Pengelolaan Pemangkasan Produksi Apel (Malus sylvestris Mill.) Di Agrowisata Krisna, Nongkojajar, Pasuruan, Jawa Timur

PENGELOLAAN PEMANGKASAN PRODUKSI APEL
(Malus sylvestris Mill.) DI AGROWISATA KRISNA,
NONGKOJAJAR, PASURUAN, JAWA TIMUR

NURUL HUDA APRILIANTI
A24061835

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

RINGKASAN

NURUL HUDA APRILIANTI. Pengelolaan Pemangkasan Produksi Apel
(Malus sylvestris Mill.) di Agrowisata Krisna, Nongkojajar. Pasuruan. Jawa
Timur. (Dibimbing oleh WINARSO D. WIDODO)
Kegiatan magang bertujuan untuk memberikan pengetahuan, keterampilan,
dan pengalaman tentang aspek produksi, teknis, dan pengelolaan perkebunan apel
pada kondisi yang sebenarnya, serta mempelajari pengelolaan usaha perkebunan
apel dengan aspek khusus pengelolaan pemangkasan produksi. Magang dilakukan

16 Februari-16 Juni 2010 di Agrowisata Krisna, Nongkojajar, Pasuruan, Jawa
Timur.
Kegiatan magang yang dilakukan selama empat bulan meliputi pekerjaan
langsung di lapangan sebagai karyawan lapangan selama satu bulan dan sebagai
asisten manajer selama tiga bulan. Kegiatan yang dikerjakan di lapangan sebagai
karyawan lapangan meliputi penyulaman tanaman, perompesan, pemangkasan,
pelengkungan cabang, pengendalian OPT, pemanenan, dan pengelolaan pasca
panen. Kegiatan yang dilakukan sebagai asisten manajer yaitu mengawasi
kegiatan karyawan lapangan, mengorganisasikan karyawan, serta membuat
laporan kebutuhan fisik dan biaya operasional. Kegiatan lain yang dilakukan
antara lain studi banding ke kebun apel di sekitar perusahaan.
Pengamatan pengelolaan pemangkasan produksi dilakukan terhadap
tanaman contoh yang dipilih secara acak pada satu blok dengan jumlah tanaman
sebanyak 800 tanaman. Jumlah tanaman contoh yang dipilih sebanyak 10 tanaman
apel kultivar Rome Beauty dan 10 tanaman apel kultivar Manalagi. Lima tanaman
dari masing-masing kultivar dipangkas dengan selisih waktu satu minggu, yaitu
pada 14 dan dan 21 hari setelah panen. Pengamatan difokuskan pada peubah
pembungaan dan pembentukan buah yang meliputi jumlah tunas campuran per
cabang, jumlah tunas vegetatif per cabang, waktu pembungaan, jumlah bunga per
cabang, tingkat kerontokan bunga, jumlah buah per tanaman, dan pertumbuhan

buah. Pengamatan-pengamatan tersebut dilakukan pada tiga cabang per tanaman
contoh yang telah dipilih.

iii
Pemangkasan produksi yang dilaksanakan di Agrowisata Krisna sudah
dilakukan dengan baik secara teknis, dilihat dari persentase pecah tunas campuran
yang lebih banyak dibanding persentase pecah tunas vegetatif baik pada Rome
Beauty maupun Manalagi. Persentase pecah tunas campuran pada kultivar Rome
Beauty mencapai 75.53 % pada tanaman yang dipangkas 14 hari setelah panen
dan 82.24 % pada tanaman yang dipangkas 21 hari setelah panen. Persentase
pecah tunas campuran pada kultivar Manalagi mencapai 55.81% pada tanaman
yang dipangkas 14 hari setelah panen dan 44.10 % pada tanaman yang dipangkas
21 hari setelah panen.
Waktu pemangkasan produksi yang tidak serempak menyebabkan adanya
tingkat perkembangan yang berbeda antara tanaman yang satu dengan yang lain
dalam satu blok, antara lain pada peubah pertambahan jumlah tunas vegetatif dan
pertambahan tunas campuran pada Rome Beauty dan Manalagi, serta jumlah buah
pada Rome Beauty. Pemangkasan pada 14 hari setelah panen memberikan hasil
lebih baik daripada pemangkasan pada 21 hari setelah panen dilihat dari jumlah
tunas campuran per cabang, jumlah bunga, serta pertumbuhan buah.


iv

PENGELOLAAN PEMANGKASAN PRODUKSI APEL
(Malus sylvestris Mill.) DI AGROWISATA KRISNA,
NONGKOJAJAR, PASURUAN, JAWA TIMUR

Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

NURUL HUDA APRILIANTI
A24061835

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

v


Judul

: PENGELOLAAN

PEMANGKASAN

PRODUKSI

APEL (Malus sylvestris Mill.) DI AGROWISATA
KRISNA, NONGKOJAJAR, PASURUAN, JAWA
TIMUR
Nama

: NURUL HUDA APRILIANTI

NRP

: A24061835


Menyetujui,
Pembimbing

Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MS.
NIP. 19620831 198703 001

Mengetahui,
Ketua Departemen

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. Agr.
NIP. 19611101 198703 003

Tanggal Lulus: ……………………………..

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 16 April 1988 di Salatiga, Jawa Tengah.
Penulis merupakan anak kedua dari Bapak Fauzi Ahmad Yulianto dan

Ibu Darmini.
Riwayat pendidikan penulis bermula dari SDN Tegalrejo I Salatiga yang
berhasil diselesaikan pada tahun 2000. Tahun 2003 penulis lulus dari
SLTPN I Salatiga dan melanjutkan studi di SMAN I Salatiga, yang diselesaikan
pada tahun 2006. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006
melalui jalur USMI, kemudian diterima sebagai mahasiswa Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian pada tahun 2006.
Selama kuliah, penulis tergabung dalam organisasi kemahasiswaan daerah
Patra Atlas (Semarang). Penulis juga aktif dalam beberapa kegiatan kepanitiaan.
Pada tahun 2007 penulis menjadi koordinator pulang bareng Patra Atlas. Tahun
2008 penulis bergabung dalam kepanitiaan Festival Tanaman (FESTA) XXIX dan
Masa Pengenalan Departemen (MPD) Herbal. Tahun 2009 penulis bergabung
kembali dalam kepanitiaan Festival Tanaman (FESTA) XXX dan panitia Temu
Keluarga Agronomi (TEGAR) 2009 serta panitia Suksesi Patra Atlas.

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya

sehingga skripsi yang berjudul “Pengelolaan Pemangkasan Produksi Apel
(Malus sylvestris Mill.) di Agrowisata Krisna, Nongkojajar, Pasuruan, Jawa
Timur” ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu
syarat penyelesaian tugas akhir Program Sarjana Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada orang tua dan kakak
yang telah memberikan doa, dukungan, dan semangat kepada penulis untuk
menyelesaikan penulisan skripsi. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada
Ir. Diny Dinarti, M.Si atas bimbingan dan arahan selama magang dan penyusunan
skripsi sampai pelaksanaan seminar hasil magang, Dr. Ir. Winarso D. Widodo MS
atas bimbingan dan arahan selama pelaksanaan magang dan penyusunan skripsi,
Ani Kurniawati, S.P, M.Si selaku dosen pembimbing akademik, H. Soepandi
sebagai pembimbing lapangan, seluruh karyawan Agrowisata Krisna, Mbak
Nurul, dan keluarga atas tempat tinggal dan bantuan selama pelaksanaan magang,
serta teman-teman AGH 43 tercinta. Semoga sripsi ini bermanfaat bagi yang
membutuhkan.

Bogor, Juni 2011

Penulis


viii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ........................................................................................

viii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................

x

PENDAHULUAN ........................................................................................
Latar Belakang.....................................................................................
Tujuan .................................................................................................


1
1
2

TINJAUAN PUSTAKA................................................................................
Botani Apel .........................................................................................
Syarat Tumbuh ....................................................................................
Budidaya Apel .....................................................................................
Pemangkasan Tanaman ........................................................................

3
3
3
4
9

METODE MAGANG ...................................................................................
Waktu dan Tempat ...............................................................................
Metode Pelaksanaan ............................................................................

Analisis Data dan Informasi .................................................................

11
11
11
12

KEADAAN UMUM .....................................................................................
Sejarah Perusahaan ..............................................................................
Letak Geografis atau Letak Wilayah Administratif...............................
Keadaan Iklim dan Tanah ....................................................................
Luas Areal dan Tata Guna Lahan .........................................................
Keadaan Tanaman dan Produksi ..........................................................
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan .............................................

13
13
13
13
14

15
15

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG ..................................................

17

PENGELOLAAN PEMANGKASAN PRODUKSI DI AGROWISATA
KRISNA .......................................................................................................

34

KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................

41

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

42

LAMPIRAN .................................................................................................

44

ix

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1.

Data Kebutuhan Pupuk untuk Tanaman Apel per Pohon...........

6

2.

Pemupukan di Kusuma Agrowisata ..........................................

7

3.

Keadaan Klimatologi Nongkojajar Bulan Februari-20 Juni
2010 .........................................................................................

14

4.

Jumlah Karyawan Agrowisata Krisna Tahun 2010 ...................

16

5.

Produksi dan Produktivitas Apel Tahun 2006-2009 di
Agrowisata Krisna ....................................................................

17

Produksi Rata-Rata Tanaman Apel berdasarkan Umur
Tanaman ..................................................................................

18

Kultivar dan Karakteristik Apel yang Dihasilkan Agrowisata
Krisna ......................................................................................

28

8.

Grade Apel di Daerah Nongkojajar ..........................................

29

9.

Perbandingan Prestasi Kerja Karyawan Agrowisata Krisna
dengan Penulis .........................................................................

33

Waktu Pangkas, Pecah Tunas, Bunga Mekar Serempak, dan
Muncul Buah............................................................................

34

Jumlah Mata Tunas Awal, Persentase Pecah Tunas Campuran,
dan Persentase Pecah Tunas Vegetatif ......................................

35

12.

Jumlah Tunas Vegetatif dan Tunas Campuran per Cabang .......

36

13.

Jumlah Bunga pada Rome Beauty dan Manalagi ......................

37

14.

Tingkat Kerontokan Bunga dan Persentase Fruit Set ................

37

15.

Jumlah Buah pada Rome Beauty dan Manalagi ........................

39

16.

Pertambahan Diameter Buah pada Rome Beauty dan Manalagi

40

6.
7.

10.
11.

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1.

Penyambungan Tanaman ............................................................

18

2.

Hasil Pangkasan pada Apel .........................................................

20

3.

Pelengkungan Cabang ................................................................

21

4.

Mata Tunas yang Mulai Terdiferensiasi ......................................

23

5.

Pemberian Pupuk Kandang .........................................................

24

6.

Gejala Serangan Hama pada Tanaman Apel ...............................

25

7.

Gejala Serangan Penyakit pada Tanaman Apel ...........................

26

8.

Alat-alat dalam Sortasi dan Grading ...........................................

29

9.

Produk Olahan Apel Agrowisata Krisna .....................................

30

10. Proses Pembuatan Cuka Apel .....................................................

31

11. Mata Tunas pada Apel ................................................................

35

12. Bunga pada Apel ........................................................................

36

13. Pertambahan Jumlah Bunga pada Kultivar Rome Beauty dan
Manalagi ....................................................................................

37

14. Fase Perkembangan Buah pada Apel Rome Beauty ....................

39

15. Fase Perkembangan Buah pada Apel Manalagi ...........................

39

16. Pertumbuhan Buah pada Kultivar Rome Beauty dan Manalagi ...

40

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor
1.

Halaman
Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Karyawan Lapangan di
Agrowisata Krisna, Andonosari, Nongkojajar, Tutur, Pasuruan,
Jawa Timur.................................................................................

44

Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Asisten Manajer di
Agrowisata Krisna, Andonosari, Nongkojajar, Tutur, Pasuruan,
Jawa Timur.................................................................................

46

3.

Data Curah Hujan Nongkojajar Tahun 2000-2009 ......................

50

4.

Peta Areal Agrowisata Krisna .....................................................

55

5.

Luas Areal Pertanaman Apel Wisata Petik Masing-masing Blok
di Agrowisata Krisna ..................................................................

55

Data Produksi Apel Agrowisata Krisna Tahun 2008-Maret 2010

56

2.

6.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Konsumsi apel per kapita di Indonesia mengalami peningkatan dari 0.52 kg
per tahun pada tahun 2004 menjadi 0.62 kg per tahun pada tahun 2005
berdasarkan Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (2006). Produksi apel nasional
belum mencukupi permintaan sehingga harus dipenuhi dengan apel impor.
Menurut Sarwanto (2008), apel menduduki peringkat pertama impor buah
Indonesia diikuti oleh pir, jeruk, durian, dan anggur. Volume impor apel
Indonesia mengalami kenaikan dari 126 ribu ton pada tahun 2005 menjadi
145 ribu ton pada tahun 2008.
Apel lokal sebenarnya mempunyai kelebihan dibandingkan dengan apel
impor, diantaranya dalam hal kesegaran dan kandungan nilai gizi. Buah impor
karena harus melalui alur transportasi yang lama dan harus selalu berada di dalam
alat pendingin, kandungan gizinya sudah jauh berkurang (Dimyati dan Sukirno,
2007). Hasil penelitian Permatasari (2009) menunjukkan bahwa 50 % konsumen
bersikap positif terhadap parameter kemasan, harga, label, kualitas, dan
kandungan gizi apel lokal, sementara 47 % bersikap netral dan 3 % bersikap
negatif. Ketersediaan apel lokal yang lebih sedikit dibandingkan apel impor di
pasar merupakan salah satu penyebab konsumen lebih memilih apel impor. Hal ini
menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas apel masih sangat dibutuhkan
untuk pemenuhan kebutuhan nasional dan dapat membuka peluang untuk ekspor.
Produksi apel dipengaruhi oleh pelaksanaan teknis budidaya. Kegiatan
budidaya apel secara umum meliputi pembibitan, penanaman, pemupukan,
perompesan, pemangkasan, pelengkungan cabang, penyiraman, pengapuran,
penjarangan buah, dan pengendalian OPT. Pelaksanaan teknis budidaya yang
tepat diharapkan dapat meningkatkan produksi apel.
Wilayah tropika tidak memiliki musim gugur sehingga pohon apel tidak
dapat berbunga apabila tidak dirompes dan dipangkas. Perompesan berguna untuk
mematahkan dormansi sebagai pengganti musim gugur, sedangkan pemangkasan
untuk mendorong pecahnya tunas dan mempengaruhi banyaknya tunas bunga dan
tunas daun (tunas vegetatif) yang terbentuk.

2
Prastowo et al. (2006) menyatakan, pemangkasan dapat meningkatkan
efisiensi pemanfaatan sumber energi (unsur hara dan sinar matahari) untuk
memperoleh percabangan yang ideal dan seimbang sehingga distribusi daun
merata dalam penerimaan sinar matahari, yang pada akhirnya dapat meningkatkan
hasil produksi dan mutu buah.
Kegiatan magang diharapkan dapat memberikan gambaran tentang
produksi apel pada kondisi yang sebenarnya. Magang dilakukan di salah satu
sentra produksi apel Indonesia yang bertempat di Agrowisata Krisna,
Nongkojajar, Pasuruan, Jawa Timur.

Tujuan
Tujuan dari kegiatan magang ini secara umum adalah untuk memperoleh
pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman tentang aspek produksi, aspek teknis,
dan pengelolaan perkebunan apel pada kondisi yang sebenarnya. Tujuan khusus
dari kegiatan magang ini dititikberatkan pada aspek pemangkasan produksi.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Apel
Tanaman

apel

termasuk

dalam

divisi

Spermatophyta,

subdivisi

Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Rosales, famili Rosaceae, genus Malus,
dan spesies Malus sylvestris Mill. Malus sylvestris Mill mempunyai bermacammacam kultivar yang memiliki kekhasan tersendiri. Beberapa kultivar apel
unggulan di Indonesia yaitu Rome Beauty, Manalagi, Anna, Princess Noble, dan
Wanglin/Lali jiwo (Prihatman, 2000).
Apel merupakan tanaman buah tahunan yang berasal dari daerah Asia
Barat dengan iklim temperate. Tanaman apel di daerah tropika dapat dibungakan
tanpa tergantung musim dengan mengatur waktu perompesan dan pemangkasan.
Satu siklus pembuahan apel membutuhkan waktu 4.5-6 bulan tergantung kultivar
dan cuaca sehingga dalam setahun apel dapat dibuahkan 2-3 kali (Prihatman,
2000). Berbeda dengan kawasan empat musim, pembungaan hanya terjadi pada
musim semi, sehingga apel hanya berproduksi sekali setahun (Hakim, 2008).
Syarat Tumbuh
Tanaman apel tumbuh dengan baik pada tanah yang bersolum dalam,
mempunyai lapisan bahan organik tinggi, struktur tanahnya remah dan gembur,
serta mempunyai aerasi, penyerapan air, dan porositas yang baik sehingga
pertukaran oksigen, pergerakan hara, dan kemampuan menyimpanan airnya
optimal. Tanah yang cocok adalah Latosol, Andosol, dan Regosol. Derajat
keasaman tanah (pH) yang cocok untuk tanaman apel adalah 6-7. Tanaman apel
membutuhkan kandungan air tanah yang cukup untuk tumbuh. Kelerengan yang
terlalu tajam akan menyulitkan perawatan tanaman, sehingga bila masih
memungkinkan dibuat terasering maka tanah masih layak untuk ditanami
(Prihatman, 2000).
Curah hujan yang ideal untuk tanaman apel adalah 1.500-2.500 mm/tahun
dengan hari hujan 110-150 hari/tahun. Banyaknya bulan basah dalam setahun
adalah 6-7 bulan dan bulan kering 3-4 bulan. Curah hujan yang tinggi saat

4
berbunga akan menyebabkan bunga gugur sehingga diperlukan cuaca cerah saat
pembungaan (Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur, 2008). Kusumo (1986)
menyatakan bahwa penggunaan penutup pohon dari bahan plastik yang tembus
sinar matahari dapat mengurangi risiko bunga gugur. Untung (1994) menyatakan
bahwa jika waktu musim hujan dapat dipastikan, maka masa berbuah apel bisa
diatur dengan menjadwalkan waktu perompesan daun.
Tanaman apel membutuhkan cahaya matahari yang cukup antara
50-60 % setiap harinya, terutama pada saat pembungaan. Suhu yang dibutuhkan
antara 16-27oC, kelembaban udara sekitar 75-85 %. Tanaman apel dapat tumbuh
dan berbuah baik di daerah tropika pada ketinggian 1.000-1.250 m dari
permukaan laut (dpl) (Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur, 2008).

Budidaya Apel
Kegiatan budidaya apel secara umum meliputi pembibitan, penanaman,
perompesan daun, pemangkasan cabang, pelengkungan cabang, pemupukan,
penjarangan buah, pengendalian OPT, panen, dan pasca panen. Pelaksanaan
teknis budidaya yang tepat diharapkan dapat menghasilkan produksi apel yang
optimal. Kemampuan memilih bibit yang baik merupakan langkah awal
keberhasilan bertanam apel. Bibit yang unggul mempunyai ciri-ciri batangnya
lurus, daunnya terlihat segar, dan tidak mudah rontok. Perbanyakan tanaman apel
dapat dilakukan secara vegetatif maupun generatif. Perbanyakan secara generatif
jarang dilakukan karena masa berbuah yang lama dan hasilnya belum tentu bagus
(Untung, 1994).
Teknik perbanyakan yang umum digunakan di Agrowisata Krisna adalah
teknik sambung pucuk. Prihatman (2000) menyatakan, teknik sambung pucuk
(top grafting) dilakukan dengan cara sebagai berikut: batang bawah dipotong pada
ketinggian lebih kurang 20 cm dari pangkal akar, kemudian bagian tengah batang
bawah dibelah sepanjang 2-5 cm. Batang atas dipotong sepanjang lebih kurang
15 cm, daunnya dibuang, kemudian pangkal batangnya diiris berbentuk baji,
panjang irisan sama dengan panjang belahan batang bawah. Batang atas
disisipkan ke belahan batang bawah sehingga kambium bisa bertemu. Sambungan
diikat dengan tali plastik serapat mungkin. Tali plastik sudah dapat dibuka dua

5
sampai tiga minggu kemudian. Bibit hasil sambungan yang kira-kira sudah
berumur enam bulan dipotong setinggi 80-100 cm dari pangkal batang dan
daunnya dirompes.
Perompesan dilakukan untuk mematahkan dormansi sebagai pengganti
musim gugur di daerah temperate. Perompesan dilakukan supaya penguapan
berkurang, sedangkan suplai bahan makanan tetap berlangsung. Akibatnya terjadi
kelebihan zat makanan dalam tanaman. Pada kondisi ini tunas-tunas lateral akan
muncul lebih cepat (Untung, 1994). Perompesan umumnya dilakukan sekitar
10 hari setelah panen (Soelarso, 1997). Studi yang dilakukan Baiturrohmah (2010)
menunjukkan, perbedaan waktu rompes berpengaruh nyata terhadap waktu bunga
mekar serempak dan persentase kerontokan pentil buah per pohon sampai
delapan minggu setelah rompes.
Cabang pohon yang tidak dipangkas akan tumbuh lurus ke atas. Hal ini
terjadi karena dominansi tunas apikal dan perlu diatasi dengan pemangkasan dan
pelengkungan

cabang

(Kusumo,

1986).

Untung

(1994)

menambahkan,

pelengkungan dilakukan setelah pemangkasan cabang untuk merangsang
tumbuhnya tunas lateral. Arah pelengkungan cabang akan menentukan
pertumbuhan tunas. Lengkungan yang terlalu ke atas akan menghasilkan sedikit
tunas dan sebagian besar terdapat pada bagian ujung cabang. Tunas yang terlalu
ke bawah atau busur lengkungannya pendek akan menghasilkan tunas yang
tumbuh rapat di lengkungan tertinggi di bagian ujung cabang, sedang di bagian
cabang di antaranya tidak tumbuh. Pelengkungan sebaiknya horizontal agar tunastunas tumbuh merata sepanjang cabang. Posisi tersebut menyebabkan dominansi
auksin digantikan oleh etilen, yang dapat merangsang pembungaan.
Zat pengatur tumbuh yang umum digunakan adalah Dormex yang
mengandung bahan aktif hidrogen sianamida. Dormex diberikan satu kali setelah
pemangkasan
menyatakan,

atau

perompesan

pemberian

hidrogen

(Soelarso,
sianamida

1997).

Notodimedjo

pada tanaman

(1995)

apel dapat

meningkatkan jumlah daun, luas daun, panjang tunas, dan diameter tunas.
Hidrogen sianamida tidak bersifat sistemik. Cara kerjanya adalah menghambat
kerja enzim katalase yang berperan dalam penguraian hidrogen peroksida (H2O2)
menjadi air dan oksigen. Penghambatan tersebut menyebabkan hidrogen

6
peroksida diuraikan melalui lintasan pentosa fosfat oksidatif. Dengan peningkatan
laju lintasan pentosa fosfat tersebut, dihasilkan lebih banyak substansi yang
mendasari pertumbuhan baru.
Untung (1994) menyatakan, umumnya pupuk diberikan setelah daun
dirontokkan, muncul bunga baru, atau setelah pemangkasan cabang yang sakit
atau rusak. Saptarini (2002) menambahkan, N berfungsi untuk merangsang
pertumbuhan vegetatif tanaman, khususnya batang, cabang, dan daun. Tanaman
yang kekurangan N akan tumbuh kerdil. Fungsi P merangsang pertumbuhan akarakar baru dari benih dan tanaman muda, juga mempercepat pembuahan, serta
pemasakan

biji

dan

buah.

Fungsi

K

memperkokoh

fisik

tanaman,

mempertahankan bunga dan buah tidak mudah gugur, dan membuat tanaman
memiliki daya tahan tinggi terhadap kekeringan maupun gangguan penyakit.
Pupuk diberikan di alur yang mengelilingi batang selebar tajuk sedalam
lebih kurang 20 cm. Untuk pupuk anorganik ditaburkan secara merata di dalam
alur, lalu ditutup dengan tanah. Untuk tanaman dewasa diberikan pupuk organik
melingkari tanaman dengan radius satu meter. Pemberian pupuk pelengkap cair
dilakukan dengan penyemprotan setelah bunga apel membentuk buah sebesar
kelereng sampai satu bulan menjelang panen dengan interval dua minggu (Dinas
Pertanian Provinsi Jawa Timur, 2008). Dosis dan waktu pemberian pupuk dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Data Kebutuhan Pupuk untuk Tanaman Apel per Pohon
No
1

2

3

Pupuk
Organik
(Pupuk
Kandang)
Anorganik
NPK
(mutiara atau
phonska)
Pupuk
Pelengkap
Cair (PPC)

30 kg/pohon

Umur
Tanaman
(Tahun)
5-10

60 kg/pohon

> 10

0.5-1
kg/pohon
1-1.5
kg/pohon
2 cc/lt

5-10

Dosis

> 10

Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur (2008)

-

Waktu
Pemberian
Awal musim
hujan
Awal musim
hujan
Awal dan akhir
musim hujan
Awal dan akhir
musim hujan
Setelah buah
apel sebesar
kelereng

Keterangan
1 kali/tahun

2 kali/tahun

-

7
Baiturrohmah (2010) melaporkan, pemupukan di Kusuma Agrowisata
dibedakan atas dasar umur tanaman, yaitu pada tanaman belum menghasilkan
(TBM) dan tanaman menghasilkan (TM) (Tabel 2). Pemupukan pada TBM
menggunakan pupuk ZA dengan dosis yang berbeda berdasarkan umur tanaman,
sedangkan pada TM menggunakan pupuk majemuk NPK (15:15:15). Pupuk
diberikan di sekitar tanaman dengan kedalaman alur sekitar 10-20 cm dan selebar
tajuk yaitu sekitar satu meter dari batang pohon pada TM dan setengah meter pada
TBM.
Tabel 2. Pemupukan di Kusuma Agrowisata
Umur tanaman (tahun)
1
2
3
4
≥5

Pupuk
ZA
ZA
ZA
ZA
NPK

Dosis (g/tanaman)
100
200
300
300
500

Sumber: Baiturrohmah (2010)

Hama dan penyakit merupakan faktor penting yang membatasi produksi
apel. Kutu hijau (Aphis pomii), tungau, trips, ulat daun (Spodoptera litura),
serangga penghisap daun (Helopelthis sp.), ulat daun hitam, dan lalat buah adalah
hama yang sering menyerang tanaman apel. Penyakit yang sering menyerang
tanaman apel yaitu embun tepung, bercak daun, jamur upas, kanker batang, dan
busuk buah. Pencegahan dilakukan dengan penyemprotan dosis ringan sebelum
hama dan penyakit menyerang tanaman atau secara rutin 1-2 minggu sekali.
Penanggulangan dilakukan dengan penyemprotan sedini mungkin dengan dosis
tepat. Penyemprotan sebaiknya dilakukan pagi atau sore hari. Jenis dan dosis
pestisida yang digunakan dalam menanggulangi hama sangat beragam tergantung
dengan hama dan penyakit yang dikendalikan dan tingkat populasi hama
(Soelarso, 1997).
Penjarangan buah dilakukan untuk meningkatkan kualitas buah agar
besarnya seragam, kulit baik, dan sehat. Penjarangan dilakukan dengan
membuang buah yang tidak normal (terserang hama penyakit atau kecil-kecil),
sehingga untuk mendapatkan buah yang baik, satu tunas hendaknya berisi
3-5 buah (Prihatman, 2000). Ashari (2004) menyatakan, penjarangan buah yang
dilakukan sedini mungkin dapat memastikan produksi bunga/buah pada musim

8
berikutnya, sehingga dapat menjamin panen yang kontinyu. Produksi buah secara
besar-besaran akan memaksa tanaman mengeluarkan cadangan karbohidrat terlalu
banyak, sehingga setelah masa berbuah selesai, pertumbuhan vegetatif tanaman
terganggu dan proses pengumpulan karbohidrat untuk pembungaan akan
terhambat.
Buah apel dapat dipanen pada umur 4-5 bulan setelah bunga mekar,
tergantung pada kultivar dan iklim. Pemanenan paling baik dilakukan pada saat
tanaman mencapai tingkat masak fisiologis (ripening). Ciri masak fisiologis buah
adalah: ukuran buah terlihat maksimal, aroma mulai terasa, warna buah tampak
cerah segar dan bila ditekan terasa renyah (Prihatman, 2000). Pramono (2007)
menambahkan, jika panen dilakukan saat buah belum siap akan berpengaruh
buruk terhadap pertumbuhan tanaman dan pembungaan pada musim berikutnya.
Pemanenan apel dilakukan dengan cara memetik buah secara manual
dengan tangan. Periode panen apel adalah enam bulan sekali berdasarkan siklus
pemeliharaan yang telah dilakukan. Apel yang sudah dipanen dikumpulkan pada
tempat yang teduh dan tidak terkena sinar matahari langsung agar laju respirasi
berkurang untuk mempertahankan kualitas. Penyortiran dilakukan untuk
memisahkan antara buah yang baik dan bebas penyakit dengan buah yang jelek
atau berpenyakit, agar penyakit tidak tertular ke seluruh buah yang dipanen yang
dapat

menurunkan

mutu

produk.

Penggolongan

dilakukan

untuk

mengklasifikasikan produk berdasarkan jenis kultivar, ukuran, dan kualitas buah
(Prihatman, 2000).
Buah yang akan dikirim dikemas untuk menghindari kerusakan.
Pengemasan

biasanya

menggunakan

kotak

kardus

dengan

ukuran

48 cm x 33 cm x 37 cm, yang dapat menampung 35 kg apel. Dasar kotak kardus
diberi potongan-potongan kertas untuk menghindari risiko terkena benturan.
Sebelum kotak ditutup, di atas susunan buah apel diberi potongan-potongan kertas
lagi. Buah yang dikemas dalam satu kotak besarnya harus seragam agar mudah
menyusunnya. Lapisan buah pertama diatur pada bagian lebar kotak 3-3,
3-3 buah atau berselang 3-2 buah sampai susunan memenuhi panjang kotak.
Demikian pula lapisan kedua di atasnya mengisi ruang-ruang di antara buah dari
lapisan pertama. Bila tiap-tiap buah diberi sela/ruangan disebut susunan terbuka,

9
dan bila agak rapat disebut susunan tertutup. Susunan terbuka lebih baik untuk
sirkulasi udara di antara tiap-tiap buah (Soelarso, 1996).

Pemangkasan Tanaman
Pemangkasan pada apel menurut tujuannya dibagi menjadi pemangkasan
bentuk, pemangkasan pemeliharaan, dan pemangkasan produksi. Pemangkasan
bentuk dilakukan dengan cara sebagai berikut: batang utama tanaman apel
dipangkas setinggi 80 cm tepat di atas payungan daun kemudian daun yang ada di
bawah pangkasan dirompes agar tumbuh tunas lateral dari pangkasan. Tunas
lateral disisakan tiga buah yang tumbuhnya ke segala arah agar semua cabangnya
terkena sinar matahari. Setelah tunas-tunas tadi tumbuh menjadi cabang yang
panjangnya sekitar satu meter, daunnya dirompes dan payungan daun di ujungnya
dipangkas. Cabang yang telah gundul dilengkungkan dengan tali dan diikatkan
pada kayu pasak lalu dipasakkan ke tanah sehingga posisi cabang benar-benar
mendatar. Tujuan pelengkungan cabang hingga mendatar yaitu agar tunas
sekunder tumbuh merata dan teratur di sepanjang cabang. Tiga tunas sekunder
yang arahnya baik disisakan untuk dipelihara, tunas lainnya dipangkas. Setelah
tunas sekunder panjangnya satu meter, daunnya dirompes dan dilengkungkan
sampai mendatar agar tunas tersier tumbuh (Saptarini et al., 2002).
Pemangkasan pemeliharaan dilakukan setiap diperlukan untuk memelihara
bentuk tanaman, mencegah serangan penyakit, dan mengatur arah percabangan
sehingga sinar matahari dapat masuk secara merata. Luka bekas pemangkasan
juga dapat menjadi sarana penyebaran penyakit. Luka yang besar harus dilumuri
dengan parafin, lilin, cat, atau ter supaya tidak kemasukan air dan dihinggapi
penyakit. Gunting yang digunakan harus tajam dan licin, sehingga pemangkasan
dapat dilakukan sekali potong (Prihatman, 2000).
Pemangkasan pemeliharaan dilakukan pada bagian-bagian tanaman yang
meliputi: tunas yang tumbuh searah batang pokok, ranting yang tumbuh ke dalam,
ranting yang bertumpang tindih, ranting yang mulai mengering dan sudah mati,
ranting yang sudah tumbuh pada batang bawah, cabang yang tumbuh dekat
dengan tanah, dan cabang yang menunduk ke bawah (Info Agribisnis, 2009).

10
Pemangkasan produksi pada prinsipnya adalah mengubah perbandingan
unsur karbon (C) dan nitrogen (N) (C/N rasio) dalam tubuh tanaman. Tidak
imbangnya C/N rasio ini dapat mengganggu fase vegetatif dan fase reproduktif
tanaman. Tanaman yang C/N rasionya tinggi, rangsangan untuk terbentuknya
bunga dan buah semakin tinggi pula (Saptarini et al., 2002).
Prastowo et al. (2006) menyatakan, pemangkasan dapat meningkatkan
efisiensi pemanfaatan sumber energi (unsur hara dan sinar matahari) untuk
memperoleh percabangan yang ideal dan seimbang sehingga distribusi daun
merata dalam penerimaan sinar matahari, yang pada akhirnya dapat meningkatkan
hasil produksi dan mutu buah. Studi yang dilakukan Khaerunnisa (2010)
menunjukkan bahwa perbedaan waktu pangkas pada apel berpengaruh nyata
terhadap jumlah tunas, jumlah kuncup daun, jumlah kuncup bunga, jumlah bunga,
dan jumlah buah.

METODE MAGANG
Waktu dan Tempat
Kegiatan magang ini dilaksanakan selama empat bulan, dimulai tanggal
16 Februari 2010 sampai dengan tanggal 16 Juni 2010. Magang dilaksanakan di
Agrowisata Krisna, Nongkojajar, Pasuruan, Jawa Timur.

Metode Pelaksanaan
Kegiatan magang yang dilakukan selama empat bulan meliputi pekerjaan
langsung di lapangan sebagai karyawan lapangan selama satu bulan dan sebagai
asisten manajer selama tiga bulan. Kegiatan sebagai karyawan lapangan meliputi
penyulaman

tanaman,

perompesan,

pemangkasan,

pelengkungan

cabang,

pengendalian OPT, pemanenan, dan pengelolaan pasca panen. Kegiatan yang
dilakukan sebagai asisten manajer yaitu mengawasi kegiatan karyawan lapangan,
mengorganisasikan karyawan, serta membuat laporan kebutuhan fisik dan biaya
operasional. Kegiatan lain yang dilakukan antara lain studi banding ke kebun apel
di sekitar perusahaan.
Kegiatan pengambilan data dilakukan dengan pengumpulan data primer
dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan metode langsung, yaitu melalui
pengamatan, wawancara, atau diskusi dengan karyawan. Data pengamatan di
lapangan difokuskan pada kegiatan pemangkasan produksi dengan peubah
pengamatan meliputi persentase pecah tunas per cabang, jumlah tunas campuran,
jumlah tunas vegetatif, jumlah bunga, persentase kerontokan bunga, persentase
fruit set, jumlah buah, dan pertumbuhan buah.
Pengamatan dilakukan pada lahan seluas satu hektar dengan populasi 800
pohon, terdiri dari 703 Rome Beauty, 56 Manalagi, dan sisanya Anna, Princess
Noble, dan Wanglin. Sekitar 87.5 % tanaman dalam kondisi menghasilkan.
Tanaman contoh dipilih sebanyak 10 tanaman apel kultivar Rome Beauty dan
10 tanaman apel kultivar Manalagi. Lima tanaman dari masing-masing kultivar
dipangkas dengan selisih waktu satu minggu, yaitu pada 14 dan 21 hari setelah
panen (HSP). Pengamatan persentase pecah tunas per cabang, jumlah tunas
campuran, jumlah tunas vegetatif, jumlah bunga, persentase kerontokan bunga,

12
persentase fruit set, jumlah buah, dan pertumbuhan buah dilakukan pada tiga
cabang per tanaman.
Data sekunder diperoleh dengan mengakses arsip kebun yang meliputi
sejarah dan keadaan umum perusahaan, lokasi dan letak geografis kebun, keadaan
tanah dan iklim, curah hujan, luas areal, tata guna lahan, organisasi, sumber daya
manusia, data produksi, dan data tentang kegiatan budidaya yang telah
dilaksanakan oleh perusahaan, terutama dalam aspek pemangkasan.

Analisis Data dan Informasi
Hasil dari pengamatan dan pengumpulan data selama kegiatan magang
digunakan sebagai bahan analisis dalam penyusunan skripsi. Analisis data
meliputi analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif
menggunakan ukuran distribusi (frekuensi dan persen), ukuran pemusatan data
(rata-rata dan hubungan input-output), dan dengan menggunakan uji t-student.
Analisis kuantitatif disajikan dengan menginterpretasikan dan mendeskripsikan
data yang diperoleh. Tujuan dari analisis dengan uji t-student ialah untuk
mengetahui

pengaruh

pembentukan buah apel.

waktu

pemangkasan

terhadap

pembungaan

dan

KEADAAN UMUM
Sejarah Perusahaan
Agrowisata Krisna merupakan perusahaan yang bergerak dalam unit usaha
hortikultura yang mengelola proses produksi apel mulai dari pengadaan input,
teknis budidaya, sampai pemasaran hasil panen. Agrowisata Krisna juga memiliki
unit bisnis sampingan berupa industri pengolahan apel dan agrowisata.
Pemilik

dari

agrowisata

ini

adalah

H.

Soepandi

yang

mulai

membudidayakan apel pada tahun 1968 dengan modal lahan pemberian ayahnya
dan dua ekor anak sapi untuk dibelikan bibit apel dari orang Belanda. Tahun 1992
Agrowisata Krisna menambah unit bisnis dengan menjadikan kebun apel sebagai
tempat wisata petik apel yang bertujuan untuk memperkenalkan daerah Tutur –
Nongkojajar, Pasuruan, Jawa Timur sebagai daerah wisata. Jeruk Valencia, jeruk
Jova, jeruk Keprok, plum asal Australia, dan buah naga juga ditanam untuk
menambah daya tarik dan variasi komoditas agrowisata.
Agrowisata Krisna mulai mengusahakan pengelolaan pasca panen berupa
pengolahan apel pada tahun 2003. Produk yang dihasilkan antara lain cuka apel,
teh apel, wine apel, jenang apel, dan wingko apel. Tujuan dari pengembangan unit
bisnis ini, khususnya cuka apel, yaitu untuk meningkatkan nilai produk,
memenuhi permintaan cuka apel di pasaran, sebagai upaya pemanfaatan
banyaknya apel afkir, dan untuk meningkatkan pendapatan Agrowisata Krisna.

Letak Geografis atau Letak Wilayah Administratif
Agrowisata Krisna terletak di Dusun Sawah Talun, Desa Andonosari,
Kecamatan Tutur-Nongkojajar, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Lokasi ini
terletak pada ketinggian 1 161 m dpl.

Keadaan Iklim dan Tanah
Kebun Agrowisata Krisna terletak pada wilayah berbukit dengan jenis
tanah Andosol. Suhu maksimum 32oC dan suhu minimum 22oC, curah hujan per
tahun berkisar antara 2.000-3.000 mm/tahun. Banyaknya bulan kering dalam

14
setahun adalah 3-4 bulan dan bulan basah 8-9 bulan. Kelembaban udaranya
berkisar 75-85 %. Tipe iklim daerah ini tergolong tropika basah.
Keadaan klimatologi Nongkojajar bulan Februari - 20 Juni 2010 dapat
dilihat pada Tabel 3. Hujan turun hampir setiap hari dengan curah hujan
> 500 mm/bulan. Curah hujan dan hari hujan di Nongkojajar bulan Februari-Juni
pada tahun 2010 ini merupakan yang tertinggi dalam lima tahun terakhir
(Tabel 4). Curah hujan yang tinggi merupakan salah satu penyebab utama
kerontokan bunga pada apel.
Tabel 3. Keadaan Klimatologi Nongkojajar Bulan Februari-20 Juni 2010
No
1
2

Unsur Klimatologi
Curah Hujan
Jumlah Hari Hujan

Februari
712
29

Maret
632
28

April
544
29

Mei
546
27

1-20 Juni
411
18

Sumber: Balai Benih Induk Nongkojajar (2010)

Tabel 4. Curah Hujan dan Hari Hujan Bulan Februari – Juni Tahun 2006 –
2010
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
CH
HH

2006
430
346
542
323
363
15
2 019
106

2007
202
608
240
456
102
251
1 859
119

2008
249
369
875
105
152
8
1 758
103

2009
419
500
128
224
284
49
1 604
119

2010
556
712
632
544
546
411*
3 401*
160*

Sumber: Balai Benih Induk Nongkojajar (2010)
Keterangan: *) Data terakhir diambil tanggal 20 Juni 2010; CH: Curah Hujan, HH: Hari Hujan

Luas Areal dan Tata Guna Lahan
Lahan untuk budidaya dan agrowisata di Agrowisata Krisna dibagi dalam
empat bidang yaitu Bidang Cengkeh, Miring Timur, Pondok, dan Jurang Gunting
dengan luas keseluruhan empat hektar. Terdapat enam blok rotasi panen pada
empat bidang ini, dengan populasi tanaman pada masing-masing blok berturutturut sebanyak 500, 800, 400, 800, 700, dan 300 pohon pada blok satu sampai
blok enam. Rotasi panen pada masing-masing blok berjarak 2-4 minggu. Luas
areal budidaya masing-masing blok dapat dilihat pada Lampiran 5, sedangkan
peta kebun Agrowisata Krisna dapat dilihat pada Lampiran 4.

15
Bangunan untuk menunjang agrowisata meliputi guest house, tempat
parkir, kantor, mushola, kamar mandi kantor, gudang peralatan pertanian, gudang
fermentasi cuka apel, gudang penyimpanan pestisida dan pupuk, serta mess yang
disediakan untuk penjaga dan peserta magang. Bangunan tersebut berdiri di atas
lahan seluas 600 m2 berdampingan dengan kebun untuk budidaya.

Keadaan Tanaman dan Produksi
Kultivar apel yang ditanam pada awal usaha adalah Rome Beauty dan
Manalagi. Jumlah tanaman yang ditanam pada awal penanaman sebanyak
200 tanaman. Setelah menghasilkan, jumlah tanaman ditambah sebanyak
700 tanaman pada tahun 1969, 1 250 tanaman pada tahun 1971, 600 tanaman pada
tahun 1974, 700 tanaman pada tahun 1978, dan 300 tanaman pada tahun 1986.
Jumlah keseluruhan tanaman apel pada tahun 2010 sebanyak 3 500 tanaman
dengan kultivar yang tersedia adalah Rome Beauty, Manalagi, Anna, Wanglin,
dan Princess Noble.
Proporsi dari lima kultivar tersebut adalah 70 % Rome Beauty,
15 % Manalagi, 10 % Anna, 5% campuran Wanglin dan Princess Noble. Rome
Beauty dan Manalagi merupakan kultivar yang paling banyak dibudidayakan
karena produktivitasnya lebih tinggi dan lebih banyak permintaan dari pedagang
pengepul dibandingkan kultivar lainnya yang hanya sebagai penambah daya tarik
dan variasi komoditas agrowisata.

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan
Agrowisata Krisna merupakan perusahaan milik perorangan yang
dipimpin oleh H. Soepandi. Secara umum, pengelolaan kegiatan kerja dibagi
menjadi produksi apel segar, pengolahan pasca panen, dan agrowisata. Struktur
organisasi dari Agrowisata Krisna dapat dilihat pada Lampiran 7, sedangkan
jumlah karyawan Agrowisata Krisna tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 4.
Karyawan Agrowisata Krisna dibagi menjadi karyawan tetap dan karyawan harian
lepas (KHL).

16
Tabel 4. Jumlah Karyawan Agrowisata Krisna Tahun 2010
Bagian
Pimpinan/Manajer
Produksi apel
Agrowisata
Pengolahan pasca panen

Status Kerja
KHL
Karyawan Tetap
KHL

Jumlah (Orang)
Laki-laki Perempuan
1
4
2
2
3
2

Total
1
6
5
2

Sumber: Agrowisata Krisna (2010)

Manajer bertanggung jawab dalam menentukan semua keputusan baik
dalam produksi apel, pengolahan pasca panen apel, dan pengelolaan agrowisata.
Pengambilan keputusan mencakup rencana kegiatan harian dan pengelolaan
keuangan serta administrasi. Pengelolaan keuangan dan administrasi dilakukan
secara sederhana tanpa menggunakan sistem pembukuan yang lengkap.
Pengelolaan keuangan meliputi pencatatan penerimaan dan pengeluaran.
Manajer bertindak sekaligus sebagai pengawas dan turun langsung ke
lapangan untuk mengawasi semua kegiatan kerja yang berlangsung sehingga
penyimpangan kerja dapat diminimalkan. Manajer juga bertanggung jawab untuk
menyiapkan alat dan bahan, memberikan pengarahan kepada karyawan tetap dan
KHL, mengawasi, mengontrol, dan menilai pekerjaan karyawan, serta mengamati
kondisi tanaman.
Hubungan antara pimpinan dan bawahan yang dilakukan secara langsung
(face to face) ini menjadi kekuatan tersendiri karena adanya kedekatan hubungan
antara pimpinan dan bawahan. Karyawan lapangan direkrut dari penduduk sekitar
lokasi Agrowisata Krisna dan bertugas untuk melakukan semua kegiatan budidaya
di lapangan.
Agrowisata Krisna selain memproduksi apel segar juga memproduksi apel
olahan berupa cuka apel, teh apel, wine apel, jenang apel, dan wingko apel.
Kegiatan pasca panen ini dilakukan oleh dua orang karyawan dengan besar upah
disesuaikan dengan hasil penjualan dan jam kerja.

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG
Produktivitas tanaman sangat dipengaruhi oleh kegiatan budidaya yang
diterapkan. Kegiatan budidaya yang dilakukan di Agrowisata Krisna antara lain
peremajaan, perompesan, pemangkasan, pelengkungan cabang, pengendalian
hama dan penyakit tanaman, pengendalian gulma, pemanenan, serta pasca panen.

Peremajaan Tanaman
Apel mencapai produktivitas optimumnya pada umur 10 tahun dan akan
menurun pada tahun-tahun berikutnya. Apel biasanya dipelihara sampai umur
25-30 tahun, setelah itu dibongkar dan ditanami kembali. Tanaman apel di
Agrowisata Krisna sudah berumur 36-41 tahun. Kondisi tanaman sudah tua dan
banyak terkena penyakit sehingga banyak cabang yang harus dipangkas. Selain
mempengaruhi produksivitas, umur juga mempengaruhi biaya operasional
perawatan masing-masing tanaman.
Produksi tanaman apel empattahun terakhir di Agrowisata Krisna dapat
dilihat pada Tabel 5. Produksi tersebut merupakan produksi dari kultivar Rome
Beauty dan Manalagi. Produksi yang dihasilkan masih rendah dibandingkan
dengan produksi rata-rata per pohon per musim yang ditetapkan Dinas Pertanian
Provinsi Jawa Timur (Tabel 6). Produktivitas yang ingin dicapai perusahaan
sebesar 10 kg/pohon/musim belum tercapai. Produksi yang berfluktuasi
disebabkan karena terdapat tanaman yang dipanen tiga kali dalam satu tahun dan
hanya dipanen satu kali pada tahun berikutnya, sehingga produksi cenderung
menumpuk di tahun tertentu dan tahun berikutnya mengalami penurunan.
Tabel 5. Produksi dan Produktivitas Apel Tahun 2006-2009 di Agrowisata
Krisna
Tahun
2006
2007
2008
2009
Sumber: Agrowisata Krisna (2010)

Produksi total
(kg)
40 630
28 485
38 378
22 487

Produktivitas
(kg/pohon/musim)
8.83
5.37
8.92
5.35

18

Tabel 6. Produksi Rata-Rata Tanaman Apel berdasarkan Umur Tanaman
Umur Tanaman
5 tahun
10 tahun

Produksi Rata-rata per Pohon per Musim (kg)
Rome Beauty
Manalagi
10
15
25
30-40

Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur (2008)

Peremajaan tanaman total tidak dilakukan atas pertimbangan biaya.
Peremajaan hanya dilakukan pada tanaman yang rusak oleh penyakit. Peremajaan
dilakukan dengan menyambung batang atas secara langsung di tempat tumbuh
batang bawah. Batang bawah maupun batang atas diperoleh dari kebun sendiri.
Batang bawah menggunakan apel liar/apel alas (Malus pumilla).
Prihatman (2000) menyatakan, apel liar mempunyai sistem perakaran yang luas
dan kuat, pohonnya kokoh, dan mempunyai daya adaptasi tinggi terhadap
lingkungan. Anakan atau siwilan tumbuh dari pangkal batang bawah tanaman
produktif.

a

b

Gambar 1. Penyambungan Tanaman; a) Trubus Malus pumilla
sebagai batang bawah, b) Hasil Sambungan Batang Atas
dan Batang Bawah
Apel liar yang siap digunakan untuk batang bawah adalah siwilan dari
batang bawah tanaman yang akan disulam dengan tinggi lebih kurang 60 cm,
diameter lebih kurang 1 cm, dan kulit batangnya mudah dikelupas dari kayunya
sehingga mudah untuk dilakukan penempelan atau penyambungan (Prihatman,
2000). Batang atas diambil dari cabang/batang kultivar unggul yang sehat. Teknik
penyambungan yang digunakan di Agrowisata Krisna adalah sambung pucuk (top
grafting). Jarak tanam antar tanaman berkisar antara 2.5 m x 2.5 m sampai

19
3 m x 3 m. Kultivar Manalagi ditanam dalam satu lahan dengan kultivar Rome
Beauty karena adanya self incompatibility pada kultivar Manalagi.
Secara umum cara penyambungan sudah dilakukan dengan baik. Batang
bawah dan batang atas yang digunakan sudah sesuai dengan anjuran Prihatman
(2000). Peremajaan tanaman tetap perlu dilakukan secara bertahap untuk
menggantikan tanaman yang sudah rusak sehingga produksi dapat ditingkatkan.

Defoliasi Buatan
Apel merupakan tanaman asli daerah temperate yang akan mengalami
pengguguran daun secara alami di musim gugur. Di daerah tropika, defoliasi
dilakukan secara buatan (perompesan) untuk mematahkan dormansi tunas seperti
di daerah asalnya.
Perompesan di Agrowisata Krisna dilakukan sebanyak satu kali per musim
sekitar 10 hari setelah panen. Soelarso (1997) menyatakan, perompesan yang
dilakukan sebelum waktunya tidak akan membentuk bunga, melainkan daun yang
tumbuh kurang subur. Tanaman yang sudah siap dirompes ditandai dengan tunas
yang sudah padat dan daun-daun yang sudah tua tapi belum menguning.
Perompesan dapat dilakukan secara manual dan kimiawi. Perompesan
secara manual dapat mengakibatkan luka yang memungkinkan tanaman menjadi
peka terhadap serangan hama dan penyakit, sedangkan perompesan secara
kimiawi harus dilakukan dengan dosis yang tepat karena konsentrasi yang terlalu
tinggi dapat menjadikan tanaman menjadi kering (Soelarso, 1997). Agrowisata
Krisna menggunakan cara manual dengan pertimbangan lahan yang ada tidak
terlalu luas dan sumber daya manusia yang tersedia termasuk murah. Secara
teknis, perompesan di Agrowisata Krisna sudah dilakukan dengan baik, namun
perlu ditingkatkan pengawasan sehingga efisiensi kerja dapat ditingkatkan.

Pemangkasan Tanaman
Pemangkasan

pada

apel

dibagi

menjadi

pemangkasan

bentuk,

pemangkasan pemeliharaan, dan pemangkasan produksi. Pemangkasan bentuk
dilakukan pada tanaman berumur lebih kurang tiga bulan untuk membentuk
rangka tajuk tanaman apel menjadi perdu sehingga memudahkan pelaksanaan

20
pemeliharaan dan kegiatan budidaya. Tanaman apel yang tidak dipangkas akan
tumbuh ke atas karena dominansi tunas terminal.
Pemangkasan cabang yang sakit termasuk pemangkasan pemeliharaan.
Pemangkasan ini bertujuan untuk menghindari penyebaran penyakit yang lebih
luas ke bagian pohon yang lain. Sebagian besar penyakit menyerang melalui
cabang yang luka, baik akibat kesalahan teknik budidaya maupun akibat
lingkungan. Luka bekas pemangkasan dapat menjadi sarana penyebaran penyakit
sehingga harus dilumuri dengan cat minyak. Alat pangkas yang digunakan harus
tajam dan licin sehingga pemangkasan dapat dilakukan sekali potong untuk
memperkecil luka yang dihasilkan dan menghindari luka memar pada kulit.
Ranting dan cabang sisa pemangkasan dimanfaatkan sebagai kayu bakar.
Pemeriksaan kebun dilakukan beberapa hari sekali oleh manajer untuk melihat
kondisi kebun, apakah pemangkasan pemeliharaan perlu dilakukan atau tidak.
Pemangkasan produksi dilakukan dengan memotong mata tunas yang kecil
atau mati, tangkai-tangkai bekas petikan buah, serta cabang yang kurus, tidak
produktif, atau terserang penyakit. Tujuan dari pemangkasan produksi adalah
untuk mendorong pecahnya tunas dan mempengaruhi banyaknya tunas bunga dan
daun yang terbentuk.
Pemangkasan tidak boleh terlalu dekat dengan mata tunas karena dapat
menyebabkan luka pada mata tunas dan mengundang penyakit. Arah pangkas
miring ke atas dan keluar dari mata tunas (Gambar 2).

a

b

Gambar 2. Hasil Pemangkasan pada Apel; a) Terlalu Dekat dengan Mata
Tunas, b) Hasil Pangkasan yang Benar
Pemangkasan produksi di Agrowisata Krisna pada umumnya dilakukan
setelah perompesan daun, akan tetapi tidak menutup kemungkinan pemangkasan
dilakukan sebelum perompesan untuk menghemat tenaga kerja. Kekurangan dari

21
pemangkasan yang dilakukan sebelum perompesan daun adalah pemangkasan
menjadi kurang optimal karena pandangan pekerja tertutup daun yang masih lebat
sehingga sulit membedakan tunas yang produktif atau tidak. Penulis tidak
membandingkan hasil pemangkasan yang dilakukan sebelum perompesan dengan
pemangkasan setelah perompesan karena keterbatasan waktu.
Secara teknis pemangkasan sudah dilakukan dengan baik, tenaga kerja
yang digunakan merupakan tenaga kerja terlatih yang sudah berpengalaman dalam
mengerjakan pemangkasan. Pemangkasan sangat menentukan produksi yang
dihasilkan sehingga perlu dilakukan dengan benar.

Pelengkungan Cabang
Pelengkungan cabang dilakukan satu kali per musim setelah pemangkasan.
Cabang dilengkungkan dengan menggunakan tali yang diikatkan longgar pada
tengah cabang, kemudian ditarik kearah luar tajuk dan diikatkan pada patok atau
batang bagian bawah apel itu sendiri.
Pelengkungan cabang dilakukan untuk mempercepat tumbuhnya tunastunas baru dan mengatur bentuk pohon agar tidak tumbuh terlalu tinggi. Cabang
yang dilengkungkan adalah cabang yang sudah gemuk berwarna coklat tapi masih
lentur sehingga