Keberlanjutan Program Sea Farming di Perairan Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta: Analisis Penangkapan Ikan Rucah sebagai Pakan Utama
KEBERLANJUTAN PROGRAM SEA FARMING
DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU, PROPINSI DKI
JAKARTA: ANALISIS PENANGKAPAN IKAN RUCAH
SEBAGAI PAKAN UTAMA
RHEKA ENDALIA MEINA
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keberlanjutan Program
Sea Farming di Perairan Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta: Analisis
Penangkapan Ikan Rucah sebagai Pakan Utama adalah benar karya saya sendiri
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013
Rheka Endalia Meina
NIM C44080060
ABSTRAK
RHEKA ENDALIA MEINA, C44080060. Keberlanjutan Program Sea Farming
di Perairan Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta: Analisis Penangkapan Ikan
Rucah sebagai Pakan Utama. Dibimbing oleh SUGENG HARI WISUDO dan
AM AZBAS TAURUSMAN.
Program peningkatan sumberdaya ikan kerapu macan dan kerapu bebek pada
program sea farming merupakan alternatif untuk meningkatkan produksi
perikanan laut dan perbaikan kondisi habitat pesisir. Pengembangan budidaya
kerapu dalam kegiatan sea farming membutuhkan ikan rucah sebagai pakan
utama. Ketersediaan ikan rucah nelayan sea farming diperoleh dari 2 sumber,
yaitu sumber pakan dari hasil tangkapan sendiri dan sumber pakan dari
pembelian. Nelayan sea farming menggunakan alat tangkap yang terdiri dari
pancing ulur, pancing nylon, bubu tambun dan gill net. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui karakteristik bioekologi ikan rucah, mengestimasi ketersediaan
dan kebutuhan sumberdaya ikan rucah serta pengetahuan mengenai kelayakan
usaha terpadu sea farming berbasis usaha penangkapan ikan rucah di Perairan
Kepulauan Seribu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 19 spesies ikan
yang digunakan sebagai ikan rucah. Nelayan yang memperoleh ikan rucah dari
hasil pembelian memiliki spesies paling beragam dibandingkan kelompok nelayan
sea farming yang menangkap ikan rucah sendiri. Usaha budidaya kelompok
nelayan sea farming dapat dikatakan layak karena berdasarkan parameter nilai
Revenue Cost (R/C > 1) ratio. Usaha budidaya kerapu kelompok nelayan sea
farming yang membeli ikan rucah sebagai pakan utama lebih menguntungkan
secara finansial daripada nelayan yang menangkap ikan rucah sendiri.
Kata kunci: ikan rucah, kerapu, Pulau Seribu, sea farming
ABSTRACT
RHEKA ENDALIA MEINA, C44080060. Sustainability of Sea Farming
Program in Seribu Islands, DKI Jakarta: A Catch Analysis of Trash Fish as Main
Feed.
Supervised by SUGENG HARI WISUDO and AM AZBAS
TAURUSMAN.
In order to improve the fish stock, rehabilitation of fish habitat and creating an
alternative income for local fishermen in Seribu Island, an integrated program of
sea farming has been developing by the local government and supported by
Center for Coastal and Marine Resources Studies (CCMRS/PKSPL) IPB. Brownmarbled grouper and humpback grouperhas been selected as the main farming
species for this program. The development of grouper aquaculture activites in sea
farming needs trash fish as main feed which is derived from fish by sea farming
fisherman group and by bought from the others fishermen. The main fishing
gears used by the sea farming fisherman’s group in Seribu Islands were fish hook,
nylon hook, trap and gill net. This study was conducted in order to investigate the
caracteristics of trash fish as a main feed for the sea farming program; to estimate
the avaibility and needs of the trash fish for the sea farming program; to evaluate
the feasibility of the integrated sea farming business of the trash fish basis in the
study area. The result showed that there were 19 species of trash fish has been
identified in the study area. The diversity of trash fish which caught by sea
farming fisherman’s groups was less than those on another fishermen group. The
avability of the trash fish in Seribu Island that caught by sea farming fishermen’s
group can fulfill the cultivation needs. Sea farming fishermean group was
profitable due to the high value of revenue cost ratio (R/C > 1). The financial
analysis indicated that the sea farming fishermen’s group who only bought the
trash fish was more profit than the group who caught the trash fish by them self.
Keywords: grouper, sea farming, Seribu Island, trash fish
KEBERLANJUTAN PROGRAM SEA FARMING
DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU, PROPINSI DKI
JAKARTA: ANALISIS PENANGKAPAN IKAN RUCAH
SEBAGAI PAKAN UTAMA
RHEKA ENDALIA MEINA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi
: Keberlanjutan Program Sea Farming di Perairan Kepulauan
Seribu, Propinsi DKI Jakarta: Analisis Penangkapan Ikan
Rucah sebagai Pakan Utama
Nama
: Rheka Endalia Meina
NRP
: C44080060
Program Studi
: Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui oleh
Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si.
Pembimbing I
Dr. Am Azbas Taurusman, S.Pi., M.Si.
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc.
Ketua Departemen
Tanggal lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2012 sampai Desember 2012 ini
ialah sea farming, dengan judul Keberlanjutan Program Sea Farming di Perairan
Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta: Analisis Penangkapan Ikan Rucah
sebagai Pakan Utama.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si.
dan Dr. Am Azbas Taurusman, S.Pi., M.Si. selaku pembimbing atas segala arahan
dan bimbingannya. Terima kasih penulis ucapkan kepada Vita Rumanti
Kurniawati, S.Pi., MT sebagai Komisi Pendidikan Departemen PSP atas sarannya
terhadap skripsi ini dan Dr. Nimmi Zulbainarni, S.Pi., M.Si sebagai dosen
penguji. Terima kasih kepada Mama, Rico Very dan Tri Suhada atas doa,
perhatian, semangat serta dukungannya. Terima kasih kepada Pak May, Ibu May,
Pak Leo, Pak Nawawi, Bang Dedi, Dede, Bu Solehah, Bang Boma, Pak Leman,
Fristi M. Pardede, Arif Nugraha, Ani Rismayani, Imelda, Anggara Bayu Aji, Dwi
Putra Yuwandana, Ristiani dan Lestari Febriyeni yang sangat berperan dalam
penelitian dan penulisan. Kegiatan survei lapangan studi lapangan ini mendapat
dukungan dari Proyek Program Iptek bagi Masyarakat Direktorat Jenderal
Pendidikan
Tinggi
Kementerian
Pendidikan
Nasional
Nomor
258/SP2H/KPM/DIT.LITABMAS/VII/2012, dengan judul IbM Restocking
Teripang dan Restorasi Ekosistem Lamun, untuk ini penulis mengucapkan terima
kasih.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2013
Rheka Endalia Meina
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Alat dan Bahan Penelitian
Metode Pengambilan data
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sea Farming di Pulau Seribu
Sumber Pakan Program Sea Farming
Analisis Panjang Berat Ikan Rucah
Analisis Keragaman Ikan Rucah
Kebutuhan Ikan Rucah sebagai Sumber Pakan Utama
Analisis Finansial Program Sea Farming
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
xi
xii
1
1
1
2
3
3
3
3
3
7
7
9
13
15
16
19
23
25
27
x
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Kebutuhan ikan rucah sebagai pakan ikan kerapu macan
Kebutuhan ikan rucah sebagai pakan ikan kerapu macan
Kebutuhan ikan rucah dalam budidaya
Ketersediaan ikan rucah kelompok nelayan sea farming dalam satu
tahun per nelayan
Maksimal budidaya kerapu (0,4 kilogram per ekor) dalam satu siklus
berdasarkan ketersediaan hasil tangkapan ikan rucah
Biaya investasi keramba jaring apung (KJA)
Biaya tetap budidaya kerapu nelayan sea farming yang menangkap
ikan rucah sendiri
Biaya variabel usaha penangkapan ikan rucah selama budidaya kerapu
macan dalam setahun
Biaya variabel usaha penangkapan ikan rucah selama budidaya kerapu
bebek dalam setahun
Nilai produksi hasil panen budidaya kerapu
Analisis usaha oleh kelompok nelayan budidaya kerapu macan
Analisis usaha oleh kelompok nelayan budidaya kerapu bebek
16
17
17
17
18
19
19
20
20
21
21
21
DAFTAR GAMBAR
1 Program sea farming yang dilaksanakan di Kepulauan Seribu
2 Ikan kerapu macan (a) dan kerapu bebek (b) yang dibudidayakan
pada program sea farming
3 Konstruksi pancing ulur (a), pancing nylon (b), bubu (c), dan gill net
(d) yang digunakan nelayan sea farming di Kelurahan Pulau Panggang
4 Komposisi hasil tangkapan ikan rucah nelayan sea farming
5 Jenis sampel ikan rucah yang dibeli nelayan sea farming
6 Sampel hasil tangkapan nelayan sea farming berdasarkan ukuran (a)
dan bobot (b)
7 Sampel hasil tangkapan cendro berdasarkan ukuran (a) dan bobot (b)
8 Sampel ikan rucah yang dibeli nelayan sea farming berdasarkan
ukuran (a) dan bobot (b)
9 Hubungan panjang berat (a) dan regresi linear (b) kakaktua ijo
10 Hubungan panjang berat (a) dan regresi linear (b) kakaktua menjangan
7
9
10
11
12
12
13
14
14
15
xi
11
Grafik indeks keragaman ikan rucah di Pulau Seribu
16
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
xii
Bioekologi ikan rucah yang digunakan sebagai pakan alami ikan
kerapu
Grafik hubungan panjang berat ikan rucah
29
34
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sea farming merupakan sistem pemanfaatan ekosistem laut dangkal berbasis
usaha ekonomi budidaya kelautan yang memanfaatkan lahan di sekitar pantai
atau laut sesuai dengan kondisi kegiatan budidaya perikanan laut. Kegiatan sea
farming telah dikembangkan di Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu,
Propinsi DKI Jakarta selama lebih dari lima tahun terakhir telah bekerja sama
dengan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor
(PKSPL-IPB). Konsep sea farming telah mengalami beberapa perubahan
semenjak konsep awal diterapkan, dimana kegiatan bukan hanya penebaran bibit
ikan tetapi lebih kepada peningkatan pendapatan masyarakat dalam usaha
ekonomi serta perbaikan kualitas sumberdaya dan lingkungan laut di wilayah sea
farming. Penerapan konsep sea farming dalam upaya mengembangkan suatu
kawasan tertentu dibuat khusus dengan menggunakan jaring apung dan berbagai
teknik budidaya lainnya sehingga kegiatan tersebut dapat dengan mudah dikontrol
serta diikuti dengan program peningkatan stok ikan (stock enhancement) maupun
perbaikan kualitas lingkungan pesisir dan laut (PKSPL, 2010).
Program peningkatan sumberdaya ikan sea farming dipandang dapat
dijadikan alternatif untuk meningkatkan produksi ikan laut dan kualitas ekosistem
perairan. Program yang memiliki tujuan menjaga kelestarian sumberdaya ikan di
Pulau Seribu, Provinsi DKI Jakarta ini memilih ikan kerapu sebagai komoditas
budidaya dalam sistem keramba jaring apung. Pengembangan budidaya ikan
kerapu dalam kegiatan sea farming membutuhkan ikan rucah sebagai pakan
utama. Ketersediaan ikan rucah diperoleh dari hasil tangkapan nelayan sekitar,
baik hasil tangkapan nelayan sea farming maupun hasil tangkapan sampingan
nelayan non sea farming. Namun belum ada penelitian yang dilakukan untuk
mengevaluasi ketersediaan ikan rucah sebagai pakan utama dalam kegiatan sea
farming. Beberapa penelitian terkait dengan kegiatan sea farming dan budidaya
ikan kerapu telah dilakukan antara lain pemeliharaan ikan kerapu bebek
(chromileptes altivelis) yang diberi pakan pelet dan ikan rucah di keramba jaring
apung (Fauzi, 2008), pembesaran kerapu bebek di keramba jaring apung
(Ghufran, 2005), budidaya ikan laut di keramba jaring apung (Ghufran, 2001),
pembesaran keramba jaring apung (Kordi, 2005), pengaruh penggunaan jenis
umpan terhadap hasil tangkapan ikan karang pada alat tangkap bubu (trap) di
kepulauan seribu (Mawardi, 2001), jenis umpan untuk bubu laut (Rahardjo dan
Linting, 1993), pendekatan terpadu pengkayaan stok dan sea ranching untuk
menjamin keberlanjutan sumberdaya perikanan tangkap (Taurusman, 2012).
Ketersediaan ikan rucah yang belum diketahui dapat berpotensi menghambat
keberlanjutan program ini. Berdasarkan hal tersebut, maka dianggap perlu adanya
estimasi keragaman dan ketersedian sumberdaya ikan rucah di Kepulauan Pulau
Seribu. Ikan rucah terpenuhi dengan 2 cara, yaitu dengan hasil tangkapan nelayan
yang melakukan budidaya ikan kerapu (nelayan sea farming) dan membeli ikan
rucah dari hasil tangkapan sampingan nelayan non sea farming. Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa perlu adanya pengetahuan mengenai kelayakan usaha
2
penangkapan ikan rucah sebagai pakan utama terhadap keberlanjutan kegiatan sea
farming di Perairan Kepulauan Seribu.
Tujuan Penelitian
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini, adalah:
1) Menjelaskan karakteristik bioekologi ikan rucah yang digunakan pada kegiatan
sea farming di Pulau Seribu;
2) Mengestimasi ketersedian dan kebutuhan sumberdaya ikan rucah di perairan
Pulau Seribu dalam mendukung keberlanjutan kegiatan sea farming;
3) Menghitung kelayakan usaha terpadu sea farming berbasis usaha penangkapan
ikan rucah di Perairan Kepulauan Seribu.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada nelayan
dan pemerintah atau pengelola sumberdaya ikan mengenai pemanfaatan
sumberdaya ikan rucah dalam mendukung keberlanjutan program sea farming di
Perairan Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta. Selain itu, hasil penelitian ini
dapat menjadi informasi ilmiah tentang karakteristik bioekologis ikan rucah,
kegiatan penangkapan dan budidaya dalam program sea farming di lokasi
tersebut.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian pendahuluan dilakukan pada bulan April 2012 untuk memperoleh
informasi awal tentang kondisi lokasi studi lapangan.
Penelitian utama
dilaksanakan pada bulan Juli-Desember 2012 di perairan Kepulauan Seribu,
Jakarta.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, alat tulis, papan
ukur dan timbangan digital.
Metode Penelitian
Metode pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode purposive sampling. Metode ini dilakukan dengan cara
mengambil sampel secara sengaja yang mewakili populasi sehingga tujuan yang
diinginkan tercapai. Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer meliputi, jenis, jumlah individu, biomassa hasil tangkapan,
panjang dan berat ikan rucah dan data unit penangkapan ikan rucah dan jaring
apung. Data sekunder meliputi, keadaan umum lokasi penelitian, kondisi dan
data jumlah keramba jaring apung di perairan Kepulauan Seribu.
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penangkapan ikan rucah
terhadap pengembangan program sea farming di perairan Kepulauan Seribu maka
dilakukan pengamatan langsung dan wawancara. Pengamatan langsung dilakukan
terhadap jumlah dan ukuran hasil tangkapan ikan rucah untuk kebutuhan sea
farming di perairan Kepulauan Seribu.
Wawancara dilakukan dengan
menggunakan kuesioner terhadap 15 responden yang mewakili nelayan budidaya,
nelayan penangkapan, petugas sea farming dan Dinas Perikanan di Kelurahan
Pulau Panggang. Penelitian ini dilakukan dengan mengkaji suplai, kebutuhan dan
analisis keragaman ikan rucah yang meliputi alat tangkap, musim (waktu) dan
bioekologi ikan berdasarkan spesies, ukuran maupun alat tangkap yang
digunakan.
Analisis Data
Konversi Pakan
Konversi pakan diartikan sebagai kemampuan spesies akuakultur mengubah
pakan menjadi daging.
Artinya, jumlah pakan yang dibutuhkan untuk
menghasilkan 1 kilogram daging ikan kerapu atau rasio antara bobot ikan rucah
yang dibutuhkan dan bobot daging ikan kerapu yang diproduksi atau feed
conversion ratio (FCR). Semakin rendah nilai konversi pakan ikan kerapu,
semakin sedikit ikan rucah yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kilogram
daging ikan kerapu (Effendi, 2009). Untuk menghitung nilai FCR dalam
budidaya ikan kerapu digunakan persamaan 1.
��� =
����� �����
����� ������ ����
.……………………………………...……….. (1)
4
Analisis Panjang dan Berat
Hubungan panjang berat digunakan untuk memperkirakan panjang dari ikan
yang memiliki berat tertentu atau memperkirakan berat dari panjang tertentu.
Selain itu, hubungan panjang berat sangat bermanfaat untuk menentukan sifat
pertumbuhan ikan, terutama untuk melihat apakah berat ikan tumbuh secara
proporsional dengan pertambahan panjang ikan yang menyatakan kualitas ukuran
atau berat yang diinginkan, misalnya 3 ekor per kilogram (Sondita, 2010). Berat
ikan dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjangnya. Ikan tumbuh dimana
bentuk tubuh, panjang dan beratnya selalu berubah, maka untuk menghitung
panjang dan berat ikan rucah digunakan persamaan 2 (Effendie, 1979).
� = ��� .......……………………………………...………..................... (2)
dimana:
a dan b adalah konstanta
Logaritma persamaan tersebut menjadi Ln W = Ln a + b Ln L dengan dasar
perhitungannya berdasarkan regresi. Nilai a dan b ditentukan dari persamaan
tersebut, sedangkan nilai W (berat ikan) dan L (panjang ikan) diperoleh dari hasil
pengukuran (Effendie 1979). Analisis panjang dan berat ikan
ini dilakukan menggunakan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel. Nilai b
sebagai penduga kedekatan hubungan antara panjang dan berat dihitung dengan
kriteria:
1) Nilai b = 3, merupakan hubungan yang isometrik (pertambahan berat seimbang
dengan pertambahan panjang);
2) Nilai b > 3, merupakan hubungan alometrik positif (pertambahan berat relatif
lebih besar dari pertambahan panjang);
3) Nilai b < 3, merupakan hubungan alometrik negatif (pertambahan berat relatif
lebih kecil dari pertambahan panjang)
Analisis Keragaman
Nilai indeks keragaman (diversity) Shannon-Wiener (H’) digunakan untuk
mengetahui komposisi hasil tangkapan dari jumlah ikan rucah yang tertangkap
dan proporsi jumlah spesies dari sampel hasil tangkapan ikan rucah yang
digunakan sebagai pakan ikan kerapu. Untuk perhitungan indeks ShannonWiener digunakan persamaan 3.
� = − ∑��=1 �� ���2 ��.................................………………...……….... (3)
Keterangan:
H’
= Indeks keragaman Shannon-Wiener
s
= Jumlah spesies hasil tangkapan ikan rucah; dan
pi
= Proporsi jumlahspesies ke-i terhadap jumlah total sampel ikan rucah
yang dihitung.
5
Analisis Finansial
Menurut Gray et al. (1992), analisis finansial bersifat analisis tentang arus
dana dan terdapat dua jenis perkiraan, yaitu perhitungan rugi laba dan neraca
dalam usaha tersebut. Perhitungan rugi laba ini menggambarkan semua
penerimaan dan pengeluaran yang dilakukan nelayan selama jangka waktu
tertentu. Peluang pengembangan suatu usaha tidak terlepas dari pertimbangan
ekonomi, seperti besar keuntungan dan lama waktu pengembalian investasi.
Analisis usaha dalam bidang perikanan merupakan pemeriksaan keuangan untuk
mengetahui keberhasilan selama usaha perikanan berlangsung (Rahardjo dan
Linting, 1993). Analisis usaha program sea farming yang dilakukan terdiri atas
analisis keuntungan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya, break event
point (titik impas), return of investment (keuntungan) dan payback period (waktu
pengembalian modal) (Nurmalita et al., 2010).
Analisis keuntungan usaha/pendapatan kerja (�) Keuntungan merupakan
jumlah nominal usaha keramba jaring apung yang dijalankan dan selisih antara
total pemasukan yang diterima dengn total pengeluaran yang dikeluarkan.
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen input dan output
yang terlibat dalam usaha dan besar keuntungan (π) yang diperoleh dari usaha
budidaya yang dilakukan dengan menggunakan persamaan 4.
� = �� − �� …………………...………………………………...…… (4)
Keterangan:
� = keuntungan atau pendapatan usaha kelompok nelayan sea farming
TR = total penerimaan (total revenue) nelayan
TC = total biaya (total cost) yang dikeluarkan nelayan
Kriteria:
Jika total penerimaan > total biaya, maka usaha kelompok nelayan sea farming
layak untuk dilanjutkan
Jika total penerimaan < total biaya, maka usaha kelompok nelayan sea farming
tidak layak untuk dilanjutkan
Jika total penerimaan = total biaya, maka usaha kelompok nelayan sea farming
tidak untung dan tidak rugi atau impas
Revenue Cost Ratio (R/C) Analisis ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana
hasil yang diperoleh nelayan dari kegiatan usaha kelompok nelayan sea farming
selama periode kegiatan budidaya kerapu selama periode tertentu (1 tahun) cukup
menguntungkan (Nurmalitaet al., 2010).
Analisis ini dihitung dengan
menggunakan persamaan 5.
�/� =
��
��
……...…………………………………..…………………… (5)
6
apabila:
R/C > 1,
maka kegiatan usaha kelompok nelayan sea farming menguntungkan
sehingga usaha tersebut layak untuk dilanjutkan;
R/C < 1, maka kegiatan usaha kelompok nelayan sea farming rugi sehingga
usaha tersebut tidak layak untuk dilanjutkan;
TR = TC, maka kegiatan usaha kelompok nelayan sea farming tidak untung
maupupun rugi atau usaha tersebut berada dalam titik impas.
Break Event Point (BEP) BEP merupakan suatu alat yang sering digunakan oleh
manajemen dalam pengambilan keputusan atas masalah yang berkaitan dengan
harga, biaya, volume produksi dan penjualan, serta keuntungan budidaya kerapu
sistem keramba jaring apung dalam program sea farming. Analisis ini dihitung
dengan menggunakan persamaan 6.
����� �����
��� =
1−
����� ��������.…………………………………….…………...
���������
(6)
Return of Investment (ROI) Return of Investment (ROI) merupakan nilai
keuntungan yang diperoleh nelayan dari setiap jumlah uang yang diinvestasikan
dalam periode waktu tertentu dalam kegiatan usaha budidaya kerapu, yaitu
dihitung dengan menggunakan persamaan 7.
���� ���ℎ� (��)
��� =
………………………………………………. (7)
����� ���ℎ� (��)
Payback Period (PP) Payback Period adalah tingkat pengembalian modal atau
lamanya waktu yang digunakan untuk menutupi kembali biaya investasi usaha
budidaya kerapu, dihitung dengan menggunakan persamaan 8.
�� =
1
��
……………………….……………………………………… (8)
dimana:
PP = Payback Period
LB = Laba bersih/keuntungan nelayan
I = Jumlah investasi yang ditanam nelayan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sea Farming di Pulau Seribu
Menurut Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir Lautan, Institut Pertanian Bogor
(PKSPL-IPB, 2010), sea farming adalah kegiatan pemanfaatan lahan di sekitar
pantai atau laut yang sesuai dengan kondisi kegiatan budidaya perikanan laut.
Program sea farming di Kelurahan Pulau Panggang sudah berkembang sejak
tahun 2002 hingga sekarang. Program yang dibina oleh PKSPL-IPB ini sangat
bermanfaat bagi nelayan sebagai alternatif pekerjaan bagi nelayan karena kurang
maksimalnya hasil tangkapan yang sangat bergantung pada cuaca. Selain itu,
program peningkatan sumberdaya ikan sea farming juga dapat meningkatkan
produksi ikan kerapu demi memenuhi permintaan pasar. Program sea farming
yang dilakukan pada saat penelitian terdiri dari model kelembagaan yang meliputi
2 sub-sistem, sub-sistem pertama terdiri dari balai sea farming Karang Congkak,
dan sub-sistem yang kedua terdiri dari balai sea farming Semak Daun. Balai sea
farming Karang Congkak berfungsi untuk pembesaran induk kerapu untuk
menghasilkan benih agar dalam program sea farming kualitas dan ketersediaan
benih kerapu dapat terjaga. Namun hingga saat ini induk kerapu belum dapat
memijah sehingga ketersediaan benih masih bergantung pada pemasokan dari
luar. Balai sea farming Semak Daun berfungsi sebagai tempat penampungan
benih kerapu yang datang, kemudian benih tersebut dibagikan kepada anggota
kelompok sea farming. Pembagian dilakukan dengan cara memberikan benih
kepada kelompok sea farming yang datang ke Balai Semak Daun. Benih yang
diambil akan dicatat berdasarkan jumlah dan panjang benih yang kemudian akan
dibayar pada saat nelayan panen. Alur pengembangan yang kini diterapkan di
Kepulauan Seribu dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Program sea farming yang dilaksanakan di Kepulauan Seribu pada
saat penelitian
Harga benih kerapu macan adalah Rp1.300,00 per centimeter sedangkan
benih kerapu bebek sekitar Rp2.600,00 per centimeter. Perbedaan harga tersebut
8
sesuai dengan harga jual ikan kerapu macan Rp140.000,00 per kilogram dan
kerapu bebek Rp400.000,00 per kilogram. Nelayan yang mengalami gagal panen
atau mengalami musibah lain akan diberikan keringanan oleh kelembagaan sea
farming berdasarkan keputusan bersama melalui pertemuan kelompok.
Pembentukan kelompok sea farming ini dilakukan karena hasil tangkapan
nelayan Kelurahan Pulau Panggang semakin menurun. Masyarakat setempat
dilibatkan langsung dalam pemberian informasi sekaligus sebagai pelaku
budidaya dalam program sea farming sistem keramba jaring apung di Kelurahan
Pulau Panggang ini. Masyarakat yang menjadi kelompok sea farming harus
memenuhi syarat yang terdiri dari adanya minat terhadap budidaya, memiliki
keramba dan mengikuti pelatihan budidaya yang diberikan oleh PKSPL-IPB.
Kelompok sea farming akan mendapat pinjaman benih yang nantinya dibayar
setelah panen sesuai jumlah dan ukuran benih yang diambil dari Balai sea farming
Semak Daun. Jumlah anggota kelompok sea farming yang masih aktif hingga
sekarang adalah 26 orang.
Komoditas utama keramba jaring apung dalam program sea farming adalah
ikan kerapu. Kualitas benih kerapu sangat mempengaruhi tingkat kematian ikan
kerapu pada saat dibudidaya.
Kualitas benih yang kurang baik dapat
mengakibatkan angka kematian ikan kerapu tinggi sehingga pemilihan kualitas
benih sangat penting. Pada umumnya, kualitas benih kerapu dibagi menjadi tiga
jenis, yaitu grade A, grade B dan grade C. Grade A merupakan kualitas benih
yang paling baik, grade B kualitas benih yang baik, dan grade C kualitas benih
yang kurang baik. Kualitas benih tidak dapat terkontrol menyebabkan angka
kematian yang tinggi dan membuat PKSPL-IPB mengambil kebijakan
menghasilkan benih kerapu sendiri dengan upaya pembesaran induk kerapu dari
ukuran 500 gram kerapu yang kini telah mencapai 5-6 kilogram kerapu macan dan
3-4 kilogram kerapu bebek.
Ketersediaan benih di balai Semak Daun masih bergantung dari pemasokan
Bali dan Lampung. Benih kerapu macan dapat mencapai 3.000 hingga 5.000
ekor, sedangkan benih kerapu bebek dapat mencapai 2.000 hingga 3.000 ekor
dengan ukuran 5 sampai 6 centimeter. Harga benih kerapu macan Rp1.300,00 per
centimeter dan harga benih kerapu bebek Rp2.600,00 per centimeter. Nelayan
kelompok sea farming mengambil benih di Balai sea farming Semak Daun,
kemudian dicatat oleh petugas sea farming sehingga nelayan dapat melakukan
pembayaran setelah panen sebanyak jumlah dan ukuran benih yang diambil.
Benih yang masih ada di balai akan dijual secara tunai kepada nelayan yang bukan
kelompok sea farming. Apabila benih tersebut tetap masih ada di balai, maka
benih tersebut akan dibesarkan di balai itu sendiri hingga mencapai ukuran
konsumsi dan hasil penjualan akan masuk ke kas kelembagaan. Kerapu macan
(Epinephelus fuscoguttatus) dan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) menjadi
komoditas utama dalam sistem sea farming di perairan Kelurahan Pulau
Panggang. Adapun komoditas utama budidaya dalam sistem keramba jaring
apung dapat dilihat pada Gambar 4.2.
9
(a)
(b)
Gambar 4.2 Ikan kerapu macan (a) dan kerapu bebek (b) yang dibudidayakan
pada program sea farming
Pada saat penelitian, berdasarkan info dari supplier dan nelayan, harga ikan
kerapu macan saat itu berkisar antara Rp140.000,00 per kilogram dan kerapu
bebek berkisar Rp400.000,00 per kilogram. Ikan ini memiliki daging yang lezat,
bergizi tinggi, dan mengandung asam lemak tak jenuh. Permintaan pasar
domestik dan ekspor pun cukup tinggi bahkan cenderung meningkat. Untuk itu
usaha budidaya ikan kerapu jenis ini semakin banyak dilakukan terutama di
sekitar perairan Pulau Panggang. Ikan kerapu yang telah berukuran 0,4 – 0,5
kilogram per ekor akan diekspor ke Malaysia, Singapura, Taiwan, Vietnam,
Philipina, Hongkong dan Cina melalui pedagang perantara.
Sumber Pakan Pada Program Sea Farming
Ikan rucah adalah pakan utama yang digunakan dalam budidaya kerapu
karena harga ikan rucah relatif murah dan lebih berkualitas sebagai pakan ikan
kerapu dibanding pakan buatan pabrik (pelet). Kualitas ikan rucah sangat
mempengaruhi pertumbuhan ikan kerapu yang dibudidaya mengingat ikan kerapu
merupakan komoditas yang sensitif terhadap penyakit. Oleh karena itu, kualitas
ikan rucah harus tetap baik dengan tidak menyimpannya terlalu lama dari waktu
penangkapan. Ketersediaan ikan rucah nelayan sea farming diperoleh dari 2
sumber, yaitu hasil tangkapan oleh nelayan sea farming itu sendiri dan membeli
dari nelayan non sea farming. Ikan rucah yang digunakan nelayan terdiri dari 19
spesies, yaitu ikan selar (Selaroides leptolepis), renyok (Stolephorus tri), cendro
(Tylosurus strongylura), kakaktua merah (carus niger), kakaktua kekang (Scarus
dimidiatus), kakaktua ijo (Scarus quoyi), kakaktua menjangan (Scarus
gymnognathus), pasir (Caesio caerulaureus), pisang merah (Caesio chrysozona),
ekor kuning (Caesio cuning), kakap emas (Lutjanus mizenkoi), kadal salmo
(Synodus variegatus), betok putih (Dascyllus trimaculatus), betok hitam
(Neoglyphidodon carlsoni), betok kuning (Pomacentrus molluccensis), sersan
bengal (Abudefduf bengalensis), sersan mayor (Abudefduf sexfasciatus), tembang
(Sardinella fimbriata) dan lencam (Lethrinus reticulatus) (Lampiran 1).
Sumber Pakan Mandiri
Nelayan kelompok sea farming terdiri dari 26 orang dan 21 diantaranya
menangkap ikan rucah sendiri. Kapal yang digunakan merupakan kapal
berukuran 105 PK dan menggunakan alat tangkap seperti pancing ulur, pancing
nylon, bubu dan gill net. Adapun alat tangkap yang digunakan nelayan sea
farming disajikan pada Gambar 4.3.
10
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 4.3 Konstruksi pancing ulur (a), pancing nylon (b), bubu (c), dan
gill net (d) yang digunakan nelayan sea farming di Kelurahan
Pulau Panggang
Nelayan sea farming pada umumnya memiliki 5 hingga 10 pancing ulur.
Alat tangkap ini digunakan untuk menangkap ikan-ikan karang dengan ukuran
mata pancing yang kecil dan menggunakan cacing atau potongan ikan kecil
sebagai umpan. Pancing nylon merupakan alat tangkap yang digunakan untuk
menangkap ikan cendro. Alat tangkap ini merupakan seutas tali yang dibentuk
simpul dan dapat mengecil jika ikan terjerat ke dalam simpul. Pancing nylon
dioperasikan dengan kapal yang bergerak sehingga simpul benang nylon seakanakan menyerupai ikan dan cendro memakan benang sehingga terjerat ke dalam
simpul. Bubu dan gill net dioperasikan secara pasif, dimana bubu dioperasikan
11
dengan merendam di dasar perairan berkarang, sedangkan gill net dipasang tegak
lurus terhadap arus perairan. Hasil tangkapan diambil pada keesokan harinya dan
setelah mengambil hasil tangkapan, nelayan kembali merendam bubu, sedangkan
gill net diperiksa apabila ada jaring yang rusak maka segera diperbaiki dan
kemudian dipasang kembali untuk memenuhi kebutuhan ikan rucah keesokan
harinya.
Nelayan melaut setiap hari (kecuali hari jumat) untuk menangkap ikan rucah
dengan menggunakan kapal dan alat tangkap pribadi. Nelayan menyimpan stok
ikan rucah untuk memenuhi kebutuhan ikan rucah pada hari jumat dengan
memaksimalkan hasil tangkapan pada hari sebelumnya. Adapun komposisi hasil
tangkapan ikan rucah yang dilakukan nelayan kelompok sea farming disajikan
dalam grafik pada Gambar 4.4.
140
Jumlah Individu (ekor)
120
100
80
60
40
20
0
Cendro
Ekor
kuning
Selar
Renyok Tembang Lencam Kakaktua Sersan
ijo
mayor
Jenis ikan
Gambar 4.4 Komposisi hasil tangkapan ikan rucah nelayan sea farming
Komposisi hasil tangkapan utama nelayan sea farming yang paling banyak
tertangkap adalah sersan mayor dan yang paling sedikit tertangkap adalah ikan
ekor kuning. Menurut nelayan sea farming, dari semua jenis ikan yang ditangkap,
jenis ikan cendro dan ikan renyok merupakan jenis ikan yang paling baik
digunakan sebagai pakan ikan kerapu. Kepadatan daging dari kedua jenis ikan
tersebut sangat disukai ikan kerapu sehingga jika dijadikan sebagai ikan rucah,
maka ikan kerapu yang dibudidaya sangat lahap memangsa pakan alami tersebut
dan pertumbuhan ikan kerapu menjadi sangat baik.
Sumber Pakan dengan Membeli
Nelayan sea farming membeli ikan rucah dari hasil tangkapan sampingan
nelayan non sea farming yang dijual dengan harga Rp3.000,00 hingga Rp7.000,00
per kilogram. Adapun jenis ikan yang dibeli nelayan sea farming dari hasil
tangkapan nelayan non sea farming disajikan Gambar 4.5.
Jumlah individu (ekor)
12
260
240
220
200
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
Jenis ikan
Gambar 4.5 Jenis sampel ikan rucah yang dibeli nelayan sea farming
Jenis sampel ikan yang digunakan sebagai rucah menunjukkan bahwa ikan
kakaktua menjangan merupakan jenis ikan yang mendominasi dan komposisi ikan
betok putih merupakan jenis ikan paling sedikit dijadikan sebagai ikan rucah.
Ikan tersebut dibeli oleh nelayan sea farming dari hasil tangkapan sampingan
nelayan di luar sea farming di Kelurahan Pulau Panggang.
Analisis Panjang Berat Ikan Rucah
Nelayan sea farming yang menangkap ikan rucah sendiri menganggap
bahwa berbagai jenis dan ukuran ikan yang tertangkap akan dijadikan sebagai
pakan ikan kerapu yang dibudidaya. Nelayan penjual ikan rucah menganggap
bahwa ikan rucah merupakan ikan yang terdiri dari berbagai ukuran yang dipilih
berdasarkan kasat mata. Adapun ukuran dan bobot sampel hasil tangkapan
nelayan sea farming disajikan dalam Gambar 4.6.
250
25
Sersan mayor
Renyok
200
20
Selar
15
Berat (g)
Panjang (cm)
Ekor kuning
10
150
Tembang
Lencam
100
Kakaktua ijo
50
5
0
0
0
50
100
Sampel ikan yang ke-
(a)
150
0
50
100
150
Sampel ikan yang ke-
(b)
Gambar 4.6 Sampel hasil tangkapan nelayan sea farming berdasarkan ukuran (a)
dan bobot (b)
13
800
74
73
72
71
70
69
68
67
66
65
64
700
600
Berat (g)
Panjangg (cm)
Ikan rucah yang berukuran besar akan dipotong kecil-kecil agar sesuai
dengan bukaan mulut ikan kerapu. Sampel hasil tangkapan nelayan sea farming
terdiri dari sersan mayor, renyok, ekor kuning, selar, tembang, lencam, dan
kakaktua ijo. Ikan-ikan tersebut memiliki panjang tubuh yang bervariasi berkisar
antara 7 hingga 21 centimeter, sedangkan bobot berkisar antara 9 hingga 225
gram. Jenis lain yang tertangkap adalah ikan cendro. Cendro merupakan ikan
yang memiliki ukuran dan bobot paling besar dari jenis rucah yang lain. Adapun
ukuran dan bobot sampel hasil tangkapan ikan cendro disajikan dalam Gambar
4.7.
500
400
Cendro
300
200
100
0
0
20
40
Sampel ikan yang ke-
(a)
60
0
20
40
60
Sampel ikan yang ke-
(b)
Gambar 4.7 Sampel hasil tangkapan cendro berdasarkan ukuran (a) dan bobot (b)
Cendro yang diperoleh dari hasil tangkapan nelayan sea farming memiliki
ukuran berkisar antara 65 hingga 75 centimeter, sedangkan bobot berkisar antara
500 hingga 700 gram. Ukuran dan bobot cendro yang berbeda dengan jenis rucah
lainnya harus dipotong-potong terlebih dahulu agar sesuai dengan bukaan mulut
kerapu yang dibudidaya. Hal itu tidak membuat nelayan beralih menangkap jenis
lain karena daging cendro yang padat membuat ikan kerapu dengan cepat melahap
ikan tersebut sehingga pertumbuhan ikan kerapu lebih baik.
Jenis ikan rucah yang berasal dari hasil beli nelayan sea farming terdiri dari
kakaktua merah, kakaktua kekang, kakaktua ijo, kakaktua menjangan, pasir,
pisang merah, kakap emas, kadal salmo, betok putih, betok hitam, betok kuning,
sersan bengal, sersan mayor, tembang, selar dan lencam. Sampel ikan rucah
tersebut 7 hingga 25 centimeter, sedangkan bobot berkisar antara 5 hingga 105
gram. Hasil tangkapan nelayan, baik hasil tangkapan sendiri maupun yang dibeli
dari luar nelayan sea farming terdiri dari 19 spesies ikan yang digunakan sebagai
ikan rucah. Hasil tangkapan tersebut memiliki panjang dan berat yang bervariasi.
Panjang berkisar antara 7 hingga 75 centimeter, sedangkan berat ikan berkisar
antara 5 hingga 700 gram. Adapun ukuran dan bobot sampel ikan rucah yang
dibeli nelayan sea farming disajikan dalam Gambar 4.8.
14
25
Kakaktua merah
120
Kakaktua kekang
Kakaktua
menjangan
Pasir
80
15
Berat (g)
Panjang (cm)
Kakaktua ijo
100
20
10
Pisang merah
Kakap emas
60
Kadal salmo
Betok putih
40
Betok hitam
5
Betok kuning
20
Sersan bengal
0
0
0
100
200
300
Sersan mayor
0
100
Sampel ikan yang ke-
200
300
Sampel ikan yang ke-
(a)
(b)
Gambar 4.8 Sampel ikan rucah yang dibeli nelayan sea farming berdasarkan
ukuran (a) dan bobot (b)
Menurut Sondita (2010), pengukuran panjang tubuh ikan bertujuan untuk
menentukan hubungan dengan parameter biologi ikan lain diantaranya hubungan
antara panjang dan berat yang berguna untuk memperkirakan berat dari panjang
dari ikan yang memiliki berat tertentu atau memperkirakan berat dari panjang
tertentu. Selain itu, hubungan panjang berat sangat berguna untuk menentukan
sifat pertumbuhan ikan, terutama untuk melihat apakah berat ikan tumbuh
proporsional dengan pertambahan panjang ikan dan menyatakan kualitas ukuran
atau berat ikan yang diinginkan. Perlu adanya upaya sampel ikan yang terdiri atas
berbagai ukuran panjang dengan kisaran yang memadai, yaitu mulai dari ikan
yang paling kecil dan ikan yang paling besar untuk mendapatkan persamaan
hubungan panjang berat. Hubungan panjang berat yang mewakili populasi 19
sampel ikan rucah terdiri dari jenis kakaktua ijo dan kakaktua menjangan.
Adapun model regresi linear antara panjang dan berat ikan kakaktua ijo disajikan
pada Gambar 4.9.
Kakaktua ijo
25
y = 0.0808x2.2574
R² = 0.8785
20
y = 2.2574x - 2.5159
R² = 0.8785
3.5
Kakatua ijo
3
Ln-W
W (g)
2.5
15
10
2
1.5
1
5
0.5
0
0
6
8
10
TL (cm)
(a)
12
1.8
n = 271
2
2.2
Ln-TL
2.4
n = 27
(b)
Gambar 4.9 Hubungan panja ng berat (a) dan regresi linear (b) kakaktua ijo
15
Persamaan regresi linear hubungan panjang dan berat ikan kakaktua ijo
setelah dilakukan transformasi yaitu y = -2,5159 + 2,2574x atau ln w = 2,5159 +
2,2574 ln L (R² = 87%). Persamaan tersebut menunjukkan ikan kakaktua ijo
memiliki nilai b = 2,25. Artinya, ikan kakaktua ijo memiliki hubungan panjang
berat alometrik negatif yaitu pertambahan berat relatif lebih kecil dari
pertambahan panjang atau kurus. Model ini berlaku untuk kisaran panjang 7
hingga 11,5 centimeter dan kisaran berat 5 hingga 21 gram. Adapun model
regresi linear antara panjang dan berat ikan kakaktua menjangan disajikan pada
Gambar 4.10.
Kakaktua menjangan
30
Kakaktua menjangan
25
3
y = 0.0804x2.2576
R² = 0.8732
2.5
Ln-W
20
W(g)
y = 2.2576x - 2.5206
R² = 0.8732
3.5
15
2
1.5
10
1
5
0.5
0
0
6
8
10
TL(cm)
(a)
1.9
12
n = 268
2.1
2.3
Ln-TL
2.5
n = 268
(b)
Gambar 4.10 Hubungan panjang berat (a) dan regresi linear (b) kakaktua
menjangan
Persamaan regresi linear hubungan panjang dan berat ikan kakaktua
menjangan setelah dilakukan transformasi yaitu y = -2,5206 + 2,2576x atau ln w =
-2,5206 + 2,2576 ln L (R² = 87%). Persamaan tersebut menunjukkan ikan
kakaktua menjangan memiliki nilai b = 2,25. Artinya, ikan kakaktua menjangan
memiliki hubungan panjang berat alometrik negatif yaitu pertambahan berat
relatif lebih kecil dari pertambahan panjang. Model ini berlaku untuk kisaran
panjang 7 hingga 11,5 centimeter dan kisaran berat 5 hingga 23 gram. Gambar
4.9 dan Gambar 4.10 menunjukkan bahwa ikan yang digunakan sebagai ikan
rucah merupakan ikan yang masih dalam pertumbuhan, baik ikan kakaktua ijo
maupun ikan kakaktua menjangan.
Analisis Keragaman Ikan Rucah
Ikan rucah dipenuhi dengan 2 cara, yaitu melalui hasil tangkapan nelayan
itu sendiri dan membeli dari nelayan di luar kelompok sea farming. Nilai indeks
keragaman Shannon-Wiener dihitung untuk mengetahui komposisi keragaman
ikan yang digunakan sebagai ikan rucah. Adapun indeks keragaman ikan rucah di
Pulau Seribu disajikan dalam Gambar 4.11.
16
2.91
2.90
Indeks keragaman
2.89
2.88
2.87
Sea farming
2.86
Non sea farming
2.85
2.84
2.83
2.82
Sea farming
Non sea farming
Populasi
Gambar 4.11 Grafik indeks keragaman ikan rucah di Pulau Seribu
Nilai indeks keragaman Shannon-Wiener ikan rucah hasil tangkapan
nelayan sea farming adalah 2,85 sedangkan ikan rucah yang dibeli memiliki nilai
indeks keragaman 2,90. Nilai indeks keragaman tersebut menunjukkan angka
yang tidak jauh berbeda, namun nelayan sea farming yang membeli ikan rucah
dari nelayan lain memiliki nilai indeks keragaman lebih tinggi dari angka
keragaman hasil tangkapan nelayan sea farming.
Kebutuhan Ikan Rucah sebagai Sumber Pakan Utama
Rata-rata nelayan kelompok sea farming mengambil 400 benih kerapu
macan dan 300 benih kerapu bebek dari balai sea farming. Kebutuhan ikan rucah
dikelompokkan berdasarkan grade A dan grade B. Adapun kebutuhan ikan rucah
untuk pakan ikan kerapu macan dalam satu siklus budidaya dapat dilihat pada
Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Kebutuhan ikan rucah sebagai pakan ikan kerapu macan
Jumlah ikan
kerapu (ekor)
400
300
300
300
Total
Bobot
(kg/ekor)
0,05 - 0,10
0,10 - 0,25
0,25 - 0,30
0,30 - 0,40
Masa
pemeliharaan
kerapu
macan
(grade A)
(hari)
65
130
26
39
260
Kebutuhan
ikan rucah
per
hari
(kg)
3
4
6
8
21
Total
(kg)
195
520
156
312
1.183
Masa
pemeliharaan
kerapu
macan
(grade B)
(hari)
78
156
26
52
312
Kebutuhan ikan
rucah
per hari
(kg)
3
4
6
8
21
Total
(kg)
234
624
156
416
1.430
Grade C tidak digunakan dalam analisis kebutuhan ikan rucah karena
kondisi di lapang jarang menggunakan benih dengan kualitas grade c yang
merupakan kualitas benih dengan tingkat kematian tinggi. Kebutuhan ikan rucah
selama budidaya 400 ekor kerapu macan grade A menunjukkan 1.183 kilogram
17
dalam satu siklus (10 bulan) dan 1.430 kilogram pada kerapu macan grade B
dalam satu siklus (12 bulan). Adapun kebutuhan ikan rucah untuk pakan ikan
kerapu macan dalam satu siklus budidaya dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Kebutuhan ikan rucah sebagai pakan ikan kerapu bebek
Jumlah ikan
kerapu (ekor)
300
250
250
250
Total
Bobot
(kg/ekor)
0,05 - 0,10
0,10 - 0,25
0,25 - 0,30
0,30 - 0,40
Masa
pertumbuhan
kerapu bebek
(grade A)
(hari)
78
156
26
52
312
Kebutuhan
ikan rucah
per
Total
hari
(kg)
(kg)
3
234
4
624
6
156
8
416
21 1.430
Masa
pertumbuhan
kerapu bebek
(grade B)
(hari)
104
182
52
130
468
Kebutuhan ikan
rucah
per hari
(kg)
Total
(kg)
3
4
6
7,5
20,5
312
728
312
975
2.327
Kebutuhan ikan rucah bagi budidaya ikan kerapu bebek grade A
menunjukkan 1.430 kilogram dalam satu siklus (12 bulan) dan 2.327 kilogram
pada kerapu bebek grade dalam satu siklus dalam satu siklus (18 bulan) budidaya
di keramba jaring apung. Kebutuhan ikan rucah pada budidaya kerapu grade A
lebih sedikit dibanding kerapu grade B dalam satu siklus karena kualitas benih
grade A lebih baik dari grade B sehingga pertumbuhan ikan dengan kualitas
grade B lebih lama dibanding grade A. Kebutuhan ikan rucah dalam satu tahun
berbeda dengan kebutuhan ikan rucah selama satu siklus. Adapun kebutuhan ikan
rucah dalam satu tahun disajikan dalam Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Kebutuhan ikan rucah dalam budidaya
Jenis kerapu yang
dibudidaya
Kerapu macan grade A
Kerapu macan grade B
Kerapu bebek grade A
Kerapu bebek grade B
Masa pemeliharaan
(bulan/siklus)
10
12
12
18
Total kebutuhan
ikan rucah
(kg/siklus)
1.183
1.430
1.430
2.327
Total kebutuhan
ikan rucah
(kg/tahun)
1.419
1.430
1.430
1.551
Ketersediaan ikan rucah sangat mempengaruhi pertumbuhan ikan kerapu
yang dibudidaya karena ikan rucah merupakan sumber utama pakan kerapu.
Ketersediaan ikan rucah yang tidak dapat mencukupi kebutuhan ikan rucah dapat
menyebabkan ikan kerapu cenderung bersifat pemangsa sejenis (kanibal),
pertumbuhan yang tidak optimal dan rentan terhadap penyakit. Berdasarkan hasil
wawancara, hasil tangkapan nelayan sea farming dalam satu tahun disajikan
dalam Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Ketersediaan ikan rucah kelompok nelayan sea farming dalam satu
tahun per nelayan
Musim penangkapan
Barat
Timur
Peralihan
Jumlah
Hasil tangkapan (kg/tahun/nelayan)
468
572
624
1.664
18
Hasil tangkapan ikan rucah nelayan sea farming dalam setahun menujukkan
angka 1.664 kilogram. Artinya, ketersediaan ikan rucah dapat memenuhi
kebutuhan ikan rucah baik kerapu macan maupun kerapu bebek dalam setahun
yaitu 1.551 kilogram (Tabel 4.3). Budidaya ikan kerapu harus disesuaikan dengan
ketersediaan ikan rucah karena ikan rucah bergantung pada musim penangkapan.
Kebutuhan ikan rucah relatif lebih banyak pada masa budidaya bulan ke 3 hingga
bulan ke 8 untuk budidaya kerapu macan dan masa budidaya bulan ke 4 hingga
bulan ke 11 untuk budidaya kerapu bebek. Oleh karena itu, pada masa
pertumbuhan ikan kerapu yang membutuhkan ikan rucah lebih banyak, nelayan
harus memiliki stok ikan rucah yang cukup atau menyesuaikan budidaya pada
musim penangkapan ikan rucah yang baik. Ketersediaan ikan rucah berdasarkan
hasil tangkapan kelompok nelayan sea farming yang berjumlah 21 orang,
diperoleh 34.944 kilogram per tahun. Ikan kerapu yang dapat dibudidaya
berdasarkan ketersediaan ikan rucah disajikan dalam Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Maksimal budidaya kerapu (0,4 kilogram per ekor) dalam satu siklus
berdasarkan ketersediaan hasil tangkapan ikan rucah
Jenis kerapu yang
dibudidaya
Kerapu macan grade A
Kerapu macan grade B
Kerapu bebek grade A
Kerapu bebek grade B
FCR
9,85
11,91
14,30
23,27
Maksimal budidaya
(kg/tahun)
3.481
2.880
2.400
1.474
Maksimal budidaya
(kg/siklus)
2.901
2.880
2.400
2.212
Nelayan sea farming mampu membudidayakan ikan kerapu macan grade A
sebanyak 2.901 kilogram dan kerapu macan grade B sebanyak 2.880 kilogram,
sedangkan ikan kerapu bebek grade A sebanyak 2.400 kilogram dan kerapu bebek
grade B sebanyak 2.212 kilogram dalam satu siklus. Angka tersebut diperoleh
dari kebutuhan ikan rucah selama budidaya kerapu terhadap ketersediaan ikan
rucah sehingga konversi pakan kerapu dibutuhkan berkisar antara 9,85 hingga
23,27. Nilai FCR ini relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil studi
Effendi (2009) dimana konversi pakan kerapu yang diberi pakan rucah segar
dalam pembesaran keramba jaring apung mencapai 7 hingga 9. Hal ini terjadi
karena kurang efisiennya pemanfaatan ikan rucah sebagai pakan ikan dalam
budidaya kerapu. Nelayan sebaiknya memberikan pakan secara efisien agar ikan
rucah yang terbuang relatif berkurang.
Analisis Finansial Program Sea Farming
Analisis finansial usaha budidaya kerapu dalam sistem keramba jaring
apung di Kepulauan Seribu mencakup biaya yang dikeluarkan serta pendapatan
nelayan sea farming. Biaya yang dikeluarkan dalam analisis usaha berupa biaya
investasi keramba jaring apung yang merupakan biaya pembangunan keramba
jaring apung. Biaya investasi yang diperlukan dalam membangun keramba jaring
apung disajikan dalam Tabel 4.6.
19
Tabel 4.6 Biaya investasi keramba jaring apung (Rp)
Uraian KJA
Jumlah (satuan)
20 batang
1 gulung
21 buah
4 buah
7 kotak
Bambu
Tali
Drum
Jangkar
Jaring
Jumlah
Harga (Rp)
40.000
100.000
130.000
150.000
220.000
Total (Rp)
800.000
150.000
2.730.000
600.000
1.540.000
5.820.000
Biaya investasi pembangunan keramba jaring apung dengan ukuran 3x3
meter dengan 7 kotak keramba adalah Rp5.820.000,00. Biaya tetap merupakan
biaya yang pasti dikeluarkan setiap tahunnya walaupun kegiatan operasional
penangkapan ikan tidak berjalan. Biaya yang dikeluarkan nelayan sea farming
yang menangkap ikan rucah sendiri berupa biaya penyusutan dan biaya
pemeliharaan, baik unit penangkapan maupun unit budidaya sedangkan nelayan
yang membeli ikan rucah dari nelayan non sea farming mengeluarkan biaya
penyusutan dan pemeliharan keramba jaring apung. Uraian biaya tetap budidaya
kerapu macan dan kerapu bebek yang dikeluarkan nelayan sea farming dapat
dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Biaya tetap budidaya kerapu nelayan sea farming yang menangkap ikan
rucah sendiri (Rp)
Uraian
Biaya tetap (Rp)
Biaya penyusutan
Alat tangkap
Kapal
Mesin
KJA
Biaya pemeliharaan
500.000
352.000
470.000
1.164.000
Alat tangkap
Kapal
Mesin
KJA
Jumlah
1.000.000
600.000
100.000
520.000
4.706.000
Biaya tetap nelayan kelompok sea farming terdiri dari biaya penyusutan dan
biaya pemeliharan yang terdiri dari unit penangkapan (kapal, mesin dan alat
tangkap) yang digunakan untuk menangkap ikan rucah dan keramba jaring apung
yang digunakan dalam budidaya kerapu. Tabel 4.7 menunjukkan bahwa biaya
tetap dikeluarkan nelayan sea farming yang menangkap ikan rucah sendiri adalah
Rp4.706.000,00.
Biaya variabel nelayan kelompok sea farming yang menangkap ikan rucah
sendiri adalah biaya benih kerapu dan biaya operasi penangkapan ikan rucah.
Penangkapan ikan rucah menggunakan alat tangkap milik sendiri dengan
melakukan one day fishing dan lokasi fishing ground tidak jauh dari tempat
tinggal penduduk sehingga nelayan dapat membawa bekal dari rumah. Biaya
variabel yang dikeluarkan nelayan sea farming yang membeli ikan rucah dari
20
nelayan lain hanya mengeluarkan biaya pembelian benih kerapu. Adapun biaya
variabel yang dikeluarkan oleh nelayan usaha budidaya kerapu macan nelayan sea
farming dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8 Biaya variabel usaha budidaya kerapu macan dalam setahun (Rp)*
Uraian
Biaya operasional (Rp)
a
2.600.000
6.063.750
1.260.000
9.923.750
Benih kerapu macan
Solar
Ransum
Total
*
1 tahun=315 hari
a
Benih kerapu = 400 ekor
Biaya operasional usaha penangkapan ikan rucah yang dilakukan nelayan
sea farming selama budidaya kerapu macan adalah Rp9.923.750,00. Biaya
tersebut dikeluarkan berdasarkan unit penangkapan milik pribadi dan dioperasikan
tanpa memperhitungkan tenaga yang dikeluarkan. Adapun biaya variabel yang
dilakukan penangkapan ikan rucah yang dikeluarkan oleh oleh usaha budidaya
kerapu bebek nelayan sea farming dapat dilihat pada Tabel 4.
DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU, PROPINSI DKI
JAKARTA: ANALISIS PENANGKAPAN IKAN RUCAH
SEBAGAI PAKAN UTAMA
RHEKA ENDALIA MEINA
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keberlanjutan Program
Sea Farming di Perairan Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta: Analisis
Penangkapan Ikan Rucah sebagai Pakan Utama adalah benar karya saya sendiri
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013
Rheka Endalia Meina
NIM C44080060
ABSTRAK
RHEKA ENDALIA MEINA, C44080060. Keberlanjutan Program Sea Farming
di Perairan Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta: Analisis Penangkapan Ikan
Rucah sebagai Pakan Utama. Dibimbing oleh SUGENG HARI WISUDO dan
AM AZBAS TAURUSMAN.
Program peningkatan sumberdaya ikan kerapu macan dan kerapu bebek pada
program sea farming merupakan alternatif untuk meningkatkan produksi
perikanan laut dan perbaikan kondisi habitat pesisir. Pengembangan budidaya
kerapu dalam kegiatan sea farming membutuhkan ikan rucah sebagai pakan
utama. Ketersediaan ikan rucah nelayan sea farming diperoleh dari 2 sumber,
yaitu sumber pakan dari hasil tangkapan sendiri dan sumber pakan dari
pembelian. Nelayan sea farming menggunakan alat tangkap yang terdiri dari
pancing ulur, pancing nylon, bubu tambun dan gill net. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui karakteristik bioekologi ikan rucah, mengestimasi ketersediaan
dan kebutuhan sumberdaya ikan rucah serta pengetahuan mengenai kelayakan
usaha terpadu sea farming berbasis usaha penangkapan ikan rucah di Perairan
Kepulauan Seribu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 19 spesies ikan
yang digunakan sebagai ikan rucah. Nelayan yang memperoleh ikan rucah dari
hasil pembelian memiliki spesies paling beragam dibandingkan kelompok nelayan
sea farming yang menangkap ikan rucah sendiri. Usaha budidaya kelompok
nelayan sea farming dapat dikatakan layak karena berdasarkan parameter nilai
Revenue Cost (R/C > 1) ratio. Usaha budidaya kerapu kelompok nelayan sea
farming yang membeli ikan rucah sebagai pakan utama lebih menguntungkan
secara finansial daripada nelayan yang menangkap ikan rucah sendiri.
Kata kunci: ikan rucah, kerapu, Pulau Seribu, sea farming
ABSTRACT
RHEKA ENDALIA MEINA, C44080060. Sustainability of Sea Farming
Program in Seribu Islands, DKI Jakarta: A Catch Analysis of Trash Fish as Main
Feed.
Supervised by SUGENG HARI WISUDO and AM AZBAS
TAURUSMAN.
In order to improve the fish stock, rehabilitation of fish habitat and creating an
alternative income for local fishermen in Seribu Island, an integrated program of
sea farming has been developing by the local government and supported by
Center for Coastal and Marine Resources Studies (CCMRS/PKSPL) IPB. Brownmarbled grouper and humpback grouperhas been selected as the main farming
species for this program. The development of grouper aquaculture activites in sea
farming needs trash fish as main feed which is derived from fish by sea farming
fisherman group and by bought from the others fishermen. The main fishing
gears used by the sea farming fisherman’s group in Seribu Islands were fish hook,
nylon hook, trap and gill net. This study was conducted in order to investigate the
caracteristics of trash fish as a main feed for the sea farming program; to estimate
the avaibility and needs of the trash fish for the sea farming program; to evaluate
the feasibility of the integrated sea farming business of the trash fish basis in the
study area. The result showed that there were 19 species of trash fish has been
identified in the study area. The diversity of trash fish which caught by sea
farming fisherman’s groups was less than those on another fishermen group. The
avability of the trash fish in Seribu Island that caught by sea farming fishermen’s
group can fulfill the cultivation needs. Sea farming fishermean group was
profitable due to the high value of revenue cost ratio (R/C > 1). The financial
analysis indicated that the sea farming fishermen’s group who only bought the
trash fish was more profit than the group who caught the trash fish by them self.
Keywords: grouper, sea farming, Seribu Island, trash fish
KEBERLANJUTAN PROGRAM SEA FARMING
DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU, PROPINSI DKI
JAKARTA: ANALISIS PENANGKAPAN IKAN RUCAH
SEBAGAI PAKAN UTAMA
RHEKA ENDALIA MEINA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi
: Keberlanjutan Program Sea Farming di Perairan Kepulauan
Seribu, Propinsi DKI Jakarta: Analisis Penangkapan Ikan
Rucah sebagai Pakan Utama
Nama
: Rheka Endalia Meina
NRP
: C44080060
Program Studi
: Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui oleh
Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si.
Pembimbing I
Dr. Am Azbas Taurusman, S.Pi., M.Si.
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc.
Ketua Departemen
Tanggal lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2012 sampai Desember 2012 ini
ialah sea farming, dengan judul Keberlanjutan Program Sea Farming di Perairan
Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta: Analisis Penangkapan Ikan Rucah
sebagai Pakan Utama.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si.
dan Dr. Am Azbas Taurusman, S.Pi., M.Si. selaku pembimbing atas segala arahan
dan bimbingannya. Terima kasih penulis ucapkan kepada Vita Rumanti
Kurniawati, S.Pi., MT sebagai Komisi Pendidikan Departemen PSP atas sarannya
terhadap skripsi ini dan Dr. Nimmi Zulbainarni, S.Pi., M.Si sebagai dosen
penguji. Terima kasih kepada Mama, Rico Very dan Tri Suhada atas doa,
perhatian, semangat serta dukungannya. Terima kasih kepada Pak May, Ibu May,
Pak Leo, Pak Nawawi, Bang Dedi, Dede, Bu Solehah, Bang Boma, Pak Leman,
Fristi M. Pardede, Arif Nugraha, Ani Rismayani, Imelda, Anggara Bayu Aji, Dwi
Putra Yuwandana, Ristiani dan Lestari Febriyeni yang sangat berperan dalam
penelitian dan penulisan. Kegiatan survei lapangan studi lapangan ini mendapat
dukungan dari Proyek Program Iptek bagi Masyarakat Direktorat Jenderal
Pendidikan
Tinggi
Kementerian
Pendidikan
Nasional
Nomor
258/SP2H/KPM/DIT.LITABMAS/VII/2012, dengan judul IbM Restocking
Teripang dan Restorasi Ekosistem Lamun, untuk ini penulis mengucapkan terima
kasih.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2013
Rheka Endalia Meina
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Alat dan Bahan Penelitian
Metode Pengambilan data
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sea Farming di Pulau Seribu
Sumber Pakan Program Sea Farming
Analisis Panjang Berat Ikan Rucah
Analisis Keragaman Ikan Rucah
Kebutuhan Ikan Rucah sebagai Sumber Pakan Utama
Analisis Finansial Program Sea Farming
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
xi
xii
1
1
1
2
3
3
3
3
3
7
7
9
13
15
16
19
23
25
27
x
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Kebutuhan ikan rucah sebagai pakan ikan kerapu macan
Kebutuhan ikan rucah sebagai pakan ikan kerapu macan
Kebutuhan ikan rucah dalam budidaya
Ketersediaan ikan rucah kelompok nelayan sea farming dalam satu
tahun per nelayan
Maksimal budidaya kerapu (0,4 kilogram per ekor) dalam satu siklus
berdasarkan ketersediaan hasil tangkapan ikan rucah
Biaya investasi keramba jaring apung (KJA)
Biaya tetap budidaya kerapu nelayan sea farming yang menangkap
ikan rucah sendiri
Biaya variabel usaha penangkapan ikan rucah selama budidaya kerapu
macan dalam setahun
Biaya variabel usaha penangkapan ikan rucah selama budidaya kerapu
bebek dalam setahun
Nilai produksi hasil panen budidaya kerapu
Analisis usaha oleh kelompok nelayan budidaya kerapu macan
Analisis usaha oleh kelompok nelayan budidaya kerapu bebek
16
17
17
17
18
19
19
20
20
21
21
21
DAFTAR GAMBAR
1 Program sea farming yang dilaksanakan di Kepulauan Seribu
2 Ikan kerapu macan (a) dan kerapu bebek (b) yang dibudidayakan
pada program sea farming
3 Konstruksi pancing ulur (a), pancing nylon (b), bubu (c), dan gill net
(d) yang digunakan nelayan sea farming di Kelurahan Pulau Panggang
4 Komposisi hasil tangkapan ikan rucah nelayan sea farming
5 Jenis sampel ikan rucah yang dibeli nelayan sea farming
6 Sampel hasil tangkapan nelayan sea farming berdasarkan ukuran (a)
dan bobot (b)
7 Sampel hasil tangkapan cendro berdasarkan ukuran (a) dan bobot (b)
8 Sampel ikan rucah yang dibeli nelayan sea farming berdasarkan
ukuran (a) dan bobot (b)
9 Hubungan panjang berat (a) dan regresi linear (b) kakaktua ijo
10 Hubungan panjang berat (a) dan regresi linear (b) kakaktua menjangan
7
9
10
11
12
12
13
14
14
15
xi
11
Grafik indeks keragaman ikan rucah di Pulau Seribu
16
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
xii
Bioekologi ikan rucah yang digunakan sebagai pakan alami ikan
kerapu
Grafik hubungan panjang berat ikan rucah
29
34
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sea farming merupakan sistem pemanfaatan ekosistem laut dangkal berbasis
usaha ekonomi budidaya kelautan yang memanfaatkan lahan di sekitar pantai
atau laut sesuai dengan kondisi kegiatan budidaya perikanan laut. Kegiatan sea
farming telah dikembangkan di Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu,
Propinsi DKI Jakarta selama lebih dari lima tahun terakhir telah bekerja sama
dengan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor
(PKSPL-IPB). Konsep sea farming telah mengalami beberapa perubahan
semenjak konsep awal diterapkan, dimana kegiatan bukan hanya penebaran bibit
ikan tetapi lebih kepada peningkatan pendapatan masyarakat dalam usaha
ekonomi serta perbaikan kualitas sumberdaya dan lingkungan laut di wilayah sea
farming. Penerapan konsep sea farming dalam upaya mengembangkan suatu
kawasan tertentu dibuat khusus dengan menggunakan jaring apung dan berbagai
teknik budidaya lainnya sehingga kegiatan tersebut dapat dengan mudah dikontrol
serta diikuti dengan program peningkatan stok ikan (stock enhancement) maupun
perbaikan kualitas lingkungan pesisir dan laut (PKSPL, 2010).
Program peningkatan sumberdaya ikan sea farming dipandang dapat
dijadikan alternatif untuk meningkatkan produksi ikan laut dan kualitas ekosistem
perairan. Program yang memiliki tujuan menjaga kelestarian sumberdaya ikan di
Pulau Seribu, Provinsi DKI Jakarta ini memilih ikan kerapu sebagai komoditas
budidaya dalam sistem keramba jaring apung. Pengembangan budidaya ikan
kerapu dalam kegiatan sea farming membutuhkan ikan rucah sebagai pakan
utama. Ketersediaan ikan rucah diperoleh dari hasil tangkapan nelayan sekitar,
baik hasil tangkapan nelayan sea farming maupun hasil tangkapan sampingan
nelayan non sea farming. Namun belum ada penelitian yang dilakukan untuk
mengevaluasi ketersediaan ikan rucah sebagai pakan utama dalam kegiatan sea
farming. Beberapa penelitian terkait dengan kegiatan sea farming dan budidaya
ikan kerapu telah dilakukan antara lain pemeliharaan ikan kerapu bebek
(chromileptes altivelis) yang diberi pakan pelet dan ikan rucah di keramba jaring
apung (Fauzi, 2008), pembesaran kerapu bebek di keramba jaring apung
(Ghufran, 2005), budidaya ikan laut di keramba jaring apung (Ghufran, 2001),
pembesaran keramba jaring apung (Kordi, 2005), pengaruh penggunaan jenis
umpan terhadap hasil tangkapan ikan karang pada alat tangkap bubu (trap) di
kepulauan seribu (Mawardi, 2001), jenis umpan untuk bubu laut (Rahardjo dan
Linting, 1993), pendekatan terpadu pengkayaan stok dan sea ranching untuk
menjamin keberlanjutan sumberdaya perikanan tangkap (Taurusman, 2012).
Ketersediaan ikan rucah yang belum diketahui dapat berpotensi menghambat
keberlanjutan program ini. Berdasarkan hal tersebut, maka dianggap perlu adanya
estimasi keragaman dan ketersedian sumberdaya ikan rucah di Kepulauan Pulau
Seribu. Ikan rucah terpenuhi dengan 2 cara, yaitu dengan hasil tangkapan nelayan
yang melakukan budidaya ikan kerapu (nelayan sea farming) dan membeli ikan
rucah dari hasil tangkapan sampingan nelayan non sea farming. Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa perlu adanya pengetahuan mengenai kelayakan usaha
2
penangkapan ikan rucah sebagai pakan utama terhadap keberlanjutan kegiatan sea
farming di Perairan Kepulauan Seribu.
Tujuan Penelitian
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini, adalah:
1) Menjelaskan karakteristik bioekologi ikan rucah yang digunakan pada kegiatan
sea farming di Pulau Seribu;
2) Mengestimasi ketersedian dan kebutuhan sumberdaya ikan rucah di perairan
Pulau Seribu dalam mendukung keberlanjutan kegiatan sea farming;
3) Menghitung kelayakan usaha terpadu sea farming berbasis usaha penangkapan
ikan rucah di Perairan Kepulauan Seribu.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada nelayan
dan pemerintah atau pengelola sumberdaya ikan mengenai pemanfaatan
sumberdaya ikan rucah dalam mendukung keberlanjutan program sea farming di
Perairan Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta. Selain itu, hasil penelitian ini
dapat menjadi informasi ilmiah tentang karakteristik bioekologis ikan rucah,
kegiatan penangkapan dan budidaya dalam program sea farming di lokasi
tersebut.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian pendahuluan dilakukan pada bulan April 2012 untuk memperoleh
informasi awal tentang kondisi lokasi studi lapangan.
Penelitian utama
dilaksanakan pada bulan Juli-Desember 2012 di perairan Kepulauan Seribu,
Jakarta.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, alat tulis, papan
ukur dan timbangan digital.
Metode Penelitian
Metode pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode purposive sampling. Metode ini dilakukan dengan cara
mengambil sampel secara sengaja yang mewakili populasi sehingga tujuan yang
diinginkan tercapai. Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer meliputi, jenis, jumlah individu, biomassa hasil tangkapan,
panjang dan berat ikan rucah dan data unit penangkapan ikan rucah dan jaring
apung. Data sekunder meliputi, keadaan umum lokasi penelitian, kondisi dan
data jumlah keramba jaring apung di perairan Kepulauan Seribu.
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penangkapan ikan rucah
terhadap pengembangan program sea farming di perairan Kepulauan Seribu maka
dilakukan pengamatan langsung dan wawancara. Pengamatan langsung dilakukan
terhadap jumlah dan ukuran hasil tangkapan ikan rucah untuk kebutuhan sea
farming di perairan Kepulauan Seribu.
Wawancara dilakukan dengan
menggunakan kuesioner terhadap 15 responden yang mewakili nelayan budidaya,
nelayan penangkapan, petugas sea farming dan Dinas Perikanan di Kelurahan
Pulau Panggang. Penelitian ini dilakukan dengan mengkaji suplai, kebutuhan dan
analisis keragaman ikan rucah yang meliputi alat tangkap, musim (waktu) dan
bioekologi ikan berdasarkan spesies, ukuran maupun alat tangkap yang
digunakan.
Analisis Data
Konversi Pakan
Konversi pakan diartikan sebagai kemampuan spesies akuakultur mengubah
pakan menjadi daging.
Artinya, jumlah pakan yang dibutuhkan untuk
menghasilkan 1 kilogram daging ikan kerapu atau rasio antara bobot ikan rucah
yang dibutuhkan dan bobot daging ikan kerapu yang diproduksi atau feed
conversion ratio (FCR). Semakin rendah nilai konversi pakan ikan kerapu,
semakin sedikit ikan rucah yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kilogram
daging ikan kerapu (Effendi, 2009). Untuk menghitung nilai FCR dalam
budidaya ikan kerapu digunakan persamaan 1.
��� =
����� �����
����� ������ ����
.……………………………………...……….. (1)
4
Analisis Panjang dan Berat
Hubungan panjang berat digunakan untuk memperkirakan panjang dari ikan
yang memiliki berat tertentu atau memperkirakan berat dari panjang tertentu.
Selain itu, hubungan panjang berat sangat bermanfaat untuk menentukan sifat
pertumbuhan ikan, terutama untuk melihat apakah berat ikan tumbuh secara
proporsional dengan pertambahan panjang ikan yang menyatakan kualitas ukuran
atau berat yang diinginkan, misalnya 3 ekor per kilogram (Sondita, 2010). Berat
ikan dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjangnya. Ikan tumbuh dimana
bentuk tubuh, panjang dan beratnya selalu berubah, maka untuk menghitung
panjang dan berat ikan rucah digunakan persamaan 2 (Effendie, 1979).
� = ��� .......……………………………………...………..................... (2)
dimana:
a dan b adalah konstanta
Logaritma persamaan tersebut menjadi Ln W = Ln a + b Ln L dengan dasar
perhitungannya berdasarkan regresi. Nilai a dan b ditentukan dari persamaan
tersebut, sedangkan nilai W (berat ikan) dan L (panjang ikan) diperoleh dari hasil
pengukuran (Effendie 1979). Analisis panjang dan berat ikan
ini dilakukan menggunakan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel. Nilai b
sebagai penduga kedekatan hubungan antara panjang dan berat dihitung dengan
kriteria:
1) Nilai b = 3, merupakan hubungan yang isometrik (pertambahan berat seimbang
dengan pertambahan panjang);
2) Nilai b > 3, merupakan hubungan alometrik positif (pertambahan berat relatif
lebih besar dari pertambahan panjang);
3) Nilai b < 3, merupakan hubungan alometrik negatif (pertambahan berat relatif
lebih kecil dari pertambahan panjang)
Analisis Keragaman
Nilai indeks keragaman (diversity) Shannon-Wiener (H’) digunakan untuk
mengetahui komposisi hasil tangkapan dari jumlah ikan rucah yang tertangkap
dan proporsi jumlah spesies dari sampel hasil tangkapan ikan rucah yang
digunakan sebagai pakan ikan kerapu. Untuk perhitungan indeks ShannonWiener digunakan persamaan 3.
� = − ∑��=1 �� ���2 ��.................................………………...……….... (3)
Keterangan:
H’
= Indeks keragaman Shannon-Wiener
s
= Jumlah spesies hasil tangkapan ikan rucah; dan
pi
= Proporsi jumlahspesies ke-i terhadap jumlah total sampel ikan rucah
yang dihitung.
5
Analisis Finansial
Menurut Gray et al. (1992), analisis finansial bersifat analisis tentang arus
dana dan terdapat dua jenis perkiraan, yaitu perhitungan rugi laba dan neraca
dalam usaha tersebut. Perhitungan rugi laba ini menggambarkan semua
penerimaan dan pengeluaran yang dilakukan nelayan selama jangka waktu
tertentu. Peluang pengembangan suatu usaha tidak terlepas dari pertimbangan
ekonomi, seperti besar keuntungan dan lama waktu pengembalian investasi.
Analisis usaha dalam bidang perikanan merupakan pemeriksaan keuangan untuk
mengetahui keberhasilan selama usaha perikanan berlangsung (Rahardjo dan
Linting, 1993). Analisis usaha program sea farming yang dilakukan terdiri atas
analisis keuntungan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya, break event
point (titik impas), return of investment (keuntungan) dan payback period (waktu
pengembalian modal) (Nurmalita et al., 2010).
Analisis keuntungan usaha/pendapatan kerja (�) Keuntungan merupakan
jumlah nominal usaha keramba jaring apung yang dijalankan dan selisih antara
total pemasukan yang diterima dengn total pengeluaran yang dikeluarkan.
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen input dan output
yang terlibat dalam usaha dan besar keuntungan (π) yang diperoleh dari usaha
budidaya yang dilakukan dengan menggunakan persamaan 4.
� = �� − �� …………………...………………………………...…… (4)
Keterangan:
� = keuntungan atau pendapatan usaha kelompok nelayan sea farming
TR = total penerimaan (total revenue) nelayan
TC = total biaya (total cost) yang dikeluarkan nelayan
Kriteria:
Jika total penerimaan > total biaya, maka usaha kelompok nelayan sea farming
layak untuk dilanjutkan
Jika total penerimaan < total biaya, maka usaha kelompok nelayan sea farming
tidak layak untuk dilanjutkan
Jika total penerimaan = total biaya, maka usaha kelompok nelayan sea farming
tidak untung dan tidak rugi atau impas
Revenue Cost Ratio (R/C) Analisis ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana
hasil yang diperoleh nelayan dari kegiatan usaha kelompok nelayan sea farming
selama periode kegiatan budidaya kerapu selama periode tertentu (1 tahun) cukup
menguntungkan (Nurmalitaet al., 2010).
Analisis ini dihitung dengan
menggunakan persamaan 5.
�/� =
��
��
……...…………………………………..…………………… (5)
6
apabila:
R/C > 1,
maka kegiatan usaha kelompok nelayan sea farming menguntungkan
sehingga usaha tersebut layak untuk dilanjutkan;
R/C < 1, maka kegiatan usaha kelompok nelayan sea farming rugi sehingga
usaha tersebut tidak layak untuk dilanjutkan;
TR = TC, maka kegiatan usaha kelompok nelayan sea farming tidak untung
maupupun rugi atau usaha tersebut berada dalam titik impas.
Break Event Point (BEP) BEP merupakan suatu alat yang sering digunakan oleh
manajemen dalam pengambilan keputusan atas masalah yang berkaitan dengan
harga, biaya, volume produksi dan penjualan, serta keuntungan budidaya kerapu
sistem keramba jaring apung dalam program sea farming. Analisis ini dihitung
dengan menggunakan persamaan 6.
����� �����
��� =
1−
����� ��������.…………………………………….…………...
���������
(6)
Return of Investment (ROI) Return of Investment (ROI) merupakan nilai
keuntungan yang diperoleh nelayan dari setiap jumlah uang yang diinvestasikan
dalam periode waktu tertentu dalam kegiatan usaha budidaya kerapu, yaitu
dihitung dengan menggunakan persamaan 7.
���� ���ℎ� (��)
��� =
………………………………………………. (7)
����� ���ℎ� (��)
Payback Period (PP) Payback Period adalah tingkat pengembalian modal atau
lamanya waktu yang digunakan untuk menutupi kembali biaya investasi usaha
budidaya kerapu, dihitung dengan menggunakan persamaan 8.
�� =
1
��
……………………….……………………………………… (8)
dimana:
PP = Payback Period
LB = Laba bersih/keuntungan nelayan
I = Jumlah investasi yang ditanam nelayan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sea Farming di Pulau Seribu
Menurut Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir Lautan, Institut Pertanian Bogor
(PKSPL-IPB, 2010), sea farming adalah kegiatan pemanfaatan lahan di sekitar
pantai atau laut yang sesuai dengan kondisi kegiatan budidaya perikanan laut.
Program sea farming di Kelurahan Pulau Panggang sudah berkembang sejak
tahun 2002 hingga sekarang. Program yang dibina oleh PKSPL-IPB ini sangat
bermanfaat bagi nelayan sebagai alternatif pekerjaan bagi nelayan karena kurang
maksimalnya hasil tangkapan yang sangat bergantung pada cuaca. Selain itu,
program peningkatan sumberdaya ikan sea farming juga dapat meningkatkan
produksi ikan kerapu demi memenuhi permintaan pasar. Program sea farming
yang dilakukan pada saat penelitian terdiri dari model kelembagaan yang meliputi
2 sub-sistem, sub-sistem pertama terdiri dari balai sea farming Karang Congkak,
dan sub-sistem yang kedua terdiri dari balai sea farming Semak Daun. Balai sea
farming Karang Congkak berfungsi untuk pembesaran induk kerapu untuk
menghasilkan benih agar dalam program sea farming kualitas dan ketersediaan
benih kerapu dapat terjaga. Namun hingga saat ini induk kerapu belum dapat
memijah sehingga ketersediaan benih masih bergantung pada pemasokan dari
luar. Balai sea farming Semak Daun berfungsi sebagai tempat penampungan
benih kerapu yang datang, kemudian benih tersebut dibagikan kepada anggota
kelompok sea farming. Pembagian dilakukan dengan cara memberikan benih
kepada kelompok sea farming yang datang ke Balai Semak Daun. Benih yang
diambil akan dicatat berdasarkan jumlah dan panjang benih yang kemudian akan
dibayar pada saat nelayan panen. Alur pengembangan yang kini diterapkan di
Kepulauan Seribu dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Program sea farming yang dilaksanakan di Kepulauan Seribu pada
saat penelitian
Harga benih kerapu macan adalah Rp1.300,00 per centimeter sedangkan
benih kerapu bebek sekitar Rp2.600,00 per centimeter. Perbedaan harga tersebut
8
sesuai dengan harga jual ikan kerapu macan Rp140.000,00 per kilogram dan
kerapu bebek Rp400.000,00 per kilogram. Nelayan yang mengalami gagal panen
atau mengalami musibah lain akan diberikan keringanan oleh kelembagaan sea
farming berdasarkan keputusan bersama melalui pertemuan kelompok.
Pembentukan kelompok sea farming ini dilakukan karena hasil tangkapan
nelayan Kelurahan Pulau Panggang semakin menurun. Masyarakat setempat
dilibatkan langsung dalam pemberian informasi sekaligus sebagai pelaku
budidaya dalam program sea farming sistem keramba jaring apung di Kelurahan
Pulau Panggang ini. Masyarakat yang menjadi kelompok sea farming harus
memenuhi syarat yang terdiri dari adanya minat terhadap budidaya, memiliki
keramba dan mengikuti pelatihan budidaya yang diberikan oleh PKSPL-IPB.
Kelompok sea farming akan mendapat pinjaman benih yang nantinya dibayar
setelah panen sesuai jumlah dan ukuran benih yang diambil dari Balai sea farming
Semak Daun. Jumlah anggota kelompok sea farming yang masih aktif hingga
sekarang adalah 26 orang.
Komoditas utama keramba jaring apung dalam program sea farming adalah
ikan kerapu. Kualitas benih kerapu sangat mempengaruhi tingkat kematian ikan
kerapu pada saat dibudidaya.
Kualitas benih yang kurang baik dapat
mengakibatkan angka kematian ikan kerapu tinggi sehingga pemilihan kualitas
benih sangat penting. Pada umumnya, kualitas benih kerapu dibagi menjadi tiga
jenis, yaitu grade A, grade B dan grade C. Grade A merupakan kualitas benih
yang paling baik, grade B kualitas benih yang baik, dan grade C kualitas benih
yang kurang baik. Kualitas benih tidak dapat terkontrol menyebabkan angka
kematian yang tinggi dan membuat PKSPL-IPB mengambil kebijakan
menghasilkan benih kerapu sendiri dengan upaya pembesaran induk kerapu dari
ukuran 500 gram kerapu yang kini telah mencapai 5-6 kilogram kerapu macan dan
3-4 kilogram kerapu bebek.
Ketersediaan benih di balai Semak Daun masih bergantung dari pemasokan
Bali dan Lampung. Benih kerapu macan dapat mencapai 3.000 hingga 5.000
ekor, sedangkan benih kerapu bebek dapat mencapai 2.000 hingga 3.000 ekor
dengan ukuran 5 sampai 6 centimeter. Harga benih kerapu macan Rp1.300,00 per
centimeter dan harga benih kerapu bebek Rp2.600,00 per centimeter. Nelayan
kelompok sea farming mengambil benih di Balai sea farming Semak Daun,
kemudian dicatat oleh petugas sea farming sehingga nelayan dapat melakukan
pembayaran setelah panen sebanyak jumlah dan ukuran benih yang diambil.
Benih yang masih ada di balai akan dijual secara tunai kepada nelayan yang bukan
kelompok sea farming. Apabila benih tersebut tetap masih ada di balai, maka
benih tersebut akan dibesarkan di balai itu sendiri hingga mencapai ukuran
konsumsi dan hasil penjualan akan masuk ke kas kelembagaan. Kerapu macan
(Epinephelus fuscoguttatus) dan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) menjadi
komoditas utama dalam sistem sea farming di perairan Kelurahan Pulau
Panggang. Adapun komoditas utama budidaya dalam sistem keramba jaring
apung dapat dilihat pada Gambar 4.2.
9
(a)
(b)
Gambar 4.2 Ikan kerapu macan (a) dan kerapu bebek (b) yang dibudidayakan
pada program sea farming
Pada saat penelitian, berdasarkan info dari supplier dan nelayan, harga ikan
kerapu macan saat itu berkisar antara Rp140.000,00 per kilogram dan kerapu
bebek berkisar Rp400.000,00 per kilogram. Ikan ini memiliki daging yang lezat,
bergizi tinggi, dan mengandung asam lemak tak jenuh. Permintaan pasar
domestik dan ekspor pun cukup tinggi bahkan cenderung meningkat. Untuk itu
usaha budidaya ikan kerapu jenis ini semakin banyak dilakukan terutama di
sekitar perairan Pulau Panggang. Ikan kerapu yang telah berukuran 0,4 – 0,5
kilogram per ekor akan diekspor ke Malaysia, Singapura, Taiwan, Vietnam,
Philipina, Hongkong dan Cina melalui pedagang perantara.
Sumber Pakan Pada Program Sea Farming
Ikan rucah adalah pakan utama yang digunakan dalam budidaya kerapu
karena harga ikan rucah relatif murah dan lebih berkualitas sebagai pakan ikan
kerapu dibanding pakan buatan pabrik (pelet). Kualitas ikan rucah sangat
mempengaruhi pertumbuhan ikan kerapu yang dibudidaya mengingat ikan kerapu
merupakan komoditas yang sensitif terhadap penyakit. Oleh karena itu, kualitas
ikan rucah harus tetap baik dengan tidak menyimpannya terlalu lama dari waktu
penangkapan. Ketersediaan ikan rucah nelayan sea farming diperoleh dari 2
sumber, yaitu hasil tangkapan oleh nelayan sea farming itu sendiri dan membeli
dari nelayan non sea farming. Ikan rucah yang digunakan nelayan terdiri dari 19
spesies, yaitu ikan selar (Selaroides leptolepis), renyok (Stolephorus tri), cendro
(Tylosurus strongylura), kakaktua merah (carus niger), kakaktua kekang (Scarus
dimidiatus), kakaktua ijo (Scarus quoyi), kakaktua menjangan (Scarus
gymnognathus), pasir (Caesio caerulaureus), pisang merah (Caesio chrysozona),
ekor kuning (Caesio cuning), kakap emas (Lutjanus mizenkoi), kadal salmo
(Synodus variegatus), betok putih (Dascyllus trimaculatus), betok hitam
(Neoglyphidodon carlsoni), betok kuning (Pomacentrus molluccensis), sersan
bengal (Abudefduf bengalensis), sersan mayor (Abudefduf sexfasciatus), tembang
(Sardinella fimbriata) dan lencam (Lethrinus reticulatus) (Lampiran 1).
Sumber Pakan Mandiri
Nelayan kelompok sea farming terdiri dari 26 orang dan 21 diantaranya
menangkap ikan rucah sendiri. Kapal yang digunakan merupakan kapal
berukuran 105 PK dan menggunakan alat tangkap seperti pancing ulur, pancing
nylon, bubu dan gill net. Adapun alat tangkap yang digunakan nelayan sea
farming disajikan pada Gambar 4.3.
10
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 4.3 Konstruksi pancing ulur (a), pancing nylon (b), bubu (c), dan
gill net (d) yang digunakan nelayan sea farming di Kelurahan
Pulau Panggang
Nelayan sea farming pada umumnya memiliki 5 hingga 10 pancing ulur.
Alat tangkap ini digunakan untuk menangkap ikan-ikan karang dengan ukuran
mata pancing yang kecil dan menggunakan cacing atau potongan ikan kecil
sebagai umpan. Pancing nylon merupakan alat tangkap yang digunakan untuk
menangkap ikan cendro. Alat tangkap ini merupakan seutas tali yang dibentuk
simpul dan dapat mengecil jika ikan terjerat ke dalam simpul. Pancing nylon
dioperasikan dengan kapal yang bergerak sehingga simpul benang nylon seakanakan menyerupai ikan dan cendro memakan benang sehingga terjerat ke dalam
simpul. Bubu dan gill net dioperasikan secara pasif, dimana bubu dioperasikan
11
dengan merendam di dasar perairan berkarang, sedangkan gill net dipasang tegak
lurus terhadap arus perairan. Hasil tangkapan diambil pada keesokan harinya dan
setelah mengambil hasil tangkapan, nelayan kembali merendam bubu, sedangkan
gill net diperiksa apabila ada jaring yang rusak maka segera diperbaiki dan
kemudian dipasang kembali untuk memenuhi kebutuhan ikan rucah keesokan
harinya.
Nelayan melaut setiap hari (kecuali hari jumat) untuk menangkap ikan rucah
dengan menggunakan kapal dan alat tangkap pribadi. Nelayan menyimpan stok
ikan rucah untuk memenuhi kebutuhan ikan rucah pada hari jumat dengan
memaksimalkan hasil tangkapan pada hari sebelumnya. Adapun komposisi hasil
tangkapan ikan rucah yang dilakukan nelayan kelompok sea farming disajikan
dalam grafik pada Gambar 4.4.
140
Jumlah Individu (ekor)
120
100
80
60
40
20
0
Cendro
Ekor
kuning
Selar
Renyok Tembang Lencam Kakaktua Sersan
ijo
mayor
Jenis ikan
Gambar 4.4 Komposisi hasil tangkapan ikan rucah nelayan sea farming
Komposisi hasil tangkapan utama nelayan sea farming yang paling banyak
tertangkap adalah sersan mayor dan yang paling sedikit tertangkap adalah ikan
ekor kuning. Menurut nelayan sea farming, dari semua jenis ikan yang ditangkap,
jenis ikan cendro dan ikan renyok merupakan jenis ikan yang paling baik
digunakan sebagai pakan ikan kerapu. Kepadatan daging dari kedua jenis ikan
tersebut sangat disukai ikan kerapu sehingga jika dijadikan sebagai ikan rucah,
maka ikan kerapu yang dibudidaya sangat lahap memangsa pakan alami tersebut
dan pertumbuhan ikan kerapu menjadi sangat baik.
Sumber Pakan dengan Membeli
Nelayan sea farming membeli ikan rucah dari hasil tangkapan sampingan
nelayan non sea farming yang dijual dengan harga Rp3.000,00 hingga Rp7.000,00
per kilogram. Adapun jenis ikan yang dibeli nelayan sea farming dari hasil
tangkapan nelayan non sea farming disajikan Gambar 4.5.
Jumlah individu (ekor)
12
260
240
220
200
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
Jenis ikan
Gambar 4.5 Jenis sampel ikan rucah yang dibeli nelayan sea farming
Jenis sampel ikan yang digunakan sebagai rucah menunjukkan bahwa ikan
kakaktua menjangan merupakan jenis ikan yang mendominasi dan komposisi ikan
betok putih merupakan jenis ikan paling sedikit dijadikan sebagai ikan rucah.
Ikan tersebut dibeli oleh nelayan sea farming dari hasil tangkapan sampingan
nelayan di luar sea farming di Kelurahan Pulau Panggang.
Analisis Panjang Berat Ikan Rucah
Nelayan sea farming yang menangkap ikan rucah sendiri menganggap
bahwa berbagai jenis dan ukuran ikan yang tertangkap akan dijadikan sebagai
pakan ikan kerapu yang dibudidaya. Nelayan penjual ikan rucah menganggap
bahwa ikan rucah merupakan ikan yang terdiri dari berbagai ukuran yang dipilih
berdasarkan kasat mata. Adapun ukuran dan bobot sampel hasil tangkapan
nelayan sea farming disajikan dalam Gambar 4.6.
250
25
Sersan mayor
Renyok
200
20
Selar
15
Berat (g)
Panjang (cm)
Ekor kuning
10
150
Tembang
Lencam
100
Kakaktua ijo
50
5
0
0
0
50
100
Sampel ikan yang ke-
(a)
150
0
50
100
150
Sampel ikan yang ke-
(b)
Gambar 4.6 Sampel hasil tangkapan nelayan sea farming berdasarkan ukuran (a)
dan bobot (b)
13
800
74
73
72
71
70
69
68
67
66
65
64
700
600
Berat (g)
Panjangg (cm)
Ikan rucah yang berukuran besar akan dipotong kecil-kecil agar sesuai
dengan bukaan mulut ikan kerapu. Sampel hasil tangkapan nelayan sea farming
terdiri dari sersan mayor, renyok, ekor kuning, selar, tembang, lencam, dan
kakaktua ijo. Ikan-ikan tersebut memiliki panjang tubuh yang bervariasi berkisar
antara 7 hingga 21 centimeter, sedangkan bobot berkisar antara 9 hingga 225
gram. Jenis lain yang tertangkap adalah ikan cendro. Cendro merupakan ikan
yang memiliki ukuran dan bobot paling besar dari jenis rucah yang lain. Adapun
ukuran dan bobot sampel hasil tangkapan ikan cendro disajikan dalam Gambar
4.7.
500
400
Cendro
300
200
100
0
0
20
40
Sampel ikan yang ke-
(a)
60
0
20
40
60
Sampel ikan yang ke-
(b)
Gambar 4.7 Sampel hasil tangkapan cendro berdasarkan ukuran (a) dan bobot (b)
Cendro yang diperoleh dari hasil tangkapan nelayan sea farming memiliki
ukuran berkisar antara 65 hingga 75 centimeter, sedangkan bobot berkisar antara
500 hingga 700 gram. Ukuran dan bobot cendro yang berbeda dengan jenis rucah
lainnya harus dipotong-potong terlebih dahulu agar sesuai dengan bukaan mulut
kerapu yang dibudidaya. Hal itu tidak membuat nelayan beralih menangkap jenis
lain karena daging cendro yang padat membuat ikan kerapu dengan cepat melahap
ikan tersebut sehingga pertumbuhan ikan kerapu lebih baik.
Jenis ikan rucah yang berasal dari hasil beli nelayan sea farming terdiri dari
kakaktua merah, kakaktua kekang, kakaktua ijo, kakaktua menjangan, pasir,
pisang merah, kakap emas, kadal salmo, betok putih, betok hitam, betok kuning,
sersan bengal, sersan mayor, tembang, selar dan lencam. Sampel ikan rucah
tersebut 7 hingga 25 centimeter, sedangkan bobot berkisar antara 5 hingga 105
gram. Hasil tangkapan nelayan, baik hasil tangkapan sendiri maupun yang dibeli
dari luar nelayan sea farming terdiri dari 19 spesies ikan yang digunakan sebagai
ikan rucah. Hasil tangkapan tersebut memiliki panjang dan berat yang bervariasi.
Panjang berkisar antara 7 hingga 75 centimeter, sedangkan berat ikan berkisar
antara 5 hingga 700 gram. Adapun ukuran dan bobot sampel ikan rucah yang
dibeli nelayan sea farming disajikan dalam Gambar 4.8.
14
25
Kakaktua merah
120
Kakaktua kekang
Kakaktua
menjangan
Pasir
80
15
Berat (g)
Panjang (cm)
Kakaktua ijo
100
20
10
Pisang merah
Kakap emas
60
Kadal salmo
Betok putih
40
Betok hitam
5
Betok kuning
20
Sersan bengal
0
0
0
100
200
300
Sersan mayor
0
100
Sampel ikan yang ke-
200
300
Sampel ikan yang ke-
(a)
(b)
Gambar 4.8 Sampel ikan rucah yang dibeli nelayan sea farming berdasarkan
ukuran (a) dan bobot (b)
Menurut Sondita (2010), pengukuran panjang tubuh ikan bertujuan untuk
menentukan hubungan dengan parameter biologi ikan lain diantaranya hubungan
antara panjang dan berat yang berguna untuk memperkirakan berat dari panjang
dari ikan yang memiliki berat tertentu atau memperkirakan berat dari panjang
tertentu. Selain itu, hubungan panjang berat sangat berguna untuk menentukan
sifat pertumbuhan ikan, terutama untuk melihat apakah berat ikan tumbuh
proporsional dengan pertambahan panjang ikan dan menyatakan kualitas ukuran
atau berat ikan yang diinginkan. Perlu adanya upaya sampel ikan yang terdiri atas
berbagai ukuran panjang dengan kisaran yang memadai, yaitu mulai dari ikan
yang paling kecil dan ikan yang paling besar untuk mendapatkan persamaan
hubungan panjang berat. Hubungan panjang berat yang mewakili populasi 19
sampel ikan rucah terdiri dari jenis kakaktua ijo dan kakaktua menjangan.
Adapun model regresi linear antara panjang dan berat ikan kakaktua ijo disajikan
pada Gambar 4.9.
Kakaktua ijo
25
y = 0.0808x2.2574
R² = 0.8785
20
y = 2.2574x - 2.5159
R² = 0.8785
3.5
Kakatua ijo
3
Ln-W
W (g)
2.5
15
10
2
1.5
1
5
0.5
0
0
6
8
10
TL (cm)
(a)
12
1.8
n = 271
2
2.2
Ln-TL
2.4
n = 27
(b)
Gambar 4.9 Hubungan panja ng berat (a) dan regresi linear (b) kakaktua ijo
15
Persamaan regresi linear hubungan panjang dan berat ikan kakaktua ijo
setelah dilakukan transformasi yaitu y = -2,5159 + 2,2574x atau ln w = 2,5159 +
2,2574 ln L (R² = 87%). Persamaan tersebut menunjukkan ikan kakaktua ijo
memiliki nilai b = 2,25. Artinya, ikan kakaktua ijo memiliki hubungan panjang
berat alometrik negatif yaitu pertambahan berat relatif lebih kecil dari
pertambahan panjang atau kurus. Model ini berlaku untuk kisaran panjang 7
hingga 11,5 centimeter dan kisaran berat 5 hingga 21 gram. Adapun model
regresi linear antara panjang dan berat ikan kakaktua menjangan disajikan pada
Gambar 4.10.
Kakaktua menjangan
30
Kakaktua menjangan
25
3
y = 0.0804x2.2576
R² = 0.8732
2.5
Ln-W
20
W(g)
y = 2.2576x - 2.5206
R² = 0.8732
3.5
15
2
1.5
10
1
5
0.5
0
0
6
8
10
TL(cm)
(a)
1.9
12
n = 268
2.1
2.3
Ln-TL
2.5
n = 268
(b)
Gambar 4.10 Hubungan panjang berat (a) dan regresi linear (b) kakaktua
menjangan
Persamaan regresi linear hubungan panjang dan berat ikan kakaktua
menjangan setelah dilakukan transformasi yaitu y = -2,5206 + 2,2576x atau ln w =
-2,5206 + 2,2576 ln L (R² = 87%). Persamaan tersebut menunjukkan ikan
kakaktua menjangan memiliki nilai b = 2,25. Artinya, ikan kakaktua menjangan
memiliki hubungan panjang berat alometrik negatif yaitu pertambahan berat
relatif lebih kecil dari pertambahan panjang. Model ini berlaku untuk kisaran
panjang 7 hingga 11,5 centimeter dan kisaran berat 5 hingga 23 gram. Gambar
4.9 dan Gambar 4.10 menunjukkan bahwa ikan yang digunakan sebagai ikan
rucah merupakan ikan yang masih dalam pertumbuhan, baik ikan kakaktua ijo
maupun ikan kakaktua menjangan.
Analisis Keragaman Ikan Rucah
Ikan rucah dipenuhi dengan 2 cara, yaitu melalui hasil tangkapan nelayan
itu sendiri dan membeli dari nelayan di luar kelompok sea farming. Nilai indeks
keragaman Shannon-Wiener dihitung untuk mengetahui komposisi keragaman
ikan yang digunakan sebagai ikan rucah. Adapun indeks keragaman ikan rucah di
Pulau Seribu disajikan dalam Gambar 4.11.
16
2.91
2.90
Indeks keragaman
2.89
2.88
2.87
Sea farming
2.86
Non sea farming
2.85
2.84
2.83
2.82
Sea farming
Non sea farming
Populasi
Gambar 4.11 Grafik indeks keragaman ikan rucah di Pulau Seribu
Nilai indeks keragaman Shannon-Wiener ikan rucah hasil tangkapan
nelayan sea farming adalah 2,85 sedangkan ikan rucah yang dibeli memiliki nilai
indeks keragaman 2,90. Nilai indeks keragaman tersebut menunjukkan angka
yang tidak jauh berbeda, namun nelayan sea farming yang membeli ikan rucah
dari nelayan lain memiliki nilai indeks keragaman lebih tinggi dari angka
keragaman hasil tangkapan nelayan sea farming.
Kebutuhan Ikan Rucah sebagai Sumber Pakan Utama
Rata-rata nelayan kelompok sea farming mengambil 400 benih kerapu
macan dan 300 benih kerapu bebek dari balai sea farming. Kebutuhan ikan rucah
dikelompokkan berdasarkan grade A dan grade B. Adapun kebutuhan ikan rucah
untuk pakan ikan kerapu macan dalam satu siklus budidaya dapat dilihat pada
Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Kebutuhan ikan rucah sebagai pakan ikan kerapu macan
Jumlah ikan
kerapu (ekor)
400
300
300
300
Total
Bobot
(kg/ekor)
0,05 - 0,10
0,10 - 0,25
0,25 - 0,30
0,30 - 0,40
Masa
pemeliharaan
kerapu
macan
(grade A)
(hari)
65
130
26
39
260
Kebutuhan
ikan rucah
per
hari
(kg)
3
4
6
8
21
Total
(kg)
195
520
156
312
1.183
Masa
pemeliharaan
kerapu
macan
(grade B)
(hari)
78
156
26
52
312
Kebutuhan ikan
rucah
per hari
(kg)
3
4
6
8
21
Total
(kg)
234
624
156
416
1.430
Grade C tidak digunakan dalam analisis kebutuhan ikan rucah karena
kondisi di lapang jarang menggunakan benih dengan kualitas grade c yang
merupakan kualitas benih dengan tingkat kematian tinggi. Kebutuhan ikan rucah
selama budidaya 400 ekor kerapu macan grade A menunjukkan 1.183 kilogram
17
dalam satu siklus (10 bulan) dan 1.430 kilogram pada kerapu macan grade B
dalam satu siklus (12 bulan). Adapun kebutuhan ikan rucah untuk pakan ikan
kerapu macan dalam satu siklus budidaya dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Kebutuhan ikan rucah sebagai pakan ikan kerapu bebek
Jumlah ikan
kerapu (ekor)
300
250
250
250
Total
Bobot
(kg/ekor)
0,05 - 0,10
0,10 - 0,25
0,25 - 0,30
0,30 - 0,40
Masa
pertumbuhan
kerapu bebek
(grade A)
(hari)
78
156
26
52
312
Kebutuhan
ikan rucah
per
Total
hari
(kg)
(kg)
3
234
4
624
6
156
8
416
21 1.430
Masa
pertumbuhan
kerapu bebek
(grade B)
(hari)
104
182
52
130
468
Kebutuhan ikan
rucah
per hari
(kg)
Total
(kg)
3
4
6
7,5
20,5
312
728
312
975
2.327
Kebutuhan ikan rucah bagi budidaya ikan kerapu bebek grade A
menunjukkan 1.430 kilogram dalam satu siklus (12 bulan) dan 2.327 kilogram
pada kerapu bebek grade dalam satu siklus dalam satu siklus (18 bulan) budidaya
di keramba jaring apung. Kebutuhan ikan rucah pada budidaya kerapu grade A
lebih sedikit dibanding kerapu grade B dalam satu siklus karena kualitas benih
grade A lebih baik dari grade B sehingga pertumbuhan ikan dengan kualitas
grade B lebih lama dibanding grade A. Kebutuhan ikan rucah dalam satu tahun
berbeda dengan kebutuhan ikan rucah selama satu siklus. Adapun kebutuhan ikan
rucah dalam satu tahun disajikan dalam Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Kebutuhan ikan rucah dalam budidaya
Jenis kerapu yang
dibudidaya
Kerapu macan grade A
Kerapu macan grade B
Kerapu bebek grade A
Kerapu bebek grade B
Masa pemeliharaan
(bulan/siklus)
10
12
12
18
Total kebutuhan
ikan rucah
(kg/siklus)
1.183
1.430
1.430
2.327
Total kebutuhan
ikan rucah
(kg/tahun)
1.419
1.430
1.430
1.551
Ketersediaan ikan rucah sangat mempengaruhi pertumbuhan ikan kerapu
yang dibudidaya karena ikan rucah merupakan sumber utama pakan kerapu.
Ketersediaan ikan rucah yang tidak dapat mencukupi kebutuhan ikan rucah dapat
menyebabkan ikan kerapu cenderung bersifat pemangsa sejenis (kanibal),
pertumbuhan yang tidak optimal dan rentan terhadap penyakit. Berdasarkan hasil
wawancara, hasil tangkapan nelayan sea farming dalam satu tahun disajikan
dalam Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Ketersediaan ikan rucah kelompok nelayan sea farming dalam satu
tahun per nelayan
Musim penangkapan
Barat
Timur
Peralihan
Jumlah
Hasil tangkapan (kg/tahun/nelayan)
468
572
624
1.664
18
Hasil tangkapan ikan rucah nelayan sea farming dalam setahun menujukkan
angka 1.664 kilogram. Artinya, ketersediaan ikan rucah dapat memenuhi
kebutuhan ikan rucah baik kerapu macan maupun kerapu bebek dalam setahun
yaitu 1.551 kilogram (Tabel 4.3). Budidaya ikan kerapu harus disesuaikan dengan
ketersediaan ikan rucah karena ikan rucah bergantung pada musim penangkapan.
Kebutuhan ikan rucah relatif lebih banyak pada masa budidaya bulan ke 3 hingga
bulan ke 8 untuk budidaya kerapu macan dan masa budidaya bulan ke 4 hingga
bulan ke 11 untuk budidaya kerapu bebek. Oleh karena itu, pada masa
pertumbuhan ikan kerapu yang membutuhkan ikan rucah lebih banyak, nelayan
harus memiliki stok ikan rucah yang cukup atau menyesuaikan budidaya pada
musim penangkapan ikan rucah yang baik. Ketersediaan ikan rucah berdasarkan
hasil tangkapan kelompok nelayan sea farming yang berjumlah 21 orang,
diperoleh 34.944 kilogram per tahun. Ikan kerapu yang dapat dibudidaya
berdasarkan ketersediaan ikan rucah disajikan dalam Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Maksimal budidaya kerapu (0,4 kilogram per ekor) dalam satu siklus
berdasarkan ketersediaan hasil tangkapan ikan rucah
Jenis kerapu yang
dibudidaya
Kerapu macan grade A
Kerapu macan grade B
Kerapu bebek grade A
Kerapu bebek grade B
FCR
9,85
11,91
14,30
23,27
Maksimal budidaya
(kg/tahun)
3.481
2.880
2.400
1.474
Maksimal budidaya
(kg/siklus)
2.901
2.880
2.400
2.212
Nelayan sea farming mampu membudidayakan ikan kerapu macan grade A
sebanyak 2.901 kilogram dan kerapu macan grade B sebanyak 2.880 kilogram,
sedangkan ikan kerapu bebek grade A sebanyak 2.400 kilogram dan kerapu bebek
grade B sebanyak 2.212 kilogram dalam satu siklus. Angka tersebut diperoleh
dari kebutuhan ikan rucah selama budidaya kerapu terhadap ketersediaan ikan
rucah sehingga konversi pakan kerapu dibutuhkan berkisar antara 9,85 hingga
23,27. Nilai FCR ini relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil studi
Effendi (2009) dimana konversi pakan kerapu yang diberi pakan rucah segar
dalam pembesaran keramba jaring apung mencapai 7 hingga 9. Hal ini terjadi
karena kurang efisiennya pemanfaatan ikan rucah sebagai pakan ikan dalam
budidaya kerapu. Nelayan sebaiknya memberikan pakan secara efisien agar ikan
rucah yang terbuang relatif berkurang.
Analisis Finansial Program Sea Farming
Analisis finansial usaha budidaya kerapu dalam sistem keramba jaring
apung di Kepulauan Seribu mencakup biaya yang dikeluarkan serta pendapatan
nelayan sea farming. Biaya yang dikeluarkan dalam analisis usaha berupa biaya
investasi keramba jaring apung yang merupakan biaya pembangunan keramba
jaring apung. Biaya investasi yang diperlukan dalam membangun keramba jaring
apung disajikan dalam Tabel 4.6.
19
Tabel 4.6 Biaya investasi keramba jaring apung (Rp)
Uraian KJA
Jumlah (satuan)
20 batang
1 gulung
21 buah
4 buah
7 kotak
Bambu
Tali
Drum
Jangkar
Jaring
Jumlah
Harga (Rp)
40.000
100.000
130.000
150.000
220.000
Total (Rp)
800.000
150.000
2.730.000
600.000
1.540.000
5.820.000
Biaya investasi pembangunan keramba jaring apung dengan ukuran 3x3
meter dengan 7 kotak keramba adalah Rp5.820.000,00. Biaya tetap merupakan
biaya yang pasti dikeluarkan setiap tahunnya walaupun kegiatan operasional
penangkapan ikan tidak berjalan. Biaya yang dikeluarkan nelayan sea farming
yang menangkap ikan rucah sendiri berupa biaya penyusutan dan biaya
pemeliharaan, baik unit penangkapan maupun unit budidaya sedangkan nelayan
yang membeli ikan rucah dari nelayan non sea farming mengeluarkan biaya
penyusutan dan pemeliharan keramba jaring apung. Uraian biaya tetap budidaya
kerapu macan dan kerapu bebek yang dikeluarkan nelayan sea farming dapat
dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Biaya tetap budidaya kerapu nelayan sea farming yang menangkap ikan
rucah sendiri (Rp)
Uraian
Biaya tetap (Rp)
Biaya penyusutan
Alat tangkap
Kapal
Mesin
KJA
Biaya pemeliharaan
500.000
352.000
470.000
1.164.000
Alat tangkap
Kapal
Mesin
KJA
Jumlah
1.000.000
600.000
100.000
520.000
4.706.000
Biaya tetap nelayan kelompok sea farming terdiri dari biaya penyusutan dan
biaya pemeliharan yang terdiri dari unit penangkapan (kapal, mesin dan alat
tangkap) yang digunakan untuk menangkap ikan rucah dan keramba jaring apung
yang digunakan dalam budidaya kerapu. Tabel 4.7 menunjukkan bahwa biaya
tetap dikeluarkan nelayan sea farming yang menangkap ikan rucah sendiri adalah
Rp4.706.000,00.
Biaya variabel nelayan kelompok sea farming yang menangkap ikan rucah
sendiri adalah biaya benih kerapu dan biaya operasi penangkapan ikan rucah.
Penangkapan ikan rucah menggunakan alat tangkap milik sendiri dengan
melakukan one day fishing dan lokasi fishing ground tidak jauh dari tempat
tinggal penduduk sehingga nelayan dapat membawa bekal dari rumah. Biaya
variabel yang dikeluarkan nelayan sea farming yang membeli ikan rucah dari
20
nelayan lain hanya mengeluarkan biaya pembelian benih kerapu. Adapun biaya
variabel yang dikeluarkan oleh nelayan usaha budidaya kerapu macan nelayan sea
farming dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8 Biaya variabel usaha budidaya kerapu macan dalam setahun (Rp)*
Uraian
Biaya operasional (Rp)
a
2.600.000
6.063.750
1.260.000
9.923.750
Benih kerapu macan
Solar
Ransum
Total
*
1 tahun=315 hari
a
Benih kerapu = 400 ekor
Biaya operasional usaha penangkapan ikan rucah yang dilakukan nelayan
sea farming selama budidaya kerapu macan adalah Rp9.923.750,00. Biaya
tersebut dikeluarkan berdasarkan unit penangkapan milik pribadi dan dioperasikan
tanpa memperhitungkan tenaga yang dikeluarkan. Adapun biaya variabel yang
dilakukan penangkapan ikan rucah yang dikeluarkan oleh oleh usaha budidaya
kerapu bebek nelayan sea farming dapat dilihat pada Tabel 4.