Analysis of Stakeholder Participation in the Preparation of Regional Spatial Plan for the Forestry Sektor in Bogor Regency

(1)

ANALISIS PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM

PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH UNTUK

SEKTOR KEHUTANAN DI KABUPATEN BOGOR

PURI PUSPITA SARI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Partisipasi Stakeholder dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah untuk Sektor Kehutanan di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014 Puri Puspita Sari NRP A156120234


(4)

RINGKASAN

PURI PUSPITA SARI. Analisis Partisipasi Stakeholder dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah untuk Sektor Kehutanan di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh KUKUH MURTILAKSONO dan DIDIK SUHARJITO.

Seiring perubahan paradigma pembangunan dari product center development menjadi people center development dimana manusia mulai ditempatkan sebagai pusat pembangunan, maka perencanaan tata ruang mulai dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan masyarakat selaku pihak yang terkena dampak langsung dari kebijakan penataan ruang. Proses penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor Tahun 2005–2025 telah dilaksanakan pada tahun 2006 yang lalu. Proses penyusunan tersebut telah melalui metode partisipasi masyarakat, yaitu dengan cara melakukan penjaringan aspirasi masyarakat dan seminar rancangan rencana tata ruang bersama masyarakat melalui konsultasi publik dan Focus Group Discussion (FGD). Meskipun demikian, masih ditemukan penyimpangan terhadap pemanfaatan rencana tata ruang yang berdampak terhadap penurunan daya dukung lingkungan. Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis mekanisme partisipasi stakeholder dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah 2005-2025 di Kabupaten Bogor, (2) memetakan stakeholder yang terlibat dan perannya dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 untuk sektor, (3) menjelaskan bentuk dan tingkat partisipasi stakeholder serta faktor-faktor yang mempengaruhinya dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 untuk sektor kehutanan, dan (4) merumuskan rancangan strategi perencanaan tata ruang wilayah berbasis partisipatif untuk sektor kehutanan di Kabupaten Bogor. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif, dengan menggunakan data primer berupa kuesioner dan hasil wawancara responden yang ditentukan dengan teknik purposive sampling, sedangkan data sekunder berasal dari Bappeda Kabupaten Bogor, Kementerian Kehutanan, Dinas Pertanian dan Kehutanan serta Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor.

Hasil analisis menunjukkan penggunaan lahan yang konsisten terhadap RTRW Kabupaten Bogor adalah seluas 245.261,50 ha (80,24%), sedangkan penggunaan lahan yang tidak konsisten seluas 60.380,77 ha (19,76%). Inkonsistensi RTRW didominasi oleh semak belukar yaitu seluas 30.838,58 ha atau 51,07% dari total luas inkonsistensi. Luas inkonsistensi terbesar pada peruntukan kawasan hutan dengan luas 52.411,68 ha setara dengan 86,80% dari luas total inkonsistensi tata ruang atau 17,15% dari luas Kabupaten Bogor. Alih fungsi kawasan hutan terjadi karena pengaruh kegiatan ekonomi, perkembangan penduduk dan sosial budaya sehingga menimbulkan dampak berupa kerusakan lingkungan, degradasi lahan, dan penurunan daya dukung lingkungan.

Berdasarkan studi dokumen, terdapat perbedaan antara proses penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 dengan aturan normatif, perbedaan ini terletak pada sifat partisipasi, media yang digunakan, jangka waktu pemberian masukan dan belum dilibatkannya masyarakat dalam proses penyusunan konsep, penetapan serta pengesahan RTRW. Stakeholder yang terlibat dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 untuk sektor kehutanan dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu key players (Pemda Kabupaten Bogor dan Kementerian


(5)

Kehutanan), subject (masyarakat) dan crowd (LSM dan akademisi). Bentuk partisipasi stakeholder didominasi oleh pemberian informasi/data dan penyampaian masukan/saran/ide terhadap rancangan RTRW yang telah disusun. Tingkat partisipasi stakeholder dalam kelompok subject dan crowd menurut tipologi partisipasi Arnstein (1969) berada pada level konsultasi yaitu tingkat keempat dalam tangga partisipasi Arnstein dan termasuk derajat tokenisme/penghargaan (degree of tokenism). Tingkat partisipasi masyarakat penyangga kawasan konservasi masih rendah yaitu pada level informasi dan konsultasi yang termasuk derajat tokenisme/penghargaan (degree of tokenism), hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan ekonomi masyarakat di sekitar hutan. Masyarakat penyangga Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) memiliki tingkat partisipasi yang lebih tinggi daripada Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), tetapi luas inkonsistensi RTRW dan laju perubahan tutupan hutan di TNGHS lebih tinggi dari TNGGP, hal ini menunjukkan ada faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi laju perubahan tutupan hutan, diantaranya adalah faktor ekonomi. Bentuk partisipasi dipengaruhi oleh peran LSM, sedangkan tingkat partisipasi dipengaruhi oleh variabel pendidikan dan pekerjaan. Masyarakat telah memiliki persepsi dan pengetahuan yang baik tentang sumberdaya hutan dan RTRW sektor kehutanan, melalui pemanfaatan sumberdaya hutan secara lestari berdasarkan kearifan lokal, tetapi persepsi masyarakat yang baik belum diimbangi dengan partisipasi yang tinggi.

Secara umum stakeholder yang berperan dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor masih didominasi oleh key players, sedangkan peranan stakeholder dalam kelompok subject dan crowd masih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa metode partisipasi masyarakat dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor hanya sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemerintah, karena tuntutan desentralisasi dalam otonomi daerah yang menghendaki pemerintah berperan bersama stakeholder lain dalam perencanaan pembangunan. Sedangkan tujuan pemberdayaan masyarakat yang ingin dicapai dengan partisipasi itu sendiri belum dapat terwujud. Agar rencana tata ruang yang dihasilkan dapat digunakan sebagai acuan dalam pembangunan berkelanjutan, maka perlu diterapkan prinsip transparansi pada setiap tahap perencanaan dan juga kebijakan penataan ruang baik wilayah maupun sektoral harus bersinergi dengan hukum adat/kearifan lokal masyarakat di sekitar hutan sehingga dapat meminimalisasi konflik tata ruang pada sektor kehutanan.


(6)

SUMMARY

PURI PUSPITA SARI. Analysis of Stakeholder Participation in the Preparation of Regional Spatial Plan for the Forestry Sektor in Bogor Regency. Supervised by KUKUH MURTILAKSONO and DIDIK SUHARJITO.

Along with the shifting development paradigm from product-centred to people-centred development where community is the main concern of development, spatial planning starts to run in participatory manner, involving community receiving direct impact from spatial planning policy. In 2006, 2005-2025 Bogor District Spatial Planning (RTRW) was conducted using participatory method involving stakeholders through public consultation, Focus Group Discussion (FGD) and public seminar. However, non-compliances still found in the RTRW implementation. This research, therefore, aims to (1) analyze the stakeholder participatory process in the 2005-2025 Bogor RTRW; (2) analyze the stakeholders involved and their roles in making the 2005-2025 Bogor RTRW; (3) analyze form and level of the stakeholder participation in making of 2005-2025 Bogor RTRW and the affecting factors to forestry sector; and (4) formulating participatory spatial planning strategy for forestry sector in the district. This research focuses on field study, while the employed method is qualitative and quantitative descriptive analysis. Data has been collected mainly from respondents by using purposive sampling method. Primary data has been collected from questionnaire and interview, complemented with secondary data from Bogor District Development Planning Agency (BAPPEDA), Ministry of Forestry, District Agriculture and Forestry Office, and District Statistics Office.

The analysis result indicates that size of land uses complying with the

district’s RTRW is 245,261.50 hectares (80.24%), while the non-complying is 60,380.77 hectares (19.76%). The latter is dominated by bushed lands covering 30.838,58 ha (51.07%) out of the total non-complying area. The largest portion of non-compliance in the forest-allocated area being 52,411.68 hectares (86,80%) out of the total non-complying area is equal to 17,15% of the district’s entire area. Land use change from forest to other uses is caused by economic activities, population growth, and socio-cultural activities which lead to environmental damage, and weakened environmental support function.

The result shows that there are differences between the 2005-2025 Bogor RTRW and applicable regulation in terms of participation characteristics, employed media, inputting period, and current non-engagement of community in RTRW concept drafting, stipulation and authorisation process. Stakeholders involved in 2005-2025 Bogor RTRW are divided into three groups, i.e. (i) key players (Bogor District Government and Ministry of Forestry); (ii) subject (community); and crowd (NGOs and academicians). The stakeholder participation is dominated with information provision/data contribution and proposing input/recommendation/idea to the prepared RTRW. The stakeholder participation level in subject and crowd groups are, based on Arnstein’s (1969) participation

typology, at consultation level, which is the fourth level in Arnstein’s

participation ladder and at the degree of tokenism. Whereas, being at information and consultation level and the degree of tokenism, level of participation of the


(7)

community in the conservation buffering area is still low. This is due to their low education and economic levels. Community living in Mt. Halimun Salak National Park (GHS-NP) buffering area has higher participation level than those in Mt. Gede Pangrango National Park (GGP-NP) buffering area. However, non-compliance in terms of spatial planning and rate of forest cover change in GHSNP is higher than that in GGP-NP. This indicates external factors affecting the rate of forest cover change, such as economic factor. The participation form is affected by NGO roles, while the level is by education and occupation variables. The community already has good perception and knowledge on forest resources and forestry sector RTRW through local wisdom-based sustainable use of forest resources, although not balanced with their high participation yet.

In general, the stakeholder roles are still dominated by key players. Stakeholder roles in subject and crowd groups are still low. This indicates that the community participation method in the preparation of Bogor RTRW is merely an obligation to the government as decentralisation and local autonomy require district governments to engage other stakeholders in development planning. The objective to empower the community with the participation itself is yet to be achieved. In order the produced RTRW to be made reference to sustainable development, transparency principles in all planning process must be implemented, and a good spatial planning, whether it is regional or sectoral, needs to be synergised with customary law/local wisdom around the forest to minimise spatial layout conflict in forestry sector.


(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

ANALISIS PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM

PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH UNTUK

SEKTOR KEHUTANAN DI KABUPATEN BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(10)

(11)

Judul Tesis : Analisis Partisipasi Stakeholder dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah untuk Sektor Kehutanan di Kabupaten Bogor Nama : Puri Puspita Sari

NIM : A156120234

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Kukuh Murtilaksono, MS Ketua

Prof Dr Ir Didik Suharjito, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr Ir Dahrul Syah, MscAgr


(12)

---Ruang Wilayah untuk Sektor Kehutanan di Kabupaten Bogor

Nama Puri Puspi ta Sari

NIM A156120234

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Kukuh Murtilaksono , MS Prof Dr Ir Didik Suharjito, MS

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus

Tanggal Ujian : 27 Februari 2014 Tanggal Lulus:

o

3 APR

RPエセ@


(13)

PRAKATA

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan

karunia-Nya sehingga penelitian yang berjudul “Evaluasi Partisipasi Stakeholder dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah untuk Sektor Kehutanan di Kabupaten Bogor” ini dapat diselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof Dr Ir Kukuh Murtilaksono, MS dan Prof Dr Ir Didik Suharjito, MS sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan, dan bimbingan yang diberikan mulai tahap awal hinga penyelesaian tesis ini. 2. Dr Ir Djuara Lubis, MS selaku penguji luar komisi dan Dr Ir Khursatul

Munibah, M.Sc selaku perwakilan program studi atas masukan dan arahan bagi penyempurnaan tesis ini.

3. Ketua Program Studi Prof Dr Ir Santun RP Sitorus, serta seluruh dosen pengajar, asisten dan staff pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) Sekolah Pascasarjana IPB.

4. Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencanaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas).

5. Kementerian Kehutanan cq Ditjen Planologi Kehutanan yang telah memberikan kesempatan tugas belajar kepada penulis.

6. Keluarga besar Bagian Hukum dan Kerjasama Teknik, khususnya Kepala Bagian Hukum dan Kerjasama Teknik serta Kepala Sub Bagian Kerjasama Teknik atas dukungannya selama penulis menempuh studi.

7. Rekan-rekan kelas khusus PWL 2012 atas kebersamaan dan kekeluargaannya selama ini, serta semua pihak yang namanya tidak dapat Penulis sebut satu-satu 8. Terima kasih yang istimewa khusus disampaikan kepada suamiku Dania Irwansyah, S.Hut dan anak-anakku Azka Maula Akhtarsyah dan Arsyila Puti Humaira atas segala doa, harapan, kasih sayang, pengertian dan pengorbanan yang telah diberikan selama ini.

9. Penulis menghaturkan hormat dan terima kasih yang tak terhingga kepada Papa (Alm) dan Mama serta adikku atas doa, dukungan, kasih sayang dan pengorbanan yang telah diberikan pada masa-masa sulit ketika penulisan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bogor, April 2014


(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR LAMPIRAN v

1. PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 4

Hipotesis 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

2. TINJAUAN PUSTAKA 5

Konsep Penataan Ruang 5

Konsep Stakeholder 6

Konsep Partisipasi 7

3. METODE PENELITIAN 11

Kerangka Pemikiran 11

Lokasi dan Waktu Penelitian 13

Bahan dan Alat 14

Teknik Pengambilan Sampel 14

Analisis Data 15

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 20

Letak Geografis dan Administratif 20

Kondisi Fisik Wilayah 20

Kawasan Hutan di Kabupaten Bogor 23

Tata Ruang dan Pengembangan Wilayah Kabupaten Bogor 24 Permasalahan Tata Ruang Sektor Kehutanan di Kabupaten Bogor 28 5. MEKANISME PENYUSUNAN RTRW SEKTOR KEHUTANAN

BERBASIS PARTISIPATIF DI KABUPATEN BOGOR 34

Analisis Kebijakan Penyusunan RTRW Sektor Kehutanan Berbasis

Partisipatif 34

Mekanisme Penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 41 6. PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM PENYUSUNAN RTRW

SEKTOR KEHUTANAN DI KABUPATEN BOGOR 54

Peranan Stakeholder dalam Penyusunan RTRW Sektor Kehutanan 54 Bentuk dan Tingkat Partisipasi Stakeholder dalam Penyusunan RTRW

Sektor Kehutanan 58


(15)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Stakeholder dalam

Penyusunan RTRW Sektor Kehutanan 71

7. PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYUSUNAN RTRW

SEKTOR KEHUTANAN DI KABUPATEN BOGOR 82

Perencanaan Tata Ruang Wilayah dalam Kawasan Hutan 82 Persepsi dan Pengetahuan Masyarakat terhadap Sumberdaya Hutan dan

RTRW Sektor Kehutanan 84

Partisipasi Masyarakat dalam Penataan Ruang Sektor Kehutanan 88 8. STRATEGI PERENCANAAN TATA RUANG SEKTOR KEHUTANAN

BERBASIS PARTISIPATIF 90

Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Perencanaan Tata Ruang

Wilayah Sektor Kehutanan Berbasis Partisipatif 90 Strategi Perencanaan Tata Ruang Berbasis Partisipatif untuk Sektor

Kehutanan 92

9. SIMPULAN DAN SARAN 94

Simpulan 94

Saran 95

DAFTAR PUSTAKA 96

LAMPIRAN 99


(16)

DAFTAR TABEL

1. Lokasi penelitian 13

2. Rincian unsur-unsur dan jumlah responden dalam penelitian 14 3. Variabel tingkat kepentingan stakeholder dalam penyusunan RTRW sektor

kehutanan 16

4. Variabel tingkat pengaruh stakeholder dalam penyusunan RTRW sektor

kehutanan 16

5. Ukuran kuantitatif terhadap identifikasi dan pemetaan stakeholder dalam

penyusunan RTRW 16

6. Kategori tingkat partisipasi stakeholder dalam penyusunan RTRW 18 7. Tujuan, jenis data, sumber data serta analisis data penelitian 19 8. Penggunaan lahan aktual Kabupaten Bogor Tahun 2010 21 9. Luasan kawasan hutan di Kabupaten Bogor berdasarkan fungsinya 23 10. Luas peruntukan lahan dalam RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 25 11. Luas inkonsistensi pemanfaatan ruang di Kabupaten Bogor Tahun 2010 29 12. Perbandingan inkonsistensi RTRW Kabupaten Bogor dengan penggunaan

lahan aktual di TNGGP dan TNGHS 30

13. Peranan stakeholder dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun

2005-2025 48

14. Perbandingan antara implementasi partisipasi masyarakat dalam

penyusunan RTRW Kabupaten Bogor dan Permen PU No. 16/2009 51 15. Perbandingan antara implementasi partisipasi masyarakat dalam

penyusunan RTRW Kabupaten Bogor dan PP No. 68/2010 52 16. Identifikasi stakeholder dan perannya dalam penyusunan RTRW

Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 sektor kehutanan 55

17. Bentuk partisipasi stakeholder dalam penjaringan aspirasi masyarakat pada

penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 59

18. Bentuk partisipasi stakeholders pada seminar rancangan RTRW

Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 60

19. Bentuk partisipasi yang diinginkan oleh responden dalam penyusunan

RTRW Kabupaten Bogor 61

20. Tingkat partisipasi stakeholder dalam kelompok subject pada penyusunan

RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 62

21. Tingkat partisipasi stakeholder dalam kelompok crowd pada penyusunan

RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 63

22. Partisipasi stakeholder dalam kelompok key players pada proses

penyusunan RTRWK Bogor Tahun 2005-2025 64

23. Lokasi penelitian partisipasi masyarakat dalam penyusunan RTRW

Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 di kawasan konservasi 65 24. Tingkat partisipasi masyarakat penyangga kawasan TNGGP dalam

penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 66

25. Tingkat partisipasi masyarakat di kawasan penyangga TNGHS dalam

penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 67

26. Perubahan tutupan lahan di TNGHS Tahun 1990-2012 69 27. Perubahan tutupan lahan di TNGGP Tahun 1990-2012 70 28. Sebaran distribusi frekuensi jenis kelamin responden yang terlibat dalam


(17)

29. Sebaran distribusi frekuensi usia responden yang terlibat dalam

penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 71

30. Sebaran distribusi frekuensi tingkat pendidikan responden yang terlibat

dalam penyusunan RTRWK Bogor Tahun 2005-2025 72

31. Sebaran distribusi frekuensi jenis pekerjaan responden yang terlibat dalam

penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 72

32. Sebaran distribusi frekuensi penghasilan responden yang terlibat dalam

penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 73

33. Sebaran distribusi frekuensi kehadiran dalam sosialisasi dan pembinaan

tata ruang yang diselenggarakan oleh Pemda Kabupaten Bogor 74 34. Sebaran distribusi frekuensi kehadiran dalam sosialisasi dan pembinaan

tata ruang yang diselenggarakan oleh LSM 74

35. Hasil uji chi square terhadap bentuk partisipasi stakeholder kelompok

subject dalam penjaringan aspirasi di Kabupaten Bogor 75 36. Hasil uji chi square terhadap bentuk partisipasi stakeholder subject dalam

seminar rancangan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 75 37. Hasil uji chi square tehadap tingkat partisipasi stakeholder kelompok

subject dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 75 38. Hasil uji chi square bentuk partisipasi stakeholder kelompok crowd dalam

penjaringan aspirasi di Kabupaten Bogor 77

39. Hasil uji chi square bentuk partisipasi stakeholder kelompok crowd

dalam seminar rancangan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 77 40. Hasil uji chi square tehadap tingkat partisipasi stakeholder kelompok

crowd dalam penyusunan RTRWK Bogor Tahun 2005-2025 77 41. Hasil uji chi square bentuk partisipasi stakeholder kelompok key players

dalam penjaringan aspirasi masyarakat di Kabupaten Bogor 78 42. Hasil uji chi square bentuk partisipasi stakeholder kelompok key players

dalam seminar rancangan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 78 43. Hasil uji chi square tehadap tingkat partisipasi stakeholder kelompok key

players dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 78 44. Hasil uji chi square faktor internal dan eksternal dengan bentuk partisipasi

stakeholder pada tahap penjaringan aspirasi di Kab. Bogor 79 45. Hasil uji chi square bentuk partisipasi stakeholder pada seminar rancangan

RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 79

46. Hasil uji chi square tehadap tingkat partisipasi stakeholder dalam


(18)

DAFTAR GAMBAR

1. Kedudukan hutan dalam RTRW 6

2. Tangga partisipasi masyarakat Arnstein 9

3. Bagan alir kerangka pemikiran penelitian 13

4. Matriks tingkat keterlibatan dan pengaruh stakeholder 17 5. Peta penggunaan lahan Kabupaten Bogor Tahun 2010 22 6. Peta peruntukan lahan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 27 7. Peta inkonsistensi RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 28 8. Proses penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 44 9. Pemetaan stakeholder dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor 57 10. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi stakeholder dalam

penyusunan RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025 81 11. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan dan perencanaan tata ruang

sektor kehutanan 84

12. Pengetahuan masyarakat tentang hutan dan RTRW Kabupaten Bogor 85 13. Persepsi masyarakat tentang hutan dan RTRW sektor kehutanan 85 14. Persepsi masyarakat tentang alasan mematuhi aturan tata ruang 87

DAFTAR LAMPIRAN

1. Matrik logik inkonsistensi penggunaan lahan aktual terhadap RTRW

Kawasan Jabodetabek 99

2. Perbandingan luas inkonsistensi pemanfaatan ruang di Kabupaten Bogor

Tahun 2010 100

3. Inkonsistensi antara RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025 dengan

penggunaan Aktual Tahun 2010 101

4. Tabulasi data hasil kuesioner yang digunakan untuk uji chi square 102

5. Nilai Analisis Stakeholder 103


(19)

(20)

1.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perencanaan wilayah merupakan upaya mengatur pemanfaatan ruang dalam suatu wilayah yang berhubungan dengan akitivitas masyarakat dalam memanfaatkan ruang. Dalam perencanaan wilayah konvensional, rencana tata ruang disusun secara top-down tanpa melibatkan masyarakat. Seiring dengan perubahan paradigma pembangunan dari product center development menjadi people center development, perencanaan tata ruang mulai dilakukan secara partisipatif dengan menempatkan masyarakat selaku pihak yang terkena dampak kebijakan penataan ruang sebagai pelaku utama dalam pembangunan.

Setiahadi (2006) menyatakan salah satu penyebab Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) belum sepenuhnya menjadi acuan dalam pemanfaatan ruang adalah karena rendahnya keterlibatan masyarakat dalam perencanaan tata ruang. Agar penataan ruang menjadi efektif maka diperlukan perbaikan kualitas rencana tata ruang melalui partisipasi masyarakat lokal. Selaras dengan itu, Kartodihardjo (2008) menyebutkan sebagai peraturan pembangunan daerah yang legal, RTRW dianggap gagal mewakili kepentingan berbagai pihak, khususnya dalam pendistribusian kesempatan untuk memanfaatkan sumberdaya alam/hutan/lahan, sehingga pada akhirnya menyebabkan konflik pengelolaan dan penguasaan sumberdaya alam/hutan/lahan. Beberapa issue strategis serta tantangan dalam penataan ruang di Indonesia, yaitu:

1. Belum optimalnya peranan penataan ruang dalam menyelaraskan berbagai program sektoral sehingga rawan terjadi konflik kepentingan antar sektor. 2. Meskipun peran serta masyarakat telah diatur melalui PP No.68 Tahun 2010

tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang, tetapi proses pelibatan masyarakat sebagai subyek utama dalam penataan ruang belum optimal.

3. Lemahnya kepastian hukum dalam pengendalian pemanfaatan ruang serta lemahnya koordinasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

4. RTRW belum menjadi pedoman dalam perencanaan pembangunan sehingga terjadi inkonsistensi antara RTRW dengan penggunaan lahan aktual.

Dalam rangka mewujudkan pembangunan yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan maka RTRW harus mengakomodir berbagai kepentingan sektoral, termasuk sektor kehutanan sebagai bagian integral dari perencanaan tata ruang. Pemanfaatan ruang yang berkaitan dengan sumberdaya hutan rawan menimbulkan konflik, sehingga diperlukan perencanaan tata ruang yang mampu menciptakan keseimbangan antara pembangunan wilayah dan kelestarian hutan. Pada periode 2000-2005, konversi hutan di Indonesia mencapai 1.089.560 ha/tahun, sedangkan tahun 2006-2009 laju deforestasi mencapai 830.000 ha/tahun, dimana sebesar 73,4% terjadi dalam kawasan hutan, sedangkan degradasi lahan mencapai 446.900 ha/tahun dan 97% terjadi dalam kawasan hutan (Kemenhut 2011). Salah satu upaya untuk menekan laju deforestasi dan degradasi lahan adalah melalui perencanaan tata ruang yang dilakukan secara bijaksana, partisipatif, dan didukung oleh harmonisasi rencana sektoral.


(21)

Partisipasi masyarakat dalam penyusunan RTRW yang berhubungan dengan sektor kehutanan merupakan salah satu faktor pendukung kelestarian hutan, dengan adanya pengakuan masyarakat terhadap status kawasan hutan maka pengukuhan kawasan hutan dapat berjalan dengan baik. Rendahnya partisipasi masyarakat merupakan salah satu tantangan dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang selaras dengan kelestarian hutan, kebijakan tata ruang yang tidak partisipatif rawan menimbulkan konflik antara pemerintah dan masyarakat. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan telah memberikan landasan hukum bagi partisipasi masyarakat pada sektor kehutanan, akan tetapi jaminan hukum tersebut masih bersifat umum dan cenderung bias dalam implementasinya.

Berbagai penelitian mengenai perencanaan partisipatif dalam penyusunan rencana tata ruang telah banyak dilakukan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suciati (2006) mengenai Partisipasi Masyarakat dalam Penyusunan Rencana Umum Tata Ruang Kota Pati menunjukan bahwa partisipasi masyarakat dalam penyusunan RUTR Kota Pati hanya sekedar memenuhi kewajiban pemerintah karena tuntutan desentralisasi dan otonomi daerah, sedangkan tujuan pemberdayaan masyarakat yang ingin dicapai dengan partisipasi itu sendiri belum tercapai. Penelitian Farchan (2005) mengenai Persepsi Stakeholder atas Perencanaan Partisipatif dalam Penyusunan RTRW Kabupaten Semarang menunjukan bahwa terdapat perbedaan persepsi antar stakeholder mengenai partisipasi, masyarakat dan LSM berpandangan bahwa tingkat partisipasi dalam penyusunan RTRW Kabupaten Semarang belum partisipatif, sedangkan menurut pemerintah sudah partisipatif. Purnamasari (2008) telah melakukan penelitian mengenai studi Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan di Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi dengan hasil belum optimalnya proses perencanaan pembangunan di Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi. Penelitian mengenai perencanaan partisipatif di Kabupaten Pemalang juga pernah dilakukan oleh Wibowo (2009), dengan hasil bahwa keterlibatan masyarakat Kecamatan Pemalang dalam mengetahui, menggali, dan mengumpulkan informasi serta mengenali masalah yang bersifat lokal sudah dimulai dari tingkat RT sampai pada pelaksanaan Musrenbang. Wirasaputri (2006) menjelaskan bahwa RTRW Propinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2018 belum memenuhi asas keterpaduan, asas daya guna dan hasil guna, asas keserasian, keseimbangan dan keselarasan, asas keberlanjutan, asas keterbukaan dan asas perlindungan hukum karena masyarakat belum dilibatkan secara langsung dalam perencanaan tata ruang.

Berbagai penelitian yang ada belum menjelaskan mengenai partisipasi stakeholder dalam penyusunan RTRW yang berkaitan dengan sektor kehutanan, oleh karena itu untuk mendukung penelitian sebelumnya perlu dilakukan penelitian tentang mekanisme penyusunan RTRW untuk sektor kehutanan yang berbasis partisipatif di Kabupaten Bogor dan sejauh mana partisipasi stakeholder dalam perencanaan tata ruang wilayah yang berkaitan dengan sektor kehutanan serta analisa faktor-faktor pendorong dan penghambat perencanaan tata ruang yang berbasis partisipatif sehingga dapat dirumuskan strategi penyusunan RTRW sektor kehutanan berbasis partisipatif di Kabupaten Bogor.


(22)

Perumusan Masalah

Letak geografis Kabupaten Bogor yang strategis berdampak positif bagi perkembangan ekonomi dan wilayah. Akan tetapi karena sebagian besar wilayah di Kabupaten Bogor memiliki fungsi lindung, maka pengembangan ekonomi melalui pemanfaatan sumberdaya alam telah menjadi tantangan tersendiri bagi kelestarian hutan. RTRW Kabupaten Bogor diharapkan dapat mewujudkan keterpaduan antara kelestarian hutan dengan pengembangan perekonomian wilayah yang produktif, efektif, dan efisien berdasarkan karakteristik wilayah, sehingga pada akhirnya tercipta pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development), yaitu pembangunan yang tidak hanya mencakup wilayah (lahan) tetapi juga semua unsur di dalamnya, baik ekologi, ekonomi dan sosial. Oleh karena itu, perencanaan tata ruang tidak hanya dilakukan berdasarkan pendekatan ekonomi, tetapi juga melalui pendekatan ekologi dan sosial budaya sebagai bagian dari konsep pembangunan berkelanjutan.

Secara ideal, penataan ruang di Kabupaten Bogor harus melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholder) baik pemerintah, sektoral maupun masyarakat. Melalui peran aktif stakeholder dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan tata ruang diharapkan dapat meminimalisasi terjadinya konflik tata ruang dan pada akhirnya dapat tercapai pembangunan yang berkelanjutan. Proses penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 yang dilaksanakan pada tahun 2007 telah melibatkan peran serta stakeholder, akan tetapi belum diketahui sejauh mana tingkat partisipasi stakeholder dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor khususnya yang terkait sektor kehutanan.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bermaksud untuk menjelaskan mengenai mekanisme penyusunan rencana tata ruang di Kabupaten Bogor, bentuk dan tingkat partisipasi stakeholder dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor, serta faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi stakeholder terutama pada sektor kehutanan, sehingga diharapkan akan diperoleh rekomendasi strategi perencanaan tata ruang wilayah sektor kehutanan berbasis partisipatif di Kabupaten Bogor.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Menjelaskan mekanisme partisipasi stakeholder dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 untuk sektor kehutanan.

2. Memetakan stakeholder yang terlibat dan peranannya dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 untuk sektor kehutanan.

3. Menjelaskan tingkat partisipasi stakeholder serta faktor-faktor yang mempengaruhinya dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 untuk sektor kehutanan.

4. Merumuskan rancangan strategi perencanaan tata ruang wilayah sektor kehutanan berbasis partisipatif di Kabupaten Bogor.


(23)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor dan Kementerian Kehutanan dalam mengoptimalkan partisipasi stakeholder pada penyusunan RTRW sektor kehutanan yang berbasis partisipatif sehingga dapat mengurangi konflik tata ruang di Kabupaten Bogor.

Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dibuat, maka hipotesis yang diajukan adalah adanya hubungan (korelasi) yang signifikan antara tingkat dan bentuk partisipasi stakeholder dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 untuk sektor kehutanan dengan faktor-faktor internal dan eksternal stakeholder.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah mengkaji partisipasi stakeholder dalam penyusunan RTRW yang berkaitan dengan sektor kehutanan. Stakeholder yang menjadi responden adalah mereka yang pernah menghadiri konsultasi publik dalam rangka penyusunan RTRW Kabupaten Bogor untuk sektor kehutanan, terdiri dari unsur Pemerintahan (Pemda dan Pemerintah Pusat) dan unsur masyarakat (masyarakat, LSM dan akademisi).

Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap sumberdaya hutan dan RTRW sektor kehutanan, maka responden yang dipilih yaitu masyarakat di desa yang berbatasan secara langsung dengan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, sehingga terkena dampak kebijakan RTRW untuk sektor kehutanan.


(24)

2.

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Penataan Ruang

Menurut UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang dimaksud dengan ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, laut, dan udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Selanjutnya yang disebut tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik direncanakan maupun tidak. Perencanaan tata ruang mencakup perencanaan struktur dan pola pemanfaatan ruang, yang meliputi tata guna tanah, air, udara, dan sumber daya alam lainnya. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah, yang meliputi fungsi lindung dan budidaya (Rustiadi et al. 2011). Penataan ruang dilandasi oleh 4 (empat) prinsip pokok, yaitu : (1) holistik dan terpadu, (2) keseimbangan antar kawasan, (3) keterpaduan penanganan secara lintas sektor dan lintas wilayah administratif, dan (4) pelibatan masyarakat mulai tahap perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang (Rustiadi et al. 2011). Hal ini menunjukkan bahwa sasaran utama perencanaan tata ruang pada dasarnya adalah menghasilkan penggunaan lahan yang diarahkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Perencanaan tata ruang harus dapat diterima oleh masyarakat dan berorientasi pada keseimbangan fisik lingkungan dan sosial, sehingga menjamin peningkatan kesejahteraan secara berkelanjutan.

RTRW merupakan perangkat penataan ruang yang disusun berdasarkan pendekatan wilayah administratif dan berfungsi sebagai panduan bagi seluruh stakeholder dalam pemanfaatan lahan selama kurun waktu tertentu. (Permen PU No. 16 Tahun 2009). Posisi kawasan hutan dalam RTRW yaitu mengisi pola ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya. Pada kawasan lindung, hutan memberikan fungsi perlindungan dan konservasi. Dalam konteks kehutanan, pola ruang kawasan lindung terdiri dari hutan lindung, hutan gambut, dan kawasan suaka alam/kawasan pelestarian alam. Sedangkan pada kawasan budidaya, hutan dikelola untuk mendukung produksi hasil hutan berupa kayu, non-kayu dan jasa lingkungan seperti yang dilakukan pada kawasan hutan produksi dengan tujuan produksi komoditas kehutanan. Keterkaitan antara RTRW dengan sektor kehutanan dapat dilihat pada Gambar 1.

Penyusunan RTRW harus mengacu pada penetapan kawasan hutan, hal ini bertujuan agar tidak terjadi tumpang tindih pemanfaatan ruang antara pola ruang kehutanan dengan pola ruang untuk pembangunan di luar sektor kehutanan (pertambangan, pertanian, perikanan, permukiman, dan industri). Untuk mengakomodir kebutuhan pembangunan di luar sektor kehutanan dapat melalui mekanisme izin pinjam pakai kawasan hutan, sedangkan untuk pembangunan non-kehutanan yang permanen dan mengubah land use kawasan hutan misalnya untuk transmigrasi, pemukiman, perkebunan, dan pertanian maka dilakukan melalui mekanisme pelepasan kawasan hutan atau tukar menukar kawasan hutan. Jika terjadi tumpang tindih ruang untuk kepentingan pembangunan non-kehutanan pada kawasan konservasi, maka pemanfaatan hutan dapat ditempuh melalui kolaborasi pengelolaan dengan pemangku kawasan konservasi (Kemenhut 2011).


(25)

Gambar 1 Kedudukan hutan dalam RTRW

Konsep Stakeholder

Grimble dan Chan (1995) mendefinisikan stakeholder sebagai semua yang mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh kebijakan, keputusan dan tindakan dari suatu sistem. Meyers (2001) mendefinisikan stakeholder sebagai sekelompok orang yang mempunyai hak dan kewajiban dalam suatu sistem. Menurut Asikin (2001) stakeholder adalah semua pihak yang kepentingannya terpengaruh oleh dampak, baik positif maupun negatif dari suatu kebijakan.

Lindenberg dan Crosby (1981) dalam Reed et al. (2009) menyatakan nahwa analisis stakeholder merupakan salah satu cara untuk mengidentifikasi stakeholder yang memiliki peran dalam pengambilan keputusan, mengetahui kepentingan dan pengaruh stakeholder, memetakan hubungan berdasarkan besarnya pengaruh dan kepentingan masing-masing stakeholder serta pemahaman stakeholder dalam pengembangan organisasi.

Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat dirumuskan bahwa unsur terpenting dalam analisis stakeholder adalah penilaian terhadap kepentingan (interests), kedekatan kepentingan (importance) tersebut dengan kepentingan pengambil keputusan dan substansi kebijakan yang mau diputuskan, serta tingkat pengaruhnya (influence) pada proses penyusunan kebijakan, yaitu besar kecilnya kemampuan stakeholder tertentu dalam membujuk atau memaksa pihak lain untuk mengikuti kemauannya. Lebih lanjut Lindenberg dan Crosby (1981) dalam Reed et al. (2009) telah membagi stakeholder menjadi 4 (empat) kelompok berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruhnya, yaitu :

a. Key Player yaitu stakeholder yang memiliki kepentingan dan pengaruh yang besar sehingga paling aktif dalam menetukan kebijakan.

Kawasan Lindung Kawasan Budidaya

1.Perlindungan kawasan bawahannya

a. Kawasan hutan lindung

b. Kawasan bergambut c. Kawasan resapan air 2.Perlindungan setempat

3.KSA (Cagar Alam, Suaka Margasatwa), KPA (Taman Nasional, Taman Wisata Alam, Taman Buru, Taman Hutan Raya) dan Cagar Budaya 4.Rawan bencana alam

5.Kawasan lindung lainnya

1.Kawasan Hutan Produksi

2.Kawasan Hutan Rakyat 3.Kawasan Pertanian 4.Kawasan Perikanan 5.Kawasan Pertambangan 6.Kawasan Industri 7.Kawasan Pariwisata 8.Kawasan Pemukiman 1.Sistem perkotaan

2.Sistem transportasi 3.Sistem energi 4.Sistem telekomunikasi 5.Sistem sumberdaya air

RTRW

Pola Ruang Struktur Ruang


(26)

b. Subjects yaitu stakeholder yang memiliki kepentingan yang besar, tetapi pengaruhnya kecil. Stakeholder ini bersifat supportif, mempunyai kapasitas yang kecil untuk mengubah situasi dan mudah dipengaruhi stakeholder lain. c. Context Setter yaitu stakeholder yang memiliki pengaruh yang besar, tetapi

memiliki kepentingan yang kecil. Stakeholder ini mungkin akan memberikan bahaya yang nyata, sehingga harus dipantau dan dikelola.

d. Crowd yaitu stakeholder dengan kepentingan dan pengaruh yang kecil. Stakeholder ini mempertimbangkan segala kegiatan yang mereka lakukan

Konsep Partisipasi

Konsep partisipasi sebagai pendekatan dalam program pembangunan masyarakat sebenarnya sudah muncul pada awal tahun 1980-an, akan tetapi dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan makna. Partisipasi hanya digunakan sebagai label terhadap peranserta masyarakat tanpa menyentuh pada substansi peranserta itu sendiri. Menurut Cohen dan Uphoff (1977), partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan pembuatan keputusan tentang apa yang dilakukan, dalam pelaksanaan program dan pengambilan keputusan untuk berkontribusi sumberdaya atau bekerjasama dalam organisasi atau kegiatan khusus, berbagi manfaat dari program pembangunan dan evaluasi program pembangunan.

Korten (1988) dalam pembahasannya tentang berbagai paradigma pembangunan mengungkapkan bahwa dalam paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat, partisipasi adalah proses pemberian peran kepada individu bukan hanya sebagai subyek melainkan sebagai aktor yang menetapkan tujuan, mengendalikan sumber daya dan mengarahkan proses yang mempengaruhi kehidupannya. Midgley (1986) melihat partisipasi sebagai upaya memperkuat kapasitas individu dan masyarakat untuk mendorong mereka dalam menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi.

Conyers (1994) menjelaskan bahwa pendekatan dalam partisipasi masyarakat adalah keterlibatan langsung masyarakat dalam proses pembangunan. Nasdian (2003) mendefinisikan perencanaan partisipatif sebuat suatu proses pengambilan keputusan yang sistematis menggunakan berbagai informasi yang dikumpulkan dari berbagai sumber dengan melibatkan berbagai stakeholder dalam suatu siklus manajemen, dengan ciri-ciri sebagai berikut:

1. Melibatkan semua unsur yang berperan dalam proses pengambilan keputusan 2. Peran serta berbagai pihak yang terorganisis untuk meningkatkan pengawasan

terhadap sumberdaya dan kelembagaan kelompok dan organisasi sosial 3. Partisipasi stakeholder sebagai suatu proses pengawasan atas inisiatif lokal

Dalam perencanaan partisipatif semua kelompok masyarakat berhak berperan dalam proses perencanaan, khususnya dalam pengambilan keputusan dan mendapat manfaat dari hasil pelaksanaan perencanaan. Perencanaan partisipatif merupakan perencanaaan yang disusun dari bawah sesuai dengan harapan masyarakat (bottom up) dan bukan disusun dari atas (top-down) atau pemerintah.


(27)

Jenis Partisipasi

Berdasarkan sistem dan mekanisme partisipasi, Cohen dan Uphoff (1977) membagi partisipasi masyarakat menjadi 4 (empat) jenis, yaitu:

1. Partisipasi dalam proses pembuatan keputusan (participation in decision making), yaitu bentuk keikutsertaan publik dalam memberi saran dan kritik mengenai proses pembuatan kebijakan pemerintah melalui keikutsertaan masyarakat dalam rapat. Tahap ini sangat penting karena masyarakat hanya akan terlibat dalam aktifitas selanjutnya bila mereka merasa terlibat dalam perencanaan kegiatan.

2. Partisipasi dalam pelaksanaan (participation in implementation), yaitu publik terlibat dalam implementasi kebijakan. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi berupa sumbangan pemikiran, sumbangan materi, dan bentuk keterlibatan sebagai anggota proyek.

3. Partisipasi dalam memanfaatkan hasil pembangunan (participation in benefit), yaitu publik turut menikmati hasil/manfaat dari implementasi kebijakan pemerintah. Tahap ini merupakan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat, semakin besar manfaat proyek yang dirasakan oleh masyarakat artinya proyek tersebut berhasil mengenai sasaran.

4. Partisipasi dalam evaluasi (participation in evaluation), yaitu kontribusi publik dalam mengevaluasi kebijakan pemerintah. Partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukkan demi perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya.

Fokus dalam penelitian ini adalah partisipasi stakeholder dalam proses pembuatan keputusan (participation in decision making), yaitu dalam penyusunan dan penetapan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 untuk sektor kehutanan.

Tipologi Partisipasi

Tipologi partisipasi menggambarkan derajat keterlibatan masyarakat dalam proses partisipasi yang didasarkan pada seberapa besar kekuasaan (power) yang dimiliki masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Manfaat tipologi partisipasi ini yaitu untuk: 1) membantu memahami praktek dari proses pelibatan masyarakat; 2) mengetahui sejauh mana upaya peningkatan partisipasi masyarakat dan 3) menilai dan mengevaluasi keberhasilan kinerja dari pihak-pihak yang melakukan pelibatan masyarakat.

Arnstein (1969) menjabarkan partisipasi masyarakat berdasarkan pada kekuatan masyarakat (citizen participation is citizen power), dimana terjadi pembagian kekuatan (power) yang memungkinkan masyarakat untuk menentukan suatu produk akhir, sehingga makna partisipasi yaitu kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat untuk mengatasi masalahnya saat ini guna mencapai kehidupan yang lebih baik di masa depan. Melalui tipologinya yang dikenal dengan Delapan Tangga Partisipasi Masyarakat (Eight Rungs on the Ladder of Citizen Participation), Arnstein (1969) menyatakan ada 8 tingkatan dalam partisipasi yang akan membantu menganalisis antara kedudukan partisipasi dengan pembagian kekuasaan (redistribution of power) sebagaimana disajikan pada Gambar 2.


(28)

Gambar 2 Tangga partisipasi masyarakat Arnstein

Anak tangga (1) Manipulation dan (2) Therapy menjelaskan level non-partisipasi. Tujuan utama dalam proses tersebut bukan untuk membuat masyarakat untuk terlibat dalam proses perencanaan dan menjalankan program, tetapi

menggunakan pemegang kekuasaan untuk “mendidik” dan “mengobati” partisipan atau masyarakat. Anak tangga (3) Informing dan (4) Consultation pada level partisipasi formalitas (Tokenisme). Pada tahapan ini masyarakat diberi kesempatan untuk mendengar dan didengarkan. Namun pada kondisi ini, masyarakat tidak memiliki kekuatan untuk memastikan apakah suara mereka benar-benar diperhatikan oleh pemegang kekuasaan atau tidak. Anak tangga (5), placation, memiliki level yang lebih tinggi karena memperbolehkan masyarakat memberi informasi tambahan, tetapi hak untuk memutuskan tetap ada di pemegang kekuasaan. Selanjutnya anak tangga (6) partnership, memungkinkan masyarakat ikut bernegosiasi dan terlibat dalam proses tawar menawar dengan pemangku kekuasaan. Terakhir, pada anak yang paling atas, (7) Delegated Power dan (8) Citizen Control, masyarakat sudah mendapatkan mayoritas kekuasaan dalam pengambilan keputusan dan manajerial program atau kegiatan.

Sherry Arnstein merupakan tokoh yang pertama kali mendefinisikan strategi partisipasi yang didasarkan pada distribusi kekuasaan antara masyarakat (komunitas) dengan badan pemerintah. Arnstein (1969) menekankan adanya perbedaan yang mendasar antara bentuk partisipasi yang bersifat semu (tokenism) dengan betuk partisipasi yang mempunyai kekuatan nyata (real power) dalam mempengaruhi hasil akhir dari suatu proses. Delapan (8) tangga partisipasi Arnstein memberikan pemahaman mengenai adanya potensi untuk memanipulasi keputusan sehingga mengurangi kemampuan masyarakat dalam mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Menurut Cornwall (2008), tangga partisipasi Arnstein secara umum telah normatif. Namun belum dijelaskan secara detail mengenai mekanisme kontrol, masyarakat yang terlibat, serta batasan dalam kontrol masyarakat.

Bass et al. (1995) dalam Aligori (2004) membagi partisipasi masyarakat berdasarkan keikutsertaan dalam proses penetapan kebijakan, yaitu: (1) masyarakat diposisikan hanya sebatas pendengar; (2) masyarakat diposisikan sebagai pendengar dan pemberi informasi; (3) masyarakat diposisikan sebagai

8. Citizen Control 7. Delegated Power 6. Partnership 5. Placation 4. Consultation 3. Informing

2. Therapy

1. Manipulation

Citizen Power

Tokenism


(29)

stakeholder yang memiliki kekuatan dalam sebuah kelembagaan yang bekerjasama dalam merancang peraturan kebijakan; (4) masyarakat dapat bekerjasama dengan berbagai stakeholder untuk menganalisis perencanaan kebijakan; (5) masyarakat secara bersama-sama memutuskan kebijakan dan program-program aksi bersama; (6) partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan dan evaluasi program pembangunan dan pengelolaan sumberdaya alam.

Slamet (1993) menyebutkan bahwa partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan akan terwujud bila didukung oleh faktor-faktor sebagai berikut : 1. Adanya kesempatan, yaitu adanya suasana atau kondisi lingkungan yang

disadari oleh orang tersebut bahwa dia berpeluang untuk berpartisipasi.

2. Adanya kemauan, yaitu adanya sesuatu yang mendorong atau menumbuhkan minat dan sikap mereka untuk termotivasi berpartisipasi, misalnya berupa manfaat yang dapat dirasakan atas partisipasinya tersebut.

3. Adanya kemampuan, yaitu adanya kesadaran atau keyakinan pada dirinya bahwa dia mempunyai kemampuan untuk berpartisipasi, bisa berupa pikiran, tenaga, waktu, atau sarana dan material lainnya


(30)

3.

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran penelitian dibangun berdasarkan pandangan bahwa partisipasi stakeholder, khususnya masyarakat dalam perencanaan tata ruang akan menghasilkan RTRW yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat, yaitu perencanaan yang tanggap pada preferensi dan kebutuhan masyarakat yang potensial terkena dampak dari implementasi kebijakan publik (McConnel 1981 dalam Suciati 2006). Untuk mencapai perencanaan yang responsif maka masyarakat harus dilibatkan mulai dari tahap identifikasi permasalahan, penyampaian aspirasi sampai dengan tahap pelaksanaan RTRW. Perencanaan tata ruang yang disusun secara komprehensif dan partisipatif akan menumbuhkan kesadaran (awareness) masyarakat untuk mematuhi RTRW tersebut, sehingga pada akhirnya dapat mengurangi penyimpangan dalam pemanfaatan ruang serta resiko terjadinya konflik.

UNDP (1997) dalam Sumarto (2003) mengartikan partisipasi sebagai keterlibatan masyarakat dalam pembentukan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya, dimana partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan bersosialisasi dan berbicara serta secara konstruktif. Pendekatan partisipatif dalam perencanaan tata ruang melibatkan semua pihak yang berkepentingan. Brown et al (2001), mendefinisikan pemangku kepentingan (stakeholder) sebagai seseorang, organisasi atau kelompok yang memiliki kepentingan terhadap sumberdaya alam sehingga perlu terlibat dalam pengelolaan sumberdaya tersebut. Stakeholder ini mempunyai posisi yang kuat dalam proses politik sehingga berpengaruh terhadap kebijakan pemerintah.

Peranan stakeholder dalam penelitian ini diidentifikasi berdasarkan kepentingan dan pengaruhnya dalam pengambilan keputusan. Stakeholder tersebut dipetakan dalam matriks yang membagi stakeholder berdasarkan tingkat pengaruh dan kepentingannya, yaitu: (1) key players; (2) subject; (3) contex setter dan (4) crowds (Lindenberg dan Crosby 1981 dalam Reed et al. 2009).

Kerangka konseptual dalam penelitian ini mengacu pada teori tangga partisipasi masyarakat Arnstein (1969), yang menjabarkan partisipasi masyarakat berdasarkan pada kekuatannya (citizen participation is citizen power), dimana terjadi pembagian kekuatan (power) yang memungkinkan masyarakat untuk menentukan suatu produk akhir. Secara umum, dalam teori ini terdapat 3 (tiga) derajat partisipasi masyarakat, yaitu: (1) tidak partisipatif (nonparticipation); (2) derajad semu (degree of tokenisme); dan (3) kekuatan masyarakat (citizen control). Pertimbangan menggunakan konsep ini yaitu karena tipologi tangga partisipasi masyarakat Arnstein (1969) memiliki konsep yang sederhana, sehingga relatif mudah untuk dipahami dan merupakan konsep tipologi partisipasi pertama yang menggambarkan derajat partisipasi dalam proses perencanaan di lingkungan pemerintahan, yaitu berdasarkan pada distribusi kekuasaan antara masyarakat (komunitas) dengan badan pemerintah (agency). Arnstein (1969) telah merumuskan tingkat partisipasi masyarakat secara lebih operasional dan terperinci, hal ini ditunjukkan dengan adanya pembagian kategori berdasarkan


(31)

peranan dan fungsi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, serta kontrol pembangunan di wilayahnya.

Adapun faktor-faktor yang diduga memberikan pengaruh terhadap partisipasi stakeholder adalah: (1) faktor internal yaitu karakteristik individu yang dapat mempengaruhi individu untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan, terdiri dari jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan, dan (2) faktor eksternal, yaitu hubungan antara pengelola proyek dengan sasaran, terdiri dari peran pemerintah dan LSM. Sasaran dengan sukarela akan berpartisipasi dalam proyek jika sambutan pihak pengelola positif dan menguntungkan mereka dan didukung pelayanan yang positif dan tepat sasaran. (Pangestu 1995).

Berkenaan dengan teori dan konsep yang dikemukakan diatas, penelitian ini dikonstruksikan dengan kerangka penelitian sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi mekanisme partisipasi stakeholder dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor untuk sektor kehutanan

2. Mengidentifikasi peranan dan partisipasi stakeholder dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor untuk sektor kehutanan

Merujuk pada kerangka penelitian yang pertama, dalam studi ini ditelaah secara lebih spesifik mengenai muatan partisipatif dalam kebijakan penataan ruang baik wilayah maupun sektoral serta mekanisme partisipasi stakeholder dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 untuk sektor kehutanan. Berkenaan dengan kerangka penelitian yang kedua, ditelaah mengenai: (1) peranan stakeholder dalam penyusunan RTRW Kabupaten Bogor untuk sektor kehutanan; (2) bentuk dan tingkat partisipasi stakeholder; (3) faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi stakeholder; (4) persepsi dan pengetahuan masyarakat mengenai RTRW dan sumberdaya hutan; dan (5) peran aktif masyarakat sekitar hutan dalam penataan ruang yang mendukung kelestarian hutan serta kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, selanjutnya disintesakan hal-hal yang mendorong dan menghambat perencanaan tata ruang sektor kehutanan yang berbasis partispatif, sehingga pada akhirnya dapat dirumuskan arahan strategis penyusunan RTRW sektor kehutanan yang berbasis partisipatif di Kabupaten Bogor melalui harmonisasi penataan ruang dalam sektor kehutanan dalam rangka tercapainya pembangunan yang berkelanjutan. Kerangka pendekatan studi dalam penelitian ini dapat dijelaskan pada Gambar 3.


(32)

Gambar 3 Bagan alir kerangka pemikiran penelitian

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli - Oktober 2013 di 7 kecamatan dan 23 desa yang mewakili peruntukan ruang kawasan hutan dalam RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005 – 2025, sebagaimana tercantum pada Tabel 1. Tabel 1 Lokasi penelitian

No. Kecamatan Desa Pola ruang

1. Cisarua Citeko, Tugu Utara, Tugu

Selatan, Cibeureum, Batu Layang, Jogjogan

Kawasan resapan air, TN. Gunung Gede Pangrango, Taman Wisata Alam Telaga Warna, Hutan Produksi Tetap

2. Megamendung Megamendung, Sukagalih Kawasan resapan air, TN. Gunung Gede

Pangrango, Hutan Produksi Tetap

3. Ciawi Cileungsi, Citapen,

Cibedug, Bojong Murni,

Kawasan resapan air, TN. Gunung Gede Pangrango

Analisis penyusunan RTRW tahun 2005-2025 untuk sektor kehutanan di Kab. Bogor

Analisis Permasalahan

Faktor yang mempengaruhi partisipasi stakeholder dalam

penyusunan RTRW

Kepatuhan dalam implementasi RTRW Peranan, pengaruh &

kepentingan stakeholder

dalam penyusunan RTRW Kebijakan perencanaan tata

ruang wilayah dan kehutanan Permasalahan :

1. Inkonsistensi antara RTRW dengan kondisi aktual 2. Terjadi penyimpangan dalam pemanfaatan ruang kehutanan

3. Adanya konflik tata batas antara pemerintah dengan masyarakat disekitar/dalam kawasan hutan Penataan ruang sektor kehutanan di Kabupaten Bogor

Rendahnya partisipasi masyarakat dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2005-2025 untuk sektor kehutanan di Kabupaten Bogor

Hambatan dan dukungan dalam perencanaan tata ruang partisipatif

Harmonisasi penataan ruang di sektor kehutanan

Strategi perencanaan tata ruang wilayah untuk sektor kehutanan partisipatif

Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)

Penyelenggaraan penataan ruang sektor kehutanan di Kabupaten Bogor masih lemah


(33)

Bahan dan Alat

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dan data-data dari instansi terkait, meliputi keadaan umum lokasi penelitian, tutupan hutan di TNGHS dan TNGGP, peta penutupan lahan Tahun 2010, peta RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025, Perda No. 19 Tahun 2008 tentang RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025, regulasi terkait penataan ruang dan data mekanisme penyusunan RTRW Kabupaten Bogor. Alat yang digunakan yaitu laptop yang dilengkapi perangkat lunak ArcGIS 10, Microsoft Word, Microsoft Excell dan SPSS, serta alat perekam.

Teknik Pengambilan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh masyarakat dalam wilayah perencanaan tata ruang Kabupaten Bogor. Jumlah responden sebanyak 100 orang, mewakili Pemerintah Pusat (Kementerian Kehutanan), Pemda Kabupaten Bogor, LSM, Akademisi, sektor swasta, pemerintahan desa dan masyarakat sekitar hutan konservasi sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Rincian unsur-unsur dan jumlah responden dalam penelitian

No. Asal Responden Jumlah

1. Pemerintah :

a. Ditjen Planologi Kehutanan

b. Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

c. Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak

d. Balai Konservasi Sumberdaya Hutan

e. Bappeda Kab. Bogor

f. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Bogor

g. Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kab. Bogor

h. Pemerintah Kecamatan

1 1 1 1 1 1 1 7

Total Pemerintah Pusat & Daerah 14

2. Unsur Masyarakat :

a. Pemerintah Desa

b. Masyarakat sekitar hutan

c. LSM d. Akademisi e. Swasta 23 54 3 2 4

Total Masyarakat 86

Total Jumlah Responden 100

Tabel 1 (Lanjutan)

No. Kecamatan Desa Pola ruang

5. Pamijahan Gunung Sari, Gunung

Bunder II, Gunung Picung

Kawasan hutan yang berfungsi lindung, kawasan resapan air, TN. Gunung Halimun Salak

6. Nanggung Malasari, Cisarua, Bantar

Karet

Kawasan hutan yang berfungsi lindung, kawasan resapan air, TN. Gunung Halimun Salak, Hutan Produksi Terbatas

7. Sukajaya Kiarasari, Cisarua,

Cileuksa

Kawasan hutan yang berfungsi lindung, TN. Gunung Halimun Salak, Hutan Produksi Terbatas, Hutan Produksi Tetap


(34)

Teknik pemilihan sampel menggunakan metode non acak (non probability sampling) berupa purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu (Tabel 2), meliputi:

1. Stakeholder yang diundang dalam forum penjaringan aspirasi masyarakat dan seminar rancangan RTRW Kabupaten Bogor, yaitu sebanyak 60 orang yang terdiri dari Pemerintah Daerah, Kementerian Kehutanan, Pemerintah Kecamatan, Pemerintah Desa, Akademisi, LSM, dan perwakilan masyarakat. 2. Masyarakat sekitar kawasan hutan yang tidak mengikuti konsultasi publik

dalam rangka penyusunan RTRW, tetapi terkena dampak RTRW untuk sektor kehutanan karena aktifitas sehari-harinya bersinggungan dengan hutan. Sampel ini berjumlah 40 orang dan bertujuan untuk mengetahui persepsi mereka terhadap RTRW dan sumberdaya hutan.

Analisis Data

Analisis Mekanisme Partisipasi Stakeholder dalam Penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 untuk Sektor Kehutanan

Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan tujuan memberikan gambaran tentang proses penyusunan RTRW Kabupaten Bogor. Pengumpulan data melalui metode wawancara dan analisa dokumen. Wawancara dan diskusi dilakukan untuk mengetahui berbagai aspek kebijakan dan strategi penyusunan RTRW serta kemungkinan penyimpangan terhadap regulasi. Analisis dokumen dilakukan untuk mendapatkan keterangan yang lebih lengkap dan untuk membandingkan antara regulasi yang mengatur partisipasi masyarakat dalam tahap perencanaan tata ruang dengan pelaksanaan di lapangan, sehingga dapat diketahui kesesuaian pelaksanaan penyusunan RTRW di Kabupaten Bogor dengan regulasi yang berlaku.

Analisis Peranan Stakeholder dalam Penyusunan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 untuk Sektor Kehutanan

Analisis stakeholder dilakukan untuk mengidentifikasi dan memetakan aktor berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruhnya dalam perencanaan tata ruang sektor kehutanan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis stakeholder yaitu: 1) melakukan identifikasi stakeholder dan perannya; 2) mengelompokkan stakeholder berdasarkan kepentingan dan pengaruhnya dalam penyusunan RTRW. Menurut Groenendijk (2003) pengaruh (influence) merupakan kekuatan (power) yang dimiliki stakeholder untuk mengontrol pengambilan keputusan, memfasilitasi pelaksanaannya dan memaksa stakeholder lain dalam membuat keputusan atau mengikuti tindakan tertentu serta melaksanakan keputusan yang diambil, sementara nilai penting (importance) menunjukkan prioritas stakeholder dalam pengelolaan fungsi ekosistem.

Data primer terhadap penilaian tingkat kepentingan stakeholder terhadap SDH dan RTRW sektor kehutanan (Tabel 3) dan tingkat pengaruh stakeholder dalam penyusunan RTRW sektor kehutanan (Tabel 4) yang tergolong data kualitatif kemudian dikuantitatifkan dengan mengacu pada pengukuran data berjenjang lima melalui scooring menggunakan skala Likert yang terdiri atas lima pilihan sikap alternatif (Tabel 5).


(35)

Tabel 5 Ukuran kuantitatif terhadap identifikasi dan pemetaan stakeholder dalam penyusunan RTRW

Skor Nilai Kriteria Keterangan

Kepentingan Stakeholder

5 17-20 Sangat Tinggi Memiliki kepentingan yang sangat tinggi dengan RTRW 4 13-16 Tinggi Memiliki kepentingan yang tinggi dengan RTRW 3 9-12 Cukup Memiliki kepentingan yang cukup tinggi dengan RTRW 2 5-8 Rendah Memiliki kepentingan yang rendah dengan RTRW 1 1-4 Sangat Rendah Tidak memiliki kepentingan dengan RTRW

Tabel 3 Variabel tingkat kepentingan stakeholder dalam penyusunan RTRW sektor kehutanan

No. Variabel Indikator Skor

1. Keterlibatan dalam pengelolaan hutan

Terlibat dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan tata ruang sektor kehutanan

Terlibat 3 proses Terlibat 2 proses Terlibat 1 proses Tidak terlibat 5 4 3 2 1 2. Manfaat RTRW Sangat bermanfaat

Bermanfaat Biasa Kurang bermanfaat Tidak bermanfaat 5 4 3 2 1 3. Kepentingan terhadap

hutan Sangat penting Penting Biasa Kurang penting Tidak penting 5 4 3 2 1 4. Ketergantungan

terhadap sumberdaya hutan 81-100% bergantung 61-80% bergantung 41-60% bergantung 21-40% bergantung < 20% bergantung

5 4 3 2 1

Tabel 4 Variabel tingkat pengaruh stakeholder dalam penyusunan RTRW sektor kehutanan

No. Variabel Indikator Skor

1. Aturan/kebijakan penataan ruang

Terlibat seluruh proses Terlibat 3 proses Terlibat 2 proses Terlibat 1 proses Tidak terlibat 5 4 3 2 1 2. Peran dan

partisipasi dalam penataan ruang

Berkontribusi dalam semua point Berkontribusi dalam 3 point Berkontribusi dalam 2 point Berkontribusi dalam 1 point Tidak berkontribusi 5 4 3 2 1 3. Kemampuan dalam

berinteraksi

Berinteraksi dalam semua point Berinteraksi dalam 3 point Berinteraksi dalam 2 point Berinteraksi dalam 1 point Tidak berinteraksi 5 4 3 2 1 4. Kewenangan dalam

pengelolaan sumberdaya hutan

Kewenangan dalam semua point Kewenangan dalam 3 point Kewenangan dalam 2 point Kewenangan dalam 1 point Tidak memiliki kewenangan

5 4 3 2 1


(1)

Lampiran 3 Inkonsistensi antara RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025

dengan penggunaan Aktual Tahun 2010

Sumber : Hasil analisis, 2013

Ketidak sesuaian antara RTRW

Penggunaan

Aktual

Luas (Ha)

Persentase (%) dari

luas kab. Bogor

Danau

112,29

0,19

0,04

Danau

Kebun

35,80

0,06

0,01

Danau - Ladang/Tegalan

29,14

0,05

0,01

Danau

Permukiman

20,62

0,03

0,01

Danau

Sawah

14,26

0,02

0,00

Danau - Semak/Belukar

12,47

0,02

0,00

Kawasan Hutan Konservasi

19.852,99

32,88

6,50

Hutan Konservasi

Kebun

3.890,02

6,44

1,27

Hutan Konservasi - Ladang/Tegalan

1.030,39

1,71

0,34

Hutan Konservasi

Permukiman

209,00

0,35

0,07

Hutan Konservasi

Sawah

2.432,35

4,03

0,80

Hutan Konservasi - Semak/Belukar

12.291,23

20,36

4,02

Kawasan Hutan Lindung

2.971,73

4,92

0,97

Hutan Lindung

Kebun

1.280,40

2,12

0,42

Hutan Lindung - Ladang/Tegalan

520,64

0,86

0,17

Hutan Lindung

Permukiman

107,00

0,18

0,04

Hutan Lindung

Sawah

153,56

0,25

0,05

Hutan Lindung - Semak/Belukar

910,14

1,51

0,30

Kawasan Hutan Produksi

16.289,14

26,98

5,33

Hutan Produksi

Kebun

3.237,02

5,36

1,06

Hutan Produksi - Ladang/Tegalan

1.993,89

3,30

0,65

Hutan Produksi

Permukiman

678,43

1,12

0,22

Hutan Produksi

Sawah

3.393,02

5,62

1,11

Hutan Produksi - Semak/Belukar

6.986,78

11,57

2,29

Kawasan Hutan Produksi Terbatas

13.297,82

22,02

4,35

Hutan Produksi Terbatas

Kebun

1.727,41

2,86

0,57

Hutan Produksi Terbatas - Ladang/Tegalan

1.800,77

2,98

0,59

Hutan Produksi Terbatas

Permukiman

394,78

0,65

0,13

Hutan Produksi Terbatas

Sawah

2.127,94

3,52

0,70

Hutan Produksi Terbatas - Semak/Belukar

7.246,92

12,00

2,37

Kawasan Pertanian Lahan Basah

7.156,12

11,85

2,34

Pertanian Lahan Basah

Permukiman

3.887,26

6,44

1,27

Pertanian Lahan Basah - Semak/Belukar

3.268,86

5,41

1,07

Waduk

700,69

1,16

0,23

Waduk

Kebun

132,32

0,22

0,04

Waduk

Permukiman

19,14

0,03

0,01

Waduk

Sawah

427,06

0,71

0,14

Waduk - Semak/Belukar

122,18

0,20

0,04


(2)

Lampiran 4 Tabulasi data hasil kuesioner yang digunakan untuk uji

chi square

No. Faktor Internal Faktor Eksternal Bentuk Tingkat Partisipasi

JK Usia Pendidikan Pek Hsl Pem LSM PJR SMR

1 1 3 3 1 5 3 3 3 2 4

2 1 3 3 3 5 4 4 2 1 6

3 1 3 4 3 5 2 2 2 2 4

4 1 3 2 7 5 2 3 5 2 3

5 1 2 3 1 4 4 4 1 1 3

6 1 3 3 1 5 3 3 2 1 3

7 1 2 3 3 2 2 3 2 2 3

8 2 2 1 1 5 3 4 3 2 4

9 1 2 2 3 2 4 3 1 1 3

10 2 3 2 3 4 2 3 2 3 3

11 1 2 1 3 4 3 3 4 4 6

12 1 3 3 1 5 3 4 2 2 3

13 1 4 5 6 3 3 4 2 1 3

14 1 2 5 6 1 1 4 1 1 1

15 1 3 3 1 5 2 3 3 2 4

16 1 2 4 6 2 3 4 1 1 1

17 1 2 3 4 3 3 4 1 1 3

18 1 1 3 4 2 3 3 1 1 2

19 1 2 3 5 2 2 2 1 1 1

20 1 3 2 1 5 3 3 3 2 4

21 1 2 2 1 5 3 3 3 2 3

22 2 2 3 6 2 3 3 2 2 3

23 1 4 1 3 5 3 3 3 3 3

24 1 2 3 1 5 4 4 3 2 4

25 1 3 1 3 1 3 3 2 2 6

26 1 3 1 1 5 3 2 3 2 4

27 1 3 3 1 5 3 1 4 2 4

28 1 3 3 3 3 3 2 3 2 3

29 1 1 3 4 2 2 2 3 2 3

30 1 4 3 1 5 2 2 1 2 3

31 1 1 4 3 4 2 2 3 2 5

32 1 3 2 6 4 3 3 3 2 3

33 1 3 3 6 4 3 3 3 2 3

34 1 3 3 6 3 3 3 1 3 3

35 1 4 2 2 4 3 2 3 2 4

36 1 4 3 5 3 3 2 3 2 3

37 1 3 3 6 3 3 1 3 4 3

38 1 2 3 6 2 3 1 3 4 3

39 1 3 3 6 2 3 2 1 1 1

40 1 2 3 5 4 3 3 3 2 3

41 1 2 3 6 3 3 3 1 1 1

42 1 3 1 1 5 2 4 5 4 7

43 1 2 1 1 5 2 3 3 2 5

44 1 2 1 1 5 2 4 5 6 4

45 2 2 1 1 5 3 3 3 2 4

46 1 3 1 1 5 3 3 3 3 4

47 1 4 1 1 5 3 3 3 2 4

48 1 3 1 1 5 3 3 3 2 5

49 1 3 1 1 5 3 2 1 1 5

50 1 3 1 1 5 3 2 2 2 4

51 1 3 1 1 5 3 2 4 2 6

52 1 3 1 1 5 3 3 3 3 4

53 1 2 1 1 5 3 2 4 2 6

54 1 2 1 1 5 3 3 3 2 4

55 1 1 1 1 5 3 3 4 3 4

56 1 3 1 1 5 3 3 5 4 5

57 1 3 1 1 5 3 3 5 4 4

58 2 2 1 6 5 3 3 2 2 4

59 1 3 1 6 4 3 3 5 5 4

60 1 2 1 6 4 3 3 3 3 4

Keterangan : JK : Jenis kelamin; Usia : Usia responden; Dik : Pendidikan; Pek : Pekerjaan; Hsl :

Penghasilan; Pem : Peranan Pemerintah dalam melakukan pembinaan; LSM : Peranan LSM; PJR :

Penjaringan Aspirasi Masyarakat; SMR : Seminar Rancangan Rencana


(3)

Lampiran 5 Nilai Analisis

Stakeholder

No Responden K1 K2 K3 K4 Total K P1 P2 P3 P4 Total P

1 Bappeda Kabupaten Bogor 2 3 3 1 9 2 3 4 5 14

2 Dinas Pertanian dan Kehutanan 5 5 5 4 19 4 4 3 4 15

3 Dinas Tata Ruang dan Pertanahan 4 5 5 3 17 3 3 3 4 13

4 Pemerintah Kecamatan Megamendung 1 4 3 2 10 3 3 3 2 11

5 Pemerintah Kecamatan Cisarua 1 5 5 5 16 2 3 2 2 9

6 Pemerintah Kecamatan Ciawi 5 5 5 3 18 4 4 4 2 14

7 Pemerintah Kecamatan Babakan Madang 3 5 5 5 18 3 4 2 2 11

8 Pemerintah Kecamatan Nanggung 3 5 5 5 18 3 3 3 1 10

9 Pemerintah Kecamatan Sukajaya 4 4 4 3 15 2 2 2 2 8

10 Pemerintah Kecamatan Pamijahan 1 5 5 4 15 2 2 2 3 9

15,7 10,3

11 BTNGGP 3 4 5 5 17 4 3 5 5 17

12 BTNGHS 3 5 5 5 18 4 3 3 5 15

13 Balai Konservasi Sumberdaya Alam 2 5 5 4 16 2 3 1 5 11

14 Ditjen Planologi Kehutanan 3 5 5 3 16 5 3 5 2 15

15 Akademisi 2 2 2 1 7 2 2 2 1 7

16 Akademisi 2 3 2 1 8 1 2 5 1 9

7,5 8

17 Rimbawan Muda Indonesia (RMI) 2 4 4 5 15 2 2 4 2 10

18 Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) 2 4 5 1 12 2 3 5 1 11

19 Forest Wacth Indonesia (FWI) 1 5 5 5 16 2 4 5 2 13

14,3 11,3

20 Perhutani 3 5 5 4 17 4 3 4 5 16

21 Taman Safari 1 3 3 3 10 2 1 1 1 5

22 PT. Aneka Tambang 1 4 4 4 13 1 1 2 1 5

23 PT. Chevron 1 4 4 4 13 1 1 2 1 5

24 PT. Bukit Jonggol Asri (Developer) 2 4 4 3 13 1 2 1 1 5

13,2 7,2

25 Satgas Lingkungan Hidup 2 3 3 2 10 2 2 2 2 8

26 Satgas Lingkungan Hidup 1 2 5 5 13 1 1 1 1 4

27 Satgas Lingkungan Hidup 1 2 2 4 9 1 1 1 1 4

10,7 5,3

28 Sekdes Citeko - Kec. Cisarua 4 5 5 5 19 1 1 1 1 4

29 Kades Tugu Utara - Kec. Cisarua 3 5 5 4 17 3 2 1 4 10

30 Kades Tugu Selatan - Kec. Cisarua 4 4 4 3 15 5 3 2 4 14

31 Kades Cibeureum - Kec. Cisarua 3 4 4 3 14 2 2 2 1 7

32 Sekdes Batulayang - Kec. Cisarua 2 5 5 5 17 2 3 1 1 7

33 Sekdes Jogjogan - Kec. Cisarua 2 4 4 5 15 2 2 1 1 6

34 Kades Megamendung - Kec. Megamendung 2 5 5 3 15 2 2 2 1 7

35 Kades Sukagalih - Kec. Megamendung 2 3 3 3 11 3 2 1 1 7

36 Sekdes Cileungsi - Kec. Ciawi 1 3 5 4 13 1 1 1 1 4

37 Sekdes Citapen - Kec. Ciawi 2 5 5 5 17 3 3 1 5 12

38 Kades Cibedug - Kec. Ciawi 3 5 5 5 18 3 3 2 3 11

39 Sekdes Bojong Murni - Kec. Ciawi 1 5 3 5 14 1 3 1 1 6

40 Kades Bojong Koneng - Kec. Babakan Madang 2 4 4 4 14 3 3 1 1 8

41 Kades Karang Tengah - Kec. Babakan Madang 2 4 4 4 14 2 3 1 1 7

42 Sekdes Gunung Sari - Kec.Pamijahan 1 5 5 3 14 1 1 1 1 4

43 Kades Gunung Bunder II - Kec.Pamijahan 1 4 5 5 15 2 2 2 1 7

44 Kades Gunung Picung - Kec.Pamijahan 2 4 4 4 14 2 2 1 1 6

45 Sekdes Malasari - Kec. Nanggung 2 2 4 5 13 2 2 2 1 7

46 Sekdes Cisarua - Kec. Nanggung 1 5 5 4 15 2 3 2 1 8

47 Kades Bantar Karet - Kec. Nanggung 2 4 4 5 15 3 3 2 1 9

48 Sekdes Kiarasari - Kec. Sukajaya 3 5 5 5 18 4 3 3 4 14

49 Kades Cisarua - Kec. Sukajaya 2 5 5 5 17 2 2 2 2 8

50 Kades Cileuksa - Kec. Sukajaya 3 4 4 4 15 3 3 2 1 9

15,2 7,9

51 Masyarakat 2 4 5 5 16 2 3 2 2 9

52 Masyarakat 1 4 4 3 12 2 2 1 1 6

53 Masyarakat 1 3 3 3 10 2 2 1 1 6

54 Masyarakat 1 1 1 2 5 1 2 1 1 5

55 Masyarakat 1 4 4 1 10 1 2 1 1 5

56 Masyarakat 2 3 2 3 10 2 2 1 1 6

57 Masyarakat 3 4 3 5 15 2 2 1 1 6

58 Masyarakat 1 5 5 5 16 2 2 1 1 6

59 Masyarakat 2 4 5 5 16 2 2 1 1 6

60 Masyarakat 2 2 4 3 11 3 2 1 1 7


(4)

Lampiran 5 (Lanjutan)

No Responden K1 K2 K3 K4 Total K P2 P3 P4 Total P

62 Masyarakat 1 3 2 3 9 2 1 1 5

63 Masyarakat 2 5 5 4 16 2 2 2 8

64 Masyarakat 1 4 4 3 12 2 1 1 5

65 Masyarakat 2 4 5 5 16 1 4 2 10

66 Masyarakat 1 2 2 3 8 2 1 1 6

67 Masyarakat 1 3 3 5 12 2 1 1 6

68 Masyarakat 1 3 4 3 11 2 1 1 6

69 Masyarakat 2 4 4 4 14 2 1 1 6

70 Masyarakat 1 4 1 3 9 1 1 1 4

71 Masyarakat 2 3 5 4 14 1 1 1 5

72 Masyarakat 1 3 3 4 11 2 1 1 6

73 Masyarakat 1 2 2 3 8 2 1 1 5

74 Masyarakat 2 4 4 5 15 2 1 1 6

75 Masyarakat 2 4 4 4 14 2 1 1 6

76 Masyarakat 2 3 4 4 13 2 1 1 6

77 Masyarakat 2 4 4 4 14 2 1 1 5

78 Masyarakat 1 3 3 4 11 2 1 1 6

79 Masyarakat 1 4 5 4 14 1 1 1 4

80 Masyarakat 1 4 5 4 14 1 1 1 4

81 Masyarakat 2 4 4 4 14 2 1 1 6

82 Masyarakat 2 4 4 5 15 2 1 1 6

83 Masyarakat 2 4 4 4 14 2 1 1 5

84 Masyarakat 2 5 5 5 17 2 3 1 8

85 Masyarakat 2 5 5 5 17 2 2 1 7

86 Masyarakat 2 5 5 5 17 2 1 1 6

87 Masyarakat 2 5 5 5 17 2 3 1 8

88 Masyarakat 2 5 5 5 17 4 2 2 10

89 Masyarakat 1 4 4 5 14 2 1 1 5

90 Masyarakat 2 5 5 5 17 2 1 1 6

91 Masyarakat 1 4 3 4 12 2 1 1 6

92 Masyarakat 1 4 5 5 15 2 2 1 7

93 Masyarakat 2 5 4 5 16 2 2 1 7

94 Masyarakat 2 5 4 5 16 2 1 1 5

95 Masyarakat 2 4 4 5 15 2 1 1 6

96 Masyarakat 2 4 4 4 14 2 1 1 5

97 Masyarakat 1 4 4 4 13 2 1 1 5

98 Masyarakat 2 4 4 4 14 2 1 1 6

99 Masyarakat 2 4 3 5 14 2 1 1 5

100 Masyarakat 3 4 4 3 14 2 1 1 6


(5)

Lampiran 6 Usulan

stakeholder

dalam penyusunan RTRW di Kabupaten Bogor

a. Usulan bentuk partisipasi

No Bentuk Partisipasi Frekuensi %

1 Tidak mengusulkan karena sudah cukup lengkap 13 3,00 2 Bekerjasama dalam penyusunan RTRW dengan memperhatikan kepentingan sosial,

ekonomi dan ekologis secara seimbang serta sesuai dengan peraturan yang berlaku

18 18,00

3 Melibatkan perwakilan Stakeholder terkait, khususnya masyarakat (Masyarakat dilibatkan sebagai subjek bukan objek)

22 22,00

4 Identifikasi kebutuhan masyarakat 20 20,00

5 Sumbangan pertimbangan dalam menentukan arah kebijakan serta memperjelas hak atas ruang kehutanan

9 9,00

6 Pengajuan usulan tata ruang serta kritikan dan solusinya 11 1,00 7 Diberikan kesempatan untuk melakukan pemetaan wilayah secara partisiatif yang

dapat digunakan dalam penyusunan RTRW

7 7,00

Jumlah 100 100

b. Usulan tingkat partisipasi

No Bentuk Partisipasi Frekuensi %

1 Dialog antara pemerintah dan masyarakat kebih diintensifkan 16 16,00 2 Masukan/saran/usul dari masyarakat agar lebih memberi pengaruh pada rencana 18 18,00 3 Kerjasama antara pemerintah, masyarakat, akademisi, LSM dan swasta dalam

membuat keputusan

18 18,00

4 Adanya kemitraan yang setara dalam penyusunan RTRW, pendelegasian kekuasaan dan pengawasan pelaksanaan RTRW bersama antara pemerintah dan masyarakat

14 14,00

5 Masyarakat lebih dilibatkan dalam penyusunan rencana 26 26,00 6 Sektor kehutanan lebih transparan terhadap data dan informasi tata ruang

kehutanan sehingga masyarakat bisa lebih proaktif dalam pengelolaan kawasan hutan

8 8,00

Jumlah 100 100

c. Persepsi responden terhadap metode partisipasi yang telah dilakukan pemerintah

No. Persepsi Masyarakat Frekuensi %

1 Cukup memadai 14 14,00

2 Kurang memadai karena pemberian informasi kepada masyarakat terlalu sedikit 44 44,00 3 Kurang memadai karena belum melibatkan seluruh stakeholder terkait 21 21,00 4 Kurang memadai karena proses partisipatif masih belum maksimal (belum

sepenuhnya mengakomodasi kepentingan seluruh stakeholder)

14 14,00

5 Kurang memadai karena materi pembahasan tidak diserahkan sebelumnya 7 7,00

Jumlah 100 100

d. Harapan responden terhadap metode partisipasi dimasa yang akan datang

No. Harapan Masyarakat Frekuensi %

1 Penyebarluasan informasi melalui pengumuman di media cetak, elekronik dan papan pengumuman

6 6,00

2 Peningkatan pembinaan pemerintah kepada masyarakat lewat penyuluhan dan sosialisasi

20 20,00

3 Penyusunan RTRW sektor kehutanan tetap memperhatikan peraturan yang berlaku 5 5,00 4 Peran stakeholder, khususnya yang berkepentingan dalam memanfaatkan

sumberdaya hutan lebih ditingkatkan lagi

13 13,00

5 Peningkatan penyebarluasan informasi, serta peningkatan jumlah masyarakat dan

stakeholder yang terlibat dalam penyusunan rencana

11 11,00

6 Penyusunan RTRW sesuai dengan ciri lokal dan berwawasan lingkungan 14 14,00 7 Penyusunan rencana tata ruang yang memberi kepastian untuk investasi 4 4,00 8 Prosedur untuk berpartisipasi lebih dipermudah dan disediakan fasilitasnya 4 4,00 9 Rencana harus lebih mengakomodasi kebutuhan masyarakat dan stakeholder 4 4,00 10 Prosedur partisipasi berjenjang mulai dari desa, kecamatan, sampai kabupaten 9 9,00 11 Tata ruang ditingkat desa sebaiknya diakomodir dalam RTRW Kabupaten 2 2,00 12 Diperlukan sanksi tegas bagi yang melanggar rencana tata ruang 3 3,00 13 Dalam penyusunan rencana tata ruang tetap memperhatikan sejarah kawasan 5 5,00


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 8 September 1983

sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak

Denny Purnama (Alm) dan Ibu Jurna Risnawati. Pendidikan

SD, SMP, SMU dan Perguruan Tinggi, penulis selesaikan di

Bogor.

Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Ciawi dan

pada tahun yang sama diterima di Fakultas Kehutanan Jurusan

Konservasi Sumber Daya Hutan, Institut Pertanian Bogor melalui

jalur PMDK dan lulus pada tahun 2005. Selama penulis

menyelesaikan program Sarjana, penulis aktif dalam berbagai

organisasi kemahasiswaan, antara lain BEM Tingkat Persiapan Bersama IPB, BEM

Fakultas Kehutanan dan Himpunan Mahasiswa Konservasi IPB (HIMAKOVA).

Pada tahun 2007 penulis diterima menjadi Pegawai Negeri Sipil di

Kementerian Kehutanan dan ditempatkan pada Sub Bagian Kerjasama Teknik,

Bagian Hukum dan Kerjasama Teknik, Sekretariat Ditjen Planologi Kehutanan,

Kementerian Kehutanan hingga saat ini.

Pada Tahun 2008 penulis menikah dengan

Dania Irwansyah, S.Hut dan dikarunia dua orang anak yaitu Azka Maula Akhtarsyah

dan Arsyila Puti Humaira. Tahun 2012, penulis mendapatkan beasiswa dari

Pusbindiklatren BAPPENAS untuk melanjutkan pendidikan program Magister Sains

di Institut Pertanian Bogor pada program studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL).