untuk jenis non makanan dari Tahun 2010-2014 sebesar Rp. 1.512.809,- sehingga dapat dikatakan bahwa pada Tahun 2010-2014 penduduk di Kabupaten Semarang
tahan pangan karena rata-rata pengeluaran untuk non pangan lebih besar dari pada pengeluaran pangan, sehingga dapat diketahui bahwa pangsa pengeluaran
pangannya tinggi. Hal ini sesuai dengan Hukum
working
1943 seperti dikutip oleh Pakpahan
et al.
1993 dalam Ariningsih dan Handewi 2008 menyatakan
bahwa pangsa pengeluaran pangan dan pengeluaran rumah tangga mempunyai hubungan yang negatif, begitu pula dengan ketahanan pangan dan pangsa
pengeluaran pangan mempunyai hubungan negatif juga. Artinya apabila suatu rumah tangga semakin besar pangsa pengeluaran pangan untuk pangan berarti
semakin rendah ketahanan panganya, begitu pula sebaliknya. Ariani dan Purwantini 2003 juga menyatakan bahwa ketahanan pangan rumah tangga dapat
diketahui dari proporsi pengeluaran pangan dan non pangannya, jika proporsi pengeluaran pangannya semakin tinggi maka tingkat kesejahteraan atau ketahanan
pangan rumah tangga semakin rendah atau rentan begitu pula sebaliknya.
4.2. Karakteristik Rumah Tangga Responden
Karakteristik rumah tangga responden merupakan gambaran umum
tentang keadaan dan latar belakang responden. Responden dalam penelitian ini adalah petani yang mengusahakan tanaman padi serta buruh tani di Desa
Dadapayam, Cukilan, Sukarejo Kecamatan Suruh. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 70 orang. Adapun karakteristik yang dikaji dalam penelitian
ini yaitu data-data identitas responden dan keluarga responden yang meliputi
umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga dan kepemilikan lahan. Karakteristik rumah tangga responden dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Karakteristik Rumah Tangga Responden di Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.
No. Uraian
Jumlah Persentase
----jiwa---- ----------
1. Umur tahun
a. Suami
- 20-40
15 21,74
- 41-60
48 69,57
- 61-70
6 8,70
b. Istri
- 20-40
22 31,43
- 41-60
47 67,14
- 61-70
1 1,43
2. Pendidikan
a. Suami
- Tidak Tamat SD
19 27,14
- SDSederajat
29 41,43
- SMPSederajat
14 20,00
- SMASederajat
7 10,00
- AkademiS1
1 1,43
b. Istri
- Tidak Tamat SD
14 20,00
- SDSederajat
34 48,57
- SMPSederajat
14 20,00
- SMASederajat
7 10,00
- AkademiS1
1 1,43
3. Jumlah Tanggungan Keluarga orang
- ≤2
19 27,14
- 3-4
37 52,86
- 5-6
14 20,00
4. Luas Kepemilikan Lahan
- 0,50 ha
46 65,71
- 0,50-1 ha
15 21,43
- ≥1 ha
9 12,86
Sumber : Data Primer Penelitian, 2016. Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa umur responden meliputi 20-
40 tahun sebanyak 15 atau 21,74 untuk suami dan 22 atau 31,43 untuk istri,
umur 41-60 sebanyak 48 atau 69,57 untuk suami dan 47 atau 67,14 untuk istri, umur 61-70 sebanyak 6 atau 8,70 untuk suami dan 1 atau 1,43 untuk
istri. Rata-rata umur kepala rumah tangga responden adalah 49 tahun sedangkan untuk umur istri rata-rata 46 tahun.
Umur sangat berpengaruh terhadap produktivitas atau daya kerja seseorang. Semakin bertambahnya umur seseorang maka produktivitas seseorang
akan meningkat, namun disisi lain juga akan mengalami penurunan setelah melewati masa produktif. Rata-rata umur responden baik kepala keluarga maupun
istri masih termasuk dalam kelompok umur produktif. Rumah tangga responden masih dapat mengerjakan pekerjaan bertaninya
dengan maksimal maupun pekerjaan sampingan lainnya karena tergolong dalam masa produktif sehingga pendapatan responden akan meningkat dan rumah tangga
responden akan semakin sejahtera. Harwati 2005 menyatakan bahwa pendapatan dipengaruhi oleh umur kepala rumah tangga yang mana semakin tua umur kepala
rumah tangga maka produktivitas dalam jam kerja akan semakin menurun, sehingga akan mempengaruhi pendapatan rumah tangga. Selain itu, umur juga
berpengaruh terhadap pemenuhan akan kebutuhan gizi. Setiap rumah tangga memiliki kebutuhan akan gizi yang berbeda-beda
tergantung dari usia, jumlah tanggungan keluarga maupun komposisi anggota rumah tangganya. Hal ini sesuai dengan pendapat Amaliyah dan Handayani
2011 yang menyatakan bahwa kebutuhan akan gizi individu adalah berbeda, umumnya semakin bertambahnya umur akan menuntut pemenuhan gizi yang
berbeda, oleh karena itu ketersediaan pangan rumah tangga juga berbeda,
tergantung pada usia, jumlah anggota rumah tangga dan bagaimana komposisi anggota rumah tangga tersebut.
Pendidikan merupakan tingkat pengetahuan petani yang didapat dari sekolah formal. Pendidikan umumnya akan mempengaruhi pola pikir petani
dalam menyikapi suatu masalah. Tingkat pendidikan kepala keluarga yang paling banyak adalah tamat SD sebanyak 29 orang atau 41,43. Demikian juga dengan
istri, tingkat pendidikan terbanyak juga tamat SD sebanyak 34 orang atau 48,57. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden masih
tergolong rendah, sehingga mempengaruhi cara berpikir dalam melakukan usahatani. Djiwandi 2002 menyatakan bahwa petani yang memiliki pendidikan
tinggi akan mulai menerapkan ilmunya dalam aktivitas bertaninya agar hasil dari pertaniannya meningkat. Rendahnya pendidikan responden petani dapat
dipengaruhi olah lingkungan sekitar, keterbatasan biaya dan belum adanya sarana dan prasarana yang memadai.
Selain tingkat pendidikan kepala rumah tangga yang rendah, tingkat pendidikan istri juga rendah, padahal seorang ibu selain merupakan modal utama
dalam menunjang ekonomi rumah tangga juga berperan dalam pola penyusunan makanan utuk rumah tangga. Arida
et al.
2015 menyatakan bahwa dalam hal ketahanan pangan, pendidikan berpengaruh pada konsumsi rumah tangga terutama
tingkat pendidikan ibu rumah tangga, karena ibu rumah tangga berperan dalam pengambilan keputusan konsumsi pangan rumah tangga. Oleh karena itu, semakin
tinggi tingkat pendidikan ibu rumah tangga, maka akan semakin tinggi pula
kemampuan dalam hal pengambilan keputusan konsumsi rumah tangga terutama untuk memenuhi kebutuhan gizi seluruh anggota keluarga.
Jumlah tanggungan keluarga responden merupakan satu atau lebih orang yang mendiami sebuah bangunan dan makan bersama dari satu dapur serta
menjadi tanggung jawab kepala keluarga. Pada Tabel 11, menunjukkan bahwa jumlah tanggungan keluarga meliputi jumlah tanggungan
≤2 sebanyak 19 orang atau 27,14, 3-4 sebanyak 37 orang atau 52,86 dan 5-6 sebanyak 14 orang atau
20,00. Rata-rata jumlah tanggungan keluarga responden sebanyak 3 orang. Umumnya, hanya terdiri dari kepala keluarga, istri dan satu orang anak.
Umumnya anak-anak petani yang telah dewasa tidak tinggal bersama dengan orang tuanya karena bekerja di luar daerah ataupun telah menikah. Berdasarkan
penelitian di Kabupaten Manokwari, Sianipar
et al.
2012 mendapatkan bahwa besarnya jumlah anggota rumah tangga akan berpengaruh terhadap konsumsi
pangan rumah tangga. Semakin banyak anggota keluarga maka konsumsi pangannya juga akan meningkat.
Luas kepemilikan lahan responden meliputi lahan 0,50 ha sebanyak 46 orang atau 65,71, lahan 0,50-1 ha sebanyak 15 orang atau 21,43 dan lahan
≥1 ha sebanyak 9 orang atau 12,86. Rata-rata lahan yang dikerjakan petani
responden merupakan lahan milik sendiri. Namun demikian ada dua responden yang status kepemilikan lahannya milik sendiri dan sewa. Rata-rata luas lahan
petani responden sebesar 0,44 ha. Luas lahan yang dikuasi oleh petani menggambarkan kemampuan modal finansial petani dalam melakukan usahatani.
Mubyarto 1995 menyatakan bahwa luas lahan menjamin jumlah atau hasil yang akan diperoleh petani, jika luas lahan meningkat maka pendapatan akan
meningkat begitu pula sebaliknuya sehingga hubungan luas lahan dan pendapatan petani merupakan hubungan yang positif. Luas lahan merupakan faktor produksi
yang paling penting dibandingkan faktor produksi lain karena balas jasa yang diterima oleh faktor produksi lahan lebih tinggi daripada faktor produksi lain
sehingga luas lahan dapat menecerminkan kesejahteraan petani.
4.3. Gambaran Umum Pengeluaran Pangan dan Non Pangan