Studi Banding Densitas Mineral Tulang Pada Masa Klimakterium

(1)

STUDI BANDING DENSITAS MINERAL

TULANG PADA MASA KLIMAKTERIUM

TESIS MAGISTER

OLEH

IRWANSYAH PUTRA

DEPARTEMENT OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP H. ADAM MALIK-RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN


(2)

PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN

TIM-5

Pembimbing : Prof. Dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG.K

Dr. Ichwanul Adenin, SpOG.K

Pembanding : Prof. Dr. M. Fauzie Sahil, SpOG.K

Dr. Sarma N. Lumbanraja, SpOG.K

Dr. Binarwan Halim, SpOG.K

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi

salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister


(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahir rahmanir rahiim...

Segala Puji dan Syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, Tuhan Yang Maha Kuasa, berkat Ridha dan Karunia-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Magister Kedokteran Klinis Obstetri dan Ginekologi. Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis ini banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang :

” STUDI BANDING DENSITAS MINERAL TULANG

PADA MASA KLIMATERIUM ”

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran dan Magister Kedokteran Klinis Obstetri dan Ginekologi USU Medan.


(4)

2. Prof. Dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG (K), Kepala Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; Dr. M. Fidel Ganis Siregar, SpOG, Sekretaris Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; Prof. Dr. M. Fauzie Sahil, SpOG (K), Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, Dr. Deri Edianto, SpOG (K), Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; dan juga Prof. Dr. Yusuf Hanafiah, SpOG (K), Prof. Dr. T.M. Hanafiah, SpOG (K), Prof. Dr. Hamonangan Hutapea, SpOG(K), Prof. DR. dr. M. Thamrin Tanjung, SpOG (K), Prof. Dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG (K), Prof. Dr. Budi R. Hadibroto, SpOG (K), dan Prof. Dr. Daulat H. Sibuea, SpOG (K), yang telah bersama-sama berkenan menerima saya untuk mengikuti pendidikan spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

3. Prof. Dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG (K) selaku Kepala Sub Divisi Fetomaternal atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk melakukan penelitian tentang :

” STUDI BANDING DENSITAS MINERAL TULANG

PADA MASA KLIMATERIUM ”

4. Prof. Dr. Delfi Lutan MSc, SpOG.(K) dan Dr. Ichwanul Adenin, SpOG (K) dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktu yang sangat berharga untuk membimbing , memeriksa dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai.

5. Prof. Dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K), Dr. Sarma Nursani Lumbanraja, SpOG(K), Dr. Binarwan Halim, SpOG(K) selaku tim penguji dalam penulisan tesis ini, yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan dalam perbaikan tesis ini.


(5)

6. Dr. Aswar Aboet, SpOG (K), selaku Bapak Angkat saya selama menjalani masa pendidikan ini, yang telah banyak mengayomi, membimbing dan memberikan nasehat-nasehat bermanfaat kepada saya dalam menghadapi masa-masa sulit selama pendidikan dan Dr. M. Fidel Ganis Siregar, SpOG selaku Dosen Pendamping selama saya menjalani program Magister ini

7. Dr. Hotma Partogi Pasaribu, SpOG, selaku pembimbing mini referat Magister saya yang berjudul ”PEMAKAIAN OBAT ANTIBIOTIK DALAM KEHAMILAN”.

8. Dr. Surya Dharma, MPH yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing saya dalam penyelesaian uji statistik tesis ini.

9. Seluruh Staf Pengajar di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU/ RSUP H. Adam Malik- RSUD Dr. Pirngadi Medan, yang secara langsung telah banyak membimbing dan mendidik saya sejak awal hingga akhir pendidikan.

10. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana untuk bekerja sama selama mengikuti pendidikan Magister Kedokteran Klinis Obstetri dan Ginekologi di departemen Obstetri dan Ginekologi.

11. Direktur RSUD Dr. Pirngadi Medan serta Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD Dr. Pirngadi Dr. Rushakim Lubis, SpOG yang telah memberikan kesempatan dan sarana untuk bekerja sama selama mengikuti pendidikan Magister Kedokteran Klinis Obstetri dan Ginekologi di departemen Obstetri dan Ginekologi.


(6)

12. Direktur RS PTPN II Tembakau Deli Medan, Dr. Sofian Abdul Illah, SpOG dan Dr. Nazaruddin Jafar, SpOG(K) beserta staf yang telah memberi kesempatan dan bimbingan selama saya bertugas di bagian tersebut.

13. Teman Sejawat, Asisten Ahli, Dokter Muda, Bidan, Paramedis, karyawan/karyawati, dan pasien-pasien yang telah ikut membantu dan bekerjasama dengan saya dalam menjalani pendidikan Magister Kedokteran Klinis Obstetri dan Ginekologi di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU/RSUP H. Adam Malik.

Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan kepada kedua orang tua saya yang tercinta, Ayahanda Dr. H. Irson Nur Piliang, SpOG dan Ibunda Hj. Nurainun Manurung , yang telah membesarkan, membimbing, mendoakan, serta mendidik saya dengan penuh kasih sayang dari masa kanak-kanak hingga kini, memberi contoh yang baik dalam menjalani hidup serta motivasi selama mengikuti pendidikan ini.

Kepada kakak dan adik saya, Dr. Suri Anita dan Kartika Sari, S.Ked yang telah banyak memberikan dukungan kepada saya, khususnya selama menjalani pendidikan dan masa-masa yang sulit serta memberikan motivasi kepada saya selama mengikuti pendidikan ini.

Khususnya kepada istri saya yang sangat saya kasihi dan cintai Liony Alda, SKG, terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan dan diiringi permohonan


(7)

maaf saya yang sebesar-besarnya karena kesibukan menyelesaikan tugas-tugas di pendidikan ini, tugas saya sebagai suami sedikit terabaikan. Tanpa pengorbanan, doa dan dukungan dari istri saya tercinta , tidak mungkin tugas-tugas ini dapat saya selesaikan.

Akhirnya kepada seluruh keluarga handai tolan yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkah-Nya kepada kita semua.

Amin Ya Rabball ‘Alamin...

Medan, Desember 2010


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

ABSTRAK ... xii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 LATAR BELAKANG ... 1

1.2 PERUMUSAN MASALAH ... 5

1.3 HIPOTESA PENELITIAN ... 6

1.4 TUJUAN PENELITIAN ... 6

1.5 MANFAAT PENELITIAN ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 OSTEOPOROSIS ... 8

2.1.1 DEFENISI …... 8

2.1.2 KOMPOSISI TULANG ... 9

2.1.3 FISIOLOGIS PEMBENTUKAN TULANG ... 12

2.1.4 MODELING DAN REMODELING TULANG ... 12


(9)

2.1.6 PATOFISIOLOGI OSTEOPOROSIS ... 16

2.1.7 FAKTOR RESIKO OSTEOPOROSIS …... 19

2.1.8 FAKTOR LAIN YANG TERLIBAT DALAM OSTEOPOROSIS ... 20

2.1.9 GEJALA-GEJALA PENGEROPOSAN TULANG ... 25

2.1.10 DIAGNOSTIK OSTEOPOROSIS ... 26

2.2 KLIMAKTERIUM ... 34

2.2.1 TAHAPAN KLIMAKTERIUM …... 34

2.3 PERUBAHAN HORMON ESTROGEN ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 37

3.1 RANCANGAN PENELITIAN ... 37

3.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN …... 37

3.2.1 TEMPAT PENELITIAN ... 37

3.2.2 WAKTU PENELITIAN ... 37

3.3 POPULASI PENELITIAN ... 37

3.4 BESAR SAMPEL PENELITIAN ... 37

3.5 KRITERIA PENELITIAN ... 39

3.5.1 KRITERIA INKLUSI ... 39


(10)

3.6 KERANGKA PENELITIAN ...………...….. 40

3.7 CARA KERJA ... 41

3.8 BATASAN OPERASIONAL ... 41

3.9 ANALISA DATA ....…... 42

3.10 ETIKA PENELITIAN ... 43

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

4.1 HASIL PENELITIAN ... 44

4.2 PEMBAHASAN ... 51

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

5.1 KESIMPULAN ... 54

5.2 SARAN ... 54

DAFTAR PUSTAKA ....………... 55


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Quantitative Ultra Sound / QUS ... 33

Gambar 2. Grafik nilai densitas mineral tulang yang di kelompokan berdasarkan masa klimaterium awal, perimenopause, dan klimaterium akhir ... 46 Gambar 3. Grafik Indeks masa tubuh yang di kelompokkan berdasarkan masa klimaterium awal, perimenopause dan masa klimaterium akhir ... 48 Gambar 4. Grafik diagram sebar antara nilai densitas mineral tulang (T-Score) dengan umur ... 49 Gambar 5. Grafik diagram sebar antara nilai densitas mineral tulang (T-Score) dengan IMT... 50


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Pendekatan terhadap evaluasi osteoporosis ... 25

Tabel 4.1. Tabel distribusi densitas mineral tulang dengan masa klimakterium awal, perimenopause dan klimakterium Akhir ... 44 Tabel 4.2. Nilai densitas mineral tulang yang di kelompokan berdasarkan masa klimaterium awal, perimenopause, dan klimaterium akhir ... 45 Tabel 4.3. Nilai indeks masa tubuh yang di kelompokkan berdasarkan masa klimaterium awal, perimenopause dan masa klimaterium akhir ... 47


(13)

STUDI BANDING DENSITAS MINERAL TULANG PADA MASA KLIMATERIUM

Putra I, Lutan D, Adenin I

Departemen Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran USU/RSUP. H. Adam Malik Medan

ABSTRAK

Tujuan : Untuk mengetahui apakah ada terjadi penurunan nilai densitas mineral

tulang wanita pada masa klimakterium sesuai dengan bertambahnya usia seorang wanita.

Rancangan Penelitian : Penelitian ini merupakan jenis penelitian Analitik dengan

metode crossectional. Sampel adalah seluruh wanita dengan usia 35 tahun – 65

tahun yang bersedia ikut dalam penelitian ini yang berkunjung ke Pusat Rehabilitasi Medik RSUP.H.Adam Malik Medan, yang dibagi atas 3 yaitu, klimakterium awal (35-45 tahun), masa perimenopause (46-55 tahun), dan klimakterium akhir (56-65 tahun). Analisa data dengan menggunakan SPSS for windows versi 17.00, dimana untuk melihat hubungan antara kelompok densitas mineral tulang dengan masa klimakterium digunakan uji chi-square dan untuk melihat perbedaan nilai densitas mineral tulang pada masa klimakterium digunakan uji Anova. Sedangkan untuk melihat penurunan nilai densitas mineral tulang pada masa klimakterium digunakan Regresi Linier.

Hasil Penelitian ; Dari hasil pengumpulan data, di jumpai pada masa klimakterium

awal, densitas mineral tulang terbanyak adalah normal 17 orang (85%). Pada masa perimenopause, densitas mineral tulang terbanyak adalah osteopenia 10 orang (50%). Sedangkan pada masa klimakterium akhir, densitas mineral tulang terbanyak


(14)

adalah osteopenia dan osteoporosis 8 orang (40%). Adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara densitas mineral tulang dengan masa klimakterium yang dapat dilihat dari nilai p = 0,001 ( p< 0,05 ). Dijumpai nilai rata-rata densitas mineral tulang pada klimakterium awal, perimenopause dan klimakterium akhir adalah masing-masing -0,625, -1,390, -1,885. Hal ini menunjukkan adanya penurunan nilai densitas mineral tulang dari klimaterium awal, perimenopause dan klimakterium akhir. Adanya perbedaan bermakna rata-rata nilai densitas mineral tulang pada ketiga kelompok dengan nilai p = 0,001 (p<0.05). Dari uji perbedaan bermakna yang paling kecil (LSD), menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara masa perimenopause dengan klimakterium akhir p > 0,05. Dijumpai nilai rata-rata IMT pada klimakterium awal adalah 22,02 , perimenopause adalah 21,84 ,dan klimakterium akhir adalah 22,56. Tidak adanya perbedaan yang bermakna dari ketiga kelompok klimakterium p > 0,05. Dijumpai hubungan berbanding terbalik antara kedua variabel tersebut. Yang mana semakin tinggi usia semakin kecil nilai densitas mineral tulang (T-Score) dengan nilai r = - 0,749. Dijumpai hubungan berbanding lurus antara kedua variabel tersebut. Yang mana semakin tinggi IMT semakin tinggi juga nilai densitas mineral tulang (T-Score) dengan nilai r = 0,355.

Kesimpulan : Dari penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa Nilai rata-rata

densitas mineral tulang pada wanita masa klimakterium awal (35-45 tahun), masa perimenopause (46-55 tahun), masa klimakterium akhir (56-65 tahun) adalah -0,625 (Normal), -1,390 (Osteopenia), -1,885 (Osteopenia). Dijumpai perbedaan bermakna rata-rata nilai densitas mineral tulang pada ketiga kelompok tersebut. Dijumpai hubungan berbanding terbalik antara usia dengan densitas mineral tulang. Yang mana semakin tinggi usia, semakin kecil nilai densitas mineral tulang.


(15)

STUDI BANDING DENSITAS MINERAL TULANG PADA MASA KLIMATERIUM

Putra I, Lutan D, Adenin I

Departemen Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran USU/RSUP. H. Adam Malik Medan

ABSTRAK

Tujuan : Untuk mengetahui apakah ada terjadi penurunan nilai densitas mineral

tulang wanita pada masa klimakterium sesuai dengan bertambahnya usia seorang wanita.

Rancangan Penelitian : Penelitian ini merupakan jenis penelitian Analitik dengan

metode crossectional. Sampel adalah seluruh wanita dengan usia 35 tahun – 65

tahun yang bersedia ikut dalam penelitian ini yang berkunjung ke Pusat Rehabilitasi Medik RSUP.H.Adam Malik Medan, yang dibagi atas 3 yaitu, klimakterium awal (35-45 tahun), masa perimenopause (46-55 tahun), dan klimakterium akhir (56-65 tahun). Analisa data dengan menggunakan SPSS for windows versi 17.00, dimana untuk melihat hubungan antara kelompok densitas mineral tulang dengan masa klimakterium digunakan uji chi-square dan untuk melihat perbedaan nilai densitas mineral tulang pada masa klimakterium digunakan uji Anova. Sedangkan untuk melihat penurunan nilai densitas mineral tulang pada masa klimakterium digunakan Regresi Linier.

Hasil Penelitian ; Dari hasil pengumpulan data, di jumpai pada masa klimakterium

awal, densitas mineral tulang terbanyak adalah normal 17 orang (85%). Pada masa perimenopause, densitas mineral tulang terbanyak adalah osteopenia 10 orang (50%). Sedangkan pada masa klimakterium akhir, densitas mineral tulang terbanyak


(16)

adalah osteopenia dan osteoporosis 8 orang (40%). Adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara densitas mineral tulang dengan masa klimakterium yang dapat dilihat dari nilai p = 0,001 ( p< 0,05 ). Dijumpai nilai rata-rata densitas mineral tulang pada klimakterium awal, perimenopause dan klimakterium akhir adalah masing-masing -0,625, -1,390, -1,885. Hal ini menunjukkan adanya penurunan nilai densitas mineral tulang dari klimaterium awal, perimenopause dan klimakterium akhir. Adanya perbedaan bermakna rata-rata nilai densitas mineral tulang pada ketiga kelompok dengan nilai p = 0,001 (p<0.05). Dari uji perbedaan bermakna yang paling kecil (LSD), menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara masa perimenopause dengan klimakterium akhir p > 0,05. Dijumpai nilai rata-rata IMT pada klimakterium awal adalah 22,02 , perimenopause adalah 21,84 ,dan klimakterium akhir adalah 22,56. Tidak adanya perbedaan yang bermakna dari ketiga kelompok klimakterium p > 0,05. Dijumpai hubungan berbanding terbalik antara kedua variabel tersebut. Yang mana semakin tinggi usia semakin kecil nilai densitas mineral tulang (T-Score) dengan nilai r = - 0,749. Dijumpai hubungan berbanding lurus antara kedua variabel tersebut. Yang mana semakin tinggi IMT semakin tinggi juga nilai densitas mineral tulang (T-Score) dengan nilai r = 0,355.

Kesimpulan : Dari penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa Nilai rata-rata

densitas mineral tulang pada wanita masa klimakterium awal (35-45 tahun), masa perimenopause (46-55 tahun), masa klimakterium akhir (56-65 tahun) adalah -0,625 (Normal), -1,390 (Osteopenia), -1,885 (Osteopenia). Dijumpai perbedaan bermakna rata-rata nilai densitas mineral tulang pada ketiga kelompok tersebut. Dijumpai hubungan berbanding terbalik antara usia dengan densitas mineral tulang. Yang mana semakin tinggi usia, semakin kecil nilai densitas mineral tulang.


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang pada tahap awal belum memberikan gejala-gejala yang diketahui (asymtomatic disease). Osteoporosis baru diketahui ada apabila secara tidak sengaja si penderita mengalami patah tulang tertentu hanya dengan kecelakaan yang ringan saja.1,2,10

Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemis dimana tulang mengalami kehilangan massa tulang dan kerusakan konstruksi trabekula tulang, sehingga kortex menjadi lebih tipis dan medula lebih spongius atau berongga. Konsekuensinya tulang menjadi lebih rapuh dan mudah patah.3,4,10

Osteoporosis tidak hanya masalah pada wanita. Osteoporosis terjadi pada 75 juta orang di Amerika, Eropa, dan Jepang, termasuk sepertiganya adalah wanita

postmenopause.4 Di Amerika Serikat, 44 juta orang yang berusia 50 tahun atau

lebih, termasuk 14 juta laki-laki, memiliki massa tulang yang rendah atau osteoporosis5,6,7.

Tujuan dari pencegahan dan terapi osteoporosis adalah untuk mencegah terjadinya fraktur. Bila dilihat dari segi usia, insiden terjadinya fraktur panggul, vertebra dan pergelangan meningkat sesuai dengan meningkatnya usia, dan insidens terjadinya fraktur pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Wanita kulit putih usia 85 tahun, mempunyai insiden fraktur panggul sebesar 3% per tahun. Resiko fraktur pada osteoporosis pada umur 50 tahun di Inggris diperkirakan sekitar 14% untuk fraktur panggul, 11 % untuk vertebra, dan 13% untuk tulang


(18)

radius. Koresponden di Amerika Utara menyatakan resiko fraktur pada wanita lebih tinggi 17,5%, 15.6% dan 16%. Diperkirakan insidens terjadinya fraktur panggul pertahun di Inggris sebesar 60.000, fraktur tulang sekitar 50.000, dan fraktur vertebra yang didiagnosis secara klinis sebesar 40.000. Walaupun demikian, insiden sebenarnya untuk fraktur vertebra lebih tinggi dari pada data sebenarnya, dimana lebih dari dua per tiga dan kemungkinan sebanyak 85%, tidak mendapatkan perhatian secara medis.8,9

Di Indonesia, data nasional belum ada namun meningkatnya kelompok usia lanjut yang akan mencapai sekitar 16 juta dalam abad ini, dengan sendirinya penderita osteoporosis akan semakin banyak dan dengan demikian penderita patah

tulang akan meningkat dan merupakan masalah kesehatan di masa mendatang.6,8,9

Menopause berdasarkan rekomendasi WHO tahun 1981 dan telah diperbaharui kembali oleh Technical Working Party WHO tahun 1994 didefinisikan sebagai : penghentian permanen siklus haid pada wanita yang disebabkan oleh pengurangan aktifitas folikel ovarium. Diagnosa berdasarkan pemantauan selama amenorea 12 bulan berturut-turut dan tidak terdapat penyebab lainnya, patologis

atau psikologis.5,7 Postmenopause dimulai 5 tahun setelah menopause, sedangkan

pramenopause terjadi 4-5 tahun sebelum masa menopause. 10,11,15

Hormon estrogen dalam kadar normal akan memicu aktifitas osteoblas dalam formasi tulang untuk membentuk kolagen. Kadar estrogen yang sangat rendah dapat menghambat kerja osteoblas dan akan meningkatkan kerja osteoklas sehingga remodeling tulang tidak seimbang dan lebih banyak ke proses resorpsi tulang (osteoklas lebih aktif dari osteoblas) sehingga ancaman terjadinya osteopenia


(19)

sampai osteoporosis. Kehilangan massa tulang pada awal menopause sekitar 10% dan berkelanjutan sekitar 2-5% pertahun.10,12

Penurunan hormon estrogen merupakan penyebab lebih cepat terjadinya osteporosis primer pada wanita postmenopause. Osteoporosis biasanya terjadi pada usia 55-70 tahun dan sering menyebabkan kolaps tulang belakang, tinggi badan berkurang karena bengkok, fraktur tulang panggul dan pangkal pergelangan tangan. Saat ini dinyatakan bahwa osteoporosis merupakan penyakit endemik manusia usia lanjut.10,12,13

Pada tahun 1990, populasi wanita menopause di seluruh dunia dilaporkan mencapai jumlah 476 juta jiwa, 40% di antaranya berada di negara industri. Diperkirakan jumlah populasi wanita menopause pada tahun 2030 sebanyak 1.200 juta dengan distribusi di negara berkembang sebesar 76%. Data yang didapatkan dari daerah Asia Tenggara juga menunjukkan fenomena serupa. Umur di negara barat seperti populasi wanita menopause Amerika Serikat dan United Kingdom adalah 51,4 dan 50,9 tahun. Untuk negara Asia, ternyata didapatkan nilai yang tidak jauh berbeda. Sebuah studi yang dilakukan pada 7 negara Asia Tenggara memperlihatkan usia median terjadinya menopause yaitu 51,9 tahun. Untuk Indonesia sendiri, laporan tahun 1990 menyebutkan terjadi menopause pada usia 50 tahun. Studi yang diadakan di Malaysia terhadap 3 jenis etnik yaitu Melayu, Cina dan India, menyebutkan bahwa menopause terjadi pada usia 50,7 tahun.13,14

Tahapan menopause atau klimakterium adalah tahap awal penurunan fungsi ovarium, yang ditandai dengan menstruasi yang tidak teratur dengan dijumpai gejala vasomotor. Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa masa klimakterium berlangsung selama 30 tahun (usia 35-65 tahun), dan dibagi menjadi 3 bagian untuk


(20)

kepentingan klinis, yaitu: Klimakterium awal (35-45 tahun) pada masa ini mulai terjadi keluhan gangguan haid oleh karena kadar esterogen mulai rendah, masa perimenopause (46-55 tahun) terbagi pada tahap pramenopause (umur 45-50), menopause (umur 50 tahun), postmenopause (umur > 55 tahun) pada masa ini sudah dijumpai keluhan klinis defisiensi estrogen pada vasomotor, flour albus, dispareunia, osteopenia, dan osteoporosis, Klimakterium akhir ( 56-65 tahun) pada masa ini didapati kadar estrogen yang sangat rendah sampai tidak ada. Dengan ancaman masalah jantung, aterotrombosis, serta fraktur oleh karena osteoporosis.3,11,10,15

Pemeriksaan radiologi konvensional mempunyai peran yang kecil dalam menegakkan diagnosis osteoporosis. Hal ini dikarenakan pemeriksaan rontgen konvensional tidak dapat menentukan derajat bone loss. Osteoporosis dan juga kelainan tulang, baru diketahui pada pemeriksaan rontgen apabila massa tulang telah berkurang lebih dari 30%.4,16,17

Untuk menilai densitas dari tulang dilakukan pemeriksaan Bone Mineral Density (BMD), salah satunya dengan Alat Ultrasound Densitometry atau Quantitative Ultrasound (QUS), yang memiliki potensial untuk mengukur struktur tulang menggunakan gelombang suara dengan nilai dalam T-score.16,17

Alat sonografi pada densitometri ini tidak berbeda prinsip kerjanya dengan alat USG yang biasa kita kenal dan kita pakai pada pemeriksaan abdomen obstetric. AEU menggunakan frekwensi gelombang suara yang sekitar 0,2 sampai 0,5 MHz (bandingkan dengan USG yang biasa dipakai untuk pemeriksaan abdomen atau obstetri, yaitu 3,5 MHz dan untuk payudara sekitar 5-7,5 MHz), berarti panjang


(21)

Bila hasil T-score lebih dari -1 SD dikategorikan normal, antara -1 sampai -2,5 SD disebut osteopenia, dan di bawah -2,5 SD disebut osteoporosis.17

Dayeng A.N, dalam penelitiannya “Diagnosa osteoporosis pada wanita menopause dengan mempergunakan Achilles Express Ultrasonometer” menyimpulkan bahwa Alat Achilles Express Ultrasonometer dapat dipakai sebagi screening awal untuk mendiagnosa osteoporosis dan untuk memonitoring hasil-hasil terapi serta memiliki beberapa kelebihan antara lain selain harga terjangkau, mudah dalam penggunaannya dan juga memiliki ketetapan pemeriksaan osteoporosis.

Penggunaan USG densitometri ini baru diakui oleh FDA pada tahun 1998 yang berarti layak pakai sebagai alat pemeriksaan osteoporosis. Dibandingkan dengan QCT, alat ini jauh lebih praktis, karena tampilan alat yang portable dan biaya pemeriksaan yang lebih murah. Pemakaian paparan radiasi yang rendah densitometer sebagai alat pemeriksaan untuk mendeteksi osteoporosis.16,17

Di Amerika pemakaian alat densitometer untuk mendeteksi osteoporosis baru direkomendasikan untuk kaum wanita, karena osteoporosis jarang ditemukan pada kaum pria.17

1.2. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian masalah dalam latar belakang tersebut, Mengingat kejadian kasus osteoporosis pada wanita sangat besar maka dalam penegakan diagnosis osteoporosis dilakukan pemeriksaan densitas mineral dengan Quantitative Ultrasonografi (QUS). Pemeriksaan nilai densitas mineral tulang dengan Quantitative Ultrasonografi (QUS) jauh lebih praktis, karena tampilan alat yang portable dan


(22)

biaya pemeriksaan yang lebih murah. Untuk itu, peneliti membandingkan nilai densitas mineral tulang wanita pada masa klimakterium yang dibagi atas 3 yaitu, klimakterium awal (35-45 tahun), Masa perimenopause (46-55 tahun), dan klimakterium akhir (56-65 tahun.

1.3. HIPOTESA PENELITIAN

Adanya hubungan berbanding terbalik antara usia dengan densitas mineral tulang, yang mana semakin tinggi usia semakin kecil nilai densitas mineral tulang. 1.4. TUJUAN PENELITIAN

Umum :

Untuk mengetahui apakah ada terjadi penurunan nilai densitas mineral tulang wanita pada masa klimakterium sesuai dengan bertambahnya usia seorang wanita.

Khusus :

1. Untuk mengetahui nilai densitas mineral tulang pada wanita masa klimakterium awal (35-45 tahun), perimenopause (46-55 tahun), masa klimakterium akhir (56-65 tahun).

2. Untuk mengetahui perbedaan nilai densitas mineral tulang pada wanita masa klimakterium.

3. Untuk mengetahui hubungan antara nilai densitas mineral tulang pada wanita dengan Indek Masa Tubuh (IMT).


(23)

1.5. MANFAAT PENELITIAN

Agar dapat alat Quantitative Ultrasonografi (QUS) digunakan sebagai skrening awal dalam menegakkan diagnosa dini osteoporosis pada masa klimakterium seorang wanita.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. OSTEOPOROSIS

2.1.1. DEFENISI

Osteoporosis berasal dari kata osteo (tulang) dan porous (keropos), yang disebut juga pengeroposan tulang yaitu tulang menjadi tipis, rapuh, dan keropos, serta mudah patah. Tulang keropos jarang menimbulkan keluhan dan pada umumnya pasien baru konsultasi ke dokter setelah terjadi patah tulang. Oleh karena itu, tulang keropos dianggap sebagai si pembunuh diam-diam. Tulang yang keropos terlihat berlubang-lubang seperti karet spons. Wanita yang telah keropos tulangnya mudah diamati dari sikap berdiri yang tidak bisa tegap lagi.9,10,18

Osteoporosis dan massa tulang rendah menyerang sekitar 43,6 juta orang Amerika "America's Bone Health" Lembaga Osteoporosis Nasional, 2002 yang sebagian besar di antaranya adalah kaum wanita. Akibatnya, populasi ini mengalami peningkatan resiko fraktur, terutama panggul dan tulang belakang.19

Osteoporosis adalah penyakit tulang yang oleh World Health Organisation

(WHO), 1994 dikatakan sebagai "progressive sistemic skeletal disease

characterised by low bone mass and microarchitectural deterioration of tissue, with a consequent increase in bone fragility and susceptibility to fracture.”1,2,6,11,20

Osteoporosis, yang berarti tulang keropos. Komponen tulang terdiri atas kalsium dan fosfat yang menyokong matrix tulang. Penyebab terjadinya fraktur adalah penyakit tulang sistemis dimana tulang mengalami kehilangan massa tulang


(25)

dan kerusakan konstruksi trabekula tulang, sehingga kortex menjadi lebih tipis dan medula lebih spongius atau berongga. Konsekuensinya tulang menjadi lebih rapuh dan mudah patah.20,22

Kalsium dan fosfat merupakan dua mineral yang penting untuk pembentukan tulang. Pada usia muda, tubuh menggunakan dua mineral ini untuk membentuk tulang. Apabila asupan kalsium tidak mencukupi atau tubuh tidak memperoleh cukup kalsium dari makanan, maka pembentukan tulang dan jaringan tulang akan terganggu. Seiring dengan bertambahnya usia, dimana absorpsi kalsium menurun sehingga akan melemahkan jaringan tulang.17,20,22

Keadaan ini dapat terjadi baik pada pria maupun wanita dengan prevalensi osteoporosis dapat terjadi pada 1 dari 3 wanita usia lanjut. Pada wanita menopause kadar estrogen mulai menurun sehingga mulai terjadi gangguan keseimbangan antara bone resorption (penyerapan fulang) oleh osteoklas dan bone formation (pembentukan tulang) oleh osteoblas.10,17,23,24,25

Di Indonesia data yang pasti mengenai jumlah osteoporosis belum ditemukan. Data retrospektif osteoporosis yang dikumpulkan di UFT Makmal Terpadu Imunoendokrinologi, FKUI, dari 1690 kasus osteoporosis, ternyata yang

pernah mengalami patah tulang femur dan radius sebanyak 249 kasus (14,7%).12

Demikian pula angka kejadian pada fraktur hip, tulang belakang dan wrist di RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2001-2005, meliputi 49 dari total 83 kasus fraktur hip pada wanita usia >60 tahun. Terdapat 8 dari 36 kasus fraktur tulang belakang dan terdapat 53 dari 173 kasus fraktur wrist. Dimana sebagian besar terjadi pada wanita >60 tahun dan disebabkan oleh kecelakaan rumah tangga.23,24,26


(26)

2.1.2. KOMPOSISI TULANG

Unsur-unsur yang membentuk tulang adalah :27

a. Sel-sel tulang : osteoblas, asteoklas, osteosit

b. Mineral (±65%) c. Matriks (±35%)

d. Air

Dilihat dari beratnya diperkirakan jaringan tulang terdiri dari 65% mineral bahan anorganis 5-8% air dan sisanya terdiri dari bahan organis atau matriks ekstraselular, 95% mineral merupakan kristal hidroksiapatit, dan sisanya 5% terdiri dari bahan anorganis, 98% dari bahan organis mengandung jaringan kolagen tipe I dan sisanya 2% terdiri dari beberapa protein non kolagen. Pada osteoporosis, rasio antara zat organis dan anorganis adalah seimbang.27

a. Sel-sel tulang

Metabolisme tulang diatur oleh sel tulang (Osteoblas, Osteoklas, Osteokosit) yang dapat memberikan reaksi terhadap rangsangan. Rangsangan spesifik diatur oleh reseptor sel yang terdapat pada membran sel atau di dalam sel. Reseptor yang berada di membran sel mengikat rangsangan dari luar dan kemudian mengirimkan informasi tersebut ke inti sel melalui mekanisme transduksi.27

Sementara itu reseptor di dalam sel (sitoplasma atau intisel) dapat mengikat rangsangan (biasanya hormon steroid) yang melewati membran sel dan masuk kedalam sel untuk memindahkan efektor ke inti yang didalamnya terdapat kompleks


(27)

reseptor steroid yang terikat pada asam deoksiribonukleat (DNA) spesifik dari rangkaian gen.27

b. Mineral

Susunan utama dari mineral adalah kalsium yang analog dengan kristal kalsium Phospat dengan rumus kimia 3 Ca3 (PO)2 Ca (OH)2 yang dikenal sebagai kristal kalsium hidroksiapatit. Kalsium hidroksiapatit berbentuk piringan kristal tajam seperti jarum, berbeda di dalam dan diantara serat kolagen dengan panjang 20-80 nm dan tebal 2-5 nm. Kristal ini tidak murni tapi mengandung unsur lain yaitu senyawa karbonat, senyawa sitrat, dengan unsur magnesium, natrium, dan fluorida yang dapat dijumpai pada sisi dari kristal atau terserap ke dalam sampai kepermukaan kristal.27

c. Matriks tulang

Matriks tulang adalah bentuk organis tulang. Sekitar 35% dari berat tulang kering mengandung 98% kolagen dan sisanya 2% terdiri dari beberapa macam protein non kolagen. Kolagen adalah protein dengan daya larut yang sangat rendah, berbentuk tripel helik, terdiri dari 2 rantai a1(I) dan a2(II) berbentuk silang ( cross linked ) dengan ikatan hidrogen antara hidroksi protein dan residu lainnya. Setiap molekul berada dalam satu garis bersama dengan lainnya dan membentuk serat kolagen. Golongan protein non kolagen yang jumlahnya banyak adalah osteonektin dan osteokalsin ( bone-Glaprotein).27

Osteokalsin adalah protein kecil yang jumlahnya 10-12% dari protein non kolagen dan erat hubungannya dengan fase mineralisasi tulang. Osteonektin adalah


(28)

protein besar yang disekresi oleh osteoblas (OBL) yang berfungsi mengikat kolagen dan hidroksiapatit.27

2.1.3. FISIOLOGIS PEMBENTUKAN TULANG

Tulang dibentuk di dalam kandungan mulai trimester 3 kehamilan yang disebut tulang woven, setelah lahir menjadi tulang lameral yang hanya mengandung 25 gr kalsium dan selanjutnya berkembang terus karena pengaruh lokal dan sistemik serta meningkatkan kalsium sampai 1000 gr saat tulang mencapai kematangan.3,17,23

Massa tulang terbentuk dari masa bayi sampai mencapai puncaknya sewaktu usia dewasa, nilai ini ditentukan oleh faktor genetik nutrisi, kegiatan fisik dan penyakit. Makin tinggi nilai masa tulang ini dicapai akan semakin makin baik, setelah puncak dicapai pada umur 30 tahun, maka kurva akan mendatar (plateau) dan kemudian sekitar umur 40 tahun kurva mulai menurun. Kecepatan laju penurunan sekitar ±1 % per tahun.3,23,28

Selama perkembangannya tulang terus membutuhkan kalsium yang sangat tinggi sampai masa pubertas dimana proses kematangan hormon reproduksi, estrogen pada wanita dan testosteron pada laki-laki. Karena pengaruh anabolik dan prekursor estrogen terjadilah proses bone remodeling atau pergantian masa tulang.3,23,28

Proses remodeling ini melalui 2 tahap yaitu oleh tahap bone formation atau pembentukan tulang oleh osteoblas dan tahap bone resorption resorpsi atau penyerapan tulang oleh osteoklas. Sebagai puncak pembentukan terjadi pada


(29)

wanita usia 30 tahun dan akan mengalami penurunan pada masa menopause sampai usia lanjut.3,23,28

2.1.4. MODELING DAN REMODELING TULANG

Tulang merupakan jaringan yang hidup secara terus menerus mengalami pembentukan dan perombakan (resorpsi). Tulang mempunyai kemampuan untuk membentuk dirinya sendiri secara terus menerus melakukan suatu cara yang teratur. Pada usia muda menjelang 20 tahun proses pembentukan tulang sangat aktif, jauh melampaui proses penyerapan tulang. Pada usia 20 - 40 tahun kedua proses hampir sama aktif, sedangkan di atas 40 tahun proses resorpsi lebih aktif dibandingkan proses pembentukan tulang. Akibatnya massa tulang jadi lebih kecil.29,30

Pembentukan tulang terjadi melalui 4 tahap. Pertama-tama tulang yang sudah tua diserap dan kemudian dibentuk tulang baru. Dalam proses ini sel-sel osteoklas dan osteoblas memegang peranan. Adapun proses pada kortikal (compact) bone dan spongios (concellus) bone.29,30,31

1. Pembentukan osteoblas dan fungsinya

Sel osteoblas terbentuk dari sel prekursor yang kemudian berdiferensiasi menjadi sel osteoblas matang. Sel prekursor adalah stem sel dari sum-sum tulang yang disebut stem sel mesenkim (mesenchymal stem cell l [MSC]). Beberapa sel osteoblas berdiferensiasi lebih sampai menjadi osteosit. Osteosit membentuk lebih dari 90% sel tulang pada orang dewasa. Osteosit dianggap yang terlibat dalam respon tulang terhadap beban mekanis.29,30,31

Beberapa protein dan kelompok protein diperlukan dalam menentukan osteoblas. Tiga protein tersebut adalah.29,30,31


(30)

1.1. Bone Morphogenic Proteins (BMP's)

Suatu kelompok protein yang disebut Bone Morphogenic Proteins (BMP's) menarik mesenchymal stem cell (MSC) untuk memulai proses diferensiasi menjadi sel osteoblas yang matang. BMP’s tidak bekerja secara langsung terhadap stem sel mesenkim (mesenchymal stem cell [MSC]), tetapi bekerja dengan cara mengaktifkan gen yang lain.29,30,31

1.2. Core Binding Factor Alpha (Cbfa 1)

Cbfa 1 merupakan faktor transkripsi yang penting bagi diferensiasi MSC menjadi sel osteoblas yang matang. Cbfa 1 dieksresikan pada osteoblas dan juga terlibat dalam diferensiasi kondrosit. Kondrosit juga diturunkan dari sel mesenkim dan terlibat dalam proses pembentukan tulang. Cbfa 1 mengaktifkan transkripsi dari beberapa gen yang terlibat pada fungsi tulang, terutama zat ini akan berikatan pada daerah promotor dari gen osteokalsin. Osteokalsin adalah protein yang disekresikan dari osteoblas dan dapat memiliki efek penghambat pada fungsi osteoblas.29,30,31

1.3. Osterix (Osx)

Osterix merupakan protein yang diperlukan pada diferensiasi osteoblas yang bekerja di bawah Cbfa1 (eksresi osterix memerlukan Cbfa1 bukan sebaliknya). Osterix adalah zink yang mengandung faktor transkripsi dan terdapat pada tulang yang sedang berkembang.29,30,31

2. Pembentukan Osteoklas dan Fungsinya.

Sel osteoklas juga terbentuk dari sel prekursor yang kemudian berdiferensiasi menjadi sel osteoklas matang. Sel prekursor adalah stem sel hematopoetik yang disebut monosit. Osteoklas mengabsorbsi tulang dengan cara menempel pada


(31)

permukaan tulang dan menurunkan pH sekelilingnya sehingga mencapai kadar asam sekitar 4,5. Mineral tulang kemudian menjadi larut dan kolagen menjadi pecah.29,30,31

Diferensiasi dan fungsi osteoklas terutama diatur dengan: 30,31

1. Macrophage Colony-Stimulating Factor (M-CSF)

Macrophage Colony-Stimulating Faktor (M-CSF) diperlukan untuk kelangsungan dan diferensiasi prekursor osteoklas. Zat ini dibentuk oleh sel osteoklas. M-CSF membantu diferensiasi osteoklas dengan cara berikatan pada reseptornya (c-Fms) pada awal prekursor osteoklas. Ketiadaan 1v1-CSF akan menyebabkan terhentinya diferensiasi pada tahap preosteoklas.30,31

2. Receptor for Activation of Nuclear Factor Kappa 8 Ligand (RANKL)

RANKL merupakan reseptor yang berada pada permukaan sel prekursor osteoklas. RANKL diekspresikan pada permukaan sel osteoblas dan berikatan dengan (merupakan suatu ligand) RANKL. Pengikatan RANKL ke RANKL menyebabkan diferensiasi dan pematangan sel prekursor osteoklas menjadi sel osteoklas matang. Ikatan ini menghasilkan suatu kaskade, yaitu aktivasi Nuclear Factor Kappa B (NF-Kappa B), sesuai dengan namanya. Ketiadaan NF-Kappa g dapat menyebabkan penyakit tulang berupa osteoporosis.30,31

3. Osteoprotegerin (OPG)

Osteoprotegerin (OPG) dibentuk oleh osteoblas (seperti halnya sejumlah jenis sel lainnya) dan menghalangi pembentukan osteoklas dan resorpsi tulang. Zat ini juga berkaitan dengan RANKL (Receptor for Activation of Nuclear Faktor Kappa 8 Ligand), Ketika OPG berikatan dengan RANKL maka ini akan mencegah RANKL


(32)

berikatan dengan RANKL, sehingga menyebabkan hambatan terhadap pembentukan osteoklas.30,31

2.1.5. KLASIFIKASI OSTEOPOROSIS

Osteoporosis diklasifikasikan atas:26,32

1. Osteoporosis primer

Dapat terjadi pada tiap kelompok umur. Dihubungkan dengan faktor resiko meliputi merokok, aktifitas, berat badan rendah, alkohol, ras kulit putih asia, riwayat keluarga, postur tubuh, dan asupan kalsium yang rendah.26,32

a. Tipe I (post manopausal)

Terjadi 5-20 tahun setelah menopause (55-75 tahun). Ditandai oleh fraktur tulang belakang tipe crush, Colles' fraktur, dan berkurangnya gigi geligi. Hal ini disebabkan luasnya jaringan trabekular pada tempat tersebut. Dimana jaringan trabekular lebih responsif terhadap defisiensi estrogen.26,32

b. Tipe II (senile)

Terjadi pada pria dan wanita usia ≥70 tahun. Ditandai oleh fraktur panggul dan. tulang belakang tipe wedge. Hilangnya massa tulang kortikal terbesar terjadi pada usia tersebut.26,32

2. Osteoporosis sekunder

Dapat terjadi pada tiap kelompok umur. Penyebabnya meliputi gangguan tiroid hiperparatiroidisme, hipertirodisme, multipel mieloma, gagal ginjal kronis, malnutrisi, pemakaian kortikosteroid yang lama.26,32


(33)

2.1.6. PATOFISIOLOGI OSTEOPOROSIS

Osteoporosis merupakan kelainan metabolik tulang yang ditandai dengan berkurangnya massa tulang dan adanya kerusakan dari arsitektur tulang sehingga terjadi peningkatan kerapuhan tulang yang dapat menyebabkan mudah terjadi fraktur. Massa tulang yang berkurang akan membuat tulang semakin tipis dan rapuh

sehingga mudah patah pada trauma yang ringan.33

Bone remodelling terjadi seumur hidup dan mencapai puncaknya saat dewasa (sekitar umur 30 tahun) kemudian menurun sesuai pertambahan umur, kemudian terjadi keseimbangan antara aktivitas osteblastik dan osteoklastik (pembentukan dan resorpsi tulang). Keseimbangan tersebut dipengaruhi oleh hormon estrogen, paratiroid dan kalsitriol.33

Pada pasca menopause, terjadi penurunan estrogen yang dapat menyebabkan meningkatnya resorpsi tulang, dan diduga berhubungan dengan peningkatan sitokin. Resorpsi tulang tersebut akan meningkatkan kadar kalsium dalam darah dan menyebabkan penekanan terhadap hormon paratiroid. Kadar hormon paratiroid yang rendah sering dijumpai pada penderita osteoporosis, yang juga akan menurunkan kadar 1,25 dehydroxy vitamin D (kalsitriol), sehingga penyerapan kalsium jadi menurun.20,33

Telah banyak diketahui bahwa osteoporosis pasca menopause menunjukkan bahwa ada gangguan penyerapan kalsium serta rendahnya kadar 1,25 Dehydroxy vitamin D dalam darah.2,20,33

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan penyerapan kalsium pada usus adalah.33


(34)

• Hormon paratiroid • Diet rendah Kalsium

• Enzim dan cairan garam empedu

• Menyusui • Kehamilan

• Laktosa • Estrogen • Alkalosis

Faktor faktor yang dapat menurunkan penyerapan kalsium adalah.33

• Pertambahan umur

• Glukokortikoid

• Hormon Tiroid

• Diet fosfat yang berlebihan

• Asam lemak yang berlebihan

• Defisiensi magnesium

• Reseksi lambung

• Asidosis metabolik


(35)

Selain di usus, penyerapan kalsium juga terjadi dilakukan oleh resorpsi dalam tubulus ginjal, baik secara interselular maupun transelular.

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resorpsi di tubulus ginjal antara lain:33

• PTH • Kalsitonin • Estrogen

• Vitamin D • Alkalosis

Sedangkan yang dapat menurunkan resorpsi kalsium di tubulus ginjal adalah:33

• Glukokortikoid • Mineralokortikoid • Renal tubular disorder • Magnesium Infusion

• Diuretik • Asidosis

• Imobilisasi yang lama

2.1.7. FAKTOR RESIKO OSTEOPOROSIS

Terdapat dua macam faktor resiko terjadinya osteoporosis yaitu faktor resiko yang dapat dikendalikan (dalam hal ini adalah jumlah kalsium yang kita konsumsi untuk membentuk tulang) dan faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan


(36)

(berkurangnya massa tulang seiring dengan bertambahnya usia). Lokasi fraktur yang paling sering terjadi adalah pada pinggul dan tulang belakang.34,35,36

Beberapa faktor resiko antara lain :1,6,8,34,35,37,38

1. Faktor genetik : Apabila ada sejarah osteoporosis dalam keluarga, 60-80% kemungkinan akan menderita osteoporosis.

2. Jenis kelamin wanita : 80% penderita osteoporosis adalah wanita.

3. Masalah medis kronis: Individu dengan asma, diabetes, hipertiroidisme, penyakit liver, atau reumatoid artritis akan meningkat resiko terjadinya osteoporosis.

4. Defisiensi hormon : Menopause pada wanita dan penanganan medis tertentu pada pria dapat mengakibatkan defisiensi hormon estrogen dan androgen yang merupakan penyebab utama osteoporosis pada pria dan wanita.

5. Alkohol : Konsumsi alkohol yang berlebihan merupakan salah satu faktor resiko terjadinya osteoporosis.

6. Merokok : Dari beberapa penelitian, merokok dapat meningkatkan resiko terjadinya fraktur tulang betakang pada pria dua sampai tiga kali lipat dibandingkan dengan pria yang tidak merokok.

7. Kurangnya olahraga : Tulang memerlukan stimulasi latihan untuk

mempertahankan kekuatannya. Tanpa latihan tulang akan kehilangan densitas dan menjadi lemah.


(37)

8. Faktor lain : Seperti kelainan makanan, berat badan yang rendah, jumlah kalsium yang rendah dalam makanan, menopause dini, absennya periode menstruasi (amenorea) dan penggunaan obat-obat seperti steroid dan antikonvulsan yang juga merupakan faktor osteoporosis. Glukokortikoid juga mempengaruhi kuantitas dan kualitas tulang.

2.1.8. FAKTOR LAIN YANG TERLIBAT DALAM OSTEOPOROSIS

1. Hormon Paratiroid (Parathyroid Hormone)

Hormon paratiroid merupakan suatu polipeptida asam amino, yang diproduksi oleh kelenjar paratiroid. Kelenjar paratiroid terdiri 4 struktur kecil yang terletak di belakang kelenjar tiroid. Hormon paratiroid merangsang resorpsi tulang sehingga terjadi peningkatan kadar kalsium darah. Hormon paratiroid tidak dapat berikatan erat dengan reseptor pada osteoklas, sehingga tidak dapat mempengaruhi secara langsung perilaku osteoklas. Tetapi hormon ini dapat berikatan dengan reseptor pada sel osteoblas, yang dapat menstimulasi pembentukan tulang. Telah dipercaya bahwa ikatan antara hormon paratiroid dengan sel osteoblas menghasilkan peningkatan ekspresi RANKL, sehingga secara tidak langsung terjadi peningkatan aktivitas osteoklas.8,20,30,39,40,41

2. Estrogen

Pada wanita menopause terjadi penurunan kadar hormon estrogen sehingga terjadi peningkatan resorpsi tulang. Kadar estrogen yang menurun pada wanita yang telah menopause, menghasilkan peningkatan resorpsi tulang. Keadaan ini disebabkan adanya peningkatan dalam jumlah osteoklas. Estrogen secara langsung


(38)

atau pun tidak langsung dalam pengaturan jumlah molekul yang memiliki efek pada osteoklas.8,20,30,39,40,41

3. Kalsium

Untuk membentuk tulang dibutuhkan kalsium dalam jumlah yang besar. Jumlah kalsium yang besar digunakan untuk membentuk tulang. Bahkan 99 % kalsium dalam tubuh terdapat dalam bentuk tulang yang disimpan dalam bentuk Ca3(POa)2. Walaupun suplemen, kalsium dianjurkan untuk mencegah atau memperlambat. terjadinya osteoporosis, tetapi kegunaannya terbatas. Kalsium tidak

diserap dengan mudah, ketika diberikan dalam bentuk kalsium karbonat, yang merupakan bentuk paling sering digunakan dalam suplemen. Kalsium dalam susu mungkin merupakan cara yang paling efekif dalam meningkatkan kadar kalsium. Tetapi pilihan ini akan sulit dilakukan pada orang-orang dengan intoleransi laktosa. Kalsium karbonat tidak larut dalam air, tetapi dalam cairan asam mungkin dapat diserap lebih baik. Juga kalsium glukonat dan kalsium laktat dapat diserap lebih baik. 8,20,30,39,40,41

4. Kalsitonin

Kalsitonin merupakan hormon polipeptida asam amino 32 yang dapat menghambat resorpsi dengan cara menghalangi aktivitas osteoklas. Kalsitonin diproduksi oleh sel tiroid. Sel-sel ini melepaskan kalsitonin ketika kadar kalsium darah meningkat. Sel-sel tulang merespon kalsitonin dengan cara memindahkan kalsium dalam darah dan menyimpannya dalam tulang, sementara sel ginjal akan membantu meningkatkan ekskresi. 8,20,30,39,40,41


(39)

Bentuk aktif vitamin D dikenal sebagai kalsitrol. Vitamin D bekerja meningkatkan jumlah kalsium yang diserap oleh usus. Vitamin D merangsang menginduksi osteoblas untuk memproduksi RANKL. Salah satu prekursor vitamin D adalah kalsitrol, yang dibentuk oleh kulit ketika terpapar matahari. Hormon paratiroid diperlukan sebagai langkah terakhir dalam pembentukan vitamin D. Defisiensi vitamin D dapat menyebabkan kelainan bentuk tulang pada anak-anak yang dikenal sebagai Ricket. Pada orang dewasa kekurangan vitamin D akan menyebabkan kelemahan pada tulang sehingga terjadi osteomalasia. Dosis harian vitamin D yang diberikan adalah 700 hingga 800 IU. 8,9,20,30,39,40,41

6. Leptin

Leptin adalah hormon yang dibentuk oleh sel lemak yang dilepaskan dalam darah, jumlah leptin yang dilepaskan dalam darah tergantung dari jumlah lemak tubuh yang ada. Leptin kemudian dibawa ke otak kemudian berikatan dengan neuron hipotalamus. Salah satu efek dari leptin adalah kekurangan nafsu makan dan meningkatkan kegunaan energi tubuh. Obesitas kadang-kadang disebabkan adanya resistensi terhadap efek penurunan nafsu makan dari leptin. Orang yang kelebihan berat badan cenderung tidak banyak mengalami osteoporosis untuk jangka waktu yang lama dan tidak diketahui sebabnya. Akhir-akhir ini ditemukan adanya hubungan antara leptin dan penurunan masa tulang.30,38,40,41,42

7. Interferon beta

Pada april 2002 kelompok Tadatsugu taniguchi dari Universitas Tokyo menyajikan bukti keterlibatan interferon beta pada diferensiasi osteoklas. Mereka mengajukan bukti bahwa osteoklas dapat berpengaruh terhadap diferensiasi sendiri dan fungsi pada mekanisme umpan balik negatif. Trankripsi faktor c-Fos yang


(40)

diaktifkan oleh RANKL telah lama diketahui. Kelompok Taniguchi percaya bahwa c--Fos dapat secara langsung mengaktifkan ekspresi dari gen. Interferon beta dapat menyebabkan penurunan kadar c-Fos sehingga mendesak fungsi osteoklas.

30,38,40,41,42

8. Vitamin K

Osteokalsin memerlukan tambahan kelompok karboksil agar dapat menjadi aktif dan vitamin K diperlukan agar karboksil dapat ditambahkan. Osteokalsin adalah protein yang disekresikan dari sel osteoblas dan dapat memiliki efek pada fungsi osteoblas. Secara umum, vitamin K membantu pembentukan tulang dan dapat menurunkan resorpsi lemak. 30,38,40,41,42

9. Faktor pertumbuhan ( Growth Factor)

Faktor pertumbuhan merupakan protein yang terlibat dalam replikasi, diferensiasi dan fungsi sel. Banyak dari mereka yang memiliki peran penting dalam tulang. Di bawah ini adalah yang paling penting: 30,38,40,41,42

• Insulin -Like Growth Faktor-I (IGF-I)dan II(IGF-II)- keduanya terlibat dalam pembentukan tulang.

• Transforming Growth Faktor Beta (TGF-B)-terlibat dalam pembentukan tulang

dan resorbsi. 10. Apoliprotein E

Apoliprotein E adalah protein yang diperlukan dalam pertumbuhan lipoprotein dengan kepadatan sangat rendah (Very Low-Density Lipoprotein [VLDL]) dan lipoprotein dengan kepadatan tinggi (High Density Lipoprotein [HDL]). Salah satu variasi gen Apoliprotein E (Apoliprotein E4) yang telah diketahui, memiliki kaitan


(41)

untuk meningkatkan resiko terjadinya osteoporosis. Hal ini belum diketahui mengapa, tetapi hal itu mungkin berkaitan dengan kadar vitamin K. 30,38,40,41,42


(42)

2.1.9. GEJALA-GEJALA PENGEROPOSAN TULANG

Osteoporosis dikenal sebagai silent disease karena pengeroposan tulang terjadi secara progresif selama beberapa tahun tanpa disertai dengan adanya gejala. Beberapa gejala yang terjadi umumnya baru muncul setelah mencapai tahap osteoporosis lanjut. Gejala-gejala umum yang terjadi pada kondisi osteoporosis adalah : fraktur tulang, postur yang bungkuk (Toraks kifosis atau Dowager's hump), berkurangnya tinggi badan, nyeri pada punggung, nyeri leher dan nyeri tulang.6,30,38

Fraktur yang terjadi pada leher femur dapat mengakibatkan hilangnya kemampuan mobilitas penderita baik yang bersifat sementara maupun menetap. Fraktur pada distal radius akan menimbulkan rasa nyeri dan terdapat penurunan

kekuatan genggaman, sehingga akan menurunkan kemampuan fungsi gerak.2,2,

Sedangkan tanda dan gejala fraktur vertebra adalah nyeri punggung, penurunan gerak spinal dan spasme otot di daerah fraktur. Semua keadaan di atas menyebabkan adanya keterbatasan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari.2,6,27,34

2.1.10. DIAGNOSTIK OSTEOPOROSIS

1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Oleh karena penyediaan DEXA dan pemeriksaan laboratorium masih sangat terbatas maka untuk menegakkan diagnosis osteoporosis pemeriksaan klinis berupa anamnesis yang luas dan pemeriksaan fisik yang teliti masih merupakan pegangan.4,9

Anamnesis meliputi keadaan kesehatan, aktivitas sehari-hari, pemakaian obat-obatan, riwayat merokok dan minum alkohol dan penyakit-penyakit sebagai faktor predisposisi misalnya penyakit ginjal, penyakit liver, penyakit endokrin,


(43)

defisiensi vitamin D atau kurang terpapar sinar matahari, penyakit saluran cerna, penyakit reumatik, riwayat haid / menopause dan lain-lain.4,9

Pemeriksaan fisik dengan melihat pada tulang vertebra dengan melihat adanya deformitas / kiposis, nyeri, tanda-tanda fraktur, adanya fraktur, penurunan tinggi badan dan adanya tanda-tanda penyakit yang dijumpai pada anamnesis.4,9

Pemeriksaan fisik hendaknya menyeluruh, misalnya pembesaran tiroid pada pasien dengan sangkaan parathyroidism. Fraktur adalah merupakan manifestasi lanjut dari osteoporosis. Daerah yang sering mengalami fraktur adalah vertebra, pergelangan tangan, colum femoris clan proksimal humerus. Munculnya Dowager's Hump (curvatura punggung) pada pasien tua menunjukkan adanya fraktur multipel pada vertebra dan adanya penurunan volume tulang.4,9

Aktivitas tubuh yang kurang apalagi sejak usia muda cenderung menimbulkan osteoporosis. Orang yang pekerjaannya selalu dalam posisi duduk lebih sering menderita osteoporosis dibandingkan orang yang selalu sibuk dan sering bergerak. Wanita pasca menopause berumur 60 tahun sering kali disertai adanya osteoporosis.4,9

2. Pemeriksaan Densitometri Tulang

DEXA (Dual Energy X-ray Absorbsimetry) masih merupakan pemeriksaan gold standart untuk mendiagnosis osteoporosis. Dengan bone mass densitometri atau bone mineral content suatu kelompok kerja WHO yang telah membuat suatu klasifikasi yang praktis sebagai berikut:1,2,4,8,9,20,33,37

• BMD orang normal BMD diatas -1 SD rata-rata nilai BMD orang dewasa


(44)

• BMD rendah osteopenia BMD antara -1 SD sampai -2,5 SD

• Osteoporosis BMD < -2,5 SD

• Osteoporosis Berat BMD ≤ -2,5 SD disertai adanya fraktur

Klasifikasi tersebut di atas sebenarnya hanya ingin memberikan peringatan bahwa derajat bone mineral density tertentu, seseorang menunjukkan resiko untuk mengalami fraktur. Semakin rendah densitas mineral tulang maka semakin besar resiko untuk mengalami fraktur.1,2,4,8,9,20,33,37

Tidak semua daerah, maupun rumah sakit di Indonesia dilengkapi dengan fasilitas DEXA dan jikapun ada biaya untuk pemeriksaan dengan alat ini cukup mahal. Dengan adanya hambatan tersebut di atas maka dicoba untuk mencari alternatif pemeriksaan yang mungkin lebih sederhana lebih murah dan tepat sebagai petunjuk adanya osteoporosis. Beberapa alat yang dipakai adalah:13,16,33,43

• Quantitative Computed Tomography

• Peripheral QCT

• Ultrasonometry

Prinsip dasar Densitometri

Penilaian dan pengukuran densitas tulang (Bone mineral density test) merupakan pemeriksaan yang bersifat kuantitatif. Densitas tulang dilaporkan dalam satuan mg/cm2. WHO membagi densitas tulang ke dalam : (a) lebih dari 833 mg/cm2

adalah normal. (b) antara 648-833 mg/cm2 adalah dimasukkan kedalam osteopenia,

sedangkan (c) kurang dari 648 mg/cm2 adalah osteoporosis. Hasil pemeriksaan

densitometri dapat dibaca dalam bentuk T-score.4,13,16,43

Selain untuk diagnosis awal osteoporosis, densitometri juga dapat dipergunakan untuk follow up pasca pengobatan. Banyak metode yang telah


(45)

diperkenalkan dan semuanya berada dalam ruang lingkup radiologi mulai dari pemanfaatan radio isotop (SPA dan DPA), X-ray (DEXA), CT scaning (QCT) clan bahkan yang terakhir adalah penggunaan ultrasonografi yang paling belakangan diakui oleh FDA, dan Bone Sonometer tahun 1998. Tehnik yang sering paling sering digunakan adalah dengan dual-energy x-ray absorptiometry (DEXA), dan tehnik ini lebih sensitif dan akurat dalam menilai densitas mineral tulang.4,13,16,43

Empat metode tersebut yang diukur adalah tingkat kepadatan mineral tulang (Bone mineral density). Pemeriksaan densitometri tersebut bersifat non invasif dengan akurasi dan presisi yang tinggi.44

Tipe pemeriksaan densitas mineral tulang.44

ƒ DEXA (Dual Energy X-ray Absorptiometry), mengukur tulang belakang,

panggul atau total tubuh.

ƒ pDEXA (peripheral Dual Energy X-ray Absorptiometry), mengukur

pergelangan, tumit. atau jari.

ƒ SXA (single Energy X-ray Absorptiometry), mengukur pergelangan atau tumit

ƒ QUS (Quantitative Ultrasound) menggunakan gelombang suara untuk

mengukur densitas pada tumit dan lutut.

ƒ QCT (Quantitative Computed Tomography), banyak digunakan pada

pemeriksaan tulang belakang.

ƒ pQCT (Peripheral Quantitative Computed Tomography) mengukur

persendian.

ƒ RA (Radiographic Absorptiometry), menggunakan x-ray pada tangan dan


(46)

ƒ DPA (Dual Photon Absorptiometry), mengukur tulang belakang, panggul atau total tubuh.

ƒ SPA (Single Photon Absorptiometry), mengukur pergelangan.

a. Single Photon Absorptiometry (SPA)

Alat ini memanfaatkan isotop yang dengan poton monoenergic biasanya 1-125. Tulang yang dijadikan tempat pengukuran adalah tulang-tulang di perifer pada 1/3 distal os radius.10,13,35,39

Tidak sensitif untuk melihat perubahan pada tulang trabekular dimana destruksi pada tulang trabekular lebih tinggi dibanding tulang kortikal. Keuntungan utama SPA adalah relatif lebih mudah dan adekuat untuk melihat penurunan massa korteks tulang.

Waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan berkisar sekitar 10-15 menit, dengan tingkat presisi 1-2% clan paparan radiasi 2-5 mrem.10,13,35,39

b. Dual Photon Absorptiometry (DPA)

Dengan alat ini tulang yang dinilai adalah tulang axial/sentral yaitu tulang vertebra lumbal. Berbeda dengan SPA, sistem ini memakai isotop 2 energi, yaitu dengan radio nuklir, Gadolinium-153. Dari banyak laporan, pengukuran dengan DPA, terlihat hasil lebih efektif untuk menentukan ada tidaknya osteoporosis pada kasus yang diperiksa. Metode ini mempunyai nilai presisi 1,1-3,7% dan akurasi 90-97%. Mampu mengukur material radio-opak yang dilalui oleh sinar misalnya osteofit, perkapuran dalam aorta atau ligamen. Karena harganya yang mahal dan membutuhkan waktu yang lama dalam pemeriksaan, alat ini tidak digunakan untuk


(47)

penjajakan rutin. Waktu peneraan alat ini 20-45 menit dengan paparan radiasi 5-10 mrem.10,13,35,39

c. Dual X-ray Absorptiometry (DEXA)

DEXA merupakan metode gold standar untuk diagnosis osteoporosis. Kelemahan metode SPA dan DPA yang sumber energinya berasal dari radio isotop adalah ketidakstabilannya oleh karena sifat isotop yang dapat menurun setiap waktu ini tidak terdapat pada metode Xray.10,13,35,39

Salah satu keuntungan densitometer DEXA dibandingkan DPA antara lain, metode ini bisa mengukur dari banyak lokasi, misalnya pengukuran vertebral dan lateral, sehingga pengaruh bagian belakang corpus dapat dihindari sehingga presisi pengukuran lebih tajam. Keuntungan lainnya adalah paparan radiasi yang minimal, yaitu sebesar 3 mrads. Unit pengukuran densitas tulang dengan DEXA adalah densitas area (g/cm2).10,13,35,39

DEXA saat ini lebih banyak digunakan untuk penjajakan osteoporosis menggantikan DPA, karena presisi yang lebih tinggi (0,6-1,5%). Dengan adanya DEXA, maka banyak institusi radiologi yang menggantikan pesawat DPA-nya dengan pesawat DXA, apalagi diketahui bahwa dosis permukaan pada penderita lebih kecil dari pada pemeriksaan dengan DPA (2,5 m.rem, dibandingkan 5m.rem pada DPA). DEXA juga lebih sensitif dan akurat dalam menentukan densitas mineral tulang.10,13,35,39

d. Quantitative Computed Tomography (QCT)

Quantitative CT densitometer mempunyai keunggulan dibandingkan pesawat yang lainnya. QCT densitometer dapat digunakan untuk mengukur densitas tulang


(48)

dalam 3 dimensi, karena kemampuannya dalam melakukan pemeriksaan dengan irisan axial.13,39,42

Perbedaannya dengan pesawat CT Scan yang sudah ada, terletak pada perangkat lunak dan phantom kalibrasi standart yang tidak dipunyai pesawat CT Scan Imaging dan ini dapat diinstalkan. Phantom tersebut berisi cairan yang mengandung kalium fosfat. Akhir-akhir ini sudah ada perkembangan baru dari phantom ini yang terbuat dari bahan solid dan mengandung kalsium. 13,39,42

Akurasi dan presisi pengukuran densitas tulang dengan QCT sangat dipengaruhi oleh ukuran tubuh penderita, kurus atau gemuk. Keterbatasan penggunaan pesawat ini adalah biaya yang tinggi sehingga biaya pemeriksaan per-penderita lebih mahal dibandingkan dengan pesawat SPA, DPA atau DEXA. Paparan radiasi pada penderita sekitar 25 mrem. 13,39,42

Pemeriksaan dengan QCT diperlukan dosis radiasi yang tinggi dengan paparan radiasi pada penderita sekitar 25 mrem. Keterbatasan penggunaan alat ini adalah dosis radiasi yang tinggi dan memerlukan teknik yang canggih dan mahal. Waktu yang dibutuhkan untuk peneraan 10-20 menit dengan tingkat presisi 3-15% ( rata-rata 7%) dan paparan radiasi 100-1000 mrem. 13,39,42

e. Bone Sonometer (Quantitative Ultra Sound / QUS)

Pesawat sonografi pada densitometri ini tidak berbeda dengan pesawat USG yang biasa kita kenal pada pemeriksaan abdomen atau obstetric. 13,39,42

Frekwensi gelombang suara yang dipergunakan sekitar 0,2 sampai 0,5 MHz (bandingkan dengan USG yang biasa dipakai untuk pemeriksaan abdomen atau obstetri, yaitu 3,5 MHz dan untuk payudara sekitar 5-7,5 MHz), berarti panjang


(49)

gelombang makin panjang dengan daya tembus makin dalam. Dengan USG pengukuran densitas mineral tulang dilaksanakan dengan cara yang tidak berbahaya, relatif murah, mudah dan tidak memerlukan radiasi. Dengan ultrasonografi ini dapat diukur densitas mineral pada tulang-tulang perifer seperti tumit, tempurung lutut, jari dan tulang tibia. 13,39,42

Gambar 1. Quantitative Ultra Sound / QUS

Penggunaan USG pada densitometri ini baru diakui oleh FDA pada tahun 1998 yang berarti layak pakai sebagai alat pemeriksaan untuk osteoporosis. Dibandingkan dengan QCT, alat ini jauh lebih praktis, karena tampilan alat portable dan biaya pemeriksaan yang lebih murah, hampir tanpa efek radiasi. Pemakaian densitometer sebagai alat pemeriksaan untuk penjajakan osteoporosis, di Amerika baru direkomendasikan untuk kaum wanita, karena osteoporosis masih jarang pada kaum pria. 13,39,42

Salah satu metode yang lebih murah dengan menilai densitas masa tulang perifer menggunakan gelombang suara ultra yang menembus tulang dinilai atenuasi kekuatan dan daya tembus malewati tulang dengan ultrasound broad band dan


(50)

kekakuan (stiffines) dan tanpa ada resiko radiasi. Adanya elastisitas tulang terbukti dengan adanya kecepatan tembus gelombang dan kekuatan tulang berkaitan dengan atenuasi ultrasound 3,11

Pemeriksaan ini merupakan suatu metode yang mempunyai ,keuntungan tidak hanya gampang dibawa bawa tetapi juga tidak ada radiasi ukuran kecil, pengukuran cepat dan relatif murah. Lokasi pemeriksaan pada daerah sedikit jaringan lunak yaitu dilakukan pada tulang calcaneus tibia dan bisa juga pada jari tangan. Parameter - parameter diatas diketahui berkurang pada pasien osteoporosis dan yang lebih penting parameter sonografi dapat merupakan prediktor resiko fraktur vetebra. Alat ini mempunyai tingkat akurasi 20%.43,44,52

Densitas tulang terbaca sebagai nilai T-score . Beberapa hal perlu diketahui dalam menganalisa hasil skrening densitometer, diantaranya: Pengertian T-Score, keabsahan hasil skrening dengan interpretasi hasil.43,44,52

T-Score Merupakan nilai perbandingan kandungan densitas mineral tulang seseorang bila dibandingkan dengan nilai puncak optimalisasi pembentukan masa tulang (peak bone mass), yang lazimnya tercapai pada usia 30-35 tahun.43,44,52

WHO menetapkan batasan nilai sebagai berikut :3,43,44,52

Kategori Diagnostik T-score

Normal T > -1 SD

Osteopenia -2,5 < T <-1 SD

Osteoporosis (tanpa fraktur) T < -2.5 SD


(51)

Berdasarkan penelitian pada sejumlah wanita Vietnam yang dilakukan oleh Vu Thi Thu Hien dkk, AUE digunakan sebagai screening awal untuk menentukan diagnosis osteoporosis.45

2.2. KLIMAKTERIUM

2.2.1. TAHAPAN KLIMAKTERIUM

Kilmakterium adalah tahap awal penurunan fungsi ovarium, yang ditandai dengan menstruasi yang tidak teratur dengan dijumpai gejaia vasomotor. Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa masa klimakteriurn berlangsung selama 30 tahun (usia 35-65 tahun), dan dibagi menjadi 3 bagian untuk kepentingan klinis, yaitu:,3,4,8

1. Klimakterium awal (35-45 tahun): Pada masa ini mulai terjadi keluhan gangguan haid oleh karena kadar esterogen mulai rendah.

2. Masa perimenopause (46-55 tahun): Terbagi pada tahap pramenopause (umur 45-50), menopouse (umur 50 tahun), postmenopause (umur > 55 tahun) pada masa ini sudah dijumpai keluhan klinis defiiseiensi estrogen pada vasomotor, flour albus, dispareunia, osteopenia, dan osteoporosis.

3. Klimakterium akhir ( 56-65 tahun): Pada masa ini didapati kadar estrogen yang

sangat rendah sampai tidak ada, dengan ancaman masalah jantung, aterotrombosis, serta fraktur oleh karena osteoporosis.

2.3. PERUBAHAN HORMON ESTROGEN

Perubahan pada hipotalamus berperan pada siklus menstruasi yang teratur menjadi tidak teratur dapat dialami wanita dalam dua hingga delapan tahun sebelum


(52)

terjadinya menopause. Selama masa tersebut, folikel indung telur, yang mematangkan ovum, akan mengalami tingkat kerusakan yang semakin cepat hingga jumlah cadangan folikel akan habis. Penurunan kadar Inhibin B (INH-B) yang rnerupakan protein dimeric yang merefleksikan penurunan jumlah folikel ovarium mengakibatkan meningkatnya kadar FSH (Follicle Stimulating Hormone) mencapai 20 kali. Tanda awal peningkatan kadar hormon FSH yang diukur pada pada fase folikular siklus menstruasi lebih tinggi dibandingkan masa reproduktif wanita, efek penurunan hormon steroid ovarium dan peningkatan GnRh akan juga meningkatkan LH (Lutheineizing Hormon) 3-5 kali.8,34,35,38

Estrogen utama yang dihasilkan oleh wanita sebelum menopause, disebut Estradiol (E2) merupakan estrogen aktif yang sering disebut 17-estradiol salah satunya bertungsi mengatur siklus dari haid. Sedangkan Estron (E1) yang dibentuk oleh ovarium sesudah menopause berasal dari lemak tubuh. Pada masa pramenopause Estron (E1) dihasilkan oleh ovarium akan diubah ke bentuk aktif menjadi Estradiol (E2), oleh karena ovarium masih berfungsi dengan baik. Aktifitasnya sama seperti Estradiol (E2), dan berasa! dari konversi androstenodion yang diproduksi kelenjar adrenal dengan asal utama dari jaringan adiposa. Kadar androgen juga akan menurun sektar 50 % tetapi tidak sebesar penurunan kadar estrogen. Pada masa menopause maupun postmenopouse, Estradiol (E2) ini akan turun kadarnya sampai 90% mengakibatkan atresia folikel. 8,34,35,38

Kadar testoteron turun sampai 30% secara nyata selama pramenopause. Sebaliknya kadar progesteron sangat menurun selarna postmenopause, bahkan jauh sebelum terjadinya perubahan-perubahan pada estrogen atau testosteron dan ini merupakan hal yang paling penting bagi kebanyakan wanita. Meskipun reproduksi tidak lagi merupakan tujuan, hormon reproduksi tetap memegang peran


(53)

yang penting. Estrogen dan androgen (seperti halnya testoteron) adalah penting, untuk mempertahankan tulang yang sehat dan kuat. 8,34,35,3


(54)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan metode crossectional 3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

3.2.1. TEMPAT PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Pusat Rehabilitasi Medik RSUP.H.Adam Malik Medan. 3.2.2. WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan mulai bulan mei s/d agustus tahun 2010. 3.3. POPULSASI PENELITIAN

Semua wanita dengan usia 35 tahun – 65 tahun yang bersedia ikut dalam penelitian ini yang berkunjung ke Pusat Rehabilitasi Medik RSUP.H.Adam Malik Medan.

3.4. BESAR SAMPEL PENELITIAN

2 N1 = N2 = N3 = 2 (Zα + Zβ) . Sd


(55)

Ket. N : Jumlah Sampel

Zα : Nilai batas normal dari tabel Z yang besarnya

tergantung pada nilai α yang di tentukan ; untuk nilai α = 0,05 Æ Zα = 1,96

Zβ : Nilai batas normal dari tabel Z yang besarnya

tergantung pada nilai β yang di tentukan ; untuk nilai β = 0,20 Æ Zβ = 0,84

Sd : Simpangan baku kejadian osteoporosis = 2,5

X1 – X2 : Selisih rata-rata yang di inginkan = 2

Perhitungan jumlah sampel :

2

N1 = N2 = N3 = 2 (1,64+ 0,84) . 2,5 2

2

N1 = N2 = N3 = 2 3,1

N1 = N2 = N3 = 19,22


(56)

3.5. KRITERIA PENELITIAN

3.5.1. KRITERIA INSKLUSI

• Wanita yang telah memasuki masa klimakterium yang dibagi atas 3 yaitu,

klimaterium awal (35-45 tahun), masa perimenopause (46-55 tahun), dan

klimakterium akhir (56-65 tahun).

• Wanita dengan IMT (Indek Massa Tubuh) normal.

• Wanita tidak perokok dan tidak peminum alkohol berat.

• Wanita yang tidak mengalami fraktur atau menderita penyakit tulang.

• Wanita yang tidak pernah memakai obat yang mempengaruhi densitas

mineral tulang (misalnya; suplemen tablet kalsium, vitamin D, vitamin B6, B12, asam folat, kortikosteroid, antikonvulsan, thiazid, diuretic dan obat tiroid).

• Wanita yang tidak pernah menjalani kemoterapi atau radiasi atau operasi

pengangkatan indung telur.

• Wanita yang tidak pernah menderita penyakit kronis seperti hepatitis,

diabetes mellitus (DM), ginjal, tiroid, paratiroid, kanker.

• Wanita yang bersedia mengikuti penelitian.

3.5.2. KRITERIA EKSLUSI

• Wanita yang pernah mengalami amenorea primer atau amenorea sekunder.


(57)

3.6. KERANGKA PENELITIAN

PESERTA PENELITIAN

Masa Perimenopause

Klimakterium Awal Klimakterium Akhir

Wawancara dan Pencatatan Data

Pemeriksaan Densitas Mineral Tulang ( DMT ) dengan menggunakan Quantitative Ultrasonografi ( QUS )

Hasil pemeriksaan DMT dibandingkan dan dianalisa dengan uji statistik


(58)

3.7. CARA KERJA

Semua wanita yang telah memasuki masa klimakterium yang dibagi atas 3 yaitu, Klimakterium awal (35-45 tahun), Masa perimenopause (46-55 tahun), dan klimakterium akhir (56-65 tahun) dan memenuhi kriteria penelitian dilakukan pemeriksaan:

• Pemeriksaan densitas mineral tulang dengan menggunakan Quantitative

Ultrasaund (QUS)

• Dilakukan penilaian T-Score,

Apabila nilai T-Score diatas -1 maka wanita tersebut normal, jika nilai T-Score antara -1 sampai -2,5 dikatakan osteopenia, jika nilai T-Score dibawah atau sama dengan -2,5 dikatakan osteoporosis.

3.8. BATASAN OPERASIONAL

1. Klimakterium awal : Periode usia seorang wanita antara 35-45 tahun. 2. Masa perimenopause : Periode usia seorang wanita antara 46-55 tahun. 3. Klimakterium akhir : Periode usia seorang wanita antara 56-65 tahun.

4. Densitas Mineral Tulang (DMT) : Kandungan mineral tulang per-unit area

(gr/ml). WHO memberikan batasan penilaian hasil DMT berdasarkan simpangan baku (standard deviasi / SD) dari DMT subjek terhadap refensi (Z) sebagai berikut :

a) Normal : nilai DMT diatas -1 SD rata-rata nilai DMT orang dewas muda normal.


(59)

c) Osteoporosis : nilai DMT dibawah atau sama dengan -2,5 SD

d) Osteoporosis berat : nilai DMT dibawah atau sama dengan -2,5 SD disertai adanya fraktur.

4. Olahraga bermakna apabila olahraga minimal jalan pagi 3 (tiga) kali / minggu,

selama minimal 30 menit.

5. Merokok bermakna bila merokok >3 batang / hari.

6. Minum kopi bermakna bila minum kopi > 20 cangkir / minggu

7. IMT bermakna dikatakan gemuk IMT ≥25 kg/m2 dan kurus IMT < 20 kg/m2. Normal dikatakan 20≤IMT<25.

8. Amenorea primer adalah bila seorang wanita tersebut telah mencapai usia 14

tahun, belum terlihat pertumbuhan seksual sekunder dan belum mendapat haid, atau wanita tersebut telah mencapai usia 16 tahun dan telah terlihat pertumbuhan seksual sekunder, namun haid belum juga muncul.

9. Amenorea sekunder adalah bila seorang wanita dalam masa reproduksi yang

telah mengalami haid, kemudian tidak haid selama 3 bulan berturut-turut.

3.9. ANALISA DATA

Hasil penelitian dicatat dalam formulir yang disimpan sebagai berkas data computer dan selanjutnya dianalisa dengan perangkat komputer, dimana untuk melihat hubungan antara kelompok densitas mineral tulang dengan masa klimakterium digunakan uji chi-square dan untuk melihat perbedaan nilai densitas mineral tulang pada masa klimakterium digunakan uji Anova. Sedangkan untuk melihat penurunan nilai densitas mineral tulang pada masa klimakterium digunakan Regresi Linier.


(60)

3.10. ETIKA PENELITIAN

a) Setiap wanita yang memenuhi kriteria penelitian akan mendapatkan penjelasan tentang tujuan dan cara penelitian kemudian diminta tanpa paksaan menandatangani formulir persetujuan penelitian.

b) Setiap wanita yang ikut dalam penelitian ini berhak mengetahui hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Dengan alasan tertentu juga berhak menarik diri dari penelitian.

c) Kepada peserta penelitian tidak dikenakan biaya tambahan yang dikaitkan dengan adanya penelitian ini.

d) Penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etik Penelitian bagian Departemen Obstetri dan Ginekologi dan diteruskan ke Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.


(61)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL PENELITIAN

Tabel 4.1. Tabel distribusi densitas mineral tulang dengan masa klimakterium

awal, perimenopause dan klimakterium akhir.

Masa Klimakterium p*

Densitas Mineral Tulang

Klimakterium awal (35-45)

tahun

% Perimenopause

(46-55) tahun

% Klimakterium

Akhir (56-65) tahun

%

Total

Normal 17 85 7 29,1 4 20 28

Osteopenia 3 15 10 50 8 40 21

Osteoporosis 0 0 3 20,9 8 40 11

Total 20 100 20 100 20 100 60

0,001

*Chi-Square

Dari Tabel 4.1. di jumpai pada masa klimakterium awal, densitas mineral tulang

terbanyak adalah normal 17 orang (85%). Pada masa perimenopause, densitas mineral tulang terbanyak adalah osteopenia 10 orang (50%). Sedangkan pada masa klimakterium akhir, densitas mineral tulang terbanyak adalah osteopenia dan

osteoporosis 8 orang (40%). Dari uji statistik Chi-Square menunjukkan adanya

hubungan yang bermakna secara statistik antara densitas mineral tulang dengan masa klimakterium yang dapat dilihat dari nilai p = 0,001 ( p< 0,05 ).


(62)

Tabel 4.2. Nilai densitas mineral tulang yang di kelompokan berdasarkan masa

klimaterium awal, perimenopause, dan klimaterium akhir.

No. Sampel Klimakterium Awal (35-45) tahun Perimenopause (46-55) tahun Klimakterium Akhir

(56-65) tahun p*

1 -0,5 -0,9 -1,5

2 -0,8 -1,1 -1,8

3 -0,2 -1,3 -2,8

4 -1,1 -0,8 -1,7

5 -0,5 -0,7 -0,7

6 -0,7 -1,7 -2,9

7 -0,2 -0,7 -3,0

8 -0,9 -1,4 -1,9

9 -0,3 -2,1 -2,7

10 -0,6 -0,9 -0,5

11 -0,2 -1,6 -1,8

12 -0,4 -1,1 -0,6

13 -0,7 -1,6 -2,9

14 -1,2 -0,9 -1,6

15 -0,6 -2,7 -2,8

16 -0,9 -2,5 -1,1

17 -0,4 -1,7 -2,9

18 -0,6 -0,5 -2,6

19 -0,7 -2,6 -1,2

20 -1,0 -1,4 -0,7

Rata-rata

-0,625 -1,390 -1,885

0,001


(63)

Pada Tabel 4.2. Dijumpai nilai rata-rata densitas mineral tulang pada klimakterium

awal, perimenopause dan klimakterium akhir adalah masing-masing -0,625, -1,390,

-1,885. Hal ini menunjukkan adanya penurunan nilai densitas mineral tulang dari

klimaterium awal, perimenopause dan klimakterium akhir.

Dari uji statistik ANOVA menunjukkan adanya perbedaan bermakna rata-rata nilai

densitas mineral tulang pada ketiga kelompok dengan nilai p = 0,001 (p<0.05). Dari uji perbedaan bermakna yang paling kecil (LSD), menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara masa perimenopause dengan klimakterium akhir p > 0,05.

Gambaran grafik nilai densitas mineral tulang yang di kelompokan berdasarkan masa klimaterium awal, perimenopause, dan klimaterium akhir dapat dilihat pada gambar 2. dibawah ini.

Gambar 2. Grafik nilai densitas mineral tulang yang di kelompokan


(64)

Tabel 4.3. Nilai indeks masa tubuh yang di kelompokkan berdasarkan masa

klimaterium awal, perimenopause dan masa klimaterium akhir.

INDEK MASA TUBUH (IMT) No. sample Klimaterium awal (35-45) tahun Perimenopause (46-55) tahun Klimaterium akhir (56-65) tahun p*

1 23,43 21,64 21,05 2 23,23 21,00 22,52 3 23,11 21,78 21,08 4 21,62 24,65 22,99 5 21,48 22,97 24,25 6 21,64 22,49 20,88 7 22,37 23,04 21,42 8 20,68 20,69 22,22 9 24,00 20,72 21,46 10 21,78 22,37 24,86 11 20,17 21,49 23,94 12 23,33 20,08 24,56 13 20,25 20,55 20,51 14 20,65 22,88 21,21 15 22,10 21,00 23,94 16 20,67 21,90 24,07 17 21,09 21,05 20,83 18 23,03 24,00 21,05 19 24,32 21,75 23,74 20 21,54 20,92 24,77

Rata-rata

22,02 21,84 22,56

>0,05


(65)

Pada Tabel 4.3. Dijumpai nilai rata-rata IMT pada klimakterium awal adalah 22,02 ,

perimenopause adalah 21,84 ,dan klimakterium akhir adalah 22,56.

Dari uji statistik ANOVA menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna dari

ketiga kelompok klimakterium p > 0,05.

Gambaran grafik indek masa tubuh yang di Kelompokkan berdasarkan masa klimaterium awal, perimenopause, dan klimaterium akhir dapat dilihat pada gambar 3. dibawah ini.

Gambar 3. Grafik Indeks masa tubuh yang di kelompokkan berdasarkan masa


(66)

Gambar 4. Grafik diagram sebar antara nilai densitas mineral tulang (T-Score)

dengan umur.

0.0

-0.5

-1.0

-1.5

-2.0

-2.5

-3.0

65 60

55 50

45 40

35

Umur

Linea Obse

T_Score

*Regresi Linier

Dari grafik diagram sebar diatas, dijumpai hubungan berbanding terbalik antara kedua variabel tersebut. Yang mana semakin tinggi usia semakin kecil nilai densitas mineral tulang (T-Score) dengan nilai r = - 0,749.


(67)

Gambar 5. Grafik diagram sebar antara nilai densitas mineral tulang (T-Score)

dengan IMT.

0.0

-0.5

-1.0

-1.5

-2.0

-2.5

-3.0

25.00 24.00

23.00 22.00

21.00 20.00

IMT

Linea Obse

T_Score

*Regresi Linier

Dari grafik diagram sebar diatas, dijumpai hubungan berbanding lurus antara kedua variabel tersebut. Yang mana semakin tinggi IMT semakin tinggi juga nilai densitas mineral tulang (T-Score) dengan nilai r = 0,355.


(68)

4.2. PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang diperoleh dari sampel, pada tabel 4.1 ditemukan densitas mineral tulang yang normal pada masa klimakterium awal sebanyak 85%, pada masa perimenopause sebanyak 29,1%, pada masa klimakterium akhir sebanyak 20%. Sedangkan densitas mineral tulang yang osteoporosis, pada masa klimakterium awal sebanyak 0%, pada masa perimenopause sebanyak 20,9%, pada masa klimakterium akhir sebanyak 40%.

Disini dapat dinilai dengan kriteria yang sama, terjadi penurunan jumlah densitas mineral tulang yang normal. Sebaliknya, terjadi peningkatan jumlah densitas mineral tulang yang osteoporosis.

Berdasarkan Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (PEROSI), Penurunan hormon estrogen merupakan penyebab lebih cepat terjadinya osteporosis primer pada wanita postmenopause. Osteoporosis biasanya terjadi pada usia 55-70 tahun dan sering menyebabkan kolaps tulang belakang, tinggi badan berkurang karena

bengkok, fraktur tulang panggul dan pangkal pergelangan tangan. Saat ini

dinyatakan bahwa osteoporosis merupakan penyakit endemik manusia usia lanjut.

Pada Tabel 4.2. Dijumpai nilai rata-rata densitas mineral tulang pada klimakterium awal, perimenopause dan klimakterium akhir adalah masingmasing -0,625, -1,390, -1,885. Hal ini menunjukkan adanya penurunan nilai densitas mineral tulang dari klimaterium awal, perimenopause dan klimakterium akhir.

Begitu juga pada grafik diagram sebar antara nilai densitas mineral tulang dengan umur, dijumpai hubungan berbanding terbalik antara kedua variabel tersebut. Yang mana semakin tinggi usia semakin kecil nilai densitas mineral tulang.


(1)

LEMBARAN PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN SUBJEK PENELITIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ... Umur : ... Alamat : ...

Dengan ini menyatakan :

Setelah mendapat penjelasan sepenuhnya dan menyadari serta memahami tentang maksud dan tujuan serta tata laksana penelitian yang berjudul :

”STUDI BANDING DENSITAS MINERAL TULANG PADA MASA KLIMATERIUM”

Saya menyatakan bersedia / tidak keberatan untuk dilibatkan dan berpartisipasi dalam penelitian ini, dengan sewaktu – waktu dapat mengundurkan diri karena berbagai alasan. Biaya penelitian tidak dibebankan kepada saya.

Demikian surat persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan penuh tanggung jawab tanpa paksaan dari pihak manapun.

Medan, Mei 2010

Peneliti Yang Membuat Pernyataan


(2)

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Ibu-ibu Yth,

Nama saya dr.Irwansyah Putra, saat ini saya sedang menjalani program pendidikan Magister Kedokteran Klinik dan Pendidikan Spesialis Kebidanan dan Kandungan (OBGIN) FK-USU.

Saya sedang meniliti tentang studi banding Densitas Mineral Tulang pada masa klimakterium. Secara teoritis dikatakan adanya hubungan bahwa meningkatnya kejadian osteoporosis sehubungan bertambahnya usia sesorang wanita. Ini disebabkan penurunan hormone estrogen yang merupakan penyebab paling cepat terjadinya osteoporosis primer pada wanita postmenopause.

Adapun tujuan penelitian ini, untuk mengetahui nilai densitas mineral tulang pada wanita pada masa klimakterium.

Adapun manfaat penelitian ini, diharapkan agar dapat menegakkan diagnosa dini osteoporosis pada masa klimakterium seorang wanita.

Pada penelitian ini, saya akan melakukan wawancara dan pencatatan data dengan ibu-ibu dengan menggunakan lembaran kuesioner, yang berisi beberapa pertanyaan dimana ibu-ibu hanya memberikan informasi tentang data pribadi serta pertanyaan yang berhubungan dengan penelitian. Selanjutnya akan dilakukan pengukuran densitas mineral tulang dengan menggunakan Quantitative Ultrasaund (QUS). Pengukuran densitas mineral tulang dilaksanakan dengan cara yang tidak berbahaya, relatif murah, mudah dan tidak memerlukan radiasi. Dengan ultrasonografi ini dapat diukur densitas mineral pada tulangtulang perifer seperti tumit, tempurung lutut, jari dan tulang tibia.

Penelitian ini tidak berbahaya, dan biaya penelitian ini sepenuhnya tidak dibebankan kepada ibu-ibu. Partisipasi pasien dalam penelitian ini bersifat sukarela dan tanpa paksaan, maupun tekanan dari pihak manapun. Seandainya ibu-ibu menolak untu berpartisipasi dalam penelitian ini, maka tidak akan kehilangan hak sebagai pasien.

Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan ibu-ibu yang terpilih sebagai sukarela dalam penelitian ini dapat mengisi lembar persetujuan turut serta dalam penelitian ini yang telah di persiapkan.


(3)

Terima kasih saya ucapkan kepada ibu-ibu yang telah berpartisipasi di dalam penelitian ini. Jika selama menjalani penelitian ini terdapat hal-hal yang kurang jelas maka ibu-ibu dapat menghubungi dr. Irwanayah Putra, Departemen Kebidanan dan Kandungan (Obstetri dan Genikologi) FK-USU. Telp: 061-77162857 atau telepon genggam 08126392804. Terima kasih.

Medan, Mei 2010

Hormat saya,


(4)

TABEL DATA INDUK PEMERIKSAAN DENSITAS MINERAL TULANG MASA KLIMAKTERUM

NO NAMA UMUR TB(cm) BB(Kg) IMT NILAI T-SCORE KELOMPOK

1 Syafitri M 40 160  60  23,43 -0,5 Normal

2 Atika R 44 158  58  23,23 -0,8 Normal

3 Kartini S 39 150  52  23,11 -0,2 Normal

4 Siti Zahara 43 149  48  21,62 -1,1 Normal

5 Zubaedah 37 160  55  21,48 -0,5 Normal

6 Sumiati 36 152  50  21,64 -0,7 Normal

7 Hotnida 39 148  49  22,37 -0,2 Normal

8 Samini 42 166  57  20,68 -0,9 Normal

9 Tuti 37 150  54  24,00 -0,3 Normal

10 Ngatimi 41 153  51  21,78 -0,6 Normal

11 Era.S 36 151  46  20,17 -0,2 Normal

12 Amelia 36 155  56  23,33 -0,4 Normal

13 Elpina 40 154  48  20,25 -0,7 Normal

14 Suqimin 43 146  44  20,65 -1,2 Normal

15 Umi Kalsum 36 162  58  22,10 -0,6 Normal

16 Abibah S 39 154  49  20,67 -0,9 Normal

17 Ernawati 41 157  52  21,09 -0,4 Normal

18 Nurlela 38 143  47  23,03 -0,6 Normal

19 Siti Aminah 37 149  54  24,32 -0,7 Normal


(5)

21 Nurhati 48 152  50  21,64 -0,9 Normal

22 Samiun 51 148  46  21,00 -1,1 Normal

23 Tuti 54 150  49  21,78 -1,3 Normal

24 Syatmi 50 156  60  24,65 -0,8 Normal

25 Yanti 47 149  51  22,97 -0,7 Normal

26 Aninda 54 158  56  22,49 -1,7 Normal

27 Ekayanti 53 160  59  23,04 -0,7 Normal

28 Mayasari 54 157  51  20,69 -1,4 Normal

29 Joharmi 54 149  46  20,72 -2,1 Normal

30 Isnaini 47 148  49  22,37 -0,9 Normal

31 Rany 49 151  48  21,49 -1,6 Normal

32 Ilmi R 46 153  47  20,08 -1,1 Normal

33 Nurhaliza 49 156  50  20,55 -1,2 Normal

34 Windy N 48 146  53  22,88 -0,9 Normal

35 Khairunisa 52 148  46  21,00 -2,7 Normal

36 Putrinisa 53 157  54  21,90 -2,5 Normal

37 Delvi.R 51 151  48  21,05 -1,7 Normal

38 Gina.S 49 150  54  24,00 -0,5 Normal

39 Malina 54 147  47  21,75 -2,6 Normal

40 Wira lubis 52 145  44  20,92 -1,4 Normal

41 Haliza 57 151  48  21,05 -1,5 Normal

42 Waridah 60 149  50  22,52 -1,8 Normal

43 Rabihatun 61 154  50  21,08 -2,8 Normal

44 Sakaliah 59 146  49  22,99 -1,7 Normal

45 Rugayah 58 145  51  24,25 -0,7 Normal

46 Nurbaya 63 150  47  20,88 -2,9 Normal

47 Songgot 62 145  45  21,42 -3,0 Normal

48 Nanaor 60 144  46  22,22 -1,9 Normal

49 Mega H 64 148  47  21,46 -2,7 Normal

50 Anggraini 56 146  53  24,86 -0,5 Normal

51 Widiawali 59 146  51  23,94 -1,8 Normal

52 Rika M 58 151  56  24,56 -0,6 Normal


(6)

54 Rindu T 62 152  49  21,21 -1,6 Normal

55 Syamsiah 65 146  51  23,94 -2,8 Normal

56 Mika M 59 147  52  24,07 -1,1 Normal

57 Saliyani 61 155  50  20,83 -2,9 Normal

58 Desy A 62 151  48  21,05 -2,6 Normal

59 Raisa 58 148  52  23,74 -1,2 Normal

60 Butet 57 149  55  24,77 -0,7 Normal