Studi Mitigasi Konflik Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Berbasis Sistem Informasi Geografis di Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Orangutan merupakan satu-satunya kera besar yang ada di Benua Asia. Di
Indonesia hanya terdapat di sebagian kecil kawasan di Pulau Sumatera dan
Kalimantan (Rahman, 2010). IUCN (2007) memasukkan orangutan dalam
kategori endangered species. Orangutan di Indonesia dilindungi oleh Peraturan
Perlindungan Binatang Liar No.233 tahun 1931, Undang-undang No.5 Tahun
1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta
Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan
Satwa. Orangutan Sumatra (Pongo abelii) adalah satwa yang paling terancam
punah yang hidup di Pulau Sumatera bagian utara dan barat. Orangutan Sumatera
terancam punah karena hutan tempat tinggalnya dirusak untuk perdagangan kayu
dan perkebunan kelapa sawit.
Orangutan merupakan "umbrella species" dalam konservasi hutan hujan
tropis di Indonesia, khususnya hutan Sumatera dan Kalimantan. Mengingat
kondisi hutan sebagai habitat alami orangutan dan kebutuhan akan daerah jelajah
yang luas serta keanekaragaman jenis flora fauna hidup bersamanya, orangutan
dapat dianggap sebagai wakil terbaik dari struktur keanekaragaman hayati hutan
hujan tropis yang berkualitas tinggi. Keberadaan dan kepadatan populasi
orangutan dapat digunakan sebagai ukuran konservasi hutan hujan tropis tanpa
analisis yang lebih jauh mengenai struktur keanekaragaman jenis flora dan fauna

di suatu kawasan tertentu. Hal ini dapat berarti bahwa konservasi populasi
orangutan liar identik dengan melakukan konservasi terhadap ekosistem hutan

Universitas Sumatera Utara

2

hujan

tropis

yang

memiliki

struktur

keanekaragaman

yang


unik

ruang

untuk

(Onrizal dan Perbatakusuma 2010).
Secara

umum

pembangunan

ekonomi

memerlukan

infrastruktur khususnya lahan terutama untuk industri, pertanian, pertambangan
dan pemukiman. Saat ini ruang untuk pembangunan tersebut sebagian besar atau

seluruhnya diperoleh dengan mengkonversi kawasan hutan di dataran rendah baik
yang relatif utuh maupun yang sudah terdegradasi. Di pihak lain kawasan hutan
juga merupakan ekosistem keanekaragaman hayati yang dihuni oleh berbagai
jenis tumbuhan dan satwa liar yang memiliki nilai ekologis, ekonomi dan sosial
yang tinggi. Semakin cepatnya upaya pembangunan maka semakin rumit upaya
untuk mengalokasikan ruang bagi kelestarian keanekaragaman hayati dan
ekosistem. Kondisi ini seringkali mengakibatkan terjadinya benturan kepentingan
yang pada akhirnya merugikan pemerintah dan masyarakat umum secara luas
(Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2007).
Pada kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) merupakan
habitat yang kompleks bagi Orangutan Sumatera, dikarenakan memiliki
keanekaragaman hayati yang tinggi. TNGL rumah terbesar bagi satwa Orangutan
Sumatera (Pongo abelii) dan merupakan satwa endemik sumatera, satwa eksotis
dan kebanggan leuser, karena kawasan ekosistem leuser adalah rumah terbesar
baginya. Tetapi, laju degradasi hutan TNGL mengancam keberadaan satwa
didalam kawasan TNGL. Bukan hanya orangutan saja spesies utama di TNGL,
terdapat juga banyak spesies khas dikawasan hutan TNGL baik hewan maupun
tumbuhan. Pada kawasan TNGL hal yang tidak dapat dihindarkan adalah konflik

Universitas Sumatera Utara


3

manusia dengan orangutan dikarenakan terjadi tumpang tindih kebutuhan, namun
dalam hal ini seharusnya manusia lebih peka terhadap keadaan kawasan TNGL.
Konflik yang terjadi cenderung menimbulkan sikap negatif manusia
terhadap orangutan, yaitu berkurangnya apresiasi/penghargaan manusia terhadap
orangutan serta mengakibatkan efek-efek merusak (detrimental) terhadap upaya
konservasi. Konversi hutan alam jika dilakukan tanpa mengindahkan keterkaitan
ekosistem dan fungsi lingkungan, dapat menimbulkan dampak berupa: 1)
hilangnya hutan yang bernilai konservasi tinggi; 2) kerusakan fungsi
ekologis/lingkungan yang melekat pada ekosistem hutan tersebut; 3) kebakaran
hutan; 4) kepunahan keanekaragaman hayati (antara lain berbagai jenis kayu
endemik atau khas hanya ada di suatu daerah, produk hutan non kayu, termasuk
berbagai jenis satwa langka); dan 5) konflik antara manusia dengan satwa (salah
satunya adalah orangutan). Kerugian yang umum terjadi akibat konflik
diantaranya seperti rusaknya tanaman pertanian atau perkebunan. Di sisi lain tidak
jarang orangutan yang berkonflik mengalami kematian akibat berbagai tindakan
penanggulangan konflik yang tidak bertanggung jawab. Konflik yang terjadi
seharusnya mendorong semua pihak terkait harus lebih bijaksana dalam

memahami

kehidupan

orangutan

sehingga

tindakan

penanganan

dan

pencegahannya dapat lebih optimal dan berdasarkan akar permasalahan konflik
tersebut (FORINA, 2014).
Konflik antara manusia dan orangutan terjadi karena adanya kompetisi
untuk sumber daya alam yang terbatas. Sebagian dari masyarakat masih
beranggapan, bahwa orangutan “hanyalah binatang” yang derajatnya lebih rendah
daripada manusia sehingga hak dan kebutuhannya untuk hidup sering tidak


Universitas Sumatera Utara

4

dipertimbangkan. Ketika kebutuhan manusia akan lahan, sumber daya alam,
kekayaan dan kesajahteraan meningkat, ancaman bagi keberadaan dan
keberlangsungan hidup orangutan juga meningkat (Yuwono dkk, 2007).
Konflik antara manusia dengan orangutan akan terus terjadi jika upaya
penyelamatan antar keduanya kurang diperhatikan. Mitigasi konflik orangutan
adalah salah satu upaya penanggulangan yang harus benar-benar diterapkan pada
koridor orangutan. Pengawasan terhadap upaya tersebut juga harus benar-benar
dijalankan, karena mitigasi konflik orangutan bukan hanya terkait satu aspek
kepentingan melainkan banyak aspek yang harus diperhatikan yakni hutan,
orangutan, dan manusia. Ketiga aspek tersebut sangat bermanfaat antara satu
dengan

yang

lainnya


jika

benar-benar

diperhatikan

pihak-pihak

yang

berkepentingan. Konflik orangutan merupakan suatu permasalahan yang serius
harus diperhatikan. Apabila ketiganya tidak diatasi secara seimbang, maka
kerugian akan diterima dari masing-masing aspek tersebut, sehingga perlunya
keseriusan dalam menangani konflik orangutan.
Analisis spasial adalah suatu teknik atau proses melibatkan sejumlah
hitungan & evaluasi logika (matematis), dilakukan untuk mencari atau
menemukan hubungan (relationships) atau pola di antara unsur geografis.
Sehingga dalam penelitian ini perlu dikaji dalam aspek analisis spasialnya untuk
memetakan lokasi terjadinya konflik orangutan. Terjadinya konflik antara

orangutan dengan masyarakat di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Leuser
dikarenakan adanya hubungan antara orangutan dengan masyarakat dimana
habitat orangutan telah dikonversi menjadi lahan pertanian, karena dari salah satu
aspek masih belum terselamatkan. Biasanya orangutan masuk ke lahan

Universitas Sumatera Utara

5

masyarakat pada saat musim buah yang sangat disukai oleh orangutan. Dengan
demikian masyarakat di sekitar TNGL merasa dirugikan, adapun dari kerugian
yang dirasakan masyarakat akan menjadi pengkajian pada penelitian ini. Sistem
Informasi Geografis digunakan dalam penelitian ini membantu mendapatkan
informasi secara nyata. Diharapkan pada penelitian ini akan mendapatkan
jawaban tentang kerugian ekonomi yang dirasakan masyarakat akibat adanya
konflik antar manusia dengan Orangutan Sumatera (Pongo abelii), dapat
menyelesaikan permasalahan konflik, serta memberikan solusi terbaik terhadap
mitigasi konflik Orangutan Sumatera (Pongo abelii) dengan masyarakat di sekitar
Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).
Perumusan Masalah

1. Bagaimana sebaran lokasi konflik Orangutan Sumatera (Pongo abelii) dengan
masyarakat pada tempat yang terbaru mengalami konflik di sekitar kawasan
Taman Nasional Gunung Leuser ?
2. Bagaimana menganalisis dan membandingkan kerugian ekonomi terhadap
konflik antara Orangutan Sumatera (Pongo abelii) dengan masyarakat pada
tempat yang terbaru mengalami konflik, dan tempat yang sudah pernah
dilakukan upaya penanggulangan konflik sampai selesai di sekitar kawasan
Taman Nasional Gunung Leuser ?
3. Apa bentuk upaya penanggulangan konflik antara Orangutan Sumatera
(Pongo abelii) dengan masyarakat di desa sekitar kawasan Taman Nasional
Gunung Leuser ?

Universitas Sumatera Utara

6

Tujuan Penelitian
1. Mengetahui lokasi terjadinya konflik Orangutan Sumatera (Pongo abelii)

dengan masyarakat pada tempat yang terbaru mengalami konflik di Desa

Ujung Padang di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Leuser;
2. Menganalisis dan membandingkan total kerugian ekonomi masyarakat di

sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Leuser pada tempat yang terbaru
mengalami konflik di Desa Ujung Padang, dan tempat yang sudah pernah
dilakukan upaya penanggulangan konflik sampai selesai di Desa Sei Serdang;
3. Menghitung biaya pengeluaran mitigasi yang dikeluarkan oleh LSM,

pemerintah, dan masyarakat dalam upaya penanggulangan konflik Orangutan
Sumatera (Pongo abelii);
Manfaat Penelitian
1. Sebagai sumber informasi mengenai penilaian mitigasi serta kerugian yang

dirasakan masyarakat akibat konflik antara manusia dengan Orangutan
Sumatera

(Pongo

abelii)


sehingga

dapat

dijadikan

sebagai

bahan

pertimbangan dalam upaya penanggulan konflik antara manusia dengan
Orangutan Sumatera (Pong abelii).
2. Solusi terbaik dalam menangani mitigasi konflik orangutan dan sebagai bahan

refrensi untuk penelitian sejenis analisis kerugian ekonomi terhadap konflik
manusia dengan Orangutan Sumatera (Pongo abelii).

Universitas Sumatera Utara