The Strategy of Secondary Educational Development and Stakeholder Participation in Bangka Regency after Regional Proliferation.

STRATEGI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MENENGAH
DAN PARTISIPASI STAKEHOLDER DI KABUPATEN
BANGKA PASCA PEMEKARAN WILAYAH

HARI SUBARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pengembangan
Pendidikan Menengah dan Partisipasi Stakeholder di Kabupaten Bangka Pasca
Pemekaran Wilayah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor,

Februari 2013

Hari Subari
NIM A156110204

RINGKASAN
HARI SUBARI. Strategi Pengembangan Pendidikan Menengah dan Partisipasi
Stakeholder di Kabupaten Bangka Pasca Pemekaran Wilayah. Dibimbing oleh
ERNAN RUSTIADI dan FREDIAN TONNY NASDIAN.
Kabupaten Bangka adalah salah satu wilayah administratif yang terletak di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang dimekarkan pada tahun 2003 menjadi
empat kabupaten terdiri dari satu kabupaten induk dan tiga kabupaten baru. Saat
ini Kabupaten Bangka sedang dalam tahap untuk meningkatkan akses pendidikan
yang luas di jenjang pendidikan menengah karena saat ini nilai Angka Partisipasi
Kasar (APK) pendidikan menengah adalah sebesar 82.29 persen, sedangkan target
nilai Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan menengah secara nasional pada
tahun 2020 adalah sebesar 97 persen.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan pendidikan
menengah dan partisipasi stakeholder di Kabupaten Bangka setelah pemekaran
wilayah. Metode analisis yang digunakan yaitu: 1) Analisis Regresi Data Panel
untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai angka
partisipasi kasar (APK), 2) Analisis Deskriptif (Metode Diskusi Objektif, Reflektif,
Interpretatif dan Decision atau ORID) untuk menganalisis tingkat partisipasi
stakeholder, dan 3) Analisis Proses Hirarki (AHP) untuk menentukan skala
prioritas pengembangan pendidikan menengah di Kabupaten Bangka.
Hasil penelitian menunjukkan nilai Angka Partisipasi Kasar (APK)
pendidikan menengah dipengaruhi oleh jumlah penduduk usia pendidikan
menengah, jumlah ruang kelas pendidikan menengah, dan luas wilayah kecamatan.
Berdasarkan pada delapan tangga Arstein, secara keseluruhan tingkat partisipasi
stakeholder termasuk dalam tingkat partnership (kemitraan). Hal ini berarti
bahwa terdapat kesepakatan bersama untuk saling membagi tanggung jawab
dalam perencanaan dan pembuatan keputusan serta adanya kesamaan pandangan
antara stakeholder dalam perencanaan dan pelaksanaan program kegiatan.
Pandangan stakeholder dalam upaya pengembangan pendidikan menengah di
Kabupaten Bangka menilai penyediaan dana jauh lebih penting dibandingkan
peningkatan partisipasi stakeholder dan partisipasi masyarakat. Selanjutnya,
pengembangan tenaga pendidik serta sarana dan prasarana dinilai jauh lebih

penting dari pengembangan aparatur negara.
(Kata kunci: pengembangan pendidikan, pendidikan menengah, angka partisipasi
kasar, partisipasi stakeholder, Kabupaten Bangka dan pemekaran wilayah).

SUMMARY
HARI SUBARI. The Strategy of Secondary Educational Development and
Stakeholder Participation in Bangka Regency after Regional Proliferation.
Supervised by ERNAN RUSTIADI and FREDIAN TONNY NASDIAN.
Bangka regency is one of the administratif areas in the Province of Bangka
Belitung island and becomes four regency with one old district and three new
districts after the regional proliferation process in 2003. Now, Bangka regency is
in processing to increase the secondary education because gross enrollment rate is
82.29 percent and the national target of gross enrollment rate for secondary
education in 2020 is 97 percent.
This research was aimed to study secondary educational development and
stakeholder participation aftermath regional proliferation in Bangka regency: 1) to
analyze the factors that will affect the gross enrollment rate of secondary
education, 2) to analyze the participation rate of stakeholder in the developmental
of secondary education, and 3) to formulate the strategy for development of
secondary education. The analysis methods used in this study were: regression

analysis of panel data, descriptive analysis such as objective discussion, reflective,
interpretative and decisions, analytical hierarchy process (AHP).
The results showed that the gross enrollment rate was influenced by the the
number of secondary education age population, the number of the classrooms
secondary education, and the land area of district. Based on eight stars Arstein, the
overall participation rate of stakeholders was included in the partnership level.
This meant that there was a mutual agreement for sharing the responsibility and
the same perception between the stakeholders in the planning and decisionmaking for the development of education. The views of stakeholders in the
development of secondary education in Bangka regency assess the provision of
funds is much more important than the increased participation of stakeholder and
public participation. Furthermore, the development of teaching staff and facilities
assessed far more important than the development of the state apparatus.
(Keywords: educational development, secondary education, gross enrollment rate,
stakeholder participation, Bangka regency and regional proliferation).

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

STRATEGI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MENENGAH DAN
PARTISIPASI STAKEHOLDER DI KABUPATEN BANGKA
PASCA PEMEKARAN WILAYAH

HARI SUBARI

TESIS
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
MAGISTER SAINS
pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Setia Hadi, MS

Judul Tesis : Strategi Pengembangan Pendidikan Menengah dan Partisipasi
Stakeholder di Kabupaten Bangka Pasca Pemekaran Wilayah
Nama
: Hari Subari
NIM
: A156110204

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ernan Rustiadi, MAgr
Ketua

Ir Fredian Tonny Nasdian, MS
Anggota

Diketahui oleh


Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 21 Januari 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji Syukur dipanjatkan kepada Allah SWT. atas Ridho-Nya maka
penyusunan hasil penelitian ini dapat terselesaikan. Penelitian yang berjudul
Strategi Pengembangan Pendidikan Menengah dan Partisipasi Stakeholder di
Kabupaten Bangka Pasca Pemekaran Wilayah ini merupakan tahap akhir dalam
menyelesaikan pendidikan.

Penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada: Dr Ir Ernan Rustiadi,
MAgr dan Ir Fredian Tonny Nasdian, MS. selaku komisi pembimbing, Prof Dr Ir
Santun RP Sitorus selaku Ketua Program Studi PWL beserta seluruh dosen
pengajar dan staf, H Yusroni Yazid, SE selaku Bupati Bangka, Drs Yunan Helmi,
MSi. (Kepala Dinas) dan Zuniar, SE (Kepala Bidang Perencanaan) pada Dinas
Pendidikan Kabupaten Bangka beserta teman-teman sekantor. Special thank you
to ibunda Holiyah beserta Eddy (first bro) Sil dan Dinda, Eddo (second bro),
ibunda mertua Zubaidah, A’ Irma dan Bang Narto, Yuk Elis dan Bang Toni, My
lovely family: Firdia Agustin (istri) dan Fatih Annafis (anak) untuk doa,
pengorbanan, pengertian, dan dukungannya, serta kepada berbagai pihak yang
telah membantu penyelesaian tesis ini dan tidak dapat disebutkan satu persatu.

Bogor,

Februari 2013

Hari Subari

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila

ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku dan
segala larangan-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku (Yakin bahwa Aku selalu
hadir dikehidupannya), agar mereka selalu berada dalam kebenaran .
(Q.S. Al-Baqarah: 186)

Ku persembahkan karya ini kepada:
 Ayahanda Sopiyan (alm) dan Ibunda Holiyah,
 Ibunda mertua Zubaidah,
 Adik-adikku tersayang: Eddy Sugara dan Hamdu Santoso,
 My Lovely wife (Firdia Agustin) and our hero (Fatih Annafis),
 Keluarga besar dan guru-guruku.

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
7
8
8

TINJAUAN PUSTAKA
Pemekaran Wilayah
Pendidikan

Partisipasi Stakeholder
Beberapa Metode Analisis untuk Kajian Pengembangan Pendidikan
Menengah dan Partisipasi Stakeholder

11
11
13
16

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Bahan dan Alat
Metode dan Teknik Analisis Data

23
23
23
24

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
Sejarah Terbentuknya Kabupaten Bangka
Letak Geografis dan Administratif Wilayah
Keadaan Alam
Profil Sosial Budaya

27
27
28
30
31

19

KERAGAAN PENDIDIKAN MENENGAH DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI ANGKA PARTISIPASI KASAR (APK)
33
Keragaan Pendidikan Menengah
33
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Angka Partisipasi Kasar (APK) 36
TINGKAT PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN
PENDIDIKAN MENENGAH
Bentuk Partisipasi Stakeholder
Tingkat Partisipasi Stakeholder

45
45
48

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MENENGAH PASCA PEMEKARAN
KABUPATEN BANGKA
Pemekaran Wilayah, Tingkat Partisipasi dan Pendidikan
Strategi Pengembangan Pendidikan Menengah

57
57
59

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

65
65
65

DAFTAR PUSTAKA

67

LAMPIRAN

71

RIWAYAT HIDUP

73

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Jumlah prasarana pendidikan menengah di Kabupaten Bangka tahun
2003
Jumlah prasarana pendidikan menengah di Kabupaten Bangka tahun
2011
Skala perbandingan berpasangan (Saaty 2008)
Jarak dari Sungailiat ke daerah lainnya
Jumlah penduduk di Kabupaten Bangka tahun 2010
Nilai Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan menengah sebelum
dan setelah pemekaran Kabupaten Bangka
Jumlah gedung sekolah jenjang pendidikan menengah sebelum dan
setelah pemekaran di Kabupaten Bangka
Daya tampung pendidikan menengah (ruang kelas) sebelum dan setelah
pemekaran Kabupaten Bangka
Hasil regresi data panel
Hasil uji korelasi
Bentuk partisipasi stakeholder pada tahap awal kegiatan
Bentuk partisipasi stakeholder pada tahap pelaksanaan kegiatan
Jumlah skor tiap tangga tingkat partisipasi
Perhitungan tingkat kehadiran dalam pertemuan
Perhitungan tingkat keaktifan dalam berdiskusi dan mengemukakan
pendapat
Perhitungan tingkat keaktifan untuk terlibat dalam kegiatan fisik
Perhitungan tingkat kesediaan untuk membayar
Perhitungan tingkat partisipasi stakeholder secara keseluruhan
Rangkuman perhitungan tingkat partisipasi stakeholder

5
6
26
28
31
33
34
35
36
37
45
46
48
48
50
52
53
55
55

DAFTAR GAMBAR
1 Wilayah Kabupaten Bangka sebelum dimekarkan
2 Wilayah Kabupaten Bangka setelah dimekarkan
3 Sebaran nilai Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan menengah
tahun 2003
4 Sebaran nilai Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan menengah
tahun 2011
5 Delapan tangga tingkat partisipasi (Arnstein 1969 dalam Chusnah
2008)
6 Lokasi penelitian
7 Bagan alir penelitian
8 Struktur AHP untuk penentuan kebijakan (diadopsi dari Saaty 2008)
9 Lokasi kecamatan sampel
10 Adat sepintu sedulang atau lebih dikenal dengan sebutan nganggung
atau nganggong di Pulau Bangka
11 Nilai Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan menengah sebelum
dan setelah pemekaran Kabupaten Bangka
12 Sebaran rasio penduduk usia pendidikan menengah pada tahun 2011
13 Sebaran rasio daya tampung pendidikan menengah pada tahun 2011
14 Sebaran jumlah ruang kelas pendidikan menengah pada tahun 2011
15 Sebaran jumlah prasarana pendidikan menengah pada tahun 2011
16 Sebaran jumlah prasarana pendidikan menengah pada tahun 2011
17 Sebaran kepadatan penduduk pada tahun 2011
18 Diagram bentuk partisipasi stakeholder pada tahap awal kegiatan
19 Diagram bentuk partisipasi stakeholder pada tahap pelaksanaan
kegiatan
20 Diagram partisipasi stakeholder pada tingkat kehadiran dalam
pertemuan
21 Diagram partisipasi stakeholder pada tingkat keaktifan dalam
berdiskusi dan mengemukakan pendapat
22 Diagram partisipasi stakeholder pada tingkat keaktifan untuk terlibat
dalam kegiatan fisik
23 Diagram partisipasi stakeholder pada tingkat kesediaan untuk
membayar
24 Hasil AHP dari level alternatif
25 Hasil AHP dari level kriteria
26 Hasil AHP dari faktor partisipasi stakeholder
27 Hasil AHP dari faktor partisipasi masyarakat
28 Hasil AHP dari faktor ketersediaan dana
29 Hasil Analisis Proses Hirarki (AHP)

3
3
5
6
18
23
24
26
29
32
34
38
39
40
41
42
43
45
47
49
51
52
54
59
60
61
61
62
62

DAFTAR LAMPIRAN
1 Rekapitulasi jawaban kuesioner ORID Kecamatan Pemali
2 Rekapitulasi jawaban kuesioner ORID Kecamatan Mendo Barat
3 Rekapitulasi jawaban wawancara mendalam kepada stakeholder sektor
pendidikan tingkat Kabupaten Bangka
4 Hasil regresi data panel menggunakan software eviews 6.0

71
71
71
72

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemekaran wilayah semakin marak terjadi sejak diterapkannya sistem
otonomi daerah sebagai implikasi penetapan Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah atau dikenal dengan Undang-Undang Otonomi
Daerah. Otonomi daerah merupakan pemberian wewenang kepada suatu daerah
untuk mengatur dan mengurus rumah tangga pemerintahan sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Undang-undang
ini mengatur ketentuan mengenai pembentukan daerah dan kawasan khusus, dapat
berupa penggabungan beberapa daerah atau pemekaran dari satu daerah menjadi
dua daerah atau lebih dengan syarat yang diatur dalam undang-undang. Pemekaran
wilayah diharapkan akan membentuk daerah yang mampu menghidupi kebutuhan
pembangunan secara mandiri. Adapun tujuan pemekaran wilayah sebagaimana
tertuang dalam berbagai peraturan perundangan dimaksudkan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui: 1) Peningkatan pelayanan kepada masyarakat, 2)
Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, 3) Percepatan pelaksanaan
pembangunan perekonomian daerah, 4) Percepatan pengelolaan potensi daerah, 5)
Peningkatan keamanan dan ketertiban, 6) Peningkatan hubungan yang serasi antara
pusat dan daerah.
Menurut Mardiasmo dalam Hermani (2007), otonomi daerah diharapkan
dapat memberikan keleluasaan kepada daerah dalam melaksanakan pembangunan
daerah melalui usaha-usaha yang sejauh mungkin dapat meningkatkan partisipasi
aktif masyarakat, karena pada dasarnya terkandung tiga misi utama sehubungan
dengan pelaksanaan otonomi daerah, yaitu: 1) Menciptakan efisiensi dan efektivitas
pengelolaan sumber daya daerah, 2) Meningkatkan kualitas pelayanan umum dan
kesejahteraan masyarakat, 3) Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi
masyarakat untuk ikut serta dalam proses pembangunan. Selanjutnya Effendy
(2008) menyatakan bahwa pemekaran wilayah yang dilakukan pada beberapa
daerah dimaksudkan agar terjadi peningkatan kemampuan pemerintah daerah,
berupa makin pendeknya rentang kendali pemerintah sehingga meningkatkan
efektivitas penyelenggaraan pemerintah dan pengelolaan pembangunan.
Pengembangan sumber daya manusia merupakan salah satu upaya yang
berkaitan dengan perluasan kesempatan masyarakat untuk memperoleh pendidikan.
Pengembangan pendidikan memegang peranan yang sangat penting karena
peningkatan kuantitas dan kualitas pendidikan akan memberikan kontribusi
terhadap pengembangan sumber daya masyarakat. Wilayah/daerah yang mencapai
keberhasilan dalam peningkatan kesejahteraan penduduknya adalah yang
menanamkan investasi yang relatif besar di bidang pendidikan dan pelatihan.
Gambaran ini memberikan indikasi betapa pentingnya investasi di bidang
pendidikan. Hal ini disebabkan pendidikan merupakan indikator yang memegang
peranan penting sebagai penentu kualitas penduduk di suatu negara/daerah, dapat
diukur dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang akan terkait dengan
indikator lainnya yaitu pendapatan masyarakat (daya beli) dan kesehatan
masyarakat (angka harapan hidup).

2
Todaro (1998) menyatakan bahwa sumber daya manusia dari suatu bangsa
merupakan faktor paling menentukan karakter dan kecepatan pembangunan sosial
dan ekonomi dari bangsa yang bersangkutan. Keberhasilan pembangunan di suatu
daerah tidak dapat dilepaskan dari keberhasilan pengembangan sumber daya
manusia, disamping ketersediaan sumber alam, modal dan teknologi yang dimiliki.
Selain itu juga, terdapat empat unsur yang menjadi modal dalam upaya
pengembangan wilayah yaitu sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber
daya infrastruktur, dan sumber daya sosial. Kemudian Iwahashi (2004) menyatakan
bahwa pengembangan suatu wilayah bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan
ekonomi penduduknya. Meningkatnya taraf kehidupan ekonomi akan memberikan
kesempatan yang lebih besar bagi penduduk untuk mendapatkan kesempatan
pendidikan yang lebih baik. Penduduk yang memiliki tingkat pendidikan yang
tinggi akan memiliki peran untuk mengisi sektor-sektor pembangunan karena
memiliki nilai keunggulan komparatif yang memadai. Selanjutnya Nasution (2011)
menyatakan bahwa pendidikan dapat merupakan faktor yang menentukan
kedudukan, rasa harga diri, rasa ketentraman hidup yang turut menentukan
prasangka. Pendidikan adalah suatu aktivitas masyarakat yang berfungsi
mentransformasikan keadaan suatu masyarakat menuju keadaan yang lebih baik.
Pendidikan merupakan wadah untuk membentuk kepribadian dan watak masyarakat
yang berilmu dan berbudaya serta dapat menunjukkan tingkat peradaban suatu
bangsa.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyebutkan bahwa jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan
dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain
yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah
(MTs.) atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah
Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah
yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan
doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Adapun usia jenjang
pendidikan dasar tingkat Sekolah Dasar yaitu 7-12 tahun dan tingkat Sekolah
Menengah Pertama (SMP) yaitu 13-15 tahun, jadi dapat dikatakan bahwa jenjang
pendidikan dasar berusia antara 7-15 tahun. Kemudian untuk jenjang pendidikan
menengah (SMA/SMK/MA/MAK) yaitu 16-18 tahun.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bangka Nomor 7 Tahun 2001
Tentang Pembentukan sembilan kecamatan, maka terjadilah pemekaran wilayah
kecamatan di Kabupaten Bangka dengan terbentuknya sembilan kecamatan baru,
yaitu: Kecamatan Pemali, Bakam, Riau Silip, Puding Besar, Tempilang, Simpang
Teritip, Simpang Katis, Simpang Rimba dan Air Gegas. Selanjutnya, sesuai amanat
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 Tanggal 23 Januari 2003 sebagai
implementasi terbentuknya Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terwujudnya
pemekaran Kabupaten Bangka menjadi empat kabupaten yaitu Kabupaten Bangka,
Bangka Tengah, Bangka Selatan dan Bangka Barat. Sembilan kecamatan baru
tersebut, hanya empat kecamatan yang masuk ke dalam wilayah Kabupaten Bangka,
yaitu: Kecamatan Pemali, Bakam, Riau Silip, Puding Besar. Lingkup wilayah
Kabupaten Bangka sebelum dimekarkan sebagaimana terdapat pada Gambar 1.

3

Gambar 1 Wilayah Kabupaten Bangka sebelum dimekarkan
Kabupaten Bangka sebelum dimekarkan memiliki wilayah seluas 11 554
km², terdiri dari 22 kecamatan yaitu Sungailiat, Belinyu, Merawang, Mendo Barat,
Pemali, Bakam, Riau Silip, Puding Besar, Toboali, Payung, Simpang Rimba, Lepar
Pongok, Air Gegas, Koba, Pangkalan Baru, Namang, Sungai Selan, Mentok,
Simpang Teritip, Kelapa, Jebus, dan Tempilang. Wilayah Kabupaten Bangka
setelah dimekarkan sebagaimana terdapat pada Gambar 2.

Gambar 2 Wilayah Kabupaten Bangka setelah dimekarkan

4
Kabupaten Bangka setelah dimekarkan memiliki wilayah seluas 2 950.68
km², terdiri dari 8 kecamatan yaitu Sungailiat, Belinyu, Merawang, Mendo Barat,
Pemali, Bakam, Riau Silip, dan Puding Besar.
Salah satu indikator kinerja utama yang digunakan untuk menilai
keberhasilan program pendidikan dan juga indikator keberhasilan sistem
pendidikan dalam mendidik anak-anak dan remaja adalah nilai Angka Partisipasi
Kasar (APK) yang dapat juga memberikan gambaran secara umum banyaknya
anak-anak yang sedang atau telah menerima pendidikan pada jenjang tertentu.
Angka Partisipasi Kasar (APK) merupakan indikator yang paling sederhana dalam
mengukur daya serap penduduk usia sekolah untuk masing-masing jenjang
pendidikan. Nilai Angka Partisipasi Kasar (APK) dapat diperoleh dengan membagi
jumlah penduduk yang sedang bersekolah (jumlah siswa), tanpa memperhitungkan
umur, pada jenjang pendidikan tertentu dengan jumlah penduduk kelompok usia
yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tersebut atau jumlah siswa jenjang
pendidikan tertentu dibagi jumlah penduduk kelompok usia tertentu dikalikan
seratus persen. Makin tinggi nilai Angka Partisipasi Kasar (APK) berarti makin
banyak anak usia sekolah yang bersekolah disuatu daerah, atau makin banyak anak
usia di luar kelompok usia sekolah tertentu bersekolah di tingkat pendidikan
tertentu. Nilai Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan menengah diperoleh
dengan cara sebagai berikut: jumlah penduduk yang sedang bersekolah (jumlah
siswa) tingkat SMA/SMK/MA negeri dan swasta dibagi dengan jumlah penduduk
kelompok usia pendidikan menengah (16-18 tahun) kemudian dikalikan dengan
100 persen. Semakin tinggi Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan menengah,
berarti semakin banyak penduduk usia sekolah SMA/SMK/MA yang bersekolah
sehingga akan semakin baik (Kemdiknas 2009).
Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Kabupaten
Bangka pada tahun 2011 untuk jenjang pendidikan dasar tingkat Sekolah Dasar
(SD) Angka Partisipasi Kasar (APK) sudah mencapai 114.25 persen dan untuk
jenjang pendidikan dasar tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 109.13
persen. Hal ini dapat menjadi gambaran keberhasilan pemerintah Kabupaten
Bangka dalam melaksanakan program wajib belajar pendidikan dasar (Wajar
Dikdas) sembilan tahun karena nilai Angka Partisipasi Kasar (APK) ditargetkan
secara nasional untuk jenjang pendidikan dasar (SD/SMP) sebesar 95 persen sudah
tercapai. Tetapi pada jenjang pendidikan menengah Angka Partisipasi Kasar (APK)
untuk tingkat SMA/SMK/MA di Kabupaten Bangka sebesar 82.29 persen dan
masih jauh untuk target secara nasional pada tahun 2020 sebesar 97 persen.
Salah satu penyebab tingginya nilai Angka Partisipasi Kasar (APK) jenjang
pendidikan dasar dikarenakan ketersediaan prasarana yang sangat memadai. Setiap
desa sudah memiliki Sekolah Dasar (SD) atau sederajat minimal dengan daya
tampung enam ruang kelas. Demikian juga untuk tingkat Sekolah Menengah
Pertama (SMP) atau sederajat minimal tiap kecamatan sudah memiliki dua unit
minimal dengan daya tampung enam ruang kelas. Beda halnya dengan jenjang
pendidikan menengah (SMA/SMK/MA) yang tidak terdapat di setiap desa atau pun
kelurahan. Bahkan di Kabupaten Bangka ketersediaan prasarana pendidikan
menengah terdapat di setiap kecamatan baru dapat terealisasi pada tahun 2009.
Kabupaten Bangka pada waktu dimekarkan tepatnya pada Januari 2003,
memiliki prasarana pendidikan menengah sebanyak 16 unit SMA (6 berstatus
negeri dan 10 berstatus swasta), 10 SMK (2 berstatus negeri dan 5 berstatus swasta)

5
dan 5 MA (1 berstatus negeri dan 4 berstatus swasta) yang tersebar hampir di
seluruh kecamatan, sebagaimana tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1 Jumlah prasarana pendidikan menengah di Kabupaten Bangka tahun 2003
No.
1
2
3
4
5
6
7
8

Nama kecamatan

Sungailiat
Mendo Barat
Belinyu
Merawang
Riau Silip
Puding Besar
Pemali
Bakam
Jumlah
Sumber: DISDIK (2004)

SMA
7
2
4
1
0
1
1
0
16

Sekolah (N/S)
SMK
6
1
2
1
0
0
0
0
10

MA
1
2
0
1
1
0
0
0
5

Jumlah
14
5
6
3
1
1
1
0
31

Kondisi keragaan pendidikan untuk sebaran nilai Angka Partisipasi Kasar
(APK) pendidikan menengah tahun 2003 sebagaimana terdapat pada Gambar 3.

Gambar 3 Sebaran nilai Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan menengah
tahun 2003
Tampak pada Gambar 3, nilai Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan
menengah untuk Kecamatan Riau Silip, Merawang, Puding Besar dan Mendo Barat
masih sangat rendah yaitu kurang dari 20 persen. Bahkan untuk Kecamatan Bakam
masih nol persen karena belum memiliki prasarana pendidikan menengah di
kecamatan tersebut. Nilai Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan menengah
paling tinggi yaitu Kecamatan Sungailiat yaitu sebesar 114.58 persen. Kondisi ini
menggambarkan tidak meratanya ketersediaan prasarana pendidikan menengah di
tiap kecamatan.

6
Tampak pada Tabel 2, menggambarkan kondisi prasarana pendidikan
menengah sudah hampir tersebar merata diseluruh kecamatan, namun masih ada
satu kecamatan yang belum memiliki prasarana pendidikan menengah yaitu
Kecamatan Bakam.
Kemudian, setelah delapan tahun pemekaran atau tepatnya pada tahun 2011,
Kabupaten Bangka telah memiliki 15 SMA (8 berstatus negeri dan 7 berstatus
swasta), 7 MA (1 berstatus negeri dan 6 berstatus swasta) serta 9 SMK (4 berstatus
negeri dan 5 berstatus swasta) dan sudah terdapat atau tersebar merata diseluruh
kecamatan, sebagaimana tercantum pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah prasarana pendidikan menengah di Kabupaten Bangka tahun 2011
No.
1
2
3
4
5
6
7
8

Nama kecamatan

Sungailiat
Mendo Barat
Belinyu
Merawang
Riau Silip
Puding Besar
Pemali
Bakam
Jumlah
Sumber: DISDIK (2012)

SMA
6
1
3
1
1
1
1
1
15

Sekolah (N/S)
SMK
MA
5
0
1
3
3
0
0
2
0
1
0
0
0
1
0
0
9
7

Jumlah
11
5
6
3
2
1
2
1
31

Kondisi keragaan pendidikan untuk sebaran nilai Angka Partisipasi Kasar
(APK) pendidikan menengah tahun 2011 atau delapan tahun setelah pemekaran
Kabupaten Bangka sebagaimana terdapat pada Gambar 4.

Gambar 4 Sebaran nilai Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan menengah
tahun 2011
Tampak pada Gambar 4, nilai Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan
menengah untuk Kecamatan Pemali, Mendo Barat dan Belinyu mengalami

7
peningkatan yaitu sudah di atas 85 persen. Bahkan untuk Kecamatan Belinyu sudah
mencapai di atas 90 persen. Demikian juga halnya untuk Kecamatan Riau Silip,
Puding Besar dan Merawang yang sudah berkisar di atas 70 persen. Kecamatan
yang memiliki nilai Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan menengah paling
rendah adalah Kecamatan Bakam yang masih berkisar di bawah 70 persen, yaitu
54,12 persen.
Terwujudnya pemekaran Kabupaten Bangka menjadi empat kabupaten
dengan satu kabupaten induk dan tiga kabupaten baru menarik minat penulis untuk
mengadakan penelitian bagaimana strategi pengembangan pendidikan menengah
dan partisipasi stakeholder di Kabupaten Bangka pasca pemekaran wilayah. Hal ini
perlu dilakukan karena bukan suatu hal yang mustahil setelah dimekarkan,
pengembangan pendidikan menengah mengalami kemunduran ataupun jalan
ditempat sehingga berpengaruh terhadap daya serap pendidikan menengah yang
akan mempengaruhi nilai Angka Partisipasi Kasar (APK) jenjang pendidikan
menengah di Kabupaten Bangka.

Perumusan Masalah
Salah satu kewenangan pemerintah pusat yang dilimpahkan kepada
pemerintah daerah dalam sistem otonomi daerah yaitu urusan bidang pendidikan,
khususnya pendidikan dasar dan pendidikan menengah karena urusan pendidikan
tinggi masih menjadi kewenangan pemerintah pusat. Dalam konteks pemekaran
wilayah diharapkan pelayanan pendidikan akan lebih mempercepat tersedianya
sumberdaya manusia yang memiliki kemampuan dan keterampilan ilmiah sehingga
dapat berperan dalam pengelolaan kegiatan pembangunan di daerahnya.
Pemekaran wilayah telah memberikan ruang dan kesempatan yang lebih besar
bagi masyarakat dan pemerintah melalui stakeholder untuk berpartisipasi dalam
perencanaan, pengelolaan dan pengawasan pembangunan daerah karena
tranformasi sentralisasi menjadi desentralisasi mengharuskan keterlibatan
masyarakat dalam pembangunan. Pemekaran Kabupaten Bangka pada tahun 2003
merupakan implikasi dari pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada
tahun 2001. Setelah dimekarkan tentu saja ruang lingkup wilayah menjadi lebih
kecil namun hal ini harus menjadi motivator bagi pemerintah daerah untuk berbuat
lebih baik dalam hal pelayanan masyarakat.
Realita sekarang ketersediaan prasarana pendidikan menengah terutama untuk
pendidikan menengah kejuruan belum terdistribusi secara merata. Masih ada empat
kecamatan yang belum memiliki prasarana pendidikan menengah kejuruan.
Demikian juga untuk sarana penunjangnya, keberadaan laboratorium dengan
peralatan yang lengkap masih menjadi sarana penunjang yang langka bila
dibandingkan dengan sekolah jenjang pendidikan menengah yang berada di
Kecamatan Sungailiat.
Kondisi tersebut diatas menyebabkan terjadinya mobilitas peserta didik
karena harus melanjutkan pendidikan menengah ke luar tempat tinggalnya namun
status kependudukannya tetap terdaftar sebagai penduduk tempat tinggal asalnya.
Hal ini tentu saja akan berpengaruh terhadap perhitungan angka partisipasi sekolah
peserta didik. Tentu saja yang dirugikan adalah kecamatan yang belum memiliki

8
prasarana pendidikan memadai karena sebagian peserta didiknya melanjutkan
pendidikan menengah ke kecamatan lain.
Dari permasalahan diatas, petanyaan penelitian dalam karya ilmiah ini yaitu:
1 Bagaimana dampak pemekaran Kabupaten Bangka terhadap nilai Angka
Partisipasi Kasar (APK) pendidikan menengah?
2 Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai Angka Partisipasi Kasar
(APK) pendidikan menengah di Kabupaten Bangka?
3 Bagaimana tingkat partisipasi stakeholder dalam upaya pengembangan
pendidikan menengah di Kabupaten Bangka?
4 Bagaimana persepsi stakeholder dalam upaya pengembangan pendidikan
menengah di Kabupaten Bangka?
5 Bagaimana arahan strategi pengembangan pendidikan menengah di
Kabupaten Bangka?

Tujuan dan Manfaat Penelitian
Pemekaran Kabupaten Bangka diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan
dan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Upaya memperluas dan memberikan
kemudahan akses pendidikan bagi masyarakat, percepatan pembangunan
infrastruktur pendidikan seharusnya menjadi prioritas untuk ditingkatkan karena
pemerintah daerah dapat lebih fokus untuk membangun dalam ruang lingkup
wilayah yang tidak terlalu luas serta alokasi dana bantuan pembangunan
infrastruktur pendidikan dari pemerintah pusat akan langsung dikelola oleh
pemerintah kabupaten masing-masing. Namun, pembangunan infrastruktur
pendidikan harus diikuti dengan peningkatan daya serap untuk meningkatkan angka
partisipasi sekolah sebagai salah satu indikator keberhasilan pendidikan.
Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini bertujuan:
1 Menganalisis tingkat Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan menengah
di Kabupaten Bangka pasca pemekaran
2 Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai Angka
Partisipasi Kasar (APK) pendidikan menengah di Kabupaten Bangka
3 Menganalisis tingkat partisipasi stakeholder dalam upaya pengembangan
pendidikan menengah di Kabupaten Bangka
4 Menganalisis persepsi stakeholder dalam upaya pengembangan pendidikan
menengah di Kabupaten Bangka dan merumuskan arahan strategi
pengembangan pendidikan menengah di Kabupaten Bangka
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kondisi
pendidikan menengah sehingga menjadi bahan masukan dalam menyusun rencana
strategis pengembangan pendidikan menengah di Kabupaten Bangka.

Ruang Lingkup Penelitian
Mengacu pada permasalahan dan tujuan penelitian serta kendala yang
dihadapi, menimbulkan beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu :

9
1
2
3

Lokasi penelitian adalah Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung,
Jenjang pendidikan menengah (SMA, SMK, MA negeri/swasta),
Periode waktu analisis yaitu tahun 1998, 2000 dan 2003 (sebelum pemekaran)
serta 2009 sampai dengan 2011 (setelah pemekaran).

11

TINJAUAN PUSTAKA
Pemekaran Wilayah
Pengertian, maksud dan tujuan
Menurut Rustiadi et al. (2011) wilayah dapat didefinisikan sebagai unit
geografis dengan batas-batas spesifik tertentu dimana komponen-komponennya
memiliki arti di dalam pendeskripsian perencanaan dan pengelolaan sumberdaya
pembangunan. Batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi
seringkali bersifat dinamis. Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi
antar manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu
batasan unit geografis tertentu.
Terlepas dari unsur politis yang menyelimutinya, bahwa tujuan mulia
dilakukannya pembangunan daerah dalam konteks pemekaran wilayah adalah
kesejahteraan. Pemekaran wilayah juga akan mewujudkan birokrasi pemerintahan
menjadi lebih efektif dan efisien. Secara umum, pemekaran wilayah merupakan
suatu proses pembagian wilayah menjadi lebih dari satu wilayah, dengan tujuan
meningkatkan pelayanan dan mempercepat pembangunan. Menurut Juanda (2007),
tujuan ideal dari pemekaran wilayah adalah dapat diwujudnyatakannya melalui
peningkatan profesionalisme birokrat daerah untuk dapat menyelenggarakan
pemerintahan yang efektif dan efisien, dapat meningkatkan pelayanan dasar publik,
menciptakan kesempatan lebih luas untuk masyarakat serta dapat akses langsung
pada unit-unit pelayanan publik yang tersebar dengan mudah dijangkau oleh
masyarakat pedesaan maupun kota.
Pemekaran wilayah kabupaten/kota menjadi beberapa kabupaten/kota baru
pada dasarnya merupakan upaya meningkatkan kualitas dan intensitas pelayanan
pada masyarakat. Effendy (2008) menyatakan bahwa pemekaran wilayah
dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui: 1)
peningkatan pelayanan kepada masyarakat, 2) percepatan pertumbuhan kehidupan
demokrasi, 3) percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian, 4) percepatan
pengelolaan potensi suatu daerah, dan 5) peningkatan keamanan dan ketertiban.
Kemudian Saefulhakim dalam Agusniar (2006) menyatakan bahwa terciptanya
wilayah administrasi baru, secara logika harus dapat menciptakan hal-hal sebagai
berikut: 1) mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dan memberikan
kewenangan lebih kepada masyarakat lokal untuk mengelola potensi sumberdaya
wilayah secara arif, 2) partisipasi dan rasa memiliki dari masyarakat meningkat, 3)
efisiensi, produktivitas serta pemeliharaan kelestarianya, 4) kumulasi dari nilai
tambah secara lokal dan kesejahteraan masyarakat masyarakat meningkat, 5)
prinsip keadilan dan kesejahteraan yang berkeadilan lebih tercipta, sehingga
ketahanan nasional semakin kuat. Hal ini perlu diupayakan agar tidak
mengakibatkan kesenjangan yang signifikan dimasa mendatang. Selanjutnya dalam
suatu usaha pemekaran wilayah akan diciptakan ruang publik baru yang merupakan
kebutuhan kolektif semua warga wilayah baru. Ruang publik baru ini akan
mempengaruhi aktivitas seseorang atau masyarakat sehingga merasa diuntungkan
karena pelayanannya yang lebih maksimal. Akhirnya pemekaran wilayah ini
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, peningkatan sumber daya
secara berkelanjutan, meningkatkan keserasian perkembangan antar wilayah dan

12
antar sektor, memperkuat integrasi nasional yang secara keseluruhan dapat
meningkatkan kualitas hidup.
Riyadi dan Bratakusumah (2004) berpendapat bahwa pengembangan wilayah
merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, penurunan
kesenjangan antar wilayah dan pemeliharaan kelestarian lingkungan hidup di suatu
wilayah. Tentu saja upaya ini sangat diperlukan karena kondisi sosial ekonomi, budaya
dan keadaan geografis yang ada disetiap wilayah sangat berbeda-beda, sehingga
diperlukan perlakuan yang berbeda-beda pula dan pengembangan wilayah bertujuan
untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah. Beberapa konsep
pengembangan wilayah, antara lain: 1) mendorong dekonsentrasi wilayah, dimana
konsep ini bertujuan untuk menekan tingkat konsentrasi wilayah dan untuk
membentuk struktur ruang yang tepat, terutama pada beberapa bagian dari wilayah
non-metropolitan, 2) membangkitkan kembali daerah terbelakang sebagai daerah
yang memiliki karakteristik tingginya tingkat pengangguran, pendapata perkapita
yang rendah, dan rendahnya tingkat fasilitas pelayanan masyarakat, 3)
memodifikasi sistem kota, merupakan sebagai pengontrol urbanisasi menuju pusatpusat pertumbuhan, yakni dengan adanya pengaturan sistem perkotaan maka telah
memiliki hirarki yang terstruktur dengan baik. Hal ini diharapkan akan dapat
mengurangi migrasi penduduk ke kota besar.
Dasar Hukum dan Syarat Teknis Pemekaran Wilayah
Payung hukum terjadinya pemekaran wilayah yaitu Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1999, kemudian diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 yang mengatur ketentuan mengenai pembentukan daerah dalam Bab II
tentang Pembentukan Daerah dan Kawasan Khusus. Oleh karena itu, masalah
pemekaran wilayah juga termasuk dalam ruang lingkup pembentukan daerah.
Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 menentukan bahwa pembentukan suatu
daerah harus ditetapkan dengan undang-undang tersendiri. Ketentuan ini tercantum
dalam Pasal 4 ayat (1). Kemudian, ayat (2) pasal yang sama menyebutkan bahwa
undang-undang pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara
lain mencakup nama, cakupan wilayah, batas, ibukota, kewenangan
menyelenggarakan urusan pemerintahan, penunjukan penjabat kepala daerah,
pengisian keanggotaan DPRD, pengalihan kepegawaian, pendanaan, peralatan,
dokumen, serta perangkat daerah. Legalisasi pemekaran wilayah dicantumkan
dalam pasal yang sama pada ayat (3) yang menyatakan bahwa pembentukan daerah
dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan
atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih. Kemudian ayat (4)
menyebutkan bahwa pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan setelah mencapai batas
minimal usia penyelenggaraan pemerintahan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah menyatakan bahwa pembentukan daerah hanya dapat dilakukan apabila
telah memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. Bagi provinsi,
syarat administratif yang wajib dipenuhi meliputi adanya persetujuan DPRD
kabupaten/kota dan bupati/walikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi
bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi induk dan gubernur, serta rekomendasi
dari pemerintah pusat melalui Menteri Dalam Negeri. Sedangkan untuk
kabupaten/kota, syarat administratif yang juga harus dipenuhi meliputi adanya
persetujuan DPRD kabupaten/kota dan bupati/walikota bersangkutan, persetujuan

13
DPRD provinsi dan gubernur, serta rekomendasi dari Menteri Dalam Negeri.
Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah menetapkan syarat teknis dari pembentukan daerah baru harus meliputi
faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor-faktor di
bawah ini, antara lain: 1) kemampuan ekonomi, merupakan cerminan hasil kegiatan
usaha perekonomian yang berlangsung disuatu daerah propinsi, kabupaten/kota,
yang dapat diukur dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan penerimaan
daerah sendiri, 2) potensi daerah, merupakan cerminan tersedianya sumber daya
yang dapat dimanfaatkan dan kesejahteraan masyarakat yang dapat diukur dari
lembaga keuangan, sarana ekonomi, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana
transportasi dan komunikasi, sarana pariwisata dan ketenagakerjaan, 3) sosial
budaya, merupakan cerminan yang berkaitan dengan struktur sosial dan pola
budaya masyarakat, kondisi sosial masyarakat yang dapat diukur dari tempat
peribadatan, tempat kegiatan institusi sosial dan budaya, serta sarana olahraga, 4)
sosial politik, merupakan cerminan kondisi sosial politik masyarakat yang dapat
diukur dari partisipasi masyarakat dalam politik dan organisasi kemasyarakatan, 5)
kependudukan, merupakan jumlah total penduduk suatu daerah, 6) luas daerah,
merupakan luas tertentu suatu daerah, 7) pertahanan dan keamanan merupakan
kesiapan system pertahanan dan kondisi keamanan yang kondusif, 8) faktor-faktor
lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah, meliputi paling sedikit
5 kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi, dan paling sedikit 5 kecamatan
untuk pembentukan kabupaten, dan 4 kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi
calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan.
Pembentukan daerah otonom baru tidak boleh mengakibatkan daerah induk
menjadi tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah, dengan demikian baik
daerah yang dibentuk maupun daerah induknya harus mampu menyelenggarakan
otonomi daerah, sehingga tujuan pembentukan daerah dapat terwujud. Oleh karena
itu dalam usulan pembentukan daerah baru harus dilengkapi dengan kajian daerah.

Pendidikan
Sebagaimana menurut Conyers (1994) bahwa keuntungan investasi pelayanan
sosial tidaklah dapat diukur dengan kriteria ekonomis, seperti naiknya pengeluaran
atau pendapatan keuangan, walaupun mungkin mempunyai beberapa dampak tak
langsung terhadap pembangunan ekonomi. Pendidikan, misalnya merupakan
investasi yang meningkat mungkin dapat dicarikan alasan bahwa di satu pihak
dianggap sebagai cara mencapai perkembangan ekonomi melalui tenaga-tenaga
terampil atau di lain pihak pendidikan merupakan hak dasar yang berlaku bagi
rakyat secara keseluruhan. Perencanaan pendidikan akan semakin erat kaitannya
dengan perencanaan dan sumber tenaga kerja yang didasarkan pada ramalan akan
kebutuhan berbagai jenis kategori tenaga terampil serta adanya keyakinan bahwa
kebutuhan ini akan terpenuhi, namun apabila pendidikan dilihat sebagai bentuk hak
sosial yang mendasar, maka adalah mungkin memperdebatkan kelengkapan sumber
daya yang hampir tak terbatas, paling tidak seluruh penduduk telah memperoleh
kesempatan yang sama untuk mencapai tingkat pendidikan tertentu.

14
langsung terhadap pembangunan ekonomi. Pendidikan, misalnya merupakan
investasi yang meningkat mungkin dapat dicarikan alasan bahwa di satu pihak
Infrastruktur Pendidikan
Menurut Amirin (2011), bahwa infrastruktur pendidikan disebut juga sarana
dan prasarana pendidikan. Kerap kali istilah itu digabung begitu saja menjadi
sarana-prasarana pendidikan. Dalam bahasa Inggris sarana dan prasarana itu disebut
dengan facility (facilities). Jadi, sarana dan prasarana pendidikan akan disebut
educational facilities. Sebutan itu jika diadopsi ke dalam bahasa Indonesia akan
menjadi fasilitas pendidikan. Fasilitas pendidikan artinya segala sesuatu (alat dan
barang) yang memfasilitasi (memberikan kemudahan) dalam menyelenggarakan
kegiatan pendidikan. Definisi secara umum tentang sarana pendidikan sebagai
segala macam alat yang digunakan secara langsung dalam proses pendidikan dan
prasarana pendidikan adalah segala macam alat yang tidak secara langsung
digunakan dalam proses pendidikan. Sarana pendidikan adalah segala macam alat
yang digunakan dalam kegiatan belajar-mengajar, sementara prasarana pendidikan
tidak digunakan dalam proses atau kegiatan belajar-mengajar. Erat terkait dengan
sarana dan prasarana pendidikan itu, dalam daftar istilah pendidikan dikenal pula
sebutan alat bantu pendidikan (teaching aids), yaitu segala macam peralatan yang
dipakai guru untuk membantunya memudahkan melakukan kegiatan mengajar. Alat
bantu pendidikan ini yang pas untuk disebut sebagai sarana pendidikan. Jadi, sarana
pendidikan adalah segala macam peralatan yang digunakan guru untuk
memudahkan penyampaian materi pelajaran.
Selanjutnya Amirin (2011) juga menyatakan jika dilihat dari sudut murid,
sarana pendidikan adalah segala macam peralatan yang digunakan murid untuk
memudahkan mempelajari mata pelajaran dan prasarana pendidikan adalah segala
macam peralatan, kelengkapan, dan benda-benda yang digunakan guru (dan murid)
untuk memudahkan penyelenggaraan pendidikan. Perbedaan sarana pendidikan dan
prasarana pendidikan adalah pada fungsi masing-masing, yaitu sarana pendidikan
untuk memudahkan penyampaian/mempelajari materi pelajaran sedangkan
prasarana pendidikan untuk memudahkan penyelenggaraan pendidikan
Terdapat lima faktor yang harus ada pada proses belajar mengajar yaitu ; guru,
murid, tujuan, materi dan waktu. Ketidakadanya salah satu dari faktor tersebut,
maka proses belajar mengajar tidak mungkin terjadi. Walaupun sudah memenuhi
lima faktor tersebut, proses belajar mengajar terkadang memperoleh hasil yang
tidak maksimal. Hasil yang maksimal dapat ditingkatkan apabila didukung dengan
sarana dan prasarana penunjang yang memadai. Bafadal (2004) menyatakan bahwa
prasarana pendidikan adalah semua perangkat perlengkapan dasar yang secara tidak
langsung menunjang pelaksanaan proses pendidikan di sekolah.
Fungsi dan Tujuan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.

15
mencerdaskan dan mendewasakan anak didik. Dalam pengertian sempit,
pendidikan berarti pembuatan atau proses pembuatan untuk memperoleh
pengetahuan. Menurut Marimba (1981) bahwa pendidikan merupakan suatu
bimbingan atau pimpinan dilakukan secara sadar yang dilakukan oleh seorang
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak menuju terbentuknya
kepribadian prima. Upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional adalah untuk
menciptakan masyarakat madani, yaitu suatu masyarakat yang berperadaban yang
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang sadar akan hak dan kewajibannya,
demokratis, bertanggung jawab, berdisiplin, menguasai sumber informasi dalam
bidang ilmu pengetahuan teknologi dan seni, budaya dan agama. Proses pendidikan
yang berlangsung haruslah menciptakan arah yang sejalan dengan upaya
pencapaian masyarakat madani. Dampak dari proses perubahan dunia yang cepat
berdampak pada perubahan nilai dan menciptakan perbedaan dalam melihat
berbagai nilai yang berkembang dalam masyarakat. Pendidikan memegang peranan
penting dalam membentuk dan menciptakan masyarakat sesuai dengan yang
diharapkan. Keberadaan pendidikan, apa yang dicita-citakan masyarakat dapat
diwujudkan melalui anak didik sebagai generasi masa depan. Adapun tujuan
pendidikan sebagaimana diungkapkan oleh Sastrawijaya dalam Idi (2011) adalah
mencakup kesiapan jabatan, keterampilan memecahkan masalah, penggunaan
waktu senggang secara membangun, dan sebagainya karena tiap siswa/anak
mempunyai harapan yang berbeda. Tujuan pendidikan secara umum menyangkut
kemampuan luas yang akan membantu siswa untuk berpartisipasi dalam
masyarakat.
Lebih jauh, ada sejumlah fungsi dan peranan pendidikan bagi suatu
masyarakat, seperti diungkapkan oleh Wuradji dalam Idi (2011): 1) fungsi
Sosialisasi yaitu proses reproduksi budaya dimaksudkan upaya mendidik anak-anak
untuk mencintai dan menghormati tatanan lembaga sosial dan tradisi yang sudah
mapan adalah menjadi tugas sekolah. Masa-masa permulaan pendidikan merupakan
masa sangat penting bagi pembentukan dan pengembangan serta pengadopsian
nilai-nilai ini, 2) fungsi kontrol sosial yaitu sekolah dalam menanamkan nilai-nilai
dan loyalitas terhadap tatanan tradisional masyarakat harus berfungsi sebagai
lembaga pelayanan sekolah untuk melakukan mekanisme fungsi kontrol sosial, 3)
fungsi pelestarian budaya yaitu sekolah disamping mempunyai tugas mempersatu
budaya-budaya etnik yang beraneka ragam juga perlu melestarikan budaya-budaya
daerah yang masih layak dipertahankan, 4) fungsi seleksi, latihan dan
pengembangan tenaga kerja yaitu sekolah mengajarkan bagaimana menjadi
seseorang yang akan memangku jabatan tertentu, patuh terhadap pimpinan, rasa
tanggungjawab akan tugas, disiplin mengerjakan tugas sesuai dengan aturan yang
telah ditetapkan. Sekolah juga mendidik agar seseorang dapat menghargai harkat
dan martabat manusia, memperlakukan manusia sebagai manusia, dengan
memperhatikan segala bakat yang dimilikinya demi keberhasilan dalam tugasnya,
5) fungsi pendidikan dan perubahan sosial yaitu pendidikan mempunyai fungsi
untuk mengadakan perubahan sosial, memiliki beberapa fungsi: (a) melakukan
reproduksi budaya, (b) difusi budaya, (c) mengembangkan analisis kultur terhadap
kelembagaan-kelembagaan tradisional, dan (d) melakukan perubahan yang lebih
mendasar terhadap institusi-institusi tradisional yang telah ketinggalan, 6) fungsi
sekolah dan masyarakat yaitu hubungan timbal balik pendidikan di sekolah dan

16
masyarakat sangat besar manfaat dan artinya bagi kepentingan pembinaan
dukungan moral, materiil, dan pemanfaatan masyarakat sebagai sumber belajar.

Partisipasi Stakeholder
Pengertian partisipasi
Terdapat banyak definisi mengenai partisipasi diantaranya adalah sebagai
berikut: 1) bahwa seseorang yang berpartisipasi sebenarnya mengalami keterlibatan
dirinya/egonya yang sifatnya lebih daripada keterlibatan dalam pekerjaan atau tugas
saja, yang berarti keterlibatan pikiran dan perasaannya (Allport dalam Sastropoetro
1988:12), 2) partisipasi dapat didefinisikan sebagai keterlibatan mental/pikiran dan
emosi/perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk
memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut
bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan (Davis dalam Sastropoetro
1988:13), 3) partisipasi adalah kerjasama antara rakyat dan pemerintah dalam
merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil
pembangunan (Soetrisno