Karakteristik Fisik dan Kimia Daging Domba Muda yang Diberi Ransum Mengandung Konsentrasi Asam Lemak Tidak Jenuh Berbeda

KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA DAGING DOMBA
MUDA YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG
KONSENTRASI ASAM LEMAK
TIDAK JENUH BERBEDA

ARSY ANNASLA DISA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Fisik dan
Kimia Daging Domba Muda yang Diberi Ransum Mengandung Konsentrasi
Asam Lemak Tidak Jenuh Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Arsy Annasla Disa
NIM D24090106

ABSTRAK
ARSY ANNASLA DISA. Karakteristik Fisik dan Kimia Daging Domba Muda
yang Diberi Ransum Mengandung Konsentrasi Asam Lemak Tidak Jenuh
Berbeda. Dibimbing oleh LILIS KHOTIJAH dan TUTI SURYATI.
Pemberian minyak biji bunga matahari yang kaya akan lemak tidak jenuh
pada pakan diharapkan dapat meningkatkan kualitas fisik dan kimia daging
domba. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis karakteristik fisik (pH
daging, daya mengikat air, keempukan, dan susut masak) dan karakteristik kimia
(kadar air, kadar lemak, dan bilangan thiobarbituric acid reactive substances
(TBARS)) daging domba muda yang diberikan ransum mengandung minyak biji
bunga matahari. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif terhadap 3
perlakuan yaitu tanpa minyak biji bunga matahari (P0), minyak biji bunga
matahari 4% (P1), dan minyak biji bunga matahari 6% (P2), dengan 2 kali

ulangan. Domba yang digunakan adalah domba garut yang dipelihara selama lima
bulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan minyak biji bunga
matahari dapat memperbaiki sifat fisik dan kadar lemak tanpa meningkatkan
ketengikan.
Kata kunci: daging domba, minyak biji bunga matahari, sifat fisik, sifat kimia

ABSTRACT
ARSY ANNASLA DISA. Physical and Chemical Characteristics of Lamb with
Different Rations of Unsaturated Content. Supervised by LILIS KHOTIJAH and
TUTI SURYATI.
Feeding sunflower seed oil, which contains high of unsaturated fats
expected to improve the physical and chemical quality of lamb. The aim of this
research were to analyze the physical characteristics (pH meat, water holding
capacity, tenderness, and cooking losses) and chemical characteristics (moisture
content, fat content, and thiobarbituric acid reactive substances (TBARS) value)
of lamb meat given rations containing sunflower seed oil. This research was using
a descriptive analysis of the 3 treatments: without oil sunflower seeds (P0),
sunflower seed oil 4% (P1), and sunflower seed oil 6% (P2), with two
replications. Sheep used are a garut sheep that are reared for five months. The
results showed that the addition of sunflower seed oil can improve the physical

and chemical properties but does not cause rancidity of young lamb chops.
Keywords: lamb chops, sunflower seed oil, the physical properties, the chemical
properties

KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA DAGING DOMBA
MUDA YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG
KONSENTRASI ASAM LEMAK
TIDAK JENUH BERBEDA

ARSY ANNASLA DISA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

Judul Skripsi : Karakteristik Fisik dan Kimia Daging Domba Muda yang Diberi
Ransum Mengandung Konsentrasi Asam Lemak Tidak Jenuh
Berbeda
Nama
: Arsy Annasla Disa
NIM
: D24090106

Disetujui oleh

Ir Lilis Khotijah, MSi
Pembimbing I

Dr Tuti Suryati, SPt MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh


Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi: Karakteristik Fisik dan Kimia Daging Domba Muda yang Diberi
Ransum Mengandung Konsentrasi Asam Lemak Tidak Jenuh
Berbeda
: Arsy Annasla Disa
Nama
NIM
: D24090106

Disetujui oleh

Ir Lilis Khotijah, MSi
Pembimbing I

Tanggal Lulus:


2 4 JAN 20 '1 4

Dr Tuti Suryati, SPt MSi
Pembimbing II

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini adalah kualitas
daging domba dengan judul Karakteristik Fisik dan Kimia Daging Domba Muda
yang Diberi Ransum Mengandung Konsentrasi Asam Lemak Tidak Jenuh
Berbeda. Daging domba umumnya memiliki asam lemak jenuh yang dapat
memicu timbulnya aterosklerosis atau penyempitan pembuluh darah arteri yang
merupakan penyakit jantung koroner. Pemberian minyak biji bunga matahari
diharapkan dapat memperbaiki kualitas kandungan asam lemak tidak jenuh pada
daging domba muda.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh karena
itu saran dan masukan yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pada masa mendatang. Semoga skripsi ini bermanfaat.


Bogor, Januari 2014
Arsy Annasla Disa

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

PENDAHULUAN

1

METODOLOGI PENELITIAN

2

Ternak Percobaan
Pakan Penelitian
Kandang dan Peralatan

Waktu dan Tempat Penelitian
Pemotongan Domba
Peubah yang Diamati
Rancangan Percobaan dan Analisis Data

2
2
3
3
3
4
6

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Sifat Fisik Daging Domba
Sifat Kimia Daging Domba


6
9

SIMPULAN DAN SARAN

10

Simpulan
Saran

10
11

DAFTAR PUSTAKA

11

RIWAYAT HIDUP

13


UCAPAN TERIMA KASIH

13

DAFTAR TABEL
1 Komposisi bahan pakan konsentrat penelitian berdasarkan bahan kering
2 Persentase komposisi zat makanan pakan berdasarkan bahan kering
3 Rataan sifat fisik daging domba muda yang diberi perlakuan minyak
biji bunga matahari
4 Rataan sifat kimia daging domba muda yang diberi perlakuan minyak
biji bunga matahari

2
3
7
9

PENDAHULUAN
Daging domba merupakan sumber protein hewani yang biasa dikonsumsi

oleh masyarakat Indonesia. Saat ini kebutuhan protein hewani semakin
meningkat, hal tersebut dikarenakan masyarakat mulai sadar dan mengerti betapa
pentingnya protein hewani untuk kesehatan maupun kecerdasan manusia, namun
daging domba memiliki kekurangan, yaitu memiliki kandungan asam lemak jenuh
yang lebih tinggi dibandingkan daging sapi (Bahar 2003). Penyakit jantung
koroner dapat disebabkan oleh asam lemak jenuh yang memicu timbulnya
aterosklerosis atau penyempitan pembuluh darah arteri (Priyono et al. 2013;
Sudarman et al. 2008). Selain itu, salah satu jenis asam lemak jenuh yang banyak
terdapat pada daging domba adalah asam palmitat yang bersifat hiperlipidemik
dan dapat meningkatkan kolesterol darah (Mandell et al. 1997).
Daging domba muda umumnya memiliki kandungan asam lemak jenuh
yang lebih rendah dan daging yang lebih lunak dibandingkan dengan ternak
domba yang sudah tua. Asam lemak tidak jenuh merupakan asam lemak esensial
yang tidak dapat dibuat sendiri oleh tubuh sehingga untuk mendapatkannya harus
mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung asam lemak tidak jenuh. Asam
lemak tidak jenuh sangat baik untuk perkembangan otak dan susunan syaraf pusat.
Kekurangan asam lemak tidak jenuh dapat menghambat pertumbuhan bayi dan
anak-anak, kegagalan reproduksi, gangguan pada kulit, ginjal dan hati, serta
mengakibatkan kerusakan susunan syaraf yang dapat menyebabkan kehilangan
daya ingat pada usia menengah dan menurunnya fungsi otak secara cepat
(Almatsier 2006).
Kandungan minyak biji bunga matahari terdiri atas 8% asam palmitat
(C16:0), 3% asam stearat (C18:0), 13.5% asam oleat (C18:1), 75% asam linoleat
(C18:2), dan 0.5% asam linolenat (C18:3) (Palmquist 1988). Minyak biji bunga
matahari seperti halnya minyak jagung, minyak kacang tanah, dan minyak kedelai
baik untuk kesehatan (Rukmana 2004). Penggunaan minyak biji bunga matahari
sebagai salah satu sumber asam lemak tidak jenuh diharapkan mampu
memperbaiki sifat fisik dan kimia daging domba.
Sifat fisik daging merupakan faktor yang menentukan penilaian kualitas
daging oleh konsumen. Menurut Djalal et al. (2010) beberapa indikator penentu
kualitas daging adalah pH daging, daya mengikat air, keempukan, dan susut
masak. Selain sifat fisik, terdapat indikator lain yang dapat menentukan gambaran
kualitas daging, yaitu sifat kimia diantaranya adalah kadar air, kadar lemak, dan
bilangan thiobarbituric acid reactive substances (TBARS). Penelitian ini
diharapkan dapat memberi informasi pengaruh penggunaan minyak biji bunga
matahari terhadap kualitas fisik dan kimia daging domba muda.
Penelitian ini bertujuan menganalisis karakteristik fisik (pH daging, daya
mengikat air, keempukan, dan susut masak) dan karakteristik kimia (kadar air,
kadar lemak, dan bilangan TBARS) daging domba muda yang diberikan ransum
asam lemak tidak jenuh berupa minyak biji bunga matahari.

2

METODOLOGI PENELITIAN
Ternak Percobaan
Ternak yang digunakan adalah enam ekor anak domba lokal jantan yang
dipelihara pada umur dua bulan sampai umur enam bulan. Anak domba lokal
jantan dihasilkan dari induk yang sudah mendapat perlakuan pakan berupa
minyak biji bunga matahari selama lima bulan, sehingga pemberian ransum sesuai
dengan ransum yang diberikan kepada induk.

Pakan Penelitian
Pakan yang diberikan berupa hijauan yaitu rumput Brachiaria humidicola
dan konsentrat dengan rasio pemberian 30:70%. Ransum perlakuan disusun
dengan protein kasar yang sama dengan kisaran TDN sebesar 70 sampai 75%.
Tabel 1 Komposisi bahan pakan konsentrat penelitian berdasarkan bahan kering
Bahan pakan

Onggok
Bungkil kelapa
Bungkil kedelai
Minyak biji bunga matahari
CaCO3
Garam
Premix

Konsentrat
P0

P1

P2

-------------------------- %BK ------------------------34.3
30.1
27.6
57.1
57.1
57.1
6.4
6.4
6.6
0.0
4.0
6.0
0.7
0.7
0.7
0.7
0.7
0.7
0.7
0.7
0.7

P0: Ransum tanpa penambahan minyak biji bunga matahari (kontrol); P1: ransum dengan
penambahan minyak biji bunga matahari sebesar 4%; P2: ransum dengan penambahan minyak biji
bunga matahari sebesar 6%; BK: konsumsi bahan kering.

Rumput diberikan tiga kali dalam sehari yaitu pagi, siang dan sore,
sedangkan pemberian konsentrat dalam bentuk tepung yang terdiri atas campuran
onggok, bungkil kelapa, bungkil kedelai, premix, garam, CaCO3, dan minyak biji
bunga matahari (Tabel 1), dengan pemberian dua kali sehari yaitu pagi dan siang.
Air minum diberikan sekitar 1 sampai 2 kali setiap hari. Komposisi zat makanan
dalam ransum ditampilkan pada Tabel 2.

3
Tabel 2 Persentase komposisi zat makanan pakan berdasarkan bahan kering
Pakan penelitiana
Zat makanan

Bahan kering
Protein kasar
Lemak kasar
Serat kasar
BETN
TDN
Ca
P

Konsentrat

Hijauan
(Brachiaria
P0
P1
P2
humidicola)
--------------------------------- %BK -----------------------------------86.99
21.40
3.79
7.59
60.80
70.00
0.97
1.07

87.00
19.95
7.49
8.13
58.02
73.00
1.07
0.89

87.16
20.41
8.05
8.64
57.26
74.00
0.98
0.88

20.81
12.88
0.76
33.20
45.86
55.01
0.63
0.35

a

Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, IPB (2012); P0: ransum tanpa
penambahan minyak biji bunga matahari (kontrol); P1: ransum dengan penambahan minyak biji
bunga matahari sebesar 4%; P2: ransum dengan penambahan minyak biji bunga matahari sebesar
6%; BK: Konsumsi bahan kering; TDN: Total digestibility nutrient; BETN: Bahan ekstrak tanpa n.

Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang individu
sebanyak enam buah yang dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum.
Peralatan yang digunakan adalah seperangkat alat untuk memotong ternak,
timbangan untuk menimbang ternak, timbangan digital, kertas label, plastik tahan
panas, carver press, planimeter, pH meter, alat pemutus Warner-Bratzler,
termometer bimetal, kertas saring, tabung reaksi, gelas piala, tabung ukur,
spektrofotometer, labu destilasi, Waring blender, corer, dan oven.

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013, di
kandang B Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja,
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor. Pemotongan ternak dan analisis sampel fisik dilakukan di
Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Besar, Departemen Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB. Analisis kadar air
dan kadar lemak dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan,
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB. Analisis
ketengikan dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Ternak, Departemen Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB.

Pemotongan Domba
Kualitas daging domba diperoleh dari pemotongan domba yang telah
dipelihara selama lima bulan dan diberi pakan minyak biji bunga matahari.

4
Domba yang akan dipotong memiliki kisaran bobot badan 19 sampai 26 kg.
Domba tersebut dipotong dengan pemotongan menurut syariat Islam setelah
dipuasakan selama 22 jam dari pemberian pakan, namun air minum masih
diberikan secara ad libitum. Daging bagian Longissimus thoracis et lumborum
bagian sebelah kanan diambil dan digunakan sebagai sampel pengujian kualitas
fisik dan kimia.

Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sifat fisik dan kimia daging
domba. Sifat fisik daging yang diamati meliputi pH daging, daya mengikat air
(DMA), keempukan, dan susut masak. Sifat kimia daging yang diamati meliputi
kadar air, kadar lemak, dan bilangan thiobarbituric acid reactive substances
(TBARS).
Nilai pH daging
Nilai pH diukur dengan menggunakan pH meter. Sebelum digunakan, pH
meter dikalibrasi pada pH 4 dan 7. Alat pH meter ditusukkan ke dalam daging
hingga sensor pH-nya tertutupi semua. Nilai pH didapat setelah angka tertera di
pH meter konstan.
Daya mengikat air (DMA)
Daya mengikat air (DMA) adalah kemampuan daging untuk mengikat air
atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar seperti
pemotongan, pemanasan, penggilingan, dan tekanan. Daya mengikat air dihitung
dengan cara menghitung jumlah air yang keluar dari daging (mg H2O). Semakin
tinggi air yang keluar menunjukkan DMA semakin rendah dan sebaliknya jika air
yang keluar rendah menunjukkan bahwa DMA semakin tinggi. Daging segar
ditimbang seberat 0.3 g kemudian disimpan diantara dua kertas saring Whatman
41 yang berdiameter 9 mm. Selanjutnya sampel daging tersebut ditekan dengan
menggunakan carver press dengan tekanan 35 kg cm-2 selama 5 menit. Penekanan
menghasilkan luas areal basah yang tertera pada kertas saring, yang kemudian
diukur dengan menggunakan planimeter. Besarnya daya mengikat air ditentukan
dengan menggunakan rumus metode Hamm (Soeparno 2005), yaitu:
mg H2O = {[area basah (cm2)] / 0.0948} – 8.0
Jumlah mg H2O yang menunjukkan air yang keluar dari daging (air tidak terikat)
dikonversi dalam persen dengan rumus sebagai berikut:
%H2O = {mg H2O/berat sampel (mg)} x 100%
Keempukan (kg cm-2)
Daging dipotong kotak dengan berat sekitar 100 g dan direbus hingga suhu
dalam daging mencapai 80 sampai 82oC dengan menggunakan termometer
bimetal. Pengukuran suhu dilakukan dengan cara ditancapkan pada bagian tengah

5
daging sampai batas garis pada termometer. Setelah daging mencapai suhu dalam
80 sampai 82oC, daging diangkat dan didinginkan terlebih dahulu. Setelah dingin
daging dibentuk seperti silinder dengan menggunakan corer yang berdiameter
1.27 mm hingga didapat beberapa potong daging berbentuk silinder. Daging
diletakkan secara melintang pada pisau bagian alat Warner-Bratzler, kemudian
alat dijalankan hingga daging terpotong. Angka yang tertera pada skala alat
tersebut merupakan besarnya nilai daya putus/shear force daging tersebut yang
dinyatakan dalam kg cm-2. Nilai daya putus yang semakin rendah menunjukkan
tingkat keempukan yang semakin tinggi.
Susut masak
Susut masak daging merupakan perbedaan antara bobot daging sebelum dan
sesudah dimasak dan dinyatakan dalam persen (%). Sampel daging seberat 100 g
dipreparasi seperti pada pengujian keempukan. Setelah suhu internal 80 sampai
82oC tercapai, daging ditiriskan hingga mencapai bobot konstan. Selisih dari berat
segar dan berat masak merupakan nilai susut masak.
e
eg

g
e
eg g
Kadar air
Penentuan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode AOAC.
Pengujian terhadap kadar air dilakukan pada daging mentah sebelum dimasak dan
setelah dimasak. Sampel daging ditimbang dalam cawan alumunium yang berat
keringnya telah diketahui sebelumnya. Wadah beserta isinya dipanaskan pada
suhu 105°C sampai mencapai bobot konstan. Sampel kemudian didiamkan dalam
desikator, lalu ditimbang. Kadar air dihitung dengan persamaan dibawah ini:
e
e eg
ei g g
d i
e
e eg g
Kadar lemak
Kadar lemak ditentukan dengan menggunakan metode ekstraksi Soxhlet
(AOAC 2007). Satu gram sampel daging dimasukkan ke dalam labu penyari
dengan batu didih yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105 sampai
110°C dan telah didinginkan di dalam eksikator, kemudian sampel dimasukkan ke
dalam selongsong penyari dan ditutup dengan kapas yang bebas lemak.
Selongsong penyari kemudian dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet serta
memasang kondensor dibagian atas dan labu lemak di bagian bawah. Labu
penyari diberi pelarut petroleum benzin sesuai ukuran soxhlet yang digunakan.
Labu penyari diangkat kemudian dikeringkan dalam oven 105 sampai 110°C
selama 4 sampai 6 jam, kemudian labu penyari tersebut didinginkan di dalam
eksikator, lalu ditimbang sehingga kadar lemak dapat dihitung sebagai berikut:
e
e e
g
e
e
e d gi g g

6
Bilangan thiobarbituric acid reactive substances (TBARS)
Pengukuran bilangan TBARS dilakukan untuk mengetahui terjadinya
ketengikan melalui pengukuran kadar malonildehida yang terbentuk. Sampel
daging yang telah halus ditimbang sebanyak 10 g. Homogenisasi dilakukan pada
sampel yang telah ditimbang dengan 50 ml akuades yang mengandung 0.1%
propil galat dan 0.1% EDTA, kemudian campuran dipindahkan secara kuantitatif
ke dalam tabung distilasi melalui pencucian dengan penambahan 47.5 ml akuades.
Campuran diasamkan dengan penambahan 2.5 ml larutan HCl 4 N dan
ditambahkan 5 tetes antifoaming agent. Proses destilasi dilakukan hingga
diperoleh 50 ml distilat untuk setiap sampel, kemudian 5 ml distilat dicampurkan
dengan 5 ml larutan TBA 0.02 M di dalam tabung reaksi lalu diinkubasi dalam
waterbath pada suhu 100°C selama 40 menit. Tabung reaksi hasil inkubasi
didinginkan dalam air mengalir. Spektrofotometer digunakan untuk mengecek
larutan pada panjang gelombang 532 nm. Pengujian dilakukan secara duplo.
Bilangan TBARS dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
de

Keterangan:
CMDA= Konsentrasi MDA sebagai yang terbaca pada kurva standar.
Ms
= Bobot sampel (g).
Vdes = Volume distilat (ml).

Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan tiga perlakuan dan dua kali ulangan. Perlakuan tersebut terdiri atas:
P0 : Pemberian ransum tanpa minyak biji bunga matahari
P1 : Pemberian ransum sebesar 4% minyak biji bunga matahari
P2 : Pemberian ransum sebesar 6% minyak biji bunga matahari
Data hasil pengukuran dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisik Daging Domba
Sifat fisik daging domba merupakan salah satu faktor yang dapat
menggambarkan kualitas daging. Sifat fisik daging yang meliputi pH daging, daya
mengikat air, keempukan, dan susut masak daging disajikan pada Tabel 3.

7
Tabel 3 Rataan sifat fisik daging domba muda yang diberi perlakuan minyak biji
bunga matahari
Peubah
pH daging
Air yang keluar dari daging (%)
Keempukan (kg/cm2)
Susut masak (%)

Perlakuan
P0

P1

P2

5.30±0.22
35.44±7.70
3.35±0.35
36.91±0.45

5.84±0.16
30.56±6.25
3.40±1.13
34.43±1.98

5.86±0.08
32.83±0.80
3.35±0.49
32.50±4.02

P0: Ransum tanpa penambahan minyak biji bunga matahari (kontrol); P1: ransum dengan
penambahan minyak biji bunga matahari sebesar 4%; P2: ransum dengan penambahan minyak biji
bunga matahari sebesar 6%.

Nilai pH daging
Berdasarkan hasil dari pengujian laboratorium terhadap pH daging
didapatkan data hasil rataan nilai pH daging domba perlakuan P0 sebesar 5.30, P1
sebesar 5.84, dan P2 sebesar 5.86. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberian
minyak biji bunga matahari pada level 4% dan 6% cenderung dapat meningkatkan
pH daging dibandingkan pada level 0%. Menurut MLA (2000) pH akhir daging
yang baik berkisar 5.6. Demikian pula menurut SNI (DSN 1995) pH daging yang
normal dari daging domba adalah pada kisaran 5.3 sampai 5.8. Berdasarkan
standar tersebut, dapat dikatakan bahwa pH daging hasil penelitian ini masih
dalam kisaran normal. Hal ini diduga karena minyak biji bunga matahari tidak
mempengaruhi secara signifikan dan kondisi domba sebelum pemotongan yang
tidak mengalami stres juga merupakan faktor yang menyebabkan nilai pH daging
masih dalam kisaran normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudarman et al.
(2008) bahwa nilai pH daging yang normal tidak menunjukkan domba stres saat
dipotong karena pH daging yang dihasilkan setelah pemotongan tidak
menunjukkan variasi yang tinggi.
Nilai pH daging merupakan faktor kualitas yang akan berpengaruh terhadap
daya mengikat air (DMA), keempukan, dan susut masak (Priyono et al. 2013;
Soeparno 2005; Sudarman et al. 2008). Nilai pH postmortem yang tinggi dapat
mengakibatkan peningkatan daya mengikat air, tekstur lebih lekat, dan warna
daging merah gelap. Beberapa faktor yang juga mempengaruhi perubahan pH
daging setelah pemotongan (postmortem) diantaranya adalah stres saat
pemotongan, konsumsi pakan, pemberian hormon atau obat-obatan kimiawi,
spesies, individu ternak, macam otot, dan aktivitas glikolisis (Soeparno 2005).
Daya mengikat air (DMA)
Berdasarkan hasil perhitungan rataan persentase air yang keluar dari daging
domba, perlakuan P0 menunjukkan nilai rataan sebesar 35.44%, P1 sebesar
30.56%, dan P2 sebesar 32.83%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penambahan
minyak biji bunga matahari sebanyak 4% dan 6% akan meningkatkan daya
mengikat air. Penambahan 4% minyak biji bunga matahari dapat menurunkan
persentase air yang keluar dari daging dibandingkan perlakuan lainnya (Tabel 3).
Hal ini diduga karena daya mengikat air yang tinggi menunjukkan air yang keluar
dari daging rendah sehingga daging yang dihasilkan lebih baik daripada perlakuan

8
6%, namun perlakuan pada level 6% dapat dikatakan baik. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Suryantoro (2010) bahwa daya mengikat air daging (DMA) akan
semakin tinggi apabila nilai DMA (persentase air bebas) semakin rendah. Hasil
penelitian Suryantoro (2010) menunjukkan bahwa persentase air yang keluar pada
daging domba rata-rata 32.40%. Hasil dari perlakuan P1 ternyata lebih baik
dibandingkan dengan penelitian Suryantoro (2010) dan perlakuan P2.
Kemp et al. (1976) menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat
menyebabkan penurunan daya mengikat air adalah tekanan dan lama pemasakan
yang menyebabkan terjadinya kerusakan. Daging yang mempunyai daya mengikat
air yang tinggi akan sedikit mengalami penyusutan selama pemasakan, sedangkan
daya mengikat air yang rendah menyebabkan daging tersebut mengeluarkan air
dan daging menjadi basah (Sudarman et al. 2008). Berdasarkan hal tersebut
dikatakan bahwa daya mengikat air berhubungan dengan susut masak (Riyadi
2008).
Keempukan
Keempukan merupakan salah satu sifat mutu yang penting pada daging
dan menjadi faktor utama yang diperhatikan konsumen. Hasil rataan dari
pengujian keempukan daging domba menunjukkan nilai rataan perlakuan P0
sebesar 3.35±0.35 kg cm-2, P1 sebesar 3.40±1.13 kg cm-2 dan P2 sebesar
3.35±0.49 kg cm-2. Menurut hasil penelitian Suryati et al. (2008) kriteria tingkat
keempukan pada daging sangat empuk memiliki nilai daya putus 10.12 kg cm-2. Berdasarkan kriteria
tersebut dapat dikatakan bahwa nilai keempukan daging termasuk dalam kategori
empuk. Nilai keempukan daging tersebut kemungkinan karena dipengaruhi oleh
penggunaan suhu yang lebih dari 65°C. Hal ini didukung pernyataan Soeparno
(2005) yang menyatakan bahwa pemasakan pada suhu lebih dari 65°C dapat
meningkatkan keempukan daging.
Umur domba yang masih muda diduga juga menjadi salah satu penyebab
keempukan daging pada perlakuan ini. Menurut Sudarman et al. (2008) nilai
keempukan daging pada ternak yang masih muda lebih tinggi karena memiliki
jaringan ikat yang lebih sedikit sehingga mudah dipecah atau dirusak selama
proses pemasakan. Selain itu, faktor penanganan domba sebelum dan sesudah
pemotongan juga dapat berpengaruh terhadap keempukan daging. Menurut
Wheeler et al. (2000) keempukan daging dapat meningkat melalui faktor
lingkungan antara lain perlakuan dan pengawasan fisiologi ternak yang akan
dipotong serta perlakuan karkas setelah ternak dipotong. Faktor lain yang
mempengaruhi keempukan adalah daging yang mempunyai nilai pH tinggi
(pH>5.7) akan memiliki warna daging gelap, keras, dan membutuhkan waktu
lebih lama untuk memasak, serta menurunkan umur simpan (MLA 2000).
Susut masak
Susut masak (cooking loss) adalah berat yang hilang atau penyusutan berat
sampel daging akibat pemasakan (Nurwantoro et al. 2012). Hasil pengukuran
rataan susut masak pada daging domba menunjukkan bahwa susut masak
perlakuan P0 sebesar 36.91±0.45%, P1 sebesar 34.43±1.98%, dan P2 sebesar

9
32.50±4.02%. Soeparno (2005) menyatakan bahwa persentase susut masak daging
domba yang baik berkisar 15% sampai 40%. Berdasarkan hasil tersebut dapat
dikatakan bahwa perlakuan P2 lebih baik dibandingkan dengan P1. Hal ini
menunjukkan bahwa penambahan minyak biji bunga matahari sebanyak 6% dapat
menyebabkan nilai susut masak menjadi lebih rendah dibandingkan dengan 4%.
Daging dengan nilai susut masak yang lebih rendah mempunyai kualitas yang
relatif lebih baik daripada daging dengan susut masak yang lebih tinggi, karena
kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit (Soeparno 2005).
Sifat Kimia Daging Domba
Sifat kimia yang dianalisis pada penelitian ini meliputi kadar air, kadar
lemak dan bilangan TBARS. Kandungan kimia biasanya digunakan sebagai salah
satu faktor penentu kualitas bahan pangan. Tabel 4 menunjukkan beberapa
indikator nilai rataan sifat kimia daging domba muda yang diberi perlakuan
minyak biji bunga matahari
Tabel 4 Rataan sifat kimia daging domba muda yang diberi perlakuan minyak biji
bunga matahari
Peubah
Kadar air (%)
Kadar lemak (%)
Bilangan TBARS (g kg-1)

Perlakuan
P0

P1

P2

70.14±2.33
3.31±1.19
4.087x10-5

70.74±3.01
4.81±0.11
3.724x10-5

75.64±0.48
4.23±0.91
3.403x10-5

P0: Ransum tanpa penambahan minyak biji bunga matahari (kontrol); P1: ransum dengan
penambahan minyak biji bunga matahari sebesar 4%; P2: ransum dengan penambahan minyak biji
bunga matahari sebesar 6%. TBARS: Thiobarbituric acid reactive substances.

Kadar air
Berdasarkan hasil yang didapatkan kadar air dari perlakuan P1 dan P2 masih
dalam kisaran normal seperti halnya perlakuan P0. Sesuai dengan pernyataan
Soeparno (1998) yang menyatakan bahwa kadar air daging domba yang baik
berkisar 68 sampai 75%. Persentase kadar air pada daging domba P1 dan P2
cenderung mengalami peningkatan dibandingkan dengan perlakuan kontrol P0.
Hasil yang didapatkan pada penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang
berbanding lurus antara peningkatan kadar air dan lemak. Hal ini berbeda dengan
Djalal et al. (2009) yang menyatakan bahwa tingginya kadar air juga dapat
dikarenakan rendahnya kadar lemak. Hal ini diduga terjadi karena semakin tinggi
kadar lemak ransum maka akan mengakibatkan adanya proses katabolisme pada
lemak yang salah satu produk hasilnya adalah air, sehingga akan terjadi
peningkatan kadar air. Sesuai dengan pernyataan Sumardjo (2009) bahwa hasil
akhir dari proses katabolisme lemak adalah energi, karbondioksida, dan air. Faktor
lain yang dapat mempengaruhi tingginya kadar air yaitu umur ternak yang
digunakan, karena ternak muda umumnya memiliki kadar air dalam tubuh relatif
lebih tinggi dibandingkan dengan ternak tua dan ternak muda belum
mendepositkan lemak pada tubuh. Hal ini sesuai dengan pernyataan Djalal et al.

10
(2009) yang menyatakan bahwa pada ternak muda kadar air lebih tinggi dari
ternak tua.
.
Kadar lemak
Berdasarkan hasil yang didapatkan, kadar lemak pada perlakuan P1 dan P2
mengalami kenaikan dibandingkan pada P0. Peningkatan kadar lemak pada
perlakuan P1 dan P2 diduga disebabkan oleh pemberian minyak biji bunga
matahari 4% dan 6%. Peningkatan lemak ransum berkorelasi dengan lemak
daging. Hal ini sesuai dengan penelitian Sobri et al. (2006) yang menyatakan
bahwa perbedaan pemberian kadar lemak ransum ternyata berpengaruh terhadap
lemak abdominal, persentase lemak, asam lemak tidak jenuh, dan kandungan
kolesterol daging. Hal ini juga didukung oleh penelitian Rusli dan Salim (2007)
yang menyatakan bahwa pemberian lemak daging pada ransum dapat
meningkatkan kadar kolesterol.
Bilangan thiobarbituric acid reactive substances (TBARS)
Berdasarkan hasil analisis bilangan TBARS daging, perlakuan P0 memiliki
nilai ketengikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P1 dan P2. Hal
ini disebabkan karena air bebas pada daging P0 lebih banyak daripada P1 dan P2
(Tabel 3). Air bebas ini menyebabkan terjadinya proses hidrolisis pada komponen
trigliserida yang dapat menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas (Ketaren
1986). Hasil reaksi ini, yaitu asam lemak tidak jenuh yang bebas, akan
menyebabkan proses ketengikan pada daging menjadi lebih cepat. Perlakuan P1
dan P2 pada umumnya juga memiliki asam lemak yang cukup untuk terjadinya
proses ketengikan, namun hal ini dapat diminimalisasi karena daya mengikat air
pada P1 dan P2 cukup baik sehingga air bebas relatif lebih sedikit dari perlakuan
P0. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian minyak biji bunga matahari pada level
4% dan 6% tidak meningkatkan ketengikan pada daging yang dihasilkan akibat
tingginya daya mengikat air. Menurut Soldatou et al. (2009) menambahkan bahwa
nilai TBARS yang mencapai >4.4 mg MDA kg-1 menunjukkan nilai titik
minimum ketengikan pada daging. Level tersebut memungkinkan terjadinya
oksidasi daging yang menyebabkan ketengikan.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penambahan minyak biji bunga matahari dapat meningkatkan pH, daya
mengikat air (DMA), dan menurunkan susut masak, tanpa mempengaruhi
keempukan daging domba muda yang dihasilkan. Penambahan minyak biji bunga
matahari dapat meningkatkan kadar air dan kadar lemak serta menurunkan
bilangan TBARS daging. Secara umum, penambahan minyak biji bunga matahari
sebanyak 4% dan 6% memberikan hasil yang cukup baik terhadap kualitas fisik
dan kimia daging domba muda.

11
Saran
Efek positif pemberian minyak biji bunga matahari pada taraf 4% dan 6%
untuk ransum domba muda perlu diverifikasi melalui penelitian lanjutan yang
menggunakan rancangan percobaan dan analisis statistik yang valid.

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Ed ke-6. Jakarta (ID): PT Gramedia
Utama.
[AOAC] Association of Official Agricultural Chemists. 2007. Official Methods of
Analysis. Maryland (US).
Bahar B. 2003. Panduan Praktis Memilih Produk Daging Sapi. Jakarta (ID): PT
Gramedia Pustaka Utama.
[DSN] Dewan Standardisasi Nasional. 1995. Daging Kambing/Domba. SNI
01:3948.
Djalal R, Lilik ER, Nadhirotul U. 2009. Kualitas kimia daging kambing
Peranakan Etawah (PE) jantan dan kambing Peranakan Boer (PB) kastrasi.
JITHT. 4(2): 9-16.
Djalal R, Susilo A, Wiretno I. 2010. Pengaruh bangsa sapi terhadap kualitas fisik
dan kimiawi daging. JITHT. 5(1): 11-17.
Kemp JD, Jhonson AE, Steward DF, Ely DG, Fox JD. 1976. Effect of dietary
protein slaughter weight and sex on carcass composition, organoleptic,
properties and cooking losses of lamb. J Anim Sci. 42(3): 575-583.
Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Ed ke-1.
Jakarta (ID): UI-Pr.
Mandell IB, Buchanan-Smith JG, Holub BJ, Campbell CP. 1997. Effect of fish
meal in beef cattle diets on growth performance, carcass characteristics and
fatty acid composition of longissimus muscle. J Anim Sci. 75: 910-919.
[MLA] Meat and Livestock Australia. 2000. Tips and tools meat standards
Australia. Sydney (AU): MLA.
Nurwantoro, Bintoro VP, Legowo AM, Purnomoadi A. 2012. Pengaruh metode
pemberian pakan terhadap kualitas spesifik daging. J Apl Teknol Pangan. 1(3):
54-58
Palmquist DL. 1988. The feeding value of fats. Feed Sci. 1: 293-311.
Priyono A, Suwandyastuti SNO, Iriyanti N. 2013. Penggunaan ampas bir dalam
ransum untuk meningkatkan kualitas daging domba. Agripet. 13(1): 1-5.
Riyadi S. 2008. Sifat Fisik dan Asam Lemak Daging Domba yang Diberi Pakan
Ransum Komplit dan Hijauan dengan Persentase yang Berbeda [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rukmana R. 2004. Budidaya Bunga Matahari. Semarang (ID): Aneka Ilmu.
Rusli dan Salim MN. 2007. Pengaruh lemak sapi dan minyak kelapa terhadap
kadar kolesterol LDL darah ayam buras (Gallus gallus). JKH. 1(1): 7-10.
Sobri M, Supadmo, Wibowo A. 2006. Pengaruh sumber energi dan asam lemak
ransum terhadap perlemakan tubuh itik jantan di daerah tropik. J Indo Trop
Anim Agric. 31(1): 41-46.

12
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Ed ke-3. Yogyakarta (ID): Gadjah
Mada University Pr.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Ed ke-4. Yogyakarta (ID): Gadjah
Mada University Pr.
Soldatou N, Nerantzaki A, Kontominas MG, Savvaidis IN. 2009.
Phy icoche ic
d ic obio ogic ch ge of “ o v i” – A Greek
delicacy lamb meat product: Evaluation of shelf-life using microbial, colour
and lipid oxidation parameters. Food Chem. 113: 36-42.
Sudarman A, Muttakin M, Nuraini H. 2008. Penambahan sabun-kalsium dari
minyak ikan lemuru dalam ransum; pengaruhnya terhadap sifat kimia dan fisik
daging domba. JITV. 13(2): 133-139.
Sumardjo D. 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Ed ke-1. Jakarta (ID):
Buku Kedokteran EGC.
Suryantoro R. 2010. Kualitas fisik daging dari domba lokal jantan dengan
kecepatan tumbuh berbeda yang dipelihara secara intensif [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Suryati T, Arief II, Polii BN. 2008. Korelasi dan kategori keempukan daging
berdasarkan hasil pengujian menggunakan alat dan panelis. J Anim Prod. 10
(3): 188-193.
Wheeler TL, Shackelford SD, Koohmaraie M. 2000. Relationship of beef
longissimus tenderness classes to tenderness of gluteus medius,
semimembranosus, and biceps femoris. J Anim Sci. 78: 2856-2861.

13

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 5 Oktober 1991 di
Jakarta. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari
pasangan Yahudin dan Muflihah. Penulis menempuh
pendidikan di SD Muhammadiyah Cileungsi, Bogor dan pada
tahun 2006 penulis lulus dari Sekolah Menengah Pertama
Islam Terpadu Fajar Hidayah. Penulis melanjutkan
pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri 105 Jakarta
Timur pada tahun 2006 dan diselesaikan pada tahun 2009.
Penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor
pada tahun 2009 melalui jalur Ujian Talenta Mandiri (UTM).
Penulis diterima pada Program Studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan.
Selama menjadi mahasiswi, penulis mengikuti beberapa kegiatan baik dari
aspek akademik, organisasi maupun kepanitiaan baik dalam skala kampus
maupun nasional. Organisasi yang pernah diikuti penulis yaitu pada tahun 2009
penulis aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) yaitu JAKARTA
COMMUNITY, selain itu penulis juga aktif di UKM Agriaswara IPB. Penulis aktif
dalam organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan (BEM-D)
sebagai staf politik kajian dan strategi periode 2010-2011 dan staf komunikasi dan
informasi periode 2011-2012. Penulis pernah menjadi pemenang ke-1 lomba
fotografi pada Greenbase 2011.

UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir Lilis Khotijah MSi selaku dosen
pembimbing akademik dan pembimbing penelitian, serta Dr Tuti Suryati, SPt,
MSi selaku dosen pembimbing anggota yang telah banyak memberikan
bimbingan, arahan, dan motivasi kepada penulis terutama dalam penyusunan
hingga penyelesaian skripsi ini. Terima kasih kepada Ir Kukuh Budi Satoto, MS
selaku dosen penguji seminar. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada
Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS dan Ir Sri Rahayu, MSi selaku dosen penguji
sidang skripsi serta Dilla MF, SPt dan Dr Iwan Prihantoro, SPt, MSi selaku dosen
panitia seminar dan sidang penulis. Terima kasih kepada IBIKK DIKTI yang telah
memberikan dana penelitian. Penghargaan penulis sampaikan kepada teknisi
kandang (Asep dan Sugi) yang banyak membantu pelaksanaan di kandang.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu, Ayah, Adik, serta seluruh
keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan, doa dan kasih sayangnya
kepada penulis. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Angga dan
Kevin atas kerjasamanya sebagai satu tim penelitian. Terima kasih pula kepada
para sahabat Widya, Rima, Siti, Nuke, Ajeng, Nyoman, teman INTP angkatan 46,
teman Rumah Warna, dan teman-teman KONTRI atas segala bentuk
dukungannya. Terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada Anggi Putra atas
dukungan dan motivasinya kepada penulis.