BAB 1 pendahuluan REVISI I.docx

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan kemajuan zaman, banyak sekali fenomena perkembangan zaman mengitari dunia, khusus nya Indonesia. Remaja Indonesia yang memiliki psikologis yang masih stabil cenderung akan merasa ingin menang sendiri. Banyak prilaku remaja yang simpang siur di sekitar masyarakat, baik yang berprilaku positif dan berperilaku negative.Salah satu prilaku negatif remaja Indonesia adalah Vandalisme.Vandalisme merupakan sebuah perilaku remaja yang dengan sengaja merusak lingkungan, perilaku tersebut seperti mencoret dinding sekolah, gedung-gedung kota untuk memberikan kesan seni yang dianggap remaja memiliki estetika, namun pada dasarnya perilaku mereka tersebut merupakan perilaku yang merusak tata kota.

Kim dan Bruchman ( 2005 ) mengungkapkan bahwa vandalisme adalah penodaan atau perusakan yang menarik perhatian, dan dilakukan sebagai ekspresi kemarahan, kreativitas dan keduanya. Pada intinya vandalisme dapat dilakukan dengan sengaja sebagai bentuk pengeluaran emosi yang dirasakan oleh si pelaku.Vandalisme cenderung memiliki akibat positif atau memperburuk keadaan tembok, gedung-gedung yang pada dasarnya tidak kotor. Ini menjadi keburukan tersendiri dan pelaku tidak akan pernah menanggung resiko tersebut. Biasanya, mereka yang melakukan vandalisme adalah mereka yang cenderung menganggap diri mereka keren dan gaul. Sebagai penunjang lebel yang ada dalam diri remaja tersebut mereka melakukan vandalisme demi menjaga eksistensi nya dikalangan atau kelompok remaja itu sendiri.Bahkan demi eksistensi mereka menuliskan sesuatu yang mereka jadikah “paham” untuk kelompok mereka sendiri.


(2)

Perilaku vandalisme juga terjadi di Kota Palembang, mengingat Palembang termasuk dalam kota metropolitan dan memiliki fasilitas tata kota yang baik. Ini akan menjadi suatu yang hal mudah untu k mereka sendiri mengekspresikan keinginan mereka, apalagi demi eksistensi mereka di dunia maya seperti facebook, BBM, instagram agar mereka lebih terlihat gayadibanding teman-teman mereka. Mengingat, media sosial yang dahulunya hanyalah sebagai kebutuhan tersier dan sekarang berubah menjadi kebutuhan primer dan menganggap bahwa koneksi internet dan media sosial sebagai faktor penting dalam keseharian, khusus nya pada remaja dan pekerja kantor yang melibatkan kecanggihan teknologi.

Vandalisme menjadi simbol bahwasannya tingkat kesadaran masyarakat kurang baik dalam memelihara lingkungannya. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih banyaknya oknum masyarakat yang melakukan vandalisme, seperti mencoret-coret fasilitas umum. Selain itu, pemicu utama rendahnya tingkat kesadaran masyarakat ialah tuntutan kehidupan modern yang sedang marak saat ini. Sebab kebanyakan dari mereka yang menjadi pelaku vandalisme ialah remaja Kota Palembang seperi siswa SMA dan Mahasiswa. Seharusnya selaku penerus generasi masa depan mahasiswa dapat memberikan contoh yang baik dalam masyarakat. Bukan justru sebaliknya, merekalah yang menjadi aktor dalam penyimpangan tersebut.

Terdapat beberapa alasan ketertarikan dalam mengkaji masalah perilaku vandalisme yang terjadi di Kota Palembang saat ini. Pertama, pentingnya menjaga lingkungan alam sekitar guna menyeimbangkan ekosistem di dalamnya. Kedua, masih rendahnya kesadaran masyarakat terutama remaja di Kota Palembang dalam memelihara lingkungan. Hal ini, terkait semakin meningkatnya penguasaan teknologi informasi terutama media sosial. Bahkan dalam kalangan remaja madia sosial menjadi kebutuhan pokok yang sangat melekat dalam kehidupan sehari-hari.

Disini, adanya sebuah gerakan remaja berbasis sosial berhasil melihat perilaku sosial remaja Kota Palembang yang menyimpang seperti vandalisme, gerakan ini menamakan diri mereka Green Generation Palembang. Sebuah Gerakan yang peduli


(3)

pada keadaan ingkungan tata kota dan meneliti tentang eksistensi remaja Kota Palembang mengenai hal itu. dengan bangga nya kebanyakan remaja Kota Palembang meng-upload foto selfie mereka ke Instagram, Facebook dan media sosial lain guna agar tingkat eksistensi mereka lebih baik dari sebelumnya.

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia Eksistensi adalah keberadaan, kehadiran yang mengandung unsur bertahan. Sedangkan menurut Abidin Zaenal (2007:16) eksistensi adalah :

“Eksistensi adalah suatu proses yang dinamis, suatu, menjadi atau mengada. Ini sesuai dengan asal kata eksistensi itu sendiri, yakni exsistere, yang artinya keluar dari, melampaui atau mengatasi. Jadi eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti, melainkan lentur atau kenyal dan mengalami perkembangan atau sebaliknya kemunduran, tergantung pada kemampuan dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya”

Seharusnya, remaja tidaklah berada eksistensi yang akan merugikan banyak orang, melainkan mereka mampu bereksistensi di bidang pelajaran dan dapat membanggakan. Namun yang ada hanyalah sebaliknya, kebanyak remaja berprilaku seolah-olah mereka bisa lebih keren dengan eksis di media sosial tanpa memikirkan dampak yang terjadi. Ini lah yang menjadi tugas sekelompok penggerak untuk meminimalisir remaja yang berprilaku dan memiliki pemahaman vandal. seorang atau sekelompok penggerak seperti Green Generation berusaha melindungi kota agar tetap terlihat asri dan ramah lingkungan.

Green Generation memanfaatkan peran media sosial juga untuk menyemarakkan lingkungan hidup yang bersih dari remaja dan prilaku-prilaku menyimpangnya, seperti mencoret fasilitas kota ( gedung, jembatan dll ) menginjak-injak taman kota, membuang sampah sembarangan atau melakukan kegiatan mencoret pakaian demi eksistensi remaja itu sendiri.


(4)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang tersebut maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana bentuk perilaku vandalisme remaja Kota Palembang sebagai bentuk eksistensi dalam media sosial?

2. Bagaimana solusi dari prilaku vandalisme berdasarkan teori perilaku sosial?

1.3 Tujuan penelitian a. Secara Umum

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktek Penelitian Sosial. b. Secara Khusus

 Dalam penelitian ini penulis bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk prilaku vandalism remaja di Kota Palembang.

 Untuk mengetahui solusi dari prilaku vandalisme remaja di Kota Palembang.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Manfaat bersifat teoritis ( akademik )

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan sosiologi yang berkaitan dengan penyimpangan sosial remaja seperti prilaku vandalisme.


(5)

 Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan masukan dan sumbangan pemikiran yang berarti bagi praktisi dan akademisi dalam studi yang berkaitan dengan perilaku penyimpangan sosial seperti prilaku vandalisme

 Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi kepada masyarakat untuk mengetahui bagaimana solusi dari prilaku vandalisme remaja di Kota Palembang

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 STUDI TERDAHULU

2.1.1. PERILAKU VANDALISME PADA REMAJA DI KABUPATEN KULON PROGOVANDALISM BEHAVIOR OF ADOLESCENTS IN KULON PROGO


(6)

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk vandalisme dan faktor-faktor penyebab perilaku vandalisme pada remaja di Kabupaten Kulon Progo.Penelitian in imerupakan penelitian kualitatif dengan jenis studi kasus.Subjek dalam penelitian ini adalah 3 orang remaja yang berusia 15 hingga 18 tahun. Setting penelitian mengambil tempat di Kabupaten Kulon Progo. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah wawancara mendalam dan observasi.Uji keabsahan data dilakukan dengan menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi metode.Teknik analisis data yang digunakan yaitu terdiri dari reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian terhadap 3 remaja pelaku vandalismes menunjukkan bahwa bentuk-bentuk vandalisme yang dilakukan adalah: (1) ideological; (2)vindicate; (3) play; (4) malicious. Faktor-faktor penyebab perilaku vandalisme: (1) teman sebaya: merasa nyaman dengan teman-temannya membuat subjek mengikuti tindakan vandalisme temannya; (2) keluarga: a) kurangnya kasih sayang dan perhatian menyebabkan subjek melakukan vandalisme sebagai pelarian, b) kasih sayang berlebihan menyebabkan tindakan vandalisme subjek tidak pernah dilarang; (3) media masa: subjek melakukan vandalisme karena terpengaruh film dan video game; (4) lingkungan masyarakat: sikap acuh dari lingkungan masyarakat menyebabkan tindakan vandalisme subjek susah dihentikan.

2.1.2 Studi Hubungan Vandalisme dengan Setting Taman Lapangan Puputan Badung I Gusti Ngurah Made Agung Denpasar – Bali

Lapangan Puputan Badung I Gusti Ngurah Made Agung (Lapangan Puputan Badung) merupakan salah satu ruang tebuka hijau di Kota Denpasar yang memiliki nilai sejarah bagi masyarakatnya. Kawasan ini dibangun untuk memperingati perang pada tahun 1906 dan dikenal dengan nama Perang Puputan, saat ini Lapangan Puputan Badung difungsikan sebagai ruang rekreasi, interaksi sosial, sarana pendidikan, olahraga, upacara bendera pada hari - hari tertentu dan sarana berdoa


(7)

bersama bagi umat beragama. Pengunjung Lapangan Puputan Badung berasal dari berbagai kalangan, seiring dengan meningkatnya intensitas kunjungan maka akan muncul suatu masalah, salah satunya adalah vandalisme. Vandalisme adalah perusakan dengan sengaja terhadap benda – benda yang indah serta fasilitas umum.

Vandalisme yang umumnya terjadi dalam bentuk coret – coret, bentuk lainnya yaitu memotong pohon tanpa izin dan merusak tanaman (Soemarwoto, 2004). Salah cara untuk mengurangi masalah tersebut yaitu dibutuhkan perancangan dan pengelolaan setting yang tepat dalam suatu kawasan, agar tidak memberikan kesempatan bagi pengunjung untuk melakukan aktivitas vandalisme. Menurut Haryadi dan Setiawan (2010) setting suatu satuan lingkungan yang spesifik yang menunjukkan makna lingkungan untuk suatu kegiatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan aktivitas vandalisme dengan faktor lingkungan yang mempengaruhinya, mengetahui hubungan antara aktivitas vandalisme dengan masing-masing setting pada Lapangan Puputan Badung, mempelajari sistem pengelolaan yang tepat untuk mengurangi dan mengatasi aktivitas vandalisme yang terjadi.

2.1.3 EFESIENSI PENINDAKAN AKSI VANDALISME TERHADAP RUANG PUBLIK DI KOTA SURAKARTA

Graffiti sendiri dapat digolongkan dalam aksi vandalisme. Diane Schaefer memberikan pendapat terhadap graffiti yaitu graffiti researcherstypically use a broad definition for their topic. Graffiti as an inscription ordrawing made on a public surface (as a wall) (Diane Schaefer, 2004 :181).

Artinya peneliti grafiti mengkhususkan menggunakan definisi yang luas tentang grafiti.Grafiti sebagai sebuah persembahan karya atau melukiskan di atas sebuah permukaan dinding milik kepentingan umum. Vandalisme telah merujuk kepada tabiat seseorang yang membinasakanharta benda orang lain. Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tertulis, vandalisme ialah perbuatan merusak


(8)

dan menghancurkan hasil karya seni dan barang berharga lainnya (keindahan alam dan sebagainya).Menurut kamus Webster vandalism diberi makna willful or maliciousdestruction or defacement of thing of beauty or of public or private property.

Terjemahannya, Vandalisme adalah perusakan atau menjadikan jelek dengan sengaja terhadap benda-benda yang indah serta benda-benda yang menjadi fasilitas umum atau milik pribadi (http:lppkb.wordpress.com).Secara psikologis, gejala vandalisme sudah merambah luas pada masyarakat Indonesia disebabkan oleh ketegangan jiwa. Himpitan beban ekonomi yang kian berat, kecemasan menghadapi masa depan yang tidak menentu, dan kegusaran telah mendorong timbulnya tekanan kejiwaan, yang kadarnya dapat meningkat cepat hingga ke tingkat yang tidak terkendali. Akhirnya meledak dalam bentuk kemarahan, keberingasan, yang bisa menjurus kepada berbagai bentuk perbuatan destruktif yang meresahkan dan merugikan orang.

Mendefinisikan vandalisme itu sulit karena biasanya apa yang disebut sebagai vandalisme itu sendiri biasanya bergantung kepada bagaimana situasi peristiwa itu terjadi. Untuk menggolongkannya sebagai ekpresi dari agresi dan perusakan saja tidaklah cukup, karena vandalisme itu sendiri tidak bisa dibedakan bahkan dari tipe-tipe perilaku yang lain. Mungkin bisa lebih membantu dengan mulai memilah-milah apa saja yang bukan termasuk di dalam vandalisme. Sebagai contohnya, bila seseorang merusakkan sesuatu, entah disengaja atau tidak, dan kemudian mulai memperbaiki kerusakan tersebut, hal ini tidak dipandang sebagai suatu kegiatan vandalisme.

Aksi vandalisme dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Dorothy L. Taylor, etc yang menyatakan bahwa the result related to risk factors and socialdeviance suggest that the number of family risk factors was correlated withboth vandalism and major deviance (Dorothy L. Taylor etc, 1997 ; 84).Artinya, bahwa hasil korelasi yang didapatkan terhadap faktor-faktor yangmempengaruhi dalam


(9)

terjadinya penyimpangan sosial menunjukkan bahwa faktor terbesar yang mempengaruhi adalah dari keluarga dengan terjadinya vandalisme dan penyimpangan-penyimpangan pada umumnya. Dari sini dapat penulis jelaskan bahwa pendidikan dari keluarga sangat penting dalam membentuk karakter dan perilaku anak menjadi anak yang patuh dan taatterhadap peraturan dan nilai-nilai yang hidup di masyarakat sehingga jika seorang anak dari kecil yang sudah dididik dan diajari tentang norma-norma yang ada di masyarakat, maka tidak akan mungkin terjadi penyimpanganpenyimpangan seperti aksi vandalisme. Satpol PP sebagai aparatur pemerintah daerah yang menindak aksi vandalisme yang semakin kian meluas. Dari data dan pengamatan dari penulis di lapangan, gerak langkah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) memang tidak pernah luput dari perhatian publik, mengingat segala aktivitasnya denganmudah dan cepat diketahui melalui pemberitaan di media massa baik cetak maupun elektronik. Sayangnya, image yang terbentuk di benak masyarakat terhadap sepak terjang Satpol PP dalam menindak aksi vandalisme di Kota Surakarta sangat jauh dari sosok ideal, yang seharusnya menggambarkan aparatur pemerintah daerah yang dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi norma hukum, norma-norma sosial lainnya yang hidup dan berkembang di masyarakat.

2.2 KERANGKA PEMIKIRAN


(10)

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

3.1.1 Lokasi Penelitian 3.1.2 Jenis Penelitian 3.2 Strategi Penelitian 3.3 Peranan penelitian 3.4 Penentuan Informan 3.5 Teknik Pengumpulan Data 3.6 Teknik Analisis

3.7 Teknik Triangulasi 3.8 Jadwal kegiatan


(11)

(1)

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk vandalisme dan faktor-faktor penyebab perilaku vandalisme pada remaja di Kabupaten Kulon Progo.Penelitian in imerupakan penelitian kualitatif dengan jenis studi kasus.Subjek dalam penelitian ini adalah 3 orang remaja yang berusia 15 hingga 18 tahun. Setting penelitian mengambil tempat di Kabupaten Kulon Progo. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah wawancara mendalam dan observasi.Uji keabsahan data dilakukan dengan menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi metode.Teknik analisis data yang digunakan yaitu terdiri dari reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian terhadap 3 remaja pelaku vandalismes menunjukkan bahwa bentuk-bentuk vandalisme yang dilakukan adalah: (1) ideological; (2)vindicate; (3) play; (4) malicious. Faktor-faktor penyebab perilaku vandalisme: (1) teman sebaya: merasa nyaman dengan teman-temannya membuat subjek mengikuti tindakan vandalisme temannya; (2) keluarga: a) kurangnya kasih sayang dan perhatian menyebabkan subjek melakukan vandalisme sebagai pelarian, b) kasih sayang berlebihan menyebabkan tindakan vandalisme subjek tidak pernah dilarang; (3) media masa: subjek melakukan vandalisme karena terpengaruh film dan video game; (4) lingkungan masyarakat: sikap acuh dari lingkungan masyarakat menyebabkan tindakan vandalisme subjek susah dihentikan.

2.1.2 Studi Hubungan Vandalisme dengan Setting Taman Lapangan Puputan Badung I Gusti Ngurah Made Agung Denpasar – Bali

Lapangan Puputan Badung I Gusti Ngurah Made Agung (Lapangan Puputan Badung) merupakan salah satu ruang tebuka hijau di Kota Denpasar yang memiliki nilai sejarah bagi masyarakatnya. Kawasan ini dibangun untuk memperingati perang pada tahun 1906 dan dikenal dengan nama Perang Puputan, saat ini Lapangan Puputan Badung difungsikan sebagai ruang rekreasi, interaksi sosial, sarana pendidikan, olahraga, upacara bendera pada hari - hari tertentu dan sarana berdoa


(2)

bersama bagi umat beragama. Pengunjung Lapangan Puputan Badung berasal dari berbagai kalangan, seiring dengan meningkatnya intensitas kunjungan maka akan muncul suatu masalah, salah satunya adalah vandalisme. Vandalisme adalah perusakan dengan sengaja terhadap benda – benda yang indah serta fasilitas umum.

Vandalisme yang umumnya terjadi dalam bentuk coret – coret, bentuk lainnya yaitu memotong pohon tanpa izin dan merusak tanaman (Soemarwoto, 2004). Salah cara untuk mengurangi masalah tersebut yaitu dibutuhkan perancangan dan pengelolaan setting yang tepat dalam suatu kawasan, agar tidak memberikan kesempatan bagi pengunjung untuk melakukan aktivitas vandalisme. Menurut Haryadi dan Setiawan (2010) setting suatu satuan lingkungan yang spesifik yang menunjukkan makna lingkungan untuk suatu kegiatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan aktivitas vandalisme dengan faktor lingkungan yang mempengaruhinya, mengetahui hubungan antara aktivitas vandalisme dengan masing-masing setting pada Lapangan Puputan Badung, mempelajari sistem pengelolaan yang tepat untuk mengurangi dan mengatasi aktivitas vandalisme yang terjadi.

2.1.3 EFESIENSI PENINDAKAN AKSI VANDALISME TERHADAP RUANG PUBLIK DI KOTA SURAKARTA

Graffiti sendiri dapat digolongkan dalam aksi vandalisme. Diane Schaefer memberikan pendapat terhadap graffiti yaitu graffiti researcherstypically use a broad definition for their topic. Graffiti as an inscription ordrawing made on a public surface (as a wall) (Diane Schaefer, 2004 :181).

Artinya peneliti grafiti mengkhususkan menggunakan definisi yang luas tentang grafiti.Grafiti sebagai sebuah persembahan karya atau melukiskan di atas sebuah permukaan dinding milik kepentingan umum. Vandalisme telah merujuk kepada tabiat seseorang yang membinasakanharta benda orang lain. Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tertulis, vandalisme ialah perbuatan merusak


(3)

dan menghancurkan hasil karya seni dan barang berharga lainnya (keindahan alam dan sebagainya).Menurut kamus Webster vandalism diberi makna willful or maliciousdestruction or defacement of thing of beauty or of public or private property.

Terjemahannya, Vandalisme adalah perusakan atau menjadikan jelek dengan sengaja terhadap benda-benda yang indah serta benda-benda yang menjadi fasilitas umum atau milik pribadi (http:lppkb.wordpress.com).Secara psikologis, gejala vandalisme sudah merambah luas pada masyarakat Indonesia disebabkan oleh ketegangan jiwa. Himpitan beban ekonomi yang kian berat, kecemasan menghadapi masa depan yang tidak menentu, dan kegusaran telah mendorong timbulnya tekanan kejiwaan, yang kadarnya dapat meningkat cepat hingga ke tingkat yang tidak terkendali. Akhirnya meledak dalam bentuk kemarahan, keberingasan, yang bisa menjurus kepada berbagai bentuk perbuatan destruktif yang meresahkan dan merugikan orang.

Mendefinisikan vandalisme itu sulit karena biasanya apa yang disebut sebagai vandalisme itu sendiri biasanya bergantung kepada bagaimana situasi peristiwa itu terjadi. Untuk menggolongkannya sebagai ekpresi dari agresi dan perusakan saja tidaklah cukup, karena vandalisme itu sendiri tidak bisa dibedakan bahkan dari tipe-tipe perilaku yang lain. Mungkin bisa lebih membantu dengan mulai memilah-milah apa saja yang bukan termasuk di dalam vandalisme. Sebagai contohnya, bila seseorang merusakkan sesuatu, entah disengaja atau tidak, dan kemudian mulai memperbaiki kerusakan tersebut, hal ini tidak dipandang sebagai suatu kegiatan vandalisme.

Aksi vandalisme dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Dorothy L. Taylor, etc yang menyatakan bahwa the result related to risk factors and socialdeviance suggest that the number of family risk factors was correlated withboth vandalism and major deviance (Dorothy L. Taylor etc, 1997 ; 84).Artinya, bahwa hasil korelasi yang didapatkan terhadap faktor-faktor yangmempengaruhi dalam


(4)

terjadinya penyimpangan sosial menunjukkan bahwa faktor terbesar yang mempengaruhi adalah dari keluarga dengan terjadinya vandalisme dan penyimpangan-penyimpangan pada umumnya. Dari sini dapat penulis jelaskan bahwa pendidikan dari keluarga sangat penting dalam membentuk karakter dan perilaku anak menjadi anak yang patuh dan taatterhadap peraturan dan nilai-nilai yang hidup di masyarakat sehingga jika seorang anak dari kecil yang sudah dididik dan diajari tentang norma-norma yang ada di masyarakat, maka tidak akan mungkin terjadi penyimpanganpenyimpangan seperti aksi vandalisme. Satpol PP sebagai aparatur pemerintah daerah yang menindak aksi vandalisme yang semakin kian meluas. Dari data dan pengamatan dari penulis di lapangan, gerak langkah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) memang tidak pernah luput dari perhatian publik, mengingat segala aktivitasnya denganmudah dan cepat diketahui melalui pemberitaan di media massa baik cetak maupun elektronik. Sayangnya, image yang terbentuk di benak masyarakat terhadap sepak terjang Satpol PP dalam menindak aksi vandalisme di Kota Surakarta sangat jauh dari sosok ideal, yang seharusnya menggambarkan aparatur pemerintah daerah yang dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi norma hukum, norma-norma sosial lainnya yang hidup dan berkembang di masyarakat.

2.2 KERANGKA PEMIKIRAN


(5)

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

3.1.1 Lokasi Penelitian 3.1.2 Jenis Penelitian 3.2 Strategi Penelitian 3.3 Peranan penelitian 3.4 Penentuan Informan 3.5 Teknik Pengumpulan Data 3.6 Teknik Analisis

3.7 Teknik Triangulasi 3.8 Jadwal kegiatan


(6)