas matahari.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang perancangan termoelektrik generator, alat- alat dan bahan yang digunakan serta prosedur percobaan.


(19)

Bab ini menguraikan data penelitian yang diperoleh peneliti, dan menerangkan pengolahan data berupa grafik serta hasil dari penelitian.

BAB V PENUTUP

Pada bab in akan diambil kesimpulan dari seluruh kegiatan penelitian yang telah dilakukakan dengan disertai saran terhadap pengembangan desain selanjuntnya.


(20)

V

+

-B

B

T2

T1

A

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Efek Seebeck

Penemuan pertama kali terkait dengan termoelektrik terjadi pada tahun 1821, seorang fisikawan Jerman yang bernama Thomas Johan Seebeck melakukan eksperimen dengan menggunakan dua material logam yang berbeda yaitu tembaga dan besi. Kedua logam itu dirangkai menjadi sebuah sambungan dimana salah satu sisi logam dipanaskan dan sedangkan satu sisi logam yang lainya tetap dijaga pada suhu konstan sehingga arus akan mengalir pada rangkaian tersebut. Arus listrik yang mengalir akan mengindikasikan adanya beda potensial antara ujung – ujung kedua sambungan. Jarum kompas yang sebelumnya telah diletakkan diantara dua plat tersebut ternyata mengalami penyimpangan atau bergerak hal ini disebabkam adanya medan magnet yang dihasilkan dari proses induksi elektromagnetik yaitu medan magnet yang timbul karena adanya arus listrik pada logam. Dibawah ini adalah simulasi dari rangkaian kedua logam A dan logam B

Gambar 2.1 Eksperimen Rangkaian dari Efek Seebeck

Hubungan antara tegangan (V) dan perbedaan temperature (T1 dan T2) antara kedua ujung logam (SA dan SB ) dapat dinyatakan dengan persamaan berikut.

VAB = ∫�2(��(�)− ��(�)) ��

1 (2.1)

VAB = (SA – SB)(T2 – T2) (2.2) Keterangan

VAB : Tegangan pada logam A dan logam B (Volt) SA dan SB : Koefisien Seebeck dari logam A dan logam B T1 dan T2 : Temperatur 1 (K) dan Temperatur 2 (K)


(21)

I

Conductor B Conductor A

2.2 Efek Peltier

Pada tahun 1834 seorang fisikawan Francis bernama Jean Charle Athanase Peltier, menyelidiki kembali eksperimen dari efek Seebeck . Peltier menemukan kebalikan dari fenomena Seebeck ketika arus listrik mengalir pada suatu rangkaian dari material logam yang berbeda terjadi penyerapan panas pada sambungan kedua logam tersebut dan pelepasan panas pada sambungan yang lainya. Pelepasan dan penyerapan panas bersesuaian dengan arah arus listrik pada logam. Arus listrik dengan besar I sepanjang junction dari 2 konduktor yang berbeda A dan B dengan koefisien peltier ᴨA dan ᴨBmenghasilkan kalor dengan tingkat menurut:

W = (ᴨA - ᴨB).I (2.3)

Pada gambar dibawah, nilai W bisa positif ataupun negatif. Nilai negatif menandakan pendinginan dari junction. Berlawanan dengan pemanasan joule, efek peltier sifatnya reversible dan tergantung dari arah arus listrik.

Gambar 2.2 Efek peltier

Efek peltier terjadi karena adanya arus listrik yang mempunyai arus kalor dalam konduktor homogeni, yang terjadi walaupun temperature dalam keadaan konstan. Akibat dari arus kalor menurut ᴨ . I. Persamaan kalor peltier adalah keseimbangan dari aliran kalor dari dan menujuinterface. Arus kalor bersama arus listrik dapat dijelaskan melalui perbedaan kecepatan aliran elektron yang membawa arus listrik. Kecepatan aliran bergantung pada energi dari elektron yang mengalami konduksi. Contoh, apabila kecepatan aliran dari elektron dengan energi lebih dari potensi kimia (energi Fermi) lebih besar dari elektron dengan energi lebih rendah, arus listrik bersama arus kalor dengan arah berlawanan (karena beban listrik negatif). Dalam hal ini , koefisien peltier bernilai negative.


(22)

Situasi yang sama akan terjadi untuk n semikonduktor , dimana arus listrik yang dibawa oleh elektron dalam keadaan ikatan konduksi.

Koefisien Seebeck (S) dan Peltier (ᴨ) menurut hubungan

ᴨ = T.S (2.4)

Yang sudah ditemukan oleh Lord Kelvin, tapi untuk setiap nilai derivasi yang valid hanya dapat dibuktikan setelah menggunakan teori kinetik dari konduksi elektron atau termodinamika setelah menggunakan teori kinetik dari konduksi elektron atau termodinamika ireversibel. Hubungan kelvin menghubungkan material untuk 2 efek fisika yang berbeda, dimana efek peltier mempunyai penjelasan yang simpel seperti yang dijelaskan diatas.

2.3 Elemen Peltier

Konsep dasar dari sel peltier yaitu efek Seebeck dan efek Peltier, dimana sel peltier ini merupakan bahan semikonduktor yang bertipe-p dan tipe-n. semikonduktor merupakan bahan setengah penghantar listrik yang disebabkan perbedaan gaya ikat diantara atom-atom, ion-ion, atau molekul-molekul.

Semua ikatan zat padat atau bahan padat yang lainya disebabkan adanya gaya listrik dan tergantung pada jumlah elektron terluar pada struktur atom. Bahan padat yang dimaksud adalah bahan padat seperti , isolator, semikonduktor atau pun superkonduktor. Untuk penyusun dari bahan padat terbagi menjadi dua bagian yaitu bahan padat Kristal dan bahan padat amorf. Bahan padat Kristal merupakan suatu bahan padat dengan struktur partikelnya disusun secara keteraturan yang panjang dan berulang secara periodic, contohnya Silicon, Germanium, Gallium, Arsenid, dsb. Sedangkan bahan padat amorf struktur partikelnya disusun dengan keteraturan yang pendek dan tidak berulang secara periodic, contohnya Amorphos Silicon.


(23)

Gambar 2.3Struktur Elemen Peltier

Semikonduktor terbagi menjadi dua yaitu semikonduktor instrinsik (murni) dan semikonduktor ekstrinsik (tidak murni). Semikonduktor instrinsik merupakan jenis semikonduktor yang murni dengan elektron valensi empat, misalnya silicon dan germanium, keduanya terletak pada kolom empat dan table periodic. Silicon dan germanium dibentuk oleh tetrahedral dimana setiap atom akan menggunakan bersama atom elektron valensi dengan atom – atom tetangganya.

Semikonduktor ekstrinsik merupakan semikonduktor tidak murni dimana terjadi penambah elektron. Proses penambahan disebut Doping untuk mendapatkan elektron valensi bebas dalam jumlah lebih banyak dan permanen, yang diharapkan agar dapat menghantarkan listrik. Doping dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe-N dan tipe-P, dimana semikonduktor tipe-N ynag menghasilkan muatan negatif dan merupakan donor untuk melepaskan elektron sedangkan semikonduktor tipe-P menghasilkan muatan positif.

Dalam penjelasan semikonduktor maka dapat disimpulkan bahwa didalma sel Peltier terdapat bahan semikonduktor tipe-N dan tipe P yang apabila kedua tipe tersebut diberi arus listrik akan menimbulkan beda potensial.


(24)

n p Th

Tc

I

+

-R

Gambar 2.4 Modul termoelektrik mengkonversi panas menjadi listrik

Dengan adanya perbedaan suhu pada kedua titik junction maka akanada beda potensial diantara kedua titik trsebut, yang dapat ditentukan dengan rumus:

∆V = ∫ �12 ���� (2.5)

Dimana SAB adalah koefisien Seebeck dengan T1 < T2(Shepta,DH. 2012)

2.4 Termoelektrik Generator

Dengan menggunakan prinsip efek Seebeck, pembangkit termoelektrik (termoelektrik generator) mengubah energy termal pada elemen peltier yang ada pada termoelektrik, menjadi energy listrik. Dengan perbedaan temperature antara sisi dingin dan sisi panas pada elemen termoelektrik, pada elemen ini akan mengalir arus sehingga terjadi perbedaan tegangan. Aplikasi pembangkit termoelektrik digunakan secara luas, terutama dalam berbagai hal yang menggunakan sumber panas sebagai penghasil listrik. System gas buang kendaraan, burner dan furnace adalah beberapa contoh dari aplikasi pembangkit termoelektrik.

Secara umum, beberapa material pembangkit termoelektrikyang telah diproduksi menggunakan:

1. Silicon Germanium 2. Lead Telluride

3. Bismuth Telluride alloys

Ketiga material ini terbagi berdasarkan temperatur kerjanya. Untuk material Silicon Germanium , temperatur kerja paling tinggi diantara 2 material lainya. Material ini dapat menyerap panas dalam range temperature 7500C sampai


(25)

10000C . Material ini dapat menyerap beda potensial yang lebih tinggi dari material termoelektrik lainya. Kekurangan dari material ini adalah tingginya harga, sehingga menaikkan ongkos produksinya.

Material Lead Telluride merupakan material dengan temperature kerja menegah, dibawah material Silicon Germanium, dan diatas temperature kerja

Bismuth Telluride alloys. Material ini mempunyai temperature kerja dengan rentang antara 4000C – 6500C.

Material yang paling umum digunakan dalam elemen termoelektrik adalah material Bismuth Telluride alloys. Dengan rentang temperature kerja hingga 3500C , material ini umum dipakai sebagai elemen pendingin pada aplikasi pendinginan, atau kombinasi pendinginan dan pemanasan dengan adanya perbedaan temperature yang membuat timbulnya daya listrik dibandingkan dengan dua material yang lain, daya keluaran serta efisiensi pembangkit bismuth telluride lebih kecil, tetapi dengan tersedianya sumber termal, daya yang diinginkan akan dapat tercapai.

Modul pembangkit termoelektrk mempunyai bentuk dasar dengan dua jenis, antara lain linier shape modulue (bisa dibentu sesuai penempatanya) dengan biaya produksi yang lebih tinggi dan umumnya memerlukan pesananan dengan spesifikasi khusu. Dan traditional square module yang dijual secara umum dengan bentuk persegi.

Karakteristik dari elemen termoelektrik adalah internal resistance , thermal conductivity dan termoelektrik power yang merupakan hubungan kecepatan perpindahan elektron valensi pada dua material.


(26)

Gambar 2.5 Perbedaan Kalor pada Peltier

Kalor yang dilepaskan pada sisi dingin sebanding dengan suhu absolut pada sisi tersebut dan sebanding dengan jumlah elektron yang dipindahkan. Jika kedua sisi elemen peltier mempunyai suhu yang berbeda, sejumlah kalor akan berpindah dari sisi panas menuju sisi dingin. Hal ini dapat menyebabkan power loss. Oleh karena itu power loss ini harus dapat dikurangi dengan mengurangi heat capacity dalam peltier. Dapat dikatakan bahwa, kalor yang dipancarkan oleh sisi panas adlah jumlah dari kalor yang diserap oleh sisi dingin dan electrical power loss.

Modul pembangkit termoelektrik tersusun dari dua lapisan keramik pada sisi paling luarnya yang berfungsi sebagai insulator listrik, dengan lapisan yang berbentuk seperti wafer. Sisi luar pada modul pembangkit termoelektrik berguna sebagai medium perpindahan kalor. Setelah sisi luar keramik, terdapat konduktor listrik pada lapisan bawahnya yang menggunakan material tembaga atau timah, material ini berfungsi sebagai penghubung antara kedua semikonduktor tipe-p dan tipe-n, yang terdapat pada lapisan dibawahnya lagi, yang tersusun secara bergantian sesuai dengan karakteristik yang dipunyai oleh elemen termoelektrik yang dijelaskan sebelumnya, dimana internal resistance atau tahanan dalam dari elemen peltier/elemen termoelektrik adalah tahan listrik dalam peltier. Kemudian


(27)

thermal conductivity atau konduktivitas termal adalah perpindahan kalor yang terjadi pada material yang satu dengan yang lain dalam elemen termoelektrik.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pembangkit termoelektrik adalah menjaga perbedaan temperatur sebesar mungkin, pada umumnya untuk mencapai perbedaan temperatur yang besar, digunakan perangkat untuk mendinginkan sisi dingin dari elemen peltier, berbagai variasi perangkat pendinginan telah digunakan sebelumnya dalam penelitian antara lain penggunaan heatsink.

Efisiensi dari power generated ini dapat diukur dengan menggunakan rasio dari daya listrik (P0) terhadap heat flow (Qh).

Ƞ = ��

�ℎ (2.6)

Sedangkan daya yang diperoleh

Po = I2Ro (2.7)

Heat flow yang terjadi pada sisi panas terdiri dari tiga komponen. Heat flow yang melalui material termoelektrik karena sifat konduktivitas dari material tersebut, K∆T. Panas yang terabsorbsi pada hot side dari termoelektrik karena efisiensi peltier, dua panas yang disebabkan oleh daya yang dihasilkan, I2R, dengan asumsi setengah panas masuk kedalam sisi pans, setengah masuk pada sisi bagian dingin. Dan R adalah hambatan dari material termoelektrik.

Qh= α Th I + K (Th – Tc) - ��

2 �2 (2.8)

Arus yang melalui modul ini dapat disesuaikan dengan merubah beban dari modul tersebut. Efesiensi optimal dapat diketahui dengan rumus.

Ƞ = ∆�

�ℎ ( √1+���−1)

√1+��� + ��

�ℎ

(2.9)

Dengan �� = ��+ �ℎ

2 sebagai suhu rata – rata dan Z = �2

� adalah figure of merit .

semakin tinggi nilai figure of merit ,maka semakin tinggi nilai efisiensi dari termoelektrik. (Wirawan, Rio. 2012).

2.5 Daya Listrik

Energi listrik merupakan bentuk energi yang dihasilkan dari adanya beda potensial antara dua titik, sehingga membentuk sebuah arus listrik dan mendapatkan kerja listrik. Energy listrik dinyatakan sebagai arus listrik yang


(28)

bermuatan listrik negative atau elektron karena adanya perbedaan beda potensial. Pada tahun (1787-1854) Georg Simon Ohm menentukan dan melakukan eksperimen bahwa arus I pada logam sebanding dengan beda potensial V. Kemudian jika pada logam atau kawat diberikan hambatan R terhadap arus maka elektron-elektron diperlambat karena adanya interaksi dengan atom-atom. Sehingga makin tinggi hambatan, makin kecil arus I pada suatu tegangan V.

Energi listrik yang diubah menjadi energy panas atau cahaya akan terjadi banyak tumbukan elektron yang bergerak dan ataom pada kawat sehingga menyebabkan arus menjadi besar. Pada kawat setiap tumbukan , sebagian energy elektron ditransfer ke atom yang ditumbuknya akibatnya energy kinetic atom bertambah dengan demikian temperature elemen kawat bertambah. Energy panas yang bertambah dapat ditransfer sebagai kalor dengan perpindahan panas secara konduksi dan konveksi.

Daya merupakan suatu besaran yang penting dalam rangkaian listrik. Daya merupakan kecepatan perubahan energy. Untuk mencari daya yang diubah ke listrik maka energy yang diubah merupakan muatan Q yang bergerak melintasi beda potensial sebesar V sehingga perubahan tersebut ditulis Q. Jadi persamaan matematika dalam menghitung daya (P)

P =��

� (2.9)

Jika suatu tegangan V dikenakan pada unsur dimana di dalamnya menglair arus (A) , sehingga daya (P) dapat ditulis dengan persamaan berikut:

P = V I (2.10)

Dimana :

P = Daya listrik (Watt atau J/det) I = Arus listrik (A)

V = Beda potensial (Volt)

Untuk menghitung daya pada hambatan (R) dapat ditulis dengan hukum Ohm, sehingga daya listrik dapat juga dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini:

P = �2

� (2.11)

Dimana :


(29)

I = Arus listrik (A) R = Hambatan (Ω) 2.6 Perpindahan Panas

Perpindahan panas dapat didefenisikan sebagai berpindahnya energi dari suatu daerah ke daerah lainnya sebagai akibat dari beda suhu antara daerah – daerah tersebut. Tiga cara perpindahan panas yang berbeda: radiasi (radiation), konduksi (conduction ; juga dikenal dengan istilah hantaran), dan konveksi (convection).

2.6.1 Konduksi

Konduksi adalah proses dengan panas mengalir dari daerah yang bersuhu lebih tinggi kedaerah yang bersuhu lebih rendah didakam suatu medium (padat, cair atau gas) atau antara medium – medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung. Dalam aliran panas konduksi, perpindahan energi terjadi karena hubungan molekul secara langsung tanpa adanya perpindahan molekul yang cukup besar. Konduksi adalah satu – satunya mekanisme dimana panas dapat mengalir dalam zat padat yang tidak dapat tembus cahaya.

Laju perpindahanpanaskonduksi dapat dinyatakan dengan Hukum Fourrier.

q = -kA ���

��� (2.12)

Dimana :

q = Laju perpindahan panas (W)

k = Konduktivitas Termal bahan (W/mK)

A = Luas penampang dimana panas mengalir (m2)

dT/dx = Gradien suhu pada penampang atau laju perubahan suhu T terhadap jarak dalam arah aliran panas x (K)

2.6.2 Konveksi

Konveksi adalah proses transfer energi dengan kerja gabungan dari konduksi panas, penyimpanan energi dan gerakan mencampur. Perpindahan energi dengan cara konveksi dari suatu permukaan yang suhunya diatas suhu fluida sekitarnya berlangsung dalam beberapa tahap. Pertama, panas akan mengalir dengan cara


(30)

konduksi dari permukaan ke partikel – partikel fluida yang berbatasan. Energi yang berpindah dengan cara demikian akan menaikkan suhu dan energi dalam partikel fluida ini. Kemudian partikel fluida tersebut akan bergerak ke daerah yang bersuhu lebih rendah di dalam fluida dimana partikel tersebut akan bercamp\ur dan memindahkan sebaian energinya pada partikel fluida lainnya. Dalam hal ini alirannya adalah aliran fluida maupun energi. Energi disimpan didalam partikel – partikel fluida dan diangkut sebagai akibat gerakan massa partikel tersebut.

Pada umumnya laju perpindahan panas dapat dinyatakan dengan hukum persamaan pendinginan Newton sebagai berikut:

q = h A ∆T (2.13)

Dimana:

q = Laju perpindahan panas konveksi (W)

h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2K) A = Luas penampang (m2)

∆T = Perubahan atau perbedaan suhu (K) 2.6.3 Radiasi

Perpindahan panas dari benda dengan suhu tinggi ke benda dengan suhu lebih rendah bila benda dipisahkan dalam ruang (bisa ruang hampa) berkat fenomena analogi pancaran sinar dan gelombang elektromagnetik (radiasi matahari).

Persamaan untuk mencari perpindahan panas radiasi adalah sebagai berikut:

q = ɛ σ A T 4 (2.14) Dimana

q = lajuperpindahan panas radiasi (W)

ɛ = emisivitas bahan

σ = konstanta Stefan-Boltzmann, (5.67x10-8 W/m2 K4) A = luas permukaan (m2)

T = suhu permukaan T (K).


(31)

2.7 Kolektor Surya

Kolektor surya merupakan piranti utamadalam sistem surya termal yang berfungsimengumpulkan dan menyerap radiasi sinarmatahari dan mengkonversinya menjadienergi panas. Ketika cahaya mataharimenimpa absorber pada kolektor surya,sebagian cahaya akan dipantulkan kembalike lingkungan, sedangkan sebagianbesarnya akan diserap dan dikonversimenjadi energi panas, lalu panastersebut dipindahkan kepada fluida yangbersirkulasi di dalam kolektor surya untukkemudian dimanfaatkan pada berbagaiaplikasi yang membutuhkan panas.

Kolektor surya yang pada umumnya memiliki komponen-komponen utama, yaitu:

1. Cover berfungsi untuk mengurangi rugi panas secara konveksi menuju lingkungan.

2. Absorber berfungsi untuk menyerap panas dari radiasi cahaya matahari. 3. Kanal berfungsi sebagai saluran transmisi fluida kerja .

4. Isolator berfungsi meminimalisasi kehilangan panas secara konduksi dari absorber menuju lingkungan.

5. Frame berfungsi sebagai struktur pembentuk dan penahan beban kolektor.

2.7.1 Jenis Kolektor Surya

Kinerja sistem surya termal sangatdipengaruhi oleh rancangan dan pemilihanjenis kolektor surya, desain sistem / aplikasi, serta pemilihan material. Kolektor suryadapat dibuat dalam berbagai bentuk danukuran tergantung pada aplikasi yangdibutuhkan. Saat ini terdapat berbagaijenis kolektor surya termal, antara lain a. Kolektor surya pelat datar

Kolektor surya pelat datar merupakanjenis kolektor yang saat ini sudahbanyak dipasaran. Kolektor iniumumnya digunakan untukmemanaskan air atau udara dengansuhu operasi yang cukup rendah, yaitudibawah 800C. Ciri khas kolektor pelatdatar adalah berupa kotak logam/baja terisolasi yang memiliki pelatpenyerap

(absorber) berwarna hitamdan ditutupi oleh lapisan kaca/plastic

transparan/tembus cahaya. Kolektorjenis ini bekerja seperi efek rumahkaca yang menjebak panas didalampelat kaca transparan dan kemudianmentransfernya ke


(32)

fluida cair atauudara. Keuntungan kolektor suryajenis ini adalah tidak membutuhkanbiaya yang tinggi dan dapat menerimaradiasi surya langsung maupun radiasisebaran.

Gambar 2.6 Kolektor Surya Pelat Datar (sumber : www.powerfromthesun.net)

b. Kolektor tabung hampa (vacuum tube collector)

Jenis ini dirancang untuk menghasilkanenergi panas dengan temperatur yanglebih tinggi. Keistimewaannya terletakpada efisiensi transfer panasnyayang tinggi tetapi faktor kehilanganpanasnya yang relatif rendah. Halini dikarenakan fluida yang terjebakdiantara absorber dan cover-nyadikondisikan dalam keadaan vakum,sehingga mampu meminimalisasikehilangan panas yang terjadi daripermukaan luar absorber menujulingkungan.Kolektor jenis ini menggunakanteknologi tinggi dan mahal sehinggalebih sesuai untuk aplikasi besarseperti sistem pendingin danpembangkit listrik.


(33)

c. Kolektor parabola / konsentrator

Jenis ini dirancang untuk aplikasi yangmembutuhkan energi panas pada temperature tinggi > 100 0C. Kolektorsurya jenis ini mampu memfokuskanenergi radiasi cahaya mataharipada suatu receiver, sehingga dapatmeningkatkan kuantitas energi panasyang diserap oleh absorber. Komponenkonsentrator harus terbuat darimaterial dengan transmisivitas tinggi.

Gambar 2.7 Kolektor Parabola

d. Kolektor Surya Prismatik (Prismatic Solar Colector)

Kolektor surya tipe prismatik dapat digolongkan dalam kolektor pelat datar dengan permukaan kolektor berbentuk prisma yang tersusun dari 4 bidang yang membentuk prisma, 2 bidang berbentuk segi-tiga sama kaki dan 2 bidang yang lain berbentuk segi-empat siku-siku. Keunggulan dari kolektor surya tipe prismatik ini adalah kemampuannya untuk dapat menerima energi radiasi matahari dari segala posisi matahari.

e. Lensa

Lensa merupakan benda bening yang dibatasi oleh dua bidang lengkung. Dua bidang lengkung yang membatasi lensa berbentuk silindris maupun bola. Lensa silindris bersifat memusatkan cahaya dari sumber titik yang jauh pada suatu garis, sedangkan lensa yang berbentuk bola yang melengkung ke segala arah memusatkan cahaya dari sumber yang jauh pada suatu titik.

Ada dua jenis lensa yaitu lensa cembung dan lensa cekung yaitu sebagai berikut ini;


(34)

a. Lensa cembung adalah lensa yang bagian tengah lebih tebal daripada bagian tepinya. Sinar – sinar bias lensa cembung bersifat mengumpul (konvergen). Lensa cembung digolongkan menjadi cembung rangkap (bikonveks), cembung datar (plan-konveks) dan cembung-cekung (konkaf-konveks)

b. Lensa Cekung adalah lensa yang bagian tengahnya lebih tipis daripada bagian tepinya. Sinar-sinar bias lensa cekung bersifat memancar (divergen).

Lensa Cekung digolongkan menjadi cekung rangkap (bikonkaf), cekung datar (plan-konkaf) dan cekung-cembung (konveks – konkaf)

(Marbun, Nesten M.2009)

2.8 Lensa Fresnel

Lensa Fresnel adalah lensa kaca atau plastik yang awalnya diciptakan untuk meningkatkan kemampuan mercusuar. Terdiri dari konsentris bahan cincin siku, lensa Fresnel menggunakan cincin ini untuk fokus cahaya ke bagian tengah lensa. Meskipun lensa Fresnel tidak umum di mercusuar hari ini, ada banyak aplikasi lain yang menggunakannya.

Menurut Menghani et.al (2012), ada dua tipe Fresnel yaitu lensa bias (refractive lens) dancermin bias (reflective mirrors), seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.8. Lensa Fresnel biassebagian besar digunakan dalam aplikasi fotovoltaik sedangkan cermin reflektif banyakdiaplikasikan dalam solar thermal. Disain optical Lensa fresnel lebih fleksibel dan dapatmenghasilkan kerapatan fluks yang seragam pada absorber. Pada tipe lensa fresnel denganfokus titik secara geometri tersusun berupa alur melingkar yang berbentuk prisma dengansudut kemiringan tertentu untuk membentuk fokus (Gambar 2.9)

Gambar 2.9 (a) reflective mirror fresnel, (b) refractive lens fresnel (Menghani et.al, [9])


(35)

Gambar 2.10 Bentuk permukaan lensa Fresnel

Beberapa kelebihan lensa fresnel modern (berbahan plastik) dibandingkan dengan tipe lensacembung konvensional (berbahan kaca) adalah 1) lebih ringan lensa fresnel modern berbahanbahan plastik (acrylic, polymethylmethacrylate (PMMA), polycarbonate (PC), polyvinyl chloride (PVC), dan rigid vinyl) bukan dari kaca (glass), 2) permukaan lebih tipis dan bisa dilapisi denganplastik sehingga bentuk datar, 3) pemakaian lebih praktis karena selain tipis dan ringan, jugamenghasilkan fokus yang bisa ditentukan dengan luasan yang sama dan 4) penggunaannya lebihbanyak dibandingkan dengan jenis lensa tipe cembung, seperti untuk traffic light, lighting house,LCD Projector dan untuk konsentrator

solar cooker dan lain-lain.(Asrori, dkk.2014)

2.9 Sensor Suhu

Sensor suhu adalah alat yang dapat mendeteksi adanya perubahan suhu menjadi suatu keluaran signal listrik sehingga suhu yang ada pada system dapat terukur. Termokopel merupakan sensor suhu yang terdiri atas sepasang penghantar yang berbeda disambung las atau dileburkan bersama pada satu sisi membentuk penghantar ”panas” atau sambungan pengukuran yang ada ujung ujung bebasnya untuk menghubungkan dengan penghantar ”dingin” atau sambunganreferensi. Perbedaan suhu antara sambungan pengukuran dan sambungan referensi alat ini berfungsi sebagai termokopel dan bisa membangkitkan tegangan dc yang kecil. Tegangan output termokopel hampir berbanding lurus dengan perbedaan suhu antara sambungan pengukuran (panas) dan sambungan referensi (dingin). (Kristanto, Sigit Adi. 2013)


(36)

Sensor suhu yang dipakai menggunakan termokopel tipe K (K-Type Thermocouple) dengan temperature spring probe yang tahan terhadap suhu tinggi, diproses oleh modul digitizer yang menggunakan IC MAX6675 dari Maxim.Fungsi dari termokopel adalah untuk mengetahui perbedaan temperature di bagian ujung dari dua bagian metal yang berbeda dan disatukan. MAX6675 bukan saja mendigitalisasi sinyal analog dari termokopel tipe-K, sirkuit terpadu di dalamnya juga melakukan kompensasi "persimpangan dingin" (cold-junction) untuk akurasi terbaik.

Yang dimaksud cold-junction-compensation adalah fungsi IC Ini untuk mendeteksi fluktuasi suhu lingkungan (ambience temperature) pada ujung dingin (cold-end) — suhu yang dideteksi oleh sensor suhu internal MAX6675, dapat berkisar antara -20°C hingga +85°C — sehingga dapat mengoreksi pembacaan suhu pada ujung panas (hot-end) yang merupakan suhu yang terbaca pada probe

(hingga +1024°C, dalam kit ini maksimum suhu dibatasi oleh probe's temperature rating sebesar +800°C).

Mengakses data dari MAX6675 dapat dilakukan dengan mudah dari mikrokontroler melalui protokol SPI (Serial Peripheral Interface). Data yang dilaporkan beresolusi 0,25°C dengan lebar data 12 bit (0~4095).Untuk dapat melakukan pengukuran actual, MAX6675 mengukur tegangan dari output termokopel dan tegangan dari sensing diode.

2.10 Heatsink

Heatsink adalah material yang dapat menyerap dan mendisipasi panas dari suatu tempat yang bersentuhan dengan sumber panas dan membuangnya seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.10 Heatsink digunakan pada beberapa teknologi pendingin seperti refrijerasi, air conditioning, dan radiator pada mobil.


(37)

Sebuah heatsink dirancang untuk meningkatkan luas kontak permukaan dengan fluida disekitarnya, seperti udara. Kecepatan udara pada lingkungan sekitar, pemilihan material, desain sirip (atau bentuk lainnya) dan surface treatment adalah beberapa faktor yang mempengaruhi tahanan thermal dari

heatsink. Thermal adhesive (juga dikenal dengan thermal grease) ditambahkan pada dasar permukaan heatsink agar tidak ada udara yang terjebak di antara

heatsink dengan bagian yang akan diserap panasnya.

2.11 Sensor Arus

Sensor arus adalah alat yang digunakan untuk mengukur kuat arus listrik. ACS712 merupakan suatu IC terpaket yang mana berguna untuk mengukur arus. Sensor arus ini menggunakan metode Hall Effect Sensor. Hall Effect merupakan sensor yang digunakan untuk mendeteksi medan magnet.

Pada prinsipnya ACS712 sama dengan sensor efek hall lainya yaitu dengan memanfaatkan medan magnetic di sekitar arus kemudian dikonversi menjadi tegnagan yang linier dengan perubahan arus. Nilai variable dari sensor ini diolah. Keluaran ACS712 masih berupa sinyal tegangan AC, agar dapat diolah oleh mikrokontroller maka sinyal tegangan AC ini disearahkan oleh rangkaian penyearah.


(38)

PELTIER TEC 1 -12706 SUHU PANAS KOLEKTOR

PANAS MATAHARI

SUHU DINGIN

SENSOR SUHU BEBAN

MIKROKONTROLER

SENSOR TEGANGAN DAN ARUS

PC

SINAR MATAHARI

LCD

BAB III

PERANCANGAN ALAT

3.1 Diagram Blok

Untuk memudahkan dan memahami dalam mempelajari cara kerja dari alat ini, maka dibuatlah perancangan alat berdasarkan diagram blok, dimana tiap blok mempunyai dan fungsi tertentu antar blok yang satu dengan blok yang lainya saling berhubungan dan mendukung, Sistem ini dirancang dengan menggunakan teknologi termoelektrik generator. Dimana teknologi ini diterapkan untuk memanfaatkan panas matahari. Sistem ini menggunakan sel peltier yang akan dimanfaatkan sebagai penghasil energi listrik. Sel peltier bekerja ketika terjadi perbedaan temperature diantara ujung - ujung sel dan menghasilkan arus listrik. Diagram blok rangkaian ditunjukkan pada gambar berikut ini:


(39)

Berikut ini adalah prinsip kerja blok diagram yaitu ketika sinar matahari datang, kemudian dikumpulkan oleh kolektor panas matahari. Kolektor meneruskan sinar ke sisi panas dari peltier. Sedangkan sisi dingin dihubungkan dengan sistem pendingin agar dijaga suhunya konstan. Perubahan suhu dikedua sisi peltier akan dibaca oleh sensor suhu dan akan mengirimkanya ke mikrokontroller.

Sel peltier bekerja ketika terjadi beda temperatur sehingga menghasilkan arus listrik dan tegangan. Besarnya arus listrik dan tegangan yang dihasilkan akan dibaca oleh sensor arus dan tegangan yang kemudian mengirimkannya ke mikrokontroller. Semua data yang terukur akan dibaca oleh mikrokontroller melalui RS232 pada PC yang ditampilkan pada LCD. Mikrokontroller Atmega 8535 berfungsi sebagai alat bantu utama untuk mengumpulkan data – data pengukuran.

3.2 Sistem Pendingin

Mekanik sistem pendingin didesain dengan menggunakan bahan dasar heat sink. Heat sink digunakan untuk membantu pelepasan kalor pada sisi dingin sehingga meningkatkan efesiensi dari modul tersebut. Potensi pembangkitan daya dari modul termoelektrik tunggal akan berbeda-beda bergantung pada ukuran , konstruksi dan perbedaan temperaturnya. Heatsink memiliki sirip yang berfungsi untuk melepaskan kalor. Bahanya terbuat dari bahan aluminium karena memiliki kemampuan melepas atau mengurai panas dengan baik. Heat sink ini berfungsi untuk menjaga sisi dingin dari peltier ..

Heatsink akan menyerap panas yang masuk ke sisi dingin peltier dan membuangnya ke lingkungan. Sehingga panas yang masuk bisa langsung terbuang kelingkungan, sehingga sisi dingin peltier tetap rendah. Sesuai dengan perpindahan panas secara konveksi dapat dihitung kalor yang dibuang oleh heatsink sesuai dengan rumus;

Q = h A ∆T

Dimana Q adalah kalor panas yang masuk atau panas yang keluar (W); h merupakan koefisien pindah panas (W/m2K); A adalah luas permukaan pindah panas (m2) sebesar 0,044 m2 yang merupakan luas permukan heatsink, ∆T adalah


(40)

perbedaan temperature antara pendingin dengan lingkungan (K) dan x merupakan tebal dari aluminium heatsink.

� = h A ∆T

Untuk menentukan besarnya koefisien pindah panas aluminium dapat menggunakan rumus berikut ini;

h = �

� �

�=

238 � ��⁄

0,10 � . 0,044 m

2

. (303-300)K

� = 314,16 W

Maka kalor yang dapat dibuang oleh sistem pendingin setiap detiknya adalah 314,16 W. Dengan begitu dapat mempertahankan suhu pada sisi peltier tetap rendah. Hal ini dapat berguna untuk menjaga perbedaan temperature tetap terjaga besar.

3.3 Sistem Pemanas

Sisi panas Peltier akan dipanaskan dengan system pemanas. Untuk system pemanas didesain dengan menggunakan plat aluminium. Plat Aluminium dengan panjang 22 cm dan lebar 20 cm beserta ketebalan 6 mm.Plat aluminium dengan luas 440 cm2 dapat menghantarkan kalor ke seluruh sisi panas dari peltier. Aluminium merupakan logam yang paling baik untuk menghantarkan panas. Panas yang merupakan dari sinar matahari yang dikumpulkan oleh alat pengumpul panas matahari berupa lensa Fresnel. Lensa Fresnel akan mentransfer energi dari sinar matahari yang diubah menjadi panas pada plat aluminium. Panas tersebut akan mengenai plat aluminium sehingga panas yang dihasilkan akan menyebar ke seluruh permukaan plat aluminium, sehingga modul elemen peltier mendapatkan suhu yang dihasilkan panas matahari. Dimana fungsi dari system pemanas adalah untuk mengalirkan aliran suhu pada seluruh sisi panas dari modul peltier.


(41)

3.4 Kolektor Panas Matahari

Kolektor panas matahari merupakan alat untuk mengumpulkan panas matahari dengan cara menangkap radiasi matahari langsung yang difokuskan menjadi panas. Kolektor ini terbuat dari bahan lensa yakni lensa Fresnel. Lensa Fresnel merupakan lensa plano convex yang dipotong sehingga membentuk lensa datar dengan karakteristik optic yang sama dengan lensa plano convex tetapi lebih tipis dimensinya. Keuntungan menggunakan lensa Fresnel adalah massanya yang lebih ringan dari lensa plano convex sehingga dapat menekan biaya produksi. Kontruksi lensa didesain dengan panjang focus yang pendek, jarak focus tak terhingga dan tebal lensa yang sangat tipis jika dibandingkan dengan lensa konvensional agar dapat melewatkan lebih banyak cahaya.

Lensa Fresnel ini memiliki spesifikasi yaitu berbentuk persegi dengan ukuran 330 mm x 330 mm sehingga luasnya mencapai 0,1089 m2. Ketebalan yakni 3 mm dan memiliki panjang fokus 350 mm. Lensa Fresnel ini terbuat dari bahan PMMA (Polymethyl-methacrylates).

Dengan asumsi besar Intensitas radiasi matahari rata-rata di Indonesia sekitar 1367 W/m2. Berdasarkan penelitian Eka K W(2009), Pengukuran Radiasi Matahari dengan Memanfaatkan Sensor Suhu LM35 didapat kesimpulan bahwa intensitas radiasi matahari yang sampai ke bumi sekitar 623,376 W/m2 pada kondisi cuaca cerah. Maka total energi radiasi langsung yang mampu ditransfer oleh lensa Fresnel dengan luas 0,1089m2 selama setiap detik, dapat dihitung dengan rumus

Q = IDN .Af . t

Dimana Q adalah energi yang mampu ditransfer oleh konsentrator lensa fresnel (J); IDN adalah radiasi matahari langsung (W/m2) ; Af luas penangkapan lensa Fresnel (m2) dan t adalah waktu pengujian (s). Sehingga.

Q = 623,376 W/m2 . 0,1089 m2 . 1 s Q = 67,88 W setiap detiknya

Maka lensa Fresnel dapat mentransfer energi radiasi langsung sebesar 67,88 W setiap detiknya dengan mengabaikan pengaruh lingkungan lainya.

Dengan demikian perubahan suhu yang terjadi pada plat aluminium dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut;


(42)

Q = m.c.∆T

Dimana Q adalah kalor (J); c=kalor jenis dan ∆T = perubahan suhu (0C); Sehingga

∆T = 67,88 �

900 �/�� 0� 0,716 �� ∆T = 0,105 0C setiap detiknya.

Pada selang waktu 10 menit maka dapat diperkirakan perbedaan suhu pada system pemanas didapat sekitar 63oC

3.5 Elemen Peltier TEC1-12706

Sel peltier mempunyai dua sisi yang berbeda yaitu sisi panas dan sisi dingin. Sel peltier bekerja ketika terjadi beda temperature sehingga menghasilkan arus listrik. Pada penelitian ini sel peltier disusun secara seri. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan tegangan yang besar. Berikut ini merupakan spesifikasi dari Peltier TEC1 – 12706.

Hot Side Temperatur (0C) 250C 500C

Qmax (Watts) 50 57

Delta Tmax (0C) 66 75

Imax (Amps) 6,4 6,4

Vmax (Volts) 14,4 16,4

Module Resistance (Ohms) 1,98 2,30

Tabel 3.1 Spesifikasi dari TEC1-12706 (Sumber; datasheet TEC1-12706)


(43)

Mikrokontroller MAX675

SO SCK CS

MISO SCK SSB Vcc

GND 0,1 µF

T+

T-Dengan dimensi AxBxC adalah 40 x 40 x 3,8 mm. Berdasarkan penelitian T Stephen Joh tentang High Efficiency Thermoelectri Device for Power System Design and Efficiency Calculation satu modul peltier TEC1-12706 dapat menghasilkan daya listrik sebesar 0,7 Watt dengan perbedaan temperatur 500C dan 2,5 Watt untuk perbedaan suhu 100 0C . Dengan demikian jumlah peltier yang digunakan sebanyak 12 buah dapat diperkirakan menghasilkan daya lebih dari 10 Watt.

3.6 Rangkaian Sensor Temperatur

Berikut ini merupakan sensor temperature yang digunakan yakni termokopel tipe K dan menggunakan Max6675 yang mendukung komunikasi serial dengan mikrokontroller.

Gambar 3.3 Rangkaian Sensor Temperatur MAX6675 Termokopel-K

MAX6675 dibentuk dari kompensasi cold-junction yang outputnya didigitalisasi dari sinyal termokopel tipe-K.data output memiliki resolusi 12-bit dan mendukung komunikasi SPI mikrokontroller secara umum. Data dapat dibaca dengan mengkonversi hasil pembacaan 12-bit data.

Fungsi dari termokopel adalah untuk mengetahui perbedaan temperature di bagian ujung dari dua bagian metal yang berbeda dan disatukan. Termokopel tipe

hot junction dapat mengukur mulai dari 00C sampai +1023,750C. MAX6675 memiliki bagian ujung cold end yang hanya dapat mengukur -200C sampai +850C. Pada saat bagian cold end MAX6675 mengalami fluktuasi suhu maka MAX6675


(44)

+5V CBYP 0,1 µF Ip A-to-D Converter IP+ IP+ IP-VCC VIOUT FILTER GND 1 2 3 4 5 6 7 8 VOUT Rf 2kΩ

R1 10kΩ CF 1nF D1 1N4448W C1

akan tetap dapat mengukur secara akurat perbedaan temperature pada bagian yang lain. MAX6675 dapat melakukan koreksi atas perubahan pada temperature ambient dengan kompensasi cold-junction.Device mengkonversi temperature ambient yang terjadi ke bentuk tegangan menggunakan sensor temperature diode.Untuk dapat melakukan pengukuran actual, MAX6675 mengukur tegangan dari output termokopel dan tegangan dari sensing diode.

Performance optimal MAX6675 dapat tercapai pada waktu termokopel bagian cold-junction dan MAX6675 memiliki temperature yang sama. Hal ini untuk menghindari penempatan komponen lain yang menghasilkan panas didekat MAX6675.

Termokopel akan dipasang di dua tempat yakni satu disisi dingin Peltier dan satu lagi disisi panas peltier. Suhu yang didapatkan akan dikirimkan ke Mikrokontroller untuk pengolahan data.

3.7Rangkaian Sensor Arus (ACS 712)

Pengukuran arus biasanya membutuhkan sebuah resistor shunt yaitu resistor yang dihubungkan secara seri pada beban dan mengubah aliran arus menjadi tegangan. Tegangan tersebut biasanya diumpankan ke current transformer terlebih dahulu sebelum masuk ke rangkaian pengkondisi signal.

Gambar 3.4 Rangkaian Sensor Arus ACS712

Teknologi Hall effect yang diterapkan menggantikan fungsi resistor shunt dan current transformer menjadi sebuah sensor dengan ukuran yang relatif jauh lebih kecil. Aliran arus listrik yang mengakibatkan medan magnet yang


(45)

Vi i 11 k

1 k

Ke ADC

GND

menginduksi bagian dynamic offset cancellation dari ACS712 ELC-5A. bagianini akan dikuatkan oleh amplifier dan melalui filter sebelum dikeluarkan melalui kaki 6 dan 7, modul tersebut membantu penggunaan untuk mempermudah instalasi arus ini ke dalam sistem. Kapasitor 1μF digunakan sebagai filter sensor arus,

sedangkan kapasitor 0,1 μF digunakan sebagai filter pada sumber tegangan VCC.

Sensor arus dicatu oleh tegangan 5V yang terhubung ke VCC.Keluaran sensor arus terhubung ke rangkaian pengkondisi dinyal sensor arus.

Pada datasheet hasil keluaran dari ACS712 adalah berupa tegangan AC yang mempunyai komponen DC sebesar 2.5 volt.Agar dapat diolah dan di masukkan ke ADC internal mikrokontroller maka keluaran dari sensor arus harus dirubah ke sinyal DC.

Saat tidak ada arus yang terdeteksi pada sensor ACS712, maka keluaran sensor adalah 2,5 V. Saat arus mengalir dari IP+ ke IP-, maka keluaran akan lebih dari 2,5 V. Sebaliknya ketika arus listrik mengalir dari IP- ke IP+, maka keluaran akan berkurang dari 2,5 V. Pada pendeteksi arus -5A sampai dengan 5A, pengkondisi sinyal sensor arus mengubah level tegangan keluaran sensor arus (1,5V-3,5V) ke dalam level tegangan masukan ADC mikrokontroller (0V – 5,0V).

3.8Rangkaian Sensor Tegangan

Sensor tegangan yang dipakai menggunakan prinsip pembagi tegangan. Rangkaian pembagi tegangan biasanya digunakan untuk membuat suatu tegangan referensi dari sumber tegangan yang lebih besar, titik tegangan referensi pada sensor, untuk memberikan bias pada rangkaian penguat atau untuk memberi bias pada komponen aktif. Rangkaian pembagi tegangan pada dasarnya dapat dibuat dengan 2 buah resistor


(46)

2 3 5 14 13 Vcc 16 +5V 1 3 4 5 T1OUT R1IN 11 12 DB9 T1IN R1OUT PD1 PD0 Mikrokontroller +5V 2 6 Vs+ Vs-GND 15 C1+ C1-C2+ C2-MAX232 Rx Tx

1 µ F

1 µ F 1 µ F

1 µ F

3.9Rangkaian Interface Komunikasi RS232

Gambar 3.6 Rangkaian RS232

Untuk menghubungkan mikrokontroller dengan computer diperlukan driver, driver ini berfungsi untuk mensinkronisasi tegangan antara mikrokontroller dengan computer.Port serial pada mikrokontroler terdiri atas dua pin yaitu RXD dan TXD. RXD berfungsi untuk mengirim data dari komputer atau perangkat lainnya, standard komunikasi serial untuk computer adalah RS-232, RS-232 mempunyai standard tegangan yang berbeda dengan serial port mikrokontroler, sehingga agar sesuai dengan RS-232 maka dibutuhkan suatu rangkaian level converter, IC yang digunakan bermacam-macam, tapi yang paling mudah dan sering digunakan ialah IC MAX232/HIN232. Pada mikrokontroler AVR ATmega 8535, pin PD0 dan PD1 digunakan untuk komunikasi serial USART (Universal Syncronous and Asyncronous Seial Receiver and Transmitter) yang mendukung komunikasi full duplex komunikasi 2 arah.Port serial digunakan untuk interfacing komputer dan mikrokontroler, karena kemampuan jarak pengiriman data dibandingkan port paralel.


(47)

14 7 8 9 10 11 12 13 4 5 6

2 16

3 1 15

RS RW E DB4 DB5 DB6 DB7

Vcc VB0

VEE

VSS

VB1

PC7 PC6 PC5 PC4 PC3 PC2 PC1 PC0 Vcc

LCD 2 X 16

Mikrokontroller

R1

R2 3.10 Rangkaian LCD

LCD(Liquid Crystal Display) adalah suatu jenis media tampil yang menggunakan Kristal cair sebagai penampil utama. Pada penelitian ini aplikasi LCD yang digunakan ialah LCD dot matrix dengan jumlah karakter 2 x 16. LCD sangat berfungsi sebagai penampil yang nantinya digunakan untuk menampilkan perubahan suhu, nilai besar tegangan dan arus. Modul tersebut dilengkapi dengan mikrokontroller yang didesain khusus untuk mengendalikan LCD.

Gambar 3.7 Rangkaian skematik dari LCD ke Mikrokontroller

Pada rangkaian diatas pin 1 dihubungkan dengan Vcc(5V), pin 2 dan 16 dihubungkan ke GND (Ground) , pin 3 merupakan pengaturan tegangan contrast dari LCD, pin 4 merupakan Register Select (RS), pin 5 merupakan R/W (Read/Write), pin 6 merupakan enable, pin 11-14 merupakan data. Reset, Enable, R/W dan data dihubungkan ke mikrokontroller Atmega 8535. Fungsi dari potensiometer (R2) adalah untuk mengatur gelap/terangnya karakter yang ditampilkan pada LCD.


(48)

3.11 Rangkaian Mikrokontroller ATMega 8535

Pada perancangan alat ini akan digunakan mikrokontroller Atmega 8535 yang berfungsi untuk membaca data dari sensor suhu, sensor arus dan sensor tegangan yang mengirimkannya pada PC dan ditampilkan pada LCD. Rangkaian system minimum mikrokontroler ATMega 8535 dapat dilihat pada Gambar 3.8 dibawah:

Gambar 3.8 Rangkaian Sistem Minimum Mikrokontroller ATMega 8535 Rangkaian ini berfungsi sebagai pusat kendali dari LCD dan sensor. Komponen utama dari rangkaian ini adalah IC Mikrokontroller Atmega 8535. Pada IC inilah semua program diisikan, sehingga rangkaian dapat berjalan sesuai dengan yang dikehendaki. Dalam menggunakan chip IC Mikrokontroller Atmega 8535 memerlukan komponen elektronika pendukung lainya. Suatu rangkaian yang paling sederhana dan minim komponen pendukung lainya disebut sebagai suatu rangkaian system minimum. Sistem minimum ini berfungsi untuk membuat rangkaian mikrokontroller dapat bekerja, jika ada komponen yang kurang, maka mikrokontroller tidak akan bekerja.

10 k +5V 1 2 S1 GND GND C1 4,7µF C3 22pF C2 22pF Q1 +5V R1 100Ω C4

100 µF

GND +5V GND RESET XTAL2 XTAL1 AREF AVCC GND VCC GND 9 12 13 32 30 31 10 11 33 34 35 36 3 2 1 29 28 27 26 25 37 38 39 8 7 6 5 4 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 (ADC7)PA7 (ADC6)PA6 (ADC5)PA5 (ADC4)PA4 (ADC3)PA3 (ADC2)PA2 (ADC1)PA1 40 (ADC0)PA0 (SCK)PB7 (MISO)PB6 (MOSI)PB5 (SS)PB4 (AIN/INT2)PB3 (AIN0/OC0)PB2 (T1)PB1 (T0/XCK)PB0 (TOSC2)PC7 (TOSC1)PC6 PC5 PC4 PC3 PC2 (SDA)PC1 (SCL)PC0 (OC2)PD7 (ICP)PD6 (OC1A)PD5 (OC1B)PD4 (INT1)PD3 (INT0)PD2 (TXD)PD1 (RXD)PD0 1 ATMega 8535


(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengujian Alat Termoelektrik Generator

Pengujian alat dilakukan sampai data yang didapatkan cenderung stabil dan tidak mengalami kenaikan atau penurunan temperature yang signifikan. Yang dijadikan parameter utama dalam pengambilan data adalah temperatur, karena temperatur pada sistem pemanas akan mencapai titik puncak tertentu yang bergantung dari tingginya intensitas radiasi matahari. Apabila titik temperature puncak pada sistem pemanas telah tercapai, temperature sisi panas yang diterima oleh masing – masing modul peltier juga akan mengalami stagnansi, dengan tidak meningkatnya temperature pada sisi panas, maka pembuangan kalor pada sisi dingin juga tidak lagi mengalami peningkatan atau dengan kata lain menjadi stabil, sehingga dicapai temperature keseluruhan yang stabil.

4.2 Pengukuran Temperatur

Dalam pengukuran temperature digunakan sensor suhu yakni termokopel tipe K. Pengukuran temperature dilakukan sebanyak tujuh kali dengan hari yang berbeda-beda. Pemelihan hari dalam penelitian berdasarkan referensi dari BMKG tentang pra kirakan cuaca, dimana pada hari penelitian menunjukkan cuaca cerah berada pada kisaran temperature 300C sampai dengan 37 0C (Sumber:BMKG.go.id). Data sensor suhu ini diambil pada saat sensor tersebut dihubungkan pada sisi panas dan sisi dingin peltier. Pengukuran dilakukan pada pukul 11.00 WIB sampai dengan pukul 14.00 WIB dimana merupakan titik puncak ideal intensitas radiasi matahari yang sampai ke bumi lebih banyak atau lebih tinggi dengan keadaan cerah tidak berawan. Pengambilan data dilakukan pada rentang waktu setiap 10 menit sekali.Pengambilan data dilakukan sebanyak tujuh kalisupaya data yang diperoleh lebih akurat dan dapat ditarik kesimpulan secara keseluruhan data. Berikut ini merupakan hasil pengujian sensor suhu seperti yang ditampilkan pada tabel – tabel dibawah ini;


(50)

a. Pengukuran Temperatur pada hari Kamis, 18 Juni 2015. NO Waktu Tdingin (0C) Tpanas (0C)

1 11.00 WIB 24,6 29,1 2 11.10 WIB 24,6 29,7 3 11.20 WIB 24,6 30,4 4 11.30 WIB 24,8 30,6 5 11.40 WIB 25,1 31,3 6 11.50 WIB 25,3 33,5 7 12.00 WIB 25,7 34,7

8 12.10 WIB 26,0 36

9 12.20 WIB 26.0 36,4 10 12.30 WIB 26,5 38,2 11 12.40 WIB 26,3 38,9 12 12.50 WIB 26,2 42,7 13 13.00 WIB 26,5 45,9 14 13.10 WIB 26,9 51,0 15 13.20 WIB 26,9 52,8 16 13.30 WIB 27,4 55,6 17 13.40 WIB 27,7 62,5 18 13.50 WIB 26,7 59,7 19 14.00 WIB 26,9 59,8

Tabel 4.1 Data Pengukuran Temperatur ke 1

Berdasarkan data intensitas radiasi matahari yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Medan pada tanggal 18 Juni 2015 yaitu sebesar 782,15 W/m2, maka secara teori dapat dihitung energi yang dapat ditransfer oleh lensa Fresnel ke system pemanas sesuai dengan persamaan berikut ini:

Q = IDN .Af . t

Dimana Q adalah energi yang mampu ditransfer oleh konsentrator lensa fresnel (J); IDN adalah radiasi matahari langsung (W/m2) ; Af luas penangkapan lensa Fresnel (m2) dan t adalah waktu pengujian (s).


(51)

0 10 20 30 40 50 60 70

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

T

em

p

erat

u

r (

0 C)

Waktu (Menit)

Tdingin

Tpanas

Q = 85,17 J

Perubahan suhu yang terjadi pada plat aluminium pada tiap – tiap satuan waktu dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini;

Q = m c ∆T

∆T = 85,17 �

900 �/�� 0� 0,716 �� ∆T = 0,132 0C

Sesuai dengan perhitungan perubahan suhu diatas maka pada selang waktu selama 10 menit dapat diperoleh perubahan suhu (∆T) yaitu 79,2 0C.

Gambar 4.1Grafik pengukuran temperatur ke 1

Berdasarkan grafik pengukuran temperatur diatas terlihat suhunya mengalami kenaikan, dapat dikatakan bahwa grafik tersebut merupakan grafik linier terhadap waktu. Suhu yang diperoleh pada system pemanas dapat dikatakan masih rendah. Pada menit ke 0 sampai dengan menit ke 90, suhunya berada dikisaran 29,1 0C sampai dengan 38.2 0C. sehingga perbedaan suhu dengan system pendingin masih rendah. Hal ini disebabkan karena sinar matahari terhalang oleh awan, sehingga jatuhnya sinar matahari ke bumi tidak dapat dimanfaatkan lensa Fresnel dengan baik. Suhu maksimal yang diperoleh pada system pemanas adalah 62,5 0C. Sementara itu system pendingin tetap dijaga konstan dibawah suhu 280C.


(52)

b. Pengukuran Temperatur pada hari Jumat, 19 Juni 2015

NO Waktu Tdingin (0C) Tpanas (0C)

1 11.00 WIB 24,2 30,4

2 11.10 WIB 24,3 32,9

3 11.20 WIB 24,7 37,7

4 11.30 WIB 24, 0 39,1

5 11.40 WIB 25,5 44,0

6 11.50 WIB 25,2 53,0

7 12.00 WIB 26,3 60,3

8 12.10 WIB 26,3 61,0

9 12.20 WIB 26,9 67,1

10 12.30 WIB 27,1 74,7 11 12.40 WIB 27,2 79,7 12 12.50 WIB 26,7 85,2 13 13.00 WIB 26,5 89,7 14 13.10 WIB 26,8 93,1 15 13.20 WIB 27,1 97,1 16 13.30 WIB 28,1 96,3 17 13.40 WIB 27,8 94,8 18 13.50 WIB 29,3 96,2 19 14.00 WIB 30,1 97,3 Tabel 4.2 Data Pengukuran Temperatur ke 2

Berdasarkan data intensitas radiasi matahari yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Medan pada tanggal 19 Juni 2015 yaitu sebesar 1003,49 W/m2, maka secara teori dapat dihitung energi yang dapat ditransfer oleh lensa Fresnel ke system pemanas sesuai dengan persamaan berikut ini:

Q = IDN .Af . t

Dimana Q adalah energi yang mampu ditransfer oleh konsentrator lensa fresnel (J); IDN adalah radiasi matahari langsung (W/m2) ; Af luas penangkapan lensa Fresnel (m2) dan t adalah waktu pengujian (s).


(53)

0 20 40 60 80 100 120

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

T

em

p

erat

u

r (

0C)

Waktu (Menit)

Tdingin

Tpanas

Q = 109,28 J

Perubahan suhu yang terjadi pada plat aluminium pada tiap – tiap satuan waktu dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini;

Q = m c ∆T

∆T = 109,28 �

900 �/�� 0� 0,716 �� ∆T = 0,169 0C

Sesuai dengan perhitungan perubahan suhu diatas maka pada selang waktu selama 10 menit dapat diperoleh perubahan suhu (∆T) yaitu 101,4 0C

Gambar 4.2 Grafik data pengukuran temperature ke 2

Sesuai dengan grafik diatas dapat disimpulkan bahwa grafik tersebut mengalami kenaikan suhu pada system pemanas. Namun pada waktu menit ke 130 suhu pada system pemanas konstan berada pada kisaran suhu 940C sampai dengan suhu 970C. Sementara itu suhu pada system pendingin mengalami kenaikan suhu sehingga dapat mencapai suhu 30,1 0C. Dengan demikian perbedaan temperature akan semakin kecil. Berdasarkan data hasil pengukuran temperature ke 2 diatas, suhu maksimal yang dapat dicapai oleh sisi panas peltier adalah berada pada suhu 97,3 0C. Untuk mendapatkan suhu sebesar itu pada system pemanas membutuhkan waktu kurang lebih 180 menit. Faktor lingkungan sangat mempengaruhi tingginya panas yang didapatkan oleh alat termoelektrik generator.


(54)

c. Pengukuran Temperatur pada hari Sabtu, 20 Juni 2015.

NO Waktu Tdingin (0C) Tpanas (0C)

1 11.00 WIB 24,7 30,2

2 11.10 WIB 24,8 30,5

3 11.20 WIB 24,3 30,9

4 11.30 WIB 24,7 31,5

5 11.40 WIB 24,9 32,9

6 11.50 WIB 25,0 35,0

7 12.00 WIB 25,5 37,6

8 12.10 WIB 24,8 36,5

9 12.20 WIB 25,3 39,9

10 12.30 WIB 25,8 42,5 11 12.40 WIB 26,3 47,8 12 12.50 WIB 26,9 52,4 13 13.00 WIB 27,4 58,8 14 13.10 WIB 27,2 62,3 15 13.20 WIB 27,8 66,7 16 13.30 WIB 27,8 69,9 17 13.40 WIB 28,4 74,1 18 13.50 WIB 27,9 76,7 19 14.00 WIB 28,7 77,9 Tabel 4.3 Data Pengukuran Temperatur ke 3

Berdasarkan data intensitas radiasi matahari yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Medan pada tanggal 20 Juni 2015 yaitu sebesar 859,4 W/m2, maka secara teori dapat dihitung energi yang dapat ditransfer oleh lensa Fresnel ke system pemanas sesuai dengan persamaan berikut ini:

Q = IDN .Af . t

Dimana Q adalah energi yang mampu ditransfer oleh konsentrator lensa fresnel (J); IDN adalah radiasi matahari langsung (W/m2) ; Af luas penangkapan lensa Fresnel (m2) dan t adalah waktu pengujian (s).

Q = 859,4 W/m2 . 0,1089 m2 . 1 s Q = 93,58 J


(55)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

T

em

p

erat

u

r (

0 C)

Waktu (Menit)

Tdingin

Tpanas

Perubahan suhu yang terjadi pada plat aluminium pada tiap – tiap satuan waktu dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini;

Q = m c ∆T

∆T = 93,58 �

900 �/�� 0� 0,716 �� ∆T = 0,145 0C

Sesuai dengan perhitungan perubahan suhu diatas maka pada selang waktu selama 10 menit dapat diperoleh perubahan suhu (∆T) yaitu 87 0C

Gambar 4.3Grafik pengukuran temperature ke 3

Pada Gambar 4.3 yang merupakan data pengukuran temperature ke 3 diantara kedua sisi peltier. Dari data grafik diatas dapat dikatakan untuk mencapai suhu diatas 400C membutuhkan waktu yang lama, hal ini disebabkan karena factor angin yang mempengaruhi penyebaran panas pada plat aluminium. Sehingga banyak panas yang terbuang ke lingkungan. Pada waktu menit ke – 100 suhu pada system pemanas mulai mengalami kenaikan. Namun sampai pada waktu menit ke- 180, suhu tetap dibawah 800C. Sehingga perbedaan temperature (∆T) diantara kedua sisi peltier berada pada kisaran dibawah 500C. Dari data yang diperoleh, maka suhu maksimal pada system pemanas yang terdeteksi oleh sensor suhu adalah sekitar 77,9 0C.


(56)

d. Pengukuran Temperatur pada hari Selasa, 23 Juni 2015.

NO Waktu Tdingin (0C) Tpanas (0C) 1 11.00 WIB 24,6 29,1

2 11.10 WIB 24,8 29,5

3 11.20 WIB 25,2 31,0

4 11.30 WIB 24,7 32,0

5 11.40 WIB 24,9 34,5

6 11.50 WIB 25,3 38,8

7 12.00 WIB 25,7 46,1

8 12.10 WIB 25,8 55,1

9 12.20 WIB 26,2 57,4

10 12.30 WIB 26,4 54,8 11 12.40 WIB 26,6 63,9 12 12.50 WIB 26,2 64,3 13 13.00 WIB 25,9 68,5 14 13.10 WIB 26,5 73,9 15 13.20 WIB 27,3 78,3 16 13.30 WIB 27,7 82,4 17 13.40 WIB 27,2 82,9 18 13.50 WIB 28,2 85,6 19 14.00 WIB 28,7 87,9 Tabel 4.4 Data Pengukuran Temperatur ke 4

Berdasarkan data intensitas radiasi matahari yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Medan pada tanggal 23 Juni 2015 yaitu sebesar 973,15 W/m2, maka secara teori dapat dihitung energi yang dapat ditransfer oleh lensa Fresnel ke system pemanas sesuai dengan persamaan berikut ini:

Q = IDN .Af . t

Dimana Q adalah energi yang mampu ditransfer oleh konsentrator lensa fresnel (J); IDN adalah radiasi matahari langsung (W/m2) ; Af luas penangkapan lensa Fresnel (m2) dan t adalah waktu pengujian (s).


(57)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

T

em

p

erat

u

r (

0C)

Waktu (Menit)

Tdingin

Tpanas

Q = 105,97 J

Perubahan suhu yang terjadi pada plat aluminium pada tiap – tiap satuan waktu dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini;

Q = m c ∆T

∆T = 105,97 �

900 �/�� 0� 0,716 �� ∆T = 0,164 0C

Sesuai dengan perhitungan perubahan suhu diatas maka pada selang waktu selama 10 menit dapat diperoleh perubahan suhu (∆T) yaitu 98,4 0C

Gambar 4.4 Grafik data pengukuran temperature ke 4

Pengaruh faktor lingkungan sangat mempengaruhi panas yang diperoleh oleh system pemanas. Berdasarkan Gambar 4.4 yang merupakan grafik hasil pengukuran temperature ke 4, dalam waktu sampai menit ke 180 suhu maksimal yang diperoleh pada sisi panas peltier yaitu berada pada 87,9 0C. Pada waktu menit ke 90 terjadi penurunan suhu pada system pemanas. Hal ini karena matahari tiba-tiba terhalang oleh awan, sehingga sinarnya tidak sempurna mengenai lensa Fresnel untuk difokuskan ke plat aluminium. Namun hal ini tidak berlangsung lama sehingga suhu pada system pemanas kembali normal mengalami kenaikan. Sementara itu pada system pendingin suhu yang dipertahankan mengalami kenaikan, sehingga rata-rata suhunya berada diatas kisaran 250C. Hal ini sangat mempengaruhi perbedaan temperature yang ingin dicapai.


(58)

e. Pengukuran Temperatur pada hari Minggu, 28 Juni 2015 NO Waktu Tdingin (0C) Tpanas (0C)

1 11.00 WIB 23,2 31,0 2 11.10 WIB 23,3 34,9 3 11.20 WIB 23,7 43,7 4 11.30 WIB 24, 0 49,1 5 11.40 WIB 24,5 54,0 6 11.50 WIB 24,2 61,0 7 12.00 WIB 24,3 65,3 8 12.10 WIB 24,3 71,0 9 12.20 WIB 24,9 77,1 10 12.30 WIB 25,1 79,7 11 12.40 WIB 25,2 82,7 12 12.50 WIB 25,7 85,4 13 13.00 WIB 25,5 91,7 14 13.10 WIB 25,8 96,4 15 13.20 WIB 26,0 97,1 16 13.30 WIB 26,1 98,3 17 13.40 WIB 26,8 97,8 18 13.50 WIB 27,3 97,2 19 14.00 WIB 28,1 97,1 Tabel 4.5 Data Pengukuran Temperatur ke 5

Berdasarkan data intensitas radiasi matahari yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Medan pada tanggal 28 Juni 2015 yaitu sebesar 1064,15 W/m2, Dimana pada keadaan ini merupakan tingkat intensitas yang paling tinggi, sehingga menurut BMKG suhu lingkungan tertinggi dapat mencapai 370C maka secara teori dapat dihitung energi yang dapat ditransfer oleh lensa Fresnel ke system pemanas sesuai dengan persamaan berikut ini:

Q = IDN .Af . t

Dimana Q adalah energi yang mampu ditransfer oleh konsentrator lensa fresnel (J); IDN adalah radiasi matahari langsung (W/m2) ; Af luas penangkapan lensa Fresnel (m2) dan t adalah waktu pengujian (s).


(59)

0 20 40 60 80 100 120

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

T

em

p

erat

u

r (

0C)

Waktu (Menit)

Tdingin

Tpanas

Q = 1064,15 W/m2 . 0,1089 m2 . 1 s Q = 115,88 J

Perubahan suhu yang terjadi pada plat aluminium pada tiap – tiap satuan waktu dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini;

Q = m c ∆T

∆T = 115,88 �

900 �/�� 0� 0,716 �� ∆T = 0,179 0C

Sesuai dengan perhitungan perubahan suhu diatas maka pada selang waktu selama 10 menit dapat diperoleh perubahan suhu (∆T) yaitu 107,4 0C

Gambar 4.5 Grafik pengukuran temperature ke 5

Pada Gambar 4.5 merupakan grafik pengukuran temperature ke 5 yang telah dilakukan. Sesuai dengan data grafik diatas, system pemanas bekerja dengan baik. Tingginya tingkat intensitas radiasi matahari sehingga panas yang diperoleh pada system pemanas semakin tinggi. Dimana grafik kenaikan suhu pada system pemanas merupakan linier , sementara itu system pendingin mengalami suhu stagnansi dibawah suhu 300C. Pada waktu menit ke-100 suhu pada system pemanas tetap konstan diatas suhu 800C. Cuaca pada saat itu cerah sehingga intensitas radiasi matahari yang sampai tinggi. Sehingga dari data grafik diatas diperoleh suhu maksimal berada pada suhu 98,3 0C. Sistem pendingin juga bekerja dengan maksimal, dimana dapat mempertahankan suhu pada sisi dingin


(60)

peltier mencapai 26, 10C disaat suhu pada system pemanas maksimal. Sehingga dengan demikian perbedaaan temperature antara kedua sisi peltier dapat mencapi 72,2 0C. Perbedaan temperature yang semakin besar sebanding dengan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu maksimal seperti yang terlihat pada Gambar 4.5 .

f. Pengukuran Temperatur pada hari Senin, 29 Juni 2015

NO Waktu Tdingin (0C) Tpanas (0C) 1 11.00 WIB 25,2 29,7

2 11.10 WIB 25,1 29,9

3 11.20 WIB 25,2 31,0

4 11.30 WIB 24,7 32,8

5 11.40 WIB 24,9 34,1

6 11.50 WIB 25,1 38,8

7 12.00 WIB 25,8 42,8

8 12.10 WIB 26,1 45,9

9 12.20 WIB 26,6 52,4

10 12.30 WIB 26,2 54,8 11 12.40 WIB 26,9 53,9 12 12.50 WIB 27,0 59,3 13 13.00 WIB 26,3 61,5 14 13.10 WIB 26,5 59,9 15 13.20 WIB 27,2 63,3 16 13.30 WIB 27,9 67,4 17 13.40 WIB 28,5 67,9 18 13.50 WIB 29,2 69,6 19 14.00 WIB 30,3 72,5 Tabel 4.6 Data Pengukuran Temperatur ke 6

Berdasarkan data intensitas radiasi matahari yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Medan pada tanggal 29 Juni 2015 yaitu sebesar 997,32 W/m2, maka secara teori dapat dihitung dihitung energi yang dapat


(61)

0 10 20 30 40 50 60 70 80

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

T

em

p

erat

u

r (

0 C)

Waktu (Menit)

Tdingin

Tpanas

ditransfer oleh lensa Fresnel ke system pemanas sesuai dengan persamaan berikut ini:

Q = IDN .Af . t

Dimana Q adalah energi yang mampu ditransfer oleh konsentrator lensa fresnel (J); IDN adalah radiasi matahari langsung (W/m2) ; Af luas penangkapan lensa Fresnel (m2) dan t adalah waktu pengujian (s).

Q = 897,32 W/m2 . 0,1089 m2 . 1 s Q = 97,71 J

Perubahan suhu yang terjadi pada plat aluminium pada tiap – tiap satuan waktu dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini;

Q = m c ∆T

∆T = 97,71 �

900 �/�� 0� 0,716 �� ∆T = 0,15 0C

Sesuai dengan perhitungan perubahan suhu diatas maka pada selang waktu selama 10 menit dapat diperoleh perubahan suhu (∆T) yaitu 90 0C

Gambar 4.6 Grafik data pengukuran temperatur 6

Pada gambar 4.6 merupakan hasil data pengukuran temperature ke 6. Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa suhu pada system pemanas mengalami perubahan naik turun. Hal ini disebabkan factor lingkungan yang mempengaruhi kalor yang dikumpulkan oleh lensa Fresnel.Hal demikian tidak baik untuk alat


(62)

termoelektrik generator karena output tegangan keluaranya akan membutuhkan waktu untuk meningkat maupun konstan disebabkan perubahan yang terjadi. Dimana pada waktu menit ke 90 suhunya sudah mencapai 54,8 0C, namun sampai menit ke 100 mengalami penurunan suhu. Hal yang sama juga terjadi pada waktu menit ke 120 telah mencapai 61,5 0C namun menurun pada saat waktu menit ke 130. Setelah itu suhu kembali mengalami kenaikan. Sehingga suhu maksimal yang diperoleh pada sisi panas peltier adalah 72,5 0C yakni pada menit ke 180. Sementara itu pada system pendingin suhu pada sisi dingin peltier dapat mencapai 30,3 0C disaat suhu maksimal yang diperoleh pada sisi panas peltier. Hal ini membuat perbedaan temperature di antara kedua sisi peltier kecil.

g. Pengukuran Temperatur pada hari Selasa, 30 Juni 2015.

NO Waktu Tdingin (0C) Tpanas (0C) 1 11.00 WIB 25,6 30,1

2 11.10 WIB 25,1 30,9

3 11.20 WIB 25,4 32,0

4 11.30 WIB 26,7 33,8

5 11.40 WIB 26,9 37,1

6 11.50 WIB 26,1 42,8

7 12.00 WIB 27,8 49,8

8 12.10 WIB 27,1 49,9

9 12.20 WIB 26,6 48,4

10 12.30 WIB 26,4 49,8 11 12.40 WIB 26,9 55,6 12 12.50 WIB 27,0 64,3 13 13.00 WIB 26,6 69,2 14 13.10 WIB 27,5 79,9 15 13.20 WIB 28,2 77,3 16 13.30 WIB 28,9 84,4 17 13.40 WIB 29,5 89,9 18 13.50 WIB 30,2 90,6


(63)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

T

em

p

erat

u

r (

0C)

Waktu (Menit)

Tdingin

Tpanas

19 14.00 WIB 30,3 90,5 Tabel 4.7 Data Pengukuran Temperatur ke 7

Berdasarkan data intensitas radiasi matahari yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Medan pada tanggal 30 Juni 2015 yaitu sebesar 866,98 W/m2, maka secara teori dapat dihitung energi yang dapat ditransfer oleh lensa Fresnel ke system pemanas sesuai dengan persamaan berikut ini:

Q = IDN .Af . t

Dimana Q adalah energi yang mampu ditransfer oleh konsentrator lensa fresnel (J); IDN adalah radiasi matahari langsung (W/m2) ; Af luas penangkapan lensa Fresnel (m2) dan t adalah waktu pengujian (s).

Q = 866,98 W/m2 . 0,1089 m2 . 1 s Q = 94,41 J

Perubahan suhu yang terjadi pada plat aluminium pada tiap – tiap satuan waktu dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini;

Q = m c ∆T

∆T = 94,41 �

900 �/�� 0� 0,716 �� ∆T = 0,146 0C

Sesuai dengan perhitungan perubahan suhu diatas maka pada selang waktu selama 10 menit dapat diperoleh perubahan suhu (∆T) yaitu = 87,6 0C


(64)

Sesuai dengan Gambar 4.7, diperoleh suhu maksimal yang dicapai pada sisi panas adalah 90,6 0C. Namun pada saat suhu maksimal pada sisi panas peltier dicapai suhu pada sisi dingin peltier mencapai 30,3 0C, dapat dikatakan hampir sama dengan suhu lingkungan. Pada grafik diatas perubahan suhu pada sisi panas peltier mengalami perubahan naik turun Dengan demikian perbedaan temperatur maksimal yang diperoleh hanya berada pada kisaran suhu 60,3 0C.

Berdasarkan data- data yang diperoleh yang telah dilakukan pengukuran sebanyak tujuh kali terjadi perubahan naik turun suhu. Untuk mencapai suhu maksimal pada sisi panas peltier membutuhkan waktu lebih dari 120 menit. Pada data ini temperature sisi panas dan temperature sisi dingin yang diperoleh merupakan hasil dari temperature dari tiap titik yang diukur dengan menggunakan termokopel yaitu pada temperature sisi panas dan sisi dingin peltier. Data yang diambil menggunakan selang waktu selama 10 menit.

Data ini menunjukkan bahwa lensa fresnel mentransfer energi radiasi matahari ke plat aluminium yang mengenai sisi panas dari peltier . Dari data grafik pengukuran temperature yang dilakukan sebanyak tujuh kali mengalami perubahan setiap harinya. Berdasarkan data grafik pengukuran bahwa waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kestabilan temperature pada system pemanas mulai dari menit ke 120, dimana pada keadaan tersebut suhu pada system pemanas mengalami perubahan suhu yang tinggi. Perubahan suhu yang terjadi tidak mengalami naik turun yang drastis.

Secara keseluruhan data yang didapatkan perubahan suhu panas dari peltier mengalami kenaikan. Namun ada beberapa pada waktu tertentu mengalami penurunan, namun dalam range yang kecil. Perubahan suhu dingin dari peltier mengalami kenaikan suhu, namun suhu dingin pada peltier dijaga tetap rendah. Sehingga data yang diperoleh pada sisi dingin peltier tetap konstan pada kisaran suhu 23 0C sampai dengan 31 0C. Dari data yang diperoleh suhu yang didapat paling tinggi pada sisi panas peltier yakni pada pengukuran temperature ke lima, dimana suhu tertinggi dicapai pada saat itu adalah 98,3 0C pada menit ke 150. Pada keadaan tersebut suhu pada sisi dingin peltier adalah 26,1 0C, sehingga didapat perbedaan temperature maksimal sebesar 72,2 0C. Untuk mendapatkan suhu maksimal dibutuhkan waktu lebih dari 120 menit. Perubahan pada sisi panas


(65)

peltier dipengaruhi oleh tingginya intensitas radiasi matahari dan factor lingkungan seperti awan, angin dan lain lain


(1)

i712 = i712 - 95 ; i_712 = i_712 - 120;

if (i712 > 250) i712 = 0; if (i_712 > 250) i_712 = 0;

it = i_712 + i712; it = (it * 13) / 12;

vs = vin()* 9/4; th = thermo;

lcd_gotoxy(0,0);

sprintf(buf,"I:%02u.%01u V:%02u.%01u",it/10, it%10, vs/10, vs%10);

lcd_puts(buf); lcd_gotoxy(0,1);

sprintf(buf,"Ihermo: %05",th); lcd_puts(buf);

thl = th; thh = th;

thl = th & 0x00ff; thh = th >> 8;

delay_ms(10); putchar('I'); putchar(it); putchar('V'); putchar(vs); putchar{'T'); putchar(thl); putchar(thh); } } }


(2)

Program Visual Basic

Private Sub Command1_Click() MSComm1.PortOpen = False Close intHandle

End End Sub

Private Sub Command3_Click()

Print #intHandle, "There will be a new line after this!" Print #intHandle, "Last line in file!"; '<- Notice semicolon. End Sub

Private Sub Form_Load()

If MSComm1.PortOpen = False Then MSComm1.PortOpen = True

MSComm1.RThreshold = 2 MSComm1.NullDiscard = False

MSComm1.InputMode = comInputModeText End If

End Sub

Private Sub MSComm1_OnComm() Dim vkar, cmd As String

' Dim cmd As Byte

Dim arus, t1l, t1h, t2l, t2h tegangan As Byte

If MSComm1.CommEvent = 2 Then vkar = MSComm1.Input

cmd = Mid$(vkar, 1, 1)


(3)

arus = Asc(Mid$(vkar, 2, 1)) Text2.Text = arus / 10 End If

If cmd = "V" Then

tegangan = Asc(Mid$(vkar, 2, 1)) Text1.Text = tegangan / 10 End If

If cmd = "T1" Then t1l = Asc(Mid$(vkar, 2, 1)) t1h = Asc(Mid$(vkar, 2, 1))

t1 = t1h

t1 = SHL (t1h,8) t1 = t1 OR t1l Text3.Text = t1 End If

If cmd = "T2" Then t2l = Asc(Mid$(vkar, 2, 1)) t2h = Asc(Mid$(vkar, 2, 1))

t2 = t2h

t2 = SHL (t2h,8) t2 = t2 OR t2l Text4.Text = t2 End If End If End Sub

Private Sub Timer1_Timer() Dim intHandle As Integer intHandle = FreeFile


(4)

Text3.Text = Time$() Text4.Text = Time$()

Open "D:\vi_data\vi_data.txt" For Append As intHandle Open "C:\Users\jerri_doc\jerri.txt" For Append As intHandle

Print #intHandle, Text1.Text, Text2.Text, Text3.Text, Text4.Text Chr(13), Chr(10)

Close intHandle


(5)

LAMPIRAN 3

GAMBAR SISTEM PERALATAN

1. Peltier TEC1-12706


(6)

3. Lensa Fresnel