LANDASAN TEORETIS Analisis Kesalahan Penerapan Tanda Baca dalam Cerpen Siswa Kelas VIII SMP Dua Mei Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2014/2015
Alwi, Hasan, Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, dan Anton Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden:
Balai Poestaka.
Catatan: Urutan informasi mengenai daftar pustaka tergantung pada lembaga
yang bersangkutan.
f. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya
yang menunjukan jumlah. Misalnya:
Desa itu berpenduduk 24.200 orang. Siswa yang lulus masuk perguruan tinggi negeri 12.000 orang.
Penduduk jakarta lebih dari 11.000.000 orang
Catatan: a
Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipantannya yang tidak menunjukan jumlah. Misalnya:
Dia lahir pada tahun 1956 di Bandung. Lihat halaman 2345 dan seterusnya.
Nomor gironya 5645678.
b Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala
karangan atau ilustrasi, tabel, dan sebagainya. Misalnya:
Acara Kunjungan Menteri Pendidikan Nasional Bentuk dan kedaulatan Bab I UUD 1945
Salah Asuhan
c Tanda titik tidak dipakai dibelakang a nama dan alamat pengirim
surat, dan c dibelakang tanggal surat. Misalnya:
Yth. Kepala Kantor Penempatan Tenaga Jalan Cikini 71
Jakarta
Yth. Sdr. Moh. Hasan Jalan Arif Rahmad 43
Palembang
Adinda Jalan Diponegoro 82
Jakarta 21 April 2008
d Pemisah bilangan ribuan atau kelipatannya dan desimal dilakukan
sebagai berikut.
Rp200.250,75 50,000.50
8.750 m 8,750 m
4
g. Tanda titik dipakai pada penulisan singkatan. Singkatan ialah bentuk singkat
yang erdiri atas satu huruf atau lebih. a
Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda titik di belakang tiap-tiap singkatan itu.
Misalnya:
A. H. Nasution
Abdul Haris Nasution
4
Inoer Hidayati, Buku Pintar EYD: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan,
Yogyakarta: Indonesia Tera, 2012, h. 42
H. Hamid
Haji Hamid Suman Hs.
Suman Hasibuan W.R.
Supratman Wage Rudolf Supratman
M.B.A. master of business administration
M. Hum. Magister Humaniora
M. Si. Magister sains
Bpk. Bapak
Sdr. Saudara
Kol. Kolonel
b Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan
atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas gabungan huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan
tanda titik. Misalnya:
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa
WHO Worl Health Organization
PGRI Persatuan Guru Republik Indonesia
c Singkatan kata yang berupa gabungan huruf diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
Jml. Jumlah
Kpd. Kepada
Tgl. Tanggal
Hlm. Halaman
Dl. Dalam
No. Nomor
d Singkatan gabungan kata yang terdiri atas tiga huruf diikuti dengan
tanda titik. Misalnya: Dll.
dan lain-lain Dsb.
dan sebagainya. Dst.
dan seterusnya Sda.
sumber daya alam Ybs.
yang bersangkutan
Catatan: Singkatan itu dapat digunakan untuk keperluan khusus,
seperti dalam perbuatan catatan rapat dan kuliah.
e Singkatan gabungan kata yang terdiri atas dua huruf lazim dugunakan
dalam surat menyurat masing-masing diikuti oleh tanda titik. Misalnya:
a.n. atas semua
d.a. dengan alamat
u.b. untuk beliau
u.p. untuk perhatian
f Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan
mata uang tidak diikuti tanda dengan titik. Misalnya:
Cu kuprum
Cm sentimeter
Kg kilogram
KVA kilovolt-ampere L
liter Rp
rupiah
TNT trinitrotoluene
5
2. Tanda Koma ,
a. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau
bilangan. Misalnya:
Saya membeli kertas, pena, dan tinta. Surat biasa, surat kilat, ataupun surat kilat khusus memerlukan
perangko. Satu, dua, ... tiga
b. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari
kalimat setara berikutnya yang didahului dengan kata seperti tetapi, melainkan, sedangkan, dan kecuali.
Misalnya:
Saya akan membeli buku-buku puisi, tetapi kau yang memilihnya.
Ini bukan buku saya, melainkan buku ayah saya. Dia senang membaca cerita pendek, sedangkan adiknya suka
membaca puisi. Semua mahasiswa harus hadir, kecuali, yang tinggal diluar kota.
c. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat
jika anak kalimat itu mendahului induk kalimat. Misalnya:
Kalau ada undangan, saya akan datang. Karena tidak congkak, dia mempunyai banyak teman.
Agar memiliki wawasan yang luas, kita harus banyak membaca buku.
5
Inoer Hidayati, Buku Pintar EYD: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan,
Yogyakarta: Indonesia Tera, 2012, h. 30
Catatan: Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari
induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
Saya akan datang kalau ada undangan. Dia mempunyai banyak teman karena tidak congkak.
Kita harus membaca banyak buku agar memiliki wawasan yang luas.
d. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung
antarkalimat yang ter-dapat pada awal kalimat, seperti oleh, karena itu, jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu,
dan meskipun begitu. Misalnya:
Anak itu rajin dan pandai. Oleh karena itu, dia memperoleh beasiswa belajar di luar negeri.
Anak itu memang rajin membaca sejak kecil. Jadi, wajar kalu dia menjadi bintang pelajar.
Meskipun begitu, dia tidak pernah berlaku sombong kepada
siapapun.
Catatan: Ungkapan penghubung antarkalimat, seperti oleh karena itu.
jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu, dan meskipun begitu,
tidak dipakai pada awal paragraf.
e. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seru, seperti o, ya, wah,
aduh, dan kasihan, atau kata-kata yang digunakan sebagai sapaan, seperti
Bu, Dik, atau Mas dari kata lain yang terdapat dalam kalimat. Misalnya:
O , begitu?
Wah, bukan main
Hati-hati, ya, jalannya licin. Mas
, kapan pulang? Mengapa kamu diam, Dik?
Kue ini enak, Bu.
f. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dan bagian lain
dalam kalimat. Misalnya: Kata Ibu, “Saya gembira sekali.”
“saya gembira sekali,” kata Ibu, “karena lulus ujian.”
g. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian
lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru. Misalnya:
“Di mana saudara tinggal?” tanya Pak Guru. “Masuk ke kelas sekarang” perintahnya.
h. Tanda koma dipakai di antara a nama alamat, b bagian-bagian alamat,
c tempat dan tanggal, serta d nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan. Misalnya:
Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor Dekan Fakultas Kedokteran, Universtas Indonesia, Jalan
Salemba Raya 6, Jakarta Surabaya, 10 mei 1960
Tokyo, Jepang
i. Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik
susunannya dalam daftar pustaka. Misalnya:
Gunawan, Ilham. 1984. Kamus Politik Internasional. Jakarta: Restu Agung.
Halim, Amran Ed. 1976. Politik Bahasa Nasional. Jilid 1. Jakarta: Pusat Bahasa.
Junus, H. Mahmud. 1973. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Yayasan Penyelenggara PenerjemahPenafsir Alquran.
Sugono, Dendy, 2009. Mahir Berbahasa Indonesia dengan benar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
j. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki atau
catatan akhir. Misalnya:
Alisjahbana, S. Takdir, Tata Bahasa Baru Bahasa Inndonesia. Jilid 2 Jakarta: Pustaka Rakyat, 1950, hlm. 25.
Hilman, Hadikusuma, Ensiklopedi Hukum Adat dan Adat Budaya Indonesia,
Bandung: Alumni, 1977, hlm. 12 Poerwadarminta, W.J.S. Bahasa Indonesia untuk Karang-
mengarang Jogjakarta: UP Indonesia, 1967, hlm. 4.
k. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang
mengikutinya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga. Misalnya:
B. Ratulangi, S. E. Ny. Khadijah, M.A.
Bambang Irawan, S.H. Siti Aminah, S.E., M.M.
Catatan: Bandingkan Siti Khadihah, M.A. dengan Siti Khadijah M.A. Siti
Khadijash Mas Agung.
l. Tanda koma dipakai di muka angka desimal atau diantara rupiah dan sen
yang dinyatakan dengan angka. Misalnya:
12,5 m 27,3 kg
Rp500,50 Rp750.00
Catatan: Bandingkan dengan penggunaan tanda titik yang dimulai dengan
angka desimal atau di antara dollar dan sen.
m. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang
sifatnyatidak membatasi. Misalnya:
Guru saya, Pak Ahmad, Pandai sekali. Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang laiki-laki yang
makan sirih. Semua siswa, baik laki-laki maupun perempuan, mengikuti
latihan paduan suara.
Catatan: Bandingkan dengan keterangan pewatas yang pemakaiannya tidak
diapit dengan tanda koma. Misalnya
Semua siswa yang lulus ujian akan mendapat ijazah.
n. Tanda koma dapat dipakai untuk menghindari salah bacasalah pengertian di
belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat. Misalnya:
Dalam pengenbangan bahasa, kita dapat memamfaatkan bahasa- bahasa di kawasan nusantara ini.
Atas perhatian saudara, kami ucapkan terima kasih.
3. Tanda Titik Dua :
a. Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti
rangkaian atau pemerian. Misalnya:
Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.
Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang kemerdekaan hidup atau mati.
Catatan: Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau pemerian itu
merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan. Misalnya:
Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari. Fakultas itu mempunyai jurusan Ekonomi Umum dan Jurusan
Ekonomi Perusahaan.
b. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan
pemerian. Misalnya:
Ketua : Ahmad Wijaya
Sekretaris : Siti Aryani
Bendahara : Aulia Arimbi
Tempat : Ruang Sidang Nusantara
Pembawa Acara :Bambang S.
Hari, Tanggal : Selasa, 28 Oktober 2008
Waktu : 09.00-10.30
c. Tanda titik dua dapat dipakai dalam naskah drama sesudah kata yang
menunjukan pelaku dalam percakapan. Misalnya:
Ibu : “Bawa kopor ini, Nak”
Amir : “Baik, Bu.”
Ibu : “Jangan lupa. Letakan baik-baik”
d. Tanda titik dua dipakai di antara a jilid atau nomor dalam halaman, b bab
dan ayat dalam kitab suci, c judul dan anak judul suatu karangan, serta d nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan. Misalnya:
Horison, XLIII, No. 82008: 8
Surah Yasin: 9 Dari Pemburu ke Terapeutik: Antologi Cerpen Nusantara
Pedoman Umum Pembentukan Istilah Edisi Ketiga. Jakarta:
Pusat Bahasa
4. Tanda Hubung -
a. Tanda huung menyambung suku-suku kata yang terpisah oleh pergantian
baris. Misalnya:
Di samping cara lama diterapkan juga ca- ra baru.
Sebagaimana kata pribahasa, tak ada ga- ding yang tak retak.
b. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata yang mengikutinya
atau akhiran dengan bagian kata yang mendahuluinya pada pergantian baris. Misalnya:
Kini ada cara yang baru untuk meng-
ukur panas. Kukuran baru ini memudahkan kita meng-
ukur kelapa. Senjata ini merupakan sarana pertahan-
an yang canggih.
c. Tanda hubung digunakan untuk menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya:
Anak-anak Berulang-ulang
Kemerah-merahan
Selain digunakan pada kata ulang, tanda hubung digunakan untuk merangkaikan, unsur terikat dengan kata berikutnya yang
dimulai dengan huruf kapital singkatan yang berupa huruf kapital dengan huruf kecil ke- dengan angka, dan angka dengan
akhiran –an.
6
d. Tanda hubung digunakan untuk menyambung bagian-bagian tanggal dan
huruf dalam kata yang dieja satu-satu. Misalnya:
8-4-2008 p-a-n-i-t-i-a
e. Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas a hubungan bagian-
bagian kata atau ungkapan dan b penghilangan bagian frasa atau kelompok kata. Misalnya:
6
Asih Anggarani dkk, Mengasah Keterampilan Menulis Ilmiah di Perguruan Tinggi, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006, h. 53
Ber-evolusi Dua-puluh ribuan 20 x 1.000
Tanggung-jawab-dan-kesetiakawanan sosial tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial
Karyawan boleh mengajak anak-isteri ke acara pertemuan besok.
Bandingkan dengan:
Be-revolusi Dua-puluh-ribuan 1 x 20.000
Tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial.
f. Tanda hubung dipakai untuk merangkai:
a. Se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf
kapital, b.
Ke- dengan angka, c.
Angka dengan –an, d.
Kata atau imbuhan dengan singkata huruf kapital, e.
Kata ganti dengan berbentuk imbuhan, dan f.
Gabungan kata yang merupakan kesatuan. Misalnya:
Se-Indonesia Peringkat ke-2
Tahun 1950-an Hari-H
Sinar-X Mem-PHK-kan
Ciptaan-Nya Atas rahmat-Mu
Bandara Soekarno-Hatta
Alat pandang-dengar
g. Tanda hubung dipakai untuk merangkai unsur bahasa Indonesia dengan
unsur bahasa asing. Misalnya:
di-smash di-mark-up
pen-tackle-an
5. Tanda tanya ?
a. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya. Mislanya:
Kapan dia berangkat? Saudara tahu, bukan?
b. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian
kalimat yang disangsikan atau kurang dapat dibuktikan kebenarannya. Misalnya:
Dia dilahirkan pada tahun 1963 ? Uang sebanya sepuluh juta rupiah ? hilang.
6. Tanda seru
Tanda seru dipakai untuk mengakhiri ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidak
percayan, ataupun emosi yang kuat. Misalnya:
Alangkah indahnya taman laut ini Bersihkan kamar itu sekarang juga
Sampai hati benar dia meninggalkan isterinya Merdeka
7. Tanda petik “...”
a. Tanda petik dipakai untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari
pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain. Misalnya: Pasal 36 UUD 1945 menyatakan, “Bahasa negara ialah bahasa
Indones ia.”
Ibu berkata, “Paman berangkat besok pagi.” “Saya belum siap,” kata dia, “tunggu sebentar”
b. Tanda petik dipakai untuk mengapit judul puisi, karangan, atau bab buku
yang dipakai dalam kalimat. Misalnya: Sajak “pahlawanku” terdapat pada halaman lima buku itu.
Saya sedang membaca “Peningkatan Mutu Daya Ungkapbahasa Indonesia” dalam buku Bahasa Indonesia Menuju Masyarakat
Madani. Bacalah “Penggunaan Tanda Baca” dalam buku Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Makalah “Pembentukan Insan Cerdas Kompetitif” menarik
perhatian peserta seminar.
c. Tanda petik digunakan untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal
atau kata yang mempunyai arti khusus. Misalnya: Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara “coba dan ralat” saja.
Dia bercelana panjang yang dikalangan remaja dikenal dengan nama “cutbrai”.
Catatan: a
Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung. Misalnya:
Kata dia, “saya juga minta satu.” Dia bertanya, “apakah saya boleh ikut?”
b Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di
belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat. Misalnya:
Bang Komar sering disebut “pahlawan”; ia sendiri tidak tahu sebabnya.
Karena warna kulitnya, dia mendapat julukan “Si Hitam”.
c Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik
itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
d Tanda petik “ dapat digunakan sebagai pengganti idem atau sda.
sama dengan diatas atau kelompok kata di atasnya dalam penyajian yang berbentuk daftar. Misalnya:
Zaman bukan jaman Asas
“ azas
Plaza “
plasa Jadwal
“ jadual
Bus “
bis
C. Pengertian Karangan dan Cerpen
1. Pengertian Karangan
Karangan adalah pembuatan cerita dan penyusunannya. Pengarang adalah penulis cerita, karena ia yang mengarang cerita baik idenya berdasarkan
imajinasi sendiri maupun berasal dari tema yang sengaja dipilihnya.
7
Imajinasi ini bisa bermula dari sebuah pengalaman, perasaan, pendapat, pengetahuan,
keinginan, ajakan, himbauan, penolakan, dan kegundahan batin sorang penulis. Secara teoritis lahirnya sebuah tulisan dapat dipengaruhi oleh tujuan
penulisan, gaya pengungkapan, media yang digunakan, dan sebagainya. Tulisan yang berkembang dimasyarakat sangat beragam, seperti cerita fiksi,
non fiksi, iklan, pengumuman, surat, catatan harian, dan sebagainya.
8
Karangan terbagi menjadi empat jenis, yaitu narasi, eksposisi, deskripsi, dan argumentasi.
2. Karangan Narasi
Penulisan yang sifatnya bercerita, baik berdasarkan pengamatan maupun perekaan, dan tujuannya lebih banyak menghimpun, tergolong kategori
pengisahan. Hasilnya dapat disebut kisahan atau narasi.
9
Secara harfiah, narasi merupakan suatu cerita. Cerita yang menuturkanatau menyajikan hal, kejadian, atau, peristiwa secara berurutan dengan menonjolkan
tokoh. Didalam kejadian itu, tokoh cerita mengalami atau menghadapi suatu konflik atau pertikaian. Rangkaian kejadian, latar, tokoh dan konflik ini
merupakan unsur pokok sebuah narasi, dan ketiganya, secara kesatuan biasa pula terangkai dalam satu plot atau alur. Dengan demikian, narasi adalah cerita
berupa kejadian atau peristiwa berdasarkan alur.
10
Munurut Keraf karangan narasi itu sasaran utamanya adalah tindakan-tindakan yang dijalin dan
dirangkaiakan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu kesatuan waktu. Berikut contoh karangan narasi, sebuah penggalan cerpen karya
Wahyudi S. berjudul Suamiku: Setelah selesai berpidato, kulihat wajah suamiku begitu cerah dan
bersinar. Sebelumnya, aku belum pernah melihat ia begitu lega saat ia selesai
7
Abdul Aziz Abdul Majid, Mendidik Dengan Cerita, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002, h. 9
8
Sukino, Menulis Itu Mudah: Panduan Praktis Menjadi Penulis Handal, Yogyakarta: Pustaka Populer, 2010, h 56
9
Alek A. dan H. Achmad H.P., Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: Prenada Media Group, 2010, h. 184
10
Sukino, Menulis Itu Mudah: Panduan Praktis Menjadi Penulis Handal, Yogyakarta: Pustaka Populer, 2010, h. 57
berpidato seperti malam ini. Tidak sia-sia rasanya beberapa malam ini ia belajar berpidato. Entah mengapa, suamiku harus belajar berpidato.
Untuk urusan pidato, aku tidak ingin memuji dan tidak perlu meragukannya lagi. Suamiku memang jago dalam berpidato. Tidak hanya itu.
ia juga pandai meniru-niru gaya seseorang. Bahkan, pernah ia dengan persis meniru gaya bicara penyanyi dangdut terkenal.
Tapi entah mengapa untuk pidato kali ini ia harus belajar segala. Kalau karena alasan yang hadir, aku lihat yang hadir malam itu relatif sama dengan
saat ia berpidato yang kemarin-kemarin. Yang datang teman-teman sekantornya beserta istri-istri mereka. Hanya saja kali ini memang kepala
kantornya baru. Tapi tunggu sebentar. Aku baru ingat. Selama belajar berpidato, ia
berusaha keras untuk mengatakan kan dan bukan ken. Ia begitu berhati-hati mengucapkan
kata-kata tekankan,
instruksikan, sabarkan,
salurkan, sembunyikan. Kalau dulu kalau dulu pasti yang keluar dari mulutnya adalah
tekanken, instruksiken, sebarken, salurken, sembunyiken. Lima bulan setelah berpidato, kedudukan suamiku naik menjadi kepala
subbagian di kantornya. Sejak itu, beban pekerjaannya bertambah-tambah. Yang semula sehabis pulang ke rumah ia bisa bermain-main dan jagongan
dengan tetangga, sekarang waktu untuk itu sedikit sekali. Tidak jarang ia pulang agak malam. Biasa, alasan pekerjaan, disuruh
kepala bagiannya, dipercaya kepala kantornya, atau alasan rapat, pertemuan dan tektek bengek lainnya.
Aku sebagai istri sih tidak keberatan. Bagiku ini justru menaikkan gengsiku. Setiap tetangga bertanya, ke mana suamiku, aku jawab dengan
jawaban yang itu tadi: ngurus pekerjaan, disuruh kepala bagiannya, dipercaya kepala kantornya, atau alasan rapat, pertemuan.mereka terheran-heran
campur kagum. Kekaguman mereka juga tercampur dengan ketidakmengertian
mereka terhadap pekerjaan pegawai. Memang, di kampungku tidak ada seorang pun yang menjadi pegawai, kecuali suamiku.
11
3. Cerpen
Cerita pendek atau cerpen termasuk ke dalam kategori teks sastra. Sastra itu sendiri memiliki pengertian pengungkapan realitas kehidupan masyarakat
secara imajiner atau secara fiksi. Dalam hal ini, sastra memang representasi dari cerminan masyarakat. Senada dengan apa yang diungkapkan oleh George
Lukas bahwa sastra merupakan sebuah cermin yang memberikan kepada kita sebuah refleksi realitas yang lebih besar, lebih lengkap, lebih hidup, dan lebih
dinamik.
12
Cerpen itu sendiri adalah kisahan yang memberikan kesan tunggal dominan tentang suatu tokoh dalam satu latar dan satu situasi yang dramatik.
Sumardjo dalam Sukino mengungkapkan bahwa cerita pendek adalah seni, keterampilan menyajikan cerita, yang di dalamnya merupakan satu kesatuan
bentuk utuh, manunggal, dan tidak ada bagian-bagian yang tidak perlu, tetapi juga ada bagian yang terlalu banyak. Semuanya pas, integral, dan mengandung
suatu arti.
13
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian cerpen adalah cerita fiksi rekaanyang mengisahkan tokoh dan karakternya
serta memiliki cakupan ide yang tunggal. Cerpen masuk dalam kategori prosa rekaan modern. Bentuk prosa rekaan
modern bisa dibedakan atas roman, novel, novelet, dan cerpen. Karena tidak ada penelitian yang mendukung, pembedaan atas bentuk tersebut lebih banyak
didasarkan pada panjang-pendeknya dan luas-tidaknya masalah yang dipaparkan dalam prosa rekaan. Walaupun tidak selalu benar. Ada juga yang
dasar pembedaanya ditambah dengan bahasa dan lukisannya.
14
11
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, Jakarta: Grasindo, 2008, h. 130
12
Endah Tri Priyatni, Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis, Jakarta: Bumi Aksara, 2010, h. 12
13
Sumardjo dalam Sukino, Menulis Itu Mudah: Panduan Praktis Menjadi Penulis Handal,
Yogyakarta: Pustaka Populer, 2010, h. 142
14
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, Jakarta: Grasindo, 2008, h. 140
Untuk menentukan panjang pendeknya cerpen, khususnya berkaitan dengan kata yang digunakan, berikut ini dikemukakan beberapa pendapat.
Menurut Guerin cerpen biasanya menggunakan 15.000 kata atau 50 halaman. Sedangkan Nugroho Notosusanto dalam Zulfahnur menyatakan bahwa jumlah
kata yang digunakan dalam cerpen 5.000 kata atau kira-kira 17 halamankuarto spasi rangkap.
15
Cerpen dapat dikategorikan kembali menjadi cerpen yang panjang cerpenpan dan cerpen yang pendek, biasa disebut cerita mini misalnya
“Cermin” di majalah Gadis. Cerpen panjang dapat kita temui, antara lain dalam karya Budi Darma yang berjudul “Fofo” 42 halaman dan “Kritikus
Adinan” 56 halaman. Cerita mini biasanya terdiri atas satu halaman atau
kurang dari itu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia cerpen diartikan sebagai kisahan pendek kurang dari 10.000 kata yang memberikan kesan
tunggal yang dominan dan memusatkan diri pada satu tokoh di satu situasi pada suatu ketika.
16
Cerita pendek selain kependekannya ditunjukan oleh jumlah kata yang digunakan. Ternyata peristiwa dan isi cerita yang disajikan juga sangat pendek.
Peristiwa ang disajikan memang singkat, tetapi mengandung kesan yang mendalam. Isi cerita memang pendek karena mengutamakan kepadatan ide.
Oleh karena peristiwa dan isi cerita dalam cerpen singkat, maka pelaku-pelaku dalam cerpen pun relatif lebih sedikit jika dibandingkan dengan romannovel.
17
4. Unsur Intrinsik
Aminuddin mengatakan unsur intrinsik adalah elemen-elemen fiksional yang membangun karya fiksi itu sendiri sebagai suatu wacana. Sedangkan
soedjijono menyatakan bahwa unsur instrinsik adalah unsur yang berkaitan dengan eksistensi sastra sebagai struktur verbal yang otonom.
15
Zulfahnur dalam Endah Tri Priyatni, Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis,
Jakarta: Bumi Aksara, 2010, h. 126
16
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, Jakarta: Grasindo, 2008, h. 142
17
Endah Tri Priyatni, Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis, Jakarta: Bumi Aksara, 2010, h. 126
Jokob sumardjo dan saini K.M. mengungkapkan bahwa unsur intrinsik prosa fiksi meliputi: alur, tema, tokoh dan penokohan, suasana, latar, sudut
pandang, dan gaya.pendapat ini selaras dengan pernyataan William Kenney bahwa unsur intrinsik itu mencakup: plot, karakter, setting, point of view, gaya,
tone, dan tema. Dari berbagai pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur
instrinsik prosa fiksi ada tujuh, yaitu tema, tokoh dan penokohan, alur atau plot, gaya, setting atau latar, point of view dan suasana mood and
atmosphere
18
a. Tokoh, Watak dan Perwatakan
a Tokoh
Yang dimaksud dengan tokoh adalah para pelaku atau subjek lirik dalam karya fiksi. Tokoh, berdasarkan bentuknya dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu: tokoh fiksi dan tokoh imajiner. Suyitno mengatakan Tokoh fiksi adalah tokoh yang ditampilkan pengarang sebagai manusia
yang hidup di alam nyata. Dalam karya fiksi, tokoh semacam ini dapat dilihat pada karya prosa fiksi konvensional. Sedangkan tokoh imajiner
adalah tokoh yang ditampilkan sebagai manusia yang hidup dalam fantasi. Dari tokoh imajiner ini kita tidak akan menjumpai sifat-sifat
manusia secara wajar. Biasanya tokohnya berupa manusia yang serba super, tokoh tidak memiliki watak, sifat dan perangai seperti layaknya
manusia biasa. Berdasarkan sifat dan watak tokoh, tokoh dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Menurut pendapat Aminuddin Tokoh protagonis adalah tokoh yang berwatak baik sehingga
disukai oleh pembaca. Sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang berwatak jelek, tidak sesuai dengan apa yang diidamkan oleh pembaca.
18
Endah Tri Priyatni, Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis, Jakarta: Bumi Aksara, 2010, h. 110
Berdasarkan fungsinya, tokoh dibedakan atas tokoh utama dan tokoh bawahanpembantu. Tokoh utama adalah tokoh yang memega
peran utama, frekuensi kemunculannya sangat tinggi, menjadi pusat penceritaan. Sedangkan tokoh bawahan adalah tokoh yang mendukung
tokoh utama yang membuat cerita lebih hidup. Berdasarkan kompleksitas masalah yang dihadapi, tokoh
dibedakan atas tokoh simple dan tokoh kompleks. Tokoh simple adalah tokoh yang tidak banyak dibebani masalah, sedangkan tokoh kompleks
adalah tokoh yang banyak dibebani masalah. Berdasarkan perkembangan watak tokoh, tokoh yang dibedakan
atas tokoh statis dan tokoh dinamis. Tpkoh statis adalah tokoh yang wataknya tidak mengalami perubahan mulai dari awal hingga akhir
cerita. Sedangkan tokoh dinamis adalah tokoh yang mengalami perubahan dan perkembangan watak.
b Watak
Watak adalah sifat dasar, ahklak, atau budi pekerti yang dimiliki oleh tokoh. Setiap tokoh dalam karya fiksi memiliki sifat, sikap, dan
tingkah laku atau watak-watak tertentu. Yang memperkenalkan watak- watak tersebut adalah pengarang dengan tujuan untuk memperjelas tema
yang ingin disampaikan.
c Perwatakan
Cara pengarang menampilkan watak para tokoh dalam cerita ada bermacam-macam. M. Saleh dan Stephen Minot mengungkapkan bahwa
ada dua cara perwatakan, yakni secara langsung atau analitik, secara dramatik tidak langsung. Cara analitik adalah cara pengungkapan watah
tokoh secara langsung. Pengarang secara langsung mengungkapkan sifat, sikap, dan perangai dari tokoh-tokoh yang ditampilkannya. Sedangkan
cara dramati adalah pelukisan watak tokoh secara tidak langsung, misalnya melalui lingkunganhidup pelaku, monolog, percakapan para
pelaku, jalan pikiran pelaku, reaksi pelaku terhadap peristiwa, dan komentar orang lain terhadap pelaku.
b. Setting atau latar
Peristiwa dalam prosa fiksi dilatari oleh tempat, waktu, dan situasi tertentu. Sebenernya setting tidak hanya berupa tempat, waktu, yang
bersifat fisikal semata, tetapi juga setting yang bersifat psikologis. Setting fisik
berkaitan dengan
tempat, waktu,
situasi dan
benda- bendalingkungan hidup yang fungsinya membuat cerita menjadi logis.
Sedangkan pada setting psikologis di samping benda, waktu, tempat, dan situasi tersebut mampu membuat cerita menjadi logis juga mampu
menggerakan emosi atau jiwa pembaca.
c. AlurPlot
Alur adalah rangkaian peristiwa yang dimiliki hubungan sebab- akibat. Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa peristiwa adalah unsur
utama alur. Keterampilan pengarang dalam memgarap peristiwa menjadi jalinan cerita yang menarik ikut menentukan kualitas cerita yang
ditampilkan pengarang. Sudjiman membagi tahapan alur dengan menggunakan bagan
sebagai berikut:
Awal 1.
Paparan eksposition 2.
Rangsangan inciting force 3.
Gawatan rising action
Tengah 4.
Tikaian conflict 5.
Rumitan complication 6.
Klimaks climacx Akhir
7. Leraian falling action
8. Selesaian denoument
d. Gaya Style
Dalam istilah sastra gaya mengandung pengertian cara seorang pengarang menyampaikan gagasanya dengan menggunakan media
bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.
Jakob Sumardjo dan Saini K. M. mengartikan gaya gaya sebagai cara khas yang dipakai pengarang untuk mengungkapkan dan meninjau
persoalan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian gaya lebih luas dari pada gaya bahasa. Gaya merupakan cermin pribadi
pengarang.
e. Sudut Pandang PengarangPoint of View
Seorang pengarang dalam memaparkan ceritanya dapat memilih sudut pandang tertentu. Pengarang dapat memilih satu atau lebih
naratorpencerita yang bertugas memaparkan ide, peristiwa-peristiwa dalam prosa fiksi. Secara garis besar, pengarang dapat memlih pencerita
AKUAN atau DIAAN. Seorang pencerita dapat dikatakan sebagai pencerita akuan apabila
pencerita tersebut dalam bercerita menggunakan kata ganti orang pertama: aku atau saya. Pencerita akuan dapat menjadi salah seorang
pelaku atau disebut narrator acting. Sebagai narrator acting, ia bisa mengetahui semua gerak fisik maupun psikisnya. Narrator acting yang
demikian ini biasanya bertindak sebagai pelaku utama serba tahu. Tidak semua narrator acting sebagai pencerita serba tahu.
Terdapat kemungkinan narrator acting ini hanya mengetahui gerak-gerik fisik dari para pelaku yang bertindak sebagai pelaku bawahan.
Di samping bertindak sebagai pencerita yang terlibat atau narrator acting,
seorang pencerita juga bisa bertindak sebagai pengamat. Pencerita semacam ini biasanya disebut pencerita DIAAN. Pencerita diaan dalam
bercerita biasanya menggunakan kata ganti orang ketiga. Adapun penunjuk kebahasaan yang digunakan biasanya: dia, ia, atau mereka.
AKUAAN DIAAN
Kata ganti otang I Kata ganti orang III
Narrator acting serba tahu
Observer serba tahu Narrator
acting terbatas
objektif Observe terbatas objektif
f. Suasana Cerita
Dalam cerita fiksi terdapat suasana batin dari individu pengarang. Di samping itu juga terdapat suasana cerita yang ditimbulkan oleh
penataan setting. Suasana cerita yang ditimbulkan oleh suasana batin individual pengarang disebut mood, sedangkan suasana cerita yang
timbul karena penataan setting disebut atmosphere.
g. Tema
Tema dalam prosa fiksi memiliki kedudukan yang sangat penting karena semua elemen dalam prosa fiksi dalam sistem oprasionalnya akan
memacu dan menunjang tema. Tema tersebut juga menjadi ide sentral atau makna sentral suatu cerita. Tema merupakan jiwa cerita dalam karya
fiksi. Pendapat ini selaras dengan pendapat Aminuddin yang menyatakan bahwa tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperan
juga sebagai pangkal tolak dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya.
19
5. Unsur Ekstrinsik
Pengkajian unsur ekstrinsik prosa fiksi mencakup: aspek historis, sosiologis, psikologis, filsafat dan religius.
20
19
Endah Tri Priyatni, Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis, Jakarta: Bumi Aksara, 2010, h. 110
20
Ibid. h. 119
D. Penelitian yang Relevan
Analisis kesalahan Penggunaan Huruf Kapital dan Tanda Baca dalam Karangan Narasi pada Siswa Kelas IX Mts Nurul Ihkwan Tahun Pelajaran
20112012 oleh Ahmad Razik Irawan. Dari hasil penelitiannya kesalahan terbanyak ditemukan pada tataran penggunaan tanda baca, yaitu 67 siswa
melakukan kesalahan dalam menggunakan tanda baca. Nur Rochman Prabowo 2010, mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia dan Daerah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta, melakukan penelitian tanda baca
mengenai “Peningkatan Kemampuan Tanda Baca dalam Paragraf Narasi dengan Metode Berlatih Menulis Kelompok pada Siswa Kelas VII SMP
Muhammadiyah 7 Banyudono, Boyolali”. Penerapan metode berlatih menulis ini diharapkan siswa mampu menulis dengan baik. Salah satu kesulitan siswa
adalah penggunaan ejaan bahasa Indonesia yang kurang tepat, yaitu tanda baca. Kesulitan ini disebabkan siswa tidak paham bagaimana pengunaan tanda baca
yang tepat. Kurangnya pelatihan dan juga metode yang digunakan guru dalam pembelajaran menulis. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode pembelajaran
dalam keterampilan menulis. Salah satu dari metode ini siswa diharapkan melakukan percobaan dengan tujuan memperoleh pemecahan masalah yang
telah dihadapinya secara berkelompok. Melalui model pembelajaran ini diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif dan
memberikan kesempatan untuk berkomunikasi sehingga pemahaman dan kemampuan tentang tanda baca yang dimiliki siswa serta prestasi belajar siswa
dapat meningkat. Khalimi 2012, mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, t
elah melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kesalahan Penggunaan Ejaan yang Disempurnakan pada Karangan Siswa Kelas VI di
Madrasah Ibtidaiyah Al-Ihsan Palmerah Jakarta Barat. Perbedaan penelitian tersebut dengan skripsi ini adalah skripsi ini lebih fokus kepada permasalahan
penempatan tanda baca, tidak mencakup penggunaan huruf besar seperti yang tercantum dalam EYD.
Berbagai penelitian di atas, telah dilakukan berbagai penelitian tentang kesalahan berbahasa dengan metode yang berbeda. Hasilnya dapat disimpulkan
bahwa kesalahan berbahasa masih banyak dilakukan. Oleh karena itu, penelitian yang menyangkut kesalahan berbahasa ini masih layak untuk
dilakukan.
37