2010_PHLN Pinjaman Hibah Luar Negeri dalam disparitas Pembangunan Kesehatan

Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

KATA PENGANTAR
untuk
Upaya
mencapai
sasaran
program prioritas yang telah ditetapkan dalam
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan
2010-2014 perlu didukung dengan kecukupan
sumber daya, baik melalui APBN maupun
melalui dana pinjaman dan hibah luar negeri
(PHLN).
Selama

ini,

Kementerian


Kesehatan

telah melakukan kerja sama dengan berbagai
mitra,

baik

bilateral,

multi-lateral,

regional

serta dengan internasional NGO. Kerja sama dengan berbagai mitra luar
negeri ini memang dirasakan perlu, namun harus ditata dengan baik serta
harus diarahkan sesuai dengan permasalahan dan prioritas pembangunan
kesehatan. Saat ini PHLN yang ada belum dikelola dengan baik, sehingga
terdapat kesulitan untuk mengalokasikan dan menentukan kerja sama
dengan mitra yang baru. Hal ini dikarenakan belum adanya peta yang

menggambarkan sebaran mitra luar negeri secara program prioritas
maupun wilayah provinsi.
Dalam melaksanakan kerja sama dengan mitra luar negeri, kita
harus bisa memposisikan diri sebagai mitra sejajar. Dengan demikian tidak
ada lagi istilah "donor", karena apabila ada donor, maka akan ada pihak
yang menjadi "recipient".

M ENTERI KE SEHATAN
セ ep
ub
lik@
IN!101-IESIA

Bangsa Indonesia sudah saatnya untuk berdiri sejajar dengan
mitra-mitra kerja sama luar negeri. Dengan kesejajaran terse but, maka
tidak akan ada lagi istilah "donors driven ". Apabila pihak luar negeri benarbenar akan bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia, maka harus
menyesuaikan dengan kebutuhan, permasalahan, serta diarahkan pada
program-program prioritas yang telah ditetapkan. Dengan demikian pada
akhir tahun 2014, sasaran pembangunan kesehatan serta target MDGs
dapat dicapai .

Saya menyambut baik buku ini, dengan harapan buku ini dapat
dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam pengalokasian segenap
sumber daya yang ada agar lebih efektif dan efisien. Pada kesempatan ini
pula saya ucapkan terima kasih kepada para penyusun buku ini, serta
semua pihak yang telah memberikan kontribusi, sehingga buku ini bisa
diselesaikan.

Menteri Kesehatan, セ@

Dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DR.PH

BAllAH lSI
Kala Penganlar ......................................................................................... iii
Daftar lsi .................................................................................................... v
Pendahuluan ......... ................................................................... .................. 3

Tujuan ............. .. ........................................................................................ 9
Permasalahan ................. ..................... .. ...................... ............................. 10
Ruang Lingkup dan Pengertian ............................................................... 15
Peta Kerjasama Luar Negeri ............................. ....................................... 21

a. Pinjaman Luar Negeri ..... .... .......... ........ ... .... ..... ... ... .... ....... ............. 21
b. Hibah Luar Negeri ... ...... ............ ..... .................... ...... .... ...... ............ 23

Peta Daerah Menurut IPKM ..................................................................... 24
Peta Menurut Alokasi Anggaran Daerah untuk Kesehatan .................. 28
Peta Menurut Indeks Fiskal dan Kemiskinan Daerah ........................... 29
Peta Kerjasama PHLN Menurut Wilayah ................................................ 30
Peta Menurut Program Kesehatan Prioritas ................................ .......... 32
Peta Kerjasama Menurut Sasaran MDGs ............................................... 34
Jadwal Kerjasama ....................................................................................41
Kesimpulan dan Saran ............................................................................. 59
Penutup ..................................................................................................... 61
Daftar Gambar & Tabel .. ............... ... .. .. ....................................... ............... 65
Glossary ..... .................................. ......... ....... ..... ... .. .............. ...... ................ 66
Lampiran
a.

Tabel ............................... ..... ........................ ... ................... ....... .... 71

b.


Peraturan Menteri Keuangan No. 1681PMK.0712009 ...... .. .......... .. 79

c.

Peraturan Menteri Keuangan No. 611PMK.0712010 .... ............ .... 97

Pendahuluan
Hasil pembangunan kesehatan nasional memang telah mengalami
perbaikan pad a berbagai indikator dampak kesehatan, seperti peningkatan
umur harapan hidup, penurunan angka kematian ibu karena proses
maternal, penurunan angka kematian bayi, dan angka kematian balita, serta
penurunan prevalensi kekurangan gizi pada anak balita. Namun di balik itu
semua, masih ada permasalahan kesehatan yang cukup be rat, yakni
adanya disparitas derajat kesehatan yang sudah berlangsung lama, dan
sampai saat ini belum tertangani, bahkan ada kecenderungan akan
semakin melebar pad a berbagai kelompok penduduk. Disparitas dimaksud
mencakup disparitas antarwilayah, antartempat-tinggal, antarjender, serta
antartingkat-sosial-ekonomi .
Bila dilihat dari disparitas status kesehatan, beberapa indikator

menunjukkan bahwa angka kematian bayi dan angka kematian balita pad a
golongan termiskin hampir em pat kali lebih tinggi dari golongan terkaya.
Disamping itu, angka kematian bayi dan angka kematian ibu melahirkan
lebih tinggi di daerah perdesaan, dan di kawasan timur

Indonesia, serta

pada penduduk dengan tingkat pendidikan rendah. Persentase anak balita
yang berstatus gizi kurang dan buruk di daerah perdesaan lebih tinggi
dibandingkan daerah perkotaan.

Pertolongan

persalinan oleh tenaga

kesehatan terlatih dan cakupan imunisasi pada golongan miskin lebih
rendah dibanding dengan golongan kaya.
Meskipun permasalahan kesehatan di dalam negeri masih belum
memuaskan,


namun

permasalahan

Indonesia

sebagai

anggota

dari

masyarakat dunia juga perlu diperhatikan, karena dampak dari kondisi

global juga akan berpengaruh terhadap pembangunan kesehatan di
Indonesia.
Di dalam era globalisasi ini, Indonesia dihadapkan pada berbagai
tantangan sekaligus peluang. Tantangan global tersebut antara lain adalah :
dengan diterapkannya perdagangan bebas. Pengaruh globalisasi dan
liberalisasi perdagangan melalui kesepakatan General Agreement on Trade

in Service (GATS) dan Trade-Related Aspects of Intellectual Property
Rights (TRIPS), dimulainya pasar bebas ASEAN pad a tahun 2003 serta
pasar bebas Asia Pasific pada tahun 2020. Peranan modal asing dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sa kit, masuknya tenaga
kesehatan asing , serta banyaknya masyarakat Indonesia yang berobat ke
luar negeri, karena kurang puas dengan pelayanan kesehatan di Indonesia.
Selain itu , pencapaian sasaran Millennium Development Goals (MDGs)
sebagai kesepakatan global, dimana banyak negara masih jauh tertinggal,
termasuk Indonesia. Oleh karena itu, kebijakan kesehatan global harus
diperhatikan secara serius. Hal ini telah jelas ditegaskan dalam Sistem
Kesehatan Nasional (SKN, 2009), dengan kalimat sebagai berikut "...Para
pelaku SKN juga wajib mencermati dan memanfaatkan setiap kesempatan
yang ada di dunia internasional guna memperkuat SKN. Dana internasiona/
yang tersedia yang tidak mengikat dan dapat secara sinergis meningkatkan
kinerja SKN perlu dimanfaatkan dengan baik. Sebaliknya, setiap intervensi
internasional yang da/am jangka pendek atau jangka panjang yang dapat
merugikan SKN wajib dicegah oleh setiap pemangku kepentingan".
Oleh karena itu , permasalahan dalam negeri yang sangat kompleks
serta permasalahan global yang dapat berdampak pad a pembangunan ,
sudah saatnya untuk disusun pemetaan alokasi sumberdaya, khususnya

sumberdaya pinjaman dan hibah luar negeri (PHLI'J), agar para pengambil

keputusan dapat menetapkan alokasi sumberdaya yang terbatas ini dengan
lebih efektif dan efisien .
Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, adanya PHLN
sangat diharapkan. Karena dengan sumberdaya yang dimiliki sendiri.
Indonesia belum mampu mencukupi kebutuhan untuk memenuhi segenap
upaya pembangunan kesehatan. Selain itu karena Indonesia merupakan
anggota dari masyarakat dunia, juga tidak mungkin terlepas dari pergaulan
dan kerjasama internasional. Disamping itu, dengan adanya dunia yang
hampir tidak berbatas ini (borderless) , antar negara satu dengan lainnya
yang saling mempengaruhi, untuk itu kerjasama dengan luar negeri ini
sangat diperlukan . Namun alokasi dan pendayagunaannya perlu ditata
dengan baik, agar selaras dengan jalannya pembangunan kesehatan di
Indonesia.
Permasalahan PHLN saat ini dirasakan belum terorganisir dengan
baik, salah satunya adalah belum pernah dilakukannya pemetaan PHLN,
sehingga bila ada tawaran kerjasama dari pihak luar, maka belum bisa
mengarahkan kerjasama tersebut dalam bidang apa dan ke wilayah mana.
Selain itu belum ada dokumentasi yang baik untuk pembelajaran dan

pengalaman yang diperoleh dari kerjasama yang sudah berlangsung,
sehingga ada kemungkinan kegagalan bisa dilakukan berkali-kali , ataupun
sebaliknya, kesuksesan tidak bisa direplikasi lebih luas.
Untuk itu melalui buku ini dicoba untuk merintis pemetaan PHLN
yang ada, dengan harapan semoga melalui buku ini dapat memberikan
gambaran PHLN yang ada, sehingga dapat membantu pimpinan untuk
mengambil kebijakan dalam penetapan PHLN yang akan datang .

Tujuan
Umum:
Penyusunan buku ini adalah untuk memberikan gambaran tentang peta
mitra kerjasama luar negeri bidang kesehatan, sehingga dapat dijadikan
bahan pengambilan kebijakan pimpinan Kementerian Kesehatan dalam
rangka efektivitas pencapaian sasaran prioritas pembangunan kesehatan.

Khusus:
Teridentifikasinya mitra kerjasama luar negeri bidang kesehatan di
kementerian

kesehatan


melalui

kerjasama

bilateral,

multilateral,

Lembaga Mitra Kerja, Badan Dunia, Kerjasama Teknik Regional.
Diketahuinya sebaran mitra kerjasama luar negeri bidang kesehatan di
daerah .
Diketahuinya ruang lingkup kerja mitra kerjasama luar negeri bidang
kesehatan.
Diketahuinya fokus kegiatan dari masing-masing mitra kerja yang terkait
dengan indikator dan sasaran pembangunan kesehatan.

Permasalahan
Meskipun keberadaan PHLN ini mempunyai kontribusi yang cukup besar
dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan, dan kehadirannya juga
sang at diharapkan oleh para pelaku pembangunan kesehatan, namun
dalam perjalanannya ditemui berbagai permasalahan, antara lain:


Area kegiatan yang ditunjang dengan dana PHLN belum selaras
dengan program prioritas yang telah ditetapkan seperti pad a Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014 maupun Roadmap
Reformasi Kesehatan Masyarakat. Selain itu juga belum selaras
dengan sasaran MDGs bidang kesehatan yang harus dicapai pada
tahun 2015.



Wilayah kerja yang didukung melalui dana PHLN belum dialokasikan
pad a

wilayah-wilayah

bermasalah

kesehatan.

Dengan

demikian

terdapat wilayah yang diminati oleh banyak PHLN, dan ada wilayah
yang

kurang

diminati.

Saat

ini

dirasakan

alokasi

PHLN

hanya

berdasarkan kepentingan mitra kerjasama (donors driven).


Belum semua PHLN dapat diregistrasi dan dimasukkan dalam DIPA,
sehingga monitoring, evaluasi, dan pengawasannya cukup sulit. Selain
itu juga dimungkinkan adanya duplikasi pendanaan.



Belum berjalannya sistem akuntansi dana hibah (SIKUBAH), sehingga
pemanfaatan dana hibah belum sepenuhnya akuntabel.



Belum adanya pemetaan PHLN secara berkala, dengan demikian
perencanaan

PHLN

(susta in ability)

pelaksanaan

prioritas.

belum

optimal,
kegiatan

sehingga
projek

belum

kesinambungan
mendapatkan



Pelaksanaan PHLN di daerah terkadang hanya dilaksanakan di satu
atau

dua

kabupaten/kota,

namun

dalam

pelaporan

sudah

mengatasnamakan provinsi , padahal variasi antar kabupaten/kota
dalam satu provinsi , sangat lebar.


Munculnya rasa curiga antara mitra kerja dengan para pelaksana di
lapangan. Ditemukan dari lapangan , bahwa dalam beberapa kegiatan,
para pelaksana hanya bertugas untuk membuat surat undangan dan
kemudian mengedarkannya , sedangkan pemegang keuangan ada pada
mitra kerja . Dengan demikian, pihak Pemerintah baik Pusat ataupun
Daerah, hanya dijadikan sebagai "kantor pos" belaka .



Kapasitas petugas yang masih kurang dalam melaksanakan negosiasi
serta menyiapkan dokumen kerja sama dengan mitra internasional.
Sehingga penyusunan dokumen usulan rencana PHLN belum optimal.
Padahal

untuk

mengajukan

perencanaan

kerjasama

diperlukan

dokumen perencanaan yang berkualitas.


Koordinasi

dan

kerjasama

antara

unit

perencana

dengan

unit

pelaksana, serta antara pusat dan daerah masih belum optimal.
Sehingga menyulitkan dalam monitoring dan evaluasi pelaksanaan .


Saat ini telah dibentuk unit baru yang menangani hubungan dan
kerjasama luar negeri, namun belum disusun

mekanisme

dan

tata hubungan kerja, sehingga dalam perancanaan , pelaksanaan, dan
monitoring evaluasi PHLN masih belum optimal.


Khusus untuk pinjaman luar negeri, pengelolaan kegiatan belum
optimal, salah satu sebab adalah permasalahan administrasi projek
(seperti kelengkapan staf projek),

sehingga menghambat pelaksanaan

projek. Selain itu, dukungan dana pendamping serta koordinasi dengan

berbagai pihak terkait sering masih belum lancar, dengan demikian
semakin menghambat pelaksanaan projek pinjaman luar negeri.


Dokumentasi PHLN belum tertata dengan baik, sehingga hasil-hasil
positif yang telah dicapai tidak bisa direplikasikan ke daerah lain atau
direplikasikan untuk program lain. Bahkan terkadang apabila ada PHLN
yang baru masuk , harus mulai dari awal lagi, yang seharusnya bisa
menggunakan hasil positif dari PHLN terdahulu.

Huang lingkup dan pengerfian
Ruang lingkup penulisan buku ini adalah mengenai kerjasama baik
dalam bentuk pinjaman maupun hibah luar negeri. Buku ini memberikan
informasi tentang peta mitra kerjasama yang dikaitkan dengan program
prioritas pembangunan kesehatan, indikator pembangunan kesehatan,
sasaran pembangunan kesehatan dan sebaran mitra kerjasama di daerah.
Pemetaan ini mencakup dana pinjaman dan hibah luar negeri, serta
mitra international non-goverment organization (I-NGO) yang bermitra
dengan pusat. Sedangkan berbagai I-NGO yang bermitra dengan daerah,
pada kesempatan ini belum dibahas dalam buku ini. Hal ini dikarenakan 1NGO sangat luas tersebar di seluruh pelosok Indonesia, dan untuk
memantaunya

diperlukan

waktu

dan

sumberdaya

yang

besar,

dan

perangkat pendukung yang lebih rinci.
Hubungan kerjasama luar negeri dapat dikelompokkan sebagai
berikut: (a) Kerjasama bilateral adalah kerjasama yang dilakukan oleh
Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah negara lain. Sebagai contoh,
Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Jepang, Pemerintah Indonesia
dengan Pemerintah Malaysia . Kerjasama ini bersifat Government to
Government (G to G). Saat ini Indonesia telah menjalin kerjasama bilateral
dengan 162 negara; (b) Kerjasama multilateral adalah kerjasama antara
Pemerintah Indonesia dengan lembaga multilateral (kumpulan negaranegara) . Kerjasama ini merupakan sikap Pemerintah Indonesia terhadap
pemantapan

politik

internasional ,

dan

luar

negeri

penegasan

Indonesia,
komitmen

peningkatan
terhadap

kerjasama

aturan/hukum

internasional. Yang termasuk dalam kerjasama multilateral antara lain
Organisasi Konferensi Islam (OKI) , World Trade Organization (WTO), World

Health Organization (WHO), dan organisasi lain dibawah PBB (United
Nation/UN). Adapun lembaga teknis kerjasama multilateral diantaranya
Asian Development Bank (ADB), Islamic Development Bank (lOB), World
Bank (WB), Global Alliance for Vaccines and Immunisation (GAVI) dan lain
sebagainya; (c) Kerjasama regional adalah kerjasama antara Pemerintah
Indonesia

dengan

negara-negara

di

dunia

internasional

dalam

seri

lingkaran konsentris yang terdiri dari: Lingkaran pertama adalah Association
of South East Asia Nations (ASEAN), Lingkaran kedua adalah ASEAN + 3
(Jepang,

China,

dan

Korea

Selatan),

dan

Lingkaran

ketiga

adalah

kerjasama dengan like-minded developing countries. Selain itu Indonesia
juga menggalang kerjasama dengan Uni Eropa dan Amerika Serikat yang
merupakan parner utama ekonomi Indonesia. Yang termasuk kerjasama
regional antara lain ASEAN, Asia Pacific Economis Cooperation (APEC),
Asia-Europe

Meeting

(ASEM),

Brunei-Indonesia-Malaysia-Singapore

(BIMS), Brunei-Indonesia-Malaysia-Philipina East Asia Growth Area (BIMPEAGA), dan lain sebagainya.
Kerjasama yang terjalin dengan dunia internasional pada
prinsipnya ada dua bentuk adalah technical cooperation dan financial
cooperation.

Technical

asisstance, yaitu
penyediaan

cooperation

kerjasama yang

konsultan

dan

manifestasinya
berbentuk

peningkatan

adalah

bantuan

kapasitas

teknis

technical
seperti

SDM . Sedangkan

financial cooperation akhirnya bermuara pad a project asisstance yang
umumnya terdiri dari kegiatan pengadaan, pembangunan, pelatihan dan
lain sebagainya. Baik technical cooperation maupun financial cooperation
akan bermuara pada pendanaan yang tertuang dalam dokumen PHLN .
Untuk mendapatkan data mengenai jumlah besaran dana yang berasal dari
technical asisstance tidaklah mudah, sehingga dalam penulisan buku ini
lebih ditekankan pada jumlah mitra dan wilayah kerjasamanya.

Selain itu, banyak PHLN yang saat ini sedang berlangsung (ongoing) sebagai wilayah kerjanya adalah kabupaten/kota. Sudah barang

tentu tidak bisa digambarkan dalam seluruh provinsi. Kelemahan penulisan
buku ini adalah pemetaan dilakukan untuk wilayah provinsi.
Untuk lebih jelasnya, maka bentuk kerjasama luar negeri tersebut
dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut.

DIAGRAM PINJAMAN DAN HIBAH LUAR

MITRA

BENTUK

TECHNICAL
COOPERATION

FINANCIAL
COOPERATION

KARAKTERISTIK
KEGIATAN

KATEGORI
PENDANAAN

Pusat KLN, Kemkes 2010

Sumber: Dit KGM

Peta Kerjasama luar n・セイャ@
Sentuk kerjasama luar negeri dapat dibedakan dalam dua hal , yak ni (a)
pinjaman luar negeri ; dan (b) Hibah luar negeri.

A.

PINJAMAN LUAR NEGERI

1.

Ditjen Bma Pelayanan Medik (Rumah Sa kit Umum Pemerin tah dan
Rumah Sakit Umum Daerah)
Dana pinjaman luar negeri yang ada pada
Pelayanan Medik pad a umumnya

Ditjen

Sina

melalui pengadaan investasi di

bidang peralatan medis , peralatan non-medis dan peningkatan sumber
daya manusia untuk Rumah Sakit Pemerintah dan Rumah Sakit
Daerah . Penggunaan dana pinjaman luar negeri terse but umumnya
untuk pengadaan peralatan medis dan peralatan non-medis Rumah
Sakit yang sampai saat ini belum dapat diproduksi di dalam negeri dan
harus di import dari luar negeri.
Serbagai

kegiatan

program

yang

memanfaatkan

pinjaman luar negeri antara lain adalah untuk:

a.
b.
c.
d.

Improvement of M. Hoesin Palembang
Improvement of dr. Wahidin Soedirohusodo Hospital
Strengthening of 4 Teaching Hospital
Upgrading H. Adam Malik Hospital, Medan
e. Upgrading Prof. Or. Kandou, Manado
f. Persiapan Projek Strengthening of Teaching Hospital

dana

2.

Ditjen Bma Kesehatan Masyarakat
Dana pinjaman luar negeri yang ada di Ditjen Binakesmas
diperuntukkan bagi mendukung program upaya kesehatan masyarakat
dalam

rangka

pelayanan

meningkatkan

kesehatan

melalui

jumlah,

pemerataan ,

dan

kualitas

Puskesmas dan jaringannya yang

meliputi Puskesmas Pembantu , Puskesmas Keliling dan Bidan di
Desa. Penggunaan dana pinjaman luar negeri dalam program ini
adalah untuk meningkatkan kinerja program dan investasi dalam
bentuk pengadaan peralatan medis dan peralatan non-medis yang
utamanya belum dapat diproduksi di dalam negeri dan harus di import
dari luar negeri.
Dana pinjaman luar negeri juga merupakan salah satu sumber
pendanaan untuk mendukung program perbaikan gizi masyarakat
dalam rangka meningkatkan kesadaran gizi keluarga dalam upaya
meningkatkan status gizi masyarakat terutama pada ibu hamil, bayi,
dan balita serta usia produktif.
Berbagai

kegiatan

program

yang

memanfaatkan

dana

pinjaman luar negeri antara lain adalah untuk:
Second Decentralized Health Service
b. Nutrition Improvement through Community Empowerment (NICE)

a.

3

Dltjen Pen gendalian Penyakit dan Penyehatan Llngkungan
Dana pinjaman luar negeri merupakan salah satu sumber
pendanaan

untuk

mendukung

program

pemberantasan

penyakit

menular dalam rangka menurunkan angka kesakitan , kematian dan
kecacatan akibat penyakit menular dan tidak menular. Penggunaan
dana pinjaman luar negeri dalam program ini adalah utamanya untuk

meningkatkan

kinerja

program,

pemberdayaan

masyarakat,

peningkatan SDM.
Dana pinjaman luar negeri juga merupakan salah satu sumber
pendanaan

untuk mendukung program

mewujudkan

mutu

lingkungan

hidup

lingkungan

yang

lebih

sehat dalam
sehat

melalui

pengembangan sistem kesehatan kewilayahan untuk menggerakkan
pembangunan

berwawasan

kesehatan,

melalui

peningkatan

penggunaan jamban dan peningkatan lingkungan sehat di tempat tempat umum. 
Berbagai 

kegiatan 

program  yang 

memanfaatkan  dana 

pinjaman  luar negeri antara lain  adalah  untuk : 

a. 
b.
c. 
d.

Community Water Services & Health Project (CWSHP)
Water Supply and Sanitation for Low Income Community-2
(WSLlC-2)
Pamsimas (WSLlC3)
Integrated Citarum Water Resources Management Invesment
Program (ICWRMP)

Ada  3  (tiga)  hal  masalah  yang  sering  dihadapi  dalam  pengelolaan 
dana  pinjaman  adalah  : 
1.  Ketidakpastian  institusi  untuk  menyediakan  sarana  dan  prasarana 
penunjang. 
2.  Pengadaan  kontrak  pengadaan  barang  dan  jasa  terlambat  dalam 
persetujuan . 
3.   Ketidakmampuan  institusi  dalam  pengelolaan  lebih  lanjut  seperti 
penyediaan biaya operasional dan pemeliharaan . 

B.

HIBAH LUAR NEGERI
Dana  hibah  luar negeri, selama  10 tahun  telah  dimanfaatkan  untuk 

membiayai 

beberapa 

komponen 

kegiatan 

program 

pembangunan 

kesehatan ,  yang  dilaksanakan  di  berbagai  tingkat  ya itu  provinsi , 
kabupaten/kota  dan  pusat.  Berbagai kegiatan  program  yang  memanfaatkan 
dana  hibah  luar negeri  antara  lain  adalah  untuk: 

1. 

Ditjen  Pengendalian  Penyakit dan  Penyehatan Lingkungan  

Surveilans &  Response to Avian and Pandemic Influenza
Pilot Project Pengendalian Flu Burungdan kesiapsiagaan
menghadapi Pandemi Influenza
c.  UNDP's Capacity Development to the Global Fund's Pincipal
Recipient in Indonesia
d.  Field Epidemiology Training Program (FETP)
e.  KNCV TB CAP
f.  Rural Water Supply (ProAir)
g.  JAS (Jaringan Air dan Sanitasi)
h.  Water Supply and Sanitation for Low Income Community-2
i. 
Proyek Kerjasama Teknis Peningkatan Sistem Surveilans untuk
Avian Influenza
j. 
Community Water Services & Health Project (CWSHP)
k.  Intensified and Integrated Malaria Control Program in Sumatera
and Six Provinces of Eastern Indonesia
I. 
Intensified Malaria Control Program in Kalimantan and Sulawesi
Islands
m.  Indonesia HIVIAIDS Comprehensive Care
n.  Indonesia Response to HI V:  Government and Civil Society
Partnership in 12 Provinces
o.  Equitable quality DOTS for AI/Indonesia
p.  Consolidating Progress and Ensuring Quality DOTS for aI/
Indonesia
q.  Expanded Program Immunization
r. 
Leprosy Relief
a. 
b. 

2 .   Ditjen  Bina  Kesehatan  Masyarakat 

a.

Sector Programme Health (SPH)

b.

Pengembangan P4K

c.

Pengembangan Posyandu

d.

Maternal and Child Health

e.   Evaluation on vitamin A requirement in Indonesian woman

3.   Ditjen  Bina  Kefarmasian dan  Alat Kesehatan 
Up-Grade Software untuk mengukur indikator penggunaan obat
rasional
b. Bimbingan Teknis SAS pada 10 rumah Sakit Provinsi
c.   Revitalisasi Komite Nasional Farmasi dan Terapi
d. Pertemuan Teknis Penerapan DOEN 2008 pada RS Pemerintah
dan Swasta Se-Jabotabek
e.   Penyusunan Daftar obat UKS dan cara Penggunaannya bagi
siswa sekolah menengah
f.
Evaluasi Implementasi DOEN 2008 di Sarana Kesehatan
g.   Penyusunan Formularium Spesialistik IImu Penyakit Syaraf
h.
Peningkatan
pengetahuan
pada
masyarakat
tentang
penggunaanobat rasional
i.
TOT Dalam Pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian Untuk Penyakit
Tertentu Tahun 2010
j.
Advokasi Direktur Rumah sakit pelaksanaan Pusat pelayanan
kefarmasian untuk penyakit tertentu
k.
TOT Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
a.  

4.   Badan  Pemberdayaan  dan  Pengembangan  Sumber  Daya  Manusia 
Kesehatan 
a.  
b.  

Advocacy and Capacity Building
Fellowship and Training

Membangun jurusan Ortotik Prostetik terakreditasi internasional di
Poltekkes Jakarta I.
Membina kerjasama antara BPPSOMK dan AH dalam bidang
medis dan pendidikan pelatihan keperawatan, manajemen RS,
pengawasan kualitas dan pengembangan keahlian klinis dalam
pengendalian infeksi dalam rangka mengatasi kegawatdaruratan
akibat bencana.

c. 
d. 

Peta Daerah Menurut IPKM

Salah 

satu 

indikator  penting 

dalam 

menilai 

keberhasilan 

pembangunan  di  suatu  bangsa  adalah  Indeks  Pembangunan  Manusia 
(IPM).  IPM merupakan  penilaian  terhadap  unsur  ekonomi  (pendapatan  riil 
perkapita) ,  unsur  pendidikan  (angka  melek  huruf  dan  lama  sekolah),  dan 
unsur kesehatan  (umur harapan  hidup waktu  lahir).  Berdasarkan  data  tahun 
2009 ,  IPM  Indonesia  berada  pada  peringkat  111  dari  182  negara  yang 
dinilai,  dengan  nilai  IPM  berada  di  bawah  rata­rata  dunia ,  sehingga 
menempatkan  Indonesia  pada  kelompok  medium human development.
Khusus  untuk  Indonesia ,  NTB  merupakan  provinsi  dengan  nilai  IPM  paling 
rendah . 
Untuk  meningkatkan  IPM  perlu  dilakukan  intervensi  yang  tepat, 
yang  mencakup:  intervensi  pada  unsur  ekonomi,  pendidikan  dan 
kesehatan.  Intervensi  pada  unsur  ekonomi  dapat  dilakukan  melalui 
pertumbuhan  ekonomi  dan  pemerataan  serta  perluasan  lapangan  kerja . 
Intervensi  pada  unsur  pendidikan  dapat  dilakukan  melalui  wajib  belajar 
sembilan  tahun.  Namun  untuk unsur kesehatan , intervensi  harus dijabarkan 
melalui  indikator perantara dan  rumusan  program yang  nyata . 
Indeks  Pembangunan  Kesehatan  Masyarakat  (IPKM)  merupakan 
indikator  komposit  yang 

menggambarkan  kemajuan 

pembangunan 

kesehatan ,  dirumuskan  dari  data  kesehatan  berbasis  komunitas  yaitu:  1)  
Riskesdas  (Riset  Kesehatan  Dasar);  2)   Susenas  (Survei  Ekonomi 
Nasional);  dan  3)  Survei  Podes  (Potensi  Desa).  Adapun  tingkat  disparitas  
nilai  IPKM tersebut dapat dilihat peta  berikut ini .  

DISPARITAS INDEKS PEMBANGLINAN KESEHATAN
MASYARAKAT

T1r'll....t OIsparltlls IPKM 
_

rMdah «:)156',162)
5e 

Ul 

en


• 

5

セ@

Cl

Berdasarkan  data  dari  SDKI  tahun  2007,  angka  kematian  ibu  adalah 
228,  hal ini  sudah  mengalami  penurunan  bila  dibandingkan  dengan  data 
dari  SDKI  tahun  1991  dengan  angka  kematian  ibu  sebesar  390.  Meskipun 
demikian,  angka  tersebut  masih  dirasakan  tinggi,  dan  bahkan  bila 
dibandingkan dengan target nasional pada tahun 2014 adalah  118. 
Dengan  demikian  untuk  mencapai  target  nasional  sebesar  118 
diperlukan  upaya  yang  sangat  keras  dan  komprehensif.  Karena  apabila 
tidak,  penurunan  angka  kematian  ibu  adalah  satu­satunya  sasaran  MDGs 
yang dikhawatirkan untuk pencapaiannya. 

DIAGRAM PENYAKIT HIV/AIDS, TBC, DAN MALARIA TIAP PROVINSI
DAN ALOKASI PHLN UNTUK TIAP PENYAKIT

....,JA

CASE RAIEMAlAAlA

CASE RATE IBC

CASlRAT'E AJDS

­ 

l1li

"'-"...

.......  


""-"""
...IIT 

......

.... sa 

"""N. 
"""'" 
oi@

セャ

セ ᄋ og

y jイNkャr

X@

­ 

­ 

==
, - :..
t GB@

':;'TE.'tG

;::;-

セ@

• 

:::"
5.00

.  M ALARIA 

•  H IV/ A IDS 

.  TUBERCULOSIS 

Sumber: Unit Utama, 

1000

15.00

セoN

o@

25.00

30.00

Sasaran  MDGs  nomor  6  adalah  memerangi  penyakit  HIV/AIDS , 
TBC  dan  Malaria  (ATM).  Dalam  diagram  tersebut  disandingkan  antara 
ketiga  penyakit  terse but,  kemudian  dibandingkan  dengan  alokasi  PHLN 
untuk tiap  penyakit. 
PHLN  yang  dilokasikan  untuk  ketiga  penyakit  tersebut  semua 
bersumber  dari  dana  hibah  Global  Fund  (GF­ATM).  Penyakit  HIV/AIDS 
mendapatkan  700,5  milyar  rupiah  berlangsung  pada  tahun  2005­2014 , 
Penyakit  TBC  mendapatkan  960,1  milyar  rupiah  berlangsung  dari  tahun 
2006­2011,  dan  penyakit  Malaria  mendapatkan  9,7  milyar  rupiah 
berlangsung dari tahun  2008­2011 . 

Peta Case Rate A TM

lI.neal1 HQセI@
h