Perbandingan Densitas Mineral Tulang Pada Pemakai Kontrasepsi Kombinasi Dengan Depomedroksiprogesteron Asetat Untuk Jangka Panjang Di Puskesmas Mandala Medan

(1)

PERBANDINGAN DENSITAS MINERAL TULANG PADA PEMAKAI

KONTRASEPSI KOMBINASI DENGAN

DEPOMEDROKSIPROGESTERON ASETAT UNTUK JANGKA

PANJANG DI PUSKESMAS MANDALA MEDAN

TESIS

OLEH : MIRANDA DIZA

PEMBIMBING

Prof.dr.BUDI R.HADIBROTO, SpOG, K

dr. ASWAR ABOET, SpOG

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP H. ADAM MALIK/RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN


(2)

PENELITIAN INI DIBAWAH BIMBINGAN

TIM-5

Pembimbing : Prof. dr.BUDI R.HADIBROTO, SpOG. K

dr. ASWAR ABOET, SpOG

Penyanggah : dr.SARMA N. LUMBANRAJA, SpOG.K

dr. M. RUSDA, SpOG

Prof.dr. M.FAUZIE SAHIL SpOG, K.Onk

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan

memenuhi

salah satu syarat untuk mencapai keahlian dalam

Bidang Obstetri dan Ginekologi


(3)

ABSTRAK

Latar belakang dan tujuan:Cara kerja Injeksi kontrasepsi

kombinasi bila diberikan dalam dosis yang direkomendasikan

kepada wanita setiap bulan akan menghambat sekresi

gonadotropin, yang bertujuan untuk mencegah maturasi follicular

dan ovulasi, pengentalan dan penurunan volume lendir cervix

sehingga mengurangi penetrasi sperma dan penipisan

endometrium dan memperkecil kemungkinan implantasi, tetapi

tidak menekan produksi estradiol sehingga diharapkan tidak

menyebabkan penurunan densitas mineral tulang. Cara kerja

utama DMPA sebagai kontrasepsi adalah menekan ovulasi.

DMPA menghambat sekresi hipofise, terutama pelepasan siklik

dari Luteinizing Hormone (LH) dan Follicle Stimulating Hormone

(FSH), dengan menekan sintesis estradiol (E2) dan progesteron

dari ovarium. Karena estrogen memegang peranan kunci dalam

mencapai massa tulang, efek DMPA mungkin dapat

menyebabkan osteopenia dan meningkatkan resiko jangka

panjang dari fraktur. Diharapkan dari penelitian ini dapat diketahui

seberapa jauh perbedaan perubahan densitas mineral tulang

yang ditimbulkan injeksi kombinasi dan DMPA sebagai metode

kontrasepsi.

Rancangan penelitian : Suatu penelitian quasi eksperimental dan

dilakukan analisa perbandingan penurunan densitas mineral

tulang antara kelompok peserta injeksi kombinasi dan KB DMPA

yang memenuhi kriteria penerimaan mulai januari 2006 hingga

jumlah sampel tercapai di wilayah kerja Puskesmas Mandala

Analisa Statistik: Data dianalisa dengan uji statistik Chi square,


(4)

Hasil: Sampel dibagi atas 2 kelompok penelitian yaitu 20 orang

peserta injeksi kombinasi dan 20 orang KB DMPA. Didapatkan

rerata DMT pada kelompok pemakai injeksi kombinasi dengan

T-score 0,498

±

0,990 dan Z score 0,511

±

0,989. Sementara pada

kelompok injeksi DMPA dijumpai rerata DMT dengan Tscore

-0,438

±

1,13 dan Z score -0,295

±

1,059. Secara statistik dengan

mengunakan uji t-test independen didapati perbedaan densitas

mineral tulang yang bermakna antara kelompok pemakai KB

injeksi kombinasi dengan kelompok pemakai KB DMPA (p < 0,05

), baik nilai DMT berdasarkan nilai T-score maupun Z-score. Hasil

penelitian ini tidak ditemukan kasus osteoporosis dan 2 pasien

osteopeni (T-score –1,74 dan –1,02) pada kelompok pemakai KB

injeksi kombinasi. Pada pemakai KB DMPA ditemukan 1 kasus

osteoporosis dengan T-score ( -2,94 ), dan 2 pasien dengan

osteopeni (T-score –2,36 dan -1,61 ). Tidak dijumpai perbedaan

densitas mineral tulang yang bermakna berdasarkan pada lama

pemakaian kontrasepsi, perbedaan umur peserta KB , BMI,

kebiasaan hidup, dan pola reproduksi pada kedua kelompok

penelitian.

Kesimpulan: Didapatkan densitas mineral tulang menurun secara

bermakna pada kelompok pemakai KB DMPA lebih dari 2 tahun

dibandingkan dengan kelompok pemakai KB injeksi kombinasi.

Densitas mineral tulang tidak berbeda bermakna berdasarkan

pada lama pemakaian, perbedaan umur peserta KB , BMI,

kebiasaan, dan pola reproduksi pada kedua kelompok

Kata kunci : KB injeksi kombinasi , injeksi KB DMPA, densitas


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, kerena bimbingan dan karuniaNya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh keahlian dalam bidang Obstetri dan Ginekologi.

Sebagai manusia biasa saya menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khusunya tentang “PERBANDINGAN DENSITAS MINERAL TULANG PADA PEMAKAI KONTRASEPSI KOMBINASI DENGAN DEPOMEDROKSIPROGESTERON ASETAT UNTUK JANGKA PANJANG DI PUSKESMAS MANDALA MEDAN“

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU Medan.


(6)

Bagian Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan ; Prof. Dr. Fauzi Sahil, SpOG (K)Onk, Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; Dr. Deri Edianto , SpOG ( K ), Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; Prof. Dr Djafar Siddik, SpOG (K), selaku Kepala Bagian Obstetri dan Ginekologi pada saat saya diterima untuk mengikuti pendidikan spesialis di bagian Obstetri dan Ginekologi FK – USU Medan. Prof. Dr. M.Jusuf Hanafiah, SpOG (K), Dr.Erdjan Albar, SpOG(K), Prof.Dr. Herbert Hutabarat SpOG, (Alm) Prof. Dr. Pandapotan Simanjuntak, MPH, SpOG, Prof. Dr. Hamonangan Hutapea, SpOG (K), Prof. DR. Dr. H. M. Thamrin Tanjung, SpOG (K), Prof T.M Hanafiah SpOG ( K ), Prof. Dr. Daulat SpOG (K), dan Prof.dr. R.Haryono Roeshadi SpOG (K) yang secara bersama - sama telah berkenan menerima saya untuk mengikuti pendidikan spesialis di Bagian Obstetri dan Ginekologi.

3. Prof. Dr. Budi R. Hadibroto, SpOG (K) dan Dr Aswar Aboet, SpOG(K) selaku pembimbing utama bersama, Dr. Sarma N.Lumbanraja, SpOG(K), Dr. Muhammad Rusda ,SpOG , Prof. Dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K) selaku tim penyanggah dan selaku nara sumber yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, memeriksa dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai. Hanya atas bimbingan dan petunjuk


(7)

beliaulah penulisan tesis ini dapat selesai sebagaimana yang diharapkan.

4. Dr. Nazaruddin Jafar, SpOG(K) selaku pembimbing referat mini Fetomaternal saya yang berjudul ”HIV DALAM KEHAMILAN”, kepada Dr. Aswar Aboet, SpOG(K) selaku pembimbing referat mini Fertilisasi Endokrinologi dan Reproduksi saya yang berjudul “ ENDOKRINOLOGI PADA KEHAMILAN“; dan kepada Prof. Dr. Fauzie Sahil, SpOG (K) selaku pembimbing referat mini Onkologi saya yang berjudul “NEOADJUVANT KEMOTERAPI PADA KANKER OVARIUM STADIUM LANJUT “

5. Dr. Makmur Sitepu, SpOG; selaku Bapak Angkat saya selama menjalani masa pendidikan, yang telah banyak mengayomi, membimbing dan memberikan nasehat-nasehat yang bermanfaat kepada saya dalam menghadapi masa - masa sulit selama pendidikan. 6. Dr. Arlinda Sri Wahyuni, M.Kes yang telah meluangkan waktu dan

pikiran untuk membimbing saya dalam penyelesaian uji statistik tesis ini.

7. Seluruh staf pengajar di Bagian Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan yang secara langsung telah banyak membimbing dan mendidik saya sejak awal hingga akhir pendidikan. Semoga Yang Maha Pengasih membalas budi baik guru-guru saya tersebut.


(8)

8. Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan RI, Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi Sumater Utara, atas ijin yang telah diberikan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi di FK – USU Medan.

9. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana untuk bekerja selama mengikuti pendidikan di Bagian Obstetri dan Ginekologi.

10. Direktur RSUD Dr. Pirngadi Medan dan Kepala UPF Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUD Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana untuk bekerja selama mengikuti pendidikan di Bagian Obstetri dan Ginekologi.

11. Direktur RS. PTPN III Sri Pamela Tebing Tinggi, beserta Staf, atas kesempatan kerja dan bantuan moril selama saya bertugas di rumah sakit tersebut.

12. Kepala Bagian Patologi Anatomi FK – USU Medan beserta Staf, atas kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan selama saya bertugas di Bagian tersebut.

13. Direktur RS. PTPN II. Tembakau Deli Medan, atas kesempatan bertugas dirumah sakit tersebut; Dr. Sofian Abdul Ilah, SpOG dan Dr. Nazaruddin Jaffar, SpOG(K) beserta staf, yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan Selama saya bertugas di Bagian tersebut.


(9)

14. Kepada Dr Ronny Ajartha,SpOG, dan teman sejawat Dr Rahma Bahtiar,Dr David L.ginting, menyampaikan terima kasih atas dukungan dan bantuan yang diberikan selama ini serta kebersamaan kita selama pendidikan

15. Kepada Dr. Sukhbir Singh, Dr.Hj. Desi susilawaty , Dr. Benny J. Marpaung,Dr. Zillyadein Rangkuti,Dr Alfian Zunaidi Dr. Sri Jauharah Laily, Dr. Tigor P.Hasugian, dan Dr. Arjuna s, saya menyampaikan terima kasih atas dukungan dan bantuan yang diberikan selama ini serta kebersamaan kita selama pendidikan dan kenangan indah selama kita jaga bersama . .

16. Teman Sejawat Asisten Ahli, Dokter Muda, Bidan dan Paramedis yang telah ikut membantu dan bekerjasama dalam menjalani pendidikan di Bagian Obstetri dan Ginekologi FK- USU / RSUP H.Adam Malik-RSUD Dr. Pirngadi Medan. Terima kasih atas dorongan dan semangat yang diberikan kepada saya.

17. Seluruh karyawan dan karyawati serta para pasien di Bagian Obstetri dan Ginekologi FK - USU / RSUP H. Adam Malik - RSUD Dr. Pirngadi Medan, atas kerja sama dan saling pengertian yang diberikan kepada saya sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.

Sembah sujud dan terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada Ayahanda Dr Mirsal D.Yatim.SpOG (Alm) dan


(10)

Ibunda Dr Zaherza (Alm) yang telah membesarkan, membimbing dan mendidik saya dengan penuh kasih sayang dari masa kanak-kanak hingga kini, serta memberikan motivasi kepada saya selama mengikuti pendidikan ini.

Kepada yang terhormat Ayahanda Mertua Amirudin Hamzah, dan Ibunda Mertua Juliana Betty, yang telah banyak membantu dan memberi dorongan semangat kepada saya selama mengikuti pendidikan, saya ucapkan terima kasih yang sebesar - besarnya.

Buat suamiku yang tercinta dan kukasihi Ir. Dinno Saftana tiada kata lain yang bisa saya sampaikan selain terima kasih yang sebesar-besarnya atas pengertian, kesabaran, dorongan semangat, pengorbanan dan doa yang diberikan kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan ini.

Buat anakku yang tercinta dan kukasihi M. Aqil Andira, tiada kata lain yang bisa saya sampaikan selain terima kasih yang sebesar-besarnya atas cinta kasih pengertian, kesabaran, dorongan semangat, pengorbanan dan doa yang diberikan kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan ini.

Semoga apa yang telah saya lakukan dapat menjadi teladan dan semangat bagi ananda untuk mencapai cita-cita yang lebih baik lagi.

Kepada abang-abangku Dr. Miralza Diza, SpTHT dan keluarga, Dr. Mirvan Diza dan keluarga, Ir. Milyandi Diza dan keluarga, serta seluruh


(11)

keponakan yang tercinta, saya ucapkan terima kasih atas dorongan yang telah diberikan selama saya menjalani pendidikan.

Kepada seluruh keluarga serta handai tolan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang secara langsung maupun tidak langsung telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil, saya ucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan rahmat dan berkahNya serta dibukakan pintu ilmu kepada kita semua. Amin.

Medan, Maret 2008


(12)

DAFTAR ISI KATAPENGANTAR………... DAFTAR ISI………..…... DAFTAR GAMBAR……….…….….….... DAFTAR TABEL……….... DAFTAR SINGKATAN……….………... ABSTRAK ………..……….... BAB I PENDAHULUAN... 1.1.Latar belakang ……….…... 1.2.Identifikasi masalah ………... 1.3.Rumusan masalah ……….……... 1.4.Hipotesa penelitian... 1.5.Tujuanpenelitian………...

1.5.1Tujuan umum ………..………... 1.5.2Tujuan khusus ……….…….. 1.6.Manfaat penelitian .………

i viii ix x xi xiii 1 1 2 3 3 3 3 3 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………... INJEKSI KOMBINASI (MPA/EC2)... A.1. Sejarah... A.2.Farmakologi ... A.3. Indikasi dan kegunaan... A.4. Kontraindikasi... A.5. Perubahan kepadatan densitas mineral tulang... A.6. Pengaruh estrogen terhadap tulang... A.7. Kembalinya ovulasi dan fertilitas... A.8. Reaksi merugikan...

4 4 4 7 8 8 9 10 11 11


(13)

B.Depo Medroxyprogesterone Acetate ……….... B.1 Sejarah………... B.2 Farmakologi...………... C. Osteoporosis ………...………… C.1 Definisi osteoporosis ………... C.2 Jenis tulang...………... C.3 Remodelling tulang... C.4 Faktor osteoporosis... D. DENSITAS MINERAL TULANG... Pemeriksaan DMT untuk menegakkan diagnosa osteoporosis...

14 14 15 19 19 20 22 22 23 23

BAB III .METODOLOGI PENELITIAN……….... A. RANCANGAN PENELITIAN.. ………... B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ………... C. POPULASI PENELITIAN ...………... D. CARA KERJA ...………... E. KERANGKA OPERASIONAL……….…... F. BATASAN OPERASIONAL……… G. PENGOLAHAN DATA………..……….... H. ETIKA PENELITIAN……….……… BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……….………. A.KARAKTERISTIK PESERTA PENELITIAN ….………... B.HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ………... BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...

A. KESIMPULAN………...

B. SARAN……….…………

29 29 29 29 31 33 34 35 36 37 37 43 55 55 56


(14)

BAB VI.DAFTAR PUSTAKA……….….. BAB VII.LAMPIRAN... Surat pernyataan

Formulir penelitian Tabel penelitian

57 58


(15)

DAFTAR TABEL Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Tabel10 Tabel11 Tabel12 Tabel13 Tabel14

Sebaran peserta penelitian berdasarkan umur...………...

Sebaran peserta penelitian berdasarkan lama pemakaian DMPA...………... Sebaran karakteristik pola reproduksi peserta penelitian ...

Sebaran karakteristik habitus peserta penelitian kelompok penelitian... Sebaran karakteristik kebiasaan peserta penelitian kelompok penelitian...

Sebaran karakteristik DMT kebiasaan peserta penelitian...

Sebaran hasil nilai pengukuran DMT peserta penelitian...

Sebaran DMT berdasarkan lama pemakaian DMPA dan KB KOMBINASI... Sebaran DMT peserta penelitian berdasarkan umur... Sebaran DMT peserta penelitian berdasarkan BMI... ...

Sebaran DMT peserta penelitian berdasarkan kebiasaan olah raga... Sebaran DMT peserta penelitian berdasarkan kebiasaan minum kopi...

Sebaran DMT peserta penelitian berdasarkan usia menars... Sebaran DMT peserta penelitian berdasarkan jumlah paritas... Sebaran DMT peserta penelitian berdasarkan lama pemberian

37 38 39 40 41 42 43 45 46 48 49 50 51 52


(16)

Tabel15 laktasi...


(17)

DAFTAR GAMBAR Gambar 1

Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6

Gambar 7

Gambar 8

Struktur bangun dari estradiol cypionate ……… Struktur bangun dari progesteron dan DMPA ……… Struktur bangun dari DMPA...…... Proses osteoporosis... Struktur tulang ekstremitas inferior... Alat DEXA dengan perlengkapan meja yang lengkap. dapat mengukur berbagai tempat skeletal………..

Alat DEXA dengan perlengkapan perifer untuk mengukur lengan bawah dan tumit ………... Gambar QCT...

7 15 15 20 21

26

27 28


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Metode kontrasepsi ialah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan. Usaha-usaha itu dapat bersifat sementara, dapat juga bersifat permanen. Yang bersifat permanen pada wanita disebut tubektomi dan pada pria disebut vasektomi. Alat kontrasepsi ada yang hormonal dan non hormonal.kontrasepsi hormonal ada yang berbentuk pil, implant, injeksi dan AKDR. Kontrasepsi hormonal ada yang berisi estrogen, progesteron,dan ada yang berisi kombinasi Estrogen + Progesteron. Pada saat ini injeksi kombinasi yang telah tersedia mengandung Estrogen dan progesteron, yakni : DMPA + E2C.1

Sampai sekarang cara kontrasepsi yang ideal belum ada. Kontrasepsi ideal itu harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :1

1. Dapat dipercaya,

2. Tidak menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan, 3. Daya kerja dapat diatur menurut kebutuhan,

4. Tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan koitus, 5. Tidak memerlukan motivasi terus-menerus,

6. Mudah pelaksanaannya,

7. Murah harganya sehingga dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat, 8. Dapat diterima penggunaannya oleh pasangan yang bersangkutan.

DMPA dan metode kontrasepsi hormonal injeksi lainnya akhir-akhir ini lebih dikenal pasien karena lebih menyenangkan dibandingkan kontrasepsi oral.2


(19)

Hall dkk., 1994 melaporkan ada enam kegagalan metode ini pada 70.000 wanita per tahun pemakaian. Efektivitas metode kontrasepsi ini setara dengan prosedur sterilisasi wanita. Pulihnya kesuburan setelah injeksi dihentikan berlangsung cepat, 83 persen wanita menjadi hamil dalam 12 bulan setelah penghentian (Kaunitz, 1999). Angka kembalinya kesuburan dengan menggunakan kontrasepsi injeksi kombinasi jauh lebih cepat dari pada injeksi depomedroksiprogesteron asetat (DMPA) saja.3

Alat kontrasepsi kombinasi yang dapat diinjeksikan sekarang ini antara lain Depo-Medroksiprogesteron acetat (DMPA) 25 mg plus estradiol cypionate (E2C) 5 mg

(Injeksi kombinasi) dan kombinasi norethisterone enanthate (NET-EN) 50 mg plus estradiol valerate (E2V) 5 mg (Mesigyna). Yang tersedia secara lokal di pasar-pasar

Amerika Latin dan umum digunakan adalah obat kombinasi dihydroxyprogesteron ecetophenide plus E2 enanthate (Deladroxate, Perlutal) sedangkan di China formulasi

yang mengandung Hydroxyprogesteron caproate plus E2C4,5

Pada 17 November 2004 FDA (Food and Drug Administration) mengumumkan peringatan bahwa tanda ”kotak hitam” harus ditambahkan pada lebel Depo Medroksiprogesteron asetat (DMPA) berhubungan dengan efek pemakaian jangka panjang terhadap densitas mineral tulang. Berdasarkan peringatan ini wanita sebaiknya memakai kontrasepsi DMPA sebagai kontrasepsi tidak lebih dari dua tahun jika metode keluarga berencana (KB) yang lainnya tidak adekuat.6

Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi densitas mineral tulang pada pemakai DMPA jangka panjang dan dibandingkan dengan pemakai injeksi kombinasi jangka panjang sebagai kontrasepsi, pada umur yang sama, diseleksi dari populasi yang sama dan jangka waktu pemakaian yang sama.


(20)

1.2. IDENTIFIKASI MASALAH

Dengan latar belakang tersebut di atas, dapat diindentifikasi masalah sebagai berikut : Depo Medroksiprogesteron Asetat (DMPA) adalah metode kontrasepsi yang menghambat sekresi siklik dari gonadotropin hipofise yang berakibat pengurangan produksi estrogen ovarium. Estrogen sendiri diyakini memberikan efek positif terhadap massa tulang dengan mencegah resorbsi tulang.

Karena itu DMPA dan injeksi kombinasi mungkin berkaitan dengan perubahan densitas mineral tulang yang diukur dengan Quantitative CT Scan.

1.3. RUMUSAN MASALAH

Apakah densitas massa tulang pada pemakaian kontrasepsi Injeksi kombinasi lebih tinggi dibandingkan dengan injeksi DMPA.

1.4. HIPOTESA PENELITIAN

Densitas massa tulang pada akseptor kontrasepsi injeksi kombinasi lebih tinggi dibanding dengan akseptor DMPA

1.5. TUJUAN PENELITIAN

1.5.1. TUJUAN UMUM

Untuk mengevaluasi densitas massa tulang pada pemakai injeksi kombinasi dibanding dengan pemakai injeksi DMPA.

1.5.2. TUJUAN KHUSUS

1. Untuk melihat perbedaan densitas mineral tulang pada pemakai kontrasepsi Injeksi kombinasi dibandingkan dengan pemakaian kontrasepsi injeksi DMPA.


(21)

2. Untuk melihat apakah estrogen yang terkandung dalam kontrasepsi injeksi kombinasi memberikan perlindungan densitas massa tulang.

1.6. MANFAAT PENELITIAN

Dari hasil penelitian ini diharapkan :

1. Dapat memilih kontrasepsi yang mana lebih baik dan memiliki efek samping minimal di dalam tubuh.

2. Dapat mengetahui apakah kontasepsi Injeksi kombinasi dapat mengurangi resiko osteoporosis.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. INJEKSI KOMBINASI (MPA/E2C)

Merupakan kontrasepsi yang dapat diinjeksikan tiap bulan. Injeksi kombinasi mewakili salah satu kontrasepsi hormon reguler yang paling modern, termasuk kelas baru pada CIC (Combined Injectable Contraceptives). Istilah ”Combined”/gabungan menyatakan bahwa yang disuntikkan mengandung progestin dan estrogen. Injeksi kombinasi digunakan biasanya dengan masa kerja satu bulan atau 28 ± tiga hari. 7

Perbedaan yang mendasar antara CIC dan produk lain yang hanya mengandung progestin adalah keberadaan estrogen, dimana estrogen ketika dirancang untuk membuktikan kontrol siklus menstrual sehingga perdarahan menstrual reguler dapat diamati, yang merupakan sebuah aspek penting bagi banyak wanita dalam hal pemilihan kontrasepsi.7

A.1. SEJARAH

Sebuah penelitian 1997 di Brazil mengkaji kemampuan wanita dalam melakukan Injeksi kombinasi sendiri dengan menggunakan Uni Ject (Becton Dickinson) yaitu merupakan alat sekali pakai dengan jarum yang dikemas dalam sebuah kantong aluminium yang tersegel dengan baik. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dalam


(23)

proporsi pasien yang dapat diukur, Uni Ject merupakan metode yang memungkinkan untuk pemakaian sendiri.9

Kontrasepsi hormon steroid (termasuk kontrasepsi oral, injeksi, dan implant) sangat efektif dan digunakan secara luas. Metode kontrasepsi ini mempunyai keuntungan secara medis tetapi juga memilki resiko. Pada umumnya, keuntungan medis lebih banyak dibandingkan resiko yang mungkin dialami. Banyak pihak yang mempertanyakan hubungan antara kontrasepsi hormonal, khususnya DMPA (depo medroxyprogesteron acetate), dengan resiko pengeroposan tulang. Untuk itu, WHO menyelenggarakan pertemuan di Geneva pada 20-21 Juni 2005 untuk mengevaluasi bukti-bukti mengenai hubungan antara penggunaan hormon steroid dan kesehatan tulang.10

Salah satu pengaruh penggunaan kontrasepsi terhadap kesehatan tulang adalah terjadinya osteoporosis ( pengeroposan tulang ). Pengukuran kepadatan mineral tulang (Bone Mineral Density, BMD) sering digunakan untuk mengevaluasi resiko fraktur tulang, tetapi ketepatan pengukuran ini dapat dipengaruhi oleh komposisi tubuh. Resiko osteoporosis juga berhubungan dengan banyak faktor, kepadatan tulang hanyalah salah satunya. Hubungan antara penurunan BMD dengan peningkatan resiko osteoporosis telah diteliti pada wanita yang telah menopause. Ternyata terdapat peningkatan resiko 1,5 kali untuk mendapatkan patah tulang pada


(24)

tiap penurunan per standar deviasi. Pengaruh BMD terhadap resiko patah tulang pada usia muda belum banyak diteliti.10

Sebuah percobaan pendahuluan dengan kontrasepsi injeksi kombinasi yang dilaksanakan di Brazil, Chili, Columbia, Peru dengan partisipan sebanyak 3.183 orang wanita. Penggunaannya diikuti hingga dua tahun pemakaian dan data tersebut dievaluasi dengan tabel. Total 29.676 orang wanita diakumulasikan selama 2 tahun. Tidak ada kehamilan yang terlihat dalam dua tahun. Tingkat penghentian disebabkan amenorrhoe dalam setahun pertama berkisar 3,4% di Brazil hingga 8,1% di Columbia, dan penghentian yang disebabkan karena gangguan menstruasi dari 5,1% di Chili hingga 9,1% di Brazil. Tingkat penghentian karena alasa-alasan medis lain berkisar dari 7,8% di Brazil hingga 2,63% di Columbia dan karena alasan-alasan pribadi dari 17,2% di Chili hingga 23,5% di Brazil. Tingkat kelanjutan berkisar dari 42,3% di Columbia hingga 52% di Chili.11

Sebagai kesimpulan, injeksi kombinasi merupakan kontrasepsi yang baik dan berlanjut hingga dua tahun di beberapa studi-studi penelitian pendahuluan. Penelitian-penelitian baru diperlukan untuk memaparkan pemberian pelayanan yang berbeda.9

Medroxyprogesteron asetat, dimana rumus empirisnya adalah C24H34O4 dan berat molekulnya 386,53. Medroxyprogesteron asetat adalah serbuk kristalin putih tidak berbau yang stabil di dalam udara dan melebur antara 200º F dan 210º F. Bahan ini


(25)

larut dengan bebas dalam chloroform, larut dalam aceton dan dioxan, kurang larut dalam alkohol dan methanol, sedikit larut dalam ether, dan praktis tidak larut dalam air.

Estradiol cypionat adalah serbuk kristalin putih yang lebur antara 149º F dan 153º F. Bahan ini larut dalam alkohol, aceton, chloroform dan dioxan; kurang larut dalam minyak nabati; dan praktis tidak dapat larut dalam air. Rumus empirisnya adalah C26H36O3 dan berat molekulnya 396,57. Rumus struktural esrtradiol cypionat digambarkan di bawah ini.


(26)

Injeksi kontrasepsi kombinasi setiap bulan tersedia dalam bentuk suspensi encer 0,5 ml yang mengandung 25 mg medroxy progesteron asetat dan 5 mg estradiol cypionat.13

A.2. FARMAKOLOGI

Injeksi kontrasepsi kombinasi bila diberikan dalam dosis yang direkomendasikan kepada wanita setiap bulan akan menghambat sekresi gonadotropin, yang pada dasarnya mencegah maturasi follicular dan ovulasi, pengentalan dan penurunan volume lendir cervix sehingga mengurangi penetrasi sperma dan penipisan endometrium dan memperkecil kemungkinan implantasi.13

A.3. INDIKASI DAN KEGUNAAN

Injeksi kontrasepsi kombinasi setiap bulan diindikasikan untuk pencegahan kehamilan.Efektivitas injeksi kontrasepsi kombinasi setiap bulan tergantung pada kepatuhan terhadap jadwal dosis yang ditentukan (misalnya injeksi intramuskular setiap 28 sampai 30 hari). Untuk menjamin agar injeksi kontrasepsi kombinasi setiap bulan tidak diberikan secara tidak sengaja kepada wanita hamil, injeksi pertama haruslah diberikan selama lima hari pertama periode haid normal. Injeksi kontrsepsi kombinasi setiap bulan sebaiknya diberikan tidak lebih awal dari 40 hari setelah persalinan jika tidak menyusui, atau enam minggu setelah melahirkan jika


(27)

A.4. KONTRAINDIKASI13,15,16

Injeksi kontrasepsi kombinasi setiap bulan tidak boleh diberikan pada wanita dengan salah satu keadaan berikut :

• Kehamilan yang sudah diketahui atau dicurigai.

• Disfungsi atau penyakit liver seperti riwayat adenoma, atau karsinoma hati, penyakit kuning cholestatik kehamilan, atau penyakit kuning dengan pemakaian kontrasepsi hormon sebelumnya termasuk pruritus kehamilan berat.

• Karsinoma endometrium, payudara, atau neoplasia tergantung estrogen.

• Hipersensitifitas yang telah diketahui terhadap salah satu bahan yang terkandung dalam injeksi kontrasepsi kombinasi setiap bulan.

• Hipertensi berat

• Diabetes dengan komplikasi pembuluh darah. • Sakit kepala dengan gejala-gejala neurologik fokal. • Penyakit jantung dengan komplikasi.13,15,16

A.5 PERUBAHAN KEPADATAN DENSITAS MASSA TULANG

Pengukuran kepadatan mineral tulang (Bone Mineral Density, BMD) sering dipakai untuk mengevaluasi resiko fraktur tulang, tetapi ketepatan pengukuran ini dapat dipengaruhi oleh komposisi tubuh seperti perbandingan antara massa padat tubuh (lean body mass), dengan lemak tubuh. Untuk itu, WHO menyelenggarakan


(28)

pertemuan di Geneva pada 20-21 Juni 2005 mengenai hubungan antara penggunaan kontrasepsi hormon steroid dan kesehatan tulang ketika penggunaan kontrasepsi hormonal nonkombinasi menyebabkan status hipo-estrogenik pada wanita sedangkan beberapa studi menunjukkan bahwa hal ini berkaitan dengan penurunan kepadatan mineral tulang.17

Perubahan densitas mineral tulang pada injeksi progesteron dianggap termasuk faktor risiko terhadap perkembangan osteoporosis. Kecepatan penurunan densitas mineral tulang paling tinggi terjadi dalam tahun-tahun awal pemakaian dan selanjutnya kecepatan penurunannya mendekati kecepatan penurunan densitas mineral tulang yang terkait usia.13

Pada penelitian yang dilakukan oleh Luis Bahamondes dkk, di Brazil pada Maret

2006 terhadap 79 orang wanita dengan usia 20-45 tahun, menunjukkan hasil penggunaan Injeksi kombinasi minimal selama satu tahun dan kurang dari tiga tahun tidak menunjukkan penurunan densitas massa tulang.18

Penelitian yang dipublikasikan oleh Lopez LM dkk pada 2005 pada Cochrane

Collaboration terhadap 18 orang wanita dengan pemakaian Injeksi kombinasi

dibandingkan dengan Injeksi DMPA + plasebo selama 12 dan 24 bulan, menyatakan adanya perubahan yang signifikan pada densitas mineral tulang, yang densitas


(29)

mineral tulang (spine, femur neck) pada DMPA + plasebo lebih rendah dibanding dengan Injeksi kombinasi.19

A.6. PENGARUH ESTROGEN TERHADAP TULANG

Pada dasarnya, estrogen dan progesteron dijumpai pada osteoblast-like cell dan penelitian in vitro telah membuktikan efek progestin pada tulang. Tetapi bukti lebih lanjut, peranan dari progestin datang dari penelitian klinis prospektif dengan pengukuran DMT atau marker yang berhubungan dengan remodeling.32

Peranan estrogen terhadap tulang telah jelas. Terapi estrogen menghambat resorbsi tulang dengan menghambat pembentukan dan fungsi osteoklast, serta memperpanjang waktu hidup osteoblast dan osteosit. Kedua efek ini meningkatkan densitas tulang.35

Liu JH dkk, pada 2005, dalam penelitiannya terhadap 132 wanita menopouse

menyimpulkan estrogen mempunyai peranan yang lebih besar terhadap tulang dibandingkan dengan progesteron.36

A.7. KEMBALINYA OVULASI DAN FERTILITAS

Dalam sebuah studi terhadap 21 wanita yang menerima injeksi kontrasepsi kombinasi setiap bulan selama tiga bulan, 52% mengalami ovulasi selama bulan pasca-pengobatan pertama dan 71% selama bulan pasca-pasca-pengobatan kedua. Dalam studi


(30)

tahun pengobatan) injeksi kontrasepsi kombinasi setiap bulan, 60% mengalami ovulasi pada pasca pengobatan ketiga.13

Sebuah studi terhadap 70 wanita yang menghentikan injeksi kontrasepsi kombinasi setiap bulan agar menjadi hamil menunjukkan bahwa lebih dari 50 % mencapai fertilitas dalam 6 bulan setelah penghentian dan 83 % mencapai fertilitas dalam satu tahun.13

Wanita yang ingin hamil bisa menghentikan penggunaan injeksi kombinasi kapan saja, sedangkan yang lainnya mungkin harus menunggu 60-90 hari agar mendapat siklus haid normal.20

A.8. REAKSI MERUGIKAN

Peningkatan resiko merugikan serius terkait dengan penggunaan kontrasepsi hormon kombinasi namun jarang ditemui diantaranya, yaitu perdarahan serebral, penyakit kandung empedu, adenoma hati atau tumor liver jinak, hipertensi, dan infark otot jantung.


(31)

Tabel 1. Keuntungan dan kerugian pemakaian injeksi kontrasepsi kombinasi dengan DMPA22

Injeksi (DMPA) Injeksi Kombinasi

• Salah satu kontrasepsi paling efektif

• Injeksi sekali tiga bulan untuk DMPA atau setiap dua bulan untuk NET-EN bisa hingga dua minggu lebih awal atau dua minggu terakhir

• Sebagian besar wanita mula-mula mengalami perdarahan yang sering atau tidak teratur dan kemudian sedikit atau tidak ada perdarahan perbulan.

• Wanita butuh waktu empat bulan lebih lama secara rata-rata agar menjadi hamil setelah menghentikan DMPA daripada setelah menghentikan metode selain dari kontrasepsi injeksi

• Kenaikan berat badan rata-rata satu sampai dua kilogram pertahun. Sebagian wanita, terutama remaja yang kelebihan berat badan, mengalami kenaikan yang jauh lebih besar • Efek samping lainnya sakit kepala, pusing,

gangguan kenyamanan abdominal, Perubahan mood, daya dorong seks berkurang

• Salah satu metode kontrasepsi paling efektif • Injeksi sekali sebulan bisa tujuh hari lebih

awal atau tujuh hari terlambat

• Adanya perubahan haid namun setelah tiga bulan sebagian besar wanita mengalami pola teratur (sekitar 28 hari) pada satu tahun • Kenaikan berat badan rata-rata satu kilogram

/ tahun. Sebagian pemakai mengalami turun berat badan atau tidak mengalami perubahan berat badan

• Rata-rata satu bulan lebih lama dibandingkan metode lain untuk menjadi hamil


(32)

Tabel 2. Formulasi dan Skedul Injeksi dari Alat Kontrasepsi Injeksi 22

Nama Dagang Umum Formulasi Jenis dan Skedul Injeksi Injeksi Hanya-Progestin

Depo-Provera, Megestron, Contrecep, Depo-Prodasone

Depot medroxyprogesteron asetat (DMPA) 150 mg

Satu Injeksi Intramuscular (IM) setiap tiga bulan depo-subQ provera 104

(DMPA-SC)

DMPA 104 mg Satu injeksi subcutan setiap 3 bulan

Noristeral, Norigest, Doryxas

Norethisterone enanthate (NET-EN) 200 mg

Satu injeksi IM setiap dua bulan

njeksi Kombinasi (progestin + estrogen) Injeksi kombinasi,

Ciclofeminina, Lunelle

Medroxyprogesteron asetat 25 mg + Estradiol cypionat lima mg (MPA/E2C)

Satu injeksi IM setiap bulan Mesigyna, Norigynon NET-EN 50 mg + Estradiol

valerate lima mg (NET-EN/E2V)

Satu injeksi IM setiap bulan

Deledroxate, Perlutal, Topasel, Patectro, Deproxone, Nomagest

Dihydroxuprogesteron (alges-tone) acetophenide 150 mg + Estradiol enanthate sepuluh mg

Satu injeksi IM setiap bulan

Anafertin, Yectames Dihydroxuprogesteron (alges-tone) acetophenide 150 mg + Estradiol enanthate sepuluh mg

Satu injeksi IM setiap bulan

Chinese Injectable No. 1 17α-hydrodyprogesterone caproate 250 mg + Estradiol valerate lima mg

Satu injeksi IM setiap bulan, kecuali dua injeksi pada bulan pertama


(33)

B. DEPO MEDROXY PROGESTERONE ACETATE

B.1. SEJARAH

DMPA diterima pemakaiannya oleh FDA pada tahun 1960. Tetapi indikasi pemakaian awalnya di Amerika lebih digunakan untuk mengobati endometriosis dan abortus habitualis dibandingkan pemakaiannya untuk kontrasepsi. DMPA akhirnya diterima sebagai alat kontrasepsi di Amerika Serikat pada 29 Oktober 1992.23

Depo Medroxy Progesteron Acetate (DMPA) merupakan kontrasepsi yang dipakai luas. Adapun kerja utama DMPA sebagai kontrasepsi adalah menekan ovulasi. DMPA menghambat sekresi hifofise, terutama pelepasan siklik dari Luteinizing Hormone (LH) dan Folicle Stimulating Hormone (FSH), dengan menekan sintesis estradiol (E2) dan progesteron dari ovarium. Sehingga dapat menyebabkan osteopenia dan meningkatkan resiko jangka panjang seperti osteoporosis, dan fraktur terutama pada usia post menopause. Kekurangan hormon esterogen dapat menyebabkan hilangnya masa tulang akibatnya dapat terjadi osteoporosis yang akhirnya dapat membuat tulang mudah patah.24,25

B.2. FARMAKOLOGI

Medroxyprogesterone Acetate (MPA) merupakan karbon 21 17-acetoxy-progesterone, sama dengan struktur progesteron alamiah. Depo Medroksiprogesteron


(34)

menekan ovulasi pada kebanyakan wanita selama 14 minggu atau lebih.15,26 DMPA akan bertahan dalam tubuh selama beberapa bulan pada wanita yang menggunakan kontrasepsi jangka panjang dan kembali fertile setelah dihentikan. Tetapi pada penelitian yang besar, 70% bekas pemakai yang menginginkan kehamilan akan hamil dalam 12 bulan dan 90% hamil setelah 24 bulan.28,29

Gambar 2. Struktur bangun dari progesteron dan DMPA.dikutip dari 26

Gambar 3. Struktur bangun dari DMPAdikutip dari 26

Depo medroksiprogesteron asetat (DMPA) mengandung 150 mg DMPA, yang diberikan setiap tiga bulan dengan cara disuntik instramuskular (di daerah bokong). Cara kerjanya yaitu:26


(35)

• Mencegah ovulasi

• Mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi sperma

• Menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi • Menghambat transportasi gamet oleh tuba

Kontrasepsi suntik tersebut memiliki efektivitas yang tinggi dengan 0,3 kehamilan per 100 perempuan per tahun, asalkan penyuntikannya dilakukan secara teratur sesuai jadwal yang telah ditentukan.27

Keuntungannya yaitu :27 • Sangat efektif,

• Pencegahan kehamilan jangka panjang, • Sedikit efek samping,

• Mencegah penyakit radang panggul

• Menurunkan krisis anemia bulan sabit (sickle cell)

Keterbatasannya yaitu :

• Sering ditemukan gangguan haid,

• Permasalahan berat badan merupakan efek samping tersering,


(36)

Di Amerika, perusahaan (Pfizer) dalam konsultasinya dengan FDA telah

menambahkan peringatan berhubungan dengan efek densitas tulang ini dan menyatakan bahwa pemakai dengan metode ini lebih dari dua tahun tidak direkomendasikan kecuali kontrasepsi lain tidak adekuat. Di Inggris Raya,

Committee on the Safety of Medicine menasihatkan pembatasan pengunaan DMPA

sebagai kontrasepsi pilihan pertama pada wanita remaja, kecuali metode lain kurang cocok atau diterima. Semua wanita harus dievaluasi setelah pemakaian metode ini lebih dari 2 tahun.30,31,32

Dosis kontrasepsi dari DMPA dapat menekan produksi dari estradiol sehingga menarik perhatian bahwa ini mungkin dapat menyebabkan osteopenia dan meningkatkan resiko jangka panjang dari fraktur, terutama pada post menopause. Tetapi tidak terbukti peningkatan insidens fraktur pada lebih 30 tahun pemakaian di seluruh dunia.32

Setengah dari massa tulang akan tumbuh selama remaja, dan beberapa bagian dari kerangka, terutama panggul, massa puncak tulang dicapai selama periode ini. Massa puncak tulang merupakan prediktor kritikal terhadap resiko osteoporosis pada kehidupan selanjutnya. Penelitian terakhir telah menunjukan kadar estradiol dapat menurun hingga mendekati 20 pg/ml pada wanita yang memakai kontrasepsi DMPA.2


(37)

Dengan semakin berkembangnya kontrasepsi hormonal, keuntungan dan resiko dari metode yang berbeda terus diuji yang dibandingkan dengan resiko kehamilan yang tidak diinginkan dan masalah kesehatan berkaitan dengan kehamilan.32 Kebanyakan pengetahuan mengenai keamanan, keuntungan, dan penerimaan sebagai kontrasepsi hormonal jangka panjang di Amerika diperoleh dari Indonesia, Srilangka, Thailand, dan Meksiko, ketika Depot Provera telah digunakan dan dipelajari selama beberapa dekade.2 DMPA telah dipakai lebih dari 68 juta wanita di 114 negara dunia. Diperkirakan sekitar 10% remaja wanita menggunakan kontrasepsi DMPA untuk mencegah kehamilan.32

Dosis kontrasepsi dari DMPA dapat menekan produksi dari estradiol, mungkin dapat menyebabkan osteopenia dan meningkatkan resiko jangka panjang dari fraktur, terutama pada masa post menopause.32 Tetapi penekanan FSH oleh DMPA tidak sekuat oral kontrasepsi kombinasi sehingga pertumbuhan folikel tetap cukup untuk memproduksi kadar estrogen yang sebanding dengan fase awal folikuler siklus haid normal.2

Rome dkk, pada 2004 meneliti kaitan biomarker metabolisme tulang dengan

kontrasepsi hormonal pada remaja. Mereka mendapatkan setelah 12 bulan pelaksanaan, kadar serum bone alkaline phosphatase (BSAP) lebih tinggi secara bermakna pada kontrol (40,4 U/L ± 1,03 SE) dibandingkan grup DMPA (35,2 U/L ±


(38)

kecendrungan lebih tinggi kadar deoxypyridinoline (DPD) urin pada grup kontrol (9,9 nmol/mmol Cr ± 1,03 SE) dibandingkan dengan grup DMPA (9,1 nmol/mmol Cr ± 1,05 SE) dan grup OC (8,9 nmol/mmol Cr ± 1,03 SE). Tidak ada kaitan antara biomarker dengan DMT pada spina lumbar atau leher femur.34

Dengan menggunakan DEXA (Dual Energy X-ray Absorptiometry), Cundy dkk,29 peneliti Selandia Baru, melaporkan pada awal 1990 bahwa DMT yang sedang memakai DMPA lebih rendah daripada tidak memakai. Sejak itu, banyak laporan (terutama penelitian cross sectional, membandingkan yang sedang memakai dengan yang bukan pemakai) yang menilai DMT pada pemakai DMPA. Hampir semuanya mendapati DMT yang lebih rendah pada yang pemakai DMPA.29

Tetapi penelitian cross sectional pada remaja dan wanita muda Thailand (umur 15 – 30 tahun) oleh Tharnprisarn dkk, pada 2002, baik yang mengunakan DMPA (n = 30)

atau oral kontrasepsi (n = 30) setelah dua tahun tidak dijumpai perbedaan DMT yang bermakna pada lengan bawah ultra distal dan distal.31 Hasil penelitian yang masih berlangsung akan membantu kita lebih jelas mengetahui pengaruh DMPA yang digunakan selama remaja.32


(39)

C. OSTEOPOROSIS C.1. Defenisi Osteoporosis

Osteoporosis berasal dari kata osteo (tulang) dan porous (keropos), yang disebut juga pengeroposan tulang yaitu tulang menjadi tipis, rapuh, dan keropos, serta mudah patah. Tulang keropos jarang menimbulkan keluhan dan pada umumnya pasien baru konsultasi ke dokter setelah terjadi patah tulang. Oleh karena itu, tulang keropos dianggap sebagai si pembunuh diam-diam. Tulang yang keropos terlihat berlubang-lubang seperti karet spons. Wanita yang telah keropos tulangnya mudah diamati dari sikap berdiri yang tidak bisa tegap lagi.37

Osteoporosis dan massa tulang rendah menyerang sekitar 43,6 juta orang Amerika (“America’s Bone Health” Lembaga Osteoporosis Nasional, 2002) yang sebagian besar di antaranya adalah kaum wanita. Akibatnya, populasi ini mengalami peningkatan resiko fraktur, terutama panggul dan tulang belakang.38


(40)

Gambar 4. Dikutip dari Best Practice and Research Vol.19 39

C.2. Jenis Tulang

Untuk memahami peranan scaning kepadatan mineral tulang, perlu kiranya sedikit diketahui tentang bagaimana caranya osteoporosis terjadi. Tulang terus-menerus remodelling kembali. Ini alami, karena keadaan sehat pengambilan tulang lama secara kontinu (resorpsi) yang diikuti dengan pengendapan tulang baru. Perputaran ini penting dalam menjaga tulang tetap sehat dan dalam memperbaiki kerusakan kecil yang mungkin terjadi karena aus dan sobek. Sel-sel yang menyusun tulang baru disebut osteoblast dan sel-sel yang bertanggung jawab atas resorpsi tulang lama


(41)

disebut osteoclast. Osteoporosis terjadi sebagai akibat dari ketidaksesuaian antara aktivitas osteoclast dan osteoblast. Pada osteoporosis, osteoclast jauh lebih giat daripada osteoblast sehingga lebih banyak tulang yang dihabiskan daripada yang disusun. Akibatnya adalah penipisan tulang dengan kehilangan kekuatan tulang dan peningkatan resiko fraktur yang menjadi akibatnya. Tulang yang menipis menyebabkan kepadatan tulang atau massa tulang lebih rendah38

. Gambar 5. Dikutip dari Best Practice and Research Vol.19 39

Ada dua jenis tulang. Tulang cancellus (juga dikenal sebagai tulang trabecular) ditemukan di bagian-bagian seperti tulang belakang dan pinggang. Jenis tulang ini biasanya mengalami laju perputaran yang cepat. Akibatnya, jika aktivitas osteoclast dan osteoblast menjadi tidak bersesuaian, tulang cancelluslah yang terpengaruh dengan cepat. Tulang cortical berlokasi di lengan dan tungkai. Jenis tulang ini lebih lambat dari segi metabolik daripada tulang cancellus dan karenanya kurang terpengaruh oleh perubahan pada perputaran tulang. Terjadinya laju penurunan massa


(42)

tulang normal sesuai dengan usia pada pria maupun wanita. Untuk wanita, selain usia, transisi menopouse sendiri menyebabkan tingkat kehilangan tulang ekstra.38

C.3. Remodelling Tulang

Bone remodelling terjadi seumur hidup dan mencapai puncaknya saat dewasa (sekitar umur 30) lalu menurun sesuai pertambahan umur. Kemudian terjadi keseimbangan antara aktivitas osteoblastik dan osteoklastik (pembentukan dan resorpsi tulang). Keseimbangan tersebut dipengaruhi oleh hormon estrogen, paratiroid, dan kalsitriol.40

C.4. Faktor Resiko Osteoporosis

Terdapat dua macam faktor resiko terjadinya osteoporosis yaitu faktor resiko yang dapat dikendalikan (dalam hal ini adalah jumlah kalsium yang kita konsumsi untuk membentuk tulang) dan faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan (berkurangnya massa tulang seiring dengan bertambahnya usia). Lokasi fraktur yang paling sering terjadi adalah pada pinggul dan tulang belakang.41

Beberapa faktor resiko antara lain : 39,42

1. Faktor genetik : Apabila ada sejarah osteoporosis dalam keluarga, 60-80% kemungkinan akan menderita osteoporosis.

2. Jenis kelamin wanita : 80% penderita osteoporosis adalah wanita.

3. Masalah medis kronis: Individu dengan asma, diabetes, hipertiroidisme, penyakit liver, atau reumatoid artritis akan meningkat resiko terjadinya osteoporosis.


(43)

4. Defisiensi hormon : Menopause pada wanita dan penanganan medis tertentu pada pria dapat mengakibatkan defisiensi hormon estrogen dan androgen yang merupakan penyebab utama osteoporosis pada pria dan wanita.

5. Alkohol : Konsumsi alkohol yang berlebihan merupakan salah satu faktor resiko terjadinya osteoporosis.

6. Merokok : Dari beberapa penelitian, merokok dapat meningkatkan resiko terjadinya fraktur tulang belakang pada pria dua sampai tiga kali lipat dibandingkan dengan pria yang tidak merokok.

7. Kurangnya olahraga : Tulang memerlukan stimulasi latihan untuk mempertahankan kekuatannya.Tanpa latihan tulang akan kehilangan densitas dan menjadi lemah.

8. Faktor lain : seperti kelainan makanan, berat badan yang rendah, jumlah kalsium yang rendah dalam makanan, menopause dini, absennya periode menstruasi (amenorea) dan penggunaan obat-obat seperti steroid dan antikonvulsan yang juga merupakan faktor osteoporosis. Glukokortikoid juga mempengaruhi kuantitas dan kualitas tulang.

D. DENSITAS MINERAL TULANG (DMT)

Jumlah absolut tulang sebagaimana diukur dengan pengujian kepadatan mineral tulang (BMD) umumnya berkorelasi dengan kekuatan tulang dan kemampuan tulang menopang berat. BMD diukur dengan test absorptiometri sinar x energi dual.Dengan


(44)

dengan mengukur tekanan darah yang bisa membantu memprediksi resiko stroke. Perlu diingat bahwa BMD tidak bisa memprediksi kepastian perkembangan fraktur. BMD hanya memprediksi resiko.38

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah sumber definisi yang diterima secara umum untuk osteoporesis (WHO Tehnical Report Series, Geneva 1994)38,39,42 :

Normal : Nilai BMD secara statistik berada dalam satu standar deviasi masa tulang puncak dewasa muda. Laporan menunjukan skor T > -1 yang menandakan BMD berada dalam rentang normal.

Masa tulang rendah (secara medis disebut dengan istilah osteopenia) : Nilai BMD secara statistik lebih kecil dari satu standar deviasi, tetapi tidak lebih dari 2,5 standar deviasi di bawah nilai BMD rata-rata orang dewasa muda. Laporan menunjukkan skor T antara -2,5 dan -1 yang menandakan peningkatan resiko fraktur, tetapi tidak memenuhi kriteria untuk osteoporosis

Osteoporesis : Nilai BMD secara statistik lebih dari 2,5 standar deviasi di bawah nilai BMD puncak rata-rata masa tulang orang dewasa muda. BMD dalam rentang ini menandakan resiko fraktur yang bahkan lebih tinggi daripada osteopenia. Laporan menunjukkan skor T -2,5.


(45)

Berdasarkan kriteria di atas, diperkirakan bahwa 40% dari semua wanita Kaukasia postmenopausal mengalami osteopenia dan 7 % lainnya menderita osteoporesis (Siriset al JAMA, 2001).38,39,42

Pemeriksaan DMT Untuk Menegakan Diagnosa Osteoporosis

Diagnosa penyusutan tulang (osteoporosis) dapat ditegakkan dengan pemeriksaan densitometri. Terdapat dua kriteria dasar untuk menegakkan diagnosis osteoporosis yaitu dijumpai adanya patah tulang setelah mengalami trauma yang ringan atau dengan pemeriksaan densitometri BMD ≤ -2,5 SD.

Dengan semakin berkebangnya teknologi, saat ini dapat digunakan peralatan yang canggih untuk mendeteksi osteoporosis secara dini yaitu : 38,39,42,43

Single Photon Absorptiometry (SPA)

Tidak sensitif untuk melihat perubahan pada tulang trabekular yang destruksi tulang lebih tinggi dibanding tulang kortikal. Keuntungan utama SPA adalah relatif mudah dan adekuat untuk melihat penurunan massa korteks tulang. Waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan adalah 10-15 menit dengan tingkat presisi 1-2% dan paparan radiasi 2-5 mrem39

Dual Photon Absorptiometry (DPA)

Pengukuran kandungan mineral tulang biasanya dilakukan pada korpus vetebra lumbalis dan kolum femoris. Metode ini mempunyai presisi 1,1-3,7% dan akurasi 90-97%. Mampu mengukur material radio-opak yang dilalui sinar misalnya osteofit,


(46)

perkapuran dalam aorta, atau ligamen. Karena harganya yang mahal dan membutuhkan waktu yang lama dalam pemeriksaan, alat ini tidak digunakan untuk skrining rutin. Waktu peneraan alat ini 20 – 24 menit dengan paparan radiasi 5-10 mrem.43

Dual Energy X-Ray-Absorptiometry (Dexa)

Peralatan ini saat ini merupakan “gold standart” untuk pemeriksaan densitas mineral tulang.


(47)

Gambar 6. Dikutip dari BestPractise & Research Clinical43

Pada umumnya, alat ini mungkin layak untuk mengukur resiko fraktur secara keseluruhan, tetapi tidak berguna dalam memonitor terapi. Kegunaannya mungkin terbatas hanya pada screening dan hasilnya akan membutuhkan konfirmasi dengan menggunaka DEXA. Selain itu, keahlian dalam menggunakan alat dan menafsirkan data bisa bervariasi.43

Ultrasonografi

Dengan USG pengukuran DMT dilaksanakan dengan cara yang tidak berbahaya, relatif murah, mudah, tidak memerlukan radiasi. Dengan Ultrasonografi ini dapat diukur DMT pada tulang-tulang perifer seperti tumit, tempurung lutut, jari, dan tulang tibia.38,43


(48)

Gambar 7. Dikutip dari Best Practise & Research Clinical43

Quantitative Computed Tomography (QCT)

Kelebihan alat ini adalah dapat mengukur massa trabekular tulang secara selektif tanpa superposisi dengan korteks tulang maupun jarigan lainnya dengan membuat irisan aksial pada tiga atau empat vertebra dengan jarak 8-10 mm. QCT merupakan satu-satunya teknik pemeriksaan densitas mineral tulang secara tiga dimensi yang ada saat ini.

Keterbatasan pengunaan alat ini adalah dosis radiasi yang tinggi dan memerlukan teknik yang canggih dan mahal. Waktu yang dibutuhkan untuk peneraan 10-20 menit, tingkat presisi 3-15% (rata-rata 7%), dan paparan radiasi 100-1000 mrem.


(49)

Gambar 8. Dikutip dari BestPractise & Research Clinical43

QCT metode yang paling sensitif, tetapi mahal dan terpapar radiasi yang lebih besar dibandingkan dengan DEXA. Sebagai tambahan, karena kebanyakan pasien mungkin memerlukan pencitraan serial, penggunaan reguler dari QCT pada seorang pasien menjadi lebih tidak praktis sebagai alat scrining. QCT mempunyai kemampuan yang unik untuk membedakan tulang kortek dan trabekula. Kemampuan ini penting untuk menilai efek pengobatan yang mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap kedua tipe tulang ini.38,39,40,41,43


(50)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimental

B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Tempat penelitian

Sampel diambil dari peserta KB injeksi kombinasi dan DMPA di Puskesmas Mandala Medan. Sampel ini di ambil ditempat tersebut karena penelitian injeksi DMPA yang sudah dilakukan ditempat yang sama, sehingga dilakukan pengambilan injeksi kombinasi untuk dibandingkan dengan penelitian injeksi DMPA sebelumnya.

Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada januari 2007 sampai juli 2007.

C. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

1. Populasi penelitian

Semua peserta KB yang mengunakan injeksi KB kombinasi dan akseptor DMPA di Puskesmas Mandala Medan yang memenuhi kriteria penerimaan dan bersedia ikut dalam penelitian ini.

2. Besar Sampel


(51)

1. Kelompok akseptor KB Kombinasi 2. Kelompok aseptor DMPA

Besar sampel penelitian ini dihitung secara statistik

n1 = n2 = 2 {Z ) + Z ) S 2 x1-x2

n1 = n2 = Jumlah sampel kelompok yang mendapat suntikan KB kombinasi dan kelompok akseptor DMPA

Z = Derajat tingkat kemaknaan untuk 95 % adalah Z = 1,96 Z = Kekuatan uji dari penelitian yakni 90 % adalah Z = 1,28 X1-x2 = Perbedaan kadar T-Score yang diinginkan yakni satu S = Simpang baku dari kedua kelompok salah satunya diambil dari penelitian sebelumnya (SD DMPA) yakni 0,96

n1 = n2 = 2 {Z ) + Z ) S 2 x1-x2

n1 = n2 = 2 {1,96+ 1,28) 0,96 2 1

= 9,34 ~ 20


(52)

3. Kriteria penerimaan

a. Peserta KB usia 20 – 30 tahun

b. Pesert KB suntik DMPA lebih dari dua tahun pemakaian untuk kelompok I dan pemakai injeksi KB kombinasi untuk kelompok II

c. Bersedia mengikuti penelitian dan telah menandatangani formulir kesediaan (informed concent)

4. Kriteria penolakan

a. Perokok atau peminum alkohol berat b. Sedang laktasi

c. Memakai obat yang mempengaruhi densitas mineral tulang (misalnya : suplemen tablet kalsium, vitamin D, vitamin B6, B12, asam folat, kortiko steroid, antikonvulsan, thiazid, diuretik, dan obat tiroid)

d. Memakai KB hormonal lain

e. Pernah menjalani kemoterapi atau radiasi atau operasi pengangkatan indung telur

f. Menderita penyakit tulang

g. Diketahui menderita penyakit kronis seperti hepatitis, diabetes mellitus (DM), ginjal, tiroid, paratiroid, kanker, riketsia, dan penyakit hipofise

D. CARA KERJA


(53)

peserta KB di Puskesmas Mandala Medan, dan bersedia untuk mengikuti penelitian ini.

b. Setelah data terkumpul dilakukan pengelompokan peserta penelitian yang memenuhi kriteria inklusi kepada kedua kelompok yaitu kelompok injeksi kombinasi dan injeksi DMPA

c. Kemudian dilakukan wawancara dan pengisian kuesioner mengenai mengenai pola makanan dan minuman ( minum kopi, minum alkohol, merokok); riwayat olahraga ( aerobik, berenang, jalan pagi, lari pagi, senam pagi, bersepeda ), pola reproduksi ( usia menars, paritas/abortus, dan laktasi) dan pola kontrasepsi yang digunakan terhadap peserta penelitian sesuai dengan kriteria inklusi yang telah ditetapkan dalam penelitian ini.

d. Dilakukan pemeriksaan fisik meliputi tekanan darah, tinggi badan, dan berat badan terhadap peserta penelitian yang memenuhi kriteria inklusi.

e. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan Densitas Mineral Tulang kepada para peserta penelitian dengan menggunakan QCT di RS Gleneagles Medan, untuk mengukur massa trabekular tulang secara selektif tanpa terjadi superposisi dengan korteks tulang. Waktu yang dibutuhkan untuk pemeriksaan QCT selama 10 – 20 menit dengan paparan radiasi 100 – 1000 mrem. Hasil pemeriksaa QCT ini berupa irisan aksial pada tiga sampai empat tempat vertebra dengan jarak 8 – 10 mm.


(54)

g.Hasil pemeriksaan DMT dari peserta KB DMPA dibandingkan dengan peserta KB kombinasi

E. KERANGKA OPERASIONAL

Kontrasepsi

Peserta Injeksi Kombinasi Peserta Injeksi DMPA Pemakai Injeksi

Memenuhi Kriteria Inklusi Memenuhi Kriteria Inklusi

Wawancara dan Pencatatan Data Wawancara dan Pencatatan Data

Pemeriksaan Densitas Massa Tulang ( DMT ) dengan menggunakan QCT di RS Gleanegles Medan

Hasil Pemeriksaan DMT dibandingkan dan dianalisis


(55)

F. BATASAN OPERASIONAL

1. Peserta KB kombinasi (injeksi kombinasi) adalah wanita yang mengunakan suntikan KB kombinasi (injeksi kombinasi) untuk tujuan kontrasepsi setiap satu bulan berturut-turut selama minimal dua tahun.

2. Peserta KB kombinasi (injeksi kombinasi) adalah wanita yang belum pernah mengunakan KB jenis injeksi kombinasi baik jenis pil, suntik, susuk, IUD levonorgestrel, ataupun jenis lainnya untuk tujuan kontrasepsi.

3. Osteoporosis adalah keadaan ketika massa tulang atau kepadatan tulang per unit volume berkurang (berkurangnya kuantitas tulang) dengan nilai T-score < -2,5 SD sehingga mencapai ambang fraktur oleh trauma yang ringan 4. Osteopenia adalah keadaan ketika mulai terlihat adanya kekurangan massa

tulang dengan nilai T-score –1 sampai dengan –2,5 SD. 5. DMT

Kandungan mineral tulang per unit area (gr/ml). WHO memberikan batasan penilaian hasil DMT berdasarkan simpang baku (standard deviasi / SD) dari DMT subjek terhadap referensi (Z) sebagai berikut:

a. Normal : nilai DMT berada dalam satu SD dari rerata dewasa muda rujukan.

b. Osteopeni : DMT lebih dari satu SD, tapi kurang dari 2,5 SD di bawah rerata dewasa muda


(56)

d. Osteoporosis berat : DMT lebih atau sama dengan 2,5 SD di bawah rerata dewasa muda ditambah dengan ≥ satu fraktur fragilitas

6. T-score

Perbedaan antara nilai/hasil yang diperoleh dari penderita dibandingkan dengan hasil pada rerata dewasa muda yang ditunjukan dengan unit dari simpang baku populasi dewasa muda.

7. Paritas adalah jumlah bayi viabel yang pernah dilahirkan . 8. Laktasi adalah wanita menyusui bayi yang baru dilahirkannya

9. Dikatakan gemuk bila BMI ≥ 25 kg/m2 dan kurus jika BMI < 20 kg/m2

10. Bermakna bila olah raga minimal jalan pagi tiga kali/minggu, selama minimal 30 menit.

11. Bermakna bila minum kopi ≥ dua cangkir / hari.

G. PENGOLAHAN DATA

Hasil penelitian dicatat dalam fomulir yang disimpan sebagai berkas data komputer dan selanjutnya dianalisa dengan komputer mengunakan program SPSS versi 12.0 untuk windows. Data diuji statistik dengan uji Chi square dan/atau t-test independent ketika dikatakan terdapat hubungan yang bermakna apabila p < 0,05.


(57)

H. ETIKA PENELITIAN

a. Setiap pasien yang memenuhi kriteria penerimaan akan mendapat penjelasan tentang tujuan dan cara penelitian kemudian diminta tanpa paksaan menandatangani formulir persetujuan penelitian.

b. Setiap pasien yang ikut dalam penelitian ini berhak mengetahui hasil pemeriksaan yang telah dilakukan

c. Setiap pasien juga berhak untuk menarik diri dari penelitian ini.

d. Kepada peserta tidak dikenakan biaya tambahan yang dikaitkan dengan penelitian ini


(58)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK PESERTA PENELITIAN

Besar sampel penelitian ini sebanyak 40 orang, terdiri dari 20 orang pemakai KB injeksi kombinasi dan 20 orang pemakai KB DMPA, yang kontrol ke Puskesmas mandala dan memenuhi kriteria inklusi

Tabel I. Sebaran peserta penelitian berdasarkan umur

DMPA KB kombinasi

Umur (tahun)

n % n %

P

20 - 25 6 30 6 30 1,000

26 - 30 14 70 14 70

Jumlah 20 100 20 100

Mean 27,1 27,45

SD 2,62 2,54

Uji chi square (X2 ): p = 1,000

Sebaran peserta penelitian berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel I. Umur 20 – 25 tahun pada pemakai KB DMPA sebanyak 6 orang (30 %) dan umur 26 – 30 tahun sebanyak 14 orang (70 %). Pada kelompok pemakai KB kombinasi umur 20 – 25 tahun sebanyak 6 orang (30 %) dan umur 26 – 30 tahun sebanyak 14orang (70 %). setelah dilakukan uji statistik dengan Chi square maka didapatkan p = 1,000 ( p >


(59)

0,05 ). Secara statistik tidak terdapat perbedaan umur peserta penelitian yang bermakna antara kelompok pemakai KB DMPA dengan pemakai KB kombinasi.

Tabel II. Sebaran peserta penelitian berdasarkan lama pemakaian DMPA

DMPA KB kombinasi

Lama pemakaian Umur (bulan)

n % n %

P

24 – 59 12 60 20 100 0,001

≥ 60 8 40 0 0

Jumlah 20 100 20 100

Mean 51,05 27,65

SD 18,37 2,41

Uji chi square ( X2 ) : p = 0,001

Dari tabel II dapat dilihat peserta penelitian yang memakai KB DMPA selama 24 – 59 bulan sebanyak 12 orang (60 %) dan yang memakai KB DMPA ≥ 60 bulan sebanyak 8 orang (40 %). Peserta penelitian yang memakai KB kombinasi selama 24 – 59 bulan sebanyak 20orang (100 %) dan yang memakai KB kombinasi ≥ 60 bulan sebanyak 0 orang (0 %) .Rata-rata keseluruhan lama pemakaian KB DMPA pada penelitian ini adalah 51,05 ± 18,37 bulan. Rata-rata keseluruhan lama pemakaian KB kombinasi pada penelitian ini adalah 27,65 ± 2,41 bulan. Setelah dilakukan uji statistik dengan Chi square didapatkan p = 0,001 ( p < 0,05 ), maka secara statistik


(60)

terdapat perbedaan lama pemakaian yang bermakna antara kelompok pemakai KB DMPA dengan pemakai KB kombinasi .

Tabel III: Sebaran karakteristik pola reproduksi peserta penelitian

DMPA KB kombinasi

Pola reproduksi

N % n % p

Usia menars (tahun)

< 12 4 20 2 10 0,661

≥ 12 16 80 18 90

Paritas

<3 11 55 8 40 0,527

≥3 9 45 12 60

Laktasi (bulan)

< 6 5 26,3 1 5,3 0,235*

≥ 6 14 73,7 18 94,7

Uji exact fisher *: uji chi square

Dari tabel II dapat dilihat sebaran peserta penelitian berdasarkan usia menars, jumlah paritas, dan lama masa laktasi. Sebaran usia menars < 12 tahun pada pemakai KB DMPA sebanyak 4 orang (20 %) dan umur > 12 tahun sebanyak 16 orang (80 %). Pada kelompok pemakai KB kombinasi terlihat sebaran usia menars < 12 tahun sebanyak 2 orang (10 %) dan umur > 12 tahun sebanyak 18 orang (90 %). Setelah


(61)

dilakukan uji statistik dengan Uji exact fisher maka didapatkan p = 0,661 ( p > 0,05 ), maka secara statistik tidak terdapat perbedaan usia menars yang bermakna antara kelompok pemakai KB DMPA dengan pemakai KB kombinasi.

Sebaran jumlah paritas < 3 paritas pada pemakai KB DMPA sebanyak 11 orang (55 %) dan umur > 3 paritas sebanyak 9 orang (45 %). Pada kelompok pemakai KB kombinasi terlihat sebaran jumlah paritas < 3 sebanyak 8 orang (40 %) dan paritas > 3 sebanyak 12 orang (60 %). Setelah dilakukan uji statistik dengan uji exact fisher maka didapatkan p = 0,527 ( p > 0,05 ), maka secara statistik tidak terdapat perbedaan jumlah paritas yang bermakna antara kelompok pemakai KB DMPA dengan pemakai KB kombinasi.

Sebaran masa laktasi < 6 bulan pada pemakai KB DMPA sebanyak 5 orang (26,3 %) dan masa laktasi < 6 bulan sebanyak 14 orang (73,7 %). Pada kelompok pemakai KB kombinasi masa laktasi < 6 bulan sebanyak 1 orang (5,3 %) dan masa laktasi < 6 bulan sebanyak 18 orang (94,7 %). Setelah dilakukan uji statistik dengan Uji exact fisher maka didapatkan p = 0,235 ( p > 0,05 ), maka secara statistik tidak terdapat perbedaan masa laktasi < 6 bulan yang bermakna antara kelompok pemakai KB DMPA dengan pemakai KB kombinasi.


(62)

Tabel IV: Sebaran karakteristik habitus peserta penelitian

DMPA KB kombinasi (Cyclofem) Habitus

n % n %

P

BMI (kg/m2)

< 25 16 80 12 60 0,056

≥ 25 4 20 8 40

Means 22,83 24,05

SD 1,75 2,14

Uji T- test independen; p = 0.056

Dari tabel IV dapat dilihat Sebaran nilai BMI < 25 pada pemakai KB DMPA sebanyak 16 orang (80 %) dan nilai BMI > 25 sebanyak 4 orang (20 %). Pada kelompok pemakai KB kombinasi nilai BMI < 25 sebanyak 12 orang (60 %) dan nilai BMI < 25 sebanyak 8 orang (40 %). Rata-rata BMI pemakai KB DMPA adalah 22,83 ± 1,75 kg/m2 dibandingkan pemakai KB kombinasi 24,05 ± 2,14 kg/m2. Dari uji statistik dengan mengunakan uji T independen didapatkan p = 0,056 ( p>0,05 ), yang berarti tidak ada perbedaan BMI yang bermakna antara kedua kelompok peserta penelitian.


(63)

Tabel V : Sebaran karakteristik kebiasaan peserta penelitian

DMPA KB kombinasi

Kebiasaan

N % n %

p

Olah raga Ada

6 30 10 50 0,197

Tidak 14 70 10 50

Minum kopi

Ada 4 20 11 45 0,221

Tidak 16 80 9 55

Uji chi square ( X2 )

Dari tabel V, dapat dilihat sebaran peserta penelitian berdasarkan kebiasaan minum kopi dan olah raga. Sebaran kebiasaan minum kopi pada pemakai KB DMPA sebanyak 4 orang (20 %) dan peserta yang tidak memiliki kebiasaan minum kopi sebanyak 16 orang (80 %). Pada kelompok pemakai KB kombinasi terlihat sebaran kebiasaan minum kopi sebanyak 11 orang (45 %) dan peserta yang tidak memiliki kebiasaan minum kopi sebanyak 9 orang (55 %). Setelah dilakukan uji statistik dengan Uji chi square maka didapatkan p = 0,221 ( p > 0,05 ) maka secara statistik tidak terdapat perbedaan kebiasaan minum kopi yang bermakna antara kelompok pemakai KB DMPA dengan pemakai KB kombinasi.

Sebaran kebiasaan olahraga pada pemakai KB DMPA sebanyak 6 orang (30 %) dan peserta yang tidak memiliki kebiasaan olahraga sebanyak 14 orang (70 %). Pada


(64)

kelompok pemakai KB kombinasi terlihat sebaran kebiasaan olahraga sebanyak 10 orang (50 %) dan peserta yang tidak memiliki kebiasaan olahraga sebanyak 10 orang (50 %). Setelah dilakukan uji statistik dengan uji chi square maka didapatkan p = 0,197 ( p > 0,05 ) maka secara statistik tidak terdapat perbedaan kebiasaan olahraga yang bermakna antara kelompok pemakai KB DMPA dengan pemakai KB kombinasi.

Tabel VI: Sebaran karakteristik DMT peserta penelitian

DMPA KBkombinasi Habitus

n % n %

P

Normal 11 85 18 90 0,598

Osteopeni 2 10 2 10

Osteoporosis 1 5 0 0

Dari tabel diatas dapat diperoleh sebaran karakteristik densitas mineral tulang pada kedua kelompok tidak berbeda bermakna ( p = 0,598 )


(65)

B.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Tabel VII : Sebaran hasil nilai pengukuran DMT peserta penelitian

DMPA KB kombinasi p

Keterangan

N Mean SD n Mean SD P

DMT (gr/ml)

T score 20 -0,438 1,113 20 0,498 0,990 0,008 Z score 20 -0,295 1,059 20 0,511 0,989 0,017

Uji T-test independen

Hasil penelitian ini menunjukkan rerata nilai T-score pada kelompok pemakai KB DMPA sebesar -0,438 ± 1,113 dan Z score -0,295 ± 1,059. Sementara pada kelompok pemakai KB kombinasi dijumpai rerata nilai T-score sebesar 0,498 ± 0,990 dan Z score 0,511 ± 0,989. Secara statistik dengan mengunakan uji t-test independen didapati perbedaan densitas mineral tulang yang bermakna antara kelompok pemakai KB DMPA dengan kelompok pemakai KB kombinasi pada nilai T-score p = 0,008 (p < 0,05 ) dan nilai Z-score p = 0,017 (p < 0,05 )

Penelitian Lopez L.M, dkk, 2006, merupakan penelitian double palcebo – controlled trial, mendapatkan pemberian injeksi kontrasepsi kombinasi tidak menunjukkan efek penurunan nilai densitas mineral tulang; dimana terlihat penurunan nilai densitas mineral tulang pada pemakaian DMPA dan terlihat peningkatan nilai densitas mineral tulang pada pemberian DMPA plus estrogen.19


(66)

Cromer B.A, dkk, 2005, merupakan penelitian randomized clinical trial, 2005 terhadap 123 konseptor KB dewasa, dimana terdapat penurunan DMT pada tulang punggung sebesar -1,8 % pada kelompok yang mendapatkan injeksi DMPA selama 12 minggu sedangkan nilai DMT pada kelompok injeksi kombinasi sebesar 4,8 %. Penurunan DMT pada tulang femur sebesar -5,1 % pada kelompok yang mendapatkan injeksi DMPA selama 12 minggu sedangkan nilai DMT pada kelompok injeksi kombinasi sebesar 4,7 %. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian suplementasi estrogen dapat mencegah terjadinya penurunanan DMT pada kelompok yang mendapat injeksi DMPA.55

Penelitian metaanalisis oleh Curtis KM dkk, 2005, mendapatkan rata-rata densitas tulang pada pemakai KB DMPA jangka panjang lebih rendah dari bukan pemakai tetapi masih dalam T-score 1 SD.45

Albertazzi P dkk, 2006, merupakan penelitian terhadap pemakai KB DMPA yang berusia > 20 tahun, mendapatkan densitas tulang lebih rendah dengan prevalensi T-score ≤ -1 sebanyak 41% dan T-score dibawah –2,5 sebesar 5%.14

Kaunitz,dkk, 2005, mendapatkan bahwa penggunaan kontrasepsi DMPA dapat menurunkan densitas mineral tulang dan dapat dicegah dengan pemberian suplemen estrogen. 46


(67)

Tabel VIII : Sebaran DMT berdasarkan lama pemakaian DMPA dan KB Kombinasi

Lama pemakaian (bulan)

24 – 59 ≥ 60

Keterangan

n Mean SD n Mean SD

p

DMT (gr/ml)

T score 32 0,129 1,115 8 -0,341 1,241 0,303

Z score 32 0,216 1,044 8 -0,325 1,238 0,214

Uji t-test independen

Pada penelitian ini ditemukan rerata densitas mineral tulang pada pemakai KB DMPA dan kombinasi dengan lama pemakaian 24 – 59 bulan, dengan nilai T-score 0,129 ± 1,115 ; dan nilai Z-score 0,216 ± 1,044 . Bila dibandingkan dengan kelompok lama pemakaian ≥ 60 bulan masing-masing 0,0341 ± 1,241 dan –0,325 ± 1,238. Secara statistik dengan mengunakan uji t-test independen tidak dijumpai pengaruh perbedaan lama pemakaian KB DMPA dan KB kombinasi yang bermakna dengan penurunan nilai densitas mineral tulang, dengan nilai T score p = 0,303 (p>0,05) dan nilai Z score sebesar p = 0,214 (p>0,05) diantara kedua kelompok penelitian.

Bahamondes L dkk, 2006, tidak menemukan pengaruh lama pemberian injeksi kombinasi DMPA + estradiol cypionate ( cyclofem ) dengan penurunan densitas mineral tulang. 18


(68)

Tharnprisarn W, dkk, 2002, tidak menemukan pengaruh lama pemberian injeksi kombinasi dengan penurunan densitas mineral tulang. 34

Mehta, dkk, 1993, merupakan suatu penelitian cross sectional, tidak menemukan pengaruh lama pemberian kontrasepsi kombinasi dengan penurunan densitas mineral tulang.47

Petiti DB dkk, 2000, tidak dijumpai hubungan yang bermakna antara lama pemakaian KB DMPA dengan densitas tulang.47

Bahamondes L dkk, 1999, tidak menjumpai perbedaan densitas tulang yang bermakna pada pemakai KB DMPA 2 – 4 tahun dan ≥ 5 tahun.48

Torre EL dkk, 2004, mendapatkan penurunan DMT yang permakna antara pemakai KB DMPA dengan bukan pemakai. Dan penurunan ini tampak menetap setelah pemakaian lebih dari 24 bulan.4

Tabel IX : Sebaran DMT peserta penelitian berdasarkan umur

Umur peserta penelitian (tahun)

20 – 25 26 – 30 p

Keterangan

N Mean SD n Mean SD

T-score

12 0,431 1,016 28 -0,135 1,166 0,153


(69)

Uji t-test independen

Pada hasil penelitian ini diperoleh rerata nilai T-score pada kelompok pemakai KB kombinasi dan DMPA yang berumur 20 – 25 tahun adalah 0,431 ± 1,016; dan rerata nilai T-score pada kelompok pemakai KB kombinasi dan DMPA yang berumur 26 – 30 tahun -0,135 ± 1,166. Secara statistik dengan mengunakan uji t-test independen menunjukan tidak dijumpai perbedaan nilai T-score yang bermakna p = 0,153 ( p > 0,05 ) antara kelompok pemakai KB DMPA dan kelompok pemakai KB kombinasi yang berumur 20 – 25 tahun dengan yang berumur 26 – 30 tahun.

Dibandingkan rerata nilai Z-score pada kelompok pemakai KB kombinasi yang berumur 20 – 25 tahun dan yang berumur 26 – 30 tahun masing-masing 0,441 ± 1,016 dan -0,343 ± 1,108. Secara statistik dengan mengunakan uji t-test independen hasil ini menunjukan tidak dijumpai perbedaan nilai Z-score yang bermakna p = 0,211 ( p > 0,05 ) antara kelompok pemakai KB DMPA dan kelompok pemakai KB kombinasi yang berumur 20 – 25 tahun dengan yang berumur 26 – 30 tahun.

Tharnprisarn W, dkk, 2002, mendapatkan tidak ada perbedaan densitas tulang pada wanita kelompok umur 16 – 19 tahun, 20 – 24 tahun dan 25 – 30 tahun yang memakai KB kombinasi dan DMPA.34


(70)

Kaunitz AM, dkk, 2006, juga mendapatkan tidak ada perbedaan densitas tulang pada wanita kelompok umur 25 - 30 tahun dan 30 – 35 tahun yang memakai KB DMPA dan kombinasi 46

Tabel X : Sebaran DMT peserta penelitian berdasarkan BMI BMI peserta penelitian

< 25 ≥ 25

Keterangan

N Mean SD n Mean SD

P

T-score

28 -0,181 1,217 12 0,540 0,763 0,066 Z-score 28 -0,105 1,164 12 0,605 0,717 0,058

Uji t-test independent

Dari tabel diatas didapatkan rerata nilai T-score pada peserta penelitian yang memakai KB kombinasi dan DMPA dengan BMI < 25 dan ≥ 25 masing-masing – 0,181 ± 1,217 dan 0,540 ± 0,763. Secara statistik dengan mengunakan uji t-test independen tidak dijumpai pengaruh perbedaan BMI < 25 dan BMI > 25 dengan penurunan nilai densitas mineral tulang yang bermakna pada kelompok peserta penelitian yang menggunakan KB DMPA dan KB kombinasi, dimana p = 0,066 ( p > 0,05 ); peserta penelitian yang

Dari tabel diatas didapatkan rerata nilai Z-score pada peserta penelitian yang memakai KB kombinasi dan DMPA dengan BMI < 25 dan ≥ 25 masing-masing -0,105 ± 1,164 dan 0,605 ± 0,717. Secara statistik dengan mengunakan uji t-test


(71)

independen tidak dijumpai pengaruh perbedaan BMI < 25 dan BMI > 25 nilai densitas mineral tulang yang bermakna pada peserta penelitian yang menggunakan KB DMPA dan KB kombinasi, dimana nilai Z-score p = 0,058 ( p > 0,05 ) pada kedua kelompok penelitian.

Scholes dkk, 2003, tidak mendapatkan perbedaan densitas tulang yang bermakna antara BMI < 25 dan BMI ≥ 25 pada kelompok pemakai KB DMPA dan kombinasi.50

Petitti DB dkk, 2000, tidak mendapatkan perbedaan densitas tulang yang bermakna antara BMI < 25 dan BMI ≥ 25 pada kelompok pemakai KB DMPA, kontrasepsi kombinasi,implant Levonorgestrel dan yang tidak pernah mengunakan KB hormonal.47

Tabel XI : Sebaran DMT peserta penelitian berdasarkan kebiasaan olah raga

Kebiasaan olah raga

Ada Tidak Keterangan

N Mean SD N Mean SD

p

T-score

16 -0,014 1,005 24 0,068 1,243 0,826 Z-score 24 0,068 1,242 24 0,149 0,081 0,849 Uji t-test independen


(72)

0,014 ± 1,005 dan 0,068 ± 1,243 .Dengan uji statistik t-test independen maka secara statistik tidak dijumpai perbedaan bermakna nilai ldensitas mineral tulang antara kelompok KB DMPA dan KB kombinasi p = 0,826 ( p>0,05) yang memiliki kebiasaan berolah raga dengan yang tidak.

Dari hasil penelitian didapati Z-score berdasarkan kebiasaan ada olah raga dan tidak berolahraga pada kelompok pemakai KB DMPA dan KB kombinasi masing-masing 0,068 ± 1,242 dan 0,149 ± 0,081.Dengan uji statistik t-test independen maka secara statistik tidak dijumpai perbedaan bermakna nilai ldensitas mineral tulang antara kelompok KB DMPA dan KB kombinasi p = 0,849 (p > 0,05) yang memiliki kebiasaan berolah raga dengan yang tidak.

Clark MK dkk, 2004, tidak mendapatkan perbedaan bermakna pada densitas tulang pemakai KB DMPA dan kombinasi pada kelompok yang berolah raga dengan yang tidak.51

Petiti D.B dkk, 2000, tidak mendapatkan perbedaan bermakna pada densitas tulang pemakai KB Kombinasi dan DMPA pada kelompok yang berolahraga atau tidak.47


(73)

Tabel XII : Sebaran DMT peserta penelitian berdasarkan kebiasaan minum kopi

Kebiasaan minum kopi

Ada Tidak Keterangan

N Mean SD n Mean SD p

T-score

15 0,131 1,130 25 -0,023 1,166 0,685 Z-score 15 0,143 1,130 25 0,088 1,090 0,880 Uji t-test dependen

Hasil penelitian ini didapati T-score kelompok pemakai KB DMPA dan KB kombinasi dengan kebiasaan yang minum kopi dengan yang tidak memiliki kebiasaan minum kopi masing-masing 0,131 ± 1,130 dan -0,023 ± 1,166. Secara statistik dengan mengunakan uji t-test independen didapati tidak ada perbedaan bermakna antara yang mempunyai kebiasaan minum kopi dengan yang tidak pada kedua kelompok penelitian dimana p = 0,685 ( p > 0,05 ). Kemudian terdapat nilai Z-score kelompok pemakai KB DMPA dan KB kombinasi dengan kebiasaan yang minum kopi dan yang tidak memiliki kebiasaan minum kopi masing-masing 0,143 ± 1,130 dan 0,088 ±1,090. Secara statistik dengan mengunakan uji t-test independen didapati tidak ada perbedaan bermakna antara yang mempunyai kebiasaan minum kopi dengan yang tidak pada kedua kelompok penelitian dimana p = 0,880 ( p > 0.05 ).


(74)

Scholes dkk, 2003, tidak mendapatkan perbedaan densitas tulang yang bermakna berdasarkan yang ada kebiasaan minum kopi dan olah raga, pada kelompok pemakai KB Kombinasi dan DMPA.50

Tabel XIII : Sebaran DMT peserta penelitian berdasarkan usia menars

Usia menars (tahun)

< 12 ≥ 12

Keterangan

n Mean SD N Mean SD

p

T-score

6 -0,103 1,559 34 0,594 1,079 0,752 Z-score 6 -0,867 1,556 34 0,143 1,016 0,641 Uji t-test independen

Dari tabel diatas didapatkan rerata nilai T-score pada peserta penelitian yang memakai KB DMPA dan KB kombinasi pada kelompok usia menars < 12 tahun dan ≥ 12 tahun masing-masing -0,103 ± 1,559 dan 0,594 ± 1,079. Secara statistik dengan mengunakan uji t-test independen tidak dijumpai perbedaan nilai densitas mineral tulang yang bermakna antara usia menars < 12 tahun dan usia menars ≥ 12 tahun p = 0,752 (p > 0,05) pada kedua kelompok penelitian.

Dari tabel diatas didapatkan rerata nilai Z-score pada peserta penelitian yang memakai KB DMPA dan KB kombinasi pada kelompok usia menars < 12 tahun dan ≥ 12 tahun masing-masing -0,867 ± 1,556 dan 0,143 ± 1,016. Secara statistik dengan mengunakan uji t-test independen tidak dijumpai perbedaan nilai densitas mineral


(1)

B. SARAN

1. Pemakaian kontrasepsi kombinasi lebih dari 2 tahun memiliki pengaruh yang lebih ringan daripada pemakaian DMPA lebih dari 2 tahun , sehingga pemakaian kontrasepsi DMPA sebaiknya lebih dipertimbangkan mengingat pengaruhnya terhadap densitas mineral tulang

2. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan densitas mineral tulang sebelum

menggunakan kontrasepsi kombinasi atau DMPA terutama jika digunakan dalam waktu yang lama.

3. Perlu penelitian lebih lanjut untuk melihat perubahan nilai densitas tulang dari sejak sebelum pemberian kontrasepsi hormonal sampai setelah penghentian pemakaian kontrasepsi kombinasi dan DMPA setelah lebih dari 2 tahun.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan dan Kandungan. Yayasan Bina Pustaka, 1999

2. Speroff L, Fritz MA. Long-acting methods of contraception. In: Clinical gynecologic endocrinology and infertility. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2005 :945-995.

3. Cunningham FG, William Obstetri, Edisi.21,Vol.2, EGC, 2006

4. Info Preport, Injektable Contraceptives : Tools for Providers, Jhons Hopkins Bloomberg ; School of Public Health, USAID, Desember 2006, Issue Ab. 8, Baltimore, USA. Avaiable at : http :// www. Injectablestookit. Org.

5. Sang, GW ; A Multicented Phase III Comparative Clinical Trial of Mesigna, Injeksi kombinasi and Injectable no. 1. Given Monthy by Intramuscular Injection to chinese Woman ; Contraceptive Efficacy and Side Effects, Elsevier Science inc. New York, USA, 1995 ; 167-183

6. Kamitz AM, Depo-Provera`s Black Box : Time to Reconcider?, contraception 2005 ; vol 72 : 165-167

7. Avaiable at : file :// E : Injeksi kombinasi_files/Injeksi kombinasi.htm

8. Laporan umpan balik. Hasil pelaksanaan subsistem pencatatan pelaporan pelayanan kontrasepsi. Badan Koordinasi Keluarga Berencana. Bidang Informasi Keluarga dan Analisis Program. Medan 2005.

9. Muller Nancy. Self Injecton with Injeksi kombinasi, IPPF Medical Buletin, vol.32, No.5, Oct.1998, London, England. Avaiable at : www.ippf.org.

10.WHO: WHO Steatment on Hormonal Contraception and Bone Health, July, 2005, Avaiable at : www.WHO.com.

11.Hall P.et al, Introduction Study of The Once-a Month : Original Research Article, New York, 1997, Elsevier Science, 56: 353-59.

12.Bruce J, Fundamental Elements of the Quality of Care: A Simple Framework. The PopulationCouncil, Working Papers, New York, May, 1989.


(3)

13.Lunelle: Monthly Contraceptive Injection, Pharmacia & UpJohn Company, Kalamazoo, USA.

14.Kaunitz AM, MD ; Klinikal Obstetric and Gynecology : Injectable Long- Acting Contraceptives, Vol. 44, No. 1, pp : 73-91, 2004, Lippincott Williams & Wilkins. Inc, USA

15.Syaifudin Abdul, Buku Panduan Praktis Pedoman Kontrasepsi, Jakarta, 2003, Ch. 16, 41-46

16.Nahal EN, Original Research Article ; Acceptabillity of Once a Month Injectable Contraceptives Injeksi kombinasi and Mesigyna : Focus Group Discussion, Elsevier Science Inc., 1999 ; 59 : 369-375.

17.WHO: WHO Steatment on Hormonal Contraception and Bone Health, July, 2005, Avaiable at : www.WHO.com.

18.Bahamondes L et al, Original Research Articel : Bone Mineral Density in User of Two Kids of Once a Month Combined Injectable Contraceptives, Elsevier, Contraception : 74 (2006), 259-263

19.Lopez LM et al, Steroidal Contraceptives Effect on Bone Fracture in Woman (Riview), The Cochrane Collaboration, Willey, 2007. Aviable at : htt://www.the cohranelibrary. Com.

20.Birth Control Handbook : Lunelle (Monthly Injection), Mantreal Health Press, 2005. Avaiable at : www.Lunelle.com.

21.The Contraception Report, FDA Approves Combined Monthly Injectable Contraceptive. Contraception 2006 ; 12 : 1-6

22.Injectable Contraceptives : Tools for Providers, Info Reports, JohnHopkins School and Public Health, December 2006, Issue No.8, USAID.

23.Westhoff C. Depot-medroxy progesterone acetate (Depo-provera®): a highly effective contraceptive option with proven long-term safety. Contraception 2003;68:75 – 87

24.Paiva Lucia Costa, et al, Bone Density Among Long-Term Users of


(4)

25.Baziad Ali, Kontrasepsi Hormonal, 2002;3: 18-19

26.Kaunitz AM. Long-acting injectable contraception with depot

medroxyprogesteron acetate. Am J Obstet Gynecol 1994;170;1543-9.

27.Stubblefield PG. Family planning. In: Berek JS, Adashi EY, Hillard PA. Novak’s Gynecology.12th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 1998 :227 – 278.

28.Scott A, Glasier A. Evidence Based contraception choises, Best practice & Research Clinical Obstetrics and Gynecology 2006; Vol 20, no 30: 1 – 16

29.Kaunitz AM., Depo-provera’s black box: time to reconcider?, Contraception 2005;Vol 72: 165 – 7.

30.Jain J, Jakimiuk AJ, Bode FR, Ross D, Kaunitz AM. Contraception efficacy and safety of DMPA-SC. Contraception 2004;70: 269-75.

31.Ortayli N. Progestogen-only injectable contraceptives and bone health. IPPF Medical Bulletin. 2006: 40; 2: 5 – 6

32.Westhoff C. Depot-medroxy progesterone acetate (Depo-provera®): a highly effective contraceptive option with proven long-term safety. Contraception 2003;68:75 – 87

33.Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas. Puskesmas Mandala. 2006. 34.Rome E, et all. Bone biochemical marker in adolescent girls using either depot

medroxyprogesterone acetate or an oral contraceptive. J Pediatr Adolesc Gynecol 2004;17:373 – 7.

35.Delany MF. Strategies for the prevention and treatment of osteoporosis during early postmenopause. Am J Obstet Gynecol 2006; 194: S12 – 23

36.Liu JH, Muse KN. The effect of progestins on bone density and bone metabolism in postmenopausal women: A randomized controlled trial. Am J Obstet Gynecol 2005;192:1316-24.

37.Baziad A.; Menopause dan Andropause, Edisi Pertama, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2003, hal.77.


(5)

38. Bone Density Scan, Medicine.Net, USA, 2007. Avaiable at: www.medicineNet.com.

39.Kelman A, MD ; The Management of Secondary Osteoporosis, Elsevier, Vol. 19, No. 6, pp. 1021-1037, 2005. Avaiable online at : www.sciencedirect.com.

40.Suheimi K., Osteoporosis Post Menapouse, dalam Naskah Lengkap : Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional I. Perhimpunan Osteoporosis Indonesia, Editor Manjas. M. dkk, Bumiminang, Padang, 17-18 Mei 2003: 14-21

41.Chandrawening, Nikodemus, editor, Mengenal Osteoporosis dan Diagnosanya, Buletin Prodia Edisi 02, I, Desember 2005- Juni 2006 : 03-08.

42.Mundy GR, MD ; Osteoporosis : Pathophysiology and Alon-Pharmacological Management, Best Practise and Research Clinical Rhematology, Vol. 15, No. 5, pp. 727-745, 2001. Avaiable Online at http : // www.idealibrary.com

43.Fraukner KG, PhD ; Future methods in The Assessment of Bone Mass and Sructure, Best Prechise & Research Clinical Rheumatology, Vol. 15, No.3, pp. 359-383, 2001. Available online at : www.idealibrary.com

44.Ganiswarna Sulistia G, dkk, Farmakologi dan terapi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Edisi 4, 1995 : 1

45.Curtis KM, Martins SL, Progesteron-only contraception and bone mineral density: a systemic review. Contraception 2006;73: 470-87.

46.Kaunitz AM, Miller PD, Rice VM, Ross D, McClung MR. Bone mineral density in women aged 25-35 years receiving depot medroxyprogesterone acetate: recovery following discontinuation. Contraception 2006; article in press.

47.Petiti DB, Piaggio G, Mehta S, Cravioto MC, Meirik O. Steroid hormone contraception and bone mineral density: A cross-sectional study in an international population. Obstet Gynecol 2000; 95: 736-44


(6)

48.Bahamondes L, Perrotti M, Castro S, Faundess D, Petta C, Bedone A. Forearm bone density in users of Depo-Provera as a contraception method. Fertil Steril 1999; 71: 849-52.

49.Torre EL, Edward CP, Perlman S, Hertweek SP. Bone mineral density in adolescent females using depot medroxyprogesterone acetat. J Pediatr adolesc Gynecol 2004; 17: 17-21

50.Scholes D, Lacroix AZ, Ichikawa LE, Barlow WE, Ott SM. The association between depot medroxyprogesterone acetate contraception and bone mineral density in adolescent women. Contraception 2004;69:99-104.

51.Clark MK, Sowers MR, Nichols S, Levy B. Bone mineral density changes over two years in first-time users of depot medroxyprogesterone acetate. Fertil Steril 1999; 71: 849-52.

52.Tang OS, Tang G, Yip P, Li B, Fan S. Long-term depot-medroxyprogesterone acetate and bone mineral density. Contraception 1999;59:25-29.

53.Cundy T, Cornish J, Robert H, Elder H, Reid IR. Spinal bone density in women using depot medroxyprogesterone contraception. Am J Obstet Gynecol 1998;92:569-73.

54.Kalkwarf HJ, Specker BL, Bianchi DC, Ranz J, Ho M. Bone mineral loss during lactation and recovery after weaning. N Eng J Med 1997; 337: 523-8

55.Cromer B.A, et all. Double blind randomized controlled trial of estrogen supplementation in adollescent girls who received depo medroxyprogesteron acetate for contraception. Am J Obstet Gynecol, 2005; 192 (1) : 42-47