Pengaruh iklim mikro terhadap kejadian getah kuning buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

(1)

KUNING BUAH MANGGIS (

Garcinia mangostana

L.)

ENDI ROHENDI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(2)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tesis saya yang berjudul :

PENGARUH IKLIM MIKRO TERHADAP KEJADIAN GETAH KUNING BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.)

Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Januari 2010

Endi Rohendi NIM A.351040171


(3)

ENDI ROHENDI. Pengaruh Iklim Mikro Terhadap Kejadian Getah Kuning Buah Manggis (Garcinia mangostana L.). Dibimbing oleh SOBIR dan DARDA EFENDI.

Tantangan agribisnis manggis di Indonesia adalah produktivitas yang relatif rendah serta kualitas yang belum memenuhi standar. Faktor yang dominan mempengaruhi kualitas buah manggis adalah masalah fisiologis yang disebut getah kuning yang ditunjukkan oleh adanya getah kuning pada permukaan luar buah atau di dalam buah. Gangguan getah kuning pada aril manggis seringkali tidak dapat dibedakan dari buah yang sehat. Hal ini mengakibatkan kehilangan yang signifikan terhadap kualitas dan kepercayaan pasar terhadap buah ini. Getah kuning merupakan permasalahan fisiologis yang terkait dengan faktor ekologis. Permasalahan yang dihadapi, dari beragam faktor lingkungan (ekologis) yang mempengaruhi terjadinya getah kuning (fisiologis), faktor lingkungan manakah yang lebih dominan berpengaruh terhadap terjadinya getah kuning.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap terjadinya masalah fisiologis getah kuning serta kualitas buah manggis, dari dua lokasi produksi manggis yaitu di kampung Cengal dan Jamblang, desa Karacak, kecamatan Leuwiliang, kabupaten Bogor, provinsi Jawa Barat.

Digunakan pohon manggis yang dewasa dan dipilih sebanyak 16 pohon dari setiap lokasi dengan teknik “purposive sampling”. Kriteria pemilihan tanaman manggis adalah pertumbuhan sehat, pernah berbuah serta berdasarkan informasi tahun-tahun sebelumnya berbuah lebat. Pemilihan tanaman manggis juga memperhatikan pengelompokan tanaman berdasarkan pertimbangan posisi tanaman pohon (didalam dan diluar kebun) dan umur tanaman. Setiap pohon contoh dipanen 2 buah manggis dari bagian luar dan dalam tajuk, selama 9 minggu. Pengamatan cuaca terdiri atas curah hujan, suhu, kelembaban udara, kadar air tanah, intensitas cahaya, dan kecepatan angin, dilakukan setiap hari sejak seminggu sebelum panen hingga panen terakhir. Pengamatan kualitas buah dilakukan seminggu sekali yang terdiri atas getah kuning di permukaan kulit buah, getah kuning pada aril manggis, aril manggis yang translucent dan burik pada kulit manggis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa parameter cuaca di dua lokasi penelitian yaitu suhu, intensitas cahaya, kadar air dan curah hujan relatif sama. Hanya nilai kelembaban udara yang menunjukkan kedua lokasi pengamatan berbeda sangat nyata. Hasil uji-t terhadap peubah getah kuning pada aril, getah kuning pada kulit buah, translucent pada aril, burik pada kulit buah, bobot buah, diameter buah, kekerasan kulit buah, jumlah aril dan padatan terlarut total (PTT) menunjukkan bahwa lokasi kebun, posisi tanaman dan umur tanaman manggis tidak berpengaruh terhadap semua peubah yang diamati.

Analisis lintas terhadap data pengamatan cuaca selama satu minggu sebelum panen dan kejadian getah kuning di Cengal dan Jamblang menunjukkan bahwa tidak ditemukan faktor lingkungan (curah hujan, suhu, kelembaban udara, kadar air tanah, intensitas cahaya, dan kecepatan angin) yang berpengaruh terhadap kejadian getah kuning pada manggis.


(4)

Analisis korelasi terhadap data pengamatan cuaca selama satu minggu sebelum panen dan kejadian getah kuning di Cengal dan Jamblang juga menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara getah kuning pada aril dengan faktor lingkungan. Terdapat korelasi yang sangat signifikan antara curah hujan dengan kejadian getah kuning pada aril manggis pada pengamatan cuaca empat minggu sebelum panen.

Secara umum lokasi kebun, posisi pohon dan dan umur pohon tidak berpengaruh terhadap kejadian getah kuning pada aril, getah kuning pada kulit buah, translucent pada aril, burik pada kulit buah, bobot buah, diameter buah, kekerasan kulit buah dan padatan terlarut total (PTT). Pengamatan cuaca satu minggu sebelum panen manggis tidak ditemukan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap terjadinya getah kuning pada aril manggis.


(5)

ABSTRACT

ENDI ROHENDI. The Effect of Micro Climate on Yellow Latex Occurrence in Mangosteen Fruit (Garcinia mangostana L.). Under supervision of SOBIR and DARDA EFENDI.

A major challenge on mangosteen quality is the occurrence of physiological disorder of yellow latex (gamboge). In order to elucidate environment factors which associated yellow latex occurance in a mangosteen flesh, the experiment was conducted under field conditions in two locations of mangosteen orchards in Leuwiliang, Bogor. Sixteen mangosteen trees were selected from each location with purposive sampling approach. Two fruit were harvested from each tree from inside and outside section of trees, during 9 weeks. Observation of weather consisted of rainfall, temperature, humidity/RH, water content of soil, intensity of light, and speedy of wind was conducted 1 week before harvesting until final harvesting. The results showed that weather condition in both location hasn’t different, except for relative humidity. Fruit quality, physical and chemical characteristic of fruit based on two locations of observation, age of tree and tree position of mangosteen were not showed differences. Finally, yellow latex occurance in mangosteen fruit was correlated with rainfall, 4 week before harvested.

Key words : mangosteen, yellow latex, gamboge, micro climate


(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang- Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

• Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

• Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin IPB


(7)

KUNING BUAH MANGGIS (

Garcinia mangostana

L.)

ENDI ROHENDI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(8)

Judul Tesis : Pengaruh Iklim Mikro Terhadap Kejadian Getah Kuning Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

Nama mahasiswa : Endi Rohendi

NIM : A.351040171

Program studi : Agronomi

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sobir, M.Si. Dr. Ir. Darda Efendi, M.Si.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.Si. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian: 16 November 2009 Tanggal Lulus:


(9)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan karunia- Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister pada Program Studi Agronomi. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Pengaruh Iklim Mikro Terhadap Kejadian Getah Kuning Buah Manggis (Garcinia mangostana L.).

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Dr Ir Sobir, M.Si. dan Dr Ir Darda Efendi, M.Si. selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Penghargaan penulis sampaikan juga kepada Dr Ir Munif Ghulamahdi, M.S. dan Dr Edi Santosa, S.P. M.Si. selaku penguji luar komisi atas semua saran dalam perbaikan karya ilmiah ini.

Ungkapan hormat dan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua yaitu H. Kundang Sudaryo dan Hj. Oon, serta keluarga besar di Cikijing, Kabupaten Majalengka, yang telah memberikan kasih sayang, pengertian, serta dukungan do’a yang tulus ikhlas selama pendidikan dan penulisan laporan ini. Penulis juga sampaikan penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Prof. Dr Ir M. H. Bintoro, M.Agr. serta Ir Siti Salamah atas segala bantuan, dorongan, pengertian dan nasehat selama menyelesaikan pendidikan ini. Rasa bangga dan terima kasih penulis sampaikan kepada isteri serta anak-anakku yang telah membantu, mendorong, setia dan sabar mendampingi penulis sampai terselesaikannya pendidikan ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan moral. Semoga Alloh SWT berkenan membalas budi baik semua.

Semoga tesis ini dapat berguna dalam pengembangan tanaman hortikultura khususnya tanaman manggis.

Bogor, Januari 2010


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Majalengka pada tanggal 9 November 1972 sebagai putra ke lima dari pasangan H. Kundang Sudaryo dan Hj. Oon. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 1996. Pada tahun 2004 penulis diterima di Program Studi Agronomi pada sekolah Pascasarjana IPB. Sejak bulan April 2006 penulis bekerja sebagai PNS di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor.


(11)

DAFTAR ISI ………... viii

DAFTAR TABEL ………... ix

DAFTAR GAMBAR ……….... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang ………... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan ……….………... 3

Hipotesis …….………... 3

TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Manggis ... 4

Deskripsi dan Kualitas Buah Manggis ... 5

Fisiologis Getah Kuning ... 6

Kandungan Senyawa Kimia Getah Kuning ... 8

Dampak Getah Kuning pada Kualitas Buah ... 11

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ………... 13

Bahan Tanaman dan Penentuan Contoh ………... 13

Pengamatan ... 18

Analisis Data ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Tanaman di Cengal dan Jamblang ... 22

Keragaan Cuaca di Cengal dan Jamblang ... 23

Pengaruh Lingkungan Terhadap Karakteristik Buah Manggis ... 26

Analisis Lintas Getah Kuning pada Aril Manggis di Cengal ... 29

Analisis Lintas Getah Kuning pada Aril Manggis di Jamblang ... 31

Pola Hubungan Getah Kuning dengan Iklim Mikro ... 33

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 39

Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ……….... 40


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Persyaratan mutu buah manggis ... 6 2. Rata-rata nilai cuaca harian di kampung Cengal dan Jamblang selama

pengamatan dari tanggal 30 Desember 2006 sampai dengan 2 Maret 2007 ... 23 3. Keragaan karakteristik buah manggis dari dua lokasi pengamatan ... 26 4. Keragaan karakteristik buah manggis berdasarkan dua posisi pohon . 27 5. Keragaan karakteristik buah manggis berdasarkan umur pohon ... 28 6. Matriks korelasi getah kuning pada aril manggis dengan cuaca di

Kampung Cengal (data cuaca lokal) ... 30 7. Matriks korelasi getah kuning pada aril manggis dengan cuaca di

kampung Jamblang (data cuaca lokal) ... 33 8. Matriks pola hubungan kualitas buah manggis dengan iklim mikro


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Rumus bangun gambogic acid dan gambogin, salah satu kandungan

resin pada getah kuning dari tanaman Garcinia hanburii ... 9 2. Butir gamboge dengan pembesaran 20 X (kiri) dan 50 X (kanan) ... 10 3. Peta lokasi pengamatan manggis di kampung Cengal dan Jamblang,

desa Karacak, kecamatan Leuwiliang, kabupaten Bogor ... 14 4. Diagram alur penelitian pengaruh iklim mikro terhadap kejadian

getah kuning buah manggis (Garcinia mangostana L.) ... 15 5. Ilustrasi penentuan tanaman untuk contoh pengamatan. Tanaman

dilambangkan dengan huruf X. ... 17 6. Ilustrasi letak buah yang dipanen dari setiap pohon manggis ……….. 17 7. Macam-macam kelainan pada buah manggis ... 19 8. Pemodelan diagram lintas getah kuning dengan peubah-peubahnya .. 21 9. Keragaan tanaman manggis di Cengal ... 22 10. Keragaan cuaca mingguan dari lokasi pengamatan di Cengal (C) dan

Jamblang (J) ..………. 25

11. Diagram lintas getah kuning pada aril manggis dengan peubah-peubahnya di kampung Cengal, Leuwiliang (nilai koefisien lintas

yang dicetak tebal berpengaruh nyata) ……… 29 12. Diagram lintas getah kuning pada aril manggis dengan peubah-peubahnya

di kampung Jamblang, Leuwiliang (nilai koefisien lintas yang dicetak

tebal berpengaruh nyata) ……… 32 13. Grafik pola hubungan cuaca 1 MSP dengan kejadian getah kuning

pada aril manggis (GK aril) dan kulit buah (spot GK) di Kampung

Cengal (C) dan Jamblang (J) ………... 34 14. Grafik pola hubungan curah hujan 4 MSP dan 2 MSP dengan

kejadian getah kuning pada aril manggis selama pengamatan ..…… 37 15. Grafik pola hubungan curah hujan 2 MSP dengan kejadian


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil analisis uji-t untuk menguji nilai tengah karakteristik cuaca dari dua lokasi pengamatan (kampung Cengal dan Jamblang ……... 43

2. Hasil analisis uji-t untuk menguji nilai tengah karakteristik buah

manggis dari dua lokasi pengamatan (kampung Cengal dan

Jamblang) ……… 44

3. Hasil analisis uji-t untuk menguji nilai tengah karakteristik buah manggis berdasarkan posisi penanaman pohon yang berbeda (di

dalam dan di luar kebun) ………. 45 4. Hasil analisis uji-t untuk menguji nilai tengah karakteristik buah

manggis berdasarkan kelompok umur yang berbeda (pohon muda dan tua) ... 46 5. Kriteria kesesuaian lahan untuk manggis ... 47


(15)

Latar Belakang

Tanaman manggis di Indonesia yang ada sekarang sebagian besar merupakan warisan yang telah berumur puluhan tahun, dengan pemeliharaan minimal, bahkan tidak dipelihara sama sekali. Keadaan tersebut mengakibatkan produktivitas serta kualitas manggis dari Indonesia masih relatif rendah. Sebagai contoh rata-rata produktivitas manggis di Indonesia pada sentra produksi manggis pada lima tahun terakhir sekitar 4.93 ton/Ha, sedangkan di Malaysia dan Thailand produktivitasnya mencapai 6 ton/Ha (Departemen Pertanian, 2005a).

Potensi dan peluang pasar manggis sangat besar, karena tingkat permintaan terhadap manggis relatif tinggi, sedangkan negara penghasil komoditas manggis jumlahnya relatif terbatas. Indonesia masih berpeluang memanfaatkan pasar manggis, terutama jika Indonesia bisa bersaing dalam hal kualitas produk serta kontinuitas pasokan dengan negara lainnya. Dalam rangka mengantisipasi peluang pasar komoditi manggis, pemerintah Indonesia telah menempatkan manggis sebagai salah satu komoditas unggulan yang mendapat prioritas pengembangan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produknya (Departemen Pertanian, 2005a).

Tantangan agribisnis manggis di Indonesia adalah produktivitas yang relatif rendah serta kualitas yang belum memenuhi standar. Faktor yang dominan mempengaruhi kualitas buah manggis adalah masalah fisiologis yang disebut getah kuning yang ditunjukkan oleh adanya getah kuning pada permukaan luar buah atau di dalam buah (Sornsrivichai et. al., 2000; Morton, 1987; Verheij, 1997; Downton and Chacko 1998). Gangguan getah kuning pada aril manggis seringkali tidak dapat dibedakan dari buah yang sehat. Hal ini mengakibatkan kehilangan yang signifikan terhadap kualitas dan kepercayaan pasar terhadap buah ini (Sornsrivichai et. al., 2000). Getah kuning yang mengucur dari pembuluh getah, seringkali mengotori buah manggis. Jika getah kuning ini menembus ke dalam segmen daging buah yang berwarna putih, maka rasa daging buah akan menjadi pahit (Verheij, 1997).


(16)

2

Pada beberapa literatur telah dilaporkan tentang penyebab, gejala serta dampak yang ditimbulkan oleh gangguan getah kuning. Laporan- laporan tentang gejala dan dampak fisiologis getah kuning relatif sama, yaitu pada buah muncul getah kuning, daging buah menjadi berwarna bening (translucent), lengket ke kulit dan rasanya menjadi pahit. Pendapat tentang penyebab getah kuning beragam. J ika dirangkum penyebab getah kuning adalah karena benturan (karena jatuh atau angin kencang) (Morton, 1987; Verheij, 1997), pelukaan oleh hama dan penyakit (Prove et. al., 2005), radiasi cahaya matahari yang kuat (Morton, 1987), stress air (Sdoodee and Limpun- Udom, 2002), dan akibat dinding saluran getah kuning di endokarp pecah (Dorly et. al., 2008; Syah et. al., 2007).

Getah kuning merupakan permasalahan fisiologis yang terkait dengan faktor ekologis. Informasi mengenai interaksi faktor fisiologis dan ekologis getah kuning pada manggis serta dampaknya pada kualitas buah relatif terbatas, sehingga penelitian mengenai interaksi keduanya perlu dilakukan.

Perumusan Masalah

Berdasarkan laporan-laporan yang ada, penyebab terjadinya getah kuning pada buah manggis berhubungan dengan pengaruh lingkungan. Serangan penyakit umumnya berkaitan erat dengan peningkatan kelembaban udara dan suhu hangat. Hama biasanya meningkat pada kondisi kering, contoh serangan thrips pada manggis meningkat pada kondisi panas dan kering (Downton and Chacko, 1998). Stress air terkait dengan tingkat curah hujan, kadar air tanah (RH tanah) dan kelembaban udara (RH udara). Benturan buah di pohon dimungkinkan terjadi jika kecepatan angin relatif tinggi.

Permasalahan yang dihadapi, dari beragam faktor lingkungan (ekologis) yang mempengaruhi terjadinya getah kuning (fisiologis), faktor lingkungan manakah yang lebih dominan berpengaruh terhadap terjadinya getah kuning, serta apakah pengaruhnya selalu konstan antar tempat yang berbeda. Informasi lain yang perlu digali adalah gangguan kualitas buah manggis pada kulitnya yaitu burik serta pada arilnya yaitu translucent.


(17)

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi masalah fisiologis getah kuning serta kualitas buah manggis, dari dua lokasi produksi manggis yaitu di kampung Cengal dan Jamblang, desa Karacak, kecamatan Leuwiliang, kabupaten Bogor, provinsi Jawa Barat.

Hipotesis

Faktor lingkungan yaitu curah hujan, intensitas cahaya, kecepatan angin, kelembaban udara, suhu udara serta kelembaban tanah berpengaruh terhadap terjadinya getah kuning yang akhirnya bisa berdampak pada kualitas buah manggis.


(18)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Ekologi Manggis

Manggis merupakan tanaman tropik. Secara umum, iklim yang baik untuk pertumbuhan mangggis adalah hangat, lembab, dan distribusi curah hujan relatif merata sepanjang tahun dengan musim kering yang pendek (Yaacob and Tindall, 1995; Bin Osman and Milan, 2006). Sentra-sentra penanaman manggis terutama berada pada 10o LU dan 10o LS, tetapi masih potensial sampai 18o garis lintang (Verheij, 1997). Menurut Morton (1987) upaya budidaya manggis pada 20o garis lintang akan mengalami kegagalan. Tanaman manggis masih dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian tempat sampai 1000 mdpl, tetapi kecepatan tumbuhnya akan lebih tinggi di daerah dataran rendah (Verheij, 1997; Nakasone and Paul 1998).

Kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan manggis adalah 25-35o C (Downton and Chacko, 1995). Pada suhu dibawah 20oC pertumbuhan manggis akan lambat (Downton and Chacko, 1995; Verheij, 1997) dan pohon akan mati pada suhu dibawah 5o C (Downton and Chacko, 1995; Bin Osman and Milan, 2006). Batas suhu tertinggi untuk pertumbuhan manggis adalah 38-40o C, pada suhu tersebut baik daun maupun buahnya rentan terhadap sengatan matahari dan dapat menyebabkan kematian tanaman (Verheij, 1997; Nakasone and Paul 1998).

Manggis biasanya memerlukan kelembaban udara yang tinggi, curah hujan tahunan minimal 1270 mm/tahun, serta musim kering yang relatif pendek (Morton, 1987). Kelembaban optimum untuk pertumbuhan manggis adalah minimal 80% (Downton and Chacko, 1995). Pada musim kering diperlukan irigasi untuk menghindari defisit air. Musim kering selama 15-30 hari sudah mampu menginduksi pembungaan manggis (Bin Osman and Milan, 2006). Menurut Yacob and Tindall (1995) pada wilayah yang memiliki periode kering yang panjang dan tegas manggis tidak tumbuh dengan baik. Sebaliknya, apabila lingkungan pertumbuhan manggis terlalu basah, tanaman manggis mungkin akan gagal berbunga dengan memuaskan dan mempengaruhi hasil.


(19)

Deskripsi dan Kualitas Buah Manggis

Buah manggis bertipe buah buni yang berbentuk bulat dan berkulit licin, berdiameter 4-7 cm. Pada saat matang kulit buah berubah menjadi warna ungu, dengan kelopak daun yang tetap menempel serta tetap dihiasi oleh cuping kepala putik. Kulit buah manggis kaya akan pektin, serta mengandung tanin catechin, resin, dan zat warna hitam (Verheij, 1997). Kulit buah (perikarp) tebalnya 6-10 mm, mengandung getah kekuningan yang rasanya pahit serta jus/cairan yang berwarna ungu. Bagian yang dapat dimakan yaitu aril yang berwarna putih, terdiri atas 4-8 ruang/segmen, dengan satu atau lebih segmen mengandung biji apomiktik (Nakasone and Paul, 1998).

Tingkat kematangan buah saat panen sangat berpengaruh terhadap kualitas dan daya simpan manggis. Buah mulai dapat dipanen setelah berumur 104 hari sejak bunga mekar (SBM). Umur panen dan ciri fisik manggis siap panen adalah sebagai berikut :

1. Panen 104 hari: warna kulit hijau bintik ungu merah; berat 80-130 gram; diameter 55-60 mm.

2. Panen 106 hari: warna kulit ungu merah 10-25%; berat 80-130 gram; diameter 55-60 mm.

3. Panen 108 hari: warna kulit ungu merah 25-50%; berat 80-130 gram; diameter 55-60 mm.

4. Panen 110 hari: warna kulit ungu merah 50-75%; berat 80-130 gram; diameter 55-60 mm.

5. Panen 114 hari: warna kulit ungu merah; berat 80-130 gram; dia meter 55-65 mm.

Untuk konsumsi lokal, buah bisa dipetik pada umur 114 hari SBM sedangkan untuk ekspor buah dipetik pada umur 104-108 hari SBM (BPPT, 2000).

Berkaitan dengan standar kualitas buah, Dewan Standardisasi Nasional (Indonesia) telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk buah manggis seperti ditampilkan pada Tabel 1.


(20)

6

Tabel 1 Persyaratan mutu buah manggis

Jenis uji Satuan Persyaratan

Mutu super Mutu 1 Mutu II

Keseragaman Seragam Seragam Seragam

Diameter mm > 65 55 - 65 < 55

Tingkat kesegaran

Segar Segar Segar

Warna kulit Hijau kemerahan s/d

merah muda mengkilat

Hijau kemerahan s/d merah muda mengkilat

Hijau kemerahan Buah cacat /

busuk (jml/jml)

% 0 0 0

Tangkai dan kelopak

Utuh Utuh Utuh

Kadar kotoran (b/b)

% 0 0 0

Serangga hidup/mati

Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Warna daging buah

Putih bersih khas manggis

Putih bersih khas manggis

Putih bersih khas manggis

Sumber : Dewan Standardisasi Nasional, 1992.

Menurut Munir (1995) untuk pasar internasional, standar kualitas buah manggis belum ada keseragaman standar permintaan, lebih dipengaruhi daerah/negara pengimpor. Contoh untuk pasar Asia mensyaratkan manggis dalam keadaan segar, kelopak buah masih lengkap dan berwarna hijau, kemasan dalam keranjang plastik dengan berat bersih 15 kg/keranjang. Ukuran buah terbagi atas 3 grade :

1. Grade A : rata-rata 110 g /buah, 6-8 buah per kg. 2. Grade AA : rata-rata 90 g /buah, 10-13 buah per kg. 3. Grade AAA : rata-rata 70 g /buah, 14-15 buah per kg.

Untuk pasar Eropa/Timur Tengah permintaannya adalah buah segar dan bersih, kelopak pada buah masih utuh dan hijau, umumnya dikemas pada karton box dengan berat bervariasi antara 2, 4, dan 5 kg/box. Grade ukuran buah tidak ada ketentuan sepanjang dalam satu box ukurannya relatif seragam.

Fisiologis Getah kuning

Gejala morfologis getah kuning yaitu adanya getah warna kuning yang keluar dari kulit buah mengotori permukaan kulit buah (Morton, 1987), jika getah itu menembus ke dalam segmen daging buah maka rasa daging buah akan menjadi


(21)

pahit (Verheij, 1997; Prove et. al. 2005 ), daging buah juga menjadi lengket ke kulit (Departemen Pertanian 2005b). Getah kuning (yellow latex/yellow exudate) juga disebut gamboge atau gummosis (Verheij, 1997; Prove et. al. 2005).

Hasil penelitia n Dorly et. al. (2008) menunjukkan bahwa munculnya getah kuning akibat pecahnya saluran getah kuning yang terdapat pada seluruh bagian tanaman manggis. Saluran getah kuning sudah dijumpai pada kuncup bunga (-1 MSA), bunga mekar/antesis (0 MSA), dan pada bagian ovari buah. Saluran getah kuning juga dijumpai pada buah muda (1-5 MSA), buah sedang (6-10 MSA) dan buah tua (11-15 MSA). Pada ketiga umur tersebut saluran getah kuning dijumpai di ketiga lapisan kulit buah yaitu eksokarp, mesokarp dan endokarp. Saluran getah kuning juga dijumpai pada daging buah (aril). Kerapatan saluran getah kuning pada mesokarp buah menurun seiring dengan perkembangan ukuran buah, tetapi ukuran diameter saluran getah kuning meningkat. Getah kuning mulai mengotori aril pada saat buah berumur 14 MSA. Keadaan ini dapat terlihat dengan kerusakan pada sel-sel epitel penyusun saluran sekretori getah kuning.

Menurut informasi petani, buah manggis yang terkena getah kuning memiliki bobot yang lebih berat daripada buah yang sehat. Salah satu cara seleksi buah adalah dengan merendam buah dalam air. Buah yang sehat akan terapung, sedangkan buah yang terkena getah kuning akan melayang. Namun cara ini tidak disarankan karena perendaman buah dalam air menyebabkan kulit buah mengeras dan sulit dibuka. Penelitian Sornsrivichai et. al. (2000) menunjukkan bahwa buah manggis yang mengalami kelainan getah kuning memiliki gravitasi spesifik yang lebih tinggi dibanding buah normal.

Pembahasan pada serangan penyakit yang disebabkan oleh fungi, umumnya sudah dibahas mengenai gejala, penyebab dan perkembangannya dengan cukup jelas. Tidak demikian halnya dengan fisiologis getah kuning, informasi tentang ini relatif terbatas. Walaupun menggunakan sebutan penyakit, getah kuning bukanlah disebabkan oleh fungi, tetapi merupakan masalah fisiologis (Morton, 1987). Beberapa pendapat tentang penyebab fisiologis getah kuning adalah sebagai berikut :

a. Getah kuning terjadi karena pengrusakan secara fisik terhadap pembuluh-pembuluh lateks, pengrusakan itu terjadi karena pemberian air yang


(22)

8

berlebihan setelah kekeringan, tusukan oleh serangga penghisap, angin kencang, pemetikan dan penanganan secara kasar (Verheij, 1997).

b. Memar yang disebabkan oleh angin dapat merupakan faktor yang penting dalam abnormalitas getah kuning. Buah yang diekspos dalam cahaya yang kuat juga dapat mengeluarkan getah kuning (Morton, 1987).

c. Sdoodee and Limpun- Udom (2002) melaporkan bahwa peningkatan kadar air tanah yang tiba-tiba setelah mengalami kekeringan dapat menjadi penyebab terjadinya gamboge (getah kuning). Pada penelitiannya, penyiraman sampai kapasitas lapang jika potensial air tanah sudah mencapai nilai -100 kPa mulai umur 9 minggu setelah berbunga, berdampak pada terjadinya gamboge sampai 87.7 %.

d. Kelainan gamboge diinduksi oleh angin (benturan) atau karena kerusakan akibat serangan hama (Prove et. al., 2005).

e. Kelainan gamboge tidak disebabkan oleh hama atau penyakit, cenderung terjadi jika buah matang pada kondisi lingkungan yang sangat basah (Diczbalis, 2009)

f. Getah kuning muncul akibat dinding saluran getah kuning di endokarp pecah (Dorly et. al., 2008). Hal tersebut terjadi karena adanya perubahan air tanah yang cukup fluktuatif dan ekstrim selama manggis sedang dalam fase berbuah, sehingga terjadi perubahan tekanan turgor. Pada saat itulah dinding sel epitel yang tidak terlalu kuat pecah dan membuka lubang pada saluran getah kuning dan mengeluarkannya (Syah et. al., 2007).

Kandungan Senyawa Kimia Getah Kuning

Penelitian senyawa kimia getah kuning (gamboge) dari tanaman satu genus dengan manggis yaitu Garcinia hanburii telah banyak dilakukan. Gamboge

biasanya mengandung kira-kira 70-80% resin kuning, dan 15-25% gum yang larut dalam air. Sisanya tersusun dari ester, hidrokarbon, lilin dan residu debu. Banyak hasil investigasi produk komersial gamboge menemukan bahwa konstituen utama resin adalah gambogic acid. Hanya terdapat sedikit investigasi tentang komponen gum dari pigmen, namun didasarkan hidrokarbon (Craig and Napier, 1998). Rumus kimia gambogic acid yaitu C38H44O8 dengan bobot molekul 628.7 (Biomol


(23)

International L.P., 2004). Tisdale et. al. (2004) melaporkan rumus bangun dari

gambogic acid dan gambogin seperti ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Rumus bangun gambogic acid dan gambogin, salah satu kandungan resin pada getah kuning dari tanaman Garcinia hanburii

Sumber : Tisdale et. al., 2004

Hasil uji kualitatif senyawa fitokimia sampel getah kuning oleh Dorly et. al. (2008) yang dikoleksi dari kulit batang, bagian luar kulit buah, perikarp buah muda, aril dewasa, dan aril buah muda menunjukkan hasil reaksi positif terhadap senyawa terpen (triterpenoid), senyawa fenolik (flavonoid dan tanin). Semua sampel menunjukkan hasil uji negatif terhadap alkaloid, saponin (fenolik), dan senyawa steroid, kecuali pada aril muda menunjukkan hasil uji positif terhadap senyawa steroid. Konsentrasi tertinggi untuk senyawa triterpenoid dijumpai pada sampel getah kuning yang dikoleksi dari bagian luar kulit buah, sedangkan senyawa flavonoid dan tanin paling tinggi konsentrasinya dijumpai pada sampel getah kuning yang dikoleksi dari perikarp buah muda.

Metode identifikasi keberadaan gamboge yang paling berhasil adalah “ultraviolet-visible absorption spectroscopy”. Dengan menggunakan metode ini seseorang dapat mengkhususkan gamboge berdasarkan ketinggiannya dalam menyerap spectrum ultraviolet, serta karakteristik spektrumnya, seperti pigmen lain yang serupa warnanya tidak memiliki laju absorpsi yang tinggi. Metode identifikasi gamboge lain yang menarik tapi kurang akurat adalah kromatografi. Resin gamboge memiliki nilai Rf kira-kira 0.64. Pengukuran migrasi ini pada pelat agak khusus untuk resin gamboge. Hasil identifikasi dapat diperiksa ulang


(24)

10

baik melalui implementasi pelat yang mengandung material fosfor yang diiluminasi dibawah cahaya fluoresen, atau dengan menyemprotkan pelat asal dengan celupan fluoresen seperti rodamin B. Dibawah radiasi ultraviolet, spot gelap dapat terlihat, dimana resin gamboge telah mengabsorpsi spectra ultraviolet. Gambar butiran (grain) gamboge ditampilkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Butir gamboge dengan pembesaran 20 X (kiri) dan 50 X (kanan) Sumber : Craig and Napier, 1998

Ketika gamboge diobservasi melalui sebuah mikroskop, sangat jelas karakteristik inkonsistensinya. Apa yang terlihat berwarna kuning keoranyean ketika dilihat dengan mata telanjang menjadi sebuah warna pelangi virtual ketika diintensifkan di bawah mikroskop. Pigmen gamboge terdapat dalam berbagai bentuk yang tidak teratur. Ukuran dari bentuk-bentuk ini berkisar antara 1.25–7.5 nm. Butiran agak buram dan berwarna kuning kehijauan pada tepi grains, kuning keoranyean di dalamnya.

Pigmen gamboge telah lama diketahui bisa dimanfaatkan untuk pewarnaan. Bukti terbaru pemanfaatan gamboge datang dari abad ke-8 di Asia Timur. Diperkirakan bahwa pewarna organik kuning yang ditemukan pada artifak dari periode ini adalah gamboge. Banyak sumber menunjukkan bahwa gamboge

digunakan untuk membuat pernis kuning transparan untuk mewarnai kayu, logam dan kulit. Pada abad ke 19, gamboge adalah bahan yang umum untuk pernis, terutama pernis logam yang digunakan pada warna instrumen ilmiah. Disamping penggunaannya sebagai pewarna, gamboge seringkali ditetapkan sebagi pencuci perut atau pencahar, suatu laxative kuat yang digunakan untuk membersihkan usus besar. Gamboge juga digunakan untuk menurunkan tekanan darah dan sebagai pengintensif pencahar lainnya. Penggunaan gamboge sebagi obat


(25)

kehilangan popularitasnya dengan cepat karena efek samping dan toksisitasnya. Bubuknya diketahui menyebabkan muntah, mual dan keluhan. Dosis satu drachm (3,5516 ml) dapat menyebabkan kematian. Dosis yang aman (2-6 grains) sangat sulit untuk diukur, sehingga penggunaannya sebagai obat dibatasi kecuali untuk perlakuan pada cacing pita (Craig and Napier, 1998).

Dampak Getah Kuning pada Kualitas Buah

Kerusakan buah selama pemanenan dan pemasaran bisa lebih dari 20 %, penyebabnya terutama gangguan fisiologis (physiological disorder) yaitu gangguan gamboge (gamboge disorder) (Downton and Chacko 1995). Gangguan getah kuning mempengaruhi kualitas buah manggis pada (jenis kerusakan beragam tergantung tingkat kerusakan) :

1. Penampakan buah, yaitu adanya getah yang mengotori permukaan kulit buah (Morton, 1987; Verheij 1997; Prove et. al., 2005).

2. Rasa daging buah, yaitu menjadi pahit (Downton and Chacko 1995; Verheij, 1997; Prove et. al., 2005).

3. Daging buah, menjadi sulit untuk dilepas dari perikarp/kulit (Gunadnya et. al., 2001).

4. Kulit buah/perikarp, menjadi keras dan sulit dibuka (Tongdee and Suwanagul, 1989; Gunadnya et. al. 2001).

Kerusakan-kerusakan tersebut bisa menyulitkan dalam menembus pasar serta beresiko biaya tinggi.

Terkait dengan kualitas buah manggis, Gunadnya et. al. (2001) melaporkan hasil penelitia n pengaruh tinggi jatuhan (benturan) buah terhadap permukaan kulit buah, kondisi daging buah, rasa daging buah, serta padatan terlarut total. Pada indeks panen 5 (114 HSA), ketinggian jatuh buah 50 cm sudah cukup untuk memacu munculnya getah, sedangkan pada indeks panen 4 (110 HSA) mulai muncul getah pada ketinggian jatuh buah 75 cm. Dampaknya pada daging buah adalah munculnya noda coklat, daging buah menjadi bening, rasanya hambar dan masam. Hasil pengukuran padatan terlarut total juga menunjukkan bahwa buah yang terkena getah kuning (karena jatuhan 50 atau 75 cm) memiliki nilai padatan terlarut total (oBrix) yang lebih kecil dibanding control. Terhadap


(26)

12

kulit buah, getah kuning menyebabkan pengerasan kulit, walaupun baru disimpan 2 hari, mencapai nila i yang melebihi ambang batas pengukuran alat (5.5 kg).

Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilaporkan Tongdee dan Suwanagul (1989) bahwa pada bagian buah yang mengalami benturan secara fisik akan mengalami dehidrasi tinggi. Dehidrasi yang terjadi kemungkinan menyebabkan jaringan kulit yang rusak mengering dan menjadi keras. Juga dilaporkan bahwa benturan memicu munculnya getah di sela-sela daging buah yang menyebabkan rasa pahit.


(27)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan dar i bulan September 2006 sampai dengan Maret 2007. Tanaman manggis mulai berbunga pada minggu pertama September 2006. Panen buah manggis dilaksanakan mulai minggu keempat Desember 2006 dan selesai pada minggu pertama Maret 2007. Pada tahun 2005 tanaman manggis di lokasi penelitian tidak berbuah.

Pengamatan manggis dilaksanakan di dua tempat yang berbeda pada saat yang bersamaan, yaitu di kampung Cengal dan kampung Jamblang, desa Karacak, kecamatan Leuwiliang, kabupaten Bogor, provinsi Jawa Barat. Walaupun berada dalam satu desa, kedua kampung tersebut berjarak cukup jauh, lebih dari 3 Km, dengan kondisi alam berbukit-bukit (Gambar 3). Kampung Cengal berada pada titik ordinat 6o36’55.37” LS dan 106o37’47.90” BT dengan ketinggian sekitar 400 mdpl. Kampung Jamblang berada pada titik ordinat 6o37’19.23” LS dan 106o37’00.26” BT dengan ketinggian sekitar 500 mdpl. Desa Karacak adalah satu sentra produksi manggis di kabupaten Bogor. Kondisi pertanaman manggis bergerombol dan tersebar, tidak dalam satu pengelolaan kebun manggis yang tertata rapih. Kebun manggis menyatu dengan perumahan penduduk. Pengamatan kualitas buah dilaksanakan di Laboratorium Pusat Kajian Buah-buahan Tropika, Kampus IPB Baranangsiang, Bogor.

Bahan Tanaman dan Penentuan Contoh

Buah manggis yang akan diamati berasal dari tanaman-tanaman manggis yang sudah dewasa, sehat dan pernah beberapa kali berbuah, dengan demikian diharapkan tanaman menghasilkan produksi yang relatif tinggi. Pada tanaman-tanaman manggis yang telah terpilih diberi label. Diagram alur penelitian pengaruh iklim mikro terhadap kejadian getah kuning buah manggis (Garcinia mangostana L.) ditampilkan pada Gambar 4.

Penentuan contoh pengamatan dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan contoh menurut pertimbangan atau dengan menentukan kategori/karakteristik tertentu. Purposive sampling termasuk salah


(28)

Gambar 3 Lokasi pengamatan manggis di kampung Cengal dan Jamblang, desa Karacak, kecamatan Leuwiliang, kabupaten Bogor

Desa Karacak Peta Kabupaten Bogor

Ds Karacak


(29)

satu dari teknik pengambilan contoh nonpeluang (Sudjana, 2002). Dari masing-masing lokasi pengamatan manggis, dipilih 16 pohon contoh yang memenuhi kategori pertumbuhan sehat, pernah berbuah serta berdasarkan informasi tahun-tahun sebelumnya berbuah lebat. Pemilihan tanaman juga memperhatikan pengelompokan tanaman berdasarkan pertimbangan :

a. Letak pohon yang memenuhi kategori terhalang dan terbuka dari angin. Pohon yang terbuka dari angin diwakili oleh pohon yang terletak relatif di luar kebun (L). Pohon yang terhalang dari angin diwakili oleh pohon yang terletak relatif di dalam kebun (D). Dari masing-masing kategori dipilih 8 pohon sampel (ulangan).

b. Umur tanaman muda (M, berumur kurang dari 30 tahun) dan tanaman tua (T, berumur lebih dari 40 tahun). Dari masing-masing kategori dipilih 8 pohon sampel (ulangan).

Berdasarkan penetapan 2 kategori diatas, ada 16 kombinasi pohon sampel yaitu : No. Kombinasi Penjelasan

1 D1M1 Pohon di dalam kebun ulangan 1, umur muda ulangan 1 2 D2M2 Pohon di dalam kebun ulangan 2, umur muda ulangan 2 3 D3M3 Pohon di dalam kebun ulangan 3, umur muda ulangan 3 4 D4M4 Pohon di dalam kebun ulangan 4, umur muda ulangan 4 5 D5T1 Pohon di dalam kebun ulangan 5, umur tua ulangan 1 6 D6T2 Pohon di dalam kebun ulangan 6, umur tua ulangan 2 7 D7T3 Pohon di dalam kebun ulangan 7, umur tua ulangan 3 8 D8T4 Pohon di dalam kebun ulangan 8, umur tua ulangan 4 9 L1M5 Pohon di luar kebun ulangan 1, umur muda ulangan 5 10 L2M6 Pohon di luar kebun ulangan 2, umur muda ulangan 6 11 L3M7 Pohon di luar kebun ulangan 3, umur muda ulangan 7 12 L4M8 Pohon di luar kebun ulangan 4, umur muda ulangan 8 13 L5T5 Pohon di luar kebun ulangan 5, umur tua ulangan 5 14 L6T6 Pohon di luar kebun ulangan 6, umur tua ulangan 6 15 L7T7 Pohon di luar kebun ulangan 7, umur tua ulangan 7 16 L8T8 Pohon di luar kebun ulangan 8, umur tua ulangan 8


(30)

17

Gambar 5 Ilustrasi penentuan tanaman untuk contoh pengamatan.

Tanaman dilambangkan dengan huruf X. Huruf l (luar) , d (dalam), m (muda), dan t (tua) menunjukkan kategori tanaman.

Pada satu pohon, buah-buah yang akan diamati berasal dari tajuk bagian tengah. Dari setiap pohon sampel dipanen 18 buah manggis. Panen buah manggis dilakukan sebanyak 9 kali (selama panen raya), setiap panen terdiri atas 2 buah, satu buah dari sisi luar tajuk dan satu buah lagi dari bagian dalam tajuk (Gambar 6). Sampel buah manggis dari kampung Cengal dan Jamblang masing-masing berjumlah 288 buah, sehingga dari dua lokasi pengamatan ada 576 sampel (2 buah/pengamatan x 9 pengamatan x 16 pohon/lokasi x 2 lokasi pengamatan). Ciri fisik buah yang dipanen adalah pada saat warna kulit buah ungu merah 25-75 % dengan umur panen sekitar 106-110 hari setelah bunga mekar/antesis atau sekitar 15-16 minggu setelah antesis.

Gambar 6 Ilustrasi letak buah yang dipanen dari setiap pohon manggis. Xlm X X Xlm X X Xlt

X X X X X X X

X Xdm X Xdm Xdm X Xlm

Xlt X Xdt X X X X

X Xdt X Xdt Xdt X X

X X X X X Xdm X

Xlm X Xlt X X X Xlt

Tajuk bagian tengah


(31)

Pengamatan

Pengamatan ekologis meliputi peubah-peubah lingkungan, dilakukan

seminggu sebelum panen pertama sampai dengan hari terakhir panen buah manggis. Peubah-peubah lingkungan/cuaca yang diamati :

1. Curah hujan, hasil pengukurannya adalah rata-rata curah hujan harian. Penakaran curah hujan dari wadah penampungan dilakukan segera setelah terjadi hujan. Alat penakar yang digunakan adalah gelas ukur.

2. Intensitas cahaya matahari, hasil pengukurannya adalah intensitas cahaya matahari rata-rata harian. Pengukuran intensitas cahaya dengan solarimeter dilakukan diluar tajuk tanaman setiap hari pada waktu pagi, siang dan sore. 3. Kecepatan angin, hasil pengukurannya adalah kecepatan angin rata-rata

harian. Alat yang digunakan adalah anemometer sederhana, dipasang diatas atap rumah setiap hari selama 24 jam.

4. Kelembaban udara, hasil pengukurannya adalah kelembaban udara rata-rata harian. Kelembaban udara diukur dengan RH meter digital, sensor dipasang diluar rumah. Pencatatan angka kelembaban udara dilakukan setiap hari pada waktu pagi, siang dan sore.

5. Suhu udara, hasil pengukurannya adalah suhu udara rata-rata harian. Suhu udara diukur dengan termometer digital, sensor dipasang diluar rumah. Pencatatan angka suhu udara dilakukan setiap hari pada waktu pagi, siang dan sore.

6. Kelembaban tanah, hasil pengukurannya adalah kadar air tanah (KAT) rata-rata harian. Pengukuran kelembaban tanah menggunakan alat tensiometer, dilaksanakan setiap hari dari lahan yang berada di dalam dan di luar kebun. 7. Jumlah hari hujan, yaitu total hari hujan selama pengamatan cuaca dari

tanggal 30 Desember 2006 sampai dengan 2 Maret 2007.

Pengamatan kualitas buah, dilakukan seminggu sekali yang terdiri atas :

1. Pengamatan getah kuning di permukaan kulit buah (kulit_GK), dihitung jumlah spot getah kuningnya dan setiap ukuran spot getah diboboti. Nilai getah kuning pada kulit buah manggis adalah hasil perkalian jumlah spot getah dengan nilai pembobotannya.


(32)

19

2. Pengamatan getah kuning di bagian dalam buah (Aril_GK), dihitung jumlah aril yang terkena getah kuning dan aril yang sehat. Nilai getah kuning pada aril manggis adalah prosentase jumlah aril yang terkena getah kuning.

3. Pengamatan aril manggis yang translucent/aril manggis bening (Aril_Tr), dihitung jumlah aril yang mengalami translucent dan aril yang sehat. Nilai Aril_Tr pada aril manggis adalah prosentase jumlah aril yang mengalami

translucent.

4. Burik pada kulit manggis (Kulit burik), dihitung dengan memperkirakan prosentase penutupan burik pada kulit manggis dengan kelipatan angka sepuluh.

Contoh gambar dari getah kuning pada aril, aril translucent, getah kuning pada kulit buah dan burik pada kulit buah manggis ditampilkan pada Gambar 7.

Gambar 7 Macam-macam kelainan pada buah manggis. A. Getah kuning pada aril manggis. B. Aril manggis translucent. C. Getah kuning pada kulit manggis. D. Burik pada kulit manggis.

Pengamatan sifat fisik dan kimia buah, peubah-peubah yang diamati adalah :

1. Jumlah aril manggis pada setiap buah.

A

B

C

D


(33)

2. Bobot buah, diukur dengan timbangan Ohaus (digital) dengan tingkat ketelitian 0.01 g.

3. Diameter buah, diukur dua kali dari dua sisi yang berbeda yaitu pada bagian melintang/transversal dan membujur/longitudinal buah, kemudian nilai masing-masing pengukuran dirata-rata. Pengukuran diameter buah menggunakan alat jangka sorong/caliper.

4. Kekerasan kulit buah, diukur dengan penetrometer. Bagian buah yang dipenetrasi adalah bagian pangkal, tengah dan ujung, kemudian nilai masing-masing pengukuran dirata-rata. Jika nilai pengukuran tusukan alat semakin besar, berarti buah semakin keras.

5. Padatan terlarut total, diukur dengan alat refraktometer digital, dinyatakan dalam satuan o brix. Cara pengukurannya sebagai berikut kulit buah dikupas, bagian daging buah manggis dimasukkan ke dalam gelas kecil dan dihancurkan. Sebagian cairan hasil penghancuran buah diambil dan disimpan pada permukaan kaca refraktometer. Padatan terlarut total dapat diketahui dengan membaca skala yang terdapat pada alat refraktometer.

Analisis Data

Dari pengamatan ekologis, kualitas buah, sifat fisik dan kimia buah dilakukan uji-t untuk menguji perbedaan nilai tengah pada setiap peubah. Dari pengamatan semua peubah getah kuning (curah hujan, kelembaban tanah, kelembaban udara, intensitas cahaya, kecepatan angin dan suhu), dilakukan analisis lintas (path analysis) dan analisis korelasi. Menurut Dillon and Goldstein (1984) analisis lintas digunakan untuk mempelajari pengaruh langsung atau tidak langsung dari peubah-peubah, dimana beberapa peubah muncul disebabkan adanya pengaruh dari peubah yang lain.

Langkah awal penggunaan metode analisis lintas adalah mencari koefisien korelasi antar peubah, untuk mengetahui derajat kedekatan hubungan antar peubah. Koefisien korelasi ini diuji pada taraf a = 0.05 dan 0.01. Langkah selanjutnya adalah penyusunan diagram lintas yang menggambarkan hubungan kausal antar peubah. Diagram disusun berdasarkan pengetahuan yang mendasari tentang hubungan kausal atau berdasarkan hipotesis yang dibuat (Li, 1956).


(34)

21

Dalam diagram lintas digunakan garis berarah tunggal untuk menunjukkan arah pengaruh langsung dari suatu peubah bebas ke peubah tidak bebas, sedangkan garis berarah ganda unutuk menunjukkan korelasi antar dua peubah (Johnson and Wichern, 1988). Berdasarkan diagram lintas yang telah disusun, maka disusun persamaan-persamaan lintasannya serta dihitung nilai koefisien lintasnya untuk mengetahui nilai pengaruh langsung dan tidak langsung. Peubah bebas yang mempunyai nilai koefisien lintas yang paling besar, hasil uji signifikan serta selisih antara nilai koefisien lintas dengan nilai korelasinya kurang dari 0.05 berarti mempunyai pengaruh terbesar dalam menentukan peubah tidak bebasnya. Pemodelan diagram lintas getah kuning dengan peubah-peubahnya ditampilkan pada Gambar 8. Hasil dari analisis lintas diharapkan dapat diketahui peubah yang dominan dalam mempengaruhi terjadinya getah kuning, serta derajat kedekatan antar peubah getah kuning.

Gambar 8 Pemodelan diagram lintas getah kuning dengan peubah-peubahnya. Garis satu arah/koefisien lintas ( ) menunjukkan arah pengaruh langsung dari suatu peubah bebas ke peubah tidak bebas, garis arah ganda ( ) menunjukkan korelasi antar dua peubah.

r67

P45

r34

P35

P48

P15

P16

P18

P14

P13

P17

P12

P68 Getah kuning /X1

Sisaan/X2

RH tanah /X3 C. Hujan /X5

RH udara /X4 Suhu udara /X6

Cahaya /X8 Angin /X7


(35)

Keragaan Tanaman di Cengal dan Jamblang

Kampung Cengal menjadi awal pengembangan manggis di desa Karacak, keberadaan pohon relatif tersebar merata. Kampung Jamblang menjadi areal pengembangan manggis baru, jumlah populasi masih terbatas dan sebagian besar berumur muda. Secara umum keragaan tanaman manggis di Cengal dengan di Jamblang relatif sama. Sebagian besar pertanaman manggis masih merupakan kebun campuran dengan durian, mangga, nangka, petai, melinjo dan lainnya (Gambar 9). Ada pula pohon manggis yang ditanam secara monokultur hanya saja jarak tanamnya kurang teratur dan relatif rapat, yaitu kurang dari 7 x 7 m2. Saat pengamatan, umumnya para petani manggis tidak melakukan pemupukan tanaman manggis.

Gambar 9 Keragaan tanaman manggis di Cengal. Sebelah kiri manggis berumur lebih dari 40 tahun, sebelah kanan manggis berumur kurang dari 30 tahun.

Berdasarkan informasi dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2007) tanaman manggis yang ditanam di kecamatan Leuwiliang sebagian besar adalah kultivar unggul lokal Bogor, dan sebagian kecil adalah kultivar Wanayasa (umumnya masih berumur muda). Populasi manggis di kecamatan Leuwiliang sekitar 35.152 pohon, dengan produktivitas 0.5-2 kw/pohon/panen. Karakteristik buah manggis lokal Bogor adalah bentuk buah gepeng (flattened), diameter transversal sekitar 4.64 cm, diameter longitudinal sekitar 5.32 cm, bobot buah rata-rata 93.62 gr, warna buah matang ungu tua, jumlah aril 6-7 buah,


(36)

23

padatan terlarut total (PTT) 14.74 oBrix. Pada tahun 2007, musim panen manggis di kecamatan Leuwiliang adalah pada bulan Januari- Maret.

Keragaan Cuaca di Cengal dan Jamblang

Rata-rata nilai cuaca dari dua lokasi pengamatan ditampilkan pada Tabel 2. Hasil uji-t untuk menguji dua nilai tengah keragaan cuaca dan karakteristik buah manggis dari dua lokasi pengamatan ditampilkan pada Lampiran 1. Keragaan cuaca di dua lokasi penelitian yaitu suhu, intensitas cahaya, kadar air dan curah hujan relatif sama. Intensitas cahaya matahari di Cengal (12.1 watt/m2) cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan di Jamblang (9.1 watt/m2). Sebaliknya, curah hujan di Jamblang (5.2 mm) cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan di Cengal (3.9 mm). Hanya nilai kelembaban udara (RH udara) yang menunjukkan kedua lokasi pengamatan berbeda sangat nyata.

Tabel 2 Rata-rata nilai cuaca harian di kampung Cengal dan Jamblang selama pengamatan dari tanggal 30 Desember 2006 sampai dengan 2 Maret 2007

Peubah Lokasi Sampel Rataan Std. dev.

Suhu udara (oC) Cengal 63 25.6 0.8

Jamblang 63 25.8 0.5

RH udara (%) Cengal 63 73.0** 3.1

Jamblang 63 86.9** 0.7

Intensitas cahaya (watt/m2) Cengal 63 12.1 8.8

Jamblang 63 9.1 12.8

Kadar air tanah (%) Cengal 63 26.9 1.0

Jamblang 63 26.1 1.5

Curah hujan (mm) Cengal 63 3.9 7.2

Jamblang 63 5.2 5.3

Jumlah hari hujan (hari) Cengal 20

Jamblang 32

Keterangan : * Nyata dengan uji-t pada taraf 0.05 ** Sangat nyata dengan uji-t pada taraf 0.01

Nilai rata-rata kelembaban udara (RH) yang lebih tinggi di Jamblang berhubungan erat dengan curah hujan. Hasil analisis korelasi antara peubah RH dengan curah hujan di Jamblang (Tabel 7) menunjukkan korelasi yang sangat nyata. Rata-rata nilai kelembaban udara yang tinggi di Jamblang disebabkan oleh jumlah hari hujan yang lebih banyak serta distribusi hujan di Jamblang lebih


(37)

merata dibanding dengan di Cengal (Tabel 2). Di Jamblang hujan turun relatif merata selama 7 minggu pengamatan, sedangkan di Cengal hujan turun pada 3 minggu pengamatan yaitu minggu ke 4, 5 dan 6 (Gambar 10). Nilai kelembaban udara akan lebih tinggi saat turun hujan dibandingkan dengan saat tidak turun hujan.

Pola perubahan cuaca mingguan di kampung Cengal dan Jamblang secara umum juga menunjukkan pola yang relatif sama (Gambar 10). Pola perubahan cuaca mingguan curah hujan cenderung mempengaruhi pola perubahan cuaca suhu, intensitas cahaya, kelembaban udara dan kadar air tanah. Pada pengamatan minggu kedua dan ketiga, curah hujan di kedua lokasi nilainya sangat rendah, bahkan sampai 0 mm/hari. Pada pengamatan minggu kedua dan ketiga, nilai kelembaban udara dan kadar air tanah juga menunjukkan nilai yang relatif rendah, sebaliknya pada suhu dan intensitas cahaya menunjukkan nilai yang relatif tinggi. Pengamatan curah hujan minggu keempat sampai keenam di kedua lokasi nilainya meningkat tajam dan puncaknya pada minggu keenam. Pada rentang waktu yang sama, nilai suhu dan intensitas cahaya menunjukkan nilai yang menurun. Nilai kelembaban udara dan kadar air tanah juga meningkat pada minggu keempat dan kemudian relatif konstan pada minggu-minggu selanjutnya.


(38)

25 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0

Mg 1 Mg 2 Mg 3 Mg 4 Mg 5 Mg 6 Mg 7 Mg 8 Mg 9

mm/hari

Curah hujan (C) Curah hujan (J)

24.0 24.5 25.0 25.5 26.0 26.5 27.0 27.5

Mg 1 Mg 2 Mg 3 Mg 4 Mg 5 Mg 6 Mg 7 Mg 8 Mg 9

o C

Suhu (C) Suhu (J)

0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0

Mg 1 Mg 2 Mg 3 Mg 4 Mg 5 Mg 6 Mg 7 Mg 8 Mg 9

Watt/m2

Intensitas cahaya (C) Intensitas cahaya (J)

60.0 65.0 70.0 75.0 80.0 85.0 90.0

Mg 1 Mg 2 Mg 3 Mg 4 Mg 5 Mg 6 Mg 7 Mg 8 Mg 9

%

RH udara (C) RH udara (J)

20.0 22.0 24.0 26.0 28.0 30.0

Mg 1 Mg 2 Mg 3 Mg 4 Mg 5 Mg 6 Mg 7 Mg 8 Mg 9

(%)

Kadar air tanah (Cgl) Kadar air tanah (J)

Gambar 10 Keragaan cuaca mingguan dari lokasi pengamatan di Cengal (C) dan Jamblang (J)


(39)

Pengaruh Lingkungan Terhadap Karakteristik Buah Manggis

Pengaruh cuaca dari dua lokasi pengamatan terhadap kualitas buah (getah kuning pada aril, getah kuning pada kulit buah manggis, aril manggis translucent

dan kulit manggis burik), karakteristik fisik dan kimia buah (bobot buah, kekerasan kulit buah, jumlah aril, diameter buah, dan padatan terlarut total /PTT) ditampilkan pada Tabel 3. Hasil uji-t terhadap kedua nilai tengah masing-masing peubah menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kualitas buah, karakteristik fisik dan kimia buah dari dua lokasi pengamatan (Lampiran 2). Keadaan tersebut diatas sejalan dengan keragaan cuaca di dua lokasi yang relatif sama. Pada pengamatan getah kuning aril manggis menunjukkan bahwa prosentase aril yang terkena getah kuning (Aril_GK) di Cengal (6%) lebih besar daripada prosentase aril yang terkena getah kuning di Jamblang (4%) walaupun secara statistik tidak berbeda nyata karena nilai simpangan bakunya yang besar.

Tabel 3 Keragaan karakteristik buah manggis dari dua lokasi pengamatan

Peubah Lokasi Sampel Rataan Std. dev.

Aril_GK (%) Cengal 288 6 5

Jamblang 288 4 3

Kulit_GK (satuan) Cengal 288 4 2

Jamblang 288 4 3

Aril_Tr (%) Cengal 288 30 18

Jamblang 288 31 17

Kulit burik (%) Cengal 288 20 5

Jamblang 288 17 7

Bobot buah (gr) Cengal 288 66.4 5.2

Jamblang 288 71.4 7.4

Kekerasan kulit (Kg) Cengal 288 1.83 0.70

Jamblang 288 2.08 0.24

Diameter buah (mm) Cengal 288 48.37 1.13

Jamblang 288 49.00 1.88

Jumlah aril (satuan) Cengal 288 6 0

Jamblang 288 6 0

PTT (oBrix) Cengal 288 18.33 6.89

Jamblang 288 20.0 0.72

Pengaruh posisi pohon manggis terhadap kualitas dan karakteristik buah manggis ditampilkan pada Tabel 4. Hasil uji-t menunjukkan bahwa posisi pohon manggis tidak berpengaruh terhadap kualitas dan karakteristik buah manggis


(40)

27

(Lampiran 3). Khusus pada pengamatan getah kuning pada aril manggis menunjukkan bahwa rata-rata kejadian getah kuning pada pohon-pohon yang berlokasi di dalam kebun cenderung memiliki nilai lebih besar (7%) dibandingkan dengan kejadian getah kuning pada pohon-pohon yang di luar kebun (4%) walaupun secara statistik tidak berbeda nyata pada a 5 % akibat simpangan baku yang besar. Posisi pohon yang berada di dalam kebun berada dalam lingkungan mikro yang lebih basah, kecepatan angin yang lebih lambat, serta akses cahaya yang lebih terbatas dibandingkan dengan pohon yang berada di sisi atau diluar kebun.

Tabel 4 Keragaan karakteristik buah manggis berdasarkan dua posisi pohon Peubah Posisi pohon sampel Rataan Std. dev.

Aril_GK (%) Dalam 288 7 14

Luar 288 4 11

Kulit_GK (satuan) Dalam 288 5 5

Luar 288 4 4

Aril_Tr (%) Dalam 288 32 22

Luar 288 32 21

Kulit burik (%) Dalam 288 20 17

Luar 288 19 15

Bobot buah (gr) Dalam 288 69.72 12.27

Luar 288 68.06 12.78

Kekerasan kulit (Kg) Dalam 288 2.00 0.54

Luar 288 1.97 0.54

Diameter kulit (mm) Dalam 288 7.04 5.61

Luar 288 6.98 5.61

Jumlah aril (satuan) Dalam 288 6 0

Luar 288 6 0

PTT (o rix) Dalam 288 19.82 6.09

Luar 288 19.91 5.91

Keterangan : Sampel yang digunakan adalah gabungan dari hasil pengamatan di Cengal dan Jamblang

Pengaruh umur pohon manggis terhadap kualitas dan karakteristik buah manggis ditampilkan pada Tabel 5. Hasil uji-t menunjukkan bahwa umur pohon manggis tidak mempengaruhi kualitas dan karakteristik buah manggis (Lampiran 4). Nilai tengah antar dua kelompok umur tanaman pada semua peubah tidak berbeda nyata.

Pada peubah prosentase aril yang mangalami getah kuning (Aril_GK), nilai tengahnya pada pohon muda dan tua sama yaitu 5. Nilai tengah Aril_GK


(41)

berdasarkan lokasi kebun adalah 6% di Cengal dan 7% di Jamblang. Nilai tengah Aril_GK berdasarkan posisi pohon adalah 7% di dalam kebun dan 4% di luar kebun. Berdasarkan data tersebut ada kecenderungan bahwa kelompok tanaman berdasarkan lokasi kebun dan posisi pohon lebih dapat menimbulkan keragaman nilai tengah Aril_GK dibandingkan dengan kelompok umur tanaman.

Tabel 5 Keragaan karakteristik buah manggis berdasarkan umur pohon

Peubah Umur pohon sampel Rataan Std. dev.

Aril_GK (%) Muda 288 5 12

Tua 288 5 13

Kulit_GK (satuan) Muda 288 4 4

Tua 288 5 5

Aril_Tr (%) Muda 288 32 20

Tua 288 33 22

Kulit burik (%) Muda 288 19 15

Tua 288 20 17

Bobot buah (gr) Muda 288 68.84 12.47

Tua 288 68.94 12.64

Diameter kulit (mm) Muda 288 6.92 5.53

Tua 288 7.10 5.69

Kekerasan kulit (Kg) Muda 288 1.98 0.53

Tua 288 1.99 0.55

Jumlah aril (satuan) Muda 288 6 0

Tua 288 6 0

PTT (oBrix) Muda 288 19.45 5.96

Tua 288 19.78 6.03

Keterangan : Sampel yang digunakan adalah gabungan dari hasil pengamatan di Cengal dan Jamblang

Nilai tengah Aril_GK pada ketiga kelompok tanaman (berdasarkan lokasi kebun, posisi pohon dan kelompok umur tanaman) adalah sekitar 4-7%. Nilai tengah prosentase aril yang mengalami translucent ( Aril_Tr) pada ketiga kelompok tanaman adalah 30-32%. Fakta tersebut menunjukkan bahwa kejadian getah kuning pada aril dan translucent pada aril merupakan dua kejadian yang berbeda. Aril translucent tidak selalu disebabkan oleh kejadian getah kuning pada aril. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian aril translucent pada manggis disebabkan oleh pasokan air yang berlebihan selama perkembangan


(42)

29

buah di pohon (Pankasemsuk et. al., 1996; Sdoodee and Limpun- Udom, 2002; Sdoodee and Chiarawipa, 2005)

Analisis Lintas Getah Kuning pada Aril Manggis di Cengal

Hasil analisis lintas pada Gambar 11 menunjukkan bahwa nilai koefisien lintas dari hubungan langsung antara getah kuning pada aril dengan peubahnya tidak ada yang signifikan. Hal tersebut berarti pada pengamatan di Cengal tidak ada pengaruh langsung dari kadar air tanah, kelembaban udara, curah hujan, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas cahaya terhadap getah kuning pada aril manggis. Nilai sisaan sebesar 0.65 menunjukkan bahwa masih ada faktor lain sebesar 65% yang berpengaruh terhadap terjadinya getah kuning yang tidak terjelaskan dalam model ini.

Gambar 11 Diagram lintas getah kuning pada aril manggis dengan peubah-peubahnya di Kampung Cengal, Leuwiliang (nilai koefisien lintas yang dicetak tebal berpengaruh nyata). Keterangan : tanda +/- menunjukan pengaruh positif/negatif. Jika bertanda positif berarti semakin besar nilai X maka semakin besar pengaruhnya untuk terjadi getah kuning. Jika bertanda negatif berarti semakin besar nilai X semakin mengurangi resiko terjadi getah kuning.

r67 -0.62 0.36 -0.86 0.08 0.96 -0.56 -0.34

0.41 -0.01

0.65

0.84

Getah kuning aril (X1) Sisaan (X2) RH tanah (X3) C. Hujan (X5) RH udara (X4) Suhu udara (X6) Cahaya (X8) Angin (X7)


(43)

Hasil analisis korelasi pada Tabel 6 juga menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara getah kuning pada aril dengan peubah kadar air tanah, kelembaban udara, curah hujan, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas cahaya. Korelasi yang signifikan hanya terjadi antar peubah getah kuning. Perbedaan nilai koefisien lintas dengan koefisien korelasi masing-masing hubungan peubah juga menunjukkan angka lebih besar dari 0.05. Dengan demikian pada pengamatan di Cengal belum terlihat faktor lingkungan yang paling berpengaruh terhadap kejadian getah kuning pada aril manggis.

Tabel 6 Matriks korelasi getah kuning pada aril manggis dengan cuaca di Kampung Cengal (data cuaca lokal)

Aril_GK KA. tanah RH udara Hujan Suhu Angin KA. tanah -0.25

RH udara 0.04 0.19

Curah hujan -0.34 0.37 0.02

Suhu 0.31 -0.29 -0.63 -0.68*

Angin 0.13 -0.12 0.24 -0.39 0.06

Cahaya 0.24 -0.56 -0.39 -0.75* 0.84** 0.42 Keterangan : * Korelasi nyata pada taraf 0.05

** Korelasi nyata pada taraf 0.01

Terdapat laporan yang menunjukkan bahwa hara tanaman juga berpengaruh terhadap kejadian getah kuning selain faktor cuaca. Studi getah kuning melalui pendekatan hara tanah dan tanaman telah dilakukan melalui analisis kandungan hara tanah dan tanaman pada 25 tanaman manggis di lima lokasi pertanaman manggis di Sumatera Barat dan kemudian dihubungkan dengan data getah kuning di dalam buah manggis. Hasil seleksi variabel menunjukkan bahwa kandungan hara Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg) tanah merupakan variabel yang paling menentukan keluarnya getah kuning di dalam buah manggis. Peranan Ca dan Mg terhadap getah kuning di dalam buah manggis dapat dijelaskan melalui fungsinya sebagai unsur yang dapat mempertahankan integritas dinding sel sehingga tidak mudah pecah oleh pengaruh lingkungan yang tidak menguntungkan seperti curah hujan yang tinggi. Sel tumbuhan diyakini akan berfungsi optimal pada tingkat turgiditas tertentu. Jika tekanan internal sel (turgor) melampaui batas elastisitas dinding sel misalnya oleh pengaruh


(44)

31

penyerapan air, maka sel tersebut akan pecah. Adanya Ca dapat memperkuat dinding sel pada pericarp buah manggis sehingga dapat menekan keluarnya getah kuning di dalam buah (Departemen Pertanian, 2009).

Hasil penelitian Pechkeo, Sdoodee dan Nilnond (2007) menunjukkan bahwa aplikasi CaCl2 dan H3BO3 dapat meningkatkan konsentrasi Ca dan B pada kulit dan aril buah manggis. Penyemprotan dengan 10 % CaCl2 juga dapat meningkatkan prosentase buah normal dan sebaliknya prosentase buah yang rusak akibat getah kuning dan translucent menurun.

Tanah di desa Karacak kecamatan Leuwiliang pada umumnya memiliki pH yang rendah yaitu 4.23–4.78 yang tergolong sangat masam sampai dengan masam (kategori S3-S2 kelas kesesuaian lahan, Lampiran 5). Hal tersebut berakibat kejenuhan basanya juga rendah. Rata-rata kejenuhan basa khususnya Ca dan Mg sangat rendah yaitu Ca 0.26 me/100 gr, dan Mg 0.11 me/100 gr (Lestari, 2003).

Analisis Lintas Getah Kuning Pada Aril Manggis di Jamblang

Hasil analisis lintas pada Gambar 12 menunjukkan bahwa curah hujan dan kelembaban udara secara nyata berpengaruh langsung terhadap getah kuning aril manggis. Hanya saja nilai koefisien lintas dari kelembaban udara sangat kecil (-0.02) sehingga pengaruhnya bisa diabaikan. Hasil analisis korelasi (Tabel 7) juga menunjukkan tidak ada korelasi yang signifikan antara peubah kelembaban udara dengan getah kuning pada aril (-0.267).

Pengaruh langsung curah hujan terhadap getah kuning pada aril sangat besar yaitu -1.42. Nilai koefisien lintas yang sangat besar (lebih dari +/- 1) disebabkan terjadi kolinearitas, yaitu terdapat dua atau lebih variabel bebas mempunyai hubungan yang sangat tinggi. Berdasarkan data pada Tabel 7, variabel curah hujan dan RH udara memiliki hubungan yang sangat tinggi. Koefisien korelasi antara curah hujan dengan getah kuning pada aril menunjukkan nilai yang tidak nyata (-0.234). Perbedaan antara nilai koefisien lintas dengan korelasi antara curah hujan dengan getah kuning aril adalah 1.186, lebih besar dari 0.05. Atas alasan tersebut curah hujan tidak efektif untuk dijadikan sebagai faktor lingkungan yang paling berpengaruh terhadap kejadian getah kuning pada


(45)

aril manggis walaupun mempunyai koefisien lintas yang tinggi. Nilai sisaan sebesar 0.33 menunjukkan bahwa masih ada faktor lain sebesar 33% yang berpengaruh terhadap terjadinya getah kuning yang tidak terjelaskan dalam model ini.

Gambar 12 Diagram lintas getah kuning pada aril manggis dengan peubah-peubahnya di Kampung Jamblang, Leuwiliang (nilai koefisien lintas yang dicetak tebal berpengaruh nyata). Keterangan : tanda +/- menunjukan pengaruh positif/negatif. Jika bertanda positif berarti semakin besar nilai X maka semakin besar pengaruhnya untuk terjadi getah kuning. Jika bertanda negatif berarti semakin besar nilai X semakin mengurangi resiko terjadi getah kuning.

Hasil analisis korelasi pada Tabel 7 juga menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara getah kuning pada aril manggis dengan peubah kadar air tanah, kelembaban udara, curah hujan, suhu udara, dan intensitas cahaya. Korelasi yang sangat signifikan hanya terjadi antara peubah curah hujan dengan kelembaban udara. Perbedaan nilai koefisien lintas dengan koefisien korelasi masing-masing hubungan peubah, selain peubah curah hujan dan RH udara, juga menunjukkan angka lebih besar dari 0.05. Hal tersebut berarti pada pengamatan di Jamblang pun tidak ditemukan pengaruh lingkungan yang paling berpengaruh terhadap getah kuning pada aril manggis.

-0.66 0.03 0.25 -1.42 0.18 -0.31 -0.02 -0.24 0.33 0.31 Getah kuning aril (X1) Sisaan (X2) RH tanah (X3) C. Hujan (X5) RH udara (X4) Suhu udara (X6) Cahaya (X8)


(46)

33

Tabel 7 Matriks korelasi getah kuning pada aril manggis dengan cuaca di Kampung Jamblang (data cuaca lokal)

Aril_GK KA.tanah RH udara Hujan Suhu KA. Tanah 0.050

RH udara -0.267 -0.243

Curah Hujan -0.234 0.029 0.812**

Suhu -0.039 0.246 0.374 -0.405

Cahaya -0.258 -0.064 0.654 -0.618 0.314

Keterangan : * Korelasi nyata pada taraf 0.05 ** Korelasi nyata pada taraf 0.01

Belum terlihatnya faktor lingkungan yang paling berpengaruh terhadap terjadinya getah kuning pada aril manggis diduga karena kondisi cuaca selama pengamatan buah tidak terlalu ekstrim, di Cengal maupun di Jamblang. Menurut Verheij (1997) pada suhu 38-40 oC buah manggis rentan terhadap sengatan matahari bahkan dapat menyebabkan kematian tanaman. Selama pengamatan buah manggis suhu maksimum di Cengal sebesar 34.9 oC dan di Jamblang 33.8 o

C. Peningkatan kadar air tanah yang tiba-tiba setelah mengalami kekeringan dapat menjadi penyebab terjadinya getah kuning (Sdoodee and Limpun- Udom, 2002). Selama pengamatan buah manggis kadar air tanah relatif konstan sebesar 26.9% ± 1.0 di Cengal serta 26.1% ± 1.5 di Jamblang. Nilai kelembaban udara rata-rata di Cengal sebesar 73.0% ± 3.1dan di Jamblang 86.9% ± 0.7. Nilai kelembaban tersebut mendekati kondisi optimum untuk pertumbuhan manggis yaitu 80% (Downton and Chacko, 1995).

Pola Hubungan Getah Kuning Dengan Iklim Mikro

Pola hubungan antara cuaca (curah hujan, kadar air tanah, kelembaban udara, suhu dan intensitas cahaya) 1 MSP dengan kejadian getah kuning pada aril (GK aril) dan kulit buah manggis (spot GK) di kampung Cengal dan Jamblang ditampilkan pada Gambar 13. Kadar air tanah, suhu dan kelembaban udara perubahan nilainya relatif kecil selama pengamatan dibandingkan dengan perubahan nilai curah hujan dan intensitas cahaya yang fluktuatif, terutama pada minggu keempat sampai dengan minggu kesembilan. Curah hujan pada minggu


(47)

I-IV relatif rendah, mulai meningkat pada minggu kelima kemudian terjadi lonjakan curah hujan pada minggu VI di Cengal maupun di Jamblang.

0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0

Mg 1 Mg 2 Mg 3 Mg 4 Mg 5 Mg 6 Mg 7 Mg 8 Mg 9

Spot GK GK aril Curah hujan Intensitas cahaya

Kadar air tanah RH udara Suhu

0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0

Mg 1 Mg 2 Mg 3 Mg 4 Mg 5 Mg 6 Mg 7 Mg 8 Mg 9 Curah hujan Spot GK GK aril Intensitas cahaya Kadar air tanah RH udara Suhu

Gambar 13 Grafik pola hubungan cuaca 1 MSP dengan kejadian getah kuning pada aril manggis (GK aril) dan kulit buah (spot GK) di Kampung Cengal (C) dan Jamblang (J). Khusus nilai kelembaban udara (RH Udara) dikalikan 4.

Tingginya lonjakan curah hujan yang sebelumnya rendah perlu menjadi perhatian karena berpotensi menyebabkan pasokan air yang tiba-tiba ke saluran getah kuning (terutama di buah), meningkatkan tekanan turgor yang akhirnya berpotensi menimbulkan gangguan getah kuning. Menurut Dorly et. al., (2008)

C


(48)

35

getah kuning muncul akibat dinding saluran getah kuning di endokarp pecah. Saluran getah kuning bisa pecah karena adanya perubahan air tanah yang cukup fluktuatif dan ekstrim selama manggis sedang dalam fase berbuah, sehingga dinding sel epitel yang tidak terlalu kuat pecah dan membuka lubang pada saluran getah kuning dan mengeluarkannya (Syah et. al., 2007).

Perubahan nilai prosentase getah kuning pada aril manggis dan kulit manggis relatif fluktuatif (Gambar 13). Pada saat puncak curah hujan, prosentase getah kuning pada aril manggis di Cengal tidak menunjukkan peningkatan yang drastis, dari 0.5 % pada minggu V menjadi 3.5 % pada minggu VI. Prosentase getah kuning pada aril manggis di Jamblang menunjukkan peningkatan yang tinggi, dari 0.5 % pada minggu V menjadi 7.1 % pada minggu VI. Puncak gangguan getah kuning aril manggis terjadi pada minggu IX pengamatan (selang tiga minggu dari puncak curah hujan), saat itu curah hujan relatif rendah. Pola perubahan nilai getah kuning pada aril manggis dan kulit buah manggis relatif sejalan selama pengamatan. Gangguan getah kuning pada aril dan kulit manggis cenderung menurun pada minggu II sampai dengan minggu V, kemudian terus meningkat sampai dengan minggu IX.

Hasil analisis korelasi antara kualitas buah manggis dengan kombinasi interval waktu pengamatan iklim mikro selama pengamatan disampaikan pada Tabel 8. Getah kuning pada kulit manggis tidak berkorelasi dengan curah hujan, kadar air tanah dan intensitas cahaya. Kejadian getah kuning pada aril manggis berkorelasi sangat signifikan dengan curah hujan pada interval pengamatan empat minggu sebelum panen buah (4 MSP). Nilai koefisien korelasi yang positif (0.913) menunjukkan bahwa peningkatan curah hujan meningkatkan resiko terjadinya getah kuning pada aril manggis. Pada interval pengamatan tiga minggu sebelum panen (3 MSP), curah hujan tidak berkorelasi dengan kejadian getah kuning pada aril. Pada interval pengamatan dua minggu sebelum panen, curah hujan berkorelasi sangat signifikan dengan kejadian getah kuning pada aril manggis (-0.836), hanya saja keadaan tersebut menjadi tidak penting karena fase kritis sudah terlampaui yaitu pada interval pengamatan empat minggu sebelum panen.


(49)

Tabel 8 Matriks pola hubungan kualitas buah manggis dengan iklim mikro selama pengamatan

Peubah GK kulit GK aril ABT

Getah kuning aril 0.449

Aril buah translucent 0.118 -0.438

Curah hujan 4 MSP 0.559 0.913** -0.312

Curah hujan 3 MSP 0.345 -0.347 0.685

Curah hujan 2 MSP -0.104 -0.836** 0.682*

Kadar air tanah 3 MSP -0.382 -0.082 -0.690*

Intensitas cahaya 3 MSP -0.419 0.270 -0.712*

Pola hubungan curah hujan 4 MSP dan 2 MSP dengan kejadian getah kuning pada aril manggis disampaikan pada Gambar 14. Nilai curah hujan dan getah kuning pada aril manggis (GK aril) merupakan gabungan data curah hujan dan GK aril dari Cengal dan Jamblang. Grafik 4 MSP menunjukkan gangguan getah kuning pada aril manggis 4 minggu setelah melakukan pengamatan curah hujan. Pengamatan ke- enam (puncak gangguan getah kuning) adalah data getah kuning pada minggu IX (akhir pengamatan), sedangkan curah hujan data pengamatan minggu VI (puncak curah hujan). Grafik 2 MSP menunjukkan gangguan getah kuning pada aril manggis 2 minggu setelah melakukan pengamatan curah hujan. Pengamatan ke-delapan (puncak gangguan getah kuning) adalah data getah kuning pada minggu IX (akhir pengamatan), sedangkan curah hujan data pengamatan minggu VIII. Pola hubungan curah hujan dengan kejadian getah kuning pada grafik 4 MSP dan 2 MSP menunjukkan kondisi yang berlawanan. Hal tersebut memperjelas hasil analisis korelasi seperti yang ditampilkan pada Tabel 8.

Dalam praktek budidaya manggis, resiko kejadian getah kuning pada aril manggis lebih besar terjadi pada 4 MSP atau sekitar 11 minggu setelah antesis (11 MSA) jika mengalami suplai air berlebih dari curah hujan. Hasil penelitian Dorly

et. al. (2008) menginformasikan bahwa getah kuning mulai mengotori aril manggis pada saat buah berumur 14 MSA. Hasil penelitian di Songkla, Thailand menemukan bahwa ambang batas kejadian getah kuning dan buah translucent pada aril manggis akibat suplai air berlebih adalah pada sekitar 9 MSA (Chutinunthakun, 2001). Karena potensi kejadian getah kuning pada buah manggis sudah dijumpai sejak fase pembungaan (Dorly et. al., 2008), maka akan


(50)

37

4 MSP

2 MSP

lebih baik jika kelembaban tanah selalu terjaga dalam kondisi air tersedia dan tidak terjadi fluktuasi kelembaban tanah yang ekstrim. Sdoodee and Chiarawipa (2005) melaporkan bahwa kejadian getah kuning dan buah translucent dapat dicegah melalui pengelolaan kelembaban tanah selama perkembangan sampai panen buah dengan mempertahankan potensial air tanah sekitar -70 kPa (pada kedalaman tanah 30 cm).

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

1 2 3 4 5 6

Pengamatan

Curah hujan (mm) GK aril (%)

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

1 2 3 4 5 6 7 8

Pengamatan

Curah hujan (mm) GK aril (%)

Gambar 14 Grafik pola hubungan curah hujan 4 MSP dan 2 MSP dengan kejadian getah kuning pada aril manggis selama pengamatan

Aril buah translucent secara signifikan berkorelasi positif dengan curah hujan pada interval pengamatan dua minggu sebelum panen (2 MSP). Pola hubungan curah hujan 2 MSP dengan kejadian translucent pada aril manggis ditampilkan pada Gambar 15. Secara umum terlihat bahwa kejadian aril yang mengalami translucent (Tr aril) mengikuti pola curah hujan. Tr aril meningkat dengan meningkatnya curah hujan mulai pengamatan keempat sampai keenam.


(51)

Tr aril menurun dengan menurunnya curah hujan pada pengamatan kedua dan kedelapan. Berdasarkan data ini diduga translucent pada aril manggis terjadi sekitar 2 minggu setelah terjadinya pasokan air (dari hujan) yang berlebih. Menurut Sdoodee and Chiarawipa (2005); Sdoodee and Limpun- Udom (2002) kejadian aril translucent pada manggis disebabkan oleh pasokan air yang berlebihan selama perkembangan buah di pohon. Hasil penelitian Pankasemsuk

et. al. (1996) menunjukkan bahwa aril manggis yang normal bisa diinduksi menjadi translucent dengan perlakuan infiltrasi air pada 39 kPa selama 5 menit. Buah manggis yang mengalami translucent memiliki kandungan air yang lebih tinggi pada kulit (65%) dan aril (82%) dibandingkan dengan kandungan air pada buah normal (kulit 63% dan aril 80%) (Pankasemsuk et. al., 1996).

0 10 20 30 40 50 60

1 2 3 4 5 6 7 8

Pengamatan

Curah hujan (mm) TR aril (%)

Gambar 15 Grafik pola hubungan curah hujan 2 MSP dengan kejadian


(52)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Keragaan cuaca di Cengal dan Jamblang relatif sama kecuali nilai RH udara. Getah kuning pada aril, getah kuning pada kulit buah, translucent pada aril, burik pada kulit buah, bobot buah, diameter buah, kekerasan kulit buah dan padatan terlarut total (PTT) buah manggis dari dua lokasi pengamatan relatif sama, tidak dipengaruhi oleh posisi pohon di luar atau di dalam kebun dan tidak dipengaruhi oleh umur pohon manggis.

Hasil analisis lintas dengan pengamatan cuaca satu minggu sebelum panen manggis tidak ditemukan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap terjadinya getah kuning pada aril manggis. Kejadian getah kuning pada aril manggis memiliki hubungan yang sangat erat dengan curah hujan empat minggu sebelum panen manggis.

Saran

1. Dalam praktek budidaya manggis, sepanjang fase pembungaan, perkembangan sampai panen buah manggis harus dijaga agar kelembaban tanah selalu berada pada kondisi kapasitas lapang. Penyebab timbulnya getah kuning pada buah manggis adalah faktor fisiologis, akibat terjadinya tekanan turgor yang fluktuatif

2. Untuk mengetahui konsistensi pengaruh cuaca terhadap kualitas buah, khususnya getah kuning, sebaiknya penelitian dilakukan pada beberapa lokasi berbeda yang telah diketahui memiliki karakteristik cuaca yang berbeda. 3. Analisis lintas dalam menganalisis pengaruh langsung dan tidak langsung dari


(53)

Bin Osman, M and A.R. Milan. 2006. Mangosteen – Garcinia mangostana L. Southampton Centre for Underutilised Crops. University of Southampton. Southampton. United Kingdom.170 p.

Biomol International L.P.. 2004. Material safety data sheet. Plymouth Meeting. USA.

[BPPT] Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi. 2000. Manggis (Garcinia mangostana L.). Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi. Jakarta.

Craig, P., L. Napier. 1998. Gamboge. http://www.sewanee.edu/chem&art/detail pages/pigment/gamboge. [18 Maret 2005].

Chutinunthakun, T. 2001. Prevention of the incidence of translucent flesh disorder and internal gumming fruits in mangosteen (Garcinia mangostana L.) and screening techniques. Thesis. Prince of Songkla University. Songkla.

Departemen Pertanian. 2005a. Pedoman pengenalan dan pengendalian OPT manggis. Direktorat Perlindungan Hortikultura, Dirjen Bina Produksi Hortikultura, Departemen Pertanian.

http://www.deptan.go.id/ditlinhorti/opt/manggis. [29 Maret 2005].

Departemen Pertanian. 2005b. Data produksi dan luas panen tanaman pangan dan hortikultura nasional. Pusat Data dan Informasi Petanian. Departemen Pertanian.

Departemen Pertanian. 1997. Kriteria kesesuaian tanah dan iklim tanaman pertanian. Biro Perencanaan. Jakarta.

Departemen Pertanian. 2009. Getah kuning kendala utama ekspor manggis. http://hortikultura.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&ta sk=view&id=690&Itemid=120. [12 Februari 2009].

Diczbalis, Y. 2009. Farm and forestry production and marketing profile for mangosteen (Garcinia mangostana). In: Elevitch, C.R. (ed). Specialty crops for pacific island agroforestry. Permanent Agriculture Resources (PAR). Holualoa, Hawai. http://agroforestry.net/scps

Dillon, W.R. and M. Goldstein. 1984. Multivariate analysis methods and applications. John Wiley and Sons. New York. USA. 587 p.

Dinas Pertanian dan Kehutanan. 2007. Profil manggis kabupaten Bogor, potensi investasi hortikultura. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Cibinong.


(54)

41

Dorly, S. Tjitrosemito, R. Poerwanto, Juliarni. 2008. Secretory duct structure and phytochemistry compounds of yellow latex in mangosteen fruit. HAYATI Journal of BioScience. 15:99-104.

Downtown, J.S., and E.K.Chacko. 1998. Mangosteen. in a handbook for farmers and investors. Rural Industries Research and Developmenth Corporation. Australia.

[DSN] Dewan Standardisasi Nasional. 1992. Standar nasional Indonesia (SNI 01-3211-1992) : Buah Manggis Segar. Dewan Standardisasi Nasional (DSN). 6 hal.

Gunadnya, I.B.P., I.M.S. Utama, M.S. Mahendra. 2001. Pengaruh benturan dan indeks panen buah terhadap mutu buah manggis. Bul. Keteknikan Pert.. 15(1):27-33.

Johnson R.A. and D.W. Wichern. 1988. Applied multivariate statistical analysis. Prentice Hall, Inc. New Jersey. USA. 606 p.

Lestari, M. M. 2003. Pemetaan tanah dan evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman manggis (Garcinia mangostana L.) dan durian (Durio zibethinus) di desa Karacak, kecamatan Leuwiliang, Bogor. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Li, C.C. 1956. The concept of path coefficient and its impact on population genetics. Biometric. No. 2, vol. 12:190-210.

Morton, J. 1987. Mangosteen. in : fruits of warm climates. Miami, Florida. USA. P. 301 – 304. http://www.hort.purdue.edu/newcrop/morton/ mangosteen.html. [25 Maret 2005].

Munir, D.S.. 1995. Optimasi nilai tambah hortikultura manggis di Indonesia. Makalah disampaikan dalam Seminar Sehari Hortikultura Manggis. Peluang Bisnis dan Investasi. 9 hlm.

Nakasone, H.Y. and R.E. Paull. 1998. Tropical fruits : crop production science in horticulture. CABI Publishing. New York. USA. 445 p.

Pankasemsuk, T., J.O. Garner, F.B. Matta, and J.L. Silva. 1996. Translucent flesh disorder of mangosteen fruit (Garcinia mangostana L.). HortScience 31(1): 112-113.

Pechkeo, S., S. Sdoodee, C. Nilnond. 2007. The Effect of calcium and boron sprays on the incidence of translucent flesh disorder and gamboge disorder in mangosteen (Garcinia mangostana L.). Kasetsart J. (Nat.Sci.) 41 : 621-632.

Prove, P.C., D. Astridge, L. Vawdrey. 2005. Mangosteen : insect pest and disease management. Departement of Primary Industries and Fisheries. The State of Queensland. Australia.


(1)

ABSTRACT

ENDI ROHENDI. The Effect of Micro Climate on Yellow Latex Occurrence in Mangosteen Fruit (Garcinia mangostana L.). Under supervision of SOBIR and DARDA EFENDI.

A major challenge on mangosteen quality is the occurrence of physiological disorder of yellow latex (gamboge). In order to elucidate environment factors which associated yellow latex occurance in a mangosteen flesh, the experiment was conducted under field conditions in two locations of mangosteen orchards in Leuwiliang, Bogor. Sixteen mangosteen trees were selected from each location with purposive sampling approach. Two fruit were harvested from each tree from inside and outside section of trees, during 9 weeks. Observation of weather consisted of rainfall, temperature, humidity/RH, water content of soil, intensity of light, and speedy of wind was conducted 1 week before harvesting until final harvesting. The results showed that weather condition in both location hasn’t different, except for relative humidity. Fruit quality, physical and chemical characteristic of fruit based on two locations of observation, age of tree and tree position of mangosteen were not showed differences. Finally, yellow latex occurance in mangosteen fruit was correlated with rainfall, 4 week before harvested.

Key words : mangosteen, yellow latex, gamboge, micro climate


(2)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang- Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

• Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

• Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin IPB


(3)

PENGARUH IKLIM MIKRO TERHADAP KEJADIAN GETAH

KUNING BUAH MANGGIS (

Garcinia mangostana

L.)

ENDI ROHENDI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(4)

Judul Tesis : Pengaruh Iklim Mikro Terhadap Kejadian Getah Kuning Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

Nama mahasiswa : Endi Rohendi

NIM : A.351040171

Program studi : Agronomi

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sobir, M.Si. Dr. Ir. Darda Efendi, M.Si.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.Si. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian: 16 November 2009 Tanggal Lulus:


(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan karunia- Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister pada Program Studi Agronomi. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Pengaruh Iklim Mikro Terhadap Kejadian Getah Kuning Buah Manggis (Garcinia mangostana L.).

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Dr Ir Sobir, M.Si. dan Dr Ir Darda Efendi, M.Si. selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Penghargaan penulis sampaikan juga kepada Dr Ir Munif Ghulamahdi, M.S. dan Dr Edi Santosa, S.P. M.Si. selaku penguji luar komisi atas semua saran dalam perbaikan karya ilmiah ini.

Ungkapan hormat dan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua yaitu H. Kundang Sudaryo dan Hj. Oon, serta keluarga besar di Cikijing, Kabupaten Majalengka, yang telah memberikan kasih sayang, pengertian, serta dukungan do’a yang tulus ikhlas selama pendidikan dan penulisan laporan ini. Penulis juga sampaikan penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Prof. Dr Ir M. H. Bintoro, M.Agr. serta Ir Siti Salamah atas segala bantuan, dorongan, pengertian dan nasehat selama menyelesaikan pendidikan ini. Rasa bangga dan terima kasih penulis sampaikan kepada isteri serta anak-anakku yang telah membantu, mendorong, setia dan sabar mendampingi penulis sampai terselesaikannya pendidikan ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan moral. Semoga Alloh SWT berkenan membalas budi baik semua.

Semoga tesis ini dapat berguna dalam pengembangan tanaman hortikultura khususnya tanaman manggis.

Bogor, Januari 2010


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Majalengka pada tanggal 9 November 1972 sebagai putra ke lima dari pasangan H. Kundang Sudaryo dan Hj. Oon. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 1996. Pada tahun 2004 penulis diterima di Program Studi Agronomi pada sekolah Pascasarjana IPB. Sejak bulan April 2006 penulis bekerja sebagai PNS di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor.