Analisa Pengaruh Besar Tahanan Rotor Terhadap Torsi Dan Efisiensi Motor Induksi 3 Fasa Rotor Belitan ( Aplikasi Pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU )

(1)

TUGAS AKHIR

ANALISA PENGARUH BESAR TAHANAN ROTOR TERHADAP TORSI DAN EFISIENSI MOTOR INDUKSI 3 FASA ROTOR BELITAN

( Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU )

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada

Departemen Teknik Elektro

O l e h

JUDHA VICTOR PURBA

NIM: 06 0402 013

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TUGAS AKHIR

ANALISA PENGARUH BESAR TAHANAN ROTOR TERHADAP TORSI DAN EFISIENSI MOTOR INDUKSI 3 FASA ROTOR BELITAN

( Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU ) O l e h

JUDHA VICTOR PURBA

NIM. 06 0402 013

Tugas Akhir ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

Disetujui oleh: Pembimbing

Ir. A. Rachman Hasibuan NIP: 194912121980031003

Diketahui oleh:

Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU,

Ir. Surya Tarmizi Kasim NIP: 195405311986011002

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat TYME atas rahmat dan karunia yang dilimpahkan sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Adapun Tugas Akhir ini dibuat untuk memenuhi syarat kesarjanaan di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Tugas akhir ini penulis persembahkan kepada yang teristimewa yaitu ayahanda, dan ibunda, serta adik - adik tercinta yang merupakan bagian hidup penulis yang senantiasa mendukung dan mendoakan dari sejak penulis lahir hingga sekarang. Dan juga kepada keluarga besar di Medan.

Selama masa perkuliahan sampai masa penyelesaian tugas akhir ini, penulis banyak memperoleh bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan setulus hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Ir. A.Rachman Hasibuan M, selaku dosen Pembimbing Tugas Akhir, atas segala bimbingan, pengarahan dan motivasi dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim. M.si selaku Ketua Departemen Teknik Elektro FT-USU dan Bapak Ir. Rahmat Fauzy, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Elektro FT-USU.

3. Seluruh Staf Pengajar di Departemen Teknik Elektro USU dan Seluruh Karyawan di Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Elektro USU.

4. Sahabat – sahabat terbaikku, dek ari Buncit, dek Topan, dek Baim Wong, dek Ogen, dek Iqbal, dek Galot, dek Curcil, opung Gabe, dek Tungkir, lae royen, dan semua teman-teman 06 yang belum dapat disebutkan satu persatu.


(4)

5. Kepada anak – anak PB’s yang selalu memberi semangat dan motifasi, Efandi, Royen, Rinaldo, Rudolf, Meshak, Juandri, Firmanto, Tian Silaen, Lucas. 6. Asisten Laboratorium Konversi Energi Listrik, dan Bang Roy yang telah

banyak membantu penulis dalam proses pengambilan data. 7. Senior – Seniorku yang telah banyak memberi semangat.

8. Dan pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata, tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, masih banyak kesalahan dan kekurangan, namun penulis tetap berharap semoga tugas akhir ini bisa bermanfaat dan memberikan inspirasi bagi pengembangan selanjutnya

Medan, 6 April 2012 Penulis

Judha VictorPurba NIM: 060402013


(5)

ABSTRAK

Motor induksi tiga fasa semakin banyak digunakan di perindustrian, hal ini dikarenakan Penggunaan dan perawatan motor induksi tiga fasa lebih sederhana, pemasangannya tidak sulit, dan biayanya lebih murah dari pada motor sinkron. Untuk mendapatkan efisiensi yang tinggi pada motor induksi tiga fasa, maka dirancanglah motor tersebut dengan memiliki tahanan rotor yang kecil. Tahanan yang kecil ini mengakibatkan torsi awal yang dihasilkan kecil dan arus awal yang besar pada faktor daya tertentu.

Pada motor induksi tiga fasa jenis rotor belitan, yang mana terminal belitan rotornya dihubungkan pada cincin slip melalui sikat. Maka tahanan rotor dapat diperbesar untuk mendapatkan torsi awal yang besar. Dengan menggunakan tahanan luar pada berbagai nilai tertentu maka dapat dihasilkan torsi yang berbeda dan efisiensi yang berbeda pula.

Dalam tugas akhir ini penulis akan melakukan analisa pengaruh besar tahanan rotor terhadap tosi dan efisiensi motor induksi tiga fasa jenis rotor belitan.


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ( i )

ABSTRAK ...( iii )

DAFTAR ISI... ( iv )

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Tujuan dan mamfaat Penulisan ...2

1.3 Batasan Masalah ...2

1.4 Metode Penulisan ...3

1.5 Sistematika Penulisan ...3

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA 2.1 Umum ...5

2.2 Konstruksi Motor Induksi ...6

2.3 Jenis Motor Induksi Tiga Fasa ...7

2.3.1 Motor Induksi Tiga Fasa Sangkar Tupai...8

2.3.2 Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan...10

2.4 Medan Putar ...11

2.4.1 Analisa Medan Putar Secara vektor ...13

2.4.2 Besar Kuat Medan Putar………14


(7)

2.5 Slip ...16

2.6 Prinsip Kerja Motor Induksi Tiga Fasa ...17

2.7 Frekuensi Rotor ...20

2.8 Rangkaian Ekivalen ...21

2.9 Disain Motor Induksi Tiga Fasa ...27

2.10 Parameter Motor Induksi Tiga Fasa ...28

2.10.1 Percobaan DC ...29

2.10.1.1 Kumparan Hubungan Wye (Y) ...29

2.10.1.2 Kumparan Hubungan Delta (∆) ...29

2.10.2 Percobaan Beban Nol ...31

2.10.3 Percobaan Rotor Tertahan...33

BAB III EFISIENSI DAN TORSI MOTOR INDUKSI TIGA FASA 3.1 Aliran Daya Motor Induksi ...36

3.2 Efisiensi ...38

3.3 Torsi Motor Induksi ...40

3.4 Pengaruh Besar Tahanan Rotor terhadap Torsi ...40

BAB IV PENGUJIAN MOTOR INDUKSI DENGAN TAHANAN ROTOR YANG BERBEDA 4.1 Umum ...42

4.2 Peralatan Yang Digunakan ...42

4.3 Percobaan Untuk Mendapatkan Parameter – Parameter Motor Induksi Tiga Fasa ...43


(8)

4.3.1. Percobaan Tahanan DC...43

4.3.1.1 Percobaan Tahanan DC Pada Stator ...43

4.3.1.2 Percobaan Tahanan DC Pada Rotor ...45

4.3.2. Percobaan Rotor Tertahan (Block Rotor) ...47

4.3.3. Percobaan Beban Nol ...49

4.4 Percobaan Motor Tiga Fasa Dengan Tahanan Rotor Yang Berbeda ...51

BAB V KESIMPULAN ...67


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Konstruksi Motor Induksi Tiga Fasa ...6

Gambar 2.2 Komponen Stator Motor Induksi Tiga Fasa...7

Gambar 2.3(a) Tipikal Rotor Sangkar ...8

Gambar 2.3(b) Bagian-bagian Rotor sangkar ...8

Gambar 2.4(a) Konstruksi motor induksi rotor sangkar ukuran kecil...9

Gambar 2.4(b) Konstruksi motor induksi rotor sangkar ukuran besar ...9

Gambar 2.5 Cicin Slip ...10

Gambar 2.6(a) Rotor Belitan ...11

Gambar 2.6(b) Konstruksi Motor Induksi Tiga Phasa Dengan Rotor Belitan ...11

Gambar 2.7 Diagram Phasor Fluksi Tiga Phasa dan Arus Tiga Phasa ...12

Gambar 2.8(a) Diagram phasor fluksi tiga phasa ...12

Gambar 2.8(b) Arus tiga phasa setimbang ...12

Gambar 2.8(c) Medan putar pada motor induksi tiga phasa ...12

Gambar 2.9 Arah fluks yang ditimbulkan oleh arus yang mengalir dalam suatu lingkar ...13

Gambar 2.10 Diagram vektor untuk fluks total pada keadaan t1, t2, t3, t4 ...14

Gambar 2.11 Gelombang fluks tiga phasa ...15

Gambar 2.12 Diagram fasor fluks resultan ...15


(10)

Gambar 2.14 Rangkaian ekivalen stator motor induksi ...22

Gambar 2.15 Rangkaian ekivalen pada rotor motor induksi ...25

Gambar 2.16 Rangkaian ekivalen stator motor induksi 3 phasa ...25

Gambar 2.17 Rangkaian ekivalen dilihat dari sisi stator mototr induksi ...26

Gambar 2.18 Rangkaian ekivalen lai dari motor induksi ...26

Gambar 2.19 Karakteristik torsi dan kecepatan motor induksi pada berbagai disain...28

Gambar 2.20 Rangkaian phasa stator saat pengukuran DC hubungan Delta ...29

Gambar 2.21 Rangkaian penyederhanaan phasa stator saat pengukuran DC hubungan Delta ...30

Gambar 2.22 Rangkaian pada Saat Beban Nol ...32

Gambar 2.23 Rangkaian Ekivalen pada Saat Beban Nol...32

Gambar 2.24 Rangkaian ekivalen pada saat rotor tertahan (S = 1) ...34

Gambar 3.1 Diagram aliran daya motor induksi...36

Gambar 3.2 Aliran daya ...37

Gambar 3.7 Kurva torsi beban ...41

Gambar 4.1 Rangkaian Percobaan Tahanan DC Pada Stator ...43

Gambar 4.2 Rangkaian Percobaan Tahanan DC Pada Rotor...45

Gambar 4.3 Rangkaian Percobaan Rotor Tertahan ...47

Gambar 4.4 Rangkaian PercobaanBeban Nol ...49

Gambar 4.5 Rangkaian percobaan pengaruh besar tahanan rotor terhadap torsi dan efisiensi motor induksi tiga phasa ...51

Gambar 4.6 Kurva Analisa Data Pengaruh Besar Tahanan Rotor terhadap Torsi Motor Induksi Tiga Phasa ...65

Gambar 4.7 Kurva Percobaan Pengaruh Besar Tahanan Rotor terhadap Torsi Motor Induksi Tiga Phasa ...66


(11)

Gambar 4.8 Kurva Analisa Data Pengaruh Besar Tahanan Rotor Terhadap

Efisiensi Motor Induksi...66

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Distribusi Empiris dari Xek ...35

Tabel 4.1 Data hasil percobaan tahanan dc pada belitan stator ...44

Tabel 4.2 Data Hasil Percobaan Tahanan DC Pada Belitan Rotor ...46

Tabel 4.3 Data Hasil Percobaan Block Rotor ...48

Tabel 4.4 Data Hasil Percobaan Beban Nol ...50

Tabel 4.5 Data Hasil Pengujian Motor Induksi Dengan Besar Tahanan Rotor yang Berbeda ...52

Tabel 4.6 Data Hasil Pengujian Motor Induksi Dengan Besar Tahanan Rotor yang Berbeda ...58


(12)

ABSTRAK

Motor induksi tiga fasa semakin banyak digunakan di perindustrian, hal ini dikarenakan Penggunaan dan perawatan motor induksi tiga fasa lebih sederhana, pemasangannya tidak sulit, dan biayanya lebih murah dari pada motor sinkron. Untuk mendapatkan efisiensi yang tinggi pada motor induksi tiga fasa, maka dirancanglah motor tersebut dengan memiliki tahanan rotor yang kecil. Tahanan yang kecil ini mengakibatkan torsi awal yang dihasilkan kecil dan arus awal yang besar pada faktor daya tertentu.

Pada motor induksi tiga fasa jenis rotor belitan, yang mana terminal belitan rotornya dihubungkan pada cincin slip melalui sikat. Maka tahanan rotor dapat diperbesar untuk mendapatkan torsi awal yang besar. Dengan menggunakan tahanan luar pada berbagai nilai tertentu maka dapat dihasilkan torsi yang berbeda dan efisiensi yang berbeda pula.

Dalam tugas akhir ini penulis akan melakukan analisa pengaruh besar tahanan rotor terhadap tosi dan efisiensi motor induksi tiga fasa jenis rotor belitan.


(13)

ABSTRAK

Motor induksi tiga fasa semakin banyak digunakan di perindustrian, hal ini dikarenakan Penggunaan dan perawatan motor induksi tiga fasa lebih sederhana, pemasangannya tidak sulit, dan biayanya lebih murah dari pada motor sinkron. Untuk mendapatkan efisiensi yang tinggi pada motor induksi tiga fasa, maka dirancanglah motor tersebut dengan memiliki tahanan rotor yang kecil. Tahanan yang kecil ini mengakibatkan torsi awal yang dihasilkan kecil dan arus awal yang besar pada faktor daya tertentu.

Pada motor induksi tiga fasa jenis rotor belitan, yang mana terminal belitan rotornya dihubungkan pada cincin slip melalui sikat. Maka tahanan rotor dapat diperbesar untuk mendapatkan torsi awal yang besar. Dengan menggunakan tahanan luar pada berbagai nilai tertentu maka dapat dihasilkan torsi yang berbeda dan efisiensi yang berbeda pula.

Dalam tugas akhir ini penulis akan melakukan analisa pengaruh besar tahanan rotor terhadap tosi dan efisiensi motor induksi tiga fasa jenis rotor belitan.


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Motor induksi tiga fasa merupakan jenis motor yang paling banyak digunakan pada perindustrian, motor inilah yang akan digunakan untuk memutar beban yang ada diperindustrian. motor induksi tiga fasa keluaran besarannya berupa torsi untuk menggerakkan beban. Jika torsi beban yang


(15)

dipikul motor induksi tiga fasa lebih besar, maka motor induksi tiga fasa tidak akan berputar. Dan jika torsi beban yang dipikul motor induksi tiga fasa terlalu kecil, maka ini dianggap suatu hal yang berlebihan.

Motor induksi tiga fasa yang mempunyai efisiensi tinggi biasanya memiliki tahanan rotor yang kecil. Akibatnya motor ini akan menghasilkan torsi awal yang kecil dan menarik arus awal yang besar. Untuk merubah besarnya torsi awal yang dihasilkan motor induksi tiga fasa jenis rotor belitan agar dapat menggerakkan beban dan arus awal yang dihasilkan kecil, maka dapat dilakukan dengan menambahkan tahanan luar. Dengan menambahkan tahanan luar maka torsi awal dan efisiensi dari motor induksi akan berubah – ubah sesuai dengan besar tahanan luar yang diberikan. Oleh karena itu perlu dilakukan analisa perbandingan pengaruh besar tahanan rotor terhadap torsi dan efisiensi motor induksi tiga fasa rotor belitan.

1.2 Tujuan dan Mamfaat Penulisan

Adapun tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui perbandingan besar torsi dan efisiensi motor induksi tiga fasa dengan besar tahanan rotor yang berbeda - beda.

Manfaat penelitian ini adalah mendapatkan pengertian dan penjelasan mengenai pengaruh besar tahanan rotor motor induksi terhadap torsi dan efisiensinya dan memberikan kesempatan bagi mahasiswa lain untuk mempelajari lebih lanjut.


(16)

1.3 Batasan Masalah

Agar tujuan penulisan tugas akhir ini sesuai dengan yang diharapkan serta terfokus pada judul dan bidang yang telah disebutkan di atas, maka penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut :

1. Motor induksi yang penulis ambil sebagai aplikasi adalah Motor Induksi Tiga Phasa Rotor Belitan pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT.USU.

2. Tidak membahas gangguan yang terjadi pada motor induksi tiga fasa. 3. Rugi – rugi yang diperhitungkan adalah rugi – rugi tembaga dan inti stator

dan rugi – rugi tembaga rotor.

4. Motor induksi tiga fasa beroperasi sendiri. 5. Tidak membahas pembebanan.

6. Tidak membahas tentang pengaturan.

1.4 Metode Penulisan

Untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini maka penulis menerapkan beberapa metode studi diantaranya :

1. Studi literatur yaitu dengan membaca teori-teori yang berkaitan dengan topik tugas akhir ini, dari buku-buku referensi baik yang dimiliki oleh penulis atau di perpustakaan dan juga dari artikel-artikel, jurnal, internet dan lain-lain.


(17)

2. Studi lapangan yaitu dengan melaksanakan percobaan di Laboratorium Konversi Energi Listrik FT USU.

3. Studi bimbingan yaitu dengan melakukan diskusi tentang topik tugas akhir ini dengan dosen pembimbing yang telah ditunjuk oleh pihak departemen Teknik Elektro USU, asisten Laboratorium Konversi Energi Listrik dan teman-teman sesama mahasiswa

1.5 Sistematika Penulisan

Tugas akhir ini disusun berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I. PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, tujuan dan manfaat penulisan, batasan masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II. MOTOR INDUKSI TIGA PHASA

Bab ini membahas mengenai motor induksi tiga phasa secara umum, konstruksi motor induksi tiga phasa, prinsip kerja motor induksi tiga phasa, medan putar, slip, rangkaian ekivalen motor induksi, aliran daya pada motor induksi, parameter motor induksi tiga phasa.

BAB III. EFISIENSI DAN TORSI MOTOR INDUKSI TIGA FASA

Bab ini membahas mengenai efisiensi motor induksi, torsi motor induksi tiga fasa, disain motor induksi tiga fasa.


(18)

BAB IV. PENGUJIAN MOTOR INDUKSI DENGAN BESAR TAHANAN ROTOR YANG BERBEDA

Bab ini membahas tentang pengujian pengaruh besar tahanan rotor terhadap torsi dan efisiensi motor induksi. Hasil yang diinginkan adalah parameter motor induksi tiga fasa untuk mendpatkan torsi dan putarannya.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bagian penutup berupa kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan pembahasan mengenai pengaruh tahanan rotor yang tidak seimbang terhadap torsi dan putaran motor induksi.

BAB 2

MOTOR INDUKSI TIGA FASA 2.1 Umum

Motor induksi adalah motor listrik arus bolak-balik (ac) yang putaran rotornya tidak sama dengan putaran medan stator, dengan kata lain putaran rotor dengan putaran medan pada stator terdapat selisih putaran yang disebut slip.

Motor induksi, merupakan motor yang memiliki konstruksi yang baik, harganya lebih murah dan mudah dalam pengaturan kecepatannya, stabil ketika


(19)

berbeban dan mempunyai efisiensi tinggi. Mesin induksi adalah mesin ac yang paling banyak digunakan dalam industri dengan skala besar maupun kecil, dan dalam rumah tangga. Alasannya adalah bahwa karakteristiknya hampir sesusai dengan kebutuhan dunia industri, pada umumnya dalam kaitannya dengan harga, kesempurnaan, pemeliharaan, dan kestabilan kecepatan. Mesin induksi (asinkron) ini pada umumnya hanya memiliki satu suplai tenaga yang mengeksitasi belitan stator. Belitan rotornya tidak terhubung langsung dengan sumber tenaga listrik, melainkan belitan ini dieksitasi oleh induksi dari perubahan medan magnetik yang disebabkan oleh arus pada belitan stator.

Hampir semua motor ac yang digunakan adalah motor induksi, terutama motor induksi tiga fasa yang paling banyak dipakai di perindustrian. Motor induksi tiga fasa sangat banyak dipakai sebagai penggerak di perindustrian karena banyak memiliki keuntungan, tetapi ada juga kelemahannya.

Keuntungan motor induksi tiga fasa:

1. motor induksi tiga fasa sangat sederhana dan kuat. 2. bianya murah dan dapat diandalkan.

3. motor induksi tiga fasa memiliki efisiensi yang tinggi pada kondisi kerja normal. 4. perawatannya mudah.

Kerugiannya:

1. kecepatannya tidak bisa bervariasi tanpa merubah efisiensi. 2. kecepatannya tergantung beban.

3. pada torsi start memiliki kekurangan.


(20)

Motor induksi adalah motor ac yang paling banyak dipergunakan, karena konstruksinya yang kuat dan karakteristik kerjanya yang baik. Secara umum motor induksi terdiri dari rotor dan stator. Rotor merupakan bagian yang bergerak, sedangkan stator bagian yang diam. Diantara stator dengan rotor ada celah udara yang jaraknya sangat kecil. Konstruksi motor induksi dapat diperlihatkan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Konsturksi umum motor induksi

Komponen stator adalah bagian terluar dari motor yang merupakan bagian yang diam dan mengalirkan arus phasa. Stator terdiri atas tumpukan laminasi inti yang memiliki alur yang menjadi tempat kumparan dililitkan yang berbentuk silindris. Alur pada tumpukan laminasi inti diisolasi dengan kertas (Gambar 2.2.(b)). Tiap elemen laminasi inti dibentuk dari lembaran besi (Gambar 2.2 (a)). Tiap lembaran besi tersebut memiliki beberapa alur dan beberapa lubang pengikat untuk menyatukan inti. Tiap kumparan tersebar dalam alur yang disebut belitan phasa dimana untuk motor tiga phasa, belitan tersebut terpisah secara listrik sebesar 120o. Kawat kumparan yang digunakan terbuat dari tembaga yang dilapis dengan isolasi tipis. Kemudian tumpukan inti dan belitan stator diletakkan dalam cangkang silindris (Gambar 2.2.(c)). Berikut ini contoh lempengan laminasi inti, lempengan inti yang telah disatukan, belitan stator yang telah dilekatkan pada cangkang luar untuk motor induksi tiga phasa.


(21)

(a) (b) (c)

Gambar 2.2 Menggambarkan komponen stator motor induksi tiga phasa (a) Lempengan inti

(b) Tumpukan inti dengan kertas isolasi pada beberapa alurnya, (c) Tumpukan inti dan kumparan dalam cangkang stator

Untuk rotor akan dibahas pada bagian berikutnya, yaitu jenis – jenis motor induksi tiga fasa berdasarkan jenis rotornya.

2.3 Jenis Motor Induksi Tiga Fasa

Ada dua jenis motor induksi tiga fasa berdasarkan rotornya yaitu: 1. motor induksi tiga fasa sangkar tupai ( squirrel-cage motor) 2. motor induksi tiga fasa rotor belitan ( wound-rotor motor )

kedua motor ini bekerja pada prinsip yang sama dan mempunyai konstruksi stator yang sama tetapi berbeda dalam konstruksi rotor.

2.3.1 Motor Induksi Tiga Fasa Sangkar Tupai ( Squirrel-cage Motor)

Penampang motor sangkar tupai memiliki konstruksi yang sederhana. Inti stator pada motor sangkar tupai tiga fasa terbuat dari lapisan – lapisan pelat baja beralur yang didukung dalam rangka stator yang terbuat dari besi tuang atau pelat baja


(22)

yang dipabrikasi. Lilitan – lilitan kumparan stator diletakkan dalam alur stator yang terpisah 120 derajat listrik. Lilitan fasa ini dapat tersambung dalam hubungan delta (

Δ ) ataupun bintang ( Υ ).

Rotor jenis rotor sangkar ditunjukkan pada Gambar 2.3 di bawah ini.

(a)

Batang Poros

Kipas Laminasi Inti

Besi

Aluminium

Cincin Aluminium

Batang Poros

Kipas

(b)

Gambar 2.3 Rotor sangkar, (a) Tipikal rotor sangkar, (b) Bagian-bagian rotor sangkar

Batang rotor dan cincin ujung motor sangkar tupai yang lebih kecil adalah coran tembaga atau aluminium dalam satu lempeng pada inti rotor. Dalam motor yang lebih besar, batang rotor tidak dicor melainkan dibenamkan ke dalam alur rotor dan kemudian dilas dengan kuat ke cincin ujung. Batang rotor motor sangkar tupai tidak selalu ditempatkan paralel terhadap poros motor tetapi kerapkali dimiringkan. Hal ini akan menghasilkan torsi yang lebih seragam dan juga mengurangi derau dengung magnetik sewaktu motor sedang berputar.

Pada ujung cincin penutup dilekatkan sirip yang berfungsi sebagai pendingin. Rotor jenis rotor sangkar standar tidak terisolasi, karena batangan membawa arus


(23)

yang besar pada tegangan rendah. Motor induksi dengan rotor sangkar ditunjukkan pada Gambar 2.3.

(a)

(b)

Gambar 2.4 Konstruksi Motor Induksi

(a) Rotor Sangkar Ukuran Kecil (b) Rotor Sangkar Ukuran Besar

2.3.2 Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan ( wound-rotor motor )

Motor rotor belitan ( motor cincin slip ) berbeda dengan motor sangkar tupai dalam hal konstruksi rotornya. Seperti namanya, rotor dililit dengan lilitan terisolasi

serupa dengan lilitan stator. Lilitan fasa rotor dihubungkan secara Υ dan masing –


(24)

masing fasa ujung terbuka yang dikeluarkan ke cincin slip yang terpasang pada poros rotor. Secara skematik dapat dilihat pada Gambar 2.5. Dari gambar ini dapat dilihat bahwa cincin slip dan sikat semata – mata merupakan penghubung tahanan kendali variabel luar ke dalam rangkaian rotor.

Gambar 2.5 Cincin slip ring

Pada motor ini, cincin slip yang terhubung ke sebuah tahanan variabel eksternal yang berfungsi membatasi arus pengasutan dan yang bertanggung jawab terhadap pemanasan rotor. Selama pengasutan, penambahan tahanan eksternal pada rangkaian rotor belitan menghasilkan torsi pengasutan yang lebih besar dengan arus pengasutan yang lebih kecil dibanding dengan rotor sangkar. Konstruksi motor tiga fasa rotor belitan ditunjukkan pada gambar di halaman selanjutnya.


(25)

(a)

(b)

Gambar 2.6 (a) Rotor Belitan

(b) Konstruksi Motor Induksi Tiga Phasa dengan Rotor Belitan

2.4 Medan Putar

Perputaran motor pada mesin arus bolak – balik ditimbulkan oleh adanya medan putar ( fluks yang berputar ) yang dihasilkan dalam kumparan statornya. Medan putar ini terjadi apabila kumparan stator dihubungkan dalam fasa banyak, umumnya fasa 3. Hubungan dapat berupa hubungan bintang atau delta.

Misalkan kumparan a – a; b – b; c – c dihubungkan 3 fasa, dengan beda fasa masing – masing 1200 ( Gambar 2.7 ) dan dialiri arus sinusoid. Distribusi arus ia, ib, ic

sebagai fungsi waktu adalah seperti Gambar 2.7. Pada keadaan t1, t2, t3, dan t4, fluks

resultan yang ditimbulkan oleh kumparan tersebut masing – masing adalah seperti Gambar 2.8.

Pada t1 fluks resultan mempunyai arah sama dengan arah fluks yang dihasilkan

oleh kumparan a – a; sedangkan pada t2, fluks resultannya mempunyai arah sama


(26)

mempunyai arah sama dengan fluks yang dihasilkan oleh kumparan b – b. Untuk t4,

fluks resultannya berlawanan arah dengan fluks resultan yang dihasilkan pada saat t1

keterangan ini akan lebih jelas pada analisa vektor.

Gambar 2.7 Diagram Phasor Fluksi Tiga Phasa dan Arus Tiga Phasa

Gambar 2.8 (a) Diagram phasor fluksi tiga phasa (b) Arus tiga phasa setimbang


(27)

Dari gambar diatas terlihat fluks resultan ini akan berputar satu kali. Oleh karena itu untuk mesin dengan jumlah kutub lebih dari dua, kecepatan sinkron dapat diturunkan sebagai berikut :

ns =

p f . 120

( rpm )...(2.1)

Ns = Kecepatan sinkron (Rpm)

f = frekuensi ( Hz ) p = jumlah kutub

2.4.1 Analisis Secara Vektor

Analisis secara vektor didapatkan atas dasar :

1. Arah fluks yang ditimbulkan oleh arus yang mengalir dalam suatu lingkar sesuai dengan perputaran sekrup (Gambar 2.9).

Gambar 2.9 Arah fluks yang ditimbulkan oleh arus yang mengalir dalam suatu lingkar

2. Kebesaran fluks yang ditimbulkan ini sebanding dengan arus yang mengalir.

Notasi yang dipakai untuk menyatakan positif atau negatifnya arus yang mengalir pada kumparan a – a, b – b, dan c – c pada Gambar 2.7 yaitu: harga positif, apabila tanda silang (x) terletak pada pangkal konduktor tersebut ( titik a, b, c ),


(28)

sedangkan negatif apabila tanda titik ( . ) terletak pada pangkal konduktor tersebut (Gambar 2.8 ). Maka diagram vektor untuk fluks total pada keadaan t1, t2, t3, t4, dapat

dilihat pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Diagram vektor untuk fluks total pada keadaan t1, t2, t3, t4

Dari semua diagram vektor di atas dapat pula dilihat bahwa fluks resultan berjalan (berputar).

2.4.2 Besar Kuat Medan Putar

Dengan adanya masukan tegangan tiga phasa akan menyebabkan adanya arus tiga phasa dan menghasilkan fluks tiga phasa yang akan menimbulkan medan putar yang kuatnya dapat diketahui dengan memperhatikan gelombang fluks yang dihasilkan oleh tegangan tiga phasa tersebut. Perhatikan Gambar 2.11 di bawah.


(29)

Gambar 2.11 Gelombang fluks tiga phasa

Pada saat θ = 00

, maka :

ФR = Фm Sin ωt = 0

ФS = Фm Sin (ωt – 2400) = Фm - ФT = Фm Sin (ωt – 1200) = Фm

Dari persamaan diatas maka dapat digambar sebuah diagram fasor seperti dibawah ini.

Gambar 2.12 Diagram Fasor Fluks Resultan

Фr =( Фm + Фm ) cos

= 2 x Фm cos 300

= 1,5 Фm

Maka kuat medan putar adalah 1,5 Фm

2.5 Slip

Motor induksi tidak dapat berputar pada kecepatan sinkron. Seandainya hal ini terjadi, maka rotor akan tetap diam relatif terhadap fluksi yang berputar. Maka tidak


(30)

akan ada ggl yang diinduksikan dalam rotor, tidak ada arus yang mengalir pada rotor, dan karenanya tidak akan menghasilkan kopel. Kecepatan rotor sekalipun tanpa beban, harus lebih kecil sedikit dari kecepatan sinkron agar adanya tegangan induksi pada rotor, dan akan menghasilkan arus di rotor, arus induksi ini akan berinteraksi dengan fluks listrik sehingga menghasilkan kopel. Selisih antara kecepatan rotor dengan kecepatan sinkron disebut slip (s). Slip dapat dinyatakan dalam putaran setiap menit, tetapi lebih umum dinyatakan sebagai persen dari kecepatan sinkron.

Slip (s) = − ×100%

s r s

n n n

………...…….(2.2) dimana: nr = kecepatan rotor (RPM)

Persamaan (2.2) di atas memberikan informasi yaitu :

1. saat s = 1 dimana nr= 0, ini berati rotor masih dalam keadaan diam atau akan berputar.

2. s = 0 menyatakan bahwa ns= nr, ini berarti rotor berputar sampai kecepatan sinkron. Hal ini dapat terjadi jika ada arus dc yang diinjeksikan ke belitan rotor, atau rotor digerakkan secara mekanik.

3. 0 < s < 1, ini berarti kecepatan rotor diantara keadaan diam dengan kecepatan sinkron. Kecepatan rotor dalam keadaan inilah dikatakan kecepatan tidak sinkron. Biasanya slip untuk mendapatkan efisiensi yang tinggi pada saat beban penuh adalah 0,04.


(31)

Motor induksi adalah peralatan pengubah energi listrik ke bentuk energi mekanik. Pengubahan energi ini bergantung pada keberadaan phenomena alami magnetik, medan listrik, gaya mekanis dan gerak.

Dalam motor induksi, tidak ada hubungan listrik ke rotor, arus rotor merupakan arus induksi. Tetapi ada kondisi yang sama seperti motor dc, dimana pada rotor mengalir arus. Arus ini berada dalam medan magnetik sehingga akan terjadi gaya (F) pada rotor yang akan menggerakkan rotor dalam arah tegak lurus medan.

Jika pada belitan stator diberi tegangan tiga fasa, maka pada stator akan dihasilkan arus tiga fasa, arus ini menghasilkan medan magnetik yang berputar dengan kecepatan sinkron. Ketika medan melewati konduktor rotor, dalam konduktor ini diinduksikan ggl yang sama seperti ggl yang diinduksikan dalam lilitan sekunder transformator oleh fluksi arus primer. Rangkaian rotor merupakan rangkaian tertutup, baik melalui cincin ujung atau tahanan luar, ggl induksi menyebabkan arus mengalir dalam konduktor rotor. Jadi arus yang mengalir pada konduktor rotor dalam medan magnet yang dihasilkan stator akan menghasilkan gaya (F) yang bekerja pada rotor.

Gambar 2.11 di bawah ini menggambarkan penampang stator dan rotor motor induksi, dengan medan magnet diumpamakan berputar searah jarum jam dan dengan statornya diam seperti pada saat start.


(32)

Gambar 2.13 Arah medan magnet pada rotor dan stator

Untuk arah fluksi dan gerak yang ditunjukkan gambar di atas, penggunaan aturan tangan kanan fleming bahwa arah arus induksi dalam konduktor rotor menuju pembaca. Pada kondisi seperti itu, dengan konduktor yang mengalirkan arus berada dalam medan magnet seperti yang ditunjukkan, gaya pada konduktor mengarah ke atas karena medan magnet di bawah konduktor lebih kuat dari pada medan di atasnya. Agar sederhana, hanya satu konduktor rotor yang diperlihatkan. Tetapi, konduktor – konduktor rotor yang berdekatan lainnya dalam medan stator juga mengalirkan arus dalam arah seperti pada konduktor yang ditunjukkan, dan juga mempunyai suatu gaya ke arah atas yang dikerahkan pada mereka. Pada setengah siklus berikutnya, arah medan stator akan dibalik, tetapi arus rotor juga akan dibalik, sehingga gaya pada rotor tetap ke atas. Demikian pula konduktor rotor di bawah kutup – kutup medan stator lain akan mempunyai gaya yang semuanya cenderung memutarkan rotor searah jarum jam. Jika kopel yang dihasilkan cukup besar untuk mengatasi kopel beban yang menahan, motor akan melakukan percepatan searah jarum jam atau dalam arah yang sama dengan perputaran medan magnet stator.


(33)

Untuk memperjelas prinsip kerja motor induksi tiga fasa, maka dapat dijabarkan dalam langkah – langkah berikut:

1. Pada keadaan beban nol Ketiga phasa stator yang dihubungkan dengan sumber tegangan tiga phasa yang setimbang menghasilkan arus pada tiap belitan phasa. 2. Arus pada tiap phasa menghasilkan fluksi bolak-balik yang berubah-ubah

3. Amplitudo fluksi yang dihasilkan berubah secara sinusoidal dan arahnya tegak lurus terhadap belitan phasa

4. Akibat fluksi yang berputar timbul ggl pada stator motor yang besarnya adalah

e1 =

dt d

N Φ

− 1 ( Volt )

...(2.3) atau Φ

= 1

1 4,44fN

E ( Volt )

...(2.4)

5. Penjumlahan ketiga fluksi bolak-balik tersebut disebut medan putar yang berputar dengan kecepatan sinkron ns, besarnya nilai ns ditentukan oleh jumlah kutub p dan

frekuensi stator f yang dirumuskan dengan

p f

ns =120× ( rpm )

6. Fluksi yang berputar tersebut akan memotong batang konduktor pada rotor. Akibatnya pada kumparan rotor timbul tegangan induksi (ggl) sebesar E2 yang

besarnya

E2 =4,44fN2Φm ( Volt )

...(2.5) dimana :

E1 = Ggl pada stator (Volt)


(34)

N1 = Jumlah lilitan kumparan rotor N2 = Jumlah lilitan kumparan rotor Фm = Fluksi maksimum(Wb)

7. Karena kumparan rotor merupakan rangkaian tertutup, maka ggl tersebut akan menghasilkan arus I2, dimana arus I2 adalah arus pada rotor dalam satuan Ampere

8. Adanya arus I2 di dalam medan magnet akan menimbulkan gaya F pada rotor

9. Bila kopel mula yang dihasilkan oleh gaya F cukup besar untuk memikul kopel beban, rotor akan berputar searah medan putar stator

10. Perputaran rotor akan semakin meningkat hingga mendekati kecepatan sinkron. Perbedaan kecepatan medan stator (ns) dan kecepatan rotor (nr) disebut slip (s)

dan dinyatakan dengan

100%

s r s − ×

= n

n n s

11. Pada saat rotor dalam keadaan berputar, besarnya tegangan yang terinduksi pada kumparan rotor akan bervariasi tergantung besarnya slip. Tegangan induksi ini dinyatakan dengan E2s yang besarnya

E2s =4,44sfN2Φm ( Volt ) ...(2.7)

dimana

E2s = tegangan induksi pada rotor dalam keadaan berputar (Volt)

f2 = s.f = frekuensi rotor (frekuensi tegangan induksi pada rotor dalam

keadaan berputar)

12. Bila ns = nr, tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak akan mengalir pada

kumparan rotor, karenanya tidak dihasilkan kopel. Kopel ditimbulkan jika nr < ns


(35)

s n n n f f s r s − = =

'

Ketika rotor masih dalam keadaan diam, dimana frekuensi arus pada rotor sama seperti frekuensi masukan ( sumber ). Tetapi ketika rotor akan berputar, maka frekuensi rotor akan bergantung kepada kecepatan relatif atau bergantung terhadap besarnya slip. Untuk besar slip tertentu, maka frekuensi rotor sebesar f 'yaitu,

r s n n − =

P f' 120

...(2.8) diketahui bahwa ns=

p f 120

Dengan membagikan ns dengan salah satu dari persamaan 2.8, maka didapatkan

...(2.9)

Maka f '= sf ( Hz

)………...(2.10)

Telah diketahui bahwa arus rotor bergantung terhadap frekuensi rotor f'= sf dan ketika arus ini mengalir pada masing – masing phasa di belitan rotor, akan memberikan reaksi medan magnet. Biasanya medan magnet pada rotor akan menghasilkan medan magnet yang berputar yang besarnya bergantung atau relatif terhadap putaran rotor sebesarsns.

Pada keadaan tertentu, arus rotor dan arus stator menghasilkan distribusi medan magnet yang sinusoidal dimana medan magnet ini memiliki magnetudo yang konstan dan kecepatan medan putar ns yang konstan. Kedua Hal ini merupakan medan magnetik yang berputar secara sinkron. kenyataannya tidak seperti ini karena pada stator akan ada arus magnetisasi pada kumparannya.


(36)

2.8 Rangkaian Ekivalen Motor Induksi

Untuk mempermudah analisis motor induksi, digunakan metoda rangkaian ekivalen per – fasa. Motor induksi dapat dianggap sebagai transformator dengan rangkaian sekunder berputar. Rangkaian ekivalen statornya dapat digambarkan sebagai berikut :

1

V

1

R

1

X

1

I

c

R Xm

0

I

c

I Im

2

I

1

E

Gambar2.14 Rangkaian ekivalen stator motor induksi dimana :

I0 = arus eksitasi (Ampere)

V1 = tegangan terminal stator ( Volt )

E1 = ggl lawan yang dihasilkan oleh fluks celah udara resultan ( Volt )

I1 = arus stator ( Ampere )

R1 = tahanan efektif stator ( Ohm )

X1 = reaktansi bocor stator ( Ohm )

Arah positif dapat dilihat pada rangkaian Gambar 2.14.

Arus stator terbagi atas 2 komponen, yaitu komponen arus beban dan komponen arus penguat I0. Komponen arus penguat I0 merupakan arus stator tambahan yang

diperlukan untuk menghasilkan fluksi celah udara resultan, dan merupakan fungsi ggm E1.


(37)

Komponen arus penguat I0 terbagi atas komponen rugi – rugi inti IC yang sefasa

dengan E1 dan komponen magnetisasi IM yang tertinggal 900 dari E1.

Hubungan antara tegangan yang diinduksikan pada rotor sebenarnya ( Erotor ) dan

tegangan yang d2nduksikan pada rotor ekivalen ( E2S ) adalah :

rotor S E E2 = 2 1 N N

= a

...( 2.11 ) atau

E2S = a Erotor ………...

( 2.12 )

dimana a adalah jumlah lilitan efektif tiap fasa pada lilitan stator yang banyaknya a kali jumlah lilitan rotor.

Bila rotor – rotor diganti secara magnetik, lilitan – ampere masing – masing harus sama, dan hubungan antara arus rotor sebenarnya Irotor dan arus I2S pada rotor

ekivalen adalah: I2S =

a Irotor

………...…. ( 2.13 )

sehingga hubungan antara impedansi bocor frekuensi slip Z2S dari rotor ekivalen dan

impedansi bocor frekuensi slip Zrotor dari rotor sebenarnya adalah :

Z2S = =

S S I E 2 2 = rotor rotor I E a2 rotor Z a2

……...……( 2.14 )

Nilai tegangan, arus dan impedansi tersebut diatas didefinisikan sebagai nilai yang referensinya ke stator.


(38)

=

S S I E

2 2

S

Z2 = R2+ jsX2

………...( 2.15 ) dimana :

E2S = Tegangan induksi rotor ekivalen (Volt ) I2S = Arus rotor ekivalen ( Amper )

Z2S = Impedansi bocor rotor frekuensi slip tiap fasa dengan referensi ke stator

( Ohm)

R2 = Tahanan efektif referensi ( Ohm )

sX2 = reaktansi bocor referensi pada frekuensi slip X2 didefinisikan sebagai

harga reaktansi bocor rotor dengan referensi frekuensi stator ( Ohm ). Reaktansi yang didapat pada persamaan (2.15) dinyatakan dalam cara yang demikian karena sebanding dengan frekuensi rotor dan slip. Jadi X2 didefinisikan sebagai harga yang akan dimiliki oleh reaktansi bocor pada rotor dengan patokan pada frekuensi stator.

Pada stator ada gelombang fluks yang berputar pada kecepatan sinkron. Gelombang fluks ini akan mengimbaskan tegangan pada rotor dengan frekuensi slip sebesar E2s dan ggl lawan stator E1. Bila bukan karena efek kecepatan, tegangan

rotor akan sama dengan tegangan stator, karena lilitan rotor identik dengan lilitan stator. Karena kecepatan relatif gelombang fluks terhadap rotor adalah s kali kecepatan terhadap stator, hubungan antara ggl efektif pada stator dan rotor adalah:

E2s = sE1


(39)

Gelombang fluks magnetik pada rotor dilawan oleh fluks magnetik yang dihasilkan komponen beban I2 dari arus stator, dan karenanya, untuk harga efektif

I2s= I2

...(2.17) Dengan membagi persamaan (2.16) dengan persamaan (2.17) didapatkan:

= S S I E 2 2 2 1 I sE ………...(2.18)

Didapat hubungan antara persamaan (2.17) dengan persamaan (2.18), yaitu = S S I E 2 2 2 1 I sE

= R2+ jsX2

……...……...(2.19)

Dengan membagi persamaan (2.19) dengan s, maka didapat 2 1 I E = s R2

+ jX2

……….………...…...…(2.20) Dari persamaan (2.20) dapat dibuat rangkaian ekivalen untuk rotor.

Dari persamaan (2.15) , (2.16) dan (2.20) maka dapat digambarkan rangkaian ekivalen pada rotor sebagai berikut :

s

E2 E1

2 R 2 sX 2 X s R2 2 R ) 1 1 ( 2 − s R 2

I I2

2 X 2 I 1 E

Gambar2.15 Rangkaian ekivalen pada rotor motor induksi.

s R2 = s R2


(40)

s R2

= R2+ 2(1−1)

s R

………...(2.21)

Dari penjelasan mengenai rangkaian ekivalen pada stator dan rotor di atas, maka dapat dibuat rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa pada masing – masing fasanya. Perhatikan Gambar di bawah ini.

1

V

1 R 1 X 1 I c

R Xm

Φ I

c

I

Im

2 I 1 E 2 sX 2 I 2 R 2 sE

Gambar2.16 Rangkaian ekivalen motor induksi tiga phasa

Untuk mempermudah perhitungan maka rangkaian ekivalen pada Gambar 2.16 diatas dapat dilihat dari sisi stator, rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa akan dapat digambarkan sebagai berikut.

1

V

1

R X1

c R m X ' 2 X 1 E 1

I I0

c I m I 2 ' I s R2'

Gambar2.17 Rangkaian ekivalen dilihat dari sisi stator motor induksi Dimana:

2 '


(41)

2 '

R = a2R2

Dalam teori transformator-statika, analisis rangkaian ekivalen sering disederhanakan dengan mengabaikan seluruh cabang penalaran atau melakukan pendekatan dengan memindahkan langsung ke terminal primer. Pendekatan demikian tidak dibenarkan dalam motor induksi yang bekerja dalam keadaan normal, karena adanya celah udara yang menjadikan perlunya suatu arus penetralan yang sangat besar (30% sampai 40% dari arus beban penuh) dan karena reaktansi bocor juga perlu lebih tinggi. Untuk itu dalam rangkaian ekivalen Rcdapat dihilangkan (diabaikan). Rangkaian ekivalen menjadi Gambar 2.18 berikut.

1

V

1

R X1

m X 2 ' R ' 2 X ) 1 1 ( ' 2 − s R 1 E 1

I I0

2 '

I

Gambar 2.18 Rangkaian ekivalen lain dari motor induksi

2.9 Disain Motor Induksi Tiga Fasa

Motor asinkron yang sering kita temukan sehari-hari misalnya adalah kipas angin, mesin pendingin, kereta api listrik gantung, dan lain sebagainya. Untuk itu perlu diketahui kelas-kelas dari motor tersebut untuk mengetahui unjuk kerja dari motor tersebut. Adapun kelas-kelas tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kelas A : Torsi start normal, arus start normal dan slip kecil

Tipe ini umumnya memiliki tahanan rotor sangkar yang rendah. Slip pada beban penuh kecil atau rendah namun efisiensinya tinggi. Torsi maksimum


(42)

biasanya sekitar 21% dari torsi beban penuh dan slipnya kurang dari 21%. Motor kelas ini berkisar hingga 20 Hp.

2. Kelas B : Torsi start normal, arus start kecil dan slip rendah

Torsi start kelas ini hampir sama dengan kelas A tetapi arus startnya berkisar 75%Ifl . Slip dan efisiensi pada beban penuh juga baik. Kelas ini umumnya

berkisar antara 7,5 Hp sampai dengan 200 Hp. Penggunaan motor ini antara lain : kipas angin, boiler, pompa dan lainnya.

3. Kelas C : Torsi start tinggi dan arus start kecil

Kelas ini memiliki resistansi rotor sangkar yang ganda yang lebih besar dibandingkan dengan kelas B. Oleh sebab itu dihasilkan torsi start yang lebih tinggi pada arus start yang rendah, namun bekerja pada efisisensi dan slip yang rendah dibandingkan kelas A dan B.

4. Kelas D : Tosi start tinggi, slip tinggi

Kelas ini biasanya memiliki resistansi rotor sangkar tunggal yang tinggi sehingga dihasilkan torsi start yang tinggi pada arus start yang rendah

Gambar2.19 Karakteristik torsi dan kecepatan motor induksi pada berbagai disain


(43)

Parameter rangkaian ekivalen dapat dicari dengan melakukan pengukuran pada percobaan tahanan DC, percobaan beban nol, dan percobaan rotor tertahan (block- rotor). Dengan penyelidikan pada setiap rangkaian ekivalen, percobaan beban nol motor induksi dapat disimulasikan dengan memaksimalkan tahanan rotor

s R'2

.

Hal ini bisa terjadi pada keadaan normal jika slip dalam nilai yang minimum. Slip yang mendekati nol terjadi ketika tidak ada beban mekanis, dan mesin dikatakan dalam keadaan berbeban ringan.

Pengukuran rotor tertahan dilakukan dengan menahan rotor tetap diam. Pada kondisi ini slip bernilai satu yang merupakan nilai slip tertinggi untuk kondisi motor, jadi nilai

s R'2

bernilai minimum. Untuk menentukan bentuk rangkaian ekivalen, pola fluksi dianggap sinusoidal, demikian juga rugi-rugi yang diukur proporsional terhadap fluksi utama, dan kejenuhan diabaikan.

2.10.1 Percobaan DC

Untuk memperoleh harga R1 dilakukan dengan pengukuran DC yaitu dengan menghubungkan sumber tegangan DC (VDC) pada dua terminal input dan arus DC-nya

(IDC) lalu diukur. Di sini tidak mengalir arus rotor karena tidak ada tegangan yang

terinduksi.

2.10.1.1. Kumparan hubungan Wye (Y)

Gambar rangkaian ketika kumparan motor induksi tiga phasa terhubung Y, dan diberi suplai DC dapat dilihat pada Gambar 2.20 di bawah ini.


(44)

a

b

c

RDC

RDC

RDC

VDC +

-IDC

Gambar 2.20 Rangkaian phasa stator saat pengukuran DC hubungan Y

Harga R1DC dapat dihitung, untuk kumparan dengan hubungan Y, adalah sebagai berikut :

DC DC DC

1

2 1

I V

R = ( Ohm

)...(2.22)

2.10.1.2 Kumparan Hubungan Delta (∆)

Gambar rangkaian ketika kumparan motor induksi tiga phasa terhubung delta dan diberi suplai DC, dapat dilihat pada Gambar2.21 di bawah ini.

VDC +

-I

DC

R

A

R

B

R

C


(45)

Diketahui bahwa tahanan pada kumparan pada masing – masing phasa adalah sama, maka RA =RB = RC =R. Jadi gambar diatas dapat disederhanakan menjadi gambar berikut. A

R

P

R

D C

V

D C

I

A I

Gambar 2.22 Rangkaian penyederhanaan phasa stator saat pengukuran DC hubungan Delta

Dimana RP= RB +RC Jadi RA=

A DC I V Dimana P A P DC A R R R I I + × =

IA IDC 3 2

= , maka

RADC=

DC DC

I V

3

2 = DC

DC I V × 2 3

Harga R1 ini dinaikkan dengan faktor pengali 1,1-1,5 untuk operasi arus bolak-balik,

karena pada operasi arus bolak-balik resistansi konduktor meningkat karena distribusi arus yang tidak merata akibat efek kulit dan medan magnet yang melintasi alur. R1ac =k×R1DC ( Ohm

)...(2.23) Dimana k =faktor pengali, besarnya 1,1 – 1,5

Karena besar tahanan konduktor stator dipengaruhi oleh suhu, dan biasanya bila rugi-rugi motor ditentukan dengan pengukuran langsung pada motor, maka untuk mengetahui nilai tahanan yang paling mendekati, biasanya dilakukan dengan beberapa


(46)

kali pengukuran dan mengambil besar rata-rata dari semua pengukuran yang dilakukan.

2.10.2 Percobaan Beban Nol

Motor induksi dalam keadaan beban nol dibuat dalam keadaan berputar tanpa memikul beban pada rating tegangan dan frekuensinya. Besar tegangan yang digunakan ke belitan stator perphasanya adalah V1( tegangan nominal), arus masukan sebesarI0 dan dayanya P0. Nilai ini semua didapat dengan melihat alat ukur pada saat percobaan beban nol.

Dalam percobaan beban nol, kecepatan motor induksi mendekati kecepatan sinkronnya. Dimana besar s  0, sehingga

s R2'

 ~ sehingga besar impedansi total bernilai tak berhingga yang menyebabkan arus I'2 pada Gambar 2.23 bernilai nol

sehingga rangkaian ekivalen motor induksi pada pengukuran beban nol ditunjukkan pada Gambar 2.23. Namun karena pada umumnya nilai kecepatan motor pada pengukuran ini nr0 yang diperoleh tidak sama dengan ns maka slip tidak sama dengan

nol sehingga ada arus I2’ yang sangat kecil mengalir pada rangkaian rotor, arus I'2

tidak diabaikan tetapi digunakan untuk menghitung rugi – rugi gesek + angin dan rugi – rugi inti pada percobaan beban nol. Pada pengukuran ini didapat data-data antara lain : arus input (I1=I0), tegangan input (V1 = V0), daya input perphasa (P0) dan

kecepatan poros motor (nr0). Frekuensi yang digunakan untuk eksitasi adalah frekuensi sumber f.


(47)

Gambar 2.23 Rangkaian pada Saat Beban Nol

Iφ

Zm V1

I1 = Iφ

Im Ic Rc jX1 R1 Xm s R'2 2

'

X

Gambar 2.24 Rangkaian ekivalen pada saat beban nol

Dengan tidak adanya beban mekanis yang terhubung ke rotor dan tegangan normal diberikan ke terminal, dari Gambar 2.24 didapat besar sudut phasa antara arus antara I0 dan V0 adalah :

      = − 0 0 0 1 0 I V P Cos θ ...(2.24) Dimana: P0 =Pnl =daya saat beban nol perphasa

1 0 V

V = = tegangan masukan saat beban nol =

=Inl

I0 arus beban nol


(48)

E1=V1∠0o(Iϕ∠θ0)(R1 + jX1) (Volt)...(2.25)

ro

n adalah kecepatan rotor pada saat beban nol. Daya yang didisipasikan oleh Rc

dinyatakan dengan :

2 1 0 0

c P I R

P = − ( Watt

)...(2.26)

1

R didapat pada saat percobaan dengan tegangan DC. Harga Rc dapat ditentukan dengan

0 2 1 c P E R = (Ohm)...(2.27)

Dalam keadaan yang sebenarnya R1 lebih kecil jika dibandingkan dengan Xm dan juga Rc jauh lebih besar dari Xm, sehingga impedansi yang didapat dari percobaan beban nol dianggap jX1 dan jXmyang diserikan.

nl Z = 3 1 nl I V

j(X1+Xm) ( Ohm

)...(2.28) Sehingga didapat 1 1 3 X I V X nl

m = − ( ohm

)...(2.29)

2.10.3 Percobaan Rotor Tertahan

Pada pengukuran ini rotor dipaksa tidak berputar (nr = 0, sehingga s = 1) dan kumparan stator dihubungkan dengan tegangan seimbang. Karena slip s = 1, maka


(49)

pada Gambar 2.23, harga '2 '

2 R

s R

= . Karena R2' + jX2' << Rc jXm maka arus yang

melewati Rc jXm dapat diabaikan. Sehingga rangkaian ekivalen motor induksi dalam keadaan rotor tertahan atau hubung singkat seperti ditunjukkan pada Gambar 2.24.

jX1+jX’2 R1 + R’2

V1 I1

Gambar 2.25 Rangkaian ekivalen pada saat rotor tertahan (S = 1)

Impedansi perphasa pada saat rotor tertahan (ZBR) dapat dirumuskan sebagai berikut:

BR BR

' 2 1 '

2 1

BR R R j(X X ) R jX

Z = + + + = + ( Ohm

)...(2.30)

Pengukuran ini dilakukan pada arus mendekati arus rating motor. Data hasil pengukuran ini meliputi : arus input (I1 =IBR), tegangan input (V1 = VBR) dan daya input perphasa ( PBR = Pin ). Karena adanya distribusi arus yang tidak

merata pada batang rotor akibat efek kulit, harga R2' menjadi tergantung frekuensi. Maka umumnya dalam praktek, pengukuran rotor tertahan dilakukan dengan mengurangi frekuensi eksitasi menjadi fBR untuk mendapatkan harga R2' yang sesuai dengan frekuensi rotor pada saat slip rating. Dari data-data tersebut, harga RBR


(50)

BR BR BR

I V

Z = (Ohm

)...(2.31) 2 BR 2 BR

BR Z R

X = − (Ohm

)...(2.32)

Untuk menentukan harga X1 dan X2 digunakan metode empiris berdasarkan

IEEE standar 112. hubungan X1 dan X2 terhadap Xbr dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Distribusi empiris dari Xbr

Disain Kelas Motor

X1 X2'

A 0,5 Xbr 0,5 Xbr

B 0,4 Xbr 0,6 Xbr

C 0,3 Xbr 0,7 Xbr

D 0,5 Xbr 0,5 Xbr

Rotor Belitan 0,5 Xbr 0,5 Xbr

Di sini besar XBR harus disesuaikan dahulu dengan frekuensi rating f.

BR BR ' X f f X BR = (Ohm )...(2.33) XBR' = X1X'2(Ohm


(51)

BAB III

EFISIENSI DAN TORSI MOTOR INDUKSI TIGA FASA

3.1 Aliran Daya Motor Induksi

Pada motor induksi, tidak ada sumber listrik yang langsung terhubung ke rotor, sehingga daya yang melewati celah udara sama dengan daya yang diinputkan ke rotor. Daya total yang dimasukkan pada kumparan stator (Pin) dirumuskan dengan


(52)

θ cos 3 1 1 in V I

P = ( Watt

)...( 3.1 ) dimana :

V1 = tegangan sumber (Volt) I1 = arus masukan(Ampere)

θ = perbedaan sudut phasa antara arus masukan dengan tegangan sumber.

Gambar aliran daya pada motor induksi dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 3.1. Diagram aliran daya motor induksi

Daya listrik disuplai ke stator motor induksi diubah menjadi daya mekanik pada poros motor. Berbagai rugi – rugi yang timbul selama proses konversi energi listrik antara lain :

1. rugi – rugi tetap ( fixed losses ), terdiri dari :


(53)

Pi =

C R

E12

. 3

( Watt ) ………...………..( 3.2 )

 rugi – rugi gesek dan angin 2. rugi – rugi variabel, terdiri dari :

 rugi – rugi tembaga stator ( Pts )

Pts = 3. I12. R1 ( Watt )

…………...……….( 3.3 )

 rugi – rugi tembaga rotor ( Ptr )

Ptr = 3. I22. R2 ( Watt )

………...……..( 3.4 ) Daya pada celah udara ( Pcu ) dapat dirumuskan dengan :

Pcu = Pin – Pts – Pi ( Watt )

…………...……( 3.5 )

Jika dilihat pada rangkaian rotor, satu – satunya elemen pada rangkaian ekivalen yang mengkonsumsi daya pada celah udara adalah resistor R2 / s. Oleh

karena itu daya pada celah udara dapat juga ditulis dengan :

Pcu = 3. I22.

S R2

( Watt ) …………...……..( 3.6 )

Apabila rugi – rugi tembaga dan rugi – rugi inti dikurangi dengan daya input motor, maka akan diperoleh besarnya daya listrik yang diubah menjadi daya mekanik.

Besarnya daya mekanik yang dibangkitkan motor adalah :

Pmek = Pcu – Ptr ( Watt )


(54)

Pmek = 3. I22.

S R2

- 3. I22. R2

Pmek = 3. I22. R2. (

s s

1

)

Pmek = Ptr x (

s s

1

) ( Watt ) ………...……( 3.8 )

Dari persamaan ( 3.4 ) dan ( 3.5 ) dapat dinyatakan hubungan rugi – rugi tembaga dengan daya pada celah udara :

Ptr = s. Pcu ( Watt )

………...…( 3.9 )

Karena daya mekanik yang dibangkitkan pada motor merupakan selisih dari daya pada celah udara dikurangi dengan rugi – rugi tembaga rotor, maka daya mekanik dapat juga ditulis dengan :

Pmek = Pcu x ( 1 – s ) ( Watt )

……...………( 3.10 )

Daya output akan diperoleh apabila daya yang dikonversikan dalam bentuk daya mekanik dikurangi dengan rugi – rugi gesek dan angin, sehingga daya keluarannya :

Pout = Pmek – Pa&g – Pb ( Watt )

…………...( 3.11 )

Secara umum, perbandingan komponen daya pada motor induksi dapat dijabarkan dalam bentuk slip yaitu :

Pcu : Ptr : Pmek = 1 : s : 1 – s.


(55)

Efisiensi dari suatu motor induksi didefenisikan sebagai ukuran keefektifan motor induksi untuk mengubah energi listrik menjadi energi mekanik yang dinyatakan sebagai perbandingan / rasio daya output ( keluaran ) dengan daya input ( masukan ), atau dapat juga dirumuskan dengan :

Loss out out in loss in in

out 100% 100%

(%) P P P x P P P x P P + = − = =

η ×100%.

……...……...….( 3.12 )

Ploss = Pin – (Pi + Ptr + Pts + Pa & g + Pb) ………...…...……...….( 3.13 ) Pin = 3 . V1. I1. Cos φ1

………...……( 3.14 )

Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa efisiensi motor tergantung pada besarnya rugi – rugi. Pada dasarnya metode yang digunakan untuk menentukan efisiensi motor induksi bergantung pada dua hal apakah motor itu dapat dibebani secara penuh atau pembebanan simulasi yang harus digunakan.

Gambar 3.2. Aliran Daya dimana :

Pcu = daya yang diinputkan ke rotor ( Watt )

Ptr = rugi – rugi tembaga rotor ( Watt )


(56)

Rugi-rugi gesekan angin dan rugi-rugi inti stator dapat diabaikan. Namun rugi – rugi tembaga rotor dan stator tidak dapat diabaikan sekalipun motor berbeban ringan maupun tanpa beban. Sehingga rugi yang diperhitungkan adalah rugi-rugi tembaga stator. Rugi-rugi-rugi tembaga stator besarnya tidak tetap tergantung kepada arus beban (Persamaan 3.3 dan 3.4). Sehingga dapat ditulis pesamaan efisiensi sebagai berikut. tr ts out out in loss in in

out 100% 100%

(%) P P P P x P P P x P P + + = − = =

η ×100%.

... (3.15)

3.3 Torsi Motor Induksi

Persamaan torsi (Te) motor induksi untuk berbagai kecepatan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan dibawah ini.

Te =

...(3.16) dimana 9,55 adalah faktor pengali dengan nilai .

Diketahui

Pmek = Pcu – Ptr ( Watt )

Ptr = 3. I22. R2 ( Watt )


(57)

Te =

...(3.17) dimana, Pcu = Pin – Pts – Pi

maka, persamaan torsi diperoleh

Te =

– –

...(3.18)

3.4 Pengaruh Besar Tahanan Rotor Terhadap Torsi

Hubungan antara torsi dan slip untuk motor induksi dengan adanya penambahan tahanan luar pada belitan rotor ditunjukkan oleh gambar berikut. Untuk kurva torsi beban seperti yang ada pada Gambar 3.7 dengan kecepatan n1 pada tahanan rotor sebesar r2, kecepatan yang dihasilkan n2 pada tahanan rotor r2'. Dimana '

2

r >r2 dan seterusnya.

Gambar 3.7. Kurva torsi beban

Dari gambar diatas, kita dapat menyimpulkan untuk motor induksi rotor belitan bahwa:


(58)

1. kecepatan motor dapat diatur dengan variasi tahanan rotor tetapi torsi maksimum tidak dapat dipengaruhi.

2. torsi awal motor induksi dapat dipengaruhi dengan merubah – ubah besar tahanan rotor.

3. arus awal dapat diperkecil dengan mengubah – ubah tahan rotor.

4. faktor daya motor pada saat start dapat diperbaiki dengan tahanan rotor.

BAB IV

PENGUJIAN MOTOR INDUKSI DENGAN TAHANAN ROTOR YANG

BERBEDA 4.1 Umum

Sebelum melakukan pengujian motor induksi dengan besar tahanan rotor yang berbeda, dibutuhkan beberapa parameter dari meotor induksi yang akan di gunakan. Untuk mendapatkan parameter dari motor induksi tiga fasa, maka dapat dihitung dari data yang didapat dari percobaan beban nol untuk mendapatkan parameter Xm, rotor

tertahan ( block rotor ) untuk mendapatkan parameter X1 dan X2, dan percobaan


(59)

4.2 Peralatan Yang Digunakan

Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini adalah 1. Motor induksi tiga fasa

tipe : rotor belitan

spesifikasi motor : - AEG Typ C AM 112MU 4RI

- ∆/Y 220/380 V 10,7 / 6,2 A

- 2,2 Kw, cosφ 0,67

- 1410 rpm, 50 Hz - isolasi B

2. Amper meter 3. Volt Meter 4. Tahanan Geser

5. Watt Meter 3φ

6. Sumber tegangan AC dan DC

4.3 Percobaan Untuk Mendapatkan Parameter – Parameter Motor Induksi Tiga Fasa

Untuk dapat menentukan parameter motor induksi tiga fasa jenis rotor belitan, maka dapat dilakukan dengan percobaan berikut ini :

4.3.1 Percobaan Tahanan DC

A. Percobaan Tahanan DC Pada Belitan Stator 1. Rangkaian Percobaan


(60)

A

V U

V

W +

-VDC Variabel

Ru

Rv Rw

Gambar 4.1 Rangkaian percobaan tahanan DC pada stator

2. Prosedur Percobaan

1. Hubungan belitan stator dibuat hubungan Y. yang akan diukur adalah dua dari ketiga belitan stator.

2. Rangkaian belitan stator dihubungkan dengan suplai tegangan DC 3. Tegangan DC suplai dinaikkan sampai pada nilai tertentu.

4. Ketika tegangan menunjukkan pada besaran 15,4 Volt, penunjukan alat ukur voltmeter dan amperemeter dicatat

5. Jika telah selesai rangkaian dilepas.

3. Data Hasil Percobaan

Rdc = I V

(Ω)

Tabel 4.1 Data hasil percobaan tahanan dc pada belitan stator

Phasa V (volt) I (Ampere)


(61)

4. Analisa Data

Untuk data di atas di peroleh : Rdc =

I V

= = 3,1 Ω

Karena hubungan pada stator adalah Y , maka Rdc adalah Rdc =

=

1.55 Ω Rac = 1.2 x 1.55 = 1.86 Ω

Maka tahanan stator adalah R1 = 1.86 Ω

B. Percobaan Tahanan DC pada Belitan Rotor 1. Rangkaian Percobaan


(62)

Gambar 4.2 Gambar percobaan tahanan DC pada rotor

2. Prosedur Percobaan

1. Hubungan belitan rotor dibuat hubungan Y, yang akan diukur adalah dua dari ketiga belitan rotor.

2. Rangkaian belitan rotor dihubungkan dengan suplai tegangan DC

3. Naikkan Tegangan DC suplai secara perlahan, sampai pada nilai tertentu.

4. Ketika tegangan menunjukkan pada besaran 3,5 Volt, penunjukan alat ukur voltmeter dan amperemeter dicatat

5. Jika telah selesai Rangkaian dilepas.

3. Data Hasil Percobaan


(63)

Phasa V (volt) I (Ampere)

K – M 5,2 6,84

4. Analisa Data

Untuk data di atas di peroleh : Rdc =

I V

(Ω)

= = 0.76 Ω

Karena hubungan pada rotor adalah Y , maka Rdc adalah Rdc =

=

0.Ω Rac = 1.2 x 0.38 = 0,456 Ω Maka tahanan rotor adalah

R2 = 0.456 Ω

4.3.2 Percobaan Rotor Tertahan ( Block Rotor ) 1. Rangkaian Percobaan


(64)

Dari data yang didapat pada pengukuran motor dalam keadaan rotor tertahan atau hubung singkat maka dihitung Xs dan Xr'. Rangkaian pengukuran ketika

terhubung singkat ditunjukkan pada Gambar 4.3 di bawah ini

W3phasa

PT AC1 3 Phasa

MI

V1

A1

T

Mesin DC

S3

S2

PT DC1

PT DC

2

A3

S1

V2 V3

Gambar – 4.3

Gambar 4.3 Gambar rangkaian percobaan rotor tertahan

2. Prosedur Percobaan

Prosedur yang dilakukan untuk memperoleh data hubung singkat adalah : 1. Motor induksi dikopel dengan mesin arus searah

2. Semua switch dalam keadaan terbuka, pengatur tegangan dalam kondisi minimum.

3. Switch S1 ditutup, PTAC1 dinaikkan sehingga motor induksi mulai berputar

perlahan.

4. Switch S3 kemudian ditutup, PTDC2 dinaikkan sampai penunjukan amperemeter

A3 mencapai harga arus penguat nominal mesin arus searah

5. Switch S2 ditutup dan PTDC1 dinaikkan sehingga mesin arus searah memblok

putaran motor induksi dan putaran berhenti. Kemudian penunjukan alat ukur A1,

W dan T dicatat


(65)

3. Data Hasil Percobaan Rotor Tertahan

=2 π 50=314

Tabel 4.3 Data Hasil Percobaan Block Rotor Vbr (Volt)

BR

I ( Ampere ) PBR ( Watt ) F1 (Hz) Fbr (Hz) 87

5,5 452,6 50 50

4. Analisa Data

Dari data di atas diperoleh :

=

=

9.125 Ω

=

=

=

=

7.65 Ω


(66)

= 3.825

Ω

= 3.825

Ω

4.3.3 Percobaan Beban Nol 1. Rangkaian percobaan

PT AC1 3 Phasa A

V

MI

Watt

Meter 3 Φ

R S T

Beban Nol

Gambar – 4.4

Gambar 4.4 Rangkaian percobaan beban nol

2. Prosedur Percobaan

Prosedur yang dilakukan untuk memperoleh data yang diperlukan adalah : 1. Semua switch terbuka, pengatur tegangan pada posisi minimum.

2. Switch S1 kemudian ditutup, PTAC1 dinaikkan perlahan sampai tegangan

350 Volt.

3. Ketika tegangan 350 Volt, dicatat besar pembacaan alat ukur amperemeter masing masing phasa dan wattmeter.


(67)

3. Data Hasil Percobaan

=2 π 50=314

Tabel 4.4 Data Hasil Percobaan Beban Nol

0

V ( Volt ) P0( watt ) I0 (Ampere)

300 258,6 2,85

4. Analisa Data

Dari dara di atas diperoleh :

1 1 3 X I V X nl

m = − (Ω) =

= 56.94 Ω

) )(

( 0 1 1

1

1 V 0 I R jX

E = ∠ oϕ∠θ +

= 300 – (2,58 ) x ( 1,86 + j 3.825) = 289, 02

1 2 0 0 c P I R

P = −

= 258,6 – (2,852 x 1,86) = 246,2 Watt

0 2 1 c P E

R = (Ohm)


(68)

PT AC1 3 Phasa

MI

V1

A1

T

Mesin DC

S2

PT DC1

A3

S1 A4

A2

R

K L R S T

n

= 339,28 Ohm

4.4 Percobaan Motor Tiga Fasa Dengan Tahanan Rotor Yang Berbeda

1. Rangkaian Percobaan

Gambar 4.5 Rangkaian percobaan pengaruh besar tahanan rotor terhadap torsi dan efisiensi motor induksi tiga phasa

1. Rangkailah rangkaian percobaan seperti Gambar 4.5 di atas. 2. Buat hubungan tahanan luar dalam hubungan Y.

3. Hubungkan tahanan luar ke terminal rotor, masing – masing tahanan luar buat pada harga 3 Ohm.

4. Naikkan PTDC1 sampai A3 menunjukan arus penguat nominal .

5. Naikkan PTAC1 sampai tegangan nominal yang ditentukan.

6.Beban yang berupa lampu pijar dipasang dengan harga yang ditentukan .

7.Tutup S1 lalu catat penunjukan A1,A4,W , dan T .

8.Ulangi prosedur no 4 sampai 7 dengan menambahkan tahanan luar sebesar 5 Ω dan 7 Ω. 9.Percobaan selesai.


(69)

2. Data Hasil Percobaan

Tabel 4.5 Data Hasil Pengujian Motor Induksi Dengan Besar Tahanan Rotor yang Berbeda

Vin = 300 Volt

Vs = = 173,2 Volt

f = 50 Hz

Tahanan Rotor

(Ω)

Beban Generator

Dc (Watt)

Nr

(Rpm) Slip I2 (A) Is

Pin

(KW)

Torsi (Nm) 3,456

125 1225 0,18 0,6 2,19 0,18 0,95

200 1125 0,25 1,05 2,21 0,2 1,02

325 1110 0,26 1,47 2,25 0,25 1,25

5,456

125 1250 0,16 0,5 1,97 0,15 0,75

200 1230 0,13 1,11 1,84 0,2 1

325 1200 0,2 1,5 1,97 0,25 1,25

7,456

125 1100 0,26 0,71 1,81 0,13 0,95

200 1020 0,32 1,01 1,83 0,15 1

325 1000 0,33 1,27 1,84 0,2 1,2

3. Analisa Data

- Torsi

a. R2 = 3,456Ω

Beban 125 W

Pts = 3. I1 2

. R1 ( Watt )

= 3. 2,192. 1,86


(70)

Pi =

C R

E12

. 3

=

= –

= 1,45 Watt

Pcu = (Pin – Pts – Pi ) Watt

= 180 – 26,76 – 1,45

= 151,79 Watt

Ptr = 3. I2 2

. R2 ( Watt )

= 3. 0,62. 3,456

= 3,74 Watt

Te =

=

– –

=

= 1,15 Nm

Beban 200 W

Pcu = (Pin – Pts – Pi ) Watt

= 200 – 26,76 – 1,45

= 171,79 Watt

Ptr = 3. I2 2

. R2 ( Watt )

= 3. 1,052. 3,456


(71)

Te =

=

– –

=

= 1,36 Nm

Beban 325 W

Pcu = (Pin – Pts – Pi ) Watt

= 250 – 26,76 – 1,45

= 221,79 Watt

Ptr = 3. I2 2

. R2 ( Watt )

= 3. 1,472. 3,456

= 22,4 Watt

Te =

=

– –

=

= 1,71 Nm

b. R2 = 5,456Ω

Beban 125 W

Pcu = (Pin – Pts – Pi ) Watt

= 150 – 26,76 – 1,45

= 121,79 Watt

Ptr = 3. I2 2

. R2 ( Watt )


(72)

= 4,1 Watt

Te =

=

– –

=

= 0,89 Nm

Beban 200 W

Pcu = (Pin – Pts – Pi ) Watt

= 200 – 26,76 – 1,45

= 171,79 Watt

Ptr = 3. I2 2

. R2 ( Watt )

= 3. 1,11 2. 5,456

= 20,16 Watt

Te =

=

– –

=

= 1,17 Nm

Beban 325 W

Pcu = (Pin – Pts – Pi ) Watt

= 250 – 26,76 – 1,45

= 221,79 Watt

Ptr = 3. I2 2

. R2 ( Watt )

= 3. 1,52. 5,456


(73)

Te =

=

– –

=

= 1,47 Nm

b. R2 = 7,456Ω

Beban 125 W

Pcu = (Pin – Pts – Pi ) Watt

= 130 – 26,76 – 1,45

=101,79 Watt

Ptr = 3. I2 2

. R2 ( Watt )

= 3. 0,712. 7,456

= 11,27 Watt

Te =

=

– –

=

= 0,78 Nm

Beban 200 W

Pcu = (Pin – Pts – Pi ) Watt

= 150 – 26,76 – 1,45

= 121,79 Watt

Ptr = 3. I22. R2 ( Watt )

= 3. 1,012. 7,456


(74)

Te =

=

– –

=

= 0,926 Nm

Beban 325 W

Pcu = (Pin – Pts – Pi ) Watt

= 200 – 26,76 – 1,45

= 171,79 Watt

Ptr = 3. I22. R2 ( Watt )

= 3. 1,272. 7,456

= 36,07 Watt

Te =

=

– –

=


(75)

- Efisiensi

Dari percobaan kita memperoleh data – daya yang diperlukan untuk

memperhitungkan efisiensi motor induksi tiga phasa yaitu.

Tabel 4.6 Data Hasil Pengujian Motor Induksi Dengan Besar Tahanan Rotor yang Berbeda

R1 = 1,86 Ω

Tahanan Rotor

(Ω)

Beban Generator Dc (Watt)

I2 (A) Is

Pin

(KW) 3,456

125 0,6 2,19 0,18

200 1,05 2,21 0,2

325 1,47 2,25 0,25

5,456

125 0,5 1,97 0,15

300 1,11 1,84 0,2

325 1,5 1,97 0,25

7,456

125 0,71 1,81 0,13

300 1,01 1,83 0,15

325 1,27 1,84 0,2

a. R2 = 3,456Ω

Beban 125 W

loss

P = Pts+ Pi + Ptr

- Rugi – rugi tembaga stator ( Pts )

Pts = 3. I1 2

. R1 ( Watt )

= 3. 2,192. 1,86

= 26,76 Watt

- Rugi – rugi inti stator ( Pi )

Pi = 1,45 Watt


(76)

Ptr = 3. I2 2

. R2 ( Watt )

= 3. 0,62. 3,456

= 3,74 Watt

(%)

η = x100% = x 100%

=

x 100%

= 82,25%

Beban 200 W

loss

P = Pts+ Pi + Ptr

- Rugi – rugi tembaga stator ( Pts )

Pts= 3. I1 2

. R1 ( Watt )

= 3. 2,212. 1,86

= 27,25 Watt

- Rugi – rugi inti stator ( Pi )

Pi = 1,45 Watt

- Rugi – rugi tembaga rotor ( Ptr )

Ptr = 3. I2 2

. R2 ( Watt )

= 3. 1,052. 3,456

= 11,4 Watt

(%)

η = x100% = x 100%

=

x 100%


(77)

Beban 325 W

loss

P = Pts+ Pi + Ptr

- Rugi – rugi tembaga stator ( Pts )

Pts = 3. I12. R1 ( Watt )

= 3. 2,252. 1,86

= 28,25Watt

- Rugi – rugi inti stator ( Pi )

Pi = 1,45 Watt

Rugi – rugi tembaga rotor ( Ptr )

Ptr = 3. I2 2

. R2 ( Watt )

= 3. 1,472. 3,456

= 22,4 Watt

(%)

η = x100% = x 100%

=

x 100%

= 79,16%

b. R2 = 5,456Ω

Beban 125 W

loss


(78)

- Rugi – rugi tembaga stator ( Pts )

Pts = 3. I1 2

. R1 ( Watt )

= 3. 2,1,972. 1,86

= 21,65 Watt

- Rugi – rugi inti stator ( Pi )

Pi = 1,45 Watt

- Rugi – rugi tembaga rotor ( Ptr )

Ptr = 3. I2 2

. R2 ( Watt )

= 3. 0,52. 5,456

= 4,09 Watt

(%)

η = x100% = x 100%

=

x 100%

= 81,87%

Beban 200 W

loss

P = Pts+ Pi + Ptr

- Rugi – rugi tembaga stator ( Pts )

Pts = 3. I12. R1 ( Watt )

= 3. 1,842. 1,86

= 18,89 Watt

- Rugi – rugi inti stator ( Pi )

Pi = 1,45 Watt

- Rugi – rugi tembaga rotor ( Ptr )

Ptr = 3. I2 2


(79)

= 3. 1,112. 5,456

= 20,16 Watt

(%)

η = x100% = x 100%

=

x 100%

= 79,75%

Beban 325 W

loss

P = Pts+ Pi + Ptr

- Rugi – rugi tembaga stator ( Pts )

Pts = 3. I1 2

. R1 ( Watt )

= 3. 1,972. 1,86

= 21,65 Watt

- Rugi – rugi inti stator ( Pi )

Pi = 1,45 Watt

- Rugi – rugi tembaga rotor ( Ptr )

Ptr = 3. I22. R2 ( Watt )

= 3. 1,52. 5,456

= 36,82 Watt

(%)

η = x100% = x 100%

=

x 100%


(80)

b. R2 = 7,456Ω

Beban 125 W

loss

P = Pts+ Pi + Ptr

- Rugi – rugi tembaga stator ( Pts )

Pts = 3. I1 2

. R1 ( Watt )

= 3. 1,812. 1,86

= 18,28 Watt

- Rugi – rugi inti stator ( Pi )

Pi = 1,45 Watt

- Rugi – rugi tembaga rotor ( Ptr )

Ptr = 3. I2 2

. R2 ( Watt )

= 3. 0,712. 7,456

= 11,27 Watt

(%)

η = x100% = x 100%

=

x 100%

= 76,15%

Beban 200 W

loss

P = Pts+ Pi + Ptr

- Rugi – rugi tembaga stator ( Pts )

Pts = 3. I12. R1 ( Watt )

= 3. 1,832. 1,86


(81)

- Rugi – rugi inti stator ( Pi )

Pi = 1,45 Watt

- Rugi – rugi tembaga rotor ( Ptr )

Ptr = 3. I2 2

. R2 ( Watt )

= 3. 1,012. 7,456

= 22,81 Watt

(%)

η = x100% = x 100%

=

x 100%

= 71,37%

Beban 325 W

loss

P = Pts+ Pi + Ptr

- Rugi – rugi tembaga stator ( Pts )

Pts = 3. I1 2

. R1 ( Watt )

= 3. 1,842. 1,86

= 18,68 Watt

- Rugi – rugi inti stator ( Pi )

Pi = 1,45 Watt

- Rugi – rugi tembaga rotor ( Ptr )

Ptr = 3. I2 2

. R2 ( Watt )

= 3. 1,272. 7,456

= 36 Watt

(%)


(82)

=

x 100%

= 71,93%

4. Tabel Hasil Analisa Percobaan

Tabel 4.7 Tabel Hasil Analisa Data

Tahanan Rotor

(Ω)

Beban Generator Dc (Watt)

Pin

(KW)

Torsi (Nm)

Efisiensi (%) 3,456

125 0,18 1.15 82,25

200 0,2 1.36 79,95

325 0,25 1.71 79,16

5,456

125 0,17 0.89 81,87

300 0,2 1.17 79,75

325 0,25 1.47 76,03

7,456

125 0,13 0.78 76,15

300 0,15 0.926 71,37

325 0,2 1.29 71,93


(83)

Gambar 4.6 Kurva Analisa Data Pengaruh Besar Tahanan Rotor terhadap Torsi Motor Induksi Tiga Phasa

Gambar 4.7 Kurva Percobaan Pengaruh Besar Tahanan Rotor terhadap Torsi Motor Induksi Tiga Phasa

Gambar 4.8 Kurva Analisa Data Pengaruh Besar Tahanan Rotor Terhadap Efisiensi Motor Induksi

BAB V

PENUTUP


(1)

b. R2 = 7,456Ω

Beban 125 W

loss

P

= Pts+ Pi + Ptr

- Rugi – rugi tembaga stator ( Pts ) Pts = 3. I1

2

. R1 ( Watt ) = 3. 1,812. 1,86 = 18,28 Watt

- Rugi – rugi inti stator ( Pi ) Pi = 1,45 Watt

- Rugi – rugi tembaga rotor ( Ptr ) Ptr = 3. I2

2

. R2 ( Watt ) = 3. 0,712. 7,456 = 11,27 Watt

(%)

η

= x100% = x 100%

=

x 100%

= 76,15%

Beban 200 W

loss

P

= Pts+ Pi + Ptr

- Rugi – rugi tembaga stator ( Pts ) Pts = 3. I12. R1 ( Watt )

= 3. 1,832. 1,86 = 18,68 Watt


(2)

- Rugi – rugi inti stator ( Pi ) Pi = 1,45 Watt

- Rugi – rugi tembaga rotor ( Ptr ) Ptr = 3. I22. R2 ( Watt )

= 3. 1,012. 7,456 = 22,81 Watt

(%)

η

= x100% = x 100%

=

x 100%

= 71,37%

Beban 325 W

loss

P

= Pts+ Pi + Ptr

- Rugi – rugi tembaga stator ( Pts ) Pts = 3. I12. R1 ( Watt )

= 3. 1,842. 1,86 = 18,68 Watt

- Rugi – rugi inti stator ( Pi ) Pi = 1,45 Watt

- Rugi – rugi tembaga rotor ( Ptr ) Ptr = 3. I2

2

. R2 ( Watt ) = 3. 1,272. 7,456 = 36 Watt

(%)


(3)

=

x 100%

= 71,93%

4. Tabel Hasil Analisa Percobaan

Tabel 4.7

Tabel Hasil Analisa Data

Tahanan

Rotor

(Ω)

Beban

Generator

Dc (Watt)

P

in

(KW)

Torsi

(Nm)

Efisiensi

(%)

3,456

125

0,18

1.15

82,25

200

0,2

1.36

79,95

325

0,25

1.71

79,16

5,456

125

0,17

0.89

81,87

300

0,2

1.17

79,75

325

0,25

1.47

76,03

7,456

125

0,13

0.78

76,15

300

0,15

0.926

71,37

325

0,2

1.29

71,93


(4)

Gambar 4.6

Kurva Analisa Data Pengaruh Besar Tahanan Rotor terhadap Torsi

Motor Induksi Tiga Phasa

Gambar 4.7

Kurva Percobaan Pengaruh Besar Tahanan Rotor terhadap Torsi Motor

Induksi Tiga Phasa

Gambar 4.8

Kurva Analisa Data Pengaruh Besar Tahanan Rotor Terhadap Efisiensi

Motor Induksi

BAB V

PENUTUP


(5)

5.1

Kesimpulan

1. .Dengan penambahan beban yang sama maka terlihat, dengan penambahan beban torsi yang diperlukan semakin kecil apabila tahanan rotor semakin besar. Ini disebabkan karena semakin besar tahanan rotornya maka daya input yang diperlukan semakin kecil dan rugi tembaga rotor semakin besar.

2. Dengan penambahan beban yang sama maka terlihat, dengan besar tahanan rotor yang berbeda maka efisiensi dari motor berkurang, hal ini disebabkan karena semakin besar tahanan rotor maka semakin besar rugi – rugi tembaga rotor yang dihasilkan.

5.2 Saran

1.

Dalam penelitian selanjutnya disarankan menganalisis pengaruh besar tahanan

rotor terhadap efisiensi dan regulasi tegangan dari sebuah generator induksi.


(6)

1.

Boldea, Ion,

“ Variabel Speed Generator ”

, Taylor & Francis Group, Ney York,

2006.

2.

Boldea, I., and Nasar, S.A.,

“Induction Machines Handbook”

, CRC Press LLC,

Boca Raton, Florida, 2002.

3.

Chapman, Stephen J, “

Electric Machinery Fundamentals

”,Third Edition Mc Graw

Hill Companies, New York, 1999.

4.

Fitzgerald, A.E., Kingsley, C.Jr., Umans, S.D., “

Electric Machinery

”, Sixth

Edition, Mc Graw Hill, Singapore, 2003.

5.

Lister, E.C., “

Mesin dan Rangkaian Listrik”,

Sixth Edition, McGraw-Hill, Inc.,

1984.diterjemahkan oleh : Ir.Drs. Gunawan, H., P.T. Gelora Aksara Pratama,

1993.

6.

Theraja, B.L. & Theraja, A.K., “

A Text Book of Electrical Technology

”, New

Delhi, S.Chand and Company Ltd., 2001.

7.

Wijaya, Mochtar,”

Dasar-Dasar Mesin Listrik

”, Penerbit Djambatan, Jakarta ,

2001.

8.

Wildi, Theodore, “

Electrical Machines, Drives And Power System”,

Prentice Hall

International, Liverpool, 1983.

9.

Zuhal,

“Dasar Teknik Tenaga Listrik dan Elektronika Daya”

, Edisi ke-5, Penerbit

Gramedia, Jakarta, 1995.


Dokumen yang terkait

Analisa Pengaruh Satu Fasa Stator Terbuka Terhadap Torsi Dan Kecepatan Motor Induksi Tiga Fasa ( Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU )

5 87 84

Studi Pemakaian Kapasitor Untuk Menjalankan Motor Induksi Tiga Fasa Pada Sistem Satu Fasa (Aplikasi Pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

0 67 108

Analisa Pengaruh Tahanan Rotor Tidak Seimbang Terhadap Torsi Dan Putaran Motor Induksi Rotor Belitan (Aplikasi Pada Laboratorium konversi Fakultas Teknik USU)

0 24 117

Pengaturan Kecepatan Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan Dengan Injeksi Tegangan Pada Rotor(Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

4 61 81

Analisis Karakteristik Torsi Dan Putaran Motor Induksi Tiga Fasa Pada Kondisi Operasi Satu Fasa Dengan Penambahan Kapasitor (Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

4 103 83

Analisis Pengaruh Jatuh Tegangan Terhadap Kinerja Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan (Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

3 25 69

Analisis Pengaruh Jatuh Tegangan Terhadap Kinerja Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan (Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

0 0 11

Analisis Pengaruh Jatuh Tegangan Terhadap Kinerja Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan (Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

0 0 5

BAB 2 MOTOR INDUKSI TIGA FASA 2.1 Umum - Analisa Pengaruh Besar Tahanan Rotor Terhadap Torsi Dan Efisiensi Motor Induksi 3 Fasa Rotor Belitan ( Aplikasi Pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU )

0 0 33

TUGAS AKHIR - Analisa Pengaruh Besar Tahanan Rotor Terhadap Torsi Dan Efisiensi Motor Induksi 3 Fasa Rotor Belitan ( Aplikasi Pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU )

0 0 11