Studi Mitigasi Konflik Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Berbasis Sistem Informasi Geografis di Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser

(1)

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian No. Responden : :

Kuisioner Penelitian

Dengan Hormat,

Saya yang bernama : Juang Abdul Halim Siregar, mahasiswa tingkat akhir Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Menyatakan sedang melaksanakan penelitian dalam rangka untuk menyelesaikan tugas akhir/skripsi. Dengan judul : Studi Sistem Informasi Geografis Bagi Penilaian Mitigasi Konflik Orangutan Sumatera (Pongo abelii) di Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser.

Kuisioner ini merupakan alat pengumpul data yang diperlukan untuk melengkapi penulisan skripsi yang saya kerjakan. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati saya memohon kesediaan Saudara/i untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada pada kuisioner ini dengan jelas dan lengkap. Demikianlah atas kesediaan saudara/i saya ucapkan terima kasih.

Hormat Peneliti

Juang Abdul Halim Siregar 121201013


(2)

A. Informasi Pribadi Responden

Nama :

Alamat :

Umur : tahun

Jenis Kelamin : ( ) Laki-laki ; ( ) Perempuan

Agama :

Suku :

Pendidikan Terakhir : Pekerjaan :

Status Kependudukan : ( ) Penduduk Asli ; ( ) Pendatang Lama tinggal di desa ini:

Penghasilan perbulan :

B. Informasi Orangutan

1. Apakah saudara mengenal orangutan? a. Ya b. Tidak

2. Apakah orangutan mengganggu tanaman pada kebun/ladang saudara? a. Ya b. Tidak

3. Menurut saudara tanaman apa yang sering diganggu/dimakan orangutan? a. Karet b. Sawit c. Durian d. Nangka e. Pinang f. Pisang g. Lain-lain……….

4. Pada bulan berapa menurut saudara gangguan orangutan sering terjadi? a. Jan-Mar b. Apr-Jun c. Jul-Sep d. Okt-Des e. Tidak Tentu 5. Menurut saudara, mengapa pada bulan tersebut sering terjadi gangguan? a. Tidak ada makanan di hutan

b. Tanaman sedang berbuah di ladang c. Tidak tahu

d. Lain-lain……….. 6. Menurut yang saudara ketahui biasanya berapa jumlah orangutan yang masuk

ke ladang/kebun ketika panen?

a. 1-3 b. 4-7 c. 8-10 d. lainnya……… 7. Apakah saudara melaporkan kejadian gangguan tersebut?


(3)

a. Ya b. Tidak

8. Kepada siapa saudara melaporkan kejadian tersebut?

a. Kepala Desa b. Dep.Kehutanan c. LSM d. lainnya………. 9. Menurut saudara, apakah orangutan dilindungi oleh Undang-undang?

a. Ya b. Tidak

10. Menurut saudara, siapakah pihak yang bertanggung jawab atas masalah ini? a. Masyarakat b. Kehutanan c. Kepala Desa d. LSM e. lainnya…….. 11. Menurut saudara, apakah pihak kehutanan peduli dengan masalah ini?

a. Ya b. Tidak

C. Informasi Kerugian Ekonomi Masyarakat

12. Jenis tanaman hutan yang dirusak dan jumlah kerugiannya

Nama Tanaman Jumlah Pohon Jumlah Buah Kerugian (Rp)

13. Jenis tanaman pertanian yang dirusak dan jumlah kerugiannya


(4)

14. Rinician biaya pengeluaran dari awal menanam sampai panen pada jenis tanaman yang dirusak

Jenis Tanaman Jenis Biaya Perawatan Jumlah Biaya Perawatan (Rp)

15. Apakah masih ada keuntungan yang saudara dapatkan setelah orangutan tersebut masuk ke kebun/ladang dan merusak tanaman saudara?

a. Ya b. Tidak

16. Jika Ya, berapa keuntungan yang masih saudara dapatkan dari kejadian itu? Jawaban : ……….. 17. Berapa penghasilan yang biasa saudara dapatkan jika tidak ada orangutan

yang masuk ke kebun/ladang saudara setiap panennya?

Jawaban : ……….. 18. Berapa penghasilan yang biasa saudara dapatkan jika orangutan tersebut

masuk ke kebun/ladang saudara setiap panennya?

Jawaban : ………... 19. Berapa biaya yang saudara keluarkan untuk mengusir orangutan yang masuk

dan merusak kebun/ladang saudara?

Jawaban : ………... 20. Apakah ada waktu-waktu tertentu dalam setiap tahunnya terjadi kerusakan

tanaman yang lebih parah? a. Ya b. Tidak

21. Apakah keruskan tanaman yang di kebun/ladang saudara alami hanya berasal dari orangutan, atau ada satwa lain?


(5)

22. Pada waktu bulan berapa saudara panen?

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

23. Apakah pada waktu panen di saat itu pula orangutan masuk dan merusak kebun/ladang saudara?

a. Ya b. Tidak

D. Informasi Metode Pencegahan

24. Bagaimana tanggapan saudara tentang masuknya orangutan ke kebun/ladang saudara?

Jawaban:………. ……… 25. Menurut saudara apa faktor penyebab konflik orangutan di tempat ini?

Jawaba:………... ……… 26. Metode/cara apa yang saudara gunakan untuk melindungi tanaman dari kerusakan yang dilakukan orangutan di kebun/ladang saudara?

Jawaban:………. ……… 27. Apa yang saudara lakukan ketika orangutan berada di kebun/ladang saudara? a. Membiarkan b. Menangkap c. Mengusir d. Menembak e. lain-lain ……… 28. Jika saudara melihat orangutan di kebun/ladang tetangga saudara apa yang saudara lakukan?

a. Membiarkan b. Menangkap c. Mengusir d. Menembak e. lain-lain ……… 29. Jika saudara melihat orangutan di desa/dusun, apa yang anda lakukan orangutan tersebut?

a. Membiarkan b. Menangkap c. Mengusir d. Menembak e. lain-lain ……… 30. Menurut pendapat saudara solusi apakah yang baik untuk mengurangi perusakan tanaman yang dilakukan orangutan di daerah ini?


(6)

d. Tidak melakukan apa-apa e. Menanam tanaman di daerah penyangga

f. Lain-lain……….. 31. Berapa baiaya yang saudara keluarkan dari kegiatan yang dilakukan saat mengusir orangutan dari kebun/ladang saudara?

E. Informasi Penanggulangan Oleh Pihak Pemerintah dan LSM

32. Apakah sudah ada penanggulangan dari petugas kehutanan atau LSM terhadap permasalahan konflik orangutan dengan masyarakat? Bagaiamana tindakan penanggulannya?

Jawaban:………..………... ……… 33. Menurut saudara apakah pihak pemerintah dan LSM peduli dengan masalah yang saudara hadapi terhadap konflik orangutan yang saudara rasakan?

Jawaban:………. 34. Jika ya, apakah pihak pemerintah atau LSM pernah melakukan sosialisasi/penyuluhan mengenai orangutan?

Jawaban:………. 35. Jika tidak, mengapa?


(7)

36. Lembaga apa saja yang pernah masuk ke desa ini untuk membantu menanggulangi konflik orangutan?

Jawaban:………. 37. Bentuk mitigasi apa yang ditawarkan pihak LSM kepada masyarakat terkait konflik orangutan tersebut?

Jawaban:………. ……… 38. Apakah ada ganti rugi yang diberikan oleh pemerintah atau LSM kepada masyarakat yang kebun/ladangnya mengalami kerusakan?

Jawaban:………. 39. Menurut saudara apa yang harus dilakukan pihak pemerintah dalam menangani masalah konflik orangutan dengan masyrakat, apakah sudah efektif? Jika belum efektif megapa menurut saudara?

Jawaban:………. ……… 40. Berikan saran atau pendapat saudara mengenai masalah konflik orangutan ? Jawaban:………. ………


(8)

Lampiran 2. Data Responden Desa Ujuang Padang, Kec. Bakongan, Kab. Aceh Selatan

No Nama Alamat Usia Jenis

Kelamin Agama Suku

Pend.

Terakhir Pekerjaan Status Kependudukan

Penghasilan Perbulan

1 Mayaki Ujung Padang 44 tahun Laki-laki Islam Aceh SD Petani Penduduk asli Rp. 500.000

2 Toni Ujung Padang 43 tahun Laki-laki Islam Aceh SMA Petani Pendatang menetap Rp. 3.600.000

3 Musaikal Ujung Padang 38 tahun Laki-laki Islam Aceh SD Petani Penduduk asli Rp. 2.700.000

4 Ian Mulyadi Ujung Padang 26 tahun Laki-laki Islam Aceh SMA Petani Penduduk asli Rp. 1.800.000

5 Safri M. K Ujung Padang 65 tahun Laki-laki Islam Aceh SD Petani Pendatang menetap Rp. 1.000.000

6 Hasan Ujung Padang 64 tahun Laki-laki Islam Aceh SD Petani Penduduk asli Rp. 1.500.000

7 Jasmanidar Ujung Padang 39 tahun Perempuan Islam Aceh SD Petani Penduduk asli Rp. 1.000.000

8 Lahmudin Ujung Padang 43 tahun Laki-laki Islam Aceh SMA Petani Penduduk asli Rp. 1.500.000

9 Dinei Ujung Padang 45 tahun Laki-laki Islam Aceh SD Petani Penduduk asli Rp. 1.000.000

10 Lahmuddin Tuha 4 Ujung Padang 42 tahun Laki-laki Islam Aceh MAN Petani Pendatang menetap Rp. 1.000.000

11 Hasanuddin Ujung Padang 42 tahun Laki-laki Islam Aceh SD Petani Penduduk asli Rp. 800.000

12 Ahmad Buhori Ujung Padang 40 tahun Laki-laki Islam Aceh SMP Petani Pendatang menetap Rp. 1.500.000

13 Bahri Ujung Padang 47 tahun Laki-laki Islam Aceh SD Petani Penduduk asli Rp. 500.000

14 Imran Ujung Padang 33 tahun Laki-laki Islam Aceh SD Petani Penduduk asli Rp. 2.000.000

15 Abdul Kadir Ujung Padang 41 tahun Laki-laki Islam Aceh SMA Petani Penduduk asli Rp. 1.000.000

16 Ahmad Ujung Padang 45 tahun Laki-laki Islam Aceh SD Petani Penduduk asli Rp. 1.500.000

17 Ismail, S.Pd Ujung Padang 36 tahun Laki-laki Islam Aceh Sarjana Wiraswatsa Penduduk asli Rp. 5.000.000

18 Muhammad Nasir Keu.Bakongan 49 tahun Laki-laki Islam Aceh Sarjana Guru Penduduk asli Rp. 5.000.000

19 Yusrizal Ujung Padang 21 tahun Laki-laki Islam Aceh SMA Petani Penduduk asli Rp. 1.000.000

20 Heslina Ujung Padang 35 tahun Perempuan Islam Aceh SMP Petani Penduduk asli Rp. 1.000.000

21 Deskri Ujung Padang 58 tahun Laki-laki Islam Aceh SD Petani Penduduk asli Rp. 1.000.000

22 Hasanuddin B Ujung Padang 60 tahun Laki-laki Islam Aceh SD Petani Penduduk asli Rp. 1.000.000

23 Attam Ujung Padang 42 tahun Laki-laki Islam Aceh SMA Petani Penduduk asli Rp. 1.500.000

24 Haya Nuddin Ujung Padang 66 tahun Laki-laki Islam Aceh SD Petani Penduduk asli Rp. 2.000.000


(9)

Data Responden Desa Se Serdang, Kec. Batang Serangan, Kab. Langkat

No Nama Alamat Usia Jenis

Kelamin Agama Suku

Pend.

Terakhir Pekerjaan Status Kependudukan

Penghasilan Perbulan

1 Suparman Cinta Raja 54 tahun Laki-laki Islam Jawa SD Petani Penduduk asli Rp. 3.000.000

2 Sumino Cinta Raja 54 tahun Laki-laki Islam Jawa SMP Petani Penduduk asli Rp. 3.000.000

3 Sukiman Cinta Raja 60 tahun Laki-laki Islam Jawa SD Petani Penduduk asli Rp. 500.000

4 Amarinato Dusun I Namu Unggas 65 tahun Laki-laki Islam Jawa SMP Petani Penduduk asli Rp. 1.000.000

5 Lasmina Cinta Raja 62 tahun Perempuan Islam Jawa SD Petani Penduduk asli Rp. 500.000

6 Paino Dusun I Namu Unggas 65 tahun Laki-laki Islam Jawa SD Petani Penduduk asli Rp. 1.500.000

7 Supriatno Dusun I Namu Unggas 47 tahun Laki-laki Islam Jawa SD Petani Penduduk asli Rp. 500.000

8 Samat Dusun I Namu Unggas 60 tahun Laki-laki Islam Jawa SD Petani Penduduk asli Rp. 1.000.000

9 Tumiati Dusun I Namu Unggas 35 ahun Perempuan Islam Jawa SMP Petani Penduduk asli Rp. 500.000

10 Marno Dusun I Namu Unggas 43 tahun Laki-laki Islam Jawa SMP Petani Penduduk asli Rp. 500.000

11 Sugeng Dusun I Namu Unggas 38 tahun Laki-laki Islam Jawa SMP Petani Penduduk asli Rp. 1.000.000

12 Joni Dusun I Namu Unggas 26 tahun Laki-laki Islam Karo SD Peani Pendatang menetap Rp. 1.500.000

13 Boyman Dusun I Namu Unggas 35 tahun Laki-laki Islam Jawa STM Petani Penduduk asli Rp. 1.500.000

14 Yani Dusun I Namu Unggas 42 tahun Perempuan Islam Jawa SD Petani Pendatang menetap Rp. 800.000

15 Edi Dusun I Namu Unggas 28 tahun Laki-laki Islam Jawa SMP Petani Penduduk asli Rp. 1.000.000

16 Sardi Dusun I Namu Unggas 47 tahun Laki-laki Islam Jawa SD Petani Penduduk asli Rp. 700.000

17 Fatimah Dusun I Namu Unggas 45 tahun Perampuan Islam Jawa SD Petani Penduduk asli Rp. 1.000.000

18 Suprayitno Dusun I Namu Unggas 39 tahun Laki-laki Islam Jawa SMA Petani Pendatang menetap Rp. 1.500.000

19 Untung Dusun I Namu Unggas 51 tahun Laki-laki Islam Jawa SD Petani Penduduk asli Rp. 2.000.000

20 Edi Wijaya Dusun I Namu Unggas 34 tahun Laki-laki Islam Jawa SMP Petani Penduduk asli Rp. 500.000

21 Safan Dusun I Namu Unggas 43 tahun Laki-laki Islam jawa SMP Petani Penduduk asli Rp. 2.000.000

22 Dariani Batang Serangan 42 tahun Perempuan Islam Jawa SMA Petani Penduduk asli Rp. 2.500.000

23 Men Titi Besi 56 tahun Laki-laki Islam Jawa SD Petani Penduduk asli Rp. 1.700.000

24 Menik Dusun I Namu Unggas 38 tahun Laki-laki Islam Jawa SMP Petani Penduduk asli Rp. 2.500.000

25 Pranoto Dusun I Namu Unggas 49 tahun Laki-laki Islam Jawa SMP Petani Penduduk asli Rp. 2.000.000

26 Poniman Dusun I Namu Unggas 50 tahun Laki-laki Islam Jawa SD Petani Penduduk asli Rp. 3.000.000

27 Suwarno Dusun I Namu Unggas 47 tahun Laki-laki Islam Jawa SMP Petani Penduduk asli Rp. 2.300.000

28 Jenda Muli Dusun I Namu Unggas 42 tahun Laki-laki Nasrani Karo SD Petani Pendatang menetap Rp. 1.000.000

29 Yanti Dusun I Namu Unggas 50 tahun Perampuan Islam Jawa SD Petani Penduduk asli Rp. 2.500.000


(10)

Lampiran 3. Perhitungan Kerugian Kedua Desa No Responden 01. Nama : Mayaki

Jenis Tanaman : Sawit

1 batang sawit rata-rata menghasilkan 80 kg

1 Ha rata-rata menghasilkan 1,3 ton (15 batang sawit) Diketahui,

n = 4 batang a = 30 batang

b = diperoleh dari a x 80 kg = 30 batang x 80 kg = 2400 kg = 2,4 ton c = a – n

= 30 batang – 4 batang = 26 batang = 26 batang x 80 kg

= 2080 kg = 2,08 ton d = Rp. 1500/kg Ditanya?

Kerugian 1 Sawit (K1S)…??? Penyelesaian

K1S = (b – c) d

= (2400 kg – 2080 kg) Rp.1500 = (320 kg) Rp.1500

= Rp.480.000,-

Jadi, hasil kerugian tanaman sawit yang diperoleh sebesar Rp. 480.000,-/KK/tahun


(11)

Jenis Tanaman : Pisang

1 batang tanaman pisang menghasilkan 1 tandan buah yang memiliki isi 12 sisir Diketahui,

n = 40 batang a = 50 batang

b = 50 batang x 12 sisir = 600 sisir

c = a – n

= 50 batang – 40 batang = 10 batang x 12 sisir = 120 sisir

d = Rp. 5000/sisir Ditanya ?

Kerugian 1 Pisang (K1P)…??? Penyelesaian

K1P = (b – c) d

= (600 sisir – 120 sisir) Rp.5000 = (480 sisir) Rp.5000

= Rp.2.400.000,-

Jadi, hasil kerugian tanaman pisang yang diperoleh sebesar Rp. 2.400.000,-/KK/tahun


(12)

No Responden 07. Nama : Jasmanidar Jenis Tanaman : Jagung

Dalam 1 batang jagung diperkirakan dapat menghasilkan ½ kg jagung. n = 1000 batang

a = 70.000 batang

b = 70.000 batang x ½ kg = 35.000 kg = 35 ton c = a – n

= 70.000 batang – 1000 batang = 69.000 batang x ½ kg

= 34.500 kg = 34.5 ton d = Rp. 3200/kg

Ditanya ?

Kerugian 1 Jagung (K1J)…??? Penyelesaian

K1J = (b – c) d

= (35.000 kg – 34.500 kg) Rp.3200 = (500 kg) Rp.3200

= Rp.1.600.000,-

Jadi, hasil kerugian tanaman pisang yang diperoleh sebesar Rp. 1.600.000,-/KK/tahun.


(13)

No Responden 01. Nama : Supaman Jenis Tanaman : Cempedak

Diketahui, a = 4 pohon b = 300 buah c = 50 buah d = Rp. 2000 Ditanya?

Kerugian 2 Cempedak (K2C)…??? K2C = [(a x b) – (c x a)] d

= [(4 x 300) – (50 x 4)] Rp.2000 = [(1200) – (200)] Rp.2000 = [1000] Rp.2000

= Rp.2.000.000

Jadi, hasil kerugian tanaman cempedak yang diperoleh sebesar Rp. 2.000.000 Jenis Tanaman : Durian

Diketahui, a = 2 pohon b = 200 buah c = 70 buah d = Rp. 10.000 Ditanya?

Kerugian 2 Durian (K2D)…??? K2D = [(a x b) – (c x a)] d

= [(2 x 200) – (70 x 2)] Rp.10.000 = [(400) – (140)] Rp.10.000 = [260] Rp.10.000

= Rp.2.600.000,-

Jadi, hasil kerugian tanaman durian yang diperoleh sebesar Rp. 2.600.000,-/KK/tahun.


(14)

Perhitungan Total Kerugian Ekonomi Desa Ujung Padang Rata – rata Rp. 5.520.000/KK/tahun

(Hal ini diperoleh dari perhitungan Ms.Excel

Kerugian Total Desa = Rata-rata Kerugian x ∑ Kepala Keluarga Konflik = Rp. 5.520.000 x 25 KK

= Rp. 138.000.000,-/tahun/desa

Jadi, Total Kerugian Desa Ujung Padang yang diperoleh sebesar Rp. 138.000.000,-/tahun/desa.

Perhitungan Total Kerugian Ekonomi Desa Sei Serdang Rata – rata Rp. 13.972.143/KK/tahun

(Hal ini diperoleh dari perhitungan Ms.Excel) Induksi Perhitungan Total Kerugian 1 desa

Kerugian Total Desa = Rata-rata Kerugian x ∑ Kepala Keluarga Konflik = Rp. 13.972.143 x 120 KK

= Rp. 1.676.657.160,-/tahun/desa

Jadi, Total Kerugian Desa Sei Serdang yang diperoleh sebesar Rp. 1.676.657.160,-/tahun/desa.


(15)

Lampiran 4. Gambar Kondisi Tutupan Lahan di Lapangan No Kelas Tutupan Lahan Gambar di Lapangan

1. Hutan

2. Kebun Sawit


(16)

4. Pemukiman

5. Semak


(17)

DAFTAR PUSTAKA

Alam, S. dkk. 2009. Ekonomi Sumber Daya Hutan. Buku Ajar Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin. Tamlanrea.

Alikodra, H, S. 2002. Pengelolaan Satwaliar. Jilid I. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan. Bogor.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta.

Badan Pusat Statistik, Kabupaten Langkat. 2015. Kabupaten Langkat dalam Angka 2015. BPS Kabupaten Langkat. Stabat.

Badan Pusat Statistik, Kabupaten Aceh Selatan. 2015. Kabupaten Aceh Selatan dalam Angka 2015. BPS Kabupaten Aceh Selatan. Tapaktuan.

Bafdal, N. 2011 dalam Kirom, M. 2014. Sistem Informasi Geografis Pemetaan Suara Pemilu Kada Berbasis Open Source di Kabupaten Jombang. Jurnal Ilmiah Edutic Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum. Jombang.

Bahruni. 1999. dalam Latifah, S. 2004. Penilaian Ekonomi Hasil Hutan Non Kayu. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Batubara F, R Hasibuan. 2000. Sistem Informasi Geografi (Geographic

Information System-GIS). Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Universitas Sumatera Utara. http://library.usu.ac.id/download/ft/kimia-fatimah.htm.

Byamukama, J. dan Asuma, S. 2006. Human-Gorilla conflict resolution

(HuGo)-the Uganda experience. Gorilla Journal 32: 10-12.

Campbell-Smith, G, A. 2007. Bittersweet knowledge: Can people and orangutans live in harmony? Unpublished Raport to the Great Apes Conservation

Find, US Fish and Wildlife Service, Arlington. Virginia.

Chalise, M. K. 2001. Croop-raiding by wildlife, especially primates, and indigenous practices for crop protection in Lakwuna area, east Nepal. Asian Primates 7: 4-9.

Departemen Kehutanan. 2007. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Departemen Kehutanan. Jakarta.


(18)

Elisa, 2000. Aspek Ekologi dan Biodiversitas. Dari [25 September 2015] [21.00 WIB].

FORINA. 2014. Panduan Mitigasi Konflik Manusia Orangutan. Forum Orangutan Indonesia. Bogor.

Fortune, M. 2004. Implementation of Mauritius thom ‘live hedge’ as a tool to mitigate primate-human cinflicts around Bwindi Impernetrable National Park. Report to the Conservation and Rearch Small Grants project, Cleveland Metroparks Zoo/Cleveland Zoological Society, Cleveland, Ohio.

Groves, C. 2001. Primate Taxonomy. Smithsonian Institution Press. Washington. Hill, C, M. 2005. People, crops and primates: a conflict of intersts. In: J.D.

Peterson and J.Wallis (eds.), Commensalism and Conflict, pp.40-59. American Society of Primatologists, noman, Oklahoma.

Hockings, K. dan Humle T. 2010. Panduan Pencegahan dan Mitigasi Konflik Antara Manusia dan Kera Besar. IUCN. Gland.

Ismail. 2015. Laporan Akhir Program Pride Campaign Tahun 2008-2010 Taman Nasional Gunung Leuser Wilayah Besitang, Sumatera Utara Indonesia. YOSL-OIC. Medan.

Machal, V. 2005. “Primate crop-raiding: A study of local perception in four

villages in North Sumatera, Indonesia”. MSc thesis, Oxford Brookes

University. Oxford.

Maple, T.L. 1980.Orangutan Behaviour.Van Nostrad Reinhold Company. New York.

Menteri Lingkungan Hidup. 2008. Pedoman Umum Penyusunan Status Lingkungan Hidup Provinsi dan Kabupaten/Kota. Diakses dari

Nowak RM. 1999. Primates of The World. The John Hopkins University Press. Baltimore.

Nuwarsa, I. W. 2004. Mengolah Data Spasial dengan Map Info Profesional. Andi. Yogyakarta.

OIC. 2009. Buku Saku Menuju Taman Nasional Gunung Leuser. Diakses dari : [www.orangutansumaters.org] [25 Desember 2015].

Onrizal dan Perbatakusuma E. A. 2010. Potensi Pohon Sumber Pakan Orangutan Sumatera untuk Kegiatan Rehabilitasi di Blok Barat dan Timur Hutan


(19)

Batang Toru, Khususnya Kawasan Koridor Orangutan Batang Toru Provinsi Sumatera Utara. Laporan Penelitian.

Osborn, F, V. and Hill, C, M. 2005. Techniques to reduce crop loss to elephants and primates in Africa; the human and technical dimension. In: R. Woodroffe, S. Thrigood and A. Rabinowitz (eds.), People and Wildlife:

Conflictand Coexistence?. Cambrige University Press, Cambridge.

Pp.72-85.

PERMENHUT RI. 2014. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.53/Menhut-II/2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.48/Menhut-II/2008 Tentang pedoman Penanggulangan Konflik Antara Manusia dan Satwa Liar. Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta.

Prahasta E. 2002. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung: Informatika.

Pujiyani, H. 2009. Karakteristik Pohon Tempat Bersarang Orangutan Sumatera

(Pongo abelii, Lesson 1827) Di Kawasan Hutan Batang Toru Kabupaten

Tapanuli Utara Sumatera Utara. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rahman, D. A. 2010. Karakteristik habitat dan preferensi pohon sarang orangutan

(Pongo pygmaeus wurmbii) di taman nasional tanjung puting (studi kasus

camp leakey). Jurnal Primatologi Indonesia, Vol. 7 No. 2, halaman 37-50. Ramdan, dkk. 2003 dalam Alam, S. dkk. 2009. Ekonomi Sumber Daya Hutan.

Buku Ajar Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin. Tamlanrea.

Rikjsen, et al. 1997. Menunjang Proses Rehabilitasi Orangutan, Kalimantan Tengah. Orangutan Care Center and Quarantine (OCCQ).

Rowe N. 1996. The Pictorial Guide To The Living Primates. Pogonias Press. Charlestown.

Salafsky, N. 1993. Mammalian use of a bufferzone agroforestry system bording

Gunung Palung National Park, West Kalimantan, Indonesia. Conservation

Biology 7:928-933.

Singleton, I., S. Wich, S. Husson, S. Stephens, S. Utami-Atmoko, M. Leighton, N. Rosen, K. Traylor-Holzer, R. Lacy dan O. Byers (eds.). 2004. Orangutan Population and Habitat Viability Assessment: Final Report. IUCN/SSC Conservation Breeding Specialist Group, Apple Valley, MN.

Sitorus, O, S, R. 2013. Analisis Kerugian Ekonomi, Serta Pengetahuan Masyarakat Terhadap Konflik Orangutan Sumatera (Pongo abelii). Skripsi : Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.


(20)

Supriatna J dan Edy HW. 2000. Panduan Lapang Primata Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Syukur, F. A. 2000. Estimasi Kepadatan Populasi dan Pola Bersarang (Pongo abelii, Lesson 1827) di Stasiun Penelitian Soraya, Kawasan Ekosistem Leuser. Skripsi. Fakultas Biologi, Universitas Nasional Jakarta. Aceh Selatan.

TFCA Sumatera, 2010 dalam Siregar, D, I. 2014. Pemetaan Daerah Rawan Konflik Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) Dengan Manusia Menggunakan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus : Desa Aek Nabara, Batu Satail, Bulu Mario, dan Sitandiang). Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan.

Turner, W., S. Spector, N. Gardiner, M. Fladeland, E. Sterling dan M. Steininger. 2003. Remote sensing for biodiversity science and conservation. Trends in

Ecology and Evolution18 : 306-314.

van Schaik C. 2004. Diantara Orangutan Kera Merah dan Bangkitnya Kebudayaan Manusia. Soetami, penerjemah. The Belknap Press of Harvard University Press. Cambridge.

WWF. 2013. Orangutan Sumatera (Pongo abelii). WWF-Indonesia. Jakarta.

Yuwono et al. 2007. Guidelinies for Better Management Practices on Advoidance, Mitigation and Management of Human-Orangutan Conflict in and Around


(21)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2016, Pengambilan titik koordinat lokasi konfik dilakukan di Desa Ujung Padang, dan pengambilan data kuisioner dilakukan di Desa Ujung Padang dan di Desa Sei Serdang. Kemudian pengolahan data Mei – Agustus 2016 dilakukan di Laboraturium Manajemen Hutan Terpadu Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara. Untuk mengetahui peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.


(22)

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Personal Computer (PC), perangkat lunak GIS (Geographic Information System) seperti ArcGIS 10.1, printer untuk mencetak data/peta, GPS (Global Positioning System), kamera digital, kalkulator dan alat tulis lainnya.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa peta tutupan lahan, peta jalan, peta administrasi Kabupaten Langkat dan Kabupaten Aceh Selatan, peta batasan kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, data kejadian konflik orangutan dengan manusia, data penanggulangan konflik, dan kuisioner.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah Kepala Keluarga yang mengalami kerugian ekonomi akibat konflik orangutan pada Desa Ujung Padang dan Desa Sei Serdang. Sampel dalam penelitian ini adalah tanaman-tanaman atau hasil panen dari lahan perladangan/pertanian masyarakat yang dirusak akibat adanya konflik orangutan pada Desa Ujung Padang dan Desa Sei Serdang.

Menurut Arikunto (2006) apabila subjeknya kurang dari 100 orang lebih baik diambil semua sehingga penelitannya merupakan penelitian populasi. Jika jumlah lebih dari 100 orang maka diambil antara 10-15% atau 20-25%. Berdasarkan jumlah yang diperoleh, diketahui Kepala Keluarga yang mengalami kerugian di Desa Ujung Padang berjumlah 25 sehingga seluruh populasi mewakili desa. Sedangkan Kepala Keluarga untuk di Desa Sei Serdang yang mengalami kerugian berjumlah 120, maka sampel yang diambil 120 x 25% = 30 sehingga 30 kepala keluarga sudah dapat mewakili.


(23)

Metode dan Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan

Menyiapkan seluruh kebutuhan penelitian untuk di lapangan, baik alat maupun bahan yang akan dibutuhkan di lapangan.

2. Survei Lapangan

Survei lapangan dilakukan untuk pengambilan data kejadian konflik, pengambilan data penggunaan lahan dan data lainnya sesuai dengan kebutuhan. Pada tahap survei ini dilaksanakan pula pengamatan kondisi lapangan dan penyebaran serta pengisian kuisioner.

3. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri atas 2 kelompok, yaitu: Data primer, adalah data yang diperoleh berdasarkan hasil pengamatan di lapangan. Data primer yang dikumpulkan, yaitu:

− Data pengecekan lapangan daerah rawan konflik orangutan (Pongo abelii) dan masyarakat di sekitar Taman Nasional Gunung Leuser yang disajikan dalam bentuk gambar/foto,

− Data sebaran titik daerah konflik orangutan (Pongo abelii) dengan masyarakat di sekitar Taman Nasional Gunung Leuser Data jumlah kerusakan tanaman di ladang masyarakat di sekitar Taman Nasional Gunung Lauser yang disebabkan oleh orangutan (Pongo abelii), dan

− Data kuesioner konflik masyarakat dengan orangutan (Pongo abelii) di sekitar Taman Nasional Gunung Leuser seperti : jenis tanaman masyarakat yang dirusak orangutan, penanggulangan tradisional yang dilakukan masyarakat untuk mengusir orangutan, penanggulangan yang dilakukan oleh


(24)

instansi pemerintah dan swasta untuk menangani konflik orangutan yang terjadi di desa tersebut, kerugian-kerugian yang dialami masyarakat serta biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat, pemerintah dan LSM dalam melakukan mitigasi konflik orangutan.

− Pengumpulan data dilakukan dengan metode purposive sampling untuk mengetahui seberapa besar masyarakat mengetahui tentang orangutan dan kerusakan apa saja yang pernah terjadi. Metode purposive sampling ini disesuaikan dengan tujuan penelitian yaitu pemetaan yang menjadi daerah konflik Orangutan Sumatera (Pongo abelii) dengan masyarakat di sekitar Taman Nasional Gunung Leuser yang merupakan desa-desa yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Leuser.

Data sekunder, merupakan data yang mendukung penelitian ini diperoleh dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah I Sumatera Utara, dan Balai Pemantapan Kawasan Hutan Banda Aceh yaitu:

− Peta tutupan lahan, Peta administrasi, Peta batas kawasan TNGL dan Peta jarak jalan.

− Data kondisi umum wilayah penelitian, data kependudukan yang diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS) serta data-data catatan kependudukan yang sudah tersedia di Kantor Balai Desa.

− Data konflik orangutan (Pongo abelii) dengan manusia yang diperoleh dari buku-buku, literatur, jurnal-jurnal dan sumber pustaka lainnya.

4. Pengolahan Data

Pemetaan daerah konflik orangutan (Pongo abelii) dengan masyarakat ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data titik daerah konflik menggunakan


(25)

GPS. Setelah itu digunakan software DNR Garmin untuk mengambil data yang terdapat pada GPS. Kemudian digunakan software ArcGIS 10.1 untuk memasukkan semua data titik daerah rawan konflik yang ditemukan di lokasi penelitian.

Data kuisioner yang didapatkan dilapangan di proses dengan menghitung rata-rata kerugian ekonomi masyarakat yang disebabkan konflik orangutan, dan biaya mitigasi yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah serta pihak LSM yang berkaitan.

5. Analisis Data

a. Pembuatan Peta Daerah Konflik Pengecekan Lapangan

Pengecekan lapangan dilakukan untuk mendapatkan data kondisi yang sebenarnya baik di citra maupun di lapangan adalah sebagai berikut:

a. Melakukan orientasi lapangan untuk memperoleh gambaran umum dari lokasi

yang akan pilih untuk training area.

b. Mengetahui penutupan lahan dan menambahkan informasi yang belum didapat dari interpretasi awal citra, pengujian dan verifikasi lebih lanjut kebenaran hasil interpretasi dan klasifikasi.

c. Menempatkan plot/training area di lapangan untuk mewakili tipe penutupan

lahan yang ada dengan menggunakan GPS. Pembuatan data spasial

Tahap ini merupakan hal yang paling penting dalam analisa data. Data spasial didigitasi dengan menggunakan alat digitizer atau menggunakan perangkat lunak dengan teknik digitasi pada layar komputer. Peta administrasi didigitasi


(26)

sesuai luasan kawasan yang diteliti. Peta hasil digitasi dipakai sebagai batasan kawasan yang diteliti. Data penutupan lahan dan data ketinggian digunakan sebagai tambahan atribut untuk mengetahui kondisi lapangan dan merupakan suatu input dari pembuatan peta daerah rawan konflik orangutan di sekitar Taman Nasional Gunung Leuser.

Penutupan Lahan (Land Cover)

Penafsiran untuk penutupan lahan/vegetasi dibagi kedalam tiga klasifikasi utama yaitu Hutan, Non Hutan dan Tidak ada data, yang kemudian masing- masing diklasifikasikan lagi. Kelas-kelas penutupan lahan yaitu lahan bervegetasi (hutan, perkebunan, semak-belukar, rumput,), lahan terbuka, pemukiman dan air. Contoh kelas penutupan lahan:

1. Hutan, polanya dengan bentuk bergerombol diantara semak dan permukiman, ukurannya luas, berwarna hijau tua sampai gelap dengan tekstur relatif kasar.

2. Perkebunan, memiliki karakter bentuk dan pola bergerombol hingga

menyebar terletak diantara hutan dan lahan-lahan terbuka, terkadang bercampur dengan kawasan permukiman.

3. Pemukiman, memiliki tekstur halus sampai kasar, warna magenta, ungu kemerahan, pola di sekitar jalan utama.

4. Semak, tekstur yang relatif lebih halus daripada hutan lebat, berwarna hijau

agak terang dibandingkan hutan lebat, terdapat diantara perkebunan dan ada juga yang berbentuk spot.

5. Rumput mempunyai tekstur yang lebih halus daripada semak. Berwarna hijau

lebih terang dibandingkan dengan semak tidak terlalu luas, terdapat diantara perkebunan dan menyebar berbentuk spot.


(27)

6. Lahan terbuka mempunyai bentuk dan pola yang menyebar di antara hutan, pemukiman, perkebunan dan jalan, berwarna putih hingga merah jambu dengan tekstur halus.

7. Tubuh air berwarna biru, untuk sungai dengan bentuk yang berkelok-kelok

(meander), danau dengan bentuk mengumpul dan relatif besar,

genangan-genangan air berbentuk spot. Penentuan Jarak

Fasilitas penentuan jarak ini banyak digunakan untuk membuat theme grid

continue yang nilai selnya merupakan jarak dari suatu objek. Objek tersebut dapat

berupa theme shape file titik, garis area, atau theme grid dengan nilai integer. Jumlah objek yang digunakan dalam proses ini dapat terdiri atas satu atau beberapa objek. Apabila kita menggunakan beberapa objek dalam penentuan jarak, arcview akan menghitung jarak dengan objek terdekat. Fasilitas buffer digunakan dalam penentuan jarak, dilakukan pada objek tersebut yang hasilnya merupakan shapefile (feature) atau objek grafis. Pada buffer kita dapat menentukan jarak yang kita inginkan. Buffer biasanya digunakan untuk mewakili suatu jangkauan pelayanan ataupun luasan yang diasumsikan dengan jarak tertentu untuk suatu kepentingan analisis spatial (Nuarsa, I. W, 2004).

b. Analisis Kerugian Ekonomi Masyarakat

Kerugian secara finansial dapat dinilai dari besarnya intensitas gangguan satwaliar terhadap komoditas pertanian yang dimiliki masyarakat. Data yang dapat mendukung dalam menilai kerugian komoditas pertanian meliputi jumlah kerusakan tanaman, harga jual/kg, dan biaya penangangan yang dikeluarkan


(28)

petani. Data diperoleh dari wawancara secara langsung dengan petani yang dipilih sebagai responden dan pengamatan langsung di lapangan.

Untuk mengetahui kerugian total yang dialami masyarakat (pada satu responden) dapat diamati dari jumlah pohon yang berbuah per tahun, produksi tanaman yang tidak rusak per batang per tahun, produksi sisa tanaman yang utuh per batang per tahun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada rumus dibawah ini:

Keterangan:

a : Produksi normal setiap panen b : Sisa produksi yang diperoleh

n : Jumlah tanaman yang dirusak (Batang) x : Jumlah tanaman yang berproduksi (Batang) d : Harga

Keterangan:

a : Jumlah pohon yang berbuah b : Produksi normal setiap panen c : Sisa produksi yang diperoleh d : Harga

Menghitung rata-rata kerugian ekonomi yang disebabkan oleh konflik orangutan yang masuk ke perladangan masyarakat dapat dihitung dengan rumus:

Rumus Rata-rata Kerugian = ∑ Kerugian Seluruh Sampel ∑ Sampel Responden K1 = (a – b) p


(29)

Menghitung total kerugian ekonomi pada satu desa dapat dihitung dengan rumus :

Menurut Sitorus (2013) Setelah didapatkan hasil rata-rata kerugian per Kepala Keluarga (KK) per bulan, kerugian tersebut kemudian dikategorikan kedalam kriterian. Adapun kriteria kerugian dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Kriteria Kerugian Ekonomi

No Total kerugian ekonomi/KK/Bulan Kriteria

1. < Rp. 1.000.000 Rendah

2. Rp. 1.000.000 - < Rp. 5.000.000 Sedang

3. ≥ Rp. 5.000.000 Tinggi

c. Menghitung Biaya Pengeluaran Mitigasi

Biaya yang dikeluarkan pemerintah dan LSM dalam menangani mitigasi juga dapat diperoleh dari data primer, data kuisioner serta pengamatan langsung di lapangan. Untuk mengetahui berapa besar biaya pengeluaran dari kegiatan mitigasi ini dapat diketahui dari setiap tahapan-tahapan kegiatan yang dilakukan dari setiap instansi ataupun LSM yang sudah sering melakukan penanggulangan mitigasi konflik orangutan. Adapun tahapan kegiatan dilakukan salah satu LSM sebagai berikut: Sosialisai, Evakuasi, dan Pengembalian. Dari ketiga tahapan tersebut biasanya proses evakuasi yang paling besar pengeluarannya dan merupakan jalan terakhir yang diambil dengan pertimbangan resiko untuk orangutan itu sendiri.

Dalam melakukan kegiatan mitigasi konflik orangutan terdapat kriteria-kriteria yang menyatakan biaya pengeluaran yang sudah dikeluarkan oleh


(30)

pemerintah, masyarakat dan LSM. Adapun kriteria tersebut dapat dilihat Tabel 3 sesuai pendapat Sitorus (2013).

Tabel 2. Kriteria Biaya Mitigasi Konflik Orangutan

No Biaya mitigasi konflik orangutan Kriteria

1. < Rp. 3.000.000 Rendah

2. Rp. 3.000.000 - < Rp. 6.000.000 Sedang

3. ≥ Rp. 6.000.000 Tinggi

Gambar 2. Bagan Alur Penelitian

Tahap Persiapan

Survei Lapangan

Pengumpulan Data

Data Primer Data Sekunder

Pengolahan Data

Analisis Data Pembuatan Peta Daerah

Konflik Orangutan (Pongo

abelii) dengan Masyarakat

Analisis Kerugian Ekonomi


(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini yang menjadi responden ialah masyarakat desa yang langsung mengalami konflik dengan Orangutan Sumatera (Pongo abelii). Penjelasan analisis karakteristik responden dapat dilihat melalui Tabel 3.

Tabel 3. Informasi Karakteristik Responden

No Karakteristik Desa Ujung Padang Desa Sei Serdang

Frekuensi (F) Persentase (%) Frekuensi (F) Persentase (%) 1. Jenis kelamin

a. Laki-laki 22 88 24 80

b. Perempuan 3 12 6 20

Jumlah 25 100 30 100

2. Usia

a. 20 – 40 9 36 8 27

b. 41 – 60 13 52 19 63

c. < 60 3 12 3 10

Jumlah 25 100 30 100

3. Agama

a. Islam 25 100 29 97

b. Kristen - 0 1 3

Jumlah 25 100 30 100

4. Suku

a. Aceh 25 100 - 0

b. Batak - 0 2 7

c. Jawa - 0 28 93

d. Melayu - 0 - 0

Jumlah 25 100 30 100

5. Pendidikan terakhir

a. SD 13 52 15 50

b. SMP 2 8 12 40

c. SMA 7 28 3 10

d. Sarjana 3 12 - 0

Jumlah 25 100 30 100

6. Status kependudukan

a. Penduduk asli 21 84 26 87

b. Pendatang 4 16 4 13

Jumlah 25 100 30 100

7. Pekerjaan

a. PNS 2 8 - 0

b. Wiraswasta 1 4 - 0

c. Petani 22 88 30 100


(32)

1. Desa Ujung Padang

Berdasarkan Tabel 3 mengenai analisis karakteristik responden pada Desa Ujung Padang dapat dilihat jumlah responden di desa ini lebih banyak jumlah responden laki-laki daripada perempuan. Dari total keseluruhan berjumlah 25 responden dari masing-masing kepala keluarga yang di wawancarai, jumlah responden laki-laki sebanyak 22 orang dan perempuan sebanyak 3 orang. Hal ini dikarenakan pada umumnya laki-laki lebih baik mencari nafkah sebagai kepala kelurga dan bekerja di lapangan sebagai petani sedangkan perempuan lebih baik dan cocok untuk mengurus rumah. Untuk kategori usia responden, dari hasil wawancara peneliti dengan petani, usia 20-40 tahun sebanyak 9 orang, usia 41-60 tahun sebanyak 13 orang dan usia > 60 tahun sebanyak 3 orang. Usia 41-60 tahun merupakan usia yang paling banyak dijumpai di lapangan total persentasinya yaitu 52%. Hal ini dikarenakan usia tersebut merupakan usia produktif bekerja. Dan untuk kategori agama responden, agama islam merupakan agama mayoritas di Desa Ujung Padang berjumlah sebanyak 25 orang (100%).

Desa Ujung Padang merupakan desa yang terdapat di Kecamatan Bakongan di Kabupaten Aceh Selatan, suku aceh merupakan suku mayoritas di desa ini, 100% dari total responden yang diwawancari. Untuk kategori pendidikan dari jumlah responden yang di wawancarai tamatan SD sebanyak 13 orang, tamatan SMP sebanyak 2 orang, tamatan SMA sebanyak 7 orang, dan lulusan Sarjana sebanyak 7 orang. Pendidikan terakhir SD menjadi angka tertinggi yaitu 52%. Dari total 100% jumlah responden, 84% merupakan penduduk asli desa ini dan 16% sisanya merupakan penduduk pendatang yang menetap di desa ini. Karakteristik pekerjaan responden, yang bekerja sebagai petani mendominasi


(33)

status pekerjaan yaitu sebanyak 22 orang, wiraswasta sebanyak 1 orang dan PNS sebanyak 2 orang.

2. Desa Sei Serdang

Untuk Desa Sei Serdang berdasarkan Tabel 3 diatas tentang analisis karakterisk responden dapat dilihat total persentasi responden laki-laki sebanyak 80% dan responden perempuan sebanyak 20% ini menujukkan responden laki-laki lebih banyak dibanding responden perempuan. Karakteristik usia responden dilihat dari Tabel 4 total persentasi usia tertinggi terlihat pada usia 41-60 tahun hal sama dengan Desa Ujung Padang usia tersebut merupakan usia produktif yang bekerja. Usia >60 tahun merupakan total persentasi yang terendah yakni 10%. Dari 30 orang sebagai sampel responden yang diwawancari, 97% dengan frekuensi 29 orang menganut agama islam dan merupakan agama mayoritas di desa ini.

Dilihat dari Tabel 3 hasil dari penelitian di desa ini 93% total responden merupakan suku jawa dan mayoritas suku di desa ini dan 7% sisanya suku karo. Pendidikan terakhir dari sampel responden yang diwawancari 50% diantaranya merupakan tamatan SD, 40% tamatan SMP dan 10% tamatan SMA. Berbeda dengan Desa Ujung Padang meskipun tamatan SD lebih besar namun masih ditemui responden yang bertamatan Sarjana. Untuk status kependudukan di desa ini, dari data di atas dapat dilihat 87% merupakan penduduk asli Desa Sei Serdang dan 13% sisanya merupakan pendatang yang menetap di desa ini. Seluruh reponden yang diwawancari pada penelitian ini 100% total keseluruahnnya dari karakteristik pekerjaan yaitu bekerja sebagai petani. Untuk memgetahui data pemilik lahan dapat dilihat melalui Tabel 4 dan Tabel 5.


(34)

Tabel 4. Data Pemilik Lahan Responden di Desa Ujung Padang, Kec. Bakongan

No Pemilik Lahan Luas

Lahan Status Lahan Bersertifikat Alasan tidak bersertifikat Jarak dari TNGL

1 Mayaki 0.5 Ha Milik pribadi Belum ada Mahal 5 km

2 Toni 2 Ha Milik pribadi Belum ada Mahal 5 km

3 Musaikal 2 Ha Milik pribadi Tidak tahu Tidak tahu 12 km

4 Ian Mulyadi 3 Ha Milik pribadi Belum ada Belum Kepikiran 7 km

5 Safri M.K 1 Ha Milik pribadi Tidak tahu Tidak tahu 9 km

6 Hasan 1 Ha Milik pribadi Belum ada Mahal 12 km

7 Jasmanidar 2 Ha Milik pribadi Tidak tahu Tidak tahu 12 km

8 Lahmudin 2 Ha Milik pribadi Belum ada Belum ada izin 12 km

9 Dinei 1 Ha Milik pribadi Belum ada Mahal 12 km

10 Lahmuddin Tuha 4 3 Ha Milik pribadi Belum ada Belum ada izin 7 km

11 Hasunuddin 2 Ha Milik pribadi Belum ada Mahal 12 km

12 Ahmad Buhori 2 Ha Milik pribadi Belum ada Mahal 12 km

13 Bahri 1 Ha Milik pribadi Belum ada Mahal 12 km

14 Imran 3 Ha Milik pribadi Belum ada Belum ada izin 12 km

15 Abdul Kadir 1 Ha Milik pribadi Belum ada Mahal 12 km

16 Ahmad 2 Ha Milik pribadi Belum ada Mahal 12 km

17 Ismail, S.Pd 4 Ha Milik pribadi Belum ada Belum ada izin 12 km

18 M. Nasir 4 Ha Milik pribadi Belum ada Belum ada izin 12 km

19 Yusrizal 2 Ha Milik pribadi Belum ada Mahal 12 km

20 Heslina 0.5 Ha Milik pribadi Belum ada Belum ada izin 10 km

21 Deskri 0.5 Ha Milik pribadi Belum ada Mahal 9 km

22 Hasanuddin B. 0.5 Ha Milik pribadi Belum ada Mahal 12 km

23 Attam 3 Ha Milik pribadi Belum ada Belum ada izin 12 km

24 Haya Nuddin 4 Ha Milik pribadi Belum ada Belum ada izin 12 km

25 Nur Hafni 2 Ha Milik pribadi Belum ada Belum ada izin 12 km


(35)

Tabel 5. Data Pemilik Lahan Responden di Desa Sei Serdang, Kec. Batang Serangan

No. Pemilik Lahan Luas Lahan Status Lahan Bersertifikat Alasan Tidak Bersertifikat Jarak dari TNGL

1 Suparman 2 Ha Milik Pribadi Belum ada Mahal 8 km

2 Sumino 2 Ha Milik Pribadi Belum ada Mahal 8 km

3 Sukiman 1 Ha Milik Pribadi Belum ada Mahal 8 km

4 Amarianto 5 Ha Milik Pribadi Belum ada Belum ada izin 8 km

5 Lasmina 4 Ha Milik Pribadi Belum ada Belum ada izin 8 km

6 Paino 4 Ha Milik Pribadi Belum ada Belum ada izin 8 km

7 Supriatno 1 Ha Milik Pribadi Belum ada Mahal 8 km

8 Samat 3 Ha Milik Pribadi Belum ada Mahal 8 km

9 Tumiati 1 Ha Milik Orang Lain Belum ada Tidak tahu 8 km

10 Marno 1 Ha Milik Pribadi Belum ada Mahal 8 km

11 Sugeng 1 Ha Milik Pribadi Belum ada Mahal 8 km

12 Joni 2 Ha Milik Orang Lain Belum ada Tidak tahu 8 km

13 Boyman 3 Ha Milik Pribadi Belum ada Mahal 8 km

14 Yani 1 Ha Milik Pribadi Belum ada Mahal 8 km

15 Edi 0.5 Ha Milik Pribadi Belum ada Mahal 8 km

16 Sardi 2 Ha Milik Pribadi Belum ada Mahal 8 km

17 Fatimah 2 Ha Milik Pribadi Belum ada Belum ada izin 8 km

18 Suprayitno 2 Ha Milik Orang Lain Belum ada Tidak tahu 8 km

19 Untung 3 ha Milik Pribadi Belum ada Belum ada izin 8 km

20 Edi Wijaya 1 Ha Milik Orang Belum ada Tidak tahu 8 km

21 Safan 3 Ha Milik Pribadi Belum ada Belum ada izin 8 km

22 Dariani 3 Ha Milik Pribadi Belum ada Belum ada izin 8 km

23 Men 2 Ha Milik Pribadi Belum ada Belum ada izin 8 km

24 Menik 2 Ha Milik Pribadi Belum ada Belum ada izin 8 km

25 Pranoto 4 Ha Milik Pribadi Belum ada Belum ada izin 8 km

26 Poniman 3 Ha Milik Pribadi Belum ada Mahal 8 km

27 Suwarno 1 Ha Milik Pribadi Belum ada Mahal 8 km

28 Jenda Muli 2 Ha Milik Pribadi Belum ada Mahal 8 km

29 Yanti 3 Ha Milik Pribadi Belum ada Belum ada izin 8 km


(36)

Berdasarkan Tabel 4 dan Tabel 5 dapat dilihat dari seluruh sampel responden dari kedua desa, berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian di lapangan, untuk luasan lahan dari masing-masing yang dimiliki responden menujukkan perbedaan yang sangat kecil. Luasan lahan yang dimiliki masing-masing responden untuk Desa Ujung Padang dari hasil wawancara dengan responden menyatakan lahan yang mereka miliki dahulunya ialah hutan yang kemudian dibuka menjadi areal kebun untuk kesejahteraan masyarakat desa ini.

Pembagian luasan lahan pada masing-masing kepala keluarga sudah sesuai dan dibagi secara merata dengan kesepakatan bersama. Berbeda dengan Desa Sei Serdang dari hasil wawancara dilapangan responden menyatakan lahan yang mereka miliki dari turunan keluarga namun ada beberapa responden menyatakan dahulunya desa ini berada di sekitar kawasan hutan, dan dibuka menjadi areal perkebunan PTPN. Sebagian lahan yang berada disekitar desa merupakan lahan perekebunan milik masyarakat, sedangkan kawasan hutan yang dahulunya tempat habitat Orangutan Sumatera kini terdegradasi. Hal inilah yang menyebabkan orangutan sumatera terisolir karena habitat aslinya hilang berubah menjadi fungsi yang lain.

Status lahan dari masing-masing responden berdasarkan Tabel 4 dan Tabel 5 untuk Desa Ujung Padang status kepemilikan lahan masyarakat desa yang menjadi sampel penelitian ini seluruh responden menyatakan lahan yang mereka miliki ialah kepunyaan mereka pribadi sedangkan untuk Desa Sei Serdang sebagian responden hanya sebagai buruh pekerja di ladang orang lain sehingga sebagian dari responden yang di wawancari oleh peneliti menyatakan lahan


(37)

tersebut bukanlah kepemilikan mereka. Tetapi, lebih besar jumlah responden yang memiliki lahan sendiri.

Untuk kedua desa yang menjadi sampel penelitian ini, seluruh responden menyatakan lahan yang mereka miliki tidak bersertifikat. Beberapa diantaranya menyatakan alasannya karena biaya mengurusnya mahal, sebagian dari responden lainnya menyatakan alasannya karena belum ada arahan atau izin dari kepala desa untuk membuat sertifikat kepemilikan lahan. Ada juga dari responden yang tidak memahami sehingga mereka menjawab tidak mengetahui tentang sertifikat bukti kepemilikan lahan. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena masyarakat belum menyadari betul akan kesadaran pentingnya kelegalan kepemiliki lahan. Karena dengan kelegalan kepemilikan lahan itulah yang nantinya akan dilindungi oleh undang-undang atau tidak dapat diganggu gunggat pihak lain. Tetapi, jika masyarakat tidak memiliki bukti kepemilikan lahan yang sah sewaktu-waktu lahan yang dimiliki masyarakat bisa menjadi masalah bagi masyarakat itu sendiri.

Menurut Ismail salah seorang responden ia mengatakan dahulunya lahan yang dimiliki seluruh masyarakat yang ada di Desa Ujung Padang merupakan lahan yang dibuka semenjak konflik Aceh selesai sekitar 10 tahun yang lalu. Ada peraturan hukum adat dari Provinsi Aceh yang sebahagian dari isinya menyatakan setiap daerah yang jaraknya 3 km dari jalan maka masyarakat berhak menggarap lahan tersebut. Ismail juga mengatakan tentang alasan masyarakat Desa Ujung Padang belum membuat sertifikat kepemilikan lahan karena menurutnya alasan yang sangat tepat adalah karena biaya pengurusannya mahal dan atau belum adanya kesadaran secara pribadi dari setiap masyarakat. Karena ada peraturan dari desa yang menyatakan masyarakat Desa Ujung Padang boleh membuat sertifikat


(38)

kepemilikan lahan jika sudah ada hasil ladang atau perkebunan yang dimiliki masyarakat desa. Mengacu pada pernyataan Ismail diatas, mengenai alasan sebagian dari responden yang menyatakan belum ada sosialisasi dari kepala desa ataupun belum adanya izin dari kepala desa hal tersebut tidaklah tepat. Penghasilan perbulan responden dari kedua desa dapat dilihat melalui Gambar 3.

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%

Desa Ujung Padang Desa Sei Serdang

< 1.000.000

1.000.000-5.000.000 > 5.000.000

Gambar 3. Persentasi Jumlah Penghasilan Perbulan Respoden dari Kedua Desa

Berdasarkan pada Gambar 3 menunjukkan jumlah responden yang berpenghasilan 1 – 5 juta merupakan persentasi jumlah terbesar dari masing-masing dari kedua desa yaitu 88% pada Desa Ujung Padang dan 73% pada Desa Sei Serdang. Sedangkan persentasi jumlah yang berbeda terlihat pada penghasilan < 1 juta yaitu pada Desa Ujung Padang sebesar 12% dan pada Desa Sei Serdang sebesar 27%. Namun, untuk penghasilan >5 juta tidak ada sama sekali dari setiap responden dari kedua desa. Hal ini menunjukkan untuk penghasilan perbulan responden dapat dikatagorikan dalam ukuran yang biasa (standart). Pada umumnya penghasilan perbulan petani di Desa Ujung Padang diperoleh dari hasil kebun sawit dan pisang. Tetapi ada beberapa diantara responden penghasilan perbulannya diperoleh dari gaji setiap bulannya bekerja sebagai PNS dan usaha


(39)

diluar hasil kebun. Sedangkan pada Desa Sei Serdang penghasilan perbulan petani semua responden memperoleh hasil dari perkebunan karet, karena semua responden di desa ini merupakan bermata pencarian dari perkebunan dan berstatus pekerjakaan sebagai petani.

Analisa Daerah Konflik Orangutan di Lapangan

Desa Ujung Padang berada di Kecamatan Bakongan, Kabupaten Aceh Selatan. Dari pengamatan langsung di lapangan selama penelitian, sangat jelas terlihat penggunaan lahan yang dimanfaatkan masyarakat desa. Menurut beberapa responden seperti Lahmuddin dan Ismail mereka mengatakan dahulunya di sekitar desa tempat mereka tinggal merupakan kawasan hutan, lebih tepatnya sebelum konflik yang terjadi di aceh sampai selesai. Kawasan hutan inilah yang merupakan habitat asli orangutan.

Menurut Ismail ia sejak lahir tinggal di desa ini, ia mengatakan jumlah spesies orangutan yang ada di kawasan hutan baik di sekitar desa sampai kawasan TNGL jumlahnya sangatlah banyak. Orangutan yang jumlahnya sangat banyak itu dahulunya tidak pernah sama sekali masuk ke desa mereka. Namun pada saat konflik aceh selesai, kawasan yang dahulunya hutan ini dibuka menjadi kawasan penggunaan lahan yang bisa dimanfaatkan untuk masyarakat desa. Ismail juga mengatakan banyak pengusaha kayu yang sering lewat melalui desa mereka, dan ia pernah menelusuri daerah kawasan hutan yang menjadi perambahan kayu yang dilakukan oknum-oknum yang tidak dikenal mereka, dan daerah itu sangat dekat dengan kawasan TNGL.

Konflik orangutan di Desa Ujung Padang bermula setelah konflik aceh selesai, karena hampir sebagian besar responden mengatakan karena habitat asli


(40)

orangutan di sekitar desa ini beralih fungsi sehingga orangutan tidak memiliki pakan yang banyak di habitatnya yang tersisa. Orangutan yang dahulunya berada di kawasan hutan kini merasa terganggu karena pembukaan lahan yang dilakukan oleh masyarakat dan sebagian besar orangutan masih terisolir di sekitar kawasan. Pembukaan lahan oleh masyarakat tidak serentak dilakukan sehingga sebagian lahan yang berada dikawasan ini masih ada tertinggal kawasan hutannya. Hal inilah yang menyebabkan orangutan masih terisolir sampai saat ini.

Menurut Alikodra (2002) masalah gangguan satwa liar salah satunya adalah mereka merusak/mengganggu habitat-habitat alam satwa liar yang ada di cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional atau mempersempit habitat-habitat khusus lainnya. Keadaan ini dapat menyebabkan kemerosotan daya dukung habitat-habitat berbagai jenis satwa liar. Jika tidak dilakukan pengelolaan secara intensif akan menyebabkan keluarnya mereka dari daerah-daerah perlindungan (suaka) menuju daerah budidaya untuk mendapatkan sumberdaya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Satwa liar pada umumnya jarang menetap di suatu tempat yang terbatas, hidupnya selalu berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya untuk mendapatkan makanan. Jika ketersediaan makanan dalam habitat tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhannya maka satwa liar bergerak mencari makan di daerah lain sekitar habitatnya. Kondisi ini berpotensi menimbulkan konflik dengan lokasi di sekitar habitat. Adapun keadaan lapangan di sekitar habitat orangutan yang terletak di sekitar Desa Ujung Padang dapat dilihat melalui Gambar 4.


(41)

Gambar 4. (a) Keadaan lapangan yang baru dibuka menjadi lahan perkebunan; (b) Keadaan lapangan perkebunan milik masyarakat.

Desa Sei Serdang berada di Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat, merupakan desa kedua yang menjadi lokasi penelitian. Dari pengamatan langsung di lapangan pada saat penelitian, sangat terlihat jelas kondisi wilayah di sekitar desa di dominasi perkebunana kelapa sawit dan hanya sebahagian kecil terlihat perkebunan jenis tanaman lain seperti karet, durian dan cempedak.

Konflik orangutan ada di desa ini bermula sejak kawasan hutan beralih fungsi menjadi kawasan perkebunan. Bukan hanya pihak perusahaan perkebunan yang membuka lahan tetapi banyak juga masyarakat mulai membuka lahan mereka untuk dijadikan perkebunan. Hal inilah yang menyebabkan konflik orangutan di desa ini, karena habitat asli orangutan dibuka menjadi areal perkebunan milik perusahaan. Hanya sebagian kecil lahan hutan yang tersisa, hal ini yang membuat orangutan yang dahulunya masih berada di dalam hutan ketika hutan berubah fungsi menjadi kawasan perekebunan orangutan yang berada didalam hutan tidak tahu harus kemana sehingga orangutan terisolir di kawasan hutan.

Masyarakat desa ini dahulunya suka menanam tanaman karet, durian dan


(42)

tanaman yang menjadi pakan orangutan tersedia di dalam perkebunan masyarakat Desa Sei Serdang. Menurut Parakkasi (1999) tingkat kesukaan satwa liar terhadap suatu jenis tanaman merupakan salah satu faktor menyebabkan konflik satwa liar dengan petani. Pakan mempunyai peran yang sangat penting karena konsumsi makanan merupakan fungsi esensial yang menjadi dasar untuk hidup dan menentukan produksi.

Konflik yang terjadi di kebun/ladang masyarakat cukup lama terjadi. Konflik berakhir pada akhir tahun 2013 ketika tim HOCRU dari OIC membantu menangani kasus konfik orangutan dengan masyarakat di desa ini. Namun semenjak konflik orangutan sudah dianggap selesai dari tim HOCRU OIC kondisi yang terlihat di lapangan pada saat penelitian berlangsung perkebunan/ladang yang ditanam masyarakat yang tampak hanyalah tanaman karet dan sawit.

Menurut Ismail (2015) menyebutkan Seperempat abad sejak leuser ditunjuk sebagai Taman Nasional, telah banyak terjadi perubahan-perubahan geopolitik dan tata guna lahan akibat intervensi pembangunan diseluruh kabupaten sekitar Leuser. Di wilayah Sumatera Utara Leuser dikepung oleh perkebunan kelapa sawit. Peningkatan luas perkebunan sawit tersebut cukup signifikan. Pada tahun 1992, luas perkebunan sawit rakyat, swasta dan milik pemerintah tersebut 513.101 ha dan meningkat pada tahun 1998 menjadi seluas 697.553 ha, dengan demikian peningkatannya rata-rata 30.742 ha pertahun.


(43)

Pemetaan Lokasi Konflik Orangutan Dengan Manusia

Sistem Informasi Geografis (SIG) atau Geographic Information System (GIS) merupakan gabungan dari tiga unsur pokok yaitu sistem, informasi dan geografis. SIG lebih menekankan pada unsur informasi geografis yaitu suatu kesatuan formal yang terdiri dari berbagai sumber daya fisik dan logika yang berkenaan dengan objek-objek yang terdapat di permukaan bumi. SIG dapat juga dikatakan sebagai sejenis perangkat lunak yang dapat digunakan untuk pemasukan, penyimpanan, manipulasi, menampilkan dan keluaran informasi geografis berikut atribut-atributnya (Bafdal, 2011).

Dalam penelitian ini, Studi Sistem Informasi Geografis (SIG) digunakan untuk mengentahui lokasi konflik orangutan dengan manusia. Pengambilan titik pengamatan lokasi konflik orangutan dengan manusia dilakukan di satu tempat yaitu di Desa Ujung Padang, Kecamatan Bakongan, Aceh Selatan. Alasan pemilihan lokasi titik di tempat ini karena masih berstatus rawan konflik orangutan dengan manusia. Penelitian dilakukan dengan studi Sistem Informasi Geografis dengan parameter faktor-faktor fisik dilapangan.

Adapun faktor-faktor fisik yang menjadi parameter yang dapat mempengaruhi terjadinya konflik seperti tipe tutupan lahan, jarak lokasi dari batas kawasan hutan (TNGL) dan jarak lokasi dari jalan. Selanjutnya dipetakan dengan menggunakan software ArcGIS 10.1. Ketiga faktor fisik yang menjadi parameter penelitian ini dapat membantu memperlihatkan sebaran lokasi konflik orangutan di Desa Ujung Padang. Untuk mengetahui tipe tutupan lahan sesuai pengelohan data dengan menggunakan ArcGIS dapat dilihat melalui Gambar 5.


(44)

(45)

Sesuai dengan Gambar 5 berdasarkan klasifikasi citra pada peta dapat diketahui bahwa konflik yang paling banyak terjadi pada tipe tutupan perkebunan (pada legenda bersimbolkan warna merah muda). Hal ini sesuai dengan kondisi dilapangan saat penelitian pengambilan titik koordinat tutupan lahan didaerah konflik orangutan pada umumnya ialah perkebunan milik masyarakat desa yang dominan tampak dilapangan tanaman kelapa sawit dan jenis tanaman perkebunan campuran seperti jagung, pisang, timun, dan umbi-umbian. Perubahan tutupan lahan yang ada di kawasan daerah konflik ini berubah akibat degradasi hutan. Fungsi ekologis, ekonomis, dan sosial hutan tidak terpenuhi dan tidak seimbang. Selain degradasi hutan, fragmentasi habitat yang terjadi di lapangan juga merupakan salah satu pemicu konflik orangutan dengan manusia di Desa Ujung Padang.

Menurut (Elisa, 2000) Dampak fragmentasi pada satwaliar, khususnya spesies adalah : pengurangan jumlah individu, pengurangan ukuran populasi karena individu terbatas fragmen kecil, isolasi spasial populasi sisa. Sedangkan dampak genetik dari fragmentasi adalah kehilangan diversitas genetik, perubahan dalam struktur antarpopulasi, peningkatan kawin kerabat (inbreeding). Fragmentasi menyebabkan kepunahan spesies didalam populasi lokal. Oleh karena itu usaha untuk menjaga atau memulihkan spesies pada batang alam

(landscape) yang terfragmentasi adalah mengurangi kesempatan untuk kepunahan

atau meningkatkan kesempatan untuk rekolonisasi dengan peningkatan dan perluasan habitat populasi lokal. Dan untuk mengetahui sebaran lokasi konflik orangutan dengan manusia berdasarkan jarak dari batas kawasan Taman Nasional Gunung Lesuser dapat dilihat melalui Gambar 6.


(46)


(47)

Dalam penentuan jarak lokasi konflik dari batas kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dalam pengolahan peta pada peneletian ini digunakan fasilitas buffer yang merupakan salah satu operasi dalam ArcGIS. Buffer bukanlah bagian dari Geoprocessing, namun buffer merupakan salah satu analisis spasial. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Nuwarsa (2004) bahwa buffer biasanya digunakan untuk mewakili suatu jangkauan pelayanan ataupun luasan yang diasumsikan dengan jarak tertentu untuk suatu kepentingan analisis spasial.

Berdasarkan Gambar 6 dapat diketahui bahwa dari 15 sebaran titik koordinat konflik yang diambil dilapangan, berdasarkan jarak dari batas kawasan TNGL pada skala 1:45.000 pada peta adapun kisaran jarak 4001-5000 meter ditemui 6 titik konflik, kisaran jarak 5001-6000 meter ditemui 7 titik konflik, dan kisaran jarak 7001-8000 meter ditemui 2 titik konflik. Dapat diketahui bahwa sebaran lokasi konflik berdasarkan buffer kawasan TNGL tidak begitu jauh jaraknya, sama halnya dengan pemukiman penduduk. Sebaran titik koordinat diambil berdasarkan tempat kejadian konflik orangutan yang terjadi tepat didaerah tersebut dan bertepatan tempat tersebut tidak jauh dari pemukiman penduduk. Bukan berarti pada jarak 0-4000 meter tidak terjadi konflik orangutan. Tidak menutup kemungkinan ada terjadi konflik orangutan di jarak 0-4000 meter, tetapi pada lokasi tempat penelitian bukan termasuk dalam jarak 0-4000 meter makanya di peta yang dihasilkan pada penelitian tidak ditemui titik konflik orangutan dengan manusia. Selanjutnya, untuk mengetahui buffer sebaran lokasi konflik orangutan dengan manusia berdasarkan jarak titik konflik dari jalan dapat dilihat pada Gambar 7.


(48)


(49)

Pembuatan buffer bertujuan untuk mengetahui jarak lokasi konflik terhadap jalan. Berdasarkan Gambar 7 sebaran lokasi konflik orangutan dengan manusia berdasarkan jarak titik konflik dari jalan untuk sebaran terdapat 2 titik konflik yakni pada jarak 1201-1500 meter dari jalan utama terhadap lokasi titik konflik. Sebagian besar titik konflik berada tidak jauh dari pemukiman, dari hasil penelitian dan pada kenyataan dilapangan titik konflik terbanyak berada di daerah perkebunan masyarakat yang lokasinya sangatlah dekat dengan pemukiman maka dari itu jarak 0-300 meter merupakan jarak yang terbanyak terdapat titik tempat kejadian konflik orangutan. Hal ini berhubungan dengan lokasi perkebunan masayarakat Desa Ujung Padang. Lokasi perkebunan masyarakat yang dahulunya lahan hutan. Dari hasil Gambar 5 juga menunjukkan lokasi konflik yang didominasi perkebunana masyarakat sesuai dengan hasil klasifikasi tutupan lahan yang merupakan didominasi tutupan lahan perkebunan. Alih fungsi lahan hutan menjadi perkebuanan merupakan pembukaan jalan yang dilakukan masyarakat menyebabkan fragmentasi habitat orangutan yang pada akhirnya menyebabkan isolasi pada sub-populasi orangutan misalnya dan kompetisi dalam habitat tidak dapat dihindari.

Berdasarkan pernyataan TFCA Sumatera (2010) dalam Siregar (2014) bahwa akibat fragmentasi habitat, kebutuhan pakan tidak terpenuhi dengan baik dan menyebabkan kualitas perkembangan spesies akan mengalami penurunan. Sempitnya daerah jelajah dan isolasi populasi akan menyebabkan berkurangnya ukuran populasi dan kemampuan untuk bertahan hidup. Untuk mengetahui data atribut dari tempat pengambilan titik koordinat pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6.


(50)

Tabel 6. Data Pengambilan Titik Tempat Terjadinya Konflik Orangutan dengan Manusia

No Koordinat Keterangan Lokasi Konflik

N E

1. 2055’32,8’’ 97029’’18,9’’ Titik lokasi konfik yang berada di perkebunan masyarakat

2. 2056’24,5’’ 97029’39,6’’ Titik lokasi sungai desa menghubungkan desa dengan kebun

3. 2055’35,6’’ 97029’3’’ Titik lokasi 1 rescue orangutan yang dilakukan pihak LSM disekitar kebun 4. 2055’49’’ 97029’16’’ Titik lokasi 2 rescue orangutan yang

dilakukan pihak LSM disekitar kebun

5. 2055’53,5’’ 97029’21,6’’

Titik lokasi 3 rescue orangutan yang dilakukan pihak LSM disekitar kebun

dibelakang desa

6. 2056’37,8’’ 97029’31,5’’

Titik lokasi 4 rescue orangutan yang dilakukan pihak LSM di sekitar hutan

didalam kebun masyarakat 7. 2056’5’’ 97029’30’’ Titik lokasi konflik yang berada di

perkebunan masyarakat 8. 2056’37,8’’ 97029’31,7’’ Titik lokasi konflik yang berada di

perkebunan masyarakat 9. 2056’43’’ 97030’38’’ Titik lokasi konflik yang berada di

perkebunan masyarakat 10. 2056’50,5’’ 97030’38’’ Titik lokasi konflik antara batas hutan

dengan perkebunan masyarakat 11. 2056’3’’ 97030’59’’ Titik lokasi konflik ditemukan orangutan

yang sedang mencari makan di batang sagu 12. 2056’31,6’’ 97029’43,7’’ Titik lokasi konflik ditemukan sarang

orangutan yang kondisinya tidak lama

13. 2056’31’’ 97029’45’’

Titik lokasi konflik ditemukan banyak sarang di sekitar areal hutan yang dibuka

oleh masyarakat untuk dijadikan kebun 14. 2057’17,5’’ 97029’47,4’’ Titik lokasi konflik ditemukan sarang baru 15. 2056’58’’ 97030’36’’ Titik lokasi konflik di sekitar batas desa


(51)

Analisis Kerugian Ekonomi Masyarakat

Untuk mengetahui data kerugian yang dirasakan oleh masyarakat Desa Ujung Padang dalam setiap tahun dapat dilihat melalui Tabel 7.

Tabel 7. Kerugian Ekonomi Masyarakat Desa Ujung Padang dalam 1 Tahun

No Nama

Jenis Tanaman Dirusak

n a b c KE1

(Rp)

1. Mayaki Sawit 4 30 2 Ton 2.08 Ton 480.000

Pisang 40 50 600 Sisir 120 Sisir 2.400.000

2. Toni Sawit 30 200 16 Ton 13.6 Ton 3.600.000

Pisang 150 100 1800 Sisir 600 Sisir 6.000.000

3. Musaikal Sawit 100 250 20 Ton 12 Ton 12.000.000

Pisang 60 100 1200 Sisir 480 Sisir 3.600.000

4. Ian Mulyadi Sawit 50 250 20 Ton 16 Ton 6.000.000

Pisang 20 50 600 Sisir 360 Sisir 1.200.000

5. Safri M. K Pisang 30 100 1200 Sisir 840 Sisir 1.800.000

6. Hasan Pisang 50 120 1440 Sisir 840 Sisir 3.000.000

7. Jasmanidar Jagung 1000 35.000 35 Ton 34.5 Ton 1.600.000

Pisang 100 250 3000 Sisir 1800 Sisir 6.000.000

8. Lahmudin Sawit 170 300 24 Ton 10.4 Ton 20.400.000

Pisang 200 250 3000 Sisir 600 Sisir 12.000.000

9. Dinei Sawit 5 100 8 Ton 7.6 Ton 600.000

Pisang 20 200 2400 Sisir 2160 Sisir 1.200.000

10. Lahmuddin T. Sawit 30 300 24 Ton 21.6 Ton 3.600.000

Pisang 30 200 2400 Sisir 2040 Sisir 1.800.000

11. Hasanuddin Sawit 2 200 16 Ton 15.8 Ton 300.000

Pisang 40 200 2400 Sisir 1920 Sisir 2.400.000

12. A. Bahori Sawit 150 300 24 Ton 12 Ton 18.000.000

Pisang 100 200 2400 Sisir 1200 Sisir 6.000.000

13. Bahri Sawit 4 100 8 Ton 7.68 Ton 480.000

14. Imran Sawit 30 200 16 Ton 13.6 Ton 3.600.000

Pisang 300 350 4200 Sisir 600 Sisir 18.000.000

Jagung 500 10000 5 Ton 4.75 Ton 800.000

15. Abdul Kadir Pisang 10 150 1800 Sisir 1680 Sisir 600.000

16. Ahmad Sawit 200 300 24 Ton 8 Ton 24.000.000

17. Ismail, S.Pd Sawit 10 150 12 Ton 11.2 Ton 1.200.000

18. M. Nasir Sawit 35 500 40 Ton 37.2 Ton 4.200.000

19. Yusrizal Sawit 20 300 24 Ton 22.4 Ton 2.400.000

20. Haslina Sawit 2 100 8 Ton 7.84 Ton 240.000

Pisang 20 150 1800 Sisir 1560 Sisir 1.200.000

21. Duskri Pisang 25 50 600 Sisir 300 Sisir 1.500.000

22. Hasanuddin B Pisang 21 100 1200 Sisir 960 Sisir 1.200.000

23. Attam Sawit 100 350 28 Ton 20 Ton 12.000.000

24. Haya Nuddin Sawit 80 400 32 Ton 25.6 Ton 9.600.000

Pisang 20 250 3000 Sisir 2760 Sisir 1.200.000


(52)

Rata-rata 5.520.000 NB: Nomor responden 1 dan 9 tidak termasuk dalam perhitungan

Keterangan:

n : Tanaman Yang Dirusak a : Jumlah Tanaman Berproduksi b : Produksi Normal Tanaman c : Sisa Produksi

KE1 : Kerugian Ekonomi 1

Harga (d) Nilai hitungan

1 Kg Sawit : Rp. 1500,- 1 batang sawit : 80 kg

1 Sisir Pisang : Rp. 5000,- 12 sisir pisang : 1 tandan/pohon 1 Kg Jagung : Rp. 3200,- 1 batang jagung : 1/2 kg (2 buah).

Jumlah responden di desa ini sebanyak 25 orang dari masing-masing kepala keluarga. Dari seluruh jumlah masyarakat desa ini, hanya ada 25 kepala keluarga yang kebunnya diganggu orangutan. Tanaman yang di ganggu orangutan di kebun/ladang masyarakat di desa ini ada 3 jenis tanaman yaitu : sawit, pisang dan jagung. Tanaman yang di tanam masyarakat desa ini bukan hanya 3 jenis tanaman itu saja, tetapi ada jenis tanaman lain yang ditanam, namun dalam hal ini tanaman tersebut tidak dirusak orangutan. Kerusakan tanaman yang dilakukan orangutan di kebun masyarakat desa paling banyak mendominasi tanaman sawit dan pisang.

Kerusakan yang dilakukan orangutan dikebun masyarakat desa ujung padang sangatlah ganas. Dari hasil pengamatan langsung di lapangan sangat banyak terdapat bekas-bekas kerusakan tanaman yang baru dilakukan orangutan. Seperti sawit sangat jelas terlihat umbut atau isi dalaman pada sawit yang masih berumur muda di rusak orangutan dan jumlah tanamannya sangatlah banyak. Begitu juga halnya dengan pisang, sangat banyak terlihat bekas kerusakan tanaman yang dilakukan orangutan.

Hasil analisis kerugian ekonomi masyarakat yang dapat disajikan dari Tabel 8 yaitu kerugian ekonomi yang paling tinggi dialami oleh responden


(53)

bernama Ahmad, jenis tanaman yang dirusak orangutan adalah sawit dengan total kerugian sebesar Rp.24.000.000,-/KK. Kerugian ekonomi yang paling rendah dialami oleh responden bernama Haslina, jenis tanaman yang dirusak orangutan adalah sawit dengan total kerugian sebesar Rp.240.000,-/KK. Kerugian per responden didapatkan dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus Kerugian Ekonomi 1 (KE1) yaitu (a-b) d. Untuk mendapatkan total kerugian di desa ini menggunakan beberapa tahap perhitungan. Sebelum mencari total kerugian terlebih dahulu mencari rata-rata kerugian dengan rumus yaitu : ∑ Kerugian seluruh sampel per ∑ Sampel responden. Dari perhitungan mencari

rata-rata kerugian hasil yang diperoleh pada desa ini adalah sebesar Rp. 5.520.000,-/KK/tahun. Setelah ditemukan hasilnya selanjutnya menghitung

total kerugian ekonomi pada satu desa, adapun hasil dari perhitungan total kerugian ekonomi pada Desa Ujung Padang adalah sebesar Rp. 138.000.000,-/tahun/desa diperoleh dari perhitungan Ms.Excel (Lampiran 3). Untuk mengetahui data kerugian ekonomi masyarakat di Desa Sei Serdang dapat dilihat melalui Tabel 8.

Tabel 8. Kerugian Ekonomi Masyarakat Desa Sei Serdang dalam 1 Tahun

No Nama

Jenis Tanaman Dirusak

a b c KE2

(Rp)

1. Supaman Cempedak 4 300 50 2.000.000

Durian 2 200 7 2.600.000

2. Sumino Cempedak 8 700 100 9.600.000

Durian 5 500 280 11.000.000

3. Sukiman Cempedak 3 500 220 1.680.000

Durian 5 450 130 19.200.000

4. Amarianto Cempedak 8 350 50 4.800.000

5. Lasmina Cempedak 10 800 100 14.000.000

Durian 10 500 250 25.000.000

6. Paino Cempedak 8 500 25 7.600.000


(54)

No Nama

Jenis Tanaman Dirusak

a b c KE2

(Rp)

8. Samat Cempedak 6 350 10 4.080.000

Durian 8 300 25 22.000.000

9. Tumiati Cempedak 4 200 20 1.440.000

10. Marno Durian 5 250 70 9.000.000

Cempedak 3 300 20 4.480.000

11. Sugeng Durian 5 300 10 14.500.000

Cempedak 3 200 0 1.200.000

12. Joni Durian 12 700 350 42.000.000

13. Boyman Durian 15 800 500 45.000.000

14. Yani Cempedak 3 200 10 1.140.000

15. Edi Cempedak 4 250 0 2.000.000

16. Sardi Cempedak 6 500 20 5.760.000

17. Fatimah Durian 3 200 15 5.550.000

18. Suprayitno Durian 5 250 10 12.000.000

19. Untung Durian 12 500 200 36.000.000

Cempedak 15 700 100 18.000.000

20. Edi Wijaya Durian 5 250 10 12.000.000

Cempedak 4 150 0 1.200.000

21. Safan Cempedak 10 600 0 12.000.000

22. Dariani Cempedak 16 1000 350 20.800.000

23. Men Cempedak 5 300 0 3.000.000

24. Menik Durian 2 150 0 3.000.000

25. Pranoto Durian 8 750 100 52.000.000

Cempedak 15 1000 200 24.000.000

26. Poniman Cempedak 5 200 10 1.900.000

27. Suwarno Durian 3 100 0 3.000.000

28. Jenda Muli Cempedak 7 500 50 6.300.000

29. Yanti Cempedak 20 2000 800 48.000.000

30. Ngatiman Cempedak 15 1000 350 19.500.000

Durian 10 1000 500 50.000.000

∑ Kerugian 586.830.000

Rata-rata 13.972.143

Keterangan :

a : Jumlah Tanaman Berproduksi b : Produksi Normal Tanaman c : Sisa Produksi

KE1 : Kerugian Ekonomi 1 Harga (d)

1 Buah Durian : Rp. 10.000,- 1 Buah Cempedak : Rp.

2000,-Berbeda halnya dengan Desa Ujung Padang, Desa Sei Serdang merupakan desa yang sudah dianggap selesai konflik orangutan dengan masyarakat. Pada


(55)

umumnya masyarakat desa ini bermata pencaharian dari perkebunan. Tanaman yang menjadi komoditas utama di desa ini ialah sawit dan karet. Tapi kebanyakan dari masyarakat desa ini berkebun karet. Dari pengamatan langsung di lapangan di kebun karet milik warga yang dahulunya tempat konflik orangutan, terlihat jelas tanaman karet merupakan jenis tanaman utama yang dibudidayakan masyarakat dan menjadi penghasil utama masyarakat desa ini.

Dari hasil wawancara di kebun, menurut beberapa orang responden, mereka mengatakan tanaman selain karet dan sawit merupakan tanaman tambahan saja tidak dibudidayakan secara luas dan bukan hasil utama dari kebun pada setiap masyarakat. Tetapi, tanaman yang paling sering dirusak masyarakat ialah durian dan cempedak. Sekitar 60% makanan orangutan adalah buah-buahan seperti durian, nangka, leci, mangga, dan buah ara, sementara sisanya adalah pucuk daun

muda, serangga, kulit pohon, dan kadang-kadang telur serta vertebrata kecil (WWF, 2013).

Rata-rata responden mengatakan hal yang sama, kerugian yang diderita masyarakat desa ini cukup besar, bahkan ada beberapa masyarakat tidak merasakan hasil panen tanamannya karena sudah terlebih dahulu dirusak orangutan. Orangutan sering masuk ke kebun mereka hanya untuk mengambil buah-buahan pada saat musim panen. Kebanyakan orangutan yang masuk ke kebun masyarakat menurut mereka karena habitat orangutan telah rusak dan kurangnya pakan orangutan dihabitat orangutan yang masih tersisa itu. Menurut Supriatna dan Edy (2000) Orangutan Sumatera sangat bervariasi dalam pemilihan jenis makanan. Secara alami orangutan adalah pemakan buah, tetapi juga


(56)

memakan berbagai jenis makanan lain seperti daun, tunas, bunga, epifit, liana, zat pati kayu, dan kulit kayu.

Berdasarkan Tabel 8 hasil analisis kerugian ekonomi di Desa Sei Serdang ialah kerugian ekonomi yang paling tinggi dialami oleh responden bernama Pranoto, jenis tanaman yang dirusak orangutan adalah durian dengan total kerugian sebesar Rp.52.000.000,-/KK. Kerugian ekonomi yang paling rendah dialami oleh responden bernama Yani, jenis tanaman yang dirusak orangutan adalah cempedak dengan total kerugian sebesar Rp.1.140.000,-/KK. Kerugian per responden didapatkan dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus Kerugian Ekonomi 2 (KE2) yaitu [(a.b) – (c.a)] d. Pada Desa Sei Serdang, untuk mendapatkan total kerugian di desa ini menggunakan beberapa tahap perhitungan, sebelum mencari total kerugian terlebih dahulu mencari rata-rata kerugian dengan rumus yaitu : ∑ Kerugian seluruh sampel per ∑ Sampel responden. Dari perhitungan mencari rata-rata kerugian hasil yang diperoleh pada Desa Ujung Padang sebesar Rp. 13.972.143,-/KK/tahun Setelah ditemukan hasilnya selanjutnya menghitung total kerugian ekonomi pada satu desa dan dapat dihitung dengan rumus : Rata-rata Kerugian x ∑ KK. Setelah tahap demi tahap perhitungan dikerjakan adapun total kerugian yang didapatkan di Desa Sei Serdang sebesar 1.676.657.160/tahun/desa (Lampiran 3).

Metode Mitigasi Konflik Orangutan Sumatera (Pongo abelii) 1. Mitigasi Yang Dilakukan Pihak Masyarakat

Dari pengamatan dan wawancara langsung dengan masyarakat, sebagian dari responden mengatakan orangutan yang sering menganggu kebun/ladang mereka dahulunya cukup banyak. Terkadang orangutan yang masuk ke kebun


(57)

mereka membuat sarang dan hidupnya berpindah-pindah. Ukuran orangutan yang diketahui masyarakat bervariasi ada yang induk (dewasa), sedang dan anakan. Ukuran tubuh orangutan yang induk (dewasa) sangatlah di takuti masyarakat sehingga ketika masuk ke ladang mereka, masyarakat tidak memiliki metode apapun untuk mengusir orangutan dari ladang mereka.

Dari kedua desa yang menjadi lokasi penelitian dan rata-rata responden yang mengatakan hal yang sama. Mereka mengatakan, lebih baik mereka pergi dari kebun mereka daripada mengusir orangutan dari kebun mereka karena orangutan yang induk (dewasa) tubuhnya sangatlah besar. Pada saat tim HOCRU dari OIC mulai membantu menangani konflik orangutan di kedua desa, orangutan dewasa yang berukuran paling besar setelah di rescue barulah masyarakat mulai memiliki keberanian untuk mengusir orangutan yang masuk ke kebun mereka. Namun, ada juga masyarakat yang masih membiarkan orangutan masuk ke ladang mereka dan ada juga yang sekedar mengusir dengan cara melemparnya.

Adapun metode yang digunakan masyarakat Desa Ujung Padang untuk melindungi tanaman perkebunan mereka di lapangan dari gangguan orangutan ialah dengan menggunakan metode penghalau eksperimental yakni menggunakan penghalau dengan meriam karbit. Menurut masyarakat desa orangutan sangatlah takut ketika suara meriam dibunyikan. Menurut Chalise (2001) Penelitian mengenai penghalau akustik pada prilaku pengambilan hasil tanaman pertanian primata sangat jarang, namun mengingat sangat mudahnya primata terhabituasi dengan efek visual, maka kemungkinan besar primata akan mudah terhabituasi pada suara apabila suara tersebut mudah diprediksi.


(58)

Metode penghalau eksperimental dengan menggunakan meriam karbit digunakan masyarakat ketika pertama kali tim dari OIC melakukan sosialisasi penanganan orangutan di desa ini. Metode ini sangat membantu untuk mengusir orangutan dari ladang mereka. Tapi konflik orangutan masih ada sampai saat ini. Metode ini sudah efektif digunakan akan tetapi kesadaran masyarakat yang belum sepenuhnya sadar akan pentingnya orangutan. Dalam hal ini seharusnya sangatlah penting peranan serta kesadaran manusia disekitar daerah tempat terjadinya konflik, guna untuk mengurangi dampak negatif yang berlebih dari kejadian konflik yang ada. Jika manusia tidak menyadari peranannya maka kerugian yang dialami dari kejadian konflik akan semakin besar.

Orangutan yang masih terisoir di sebagian kawasan hutan di sekitar perladangan masyarakat masih saja mengganggu tanaman-tanaman di kebun masyrakat. Konflik orangutan dengan masyarakat di Desa Ujung Padang belum selesai sampai saat ini. Masyarakat Desa Ujung Padang masih meresahkan keberadaan orangutan di sekitar perladangan mereka. Dari data laporan tim HOCRU OIC menyebutkan sejak tahun 2012 sampai sekarang total orangutan yang berhasil dievakuasi ada 7 ekor, dan diperkirakan masih banyak lagi jumlah orangutan yang terisolir ditempat ini.

Hal ini berhubungan dengan hasil pengelolaan peta sebaran lokasi konflik orangutan dengan manusia berdasarkan buffer tutupan lahan yang dihasilkan pada penelitian ini ialah sebagian besar pengambilan titik konflik pada saat penelitian di lapangan menunjukkan berada pada tipe tutupan lahan hutan/blukar. Tetapi kondisi sebenarnya dilapangan sudah berubah menjadi tipe tutupan lahan terbuka, degradasi hutan menyebabkan konflik yang nyata.


(59)

Sedangkan konflik orangutan di Desa Sei Serdang sudah dianggap selesai oleh tim HOCRU OIC karena pada umumnya masyarakat desa sudah tidak merasa dirugikan dan tidak terganggu dengan keberadaan orangutan, total orangutan yang berhasil dievakuasi tim HOCRU OIC ada 6 ekor orangutan dan diperkirakan secara estimasi masih ada 3 ekor orangutan yang masih terisoir disekitar perkebunan masyarakat Desa Sei Serdang. Kondisi orangutan tidak meresahkan masyarakat, pihak OIC sampai sejauh ini masih tetap selalu melakukan monitoring di habitat orangutan. Pihak OIC menyebutkan sumber pakan dan luasan wilayah daya jelajah masih cukup untuk 3 ekor orangutan yang diperkirakan mereka secara estimasi terisolir di kawasan sekitar perkebunan masyarakat desa.

2. Mitigasi yang Dilakukan Pihak LSM dan Pemerintah

Secara umum penanggulangan konflik orangutan dengan manusia harus melibatkan berbagai pihak yang terkait. Yang dilakukan pihak LSM dan pemerintah mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.53/Menhut-II/2014 yaitu: Berbeda dengan penanggulangan konflik manusia dengan satwa liar yang lain seperti harimau dan gajah, penanggulangan konflik antara manusia dan orangutan lebih difokuskan pada penyelamatan orangutan yang terlibat konflik. Adapun tingkat risiko dibedakan sebagai berikut : 1) Risiko rendah adalah kejadian konflik yang tidak mempunyai potensi terhadap keselamatan orangutan. Namun, konflik ini dapat menimbulkan rasa tidak aman, ketakutan dan stress terhadap orangutan. Pada tahap ini tindakan penyelamatan tidak terlalu mendesak untuk dilakukan. 2) Risiko tinggi adalah kejadian konflik yang mempunyai potensi sangat mengancam keselamatan orangutan apabila tidak


(60)

dilakukan langkah-langkah penyelamatan. Mengingat potensi risikonya, sangat diharapkan segera dilakukan upaya penyelamatan terhadap kelompok/individu orangutan yang terlibat konflik.

Penanganan manusia dan asetnya, beberapa hal yang perlu dilakukan dalam upaya penanganan manusia yang terlibat konflik dengan orangutan : Penyelamatan dan penanganan korban, Pengamanan masyarakat dan aset ekonomi dan Kompensasi. Pelaksanaan penyelamatan (rescue) orangutan di mulai dari tahap persiapan sampai tahapan relokasi/translokasi (pemindahan) ke habitat baru yang diharapkan lebih aman dan lebih baik dari kondisi sebelumnya. Dalam hal penanganan konflik orangutan dengan manusia sangatlah perlu adanya pertimbangan, karena jika hal itu dilakukan dengan tepat akan menentukan keberhasilan dalam pengendalian gangguan. Beberapa kriteria pertimbangan antara lain : secara teknis, secara ekonomi, dan secara ekologi. Pengembalian keputusan yang bijaksana akan menggabungkan ketiga kriteria ini.

Menurut sumber Balai Taman Nasional Gunung Leuser, pesonil yang terlibat dalam kegiatan penanggulangan konflik ialah petugas TNGL yang berfungsi mengelola kawasan TNGL dan sebagai pendamping atau pemandu kegiatan; dokter hewan dari YEL berfungsi sebagai pengawas dan pemeriksa kesehatan dan kesejahteraan Orangutan Sumatera; Pemerhati orangutan dari YOSL-OIC yang berfungsi sebagai penilai kesesuaian lokasi pelepasliaran sebagai habitat orangutan; dan Masyarakat berfungsi sebagai membantu dalam sosialisasi konservasi orangutan.


(1)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas

rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Studi Mitigasi

Konflik Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Berbasis Sistem Informasi Geografis

di Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser” ini dengan baik.

Dalam kesempatan ini penullis ingin mengucapkan terima kasih kepada

Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si dan Dr. Anita Zaitunah, S.Hut., M.Sc selaku

komisi pembimbing yang telah banyak mengarahkan dan memberikan saran

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga ingin mengucapkan

terima kasih kepada keluarga besar penulis, sahabat, serta teman-teman di

Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara yang

telah membantu dan memberikan semangat serta dukungan kepada penulis.

Penulis mengharapkan kritik, saran dan masukkan dari pembaca demi

kelancaran skripsi ini. Semoga skripsi ini nantinya akan memberikan manfaat dan

menyambungkan kemajuan bagi ilmu pengetahuan, khususnya di bidang

kehutanan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Oktober 2016


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 5

Tujuan Penelitian ... 6

Manfaat Penelitian ... 6

TINJAUAN PUSTAKA Keadaan Umum Habitat Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Pada Lokasi Penelitian ... 7

Kondisi Fisik Lokasi Penelitian ... 8

Taman Nasional Gunung Leuser ... 11

Orangutan Sumatera (Pongo abelii)... 13

Morfologi ... 14

Habitat ... 14

Perilaku ... 16

Fragmentasi Habitat ... 18

Faktor Penyebab Konflik Manusia dengan orangutan ... 19

Prinsip Dasar Penanganan Konflik Orangutan dengan Masyarakat ... 20

Jenis-jenis Mitigasi ... 22

Degradasi Hutan ... 26

Kepadatan Penduduk ... 26

Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 27

Komponen SIG ... 28

Aplikasi SIG ... 29

Penilaian Sumber Daya Hutan ... 30

Konsep Penilaian Ekonomi ... 31

Teknik dan Metode Penilaian Penilaian Ekonomi Sumber Daya Hutan ... 32

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 34

Alat dan Bahan Penelitian ... 35

Populasi dan Sampel ... 35

Metode dan Prosedur Penelitian... 36

1. Tahap Persiapan ... 36


(3)

3. Pengumpulan Data ... 36

4. Pengolahan Data ... 37

5. Analisis Data ... 38

a. Pembuatan Peta Daerah Konflik ... 38

b. Analisis Kerugian Ekonomi Masyarakat ... 40

c. Menghitung Biaya Pengeluaran Mitigasi ... 42

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden ... 44

Analisa Daerah Konflik Orangutan di Lapangan ... 52

Pemetaan Daerah Konflik Orangutan dengan Manusia ... 56

Analisis Kerugian Ekonomi Masyarakat ... 65

Metode Mitigasi Konflik Orangutan Sumatera (Pongo abelii)... 70

1. Mitigasi Yang Dilakukan Pihak Masyarakat ... 70

2. Mitigasi Yang Dilakukan Pihak LSM dan Pemerintah... 73

Biaya Pengeluaran Mitigasi Oleh LSM, Pemerintah dan Masyarakat ... 75

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 79

Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(4)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Kriteria Kerugian Ekonomi ... 42

2. Kriteria Biaya Mitigasi Konflik Orangutan ... 43

3. Informasi Karakteristik Responden... 44

4. Data Pemilik Lahan Responden di Desa Ujung Padang, Kec. Bakongan ... 47

5. Data Pemilik Lahan Responden di Desa Sei Serdang, Kec. Batang Serangan .. 48

6. Data Pengambilan Titik Tempat Terjadinya Konflik Orangutan dengan Manusia ... 64

7. Kerugian Ekonomi Masyarakat Desa Ujung Padang dalam 1 Tahun ... 65

8. Kerugian Ekonomi Masyarakat Desa Sei Serdang dalam 1 Tahun ... 67

9. Biaya Mitigasi yang Dikeluarkan oleh LSM ... 75

10. Biaya Mitigasi yang Dikeluarkan oleh Pemerintah ... 76


(5)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian ... 34 2. Bagan Alur Penelitian ... 43 3. Persentasi Jumlah Penghasilan Perbulan Responden dari Kedua Desa ... 51 4. (A) Keadaan Lapangan Yang Baru Dibuka Menjadi Lahan Perkebunan

(B) Keadaan Lapangan Perkebunan Milik Masyarakat ... 54 5. Sebaran Lokasi Konflik Orangutan dengan Manusia Berdasarkan

Tipe Tutupan Lahan ... 57 6. Sebaran Lokasi Konflik Orangutan dengan Manusia Berdasarkan

Jarak dari Batas Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser ... 59 7. Sebaran Lokasi Konflik Orangutan dengan Manusia Berdasarkan


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Kuisioner Penelitian ... 85

2. Data Responden ... 92

3. Perhitungan Kerugian Kedua Desa ... 94