Pembatasan dan Rumusan Masalah

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu memiliki 13 teknik konseling kelompok, yang salah satunya adalah teknik bermain peran. Berdasarkan kerangka teoretis dan analisis kontekstual permasalahan yang dihadapi oleh anak autis di sekolah dasar inklusif sebagaimana dipaparkan di atas, perumusan model konseling kelompok dengan teknik bermain peran memiliki kaitan konseptual-kontekstual dengan upaya ke arah pengembangan keterampilan sosial anak dengan High Functioning Autism di sekolah dasar inklusif.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Layanan pendidikan bagi anak autis di sekolah inklusif dihadapkan pada persoalan bagaimana guru mampu merencanakan dan melaksanakan layanan pendidikan yang mengintegrasikan interaksi anak autis dengan anak-anak reguler lainnya. Upaya untuk mengembangkan keterampilan sosial pada anak autis di sekolah inklusif memerlukan kecermatan dari guru untuk mendesain jenis layanan seperti apa yang relevan dengan karakteristik autisme dan target yang hendak dicapai dari tujuan layanan pembelajaran. Untuk mencapai tujuan pengembangan keterampilan sosial pada anak autis, guru harus menciptakan suasana kelompok yang memungkinkan anak autis dan anak-anak reguler lainnya untuk berinterkasi sosial, sehingga pada akhirnya keterampilan sosial pada anak autis dapat ditingkatkan. Namun demikian, tidak mudah bagi guru anak autis di sekolah inklusif untuk mengembangkan keterampilan sosial pada anak autis. Hal tersebut disebabkan bahwa pada umumnya sekolah inklusif dimana di dalamnya ada anak autis, belum memiliki guru pembimbing konselor, sehingga layanan- layanan pembelajaran yang berbasis pada pendekatan bimbingan dan konseling masih belum dilaksanakan secara terprogram. Hal lainnya yang menjadi persoalan terkait dengan layanan bimbingan dan konseling bagi anak autis di sekolah inklusif, adalah belum dipahaminya esensi, ekpektasi, dan prosedur penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling oleh warga sekolah. Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu Kenyataan ini mendorong intervensi bagi anak autis identik dengan intervensi psikologi, pedagogik, dan medis, sementara layanan bimbingan dan konseling belum banyak dilakukan di sekolah inklusif. Kenyataan ini memberikan landasan empirik-konseptual akan pentingnya merumuskan dan melaksanakan model konseling kelompok dengan teknik bermain peran untuk mengembangkan keterampilan sosial anak autis di sekolah dasar inklusif. Model konseling kelompok dalam penelitian ini berbasis pada pendekatan behavioral dengan teknik bermain peran dan hasil analisis empirik-kontekstual tentang perilaku anak autis di sekolah dasar inklusif. Mencermati sifat dari konseling kelompok, maka secara konseptual upaya ke arah mengembangkan keterampilan sosial pada anak autis, memiliki peluang untuk dilakukan. Selanjutnya penerapan konseling kelompok dengan teknik bermain peran memerlukan kemampuan dasar pada konseli dan anggota kelompok untuk memiliki minat untuk berinteraksi, dan memiliki kemampuan dasar dalam memahami perintah atau instruksi verbal. Sementara di sisi lainnya, permasalahan pada anak autis merentang dari yang ringan sampai ke permasalahan yang bersifat kompleks. Gejala autisme sebagai sebuah spektrum, merentang dari kategori low function menuju high function, dari kategori hyposensitive menuju hypersensitive. Mencermati persyaratan dasar dari penggunaan konseling kelompok dengan teknik bermain peran, maka subyek dari penelitian ini adalah anak dengan High Functioning Autism HFA. Kelle et al 2009: 1 mengemukakan bahwa High Functioning Autism HFA adalah kelompok anak autis yang memiliki kemampuan untuk memahami perintah komunikasi, baik secara verbal —meskipun terbatas dibandingkan dengan anak reguler lainnya--, maupun memahami komunikasi dengan menggunakan media bantuan. Selanjutnya HFA juga memiliki kemampuan untuk mengikuti pembelajaran bersama anak reguler di sekolah penyelenggara pendidikan inklusi. Pendapat ini memperkuat landasan konseptual untuk menentukan HFA sebagai subyek penelitian ini. Dilihat dari Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu luasnya setting penelitian yakni sekolah penyelenggara pendidikan inklusi yang ada di Kota Bandung, maka fokus penelitian ini dibatasi pada SDN Puteraco. Berangkat dari kondisi empirik-konseptual sebagaimana dipaparkan di atas, fokus penelitian ini adalah untuk merumuskan dan mengimplementasikan model konseling kelompok dengan teknik bermain peran yang efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial pada anak dengan High Functioning Autism di sekolah dasar inklusif Kota Bandung”.

C. Pertanyaan Penelitian