7
2.2 Penyakit Bulai pada Tanaman Jagung
Penyakit bulai atau downy mildew merupakan penyakit utama yang menyerang areal pertanaman jagung. Penyakit bulai dapat menyebabkan kehilangan hasil
sekitar 80-100. Hampir seluruh areal pertanaman jagung di Indonesia dapat dijumpai penyakit bulai seperti di Bengkayang, Kalimantan Barat, Kediri, Jawa
Timur, dan Sumatera Utara yang merupakan daerah endemik penyakit Bulai Badan Litbang Pertanian, 2012.
2.2.1 Gejala Penyakit Bulai Jagung
Penyakit bulai dapat mengakibatkan gejala sistemik pada tanaman jagung. Gejala sistemik terjadi apabila jamur P. maydis menyerang titik tumbuh. Pada sisi
bagian bawah daun terdapat lapisan putih yang terdiri dari konidiofor dan konidium jamur yang terlihat pada pagi hari Semangun, 1993. Gejala khas yang
biasanya muncul pada tanaman jagung yang terserang bulai P. maydis adalah munculnya klorotik sejajar tulang daun dengan batas daun sakit dan daun sehat
yang terlihat jelas. Tanaman jagung yang terserang penyakit bulai P. maydis akan terhambat pertumbuhannya, tanaman tidak dapat membentuk tongkol, daun-
daun menggulung, serta bunga jantan berubah menjadi massa daun yang berlebihan Badan Litbang Pertanian, 2012.
2.2.2 Penyebab Penyakit Bulai Jagung
Penyakit bulai pada jagung disebabkan oleh P. maydis. P. maydis mengembangkan miselium di dalam ruang antar sel. Miselium pada P. maydis
8 ada dua macam yaitu miselium yang hifanya banyak bercabang dan miselium
yang kurang bercabang serta menjalar panjang. Hifa kemudian akan membentuk haustorium yang masuk ke dalam rongga sel. Haustorium memiliki bentuk
batang, paku, cacing, jari, atau gelembung Semangun, 1993. Miselium membentuk konidiofor pada saat permukaan daun berembun. Pada
awalnya konidiofor membentuk batang yang kemudian membentuk cabang dikotom. Panjang konidiofor adalah 200-
500 μm. Panjang konidiofor dipengaruhi oleh tebal tipisnya lapisan embun Semangun, 1993.
2.2.3 Daur Penyakit Bulai
P. maydis merupakan jenis parasit obligat yang hanya dapat bertahan hidup pada tanaman inang yang hidup. Jagung merupakan tanaman pangan yang selalu ada
pada areal pertanian petani. Oleh karena itu,jamur P. maydis mampu bertahan pada tanaman hidup. Jamur tersebut dapat terbawa dalam biji tamanam yang telah
terserang bulai, namun hanya akan terjadi apabila biji masih muda dan basah. Konidium terbentuk pada waktu suasana gelap dan saat daun berembun kemudian
konidium disebarkan oleh angin. Namun, konidium tidak dapat disebarkan terlalu jauh oleh angin karena embun hanya terjadi apabila angin tidak terlalu kencang.
Konidium kemudian berkecambah dengan membentuk buluh kecambah yang akan menginfeksi daun muda pada tanaman muda melalui mulut daun selanjutnya
buluh kecambah membentuk apresorium pada mulut daun Semangun, 1993.
9
2.2.4 Pengendalian Penyakit Bulai
Penyakit bulai merupakan penyakit utama pada tanaman jagung yang dapat menyebabkan penurunan produksi. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya
pengendalian penyakit bulai. Upaya pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengendalikan penyakit bulai antara lain penggunaan kultivar tahan seperti
jagung hibrida kultivar Bima-1, Bima-3, Bima-9, Bima-14, dan Bima-15 serta jagung komposit kultivar Lagaligo dan Lamuru; periode bebas tanaman jagung
dari areal pertanian; sanitasi kebun; rotasi tanaman; eradikasi pada tanaman yang terserang penyakit bulai; dan penggunaan fungisida. Jagung yang selalu ada
di areal pertanian mengakibatkan jamur P. maydis selalu dapat bertahan hidup pada tanaman jagung. Sanitasi kebun bertujuan untuk membersihkan rumput-
rumput yang dapat menjadi inang P. maydis sehingga akan menjadi sumber inokulum pertanaman jagung berikutnya Semangun, 1993.
2.3 Molase
Molase berperan sebagai bahan pembawa, pelindung sinar matahari, dan sumber nutrisi dengan kandungan utama yaitu senyawa gula terutama sukrosa. Molase
merupakan salah satu bahan pembawa yang bermanfaat baik di laboratorium maupun di lapangan karena molase bersifat multifungsi yang dapat digunakan
sebagai pelindung matahari, pengental, phagostimulant, dan sebagai penutup faktor perlawanan dari daun serta dapat digunakan sebagai bahan pengawet
selama penyimpanan Burges dan Jones 1998 dalam Hanudin dan Marwoto, 2012