20
12. Bila n
s
= n
r
, tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak akan mengalir pada kumparan rotor, karenanya tidak dihasilkan kopel. Kopel ditimbulkan jika
n
r
n
s
.
2.7 Frekuensi Rotor
Ketika rotor masih dalam keadaan diam, dimana frekuensi arus pada rotor sama seperti frekuensi masukan sumber . Tetapi ketika rotor akan berputar,
maka frekuensi rotor akan bergantung kepada kecepatan relatif atau bergantung terhadap besarnya slip. Untuk besar slip tertentu, maka frekuensi rotor sebesar
f yaitu,
r s
n n
− =
P f
120
, diketahui bahwa n
s
= p
f 120
Dengan membagikan dengan salah satu, maka didapatkan s
n n
n f
f
s r
s
= −
=
Maka f =
sf
Hz ……………….2.2
Telah diketahui bahwa arus rotor bergantung terhadap frekuensi rotor f =
sf
dan ketika arus ini mengalir pada masing – masing phasa di belitan rotor, akan memberikan reaksi medan magnet. Biasanya medan magnet pada rotor akan
menghasilkan medan magnet yang berputar yang besarnya bergantung atau relatif terhadap putaran rotor sebesar
s
sn . Pada keadaan tertentu, arus rotor dan arus stator menghasilkan distribusi
medan magnet yang sinusoidal dimana medan magnet ini memiliki magnetudo
Universitas Sumatera Utara
21 yang konstan dan kecepatan medan putar
s
n yang konstan. Kedua Hal ini merupakan medan magnetik yang berputar secara sinkron. kenyataannya tidak
seperti ini karena pada stator akan ada arus magnetisasi pada kumparannya.
2.8 Rangkaian Ekivalen Motor Induksi
Untuk mempermudah analisis motor induksi, digunakan metoda rangkaian ekivalen per – fasa. Motor induksi dapat dianggap sebagai transformator dengan
rangkaian sekunder berputar. Rangkaian ekivalen statornya dapat digambarkan sebagai berikut :
1
V
1
R
1
X
1
I
c
R
m
X I
c
I
m
I
2
I
1
E
Gambar 2.12 Rangkaian ekivalen stator motor induksi
dimana : V
1
= tegangan terminal stator Volt E
1
= ggl lawan yang dihasilkan oleh fluks celah udara resultan Volt I
1
= arus stator Ampere R
1
= tahanan efektif stator Ohm X
1
= reaktansi bocor stator Ohm Arah positif dapat dilihat pada rangkaian Gambar 2.12.
Arus stator terbagi atas 2 komponen, yaitu komponen arus beban dan komponen arus penguat I
. Komponen arus penguat I merupakan arus stator tambahan yang
Universitas Sumatera Utara
22 diperlukan untuk menghasilkan fluksi celah udara resultan, dan merupakan fungsi
ggm E
1
. Komponen arus penguat I
terbagi atas komponen rugi – rugi inti I
C
yang sefasa dengan E
1
dan komponen magnetisasi I
M
yang tertinggal 90 dari E
1
. Hubungan antara tegangan yang diinduksikan pada rotor sebenarnya
E
rotor
dan tegangan yang diinduksikan pada rotor ekivalen E
2S
adalah :
rotor S
E E
2
=
2 1
N N
= a atau
E
2S
= a E
rotor
……………………………... 2.3 dimana a adalah jumlah lilitan efektif tiap fasa pada lilitan stator yang banyaknya
a kali jumlah lilitan rotor. Bila rotor – rotor diganti secara magnetik, lilitan – ampere masing –
masing harus sama, dan hubungan antara arus rotor sebenarnya I
rotor
dan arus I
2S
pada rotor ekivalen adalah : I
2S
= a
I
rotor
………………………………. 2.4 sehingga hubungan antara impedansi bocor frekuensi slip Z
2S
dari rotor ekivalen dan impedansi bocor frekuensi slip Z
rotor
dari rotor sebenarnya adalah : Z
2S
=
=
S S
I E
2 2
=
rotor rotor
I E
a
2
rotor
Z a
2
………… 2.5 Nilai tegangan, arus dan impedansi tersebut diatas didefinisikan sebagai nilai yang
referensinya ke stator.
Universitas Sumatera Utara
23 Selanjutnya persamaan 2.5 dapat dituliskan :
=
S S
I E
2 2
S
Z
2
=
2
R
+
2
jsX
………………... 2.6 dimana :
Z
2S
= impedansi bocor rotor frekuensi slip tiap fasa dengan referensi ke stator Ohm.
R
2
= tahanan efektif referensi Ohm sX
2
= reaktansi bocor referensi pada frekuensi slip X
2
didefinisikan sebagai harga reaktansi bocor rotor dengan referensi frekuensi
stator Ohm . Reaktansi yang didapat pada persamaan 2.10 dinyatakan dalam cara
yang demikian karena sebanding dengan frekuensi rotor dan slip. Jadi
2
X
didefinisikan sebagai harga yang akan dimiliki oleh reaktansi bocor pada rotor dengan patokan pada frekuensi stator.
Pada stator ada gelombang fluks yang berputar pada kecepatan sinkron. Gelombang fluks ini akan mengimbaskan tegangan pada rotor dengan frekuensi
slip sebesar
s
E
2
dan ggl lawan stator
1
E
. Bila bukan karena efek kecepatan, tegangan rotor akan sama dengan tegangan stator, karena lilitan rotor identik
dengan lilitan stator. Karena kecepatan relatif gelombang fluks terhadap rotor adalah s kali kecepatan terhadap stator, hubungan antara ggl efektif pada stator
dan rotor adalah:
s
E
2
=
1
sE
…………………………...…….2.7
Universitas Sumatera Utara
24 Gelombang fluks magnetik pada rotor dilawan oleh fluks magnetik yang
dihasilkan komponen beban
2
I
dari arus stator, dan karenanya, untuk harga efektif
s
I
2
=
2
I
.......................................................2.8 Dengan membagi persamaan 2.7 dengan persamaan 2.8 didapatkan:
=
S S
I E
2 2
2 1
I sE
………………………………..2.9
Didapat hubungan antara persamaan 2.8 dengan persamaan 2.9, yaitu
=
S S
I E
2 2
2 1
I sE
=
2
R
+
2
jsX
……..........……....2.10 Dengan membagi persamaan 2.10 dengan s, maka didapat
2 1
I E
= s
R
2
+
2
jX
…………….………...……2.11 Dari persamaan 2.11 dapat dibuat rangkaian ekivalen untuk rotor.
Dari persamaan 2.6 , 2.7 dan 2.11 maka dapat digambarkan rangkaian ekivalen pada rotor sebagai berikut :
s
E
2 1
E
2
R
2
sX
2
X
s R
2 2
R
1 1
2
− s
R
2
I
2
I
2
X
2
I
1
E
Gambar 2.13 Rangkaian ekivalen pada rotor motor induksi.
s R
2
= s
R
2
+
2
R
-
2
R
s R
2
=
2
R
+ 1
1
2
− s
R ………………...........2.12
Universitas Sumatera Utara
25 Dari penjelasan mengenai rangkaian ekivalen pada stator dan rotor di atas,
maka dapat dibuat rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa pada masing – masing fasanya. Perhatikan gambar di bawah ini.
1
V
1
R
1
X
1
I
c
R
m
X
Φ
I
c
I
m
I
2
I
1
E
2
sX
2
I
2
R
2
sE
Gambar 2.14 Rangkaian ekivalen motor induksi tiga phasa
Untuk mempernudah perhitungan maka rangkaian ekivalen pada Gambar 2.14 diatas dapat dilihat dari sisi stator, rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa
akan dapat digambarkan sebagai berikut.
1
V
1
R
1
X
c
R
m
X
2
X
1
E
1
I I
c
I
m
I
2
I
s R
2
Gambar 2.15 Rangkaian ekivalen dilihat dari sisi stator motor induksi
Universitas Sumatera Utara
26 Atau seperti gambar berikut :
1
V
1
R
1
X
c
R
m
X
2
R
2
X
1 1
2
− s
R
1
E
1
I I
c
I
m
I
2
I
Gambar 2.16 Rangkaian ekivalen dilihat dari sisi stator motor induksi
Dimana:
2
X
=
2 2
X a
2
R
=
2 2
R a
Dalam teori transformator-statika, analisis rangkaian ekivalen sering disederhanakan dengan mengabaikan seluruh cabang penalaran atau melakukan
pendekatan dengan memindahkan langsung ke terminal primer. Pendekatan demikian tidak dibenarkan dalam motor induksi yang bekerja dalam keadaan
normal, karena adanya celah udara yang menjadikan perlunya suatu arus peneralan yang sangat besar 30 sampai 40 dari arus beban penuh dan karena
reaktansi bocor juga perlu lebih tinggi. Untuk itu dalam rangkaian ekivalen
c
R dapat dihilangkan diabaikan. Rangkaian ekivalen menjadi Gambar 2.17 berikut.
Universitas Sumatera Utara
27
1
V
1
R
1
X
m
X
2
R
2
X
1 1
2
− s
R
1
E
1
I I
2
I
Gambar 2.17 Rangkaian ekivalen lain dari motor induksi
2.9 Disain Motor Induksi Tiga Fasa