Studi Pola Konsumsi Pangan dan Status Gizi Masyarakat Areak di Daerah Dataran Tinggi dan Dataran Rendah Kabupaten Manokwari Irian Jaya

MARGARETA NOVERITA WIDIAMURTI.

Studi Pola Konsumsi Pangan dan

Status G~ziMasyarakat Arfak di Daerah Dataran Tinggi dan Dataran Rendah
Icabupaten Manokwari Irian Jaya (Di bawah bimbingan ALI WOMSAN, sebagai
ketua, M I(HUMAID1 dan EMMY S. KARSIN, sebagai anggota)
Penelitian ini dilakukan pada masyarakat Arfak di daerah dataran tinggi dan
daerah dataran rendah Kabupaten Manokwari, dari bulan Juli hingga November 1996.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan karakteristik mmahtangga, pola
konsumsi pangan dan status gizi masyarakat Arfak pada dua daerah dengan letak
topografi yang berbeda, serta hubungan status gizi dengan tinglcat kecukupan energi
masyarakat Arfak di daerah dataran tinggi dan dataran rendah. Pada tiap daerah
diambil40 rumahtangga petani sebagai mmahtangga contoh. Data yang dilcumpulkan
adalah identitas keluarga, pengetahuan gizi ibu, pendapatan dan pengeluaran pangan
per kapita per bulan, sanitasi lingkungan, ketersediaan pangan mmahtangga, konsumsi
pangan dan zat gizi, serta status gizi kepala keluarga, istri dan balita.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata jumlah anggota keluarga di daerah
dataran tinggi dan daerah dataran rendah tidak berbeda, yaitu masing-masing 4,9 orang
dan 4,6 orang. Rata-rata umur kepala keluarga dan istri di daerah dataran tinggi adalah
30,9 tahun dan 27,3 tahun, sedangkan di daerah dataran rendah adalah 32,6 tahun dan

28,4 tahun. Tidak terdapat perbedaan tingkat pendidikan kepala keluarga dan istri di
daerah dataran tinggi dengan di daerah dataran rendah, tingkat pendidikan kepala

lceluarga dan istri di daerah dataran tinggi rata-rata 6,O dan 2,l sedangkan di daerah
dataran rendah 4,9 dan 2,07. Dari angka ini dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan
kepala keluarga dan istri di kedua daerah tersebut tergolong rendah. Di daerah
dataran tinggi dan dataran rendah, tingkat pengetahuan serta sikap gizi ibu
rumahtangganya masih termasuk dalam kriteria kurang, dan antara kedua daerah
tersebut berbeda nyata. Rata-rata pendapatan per kapita per bulan di daerah dataran
tinggi dan dataran rendah berbeda nyata, di dataran tinggi hesarnya Rp 23.939
sedangkan di daerah dataran rendah Rp 37.801. Rata-rata persentase pengeluaran
pangan dari pendapatan total di daerah dataran tingi dan dataran rendah berturut-turut
sebesar 68,2 % dan 58,2 %, dan antara kedua daerah berbeda secara nyata.
Frekuensi makan di daerah dataran tinggi berkisar antara 1 hingga 3 kali sehari,
sedangkan di daerah dataran rendah antara 2 hingga 3 kali sehari, dengan frekuensi
makan tersering di kedua daerah tersebut adalah 2 kali sehari. Berdasarkan frekuensi
konsumsi pangan pokok, maka di kedua daerah penelitian mempunyai pola pangan
poltok umbi-umbian. Jenis umbi yang utama di daerah dataran tinggi adalah ubijalar,
dengan konsumsi 1722 gramlkapitalhari, sedangkan di daerah dataran rendah jenis
umbinya lebih bervariasi yaitu ubijalar 326 grdkapita/hari, ubikayu 345

grdkapitdhari dan lceladi 380,5 grdkapitdhari. Umbi-umbian ini diolah dengan
cara direbus atau dibakar. Rata-rata tingkat kecukupan energi, protein, kalsium,
fosfor, ferum, vitamin A, dan vitamin C penduduk di daerah dataran tinggi berturutturut sehesar 132,2 %, 135,4 %, 105,l %, 115,8 %, 140 %, 1194 % dan 435 %,
sedangkan di daerah dataran rendah berturut-turut 147,9 %, 148,9 %, 162,7 %, 238,6

%, 133,s %, 693,7 % dan 624,9 %. Uji statistika menunjukkan bahwa lconsurnsi

energi, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, vitamin

4 dan vitamin C penduduk di

daerah dataran tinggi dan dataran rendah berbeda, sedangkan konsumsi protein dan
ferum tidak berbeda nyata. Mutu konsumsi pangan di kedua daerah penelitian sama
baiknya, dengan nilai Rasio Protein-Energi (R-PE) berturut-turut 6,91 d m 6,83
Status gizi kepala keluarga di daerah dataran tinggi dan dataran rendah tidak
berbeda nyata, di daerah dataran tinggi terdapat 10 % kepala keluarga yang status
gizirlya termasuk dalain kriteria kurus hingga kurus sekali, sedangkan di dataran
rendah terdapat 13 %. Status gizi ibu rumahtangga di kedua daerah penelitian berbeda
nyata, yang rnasuk dalarn kriteria kurus hingga kurus sekali ada 23 % untuk daerah
dataran tinggi dan 40 % untuk daerah dataran rendah. Status gizi balita di daerah

dataran tinggi dan dataran rendah tidak berbeda nyata, berturut-turut terdapat 26 %
dan 22 % balita yang status gizinya termasuk dalam kriteria kurang hingga burulc

( I W nyata). ICondisi ini perlu diwaspadai karena prevalensi KEP nyata di daerah
dataran tinggi dan dataran rendah ini jauh di atas prevalensi KEP nyata nasional pada
tahun 1995 yaitu sebesar 14,6 %. Dari hasil uji statistik ternyata tidak terdapat
hubungan antara status gizi kepala keluarga, istri, dan balita dengan tingkat kecukupan
energi, baik di daerah dataran tinggi maupun di daerah dataran rendah, sehingga
diduga ada faktor lain seperti adanya infeksi penyakit atau parasit yang lebih herperan