Model Perubahan Dan Arahan Penggunaan Lahan Di Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara

MODEL PERUBAHAN DAN ARAHAN PENGGUNAAN
LAHAN DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
PROVINSI SUMATERA UTARA

TOGA PANDAPOTAN SINURAT

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Model Perubahan dan
Arahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi
Sumatera Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2015
Toga Pandapotan Sinurat
NIM 156140164

RINGKASAN
TOGA PANDAPOTAN SINURAT. Model Perubahan dan Arahan Penggunaan
Lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing
oleh KHURSATUL MUNIBAH dan DWI PUTRO TEJO BASKORO.
Perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan
terindikasi berdampak negatif terhadap lingkungan. Data spasial lahan kritis pada
Tahun 2013 menunjukkan lahan kritis di wilayah Kabupaten Humbang
Hasundutan terdapat seluas 27 870 hektar dengan kategori sangat kritis dan seluas
68 274 hektar termasuk kategori kritis. Lahan kritis merupakan kelanjutan proses
degradasi lahan dimana sebagian besar diakibatkan deforestasi dan
ketidaksesuaian pengunaan lahan dengan kualitas lahan serta kemampuan lahan
itu sendiri. Salah satu upaya untuk perlindungan kawasan dan pelestarian
lingkungan disyaratkan menjaga proporsi luas hutan sekurang-kurangnya 30 %
dari luas daerah aliran sungai dan atau luas wilayah sebagaimana digariskan
dalam ketentuan penyusunan pola pemanfaatan ruang menurut UU No 26 Tahun

2007 tentang Penataan Ruang.
Belum diketahuinya perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Humbang
Hasundutan dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut, maka
disusun suatu penelitian yang bertujuan untuk : (1) menganalisis perubahan
penggunaan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan, (2) menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan, (3) memprediksi
perubahan penggunaan lahan, dan (4) menyusun arahan penggunaan lahan
berbasis kemampuan lahan yang diharapkan dapat menjadi bahan untuk
penyempurnaan RTRW Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2011-2031.
Unit analisis penelitian adalah wilayah adminstrasi Kabupaten Humbang
Hasundutan berbasis data raster dengan resolusi piksel 100 x 100 meter.
Perubahan penggunaan lahan dianalisis berdasarkan dua titik tahun yaitu
penggunaan lahan Tahun 2003 (T0) dan Tahun 2013 (T1). Kedua penggunaan
lahan ini disusun dalam matriks transisi perubahan penggunaan lahan untuk
mengetahui jenis penggunaan lahan yang mengalami perubahan baik secara fisik
maupun luas. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan
dianalisis menggunakan regresi logistik biner untuk mengetahui hubungan secara
kuantitatif pengaruh masing-masing faktor pendorong terhadap kemunculan jenis
penggunaan lahan tertentu. Prediksi perubahan penggunaan lahan Tahun 2033
(T2) disimulasikan menggunakan CLUE-S (the Conversion of Land Use and its
Effects at Small region extent) suatu model eksplisit spasial kombinasi antara

sistem dinamik spasial dan persaingan tiap jenis penggunaan lahan. Analisis kelas
kemampuan lahan menggunakan tiga faktor pembatas yaitu kelerengan lahan,
drainase dan kedalaman tanah dengan teknik kombinasi pengharkatan nilai piksel
pada setiap faktor. Berdasarkan kelas kemampuan lahan dirumuskan arahan
penggunaan lahan dengan pertimbangan penggunaan lahan eksisting, proyeksi
penggunaan lahan Tahun 2033 dan pola ruang dalam RTRW Kabupaten
Humbang Hasundutan 2011-2031.
Perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun
2003 – 2013 menunjukkan adanya penurunan luas areal berhutan dan alih fungsi
lahan rawa/ gambut menjadi bentuk penggunaan lahan lainnya, sedangkan

peningkatan luas terbesar terjadi pada pertanian lahan kering. Penurunan luas
hutan akibat deforestasi dan transformasi lahan pertanian berada pada laju
penyusutan rata-rata 536.2 hektar per tahunnya. Kondisi ini apabila dibiarkan
maka proporsi luas areal berhutan tidak lagi dapat dipertahankan sehingga akan
meningkatkan luas lahan kritis dan mengarah pada terjadinya erosi dan isu
kerentanan lingkungan lainnya.
Perubahan penggunaan lahan tidak terlepas dari pengaruh berbagai faktor
pendorong baik dari aspek sosial ekonomi maupun biofisik wilayah. Hasil analisis
regresi logistik biner menunjukkan perubahan hutan menjadi non hutan

dipengaruhi peningkatan jumlah penduduk, curah hujan, jarak dari kota
kecamatan, jarak dari sungai utama dan kedekatan dengan ibukota kabupaten,
jalan utama serta hutan dengan kelerengan lahan yang lebih datar.
Suatu prediksi dapat memberikan peluang untuk menghadapi permasalahan
lingkungan dan perubahan regional di masa yang akan datang. Pendekatan
menggunakan model CLUE-S menerapkan tiga skenario proyeksi yaitu perubahan
penggunaan lahan berdasarkan perubahan Tahun 2003-2013 tanpa adanya
larangan konversi (Skenario 0); proyeksi perlambatan pertumbuhan setengah
perubahan rata-rata Tahun 2003-2013 (Skenario 1); dan kombinasi kebijakan
kawasan terbatas dengan rehabilitasi lahan hutan (Skenario 2). Proyeksi
perubahan penggunaan lahan pada Tahun 2033 menunjukkan simulasi
menggunakan Skenario 0 dan Skenario 1 tidak dapat mempertahankan proporsi
luas hutan pada akhir tahun prediksi sedangkan Skenario 2 dengan menerapkan
larangan konversi pada hutan primer dan kawasan bergambut serta alokasi
rehabilitasi lahan hutan dapat mempertahankan areal berhutan sebesar 31.5 % dan
berkontribusi mengembalikan vegetasi hutan pada lahan sangat kritis seluas
42.87 %.
Arahan penggunaan lahan untuk penyempurnaan RTRW Kabupaten
Humbang Hasundutan 2011 – 2031 yang didasarkan pada pertimbangan
penggunaan lahan eksisting, proyeksi perubahan penggunaan lahan menggunakan

Skenario 2 dan hasil analisis kemampuan lahan menunjukkan peningkatan luas
pada kawasan lindung yang bersumber dari lahan dengan kemampuan kelas VII
dan VIII. Pengalokasian lahan berbasis kemampuan lahan dan optimalisasi
proporsi luas hutan diharapkan dapat mengurangi dampak negatif akibat
perubahan penggunaan lahan serta menciptakan lingkungan yang nyaman dan
berkelanjutan.
Kata kunci: CLUE-S, hutan, kemampuan lahan, lahan kritis, perubahan
penggunaan lahan

SUMMARY
TOGA PANDAPOTAN SINURAT. Land Use Change Model and Land Use
Directives in Humbang Hasundutan Regency, North Sumatera Province.
Supervised by KHURSATUL MUNIBAH and DWI PUTRO TEJO BASKORO.
The growth of a region has changed the land-use pattern, not only in urban
areas, but also occurs in regions with rural characteristics areas such as Humbang
Hasundutan Regency, North Sumatra Province. As one of district that newly
developed since its establishment in 2003, the region with area covered by 247
848 hectares wide is experiencing positive economic growth of GDP that
increased from year 2009 to 2013 and also has an economic structure
transforming from primary sector into trading and services sector.

Land use change in Humbang Hasundutan district indicated negative impact
on environment. Spatial data of degraded land in year 2013 showed there were 27
870 hectares areas that classified as very critical and 68 274 hectares as critical.
The loss of vegetation cover leads to the emergence of land degradation caused by
deforestation and land mismanagement. Maintaining forest cover proportion at
least 30 % of watershed or district areas as stipulated in Regional Spatial Planning
(RTRW) regulation is needed for protection and preservation of environment.
Since there is no information of land use change and its driving factors in
Humbang Hasundutan district, this study sets into four main objectives which are:
(1) to analyze land use change, (2) to analyze factors that influence land use
change, (3) to predict land use change in year 2033 and (4) to formulate land use
directive based on land capability. Analysis of this study based on raster data with
pixel resolution at 100 x 100 meters and limited to administrative boundaries of
Humbang Hasundutan district.
Land use change analysis using two different years of land use classification
that sets into transition matrix. To analyze driving factors that influences the
change on land use type using binary logistic regression. CLUE-S (the Conversion
of Land Use and its Effects at Small region extent) model is chosen to predict land
use change in year 2033. CLUE-S is a spatially explicit model based on cellular
automata that can simulate land use change with empirical quantification of

relationship between land use change and its driving factors. Land capability
analysis using combination of pixel weighted value techniques of limiting factors.
The limiting factors consist of slope, drainage and soil depth factors which are
used to determine the classes of land capability.
Land use change from 2003 - 2013 on Humbang Hasundutan district
showed forest cover loss and peatland conversion while dryland agriculture has an
areas that highly increased. A decrease of forest areas caused by deforestation
with average rate of vegetation loss by 536.2 hectares per year. This condition can
lead to the emergence of degraded land, soil erosion and other environmental
vulnerability issues.
Land use change process cannot be separated from its driving factors such
as socio economic and biophysical factors. The result of binary logistic regression
showed forest conversion affected by population and rainfall rate increase, forest
which is next to district capital, main road and also forest with flat slopes. The
locations of forest conversion were away from the river and sub districts capital.

Relationship between driving factors and land use change can be modeled to
generate land use change predictions. A prediction can provide opportunities to
deal with environmental issues and regional changes in the future. CLUE-S model
was simulated into three conditions scenarios that consist of Scenario 0 is a

simulation of land use change with natural changes; Scenario 1 is slow growth
simulation; and Scenario 2 is simulation with restricted area policy and forest
rehabilitation. The results showed simulation using Scenario 0 and 1 cannot
maintain forest cover proportion by 30 % in year 2033, while using Scenario 2
with restricted area policy on primary forest and peatland as well as forest
rehabilitation can maintain forest cover area by 31.5 % and contribute to augment
forest vegetation by 42.87 % on degraded land that categorized as very critical.
Land use directive formulation based on existing land use, prediction of
land use change in year 2033 by Scenario 2 and land capability analysis were used
to improve Regional Spatial Planning of Humbang Hasundutan 2011 – 2031. The
result showed an increase of protection and preservation areas derived from land
capability which classified as VII and VIII grade, while forest and paddy field as
predicted in year 2033 were directed to be a community forest and land potential
of paddy field. Land use allocation based on capability and maintains forest cover
with optimal proportion areas are expected to reduce the negative impact of land
use change and to conduct secure environment.
Key words: CLUE-S, degraded land, forest, land capability, land use change

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

MODEL PERUBAHAN DAN ARAHAN PENGGUNAAN
LAHAN DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
PROVINSI SUMATERA UTARA

TOGA PANDAPOTAN SINURAT

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Widiatmaka, DEA

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian ini yang dilaksanakan sejak bulan April 2015 sampai dengan
Oktober 2015 adalah perubahan penggunaan lahan, dengan judul Model
Perubahan dan Arahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan
Provinsi Sumatera Utara.
Penulisan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1 Dr Dra Khursatul Munibah, MSc dan Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc Agr
selaku komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan dan saran mulai tahap
awal hingga penyelesaian tulisan ini.

2 Prof. Dr Ir Santun R.P. Sitorus selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan
Wilayah Sekolah Pascasarjana IPB, serta Bapak/Ibu dosen pengajar dan staf
akademik di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana
IPB.
3 Dr Ir Widiatmaka, DEA selaku penguji luar komisi yang telah memberikan
koreksi dan masukan yang berharga demi kesempurnaan tesis ini.
4 Kepala Pusbindiklatren BAPPENAS beserta jajarannya atas beasiswa yang
diberikan kepada penulis.
5 Bupati Humbang Hasundutan beserta Kepala Dinas Kehutanan dan
Lingkungan Hidup Kabupaten Humbang Hasundutan yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis mengikuti Tugas Belajar dari instansi Pemerintah
Kabupaten Humbang Hasundutan.
6 Istriku tercinta Nelly D.V Siregar dan putri kecilku Josheva Alena atas doa,
cinta, kasih sayang, kesabaran dan senantiasa memberikan dukungan selama
menjalani studi ini.
7 Ayahanda K. Sinurat dan seluruh keluarga yang selalu mencurahkan
perhatiannya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik.
8 Kakak tercinta Duma N Sinurat, SKm beserta suami Dr Ir Robinson H
Sinaga, SH, LLM tidak terkecuali adikku Novita M. Sinurat SH, MH beserta
suami Bripka Irruandi Aritonang dan keponakan-keponakan tersayang yang
selalu memberi dukungan dan perhatian kepada penulis.
9 Bapak Ahmad Firman Ashari, MSi dan Muhammad Ilyas, MSi yang
meluangkan waktu untuk berdiskusi dalam penyusunan tesis ini.
10 Rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Perencanaan
Wilayah Kelas Khusus Bappenas dan Kelas Reguler serta seluruh pihak yang
berkontribusi dalam penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam dirinya, akhir kata
semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Horas.

Bogor, Desember 2015
Toga Pandapotan Sinurat

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran

vi
vii
viii
1
1
3
4
4
5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan Lahan dan Perubahannya
Faktor Pendorong Perubahan Penggunaan Lahan
Model CLUE-S
Penataan Ruang
Evaluasi Kemampuan Lahan

6
6
8
8
10
11

3 METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Teknik Pengumpulan Data
Analisis Data

13
13
13
13
14

4 KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
Letak Geografis dan Administrasi
Sosial Ekonomi dan Kependudukan
Fisik Wilayah

24
24
26
27

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Analis Perubahan Penggunaan Lahan
Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan
Prediksi Perubahan Penggunaan Lahan (CLUE-S)
Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten Humbang Hasundutan

32
32
46
57
70

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

79
79
80

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

80
83
120

DAFTAR TABEL
1 Matriks Hubungan antara Tujuan Penelitian, Jenis Data, Sumber Data,
Teknik Analisis dan Keluaran
2 Matriks Kesalahan (Error Matrix)
3 Matriks Transisi Perubahan Penggunaan Lahan Tahun T0 – T1
4 Parameter Model CLUE-S
5 Kebutuhan Luas Penggunaan Lahan
6 Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan
7 Luas Administrasi Kecamatan Kabupaten Humbang Hasundutan
8 Jumlah Penduduk Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2013
9 Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian Tahun 2013
10 Ketinggian Tempat Kabupaten Humbang Hasundutan
11 Kelas Kelerengan Lahan Kabupaten Humbang Hasundutan
12 Satuan Tanah di Kabupaten Humbang Hasundutan
13 Penggunaan Lahan Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2003
14 Penggunaan Lahan Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2013
15 Matriks Kesalahan, Nilai Overall Accuracy, Nilai Kappa Statistics
Penggunaan Lahan Tahun 2003
16 Matriks Kesalahan, Nilai Overall Accuracy, Nilai Kappa Statistics
Penggunaan Lahan Tahun 2013
17 Perubahan Luas Penggunaan Lahan Tahun 2003 – 2013
18 Matriks Transisi Perubahan Penggunaan Lahan Periode 2003 – 2013
19 Klasifikasi Faktor Pendorong Sosial Ekonomi
20 Klasifikasi Faktor Pendorong Biofisik
21 Klasifikasi Faktor Pendorong Aksesibilitas wilayah
22 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Lahan Hutan Menjadi
Non Hutan
23 Susunan Variabel dalam Regresi Logistik Biner
24 Nilai Koefisien Beta (ß) Faktor-Faktor Pendorong
25 Nilai Exp (ß) Penggunaan Lahan
26 PDRB Humbang Hasundutan Tahun Atas Dasar Harga Berlaku
Tahun 2006 – 2013
27 Kebutuhan Luas Penggunaan Lahan Tahun 2003 - 2013
(Validasi Model)
28 Kebutuhan Luas Penggunaan Lahan Tahun 2013 - 2033
(Skenario 0)
29 Kebutuhan Luas Penggunaan Lahan Tahun 2013 - 2033
(Skenario 1)
30 Kebutuhan Luas Penggunaan Lahan Tahun 2013 - 2033
(Skenario 2)

14
18
19
21
21
23
24
27
27
28
29
30
37
38
39
39
40
41
47
48
49
51
53
54
55
59
60
61
61
62

31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41

Matriks Konversi Penggunaan Lahan
Nilai Elastisitas Konversi Penggunaan Lahan
Pengaturan Parameter dalam Model CLUE-S
Perbandingan Luas Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2033
Tutupan Vegetasi Hutan pada Lahan Kritis berdasarkan masingmasing Skenario
Luas kawasan berdasarkan Pola Ruang RTRW Kabupaten Humbang
Hasundutan 2011 – 2031
Klasifikasi Kemampuan Lahan berdasarkan Kelas Lereng
Klasifikasi Kemampuan Lahan berdasarkan Kelas Drainase Tanah
Klasifikasi Kemampuan Lahan berdasarkan Kelas Kedalaman Tanah
Luas Kelas Kemampuan Lahan Kabupaten Humbang Hasundutan
Luas Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten Humbang Hasundutan

63
64
66
69
70
71
72
73
73
74
75

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Kerangka Pemikiran
Struktur Model CLUE-S
Lokasi Penelitian
Bagan Alir Penelitian
Peta Administrasi Kabupaten Humbang Hasundutan
Pertumbuhan Ekonomi berdasarkan Total PDRB
Tahun 2005 s.d 2013
Ketinggian Tempat Kabupaten Humbang Hasundutan
Kelerengan Lahan Kabupaten Humbang Hasundutan
Satuan Peta Tanah Kabupaten Humbang Hasundutan
Distribusi Curah Hujan di Kabupaten Humbang Hasundutan
Kenampakan Lahan yang selalu tergenang air
Kenampakan Pertanian Lahan Kering
Kenampakan Objek Non Vegetasi
Kenampakan Objek Vegetasi
Kenampakan Tubuh Air
Klasifikasi Penggunaan Lahan Kabupaten Humbang Hasundutan
Tahun 2003
Klasifikasi Penggunaan Lahan Kabupaten Humbang Hasundutan
Tahun 2013
Peningkatan dan Penurunan Luas Penggunaan Lahan Periode
Tahun 2003-2013
Perubahan Luas Penggunaan Lahan Periode Tahun 2003 - 2013
Pola Spasial Perubahan Belukar menjadi Lahan Terbuka

6
9
13
17
25
26
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
40
42
42

21 Pola Spasial Perubahan Rawa Gambut
22 Pola Spasial Perubahan Hutan menjadi (a) pertanian lahan kering,
(b) lahan terbuka, (c) beluar dan (d) sawah
23 Pola Spasial Perubahan Lahan Terbuka
24 Pola Spasial Perubahan Pertanian Lahan Kering menjadi (a) belukar
(b) permukiman dan (c) sawah
25 Pola Spasial Perubahan Lahan Sawah menjadi (a) permukiman
dan (b) pertanian lahan kering
26 Wilayah Peluang Terjadinya Konversi Hutan
27 Perbandingan Penggunaan Lahan Prediksi dan Aktual 2013
(Validasi Model CLUE-S)
28 Prediksi Penggunaan Lahan Tahun 2033 berdasarkan Skenario 0
29 Prediksi Penggunaan Lahan Tahun 2033 berdasarkan Skenario 1
30 Prediksi Penggunaan Lahan Tahun 2033 berdasarkan Skenario 2
31 Perbandingan luas perubahan penggunaan lahan Prediksi Tahun 2033
32 Pola Pemanfaatan Ruang Kabupaten Humbang Hasundutan
33 Kelas Kemampuan Lahan Kabupaten Humbang Hasundutan
34 Peta Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten Humbang Hasundutan
35 Model Perubahan dan Arahan Penggunaan Lahan

43
41
45
45
46
52
65
66
67
67
69
72
74
76
78

DAFTAR LAMPIRAN
1 Teknik Kombinasi Piksel Pembeda Faktor Kemampuan Lahan
2 Citra Satelit Multiwaktu
3 Perbandingan Titik Uji (Groundtruth) Hasil Klasfikasi
Penggunaan Lahan dengan Data Referensi
4 Hasil Regresi Logistik Faktor yang Mempengaruhi Perubahan
Hutan Menjadi Non Hutan
5 Peta Indikatif Penundaan Izin Baru Pemanfaatan Hutan,
Penggunaan Kawasan dan Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan
dan Areal Penggunaan Lain
6 Peta Lahan Kritis Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2013
7 Hasil Validasi Model Prediksi Tahun 2013
8 Kriteria Lahan Kritis menurut Permenhut No 32/ Menhut-II/ 2009
9 Klasifikasi Kemampuan Lahan Faktor Penghambat
10 Klasifikasi Kemampuan Lahan Kabupaten Humbang Hasundutan
Berdasarkan Kombinasi Nilai Piksel
11 Hasil Analisis Kriteria Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten Humbang
Hasundutan

83
84
86
89

91
92
93
94
95
96
98

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perubahan penggunaan lahan merupakan suatu proses yang kompleks,
dinamika keterkaitan manusia dan sistem alam (Koomen dan Stillwell 2007).
Peningkatan kebutuhan manusia terhadap lahan mendorong terjadinya perubahan
penggunaan lahan dan berdampak pada siklus perubahan iklim sedangkan
perubahan iklim akan mempengaruhi penggunaan lahan di masa yang akan
datang. Deforestasi skala besar dan transformasi berikutnya menjadi lahan
pertanian di daerah tropis merupakan contoh perubahan penggunaan lahan yang
berdampak berat pada biodiversitas hutan, degradasi lahan dan kemampuan alam
mendukung kebutuhan manusia (Lambin et al. 2003). Penggunaan lahan yang
tidak terkendali sebagaimana dikemukakan Rossiter (1996) dapat mengarah pada
inefisiensi pemanfaatan sumber daya alam, rusaknya sumber daya lahan,
kemiskinan dan masalah sosial lainnya. Pengalokasian lahan berdasarkan
keterkaitan fungsi dan kemampuan lahan diharapkan dapat mengendalikan
perubahan penggunaan lahan serta meminimalkan dampak negatif terhadap
lingkungan.
Dinamika perubahan penggunaan lahan tidak hanya berlangsung di kawasan
perkotaan (urban), akan tetapi fenomena ini juga terjadi di wilayah dengan
karakteristik perdesaan (rural) termasuk Kabupaten Humbang Hasundutan.
Perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan belum krusial
seperti lahan di perkotaan lainnya, namun tekanan terhadap hutan mengalami
peningkatan dikarenakan aktivitas penebangan hutan dan konversi menjadi lahan
pertanian yang belum seimbang dengan alokasi rehabilitasi hutan dan lahan.
Kabupaten Humbang Hasundutan merupakan kabupaten baru di Provinsi
Sumatera Utara yang terbentuk pada Tahun 2003 dan mengalami pertumbuhan
wilayah yang relatif pesat dibandingkan dengan kabupaten di sekitarnya. Indikator
pertumbuhan suatu wilayah secara umum dapat diketahui dari nilai Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB). BPS Humbang Hasundutan (2013) mencatat
bahwa dalam lima tahun terakhir terjadi pertumbuhan positif PDRB dari 5.32 %
(2009) menjadi 6.03 % (2013). Selain itu, pertumbuhan ini juga menunjukkan
adanya pergeseran struktur ekonomi dari sektor primer (pertanian, peternakan,
kehutanan dan perikanan) ke sektor sekunder/ tersier (perdagangan dan jasa).
Perkembangan infrastruktur yang semakin baik diikuti terbentuknya permukiman
baru dan pusat kegiatan di setiap kecamatan serta meningkatnya investasi
pemanfaatan sumber daya alam berupa pengusahaan hutan, pertambangan, pabrik
pengolahan pangan dan sebagainya menunjukkan kontribusinya dalam
peningkatan perekonomian wilayah.
Perkembangan wilayah di Kabupaten Humbang Hasundutan belum diikuti
dengan implementasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dikarenakan
dokumen RTRW Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2011 – 2013 masih
dalam proses fasilitasi pengesahan menjadi rancangan peraturan daerah (Ditjen
PR 2014). Akibat belum adanya arahan dan pengendalian pemanfaatan ruang,
perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan telah
mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan. Data spasial lahan kritis

2

BPDAS Wampu Sei Ular (2013) menunjukkan di Kabupaten Humbang
Hasundutan terdapat lahan seluas 27 870 hektar (11.2 %) dengan kategori sangat
kritis, 68 274 hektar (27.5 %) kritis, 88 890 hektar (35.9 %) agak kritis, 40 453
hektar (16.3 %) potensial kritis dan 22 365 hektar (9 %) tidak kritis. Degradasi
lahan merupakan penurunan kemampuan lahan baik secara aktual maupun
potensial untuk berproduksi. Akibat lanjutan proses degradasi lahan adalah
kerusakan lahan yang dikenal sebagai lahan kritis. Osman (2014) menyebutkan
bahwa lima penyebab utama degradasi lahan di dalamnya termasuk deforestasi,
overgrazing, kesalahan pengolahan lahan pertanian, over-eksploitasi vegetasi dan
aktivitas bio-industri.
Menurunnya produktivitas sebagian lahan hingga mencapai 50 %
sebagaimana dijelaskan Eswaran et al. (2001) adalah akibat erosi dan disertifikasi
lahan. Lebih lanjut dijelaskan dalam konteks produktivitas, degradasi lahan
dihasilkan dari ketidaksesuaian antara penggunaan lahan dengan kualitas lahan
yang bersangkutan. Berdasarkan data BPS Tahun 2007-2011, di Kabupaten
Humbang Hasundutan terjadi penurunan produksi tanaman pangan, khususnya
produksi padi (gabah kering giling) yang semula 111 181 ton menjadi 103 410
ton.
Dampak negatif perubahan penggunaan lahan lainnya yaitu isu kerentanan
lingkungan di beberapa daerah seperti Kecamatan Pakkat, Parlilitan, Tarabintang,
Onanganjang dan Baktiraja yang dinyatakan sebagai daerah waspada longsor oleh
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Humbang Hasundutan
(Harian Andalas 2014). Kondisi ini menunjukkan tutupan vegetasi hutan yang
semakin berkurang sehingga fungsi hutan sebagai perlindungan kawasan dan
konservasi tanah menjadi tidak optimal.
Mengacu pada ketentuan penyusunan pola ruang dalam UU No 26 Tahun
2007 bahwa dalam rangka pelestarian lingkungan dalam rencana tata ruang
wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas
daerah aliran sungai. Penetapan proporsi luas kawasan hutan dimaksudkan untuk
menjaga keseimbangan tata air, karena sebagian besar wilayah Indonesia
mempunyai curah dan intensitas hujan yang tinggi, serta mempunyai konfigurasi
daratan yang bergelombang, berbukit dan bergunung yang peka akan gangguan
keseimbangan tata air seperti banjir, erosi, sedimentasi, serta kekurangan air.
Perubahan penggunaan lahan merupakan proses yang tidak dapat dihindari
sehingga penting dikaji secara empirik dan dalam pengamatan multiwaktu agar
dapat merencanakan penggunaan lahan yang tepat. Berbagai pendekatan analitik
diaplikasikan para peneliti untuk mengamati fenomena perubahan penggunaan
lahan termasuk dampaknya terhadap lingkungan dengan teknik pemodelan secara
spasial. Model perubahan penggunaan lahan merupakan alat untuk mendukung
analisis dampak dan konsekuensi perubahan penggunaan lahan dalam rangka
mendapatkan pemahaman terhadap fungsi sistem penggunaan lahan untuk
menyusun perencanaan penggunaan lahan. Pemodelan berguna untuk mengurai
kompleksnya tekanan sosial ekonomi dan faktor biofisik dalam mempengaruhi
pola spasial dan kecepatan perubahan penggunaan lahan serta mengestimasi
dampak perubahan penggunaan lahan.
Salah satu model simulasi perubahan penggunaan lahan yang dapat
diimplementasikan dalam perencanaan penggunaan lahan dalam skala regional
adalah menggunakan model CLUE-S (the Conversion of Land Use and its Effects

3

at Small region extent). CLUE-S merupakan aplikasi komputer yang dapat
memproyeksikan perubahan penggunaan lahan berbasis cellular automata. Model
ini mensimulasikan perubahan penggunaan lahan berdasarkan kuantifikasi
empirik hubungan antara penggunaan lahan dan faktor-faktor yang
mempegaruhinya kombinasi sistem dinamik spasial dan persaingan tiap jenis
penggunaan lahan.
Kerangka awal model Conversion of Land Use and Its Effects (CLUE)
(Veldkamp dan Fresco 1996, Verburg et al. 1999, Verburg et al. 2002)
dikembangkan untuk mensimulasikan perubahan penggunaan lahan untuk wilayah
yang sangat luas. Oleh karena perbedaan representasi data dan fitur lain untuk
aplikasi skala regional, model CLUE tidak dapat diterapkan sehingga
dikembangkan pendekatan pemodelan CLUE-S (the Conversion of Land Uses and
its Small regional extent) dengan menggunakan resolusi spasial tidak lebih dari 1
x 1 km. Struktur pemodelan CLUE-S terdiri dari dua modul terpisah dinamakan
sebagai demand non-spasial dan prosedur alokasi eksplisit secara spasial.
Verburgh et al. (2002) telah mengaplikasikan pemodelan menggunakan
CLUE-S untuk meneliti perubahan penggunaan lahan di wilayah DAS Selangor
(Malaysia), Pulau Sibuyan (Philipina), dan Provinsi Bac Kan (Vietnam),
sedangkan di Indonesia penelitian menggunakan CLUE-S diterapkan oleh
Warlina (2007) memodelkan perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bandung
dengan tujuan menyusun konsep penataan ruang dalam kerangka pembangunan
wilayah berkelanjutan. Kurniawan (2012) juga menggunakan CLUE-S untuk
menyusun arah penyempurnaan RTRW Kabupaten Sukabumi Tahun 2012 - 2032
melalui delapan skenario kebijakan kawasan.
Kim et al. (2011) menyebutkan suatu prediksi perubahan penggunaan lahan
dapat menyediakan peluang untuk menghadapi permasalahan lingkungan dan
perubahan regional di masa depan. Belum diketahuinya perubahan penggunaan
lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan dan hubungan berbagai faktor-faktor
yang mempengaruhi perubahan tersebut mendasari pentingnya penelitian ini
dilakukan sekaligus menghasilkan proyeksi perubahan penggunaan lahan di masa
yang akan datang untuk menyusun arahan penggunaan lahan Kabupaten Humbang
Hasundutan berdasarkan evaluasi kemampuan lahan.

Perumusan Masalah
Kabupaten Humbang Hasundutan termasuk wilayah di Provinsi Sumatera
Utara dengan pertumbuhan yang relatif pesat sejak terbentuk menjadi kabupaten
pada Tahun 2003. Hal ini ditandai dengan peningkatan produktivitas wilayah dan
perbaikan infrastruktur yang membangkitkan perekonomian antar wilayah. Akan
tetapi perkembangan ini tidak diikuti dengan implementasi penataan ruang
dikarenakan belum adanya legalisasi formal terhadap RTRW yang telah disusun
untuk rencana Tahun 2011 – 2031, sehingga perubahan penggunaan lahan belum
terkendali dan mengakibatkan terjadinya lahan kritis, penurunan produktivitas
sebagian lahan pertanian dan kerentanan lingkungan seperti bahaya longsor.
Karakteristik wilayah dataran tinggi penggunungan dan bertopografi berat serta
bagian hulu dari beberapa daerah aliran sungai menjadikan Kabupaten Humbang
Hasundutan strategis sebagai kawasan perlindungan. Penetapan proporsi luas

4

hutan paling sedikit 30 % dari luas wilayah dimaksudkan untuk memberikan
perlindungan dan kelestarian lingkungan.
Berkaitan dengan hal tersebut disusun rumusan permasalahan sebagai
berikut :
1. Belum diketahuinya perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Humbang
Hasundutan yang menunjukkan dampak negatif terhadap lingkungan.
2. Belum diketahuinya faktor-faktor yang menyebabkan perubahan penggunaan
lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan.
3. Belum diketahuinya arah perubahan penggunaan lahan di masa yang akan
datang sehingga perlu dibangun sebuah model prediksi untuk
memproyeksikan perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Humbang
Hasundutan.
4. Belum adanya arahan penggunaan lahan berbasis kemampuan lahan dalam
rangka penyempurnaan RTRW Kabupaten Humbang Hasundutan.
Merujuk pada rumusan permasalahan diatas, disusun pertanyaan penelitian
(research question), yaitu :
1. Bagaimana perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Humbang
Hasundutan?
2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan
di Kabupaten Humbang Hasundutan?
3. Bagaimana proyeksi perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Humbang
Hasundutan Tahun 2033?
4. Bagaimana arahan penggunaan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan?

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk merancang suatu model perubahan dan
arahan penggunaan lahan dalam rangka penyempurnaan tata ruang wilayah di
Kabupaten Humbang Hasundutan yang dicapai dengan :
1. Menganalisis perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Humbang
Hasundutan Tahun 2003 - 2013.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan
di Kabupaten Humbang Hasundutan.
3. Memprediksi perubahan penggunaan lahan Kabupaten Humbang Hasundutan
pada Tahun 2033.
4. Menganalisis kemampuan lahan dan merumuskan arahan penggunaan lahan
di Kabupaten Humbang Hasundutan.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :
1. Menyediakan data dan informasi spasial tentang pola dan pengaruh faktor
potensial perubahan penggunaan lahan serta kelas kemampuan lahan di
Kabupaten Humbang Hasundutan dalam rangka penyempurnaan RTRW.

5

2. Memperkaya pengetahuan tentang model spasial perubahan penggunaan
lahan yang dapat digunakan sebagai pendekatan dalam perencanaan dan
pengembangan wilayah.

Kerangka Pemikiran
Perubahan penggunaan lahan merupakan suatu fenomena yang tidak dapat
dihindari dan dapat berdampak negatif terhadap lingkungan. Pertumbuhan
wilayah menyebabkan kebutuhan lahan meningkat sedangkan sumber daya lahan
sifatnya terbatas. Penggunaan lahan yang tidak tepat dapat mengarah pada
inefisiensi sumberdaya alam, rusaknya sumber daya lahan, kemisikinan dan
masalah sosial lainnya. Munculnya lahan kritis, bahaya longsor dan menurunnya
produktivitas sebagian lahan adalah akibat perubahan penggunaan lahan berat
seperti deforestasi dan transformasi penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan
kemampuan lahan tersebut. Belum tersedianya pedoman pemanfaatan ruang pada
dasarnya akan menambah serangkaian permasalahan lingkungan dan
menyebabkan kurang optimalnya distribusi sumber daya alam di Kabupaten
Humbang Hasundutan.
Berdasarkan ketentuan dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, pemerintah menetapkan proporsi luas hutan dalam RTRW paling sedikit
30 % dari luas daerah aliran sungai dimaksudkan sebagai perlindungan dan
pelestarian lingkungan. Kabupaten Humbang Hasundutan dengan karakteristik
wilayah dataran tinggi pegunungan dan bagian hulu dari beberapa DAS
mengalami tekanan pada lahan hutan yang menyebabkan munculnya lahan kritis
pada sebagian besar wilayahnya sehingga perlu disusun suatu kebijakan yang
mampu mempertahankan proporsi hutan dan perbaikan lingkungan yang
diharapkan dapat meminimalkan dampak negatif perubahan penggunaan lahan.
Perubahan penggunaan lahan dianalisis secara empirik dan pada multiwaktu.
Pertimbangan pengaruh berbagai faktor pendorong perubahan penggunaan lahan
ditinjau dari aspek sosial ekonomi, biofisik dan aksesibilitas wilayah. Berdasarkan
hubungan tersebut dibangun sebuah model perubahan penggunaan lahan untuk
memproyeksikan perubahan lingkungan di masa yang akan datang dalam rangka
mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan perubahan dan mengidentifikasi
lokasi perubahan yang menjadi permasalahan.
Model CLUE-S merupakan model spasial yang dapat digunakan untuk
mensimulasikan perubahan penggunaan lahan berdasarkan kondisi spesifik
wilayah dan rencana kebutuhan penggunaan lahan regional. Proyeksi perubahan
penggunaan lahan sesuai jangka waktu perencanaan tata ruang wilayah dan
evaluasi kemampuan lahan menjadi pertimbangan dalam menyusun arahan
penggunaan lahan untuk penyempurnaan RTRW Kabupaten Humbang
Hasundutan Tahun 2011 – 2031. Kerangka pemikiran penelitian disajikan pada
Gambar 1.

6

Faktor Biofisik
Pembentukan
Kabupaten Baru
Perubahan
Penggunaan
Lahan

Optimalisasi distribusi sumber daya lahan

Identifikasi Perubahan
Pengunaan Lahan

Identifikasi Faktor
Pendorong
Prediksi Perubahan
Penggunaan Lahan
(20 thn)

Evaluasi Kemampuan
Lahan

Deforestasi

Lahan Kritis

Dampak
Negatif thdp
Lingkungan

Skenario Kebijakan
(UU No 26/ 2007,
Moratorium Hutan
Primer, alokasi RHL)

Arahan Penggunaan
Lahan

Proporsi Hutan
minimal 30 % luas
wilayah

Pengendalian pemanfaatan ruang

Kebutuhan
Lahan
Meningkat

Menekan laju perubahan

Pertumbuhan
Wilayah

Penyempurnaan RTRW

Gambar 1 Kerangka pemikiran

2 TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan Lahan dan Perubahannya
Tanah mengandung pengertian suatu benda alam yang tersusun dari padatan
(bahan mineral dan bahan organik), cairan dan gas, yang menempati permukaan
daratan, menempati ruang, dan dicirikan oleh salah satu atau kedua berikut:
horizon-horison, atau lapisan-lapisan, yang dapat dibedakan dari bahan asalnya
sebagai suatu hasil dari proses penambahan kehilangan, pemindahan, dan
transformasi energi dan materi, atau berkemampuan mendukung perakaran
tanaman di dalam suatu lingkungan alami (Soil Survey Staff 1998), sedangkan
lahan terdiri atas lingkungan fisik termasuk iklim, relief, tanah, hidrologi, dan
vegetasi dimana keseluruhan merupakan potensi yang mempengaruhi
penggunaannya, termasuk di dalamnya akibat aktivitas manusia di masa lampu
dan masa sekarang, misalnya reklamasi daerah pantai, penebangan hutan dan
aktivitas yang merugikan seperti salinisasi. Faktor ekonomi dan sosial tidak
termasuk dalam konsep lahan ini (FAO 1976).
Penggunaan lahan atau penutupan lahan merupakan unsur penting dalam
kegiatan perencanaan dan pengelolaan yang berhubungan dengan permukaan

7

bumi. Terminologi penggunaan lahan (land use) dan penutupan lahan (land cover)
sering bertukar tempat dalam memaknainya walaupun pada dasarnya istilah
tersebut memiliki arti yang relatif sama yaitu menggambarkan fisik permukaan
bumi. Sebagimana dikemukakan Briassoulis (2000) pengertian land use merujuk
pada sifat biofisik lahan yang menggambarkan fungsi atau tujuan lahan digunakan,
dijelaskan sebagai aktivitas manusia yang secara langsung berkaitan dengan lahan,
penggunaan dari sumber daya tersebut atau memberikan dampak terhadapnya
sedangkan pengertian land cover menurut Lambin et al. (2003) adalah atribut
permukaan bumi dan di bawah permukaan termasuk biota, tanah, topografi,
permukaan dan air bawah tanah serta struktur manusia. Istilah land use/ land
cover ditinjau dari teknik penginderaan jauh disebutkan bahwa land cover
berkaitan dengan tipe kenampakan objek pada permukaan bumi, sedangkan land
use berkaitan dengan aktivitas manusia atau fungsi ekonomi sebidang lahan yang
bersifat spesifik (Lillesand et al. 2004).
Lambin et al. (2003) mengemukakan penggunaan lahan merupakan tujuan
manusia mengeksploitasi penutup lahan. Terdapat berbagai variasi dalam ruang
dan waktu dalam lingkungan biofisik, aktivitas ekonomi dan konteks kultural
yang berhubungan dengan perubahan penggunaan lahan. Mengidentifikasi
penyebab perubahan lahan membutuhkan pemahaman bagaimana manusia
memutuskan penggunaan terhadap lahan dan ada berapa jenis faktor yang
berinteraksi secara spesifik mempengaruhi tujuan penggunaan lahan. Keputusan
penggunaan lahan ini dipengaruhi faktor dalam skala lokal, regional dan global.
Perubahan penggunaan lahan bersifat dinamis dan terus berlangsung sejalan
dengan perkembangan wilayah dari waktu ke waktu. Menurut Xu et al. (2013)
daerah perkotaan di seluruh dunia, perluasan pembangunan lingkungan untuk
mengakomodasi kenaikan populasi telah menyebabkan berkurangnya lahan
pertanian dan meningkatkan potensi terjadinya erosi, mengarah ke penggunaan
sumber daya yang lahan tidak efisien dan kenaikan konsekuensi entropi. Konsep
entropi dipakai dalam ilmu thermodinamika dan diadopsi ke dalam teori informasi
yang menggambarkan jumlah ketidakpastian dan gangguan dalam suatu sistem.
Konsep entropi diekspresikan dalam istilah probabilitas berbagai variasi wilayah
yang kemudian dihubungkan dalam perencanaan penggunaan lahan.
Perubahan penggunaan lahan menurut Sun et al. (2013) adalah proses yang
kompleks dipengaruhi oleh alam dan aktivitas manusia. Tipikal perubahan
penggunaan lahan yang besar termasuk diantaranya desertifikasi, deforestasi,
kesalahan pengelolaan lahan pertanian dan akibat urbanisasi. Urbanisasi adalah
salah satu bentuk ekstrim pengaruh manusia dalam perubahan penggunaan lahan.
Pengaruh ini dihasilkan dari kompleksitas berbagai faktor fisik dan sosial
ekonomi. Urbanisasi mentransformasikan lansekap alami menjadi lahan perkotaan,
perubahan hidrologi daerah aliran sungai dan menimbulkan polusi terhadap tubuh
air. Peningkatan luas kawasan terbangun pada perkotaan akan mengarahkan
tingginya aliran permukaan dan menyebabkan erosi dan sedimentasi.
Pada prinsipnya penggunaan lahan yang tidak tepat menyebabkan degradasi
lahan, Osman (2014) menyebutkan degradasi lahan adalah akibat dari deforestasi
and over-eksploitasi vegetasi, perladangan berpindah dan pengikisan permukaan
tanah, penggembalaan berat, kelalaian penggunaan kimia pada lahan pertanian
dan kurangnya penerapan konservasi tanah serta pemanfaatan air tanah yang
berlebihan dan aktivitas manusia lainnya.

8

Faktor Pendorong Perubahan Penggunaan Lahan
Perubahan penggunaan lahan dan penutupan lahan merupakan hasil dari
berbagai proses interaksi. Setiap proses berjalan melalui rentang skala dalam
ruang dan waktu. Proses ini dipicu oleh satu atau lebih variabel yang dipengaruhi
keterlibatan aksi agen perubahan penggunaan lahan dan penutupan lahan. Faktorfaktor pendorong termasuk demografi (tekanan penduduk) faktor ekonomi, faktor
teknologi, faktor kelembagaan, faktor budaya dan faktor biofisik. Keseluruhan
faktor ini mempengaruhi perubahan penggunaan lahan dengan cara yang berbedabeda (Verburg et al. 2002).
Berdasarkan studi yang dilakukan Chen et al. (2010) pemilihan variabel
faktor pendorong disesuaikan berdasarkan wilayahnya. Faktor pendorong dipilih
secara komparatif, komprehensif termasuk unsur topografi dan faktor pendorong
sosio-ekonomi. Pemicu aspek topografi termasuk diantaranya elevasi dan lereng.
Faktor geografi penduduk diantaranya jarak ke sungai, jarak antar wilayah, jarak
ke pusat kota, jarak ke jalan negara, jarak ke jalan provinsi, jarak ke rel kereta api,
sedangkan faktor sosio-ekonomi melibatkan kepadatan penduduk, populasi
penduduk non-pertanian, PDRB wilayah dan pembobotan pembangunan.
Lambin et al. (2001) dalam Verburg et al. (2002) menyebutkan determinasi
atau penentuan faktor pendorong perubahan penggunaan lahan seringkali menjadi
permasalahan dan masih menjadi bahan diskusi. Belum ada suatu teori pendukung
dalam proses-proses yang relevan terhadap perubahan penggunaan lahan.

Model CLUE-S
Model adalah abstraksi atau penyederhanaan dunia nyata (Odum 1975,
Jeffers 1978, Duerr et al. 1979) dalam Skidmore (2002). Pemodelan dapat
memberikan prediksi dan simulasi kondisi masa depan dalam ruang dan waktu.
Alasan pemodelan adalah untuk pemahaman dan manajemen akhir dalam suatu
sistem berkelanjutan (Skidmore 2002). Veldkamp dan Lambin (2001)
mengistilahkan pemodelan adalah suatu teknik yang penting untuk
memproyeksikan jalan alternatif menuju masa depan dengan mengadakan
berbagai eksperimen untuk menguji pemahaman kita terhadap proses-proses kunci
dan menjelaskan masa depan secara kuantitatif. Pemodelan suatu kejadian atau
fenomena dapat dijadikan sebagai abstraksi atau perkiraan realitas melalui
penyederhanaan hal yang kompleks sehingga memudahkan pemahaman dalam
menganalisis. Selain itu, model membantu perencana dalam mengeksplorasi masa
depan dengan berbagai kondisi skenario yang dijalankan dalam model (Verburg et
al. 2004).
Kekontrasan sebagian besar model empirik sangat memungkinkan
mensimulasikan berbagai jenis penggunaan lahan secara simultan melalui
simulasi dinamik berdasarkan kompetitif antara jenis penggunaan lahan. Struktur
pemodelan menggunakan CLUE-S seperti dijelaskan Wang et al. (2013) terdiri
dari dua modul terpisah dinamakan sebagai demand non-spasial dan prosedur
alokasi eksplisit secara spasial (Gambar 2). Demand non-spasial menghitung
perubahan area dari seluruh jenis penggunaan lahan dalam level agregat
(kombinasi dari berbagai unit yang terpisah). Pilihan model secara spesifik sangat

9

bergantung pada konversi lahan paling menjadi perhatian dalam wilayah studi
sesuai dengan skenario yang dijalankan. Berbasis per tahun, area yang diliputi
jenis penggunaan lahan yang berbeda yang menjadi input langsung terhadap
semua alokasi modul. Menurut Verburg et al. (2002), model dapat mendukung
dalam eksplorasi perubahan penggunaan lahan di masa depan dengan skenario
yang berbeda-beda. Analisis menggunakan skenario dapat membantu
mengidentifikasi lokasi-lokasi penting di masa depan dalam perubahan wajah
lingkungan.

Driving
Factors of
change

Land Use
demand

Driving
Factors of
location

Land use
allocation

Gambar 2 Struktur model CLUE-S

Model CLUE-S memerlukan sejumlah parameter yang perlu
dispesifikasikan sebelum skenario disusun. Verburg (2010) menjelaskan
pengaturan parameter tergantung pada asumsi yang dibuat untuk ketepatan
skenario. Kondisi skenario dapat dieksplorasi berdasarkan kebutuhan lahan,
kebijakan spasial terkait regulasi kawasan dan area terbatas, elastisitas konversi
dan urutan konversi penggunaan lahan.
Skenario berdasarkan kebutuhan lahan. model dapat mengalokasikan
kebutuhan lahan berdasarkan laju pertambahan atau pengurangan luas masingmasing jenis penggunaan lahan setiap tahunnya. Bila diperlukan, kebutuhan
alokasi lahan dapat diatur menurut pertumbuhan populasi dan atau menghilangkan
sumber daya lahan tertentu sesuai dengan target skenario yang ingin dicapai.
Skenario berdasarkan kebijakan spasial dan area terbatas. Pemilihan
skenario berbasis kebijakan spasial mengindikasikan areal dimana perubahan
penggunaan lahan tidak boleh terjadi berdasarkan ketentuan atau regulasi yang
ada dan status penguasaan lahan. Misalnya regulasi kawasan lindung atau
kawasan konservasi dan area terbatas lainnya.
Skenario berdasarkan elastisitas konversi. Elastisitas konversi berkaitan
dengan jenis penggunaan lahan yang tidak mudah terkonversi. Verburg (2010)
mengelompokkan nilai elastisitas konversi dalam range mendekati 0 (semakin
mudah terkonversi) dan nilai mendekati 1 (konversi yang irreversible). Pengguna
harus menspesifikasikan nilai ini berdasarkan keahlian atau mengobservasi
kecenderungan perubahan jenis penggunaan lahan di masa lalu.
Skenario berdasarkan urutan konversi lahan. Banyak konversi
penggunaan lahan mengikuti urutan siklus tertentu, misalnya lahan tandus akan
berubah menjadi semak belukar, semak belukar diikuti pertumbuhan hutan

10

sekunder. Lahan yang subur dan baik untuk ditanami akan sangat sulit berubah
menjadi hutan primer, penggunaannya akan lebih ke pertanian.

Penataan Ruang
Lahan sebagai sumber daya alam yang sifatnya terbatas memerlukan
pengaturan ruang dalam pengalokasian penggunaan lahan sebagai strategi
memenuhi permintaan kebutuhan penggunaan lahan di masa depan. Menurut
Rustiadi et al. (2011) rencana penggunaan lahan dianggap perencanaan fisik yang
paling utama dalam proses penataan ruang, bahkan sebagian kalangan
berpendapat proses ini merupakan proses perencanaan minimal dari suatu
perencanaan tata ruang, akan tetapi tetap memperhitungkan keterkaitan unsurunsur lainnya karena penggunaan lahan tidak bersifat independent. Pengendalian
dan alokasi pemanfaatan ruang yang optimal akan mengarahkan penggunaan
lahan sesuai dengan fungsi dan kemampuannya dalam mendukung pembangunan
secara berkelanjutan.
Sistem perencanaan yang berlaku di Indonesia saat ini dapat
dikelompokkan ke dalam dua jenis sistem perencanaan, yaitu Perencanaan
Pembangunan Nasional yang dikenal melalui Undang-undang Nomor 25 Tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Perencanaan
keruangan yang dikenal melalui Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang. Perencanaan pembangunan nasional lebih menitikberatkan pada
perencanaan sektoral sedangkan penataan ruang merupakan perencanaan ruang
atau wilayah yang didasarkan pada daya dukung dan optimasi pemanfaatan ruang.
Menurut UU Nomor 26 Tahun 2007, penyelenggaran penataan ruang
bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional dengan : (a) terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan
lingkungan buatan, (b) terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya
alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia, dan
(c) terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif
terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Rustiadi et al. (2011) menjelaskan dalam proses penataan ruang terdapat
landasan-landasan yang dapat dijadikan falsafah, yakni: (1) sebagai bagian dari
upaya memenuhi kebutuhan masyarakat untuk melakukan perubahan atau upaya
untuk mencegah terjadinya perubahan yang tidak diinginkan, (2) menciptakan
keseimbangan pemanfaatan sumber daya di masa sekarang dan masa yang akan
datang (pembangunan berkelanjutan), (3) disesuaikan dengan kapasitas
pemerintah dan masyarakat untuk mengimplementasikan perencanaan yang
disusun, (4) upaya melakukan perubahan ke arah yang lebih baik secara terencana,
(5) sebagai suatu sistem yang meliputi kegiatan perencanaan, implementasi dan
pengendalian pemanfaatan ruang, dan (6) dilakukan jika dikehendaki adanya
perubahan struktur dan pola pemanfaatan ruang, artinya tidak dilakukan tanpa
sebab atau kehendak.
Pola ruang merupakan distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah
yang meliputi peruntukan ruang dengan fungsi lindung dan fungsi budidaya.
Kawasan budidaya ditetapkan dengan fungsi utama untuk kegiatan budidaya yang

11

didasarkan pada potensi sumber daya dalam suatu wilayah sedangkan kawasan
lindung diarahkan pada kawasan-kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap lingkungan.
Pemanfaatan ruang kabupaten diwujudkan dalam struktur ruang dan pola
ruang. Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri PU No 16/ PRT/ M/ 2009
tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kabupaten disebutkan penyusunan pola
ruang berfungsi sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial ekonomi
masyarakat dan kegiatan pelestarian lingkungan dalam wilayah kabupaten,
mengatur keseimbangan dan k