Kompetisi dan kinerja lembaga keuangan pedesaan di Tapanuli Utara

I. PENDAHULUAN
1.I.
Latar Belakang Penelitian

Kebijakan pemerintah terhadap pembiayaan usahatani di
pedesaan selama ini didekati dengan konsep Farm ~ i n a n c e '
dalam bentuk kredit program.

Kredit program adalah suatu

kredit yang disediakan Bank Indonesia untuk membiayai program-program pemerintah yang dinilai strategis.

Bentuk-

bentuk kredit program untuk pengusaha golongan ekonomi lemah adalah Kredit Candak Kulak, Kredit Midi, Kredit Investasi Kecil

(KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP),

sedangkan kredit program dibidang pertanian adalah Kredit

. Ada-


Bimbingan Massal (Bimas) dan Kredit Usaha Tani (KUT)
pun

deskripsi

dari

masing-masing

jenis

kredit

program

tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pendekatan pembiayaan usahatani dengan Farm Finance,
membuat pasar uang di pedesaan tidak dapat berkernbang. Hal
i n


disebabkan adanya beberapa kebijakan

ditetapkan pemerintah di pasar uang.

(regulasi) yang

Sampai dengan tahun

1983 izin untuk mendirikan suatu bank, baik di kota maupun

di pedesaan tidak diberikan oleh pemerintah,

Disamping itu

pemerintah juga rnenetapkan besar pagu kredit dan besar suku
Farm Finance adalah suatu pandangan yang melihat bahwa
pembiayaan usahatani sebagai input dari pinjaman usahatanike dalam produksi pertanian (Egaitsu, 19881

Z


bunga pinjaman untuk masing-masing jenis
(Nasution, 1990).

kredit program

Dengan demikian pasar kredit formal di

pedesaan dimonopoli oleh bank pemerintah, sebagai penyalur
kredit program.
Pada tanggal 1 Juni 1983, pemerintah mengeluarkan kebijakan di bidang keuangan dan moneter yang menghapuskan
kontrol bunga simpanan dan bunga pinjaman di setiap bank.
Kebijakan ini memberikan kebebasan kepada setiap bank untuk
menetapkan bunga simpanan dan bunga pinjaman, sesuai dengan
kekuatan permintaan dan penawaran di masing-masing bank.
Disamping itu, pemerintah mengurangi pemberian kredit program yang berarti berkurangnya kredit likuiditas2 Bank Indonesia.

Dampak dari kebijakan 1 Juni 1983 ini misalnya

. Ka-


tampak pada program kerja Bank Rakyat Indonesia (BRI)
lau

sebelumnya

BRI

kredit program, maka

unit

desa

lebih

banyak

menyalurkan


sejak kebijakan tersebut BRI mulai

menciptakan program-program yang dapat menghimpun &na

dari

masyarakat desa dan menyalurkannya kembali kepada mereka.
Program tersebut dikenal dengan sebutan Simpanan Pedesaan

.

(Simpedes) dan Kredit Umum Pedesaan (Kupedes)

' Kredit

Dipihak la-

likuiditas Bank Indonesia adalah kredit yang diberikan Bank Indoncsia kepada bank-bank, yang digunakan untuk mengatasi likuiditas bank, penr
berian kredit kepada nasabah bank ataupun pembiayaan bank lainnya (Suyatno, 1991).


3

in kebijakan 1 Juni 1983 masih belum menyentuh segi kelembagaan perbankan, dimana pemerintah masih tetap belum mengizinkan pendirian bank baru.
Kebijakan pemerintah terhadap lembaga keuangan pedesaan mengalami perubahan sejak dikeluarkannya paket kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto 27, 1988).

Jika dilihat dari

sisi pembiayaan usahatani, maka paket 27 Oktober 1988 sama
saja dengan pandangan Rural Financial Market3 ( R E M )
rut Nasution

.

Menu-

(1990) kebijakan Pakto 27, 1988 adalah suatu

paket deregulasi dibidang keuangan, perbankan dan moneter
yang bertujuan meningkatkan mobilisasi tabungan rumah tangga dan tabungan dunia usaha melalui lembaga keuangan formal
serta meningkatkan


efisiensi lembaga

keuangan dan mera-

sionalisir alokasi sumber ekonomi.
Salah satu upaya untuk mencapai tujuan di atas, pemerintah membuka dan memberi kemudahaan dalam pendirian suatu
bank serta bank umum diberi kemudahaan dalam membuka bank
cabang dan atau bank cabang pembantu di seluruh wilayah
Indonesia.

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang berkedudukan

Rural Finance Market adalah suatu pandangan yang melihat
pembiayaan usahatani sebagai suatu proses intermedier,
yang mana harta dan hutang dipertukarkan dan dialokasikan
diantara pelaku ekonomi sesuai dengan mekanisme pasar
kredit yang bersaing di pedesaan (Egaitsu, 1988)

4

di luar ibukota negara, ibukota propinsi dan ibukota Dati
11, dapat didirikan dengan modal disetor R p 50 juta.

(Per-

aturan Pemerintah no 71 tahun 1992).
Di Sumatera Utara dampak dari kebijakan Pakto 27, 1988
ini adalah tumbuh pesatnya jumlah lembaga keuangan khususnya bank.

Apabila pada tahun 1987, jumlah bank umum ha-

nya 37 buah dengan jumlah kantor 120 buah, maka pada bulan
Maret 1993, di Sumatera Utara, jumlah bank umum sudah mencapai 4 7 buah dengan jumlah kantor 426 buah. Jumlah bank
dan kantor bank masing-masing naik sebesar 27% dan 255%.
Disamping peningkatan jumlah bank-terjadi juga peningkatan
jumlah dana yang dapat dihimpun.

Pada tahun 1987, jumlah

dana yang terhimpun sebesar Rp 1.044.561


juta dan pada bu-

lan maret 1993, sudah mencapai Rp 4.423.835 juta, yang berarti mengalami kenaikan sebesar 323.5%.

Dernikian juga hal-

nya dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR), dimana pada bulan
Maret

1993 telah berdiri 26 buah BPR dengan jumlah dana

yang terhirnpun sebesar Rp 4.658 juta. (31, 1993).
Di Tapanuli Utara, salah satu kabupaten di Propinsi
Sumatera Utara, pada tahun 1986, terdapat 5 bank umum dimana 1 buah diantaranya adalah BRI yang mempunyai 14 buah
unit desa, dan 1 buah BPR.

Pada bulan September 1993 jum-

lah bank berkembang menjadi 14 buah yang terdiri dari 5


5

bank .%mum, dan 9 BPR.

Disamping itu, 3RI unit desa berkem-

bang menjadi 15 buah.

Pada tahun 1988, jumlah dana yang

dapat dihimpun oleh perbankan Tapanuli Utara hanya sebesar
14,016 juta dan pada bulan September 1993 jumlah dana yang

dapat dihimpun adalah sebesar 56,310 juta atau naik sekitar
300 persen

.

(BI, 1993)


Disamping lembaga keuangan formal

terdapat juga lembaga keuangan non fonnal, khususnya Credit
Union (CU). CU adalah sekumpulan orang yang telah bersepakat untuk bersama-sama menabungkan uang mereka, kemudian
uang tersebut dipinjamkan diantara mereka dengan bunga yang
ringan

untuk

maksud-maksud

(Anonimous, 1980).

produktif

dan

kesejahteraan

Jumlah CU ada sebanyal 13 buah yang

beroperasi di 13 kecamatan.
I.2.Perurnusan Masatah

Walaupun pemerintah menyediakan program kredit formal
di pedesaan, seperti kredit program Bimas, Kredit Candak
Kulak

(KCK), Kredit

Investasi Kecil

Kerja Permanen (KMKP),

(KIK), Kredit Modal

ternyata penduduk desa masih sukar

untuk memanfaatkan kredit formal tersebut, selain kredit
dalam bentuk paket program bimbingan massal
ditujukan untuk tanaman padi.

(bimas) yang

Hasil penelitian Colter da-

lam Kasryno (1984) di 13 daerah pedesaan Jawa dan Sulawesi

6
Selatan menunjukkan

bahwa

Kredit Investasi Kecil

penduduk

desa

yang

(KIK) dan Kredit Modal Kerja Per-

manen (KMKP) hanya 17.6%, Kredit Candak Kulak
dan Birnas 63.08%.

menihati

(KCK) 11.4%

Disamping itu penduduk desa yang mem-

punyai penghasilan besar lebih mudah masuk ke dalam program
kredit
rendah.

dibandingkan

dengan

penduduk

yang

berpenghasilan

Hampir 25% penduduk yang berpenghasilan besar ter-

nyata memperoleh 78.7%
dan 75.3%

dari total kredit yang disalurkan,

penduduk yang berpenghasilan rendah hanya me-

nikmati 21.3% dari total kredit.

Dengan keluarnya kebijakan Pakto 27, 1988 maka pasar
kredit pedesaan di Tapanuli Utara terbuka untuk dimasuki
oleh lembaga lainnya khususnya BPR.
kredit pedesaan mulai mengalami

Pasar tabungan dan

persaingan,

baik

sesama

lembaga keuangan formal maupun antara lembaga keuangan formal dengan lembaga keuangan non formal, khususnya CU. Dari
segi penghimpunan dana, CU mulai mengalami kekurangan dana
karena anggotanya cenderung untuk menabung di BRI dan BPR
yang memberikan bunga simpanan lebih tinggi dibandingkan
dengan dividen yang diberikan CU.

Dilain pihak anggota CU

lebih cenderung melakukan pinjaman ke CU karena bunga pinjaman yang lebih murah.

Persaingan antara lembaga keuangan

formal dan lembaga keuangan non

formal, khususnya dalam

7

penghimpunan dana, semakin tajam.

Karenanya penelitian ini

ingin mengetahui :
1. Apakah dengan keluarnya kebijakan Pakto 27, 1988 masyarakat desa khususnya di Tapanuli Utara, mempunyai beberapa alternatif sumber kredit dan tempat menabung, sehingga ketersediaan kredit semakin besar? Disamping itu
bagaimana

struktur pasar

kredit dan tabungan pedesaan

Tapanuli Utara saat ini?
2.Lembaga keuangan yang bagaimana yang lebih sesuai u n t u k
daerah pedesaan dalam arti mampu membiayai diri sendiri
dan dapat melayani masyarakat desa?

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Maksud dan tujuan penelitian ini adalah :
1. Menelaah struktur pasar kredit pedesaan di Tapanuli Utara

.

2. Membandingkan kinerja berbagai lembaga keuangan pedesaan
di Tapanuli Utara melalui mekanisme kerja
3. Membandingkan kinerja berbagai lembaga keuangan pedesaan

di Tapanuli Utara berdasarkan derajat persaingannya.
4.Membandingkan struktur biaya berbagai
pedesaan di Tapanuli Utara.

lembaga keuangan

8

5.Mempelajari skala usaha berbagai lembaga keuangan berdasarkan fungsi biaya.
Hasil penelitian ini diharapakan dapat dipakai sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah ataupun
organisasi swadaya masyarakat dalam mengembangkan lembaga
keuangan di pedesaan.

Disamping aspek guna laksana, hasil

penelitian ini diharapkan dapat merupakan sumbangan pemiA
kiran bagi pengembangan ilmu ekonomi kelembagaan.

11. TINJAUAN PUSTAKA
Ada dua pemikiran dalam melihat pembiayaan usahatani dinegara sedang berkembang

.

Pertama, kredit ber-

subsidi diperlukan dalam pembangunan pertanian.

Panda-

ngan ini melihat kredit sebagai pendekatan Farm Finance

.

(FF)

Kedua, kredit pedesaan dilihat dari sisi pasar

uang (Rural ~ i a n c i a lM a r k e t - R F M .

Pengikut RFM percaya

terhadap keberadaan pasar uang yang bersaing di pedesaan.

Menurut pandangan ini pembiayaan usahatani meru-

pakan suatu proses intermedier, yang mana harta dan hutang dipertukarkan dan dialokasikan kembali diantara
pelaku ekonomi desa (Egaitsu, 1988).
Menurut Egaitsu (1988), FF maupun RFM berbeda dalam melihat tujuan lembaga perkreditan desa.
pandangan FF,

tujuan pembangunan

Menurut

lembaga perkreditan

desa adalah sebagai penyalur dana-dana luar untuk pembangunan pertanian dan pedesaan, sedangkan menurut RFM,
tujuan pembangunan lembaga perkreditan desa adalah meningkatkan mobilisasi tabungan masyarakat desa.
batnya

mereka

berbeda

dalam

melihat

subsidi

Aki-

kredit,

kredit informal1, kesejahteraan petani kecil, dana luar

' Kredit informal adatah pinjaman yang dibedcm oleh tuan tanah, pedagang
ataupn perorangan &mgan buaga pinjaman yang tinggi.

dan target pinjaman.

Menurut pandangan FF, kredit ber-

subsidi diperlukan dalam menopang pertumbuhan ekonomi
pedesaan.

Dilain pihak RFM mengkritik pendapat ter-

sebut dengan mengatakan bahwa kredit murah jarang mencapai masyarakat desa.

RFM berpendapat, apabila kredit

tidak disubsidi maka dana-dana akan dialokasikan sesuai
dengan mekanisme pasar yang bersaing untuk mencapai kesempatan ekonomi yang paling menguntungkan.

Lebih lan-

jut RFM berpendapat bahwa kredit bersubsidi akan dialokasikan sesuai dengan pertimbangan-pertimbangangan politik
(Egaitsu, 1988).
Menurut pandangan FF, kredit informal sangat berbahaya karena bunga pinjaman di

lembaga keuangan in-

formal memberatkan petani, bahkan menurut mereka

se-

baiknya kredit informal dihapus dan diganti dengan kredit dari lembaga keuangan formal.

Menurut RFM, bunga

pinjaman di lembaga keuangan informal belum tentu lebih
mahal dari bunga pinjaman di lembaga keuangan formal
apabila

semua biaya

transaksi2 dihitung.

itu, petani selalu rasionil dalam memenuhi

.

kreditnya (Egaitsu, 1988)

Biaya Wan&si
adalah geluruh biaya yang dikeluaxkan calon nasabah mulai
dari permohonan kredit Mmpai &ngan pencairan l a d i t

Disamping
kebutuhan

Menurut pandangan FF, petani memerlukan perhatian
dan bimbingan dalam menerapkan teknologi baru dan mereka

tidak

mungkin

dapat

menerapkan

tanpa bantuan kredi yang bersubsidi.

teknologi

baru

Kredit bersubsidi

akan membuat biaya marginal masukan (input) menjadi lebih rendah dan apabila ini dihubungkan dengan produktivitas masukan

yang menjadi

lebih

besar

mintaan akan masukan menjadi

lebih besar

berpendapat, paket

dapat

teknologi

maka

per-

lagi.

RFM

dipilah, sehingga

petani kecil akan rnengadopsi bagian tertentu dari paket
teknologi tersebut yang dapat memberikan keuntungan kepada mereka (Egaitsu, 1988)

.

FF berpendapat, pengembangan
desa memerlukan bantuan dana luar.

lembaga perkreditan
Menurut RE'M,

pe-

ngembangan lembaga perkreditan dapat dilakukan dengan
memobilisasi dana-dana yang dimiliki masyarakat desa.
Walaupun demikian, untuk tahap-tahap awal lembaga keuangan pedesaan dapat saja menerima bantuan dana dari
luar (Egaitsu, 1988).
Menurut pandangan FF, target pinjaman perlu ditentukan terlebih dahulu.

RFM berpendapat bahwa target

pinjaman tidak perlu ditentukan terlebih dahulu karena
uang dapat dengan mudah dipindahkan kemana saja.
ngan menetapkan target pinjaman, maka

De-

biaya adminis-

trasi akan besar, sehingga biaya transaksi secara keseluruhan menjadi mahal (Egaitsu, 1 9 8 8 )

.

Kinerja suatu lembaga keuangan pedesaan, menurut
FF lebih ditekankan kepada aspek kontribusi lembaga ke-

uangan terhadap perekonomian secara keseluruhan, tetapi
RFM berpendapat bahwa kinerja lembaga keuangan dilihat
dari kemampuan lembaga tersebut untuk membiayai
sendiri

( s e l f sustaining).

diri

Suatu lembaga tidak dapat

memberikan kontribusi terhadap perekonomian kalau lembaga itu sendiri tidak mempunyai daya hidup

(Egaitsu,

1988).

Lembaga

kerkreditan di

kepada memobilisir tabungan.

pedesaan harus

ditujukan

Dengan aktivitas ini maka

penduduk desa akan mampu memanfaatkan lembaga perkreditan, memperoleh hasil dari simpanannya dan mereka memiliki rasa aman karena mempunyai
tabungan pada masa paceklik

kesempatan menarik

(Soedjanadi, 1 9 6 9 )

.

Menu-

rut Chairun Nisa ( 1 9 8 9 ) lembaga perkrditan desa sebaiknya merupakan lembaga kredit non formal yang berbentuk
usaha simpan pinjam dengan dana yang dihimpun dari dan
untuk kelompok tersebut.
Hasil penenltian Soedjanadi
Nisa

( 1969)

maupun Chairun

( 1 9 8 9 ) merupakan pandangan yang sesuai dengan RFM

dan saran Sodjanadi tersebut baru dapat diterapkan pada
tahun 1988, dengan dikeluarkannya Pakto 27, 1988.
Seperti yang disebutkan di atas bahwa RFM dan FF
berbeda dalam melihat tujuan lembaga perkreditan desa.
Pandangan mana yang akan dipilih harus disesuaikan dengan kondisi perekonomian pada saat kebijakan itu diterapkan.

Karena itu kedua pandangan tersebut tidak per-

lu dipertentangkan secara hitam-putih.

R F M akan sesuai

dan dapat berjalan pada kondisi di mana masyarakat desa
sudah mempunyai kemampuan menabung.

Dilain pihak, un-

tuk daerah dimana masyarakat tidak mempunyai kemampuan
menabung, maka sesuai dengan pandangan FF, lembaga perkreditan membutuhkan bantuan dana luar untuk membiayai
proyek-proyek yang ingin dilaksanakan.

Atau suatu pro-

yek tertentu yang ingin dilaksanakan, mungkin saja membutuhlkan kredit bersubsidi supaya proyek tersebut mempunyai daya saing.
Latar belakang pembentukan lembaga keuangan desa
seperti Badan Kredeit Kecamatan di Jawa Tengah ditujukan untuk pembangunan desa dan bukan sebagai pengembangan

usaha perbankan

di

pedesaan

(Darmojuwono

dan

Subagyo, 1986).

Karena itu lembaga keuangan pedesaan

menurut Subardjo

(1986) harus lebih menekankan kepada

efektivitas untuk mencapai pemerataan dari pada e f i s i -

ensi usaha. Pendapat tersebut sesuai dengan Soestrisno
(1986) yang menyarankan krriteria efisiensi dalam arti

ekonomis harus diganti dengan kriteria efektivitas, sebab kriteria efisiensi mengacu kepada lembaga keuangan
bank sedangkan program kredit pedesaan merupakan suatu
program khusus pemerintah untuk melayani golongan miskin.

Tim peneliti P3PK UGM

(1987) mengatakan bahwa

efektivitas berarti kemampuan beroperasi secara fleksibe1 dan kemampuan memberikan motivasi akan perlunya kegiatan menabung kepada masyarakat desa, sehingga tixubul
kelompok-kelompok usaha yang mandiri.

Usaha-usaha ter-

sebut dapat dilakukan melalui pemberian kredit terlebih
dahulu ,
Hafid

(1987) menyarankan bahwa

lembaga keuangan

pedesaan atau Bank desa harus dipandang sebagai komponen organisasi pembangunan ekonomi, sehingga kemampuan
bank harus ditentukan oleh kekuatan pasar yang salah
satunya diukur dari efisiensi dan skala usaha.
Dumairy

(1986) menghusulkan

bahwa

kinerja suatu

lembaga keuangan desa (disusun berdasarkan ranking teratas hingga ranking terendah) adalah jumlah nasabah,
rasio jumlah pos pelayanan per desa, kualitas pinjaman,
tingkat perputaran modal, jumlah nilai tabungan, kemampuan berdiri

sendiri dan ~ r . s e n t a s etunggakan gawat.

Adams

(1988) menyarankan be.berapa kritera untuk meng-

ukur kinerja lembaga keuangan desa, yaitu jumlah dan
persentase penduduk yang mempunyai akses terhadap pinjaman dan tabungan, jumlah dan distribusi biaya transaksi, kemampuan menutupi semua biaya operasional dan
kerugian karena kelalaian pinjaman serta erosi modal
karena inflasi dan mobilisasi dana pedesaan.
Untuk mengukur skala ekonomi suatu lembaga keuangan pedesaan, beberapa peneliti telah menggunakan fungsi
produksi dan fungsi biaya.
fungsi

biaya

Agriculture

translog

Development

Cuevas

untuk
Bank

(19863 menggunakan

mengukur
Honduras.

skala

ekonomi

Dengan model

tersebut, Cuevas menunjukkan bahwa ada biaya komplementer antara pinjaman yang diberikan dengan besarnya dana
yang dapat dihimpun.

Biaya marginal

akan berkurang

apabila jumlah dana yang dihimpun semakin besar dan sebaliknya.

Hal ini menunjukkan bahwa bank yang menge-

lolah pinjaman dan tabungan secara bersama-sama lebih
mempunyai keunggulan dibandingkan dengan bank yang hanya mengkhususkan diri dalam mengelola pinjaman saja
(Cuevas, 1986).
Situmorang

(1989) menggunakan model Cuevas untuk

mengukur skala ekonomi Bank Karya Produksi Desa (BKPD)
di Kabupaten Ciamis.

Dengan model tersebut diperoleh

hasil bahwa pengelolaan BKPD belum optimal, sebab laju
pertumbuhan biaya rata-rata masih lebih kecil dari pada
laju pertumbuhan produksinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi skala usaha BKPD adalah kredit, deposito, kekayaan, harga masukan tenaga kerja, harga dana dan umur
lembaga keuangan

.

Dolok Saribu (1991) mempergunakan fungsi produksi
ray homothetic untuk mengukur efisiensi teknis dan skala usaha Badan Kredit Kecamatan (BKK) di Kalimantan Selatan.
sil

Dengan menggunakan model tersebut diperoleh ha-

bahwa

di

BKK

Kalimantan

Selatan belum

efisien.

76.67% BKK masih memiliki increasing return to scale

dan hanya 23.33% yang sudah decreasing return to scale.
Efisiensi BKK

dipengaruhi

secara

positif

oleh

liku-

iditas bank dan jumlah nasabah yang dapat dibina petugas BKK.

Solvabilitas berpengaruh secara negatif ter-

hadap efisiensi.

Inefisiensi BKK disebabkan oleh keti-

dak efisienan teknis murni sebesar 80.51%
efisienan skala sebesar 19.49%.

dan ketidak

Ill. KERANGKA TEORI
3.1. Struktur Pasar.
Struktur pasar berpengaruh terhadap perilaku perusahaan. Menurut Shepperd (1990) unsur-unsur struktur pasar adalah (1) banyaknya perusahaan yang melayani suatu pasar, ( 2 )
peranan relatif dari masing masing perusahaan, (3) derajat
konsentrasi dari beberapa perusahaan, (4) diferensiasi produk dan atau ( 5 ) peraturan peraturan yang membatasi masuk
ataupun keluar suatu perusahaan ke dalam pasar.
Peranan relatif dari masing-masing perusahaan diukur
dengan indikator pangsa pasar, yaitu

dimana : MS,
xi

=

EjLi

=

=

Pangsa pasar perusahaan ke-i ( % I
Jumlah kredit yang disalurkan perusahaan
ke i (Rp)
Total kredit (Rp)

Pangsa pasar merupakan suatu indikator dari derajat
monopoli suatu perusahaan.

Semakin tinggi pangsa pasar su-

atu perusahaan maka semakin besar
usahaan tersebut.

kekuatan monopoli per-

Apabila suatu perusahaan mempunyai pang-

sa pasar sama dengan satu, maka perusahaan tersebut mempunyai kekuatan monopoli yang sempurna.
Profit perusahaan, salah satunya ditentukan oleh pang-

sa pasar.

Semakin besar pangsa pasar suatu perusahaan maka

18
semakin besar keuntungan perusahaan. Hubungan antara pangsa

pasar dengan keuntungan dapat

dituliskan dalam persamaan

berikut :

dimana x

a
b

=
=
=

M

=

rate of return ( % )
competitive rate of return ( % )
slope
pangsa pasar ( % )

Nilai a adalah cost of capital perusahaan, yang dapat diartikan sebagai biaya peluang

(opportunity cost) dari uang.

Dengan kata lain, a merupakan keuntungan yang akan diperoleh oleh

investor atas

investasi yang

terbaik dari mo-

-

dalnya. (Shepperd, 1990)
Konsentrasi pasar

merupakan

kombinasi pangsa

pasar

dari dua atau lebih perusahaan (dan u m m y a lebih kecil dari 8 perusahaan).

Derajat konsentrasi pasar dapat dijelas-

kan oleh indeks HHI (Hirschman-Hesindahl Index) yaitu :
HHI
dimana HHI
MSi

=

C MS~',

=

Hirschman-Hesindahl Index
Pangsa pasar masing-masing perusahaan ( % )

=

Apabila nilai HHI

=

10.000 maka struktur pasar adalah

struktur pasar monopoli, sedangkan struktur pasar yang berkompetisi murni, dimana pangsa pasar masing-masing perusahaan lebih kecil dari l%, maka nilai HHI akan lebih kecil
dari 100.

Apabila nilai HHI lebih kecil dari 1000 maka pe-

ngaruh monopoli tidak ada di pasar

19
tersebut dan apabila

nilai HHI lebih besar dari 1800 maka pengaruh monopoli ada

.

di pasar tersebut. (Sheppherd, 1990)

Unsur lain dari struktur pasar adalah barrier to entry
(rintangan untuk masuk ke dalam pasar)

.

Rintangan memasuki

pasar dapat disebabkan oleh sifat dari industri itu sendiri, seperti skala usaha yang harus besar atau rintangan
yang disebabkan karena adanya suatu peraturan dari pemerintah.
Kebijakan pemerintah, khususnya Pakto 27, 1988, merupakan suatu paket deregulasi di bidang perbankan yang memberikan kemudahan dalam pendirian suatu bank di wilayah kecarnatan, khususnya Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Satu BPR,
dapat berdiri ckngan modal disetor sebesar Rp 50 juta. Walaupun ada kemudahan untuk medirikan BPR, khususnya di bidang permodalan, pemerintah masih menetapkan batasan susunan direksi seperti mayoritas direksi harus sudah berpengalaman minimum 1 tahun di industri perbankan (Peraturan
pemerintah no 71 tahun 1992).

Hal tersebut dianggap se-

bagai rintangan memasuki pasar uang karena surnber daya manusia yang berpengalaman di lembaga perbankan masih terbatas.

Disamping itu, BPR hanya boleh melayani calon pe-

minjam yang bertempat tinggal di kecamatan dimana BPR tersebut berkedudukan.

Menurut Patten dan Rosengard

20
(1991), fungsi ekonomi

dari sistim perbankan adalah bank menjadi perantara antara
penabung dan peminjam. Bank menerima tabungan dan membayar
bunga terhadap penabung. Apabila bunga tabungan memberikan
hasil yang lebih besar dibandingkan dengan penempatan dana
di tempat lain maka mereka yang mempunyai dana menempatkan
dananya di bank.
Program pembangunan lembaga perkreditan desa didekati
dengan cara pemberian kredit program kepada petani dengan
bunga
dana

kredit yang bersubsidi, sedangkan sisi pengumpulan
( tabungan)

kurang menciapat perhatian.

Akibatnya pem-

biayaan proyek pembangunan selalu bersumber dari dana pemerintah. Kebijakan ini tidak sejalan dengan fungsi ekonomi
dari sisitim perbankan.
Bunga pinjaman ditentukan oleh kekuatan permintaan dan
penawaran kredit.

Menurut Stevens dan Jabara (1988) bunga

pinjaman yang tinggi di pedesaan disebabkan oleh permintaan
dan penawaran kredit yang tidak elastis (inelastis), seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Pengaruh elastisitas permintaan dan elastisitas penawaran terhadap suku bunga
Misalkanlah permintaan dan penawaran

kredit di

pe-

desaan masing-masing digambarkan oleh kurva Dl dan kurva S1.
Dengan kedua kurva tersebut m k a keseirnbangan tercapai pada
titik A, dimana suku bunga pinjartan blah rl dan jumlah
kredit yang tersedia adalah

Q1.

Pembangunan pertanian yang dilaksanakan oleh pemerintah memerlukan masukan yang teknologinya lebih produktip.
Untuk memenuhi masukan tersebut, petani membutuhkan modal
kerja yang lebih besar.

Untuk memenuhi modal kerja terse-

but maka petani memerlukan kredit yang lebih besar, akibatnya kurva permintaan kredit akan bergeser ke kanan.
Disamping itu dengan penggunaan teknologi yang lebih
maju maka kurva produksi akan bergeser ke atas, kurva produksi marginal juga bergeser ke atas, yang berarti pro-

duktivitas dari masukan

(input) menjadi lebih besar,

hingga permintaan masukan menjadi lebih besar

.

22
se-

Karena ma-

sukan ini dibeli dengan menggunakan kredit, maka kurva permintaan kredit juga

akan bergeser ke kanan dan lebih elas-

tis dibandingkan dengan kurva permintaan terdahulu seperti
yang tercermin pada kurva D2.

Apabila

kurva permintaan

adalah Dz dan kurva penawaran kredit adalah SI, maka keseimbangan terjadi pada titik B, dimana bunga pinjaman adalah

r2 dan jumlah dana yang tersedia Q2.
jumlah dana yang tersedia lebih besar

Bunga pinjaman dan
jika dibandingkan

dengan bunga pinjaman dan jumlah dana pada

keseimbangan

sebelumnya.
Menurut Stevens dan Jabara (1988), bunga pinjaman dapat menjadi lebih rendah dengan cara menggeser kurva penawaran (supply) kredit yang lebih elastis ke kanan. Pergeseran kurva penawaran ini ke kanan dapat ditempuh dengan

cara (1) memperluas sumber-sumber kredit di pedesaan. Semakin banyak sumber kredit maka kurva penawaran kredit akan
bergeser ke kanan, yang berarti pada tingkat bunga pinjaman
yang sama besar maka jumlah kredit yang tersedia akan lebih
besar.
ada.

( 2 ) memperbanyak

jenis-jenis pelayanan yang sudah

Semakin banyak jenis pelayanan yang dapat diberikan

bank (tabungan, deposito, kredit, pengriman uang) maka semakin besar nasabah yang dapat dilayani bank, yang berarti

lembaga perkreditan

desa

menjadi

alat

untuk

24
menyalurkan

kredit dibandingkan dengan pengembangan sistim lembaga keuangan desa.

Adapun pengaruh dari kebijakan perkreditan

tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3.

Gambar 2. Pengaruh pembatasan bunga pinjaman terhadap
konsumen dan produsen
Misalkanlah permintaan dan penawaran kredit dicerminkan masing-masing oleh kurva D dan kurva S.
untuk memudahkan analisis misalkan pula
bank

( i n t e m e d i e r ) dan kredit macet

Disamping itu,
biaya

adalah nol.

perantara
Dengan

asumsi ini maka suku bunga simpanan akan sama besar dengan
bunga pinjaman.

Apabila pasar kredit mempunyai

struktur

pasar yang bersaing sernpurna maka keseimbangan akan terjadi
pada titik E, dimana jumlah dana yang terhimpun (dipinjamkan) sebesar Q.
re

.

dan suku bunga simpanan (pinjaman) sebesar

25

Sebelum tanggal 1 Juni 1983, Bank Indonesia menetapkan
besar

suku bunga pinjaman

di setiap bank.

Misalkan suku

bunga pinjaman yang ditetapkan oleh BI adalah rl.

Akibat-

nya kurva penawaran kredit adalah kurva penawaran SAK,

di-

mana keseimbangan akan tercapai pada tingkat suku bunga rl
dan jumlah kredit

Qk.

Kebijakan tersebut menyebabkan suku

bunga yang dibayar konsumen lebih rendah dan jumlah kredit
yang diterima konsumen lebih besar jika dibandingkan dengan
suku bunga dan jumlah kredit di pasar bersaing sempurna.
Konsumen diuntungkan dengan bertambahnya surplus konsumen
( consumer

mengalami

surplus) sebesar r,EKArl sedangkan bank (produsen)

kerugian dengan

berkurangnya

(producer surplus) sebesar r,rlAE.

surplus

produsen

Tetapi pada tingkat suku

bunga rl, jumlah dana yang dapat dihimpun bank Q,, yang lebih kecil jika dibandingkan dengan jumlah dana yang dapat
dihimpun bank apabila tidak ada pengaturan bunga pinjaman.
Hal ini disebabkan pada tingkat bunga simpanan rl, masyarakat kurang bersedia menabung di bank sebab suku bunga r1
dianggap masih terlalu rendah.

Apabila suku bunga taburigan

rendah maka kegiatan menabung menjadi kurang menguntungkan
dibandingkan dengan kalau mereka menginvestasikan dananya
di luar perbankan.

Untuk memenuhi kebutuhan kredit masya-

rakat sebesar Qk maka pemerintah harus menyediakan dana sebesar (Qk

-

Qa). Dengan demikian kebijakan tersebut membuat

26
pembiayaan program-program pembangunan sebagian besar sela-

lu bersumber dari pemerintah.
Kebijakan kredit sebelum 1 Juni 1983 adalah pagu kredit dan bunga pinjaman ditentukan secara bersamaan.

Misal-

kanlah suku bunga pinjaman ditetapkan sebesar rl dan pagu
kredit sebesar Qp,

seperti yang terdapat pada Gambar 3 di

bawah ini.

Gambar 3 .

Pengaruh pembatasan suku bunga pinjaman dan
pagu kredit terhadap Iconsumen dan produsen

Apabila pemerintah menetapkan suku bunga pinjaman adalah sebesar r, maka terjadi kelebihan permintaan (91- Q,)

.

Supaya pasar mencapai keseimbangan maka pemerintah harus

.

menyediakan kekurangan kredit (Q1- Qa)

Apabila kebijakan

pemerintah menetapkan pagu kredit setiap bank adalah Q,,
maka kelebihan permintaan kredit tetap terjadi sebesar (Ql QP)

-

27

Dari gambar 3 di atas dapat dilihat bahwa untuk memperoleh kredit maka konsumen bersedia membayar pada tingkat
suku bunga pinjaman r,,

yaitu perpotongan kurva permintaan

D dengan kurva penawaran kredit ACBJ. Tetapi dilain pihak,
apabila jumlah kredit hanya sebesar

a,

yaitu batas pagu

kredit yang ditetapkan oleh pemerintah maka suku bunga kredit yang dibayar konsumen sebesar rl, yaitu suku bunga kredit yang ditentukan pemerintah.
yang beruntung

mendapatkan

Dengan demikian konsumen

kredit

akan memperoleh

rente

.

ekonomi sebesar (r2-r~)
Lalu, siapa yang akan menikmati rente ekonomi tersebut, penerima kredit atau pemberi kredit?

Secara efektif,

penerima kredit jarang menilanati rente ekonomi dari bunga
kredit

yang murah

karena penerima

kredit

akan

bersedia

mengorbankan rente ekonomi yang mereka terima asal mereka
dapat memperoleh kredit. Dengan demikian, kredit program
yang murah akan dinilunati pemberi kredit, atau mereka yang
terlibat secara langsung dalam penentuan alokasi kredit.
Krisis minyak mengakibatkan penerimaan pemerintah untuk membiayai program-program pembangunan menjadi berkurang
dan mendorong pemerintah untuk mencari sumber dana lain,
khususnya yang berasal dari dalam negeri seperti pajak dan
tabungan.

Hal tersebut mendorong pemerintah mengeluarkan

deregulasi 1 Juni 1983.

28

Salah satu isi kebijakan deregulasi 1 Juni 1983 adalah
Bank Indonesia tidak menetapkan lagi besar pagu kredit dan
suku bunga pinjaman untuk masing-masing bank, sehingga keseimbangan pasar terjadi di titik E (Gambar 3), dimana suku
bunga pinjaman dan jumlah kredit berturut-turut adalah re
dan

Pada keseimbangan baru, tingkat suku bunga r, lebih

Q.,

besar dari rl dan jumlah dana yang dapat dihimpun bank
lebih besar dari

Q,

Q.,

Deregulasi 1 Juni 1983 juga menetapkan bahwa kredit
likuiditas BI yang dapat diberikan kepada setiap bank dibatasi.

Akibatnya lembaga perbankan yang selama ini mengan-

dalkan BI untuk membiayai proyek-proyek nasabah mereka, sudah harus memikirkan

sumber dananya sendiri. Bank mulai

bersaing menghimpun dana dari masyarakat dan bank akan lebih berhati-hati menyalurkan kredit kepada nasabah.

Apa-

bila selama ini resiko dari penyaluran kredit ada di Bank
Indonesia, maka sejak deregulasi 1 Juni 1983, resiko telah
bergeser dari Bank Indonesia ke masing-masing bank penyelenggara.

Pengaruh deregulasi 1 Juni 1983 lainnya adalah

masyarakat akan semakin berhati hati mengajukan permohonan
kredit karena pinjaman sebagai pemberian yang tidak perlu
dikembalikan tidak berlaku lagi.
Kebijakan 1 Juni 1983, merangsang masyarakat untuk menabung.

Setiap rupiah yang mereka tabung, akan memperoleh

29

balas jasa simpanan sebesar i,.

Semakin besar tabungan da-

lam negeri maka

proyek proyek pembangunan

semakin besar

yang dapat dilaksanakan. Walapun demikian, disamping bunga
tabungan maka tingkat tabungan juga dipengaruhi oleh kemampuan dan kemauan masyarakat untuk menabung

serta terse-

dianya lembaga-lembaga keuangan yang dipercaya masyarakat.
Kernampuan menabung ditentukan oleh tingkat pendapatan masyarakat dan pengeluaran konsumsi.
tukan oleh faktor budaya dan

Kemauan menabung diten-

sosial lainnya. Kesempatan

masyarakat untuk menabung ditentukan oleh ketersediaan lembaga

keuangan, kemudahan berhubungan dengan lembaga ter-

sebut dan tersedianya jenis-jenis produk perbankan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat (Padmanabhan, 1988).
Persaingan antar lembaga keuangan semakin besar dengan
keluarnya deregulasi perbankan dan moneter pada tanggal 27
Oktober 1988.

Salah satu dari isi kebijakan Pakto 27, 1988

adalah pemerintah memberikan kemudahan pendirian bank. Khusus, di pasar kredit pedesaan, BRI yang selama ini memonopoli kredit formal mulai menghadapi pesaing dari lembaga
keuangan baru yaitu Bank Perkreditan Rakyat ( B P R ) .
Dengan adanya persaingan diantara lembaga keuangan,
setiap bank akan dipaksa untuk beroperasi secara efisien.
Efisiensi bank akan tercermin pada biaya marginal bank yang
semakin rendah.

Biaya marginal bank ya

30

geser kurva penawaran kredit ke kanan, seperti yang tercermin pada pergeseran kurva
hingga

SSo

tercapai keseimbangan pada

pinjaman

adalah

dipinjamkan

Q3.

menjadi kurva S&,

se-

titik D, dimana bunga

r3 dan jumlah dana

yang

tersedia

untuk

Keseimbangan baru ini menunjukkan bahwa

dana yang dapat dihimpun lembaga perbankan menjadi

lebih

besar dan bunga kredit yang diberikan akan menjadi lebih
mur ah.
Menurut Suyatno dkk

(1991) ada 6 faktor yang membe-

dakan bunga pinjaman antara satu jenis kredit dengan kredit lainnya.
kredit

.

Keenam faktor itu adalah

(1) Jangka waktu

Kredit yang berjangka panjang akan dibebani bunga

pinjaman yang lebih besar dibandingkan dengan kredit yang
mempunyai jangka waktu pendek.

(2) Kualitas jaminan. Kre-

dit yang mempunyai kualitas jaminan yang tinggi (mudah dicairkan, nilai tidak mengalami penurunan dan mudah diperjual belikan) mempunyai bunga pinjaman yang semakin murah.
( 3 ) Reputasi perusahaan.

peminjam maka

Semakin baik reputasi perusahaan

semakin rendah bunga

produk yang dihasilkan.

pinjaman.

(4) Jenis

Perusahaan yang berada di industri

kompetitip memiliki bunga pinjaman yang lebih mahal dibandingkan bunga pinjaman perusahaan yang memproduksi barang
eksklusif

.

(5) Hubungan baik.

Semakin lama perusahaan ber-

hubungan dengan bank, dengan catatan transaksi yang baik,

31

maka bunga pinjaman lebih murah dibandingkan dengan bunga
pinjaman perusahaan yang baru berhubungan dengan bank.
Jaminan pihak ketiga. Jaminan tambahan dari pihak

(6)

ketiga

yang cukup bonafide akan membuat bunga pinjaman semakin murah.

Dari keenam faktor yang diuraikan di atas terlihat

bahwa penentuan suku bunga pinjaman berkaitan erat dengan
faktor resiko yang dihadapi oleh bank.

Semakin kecil resi-

ko yang dihadapi bank maka semakin rendah bunga pinjaman
yang dibebankan kepada nasabah,

Resiko yang dihadapi bank

adalah kemungkinan gagalnya nasabah mengernbalikan pinjaman.
Menurut Moll

( 1989)

bunga

pinjaman

biaya operasional dan margin keuntungan.

ditentukan oleh
Biaya operasional

dari suatu lembaga keuangan ditentukan oleh tiga komponen
yakni biaya modal, biaya administrasi dan biaya karena adanya kelalaian pinjaman (kredit macet)

.

Biaya modal adalah

bunga terhadap simpanan yang dibayar kepada penabung ataupun biaya peluang dari modal disetor,

Disamping itu, modal

yang tersedia tidak dapat dipinjamkan semuanya, karena bank
harus menjaga likuiditasnya.

Hal ini berarti bahwa biaya

modal akan semakin besar apabila modal yang dipinjamkan semakin kecil.
Menurut Suyatno (19911, ada dua konsep yang sering digunakan dalam menghitung biaya dana

(cost of f u n d )

yaitu

konsep biaya marginal (Marginal c o s t c o n c e p t ) dan biaya da-

32

na rata-rata tertimbang (Weight average cost of fund concept)

.

Konsep biaya Marginal berdasarkan biaya yang harus

dibayar bank kepada pihak ketiga apabila bank ingin mendapatkan dana dari pasar uang.
rata-rata
struktur

Sedangkan konsep biaya dana

tertimbang, menghitung
sumber

dana

deposito dan tabungan.

yang

biaya

dimiliki

dana

bank

berdasarkan

seperti

giro,

Jenis sumber dana akan berpengaruh

terhadap bunga simpanan dan cadangan waj ib (Reserve requi rement) yang harus dipenuhi bank.

Sebagi contoh, giro ada-

lah sumber dana yang paling murah, tetapi mempunyai cadangan wajib yang besar.

Cadangan wajib yang ditentukan oleh

BI untuk giro adalah 15%, sedangkan untuk deposito dan tabungan masing-masing 5% (Suyatno, 19911.

Berdasarkan kom-

posisi dana yang dimiliki bank dan sesuai dengan pendapat
Suyatno (1991) maka biaya dana (cost of fund) efektif dari
bank dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut.
COF

=

a x B J G + b x Bw, + c x B ~ a b
(100-CWG) (100-CWD) (100-CWT)

dimana : COF
a
b
C

BJG

B*P
Btab

CWG
CWD
CWT

Biaya dana efektif ( % )
Dana yang bersumber dari giro ( % )
Dana yang bersumber dari deposito ( % )
Dana yang bersumber dari tabungan I%)
Balas Jasa Giro ( $ 1
Bunga Deposit0 ( % )
Bunga tabungan ( % )
Cadangan Wajib Giro ( % )
Cadangan Wajib Deposto ( % )
Cadangan Waj ib Tabungan ( % )

33

Komponen kedua dari bunga pinjaman adalah biaya administrasi yaitu biaya tenaga kerja, biaya kantor,'

biaya ge-

dung, biaya perjalanan ataupun biaya mengumpulkan informasi.

Sedangkan kornponen ketiga dari bunga pinjaman adalah

kelalaian pinjaman.

Biaya kelalaian pinjaman adalah biaya

yang dikeluarkan untuk premi asuransi atau cadangan kelalaian pinjaman
taan

.

apabila kelalaian pinjaman menjadi

Dengan demikian, mengikuti konsep Moll

kenya-

(1989) bunga

pinjaman dapat dihitung berdasarkan persamaan di bawah ini
yaitu :

dimana : i
c
u
a
d

=
=
=
=

=

bunga pinjaman ( % )
biaya modal ( % )
banyaknya modal yang dipinjamakan
biaya administrasi ( % )
kelalaian pinjaman ( % )

(%)

Dari persamaan di atas terlihat bahwa semakin besar
kelalaian pinjaman dan biaya

administrasi, serta semakin

kecil modal yang dapat dipinjamkan maka bunga kredit akan
semakin besar dan sebaliknya.
Dengan mengasumsikan bahwa pasar kredit adalah pasar
yang bersaing sempurna, maka setiap lembaga keuangan akan
berusaha memperkecil biaya administrasi dan kelalaian pinjaman.

Lembaga keuangan yang dapat mengelola komponen bi-

aya administrasi dan kelalaian pinjaman dengan baik, sehingga kedua biaya tersebut menjadi rendah, maka

lembaga

34
tersebut akan mampu bersaing dan beroperasi di pasar kredit

pedesaan .
Sebagai alternatif terhadap pandangan monopoli, Holf
dan Stiglitz

( 1990)

melihat pasar kredit dengan paradigma

pelaksanaan dan informasi yang tidak sempurna.

Paradigma

ini didasarkan pada 3 hal, yakni:
1. Masing-masing peminjam

mempunyai

peluang

yang

berbeda

dalam mengalami kegagalan. Penentuan resiko masing masing peminjam membutuhkan sejumlah biaya.

Masalah ini

dikenal dengan masalah seleksi.
2. Untuk

menjamin

bahwa

peminjam

benar-benar

menggunakan

kredit sesuai dengan permohonan, bank membutuhkan sejumlah biaya.

Penggunaan pinjaman yang sesuai dengan per-

mohonan kredit dapat menjamin pengembalian kredit. Masalah ini dikenal dengan masalah insentif,
3. Sulit untuk memaksa peminjam membayar kembali kreditnya.

Masalah ini dikenal dengan masalah pelaksanaan.
Paradigma ini mengatakan bahwa respons pasar terhadap
problema-problema di atas dapat bersifat

tunggal ataupun

kombinasi dari ketiganya dalam menerangkan ciri-ciri pasar
uang pedesaan.

Karena itu mereka harus dimasukkan dalam

perspektif kebijakan untuk perencanaan interfensi khususnya
di pasar uang pedesaan.

35

Paradigma informasi yang tidak sempurna lebih menekankan bentuk kontrak dengan penekanan utama terhadap syarat
syarat

kontrak

(Bardhan, 1989).

dan

kondisi

dari

persetujuan

kontrak

Secara konseptual dapat dibedakan dua ti-

pe mekanisme yaitu mekanisme langsung dan mekanisme tidak
langsung.

Mekanisme

tidak langsung beranjak

dari model

kontrak antara peminjam dan yang memberi pinjaman. Peminjam
memberikan respon terhadap isi kontrak sesuai dengan kepentingan yang terbaik bagi dirinya.

Untuk mengurangi ke-

gagalan proyek dan pengembalian kredit maka pemberi pinjaman meminta informasi mengenai resiko proyek dan membayar
kreditnya dengan sumber daya apapun yang dimilikinya.
Mekanisme langsung tergantung pada biaya yang dikeluarkan pemberi pinjaman dalam menyeleksi permohonan dan
pemberian kredit.

Suku bunga yang tinggi menggambarkan bi-

aya seleksi yang besar.
bungan

personal,

Mekanisme langsung

kredit

perdagangan)

akan

(melalui humenimbulkan

struktur kompetisi monopolistik, suku bunga sesuai dengan
segmen-segmen yang berbeda di pasar uang pedesaan.
Ciri

utama

pasar

uangl adalah

dibiayai mempunyai kemungkinan gagal.

setiap

proyek

yang

Apabila proyek yang

dibiayai gagal maka pengembalian kredit akan menjadi gagal.

Teori ini merupakan teori mekanisme tidak langsung
dan dikutip dari Hoff dan Stiglitz (1990, ha1 238-240)

36

Kemungkinan pengembalian kredit menjadi gaga1

(

kredit

macet) tergantung kepada hasil kotor proyek dikurangi biaya
pokok dan bunga pinjaman.

Semakin tinggi resiko suatu pro-

yek yang dibiayai maka peluang suatu kredit menjadi macet
semakin

besar

dan

semakin

pinjaman menderita kerugian.

besar

pula

peluang

pemberi

Dilain pihak semakin tinggi

resiko suatu proyek maka semakin besar semakin besar hasil
yang diharapkan si peminjam.

Apabila

sipeminjam adalah

penghindar resiko (risk eventer) maka peminjam akan lebih
menyukai proyek dengan rata-rata hasil yang lebih rendah
tetapi resiko kecil dibandingkan dengan proyek yang memberikan rata rata hasil yang lebih besar tetapi mempunyai
resiko besar.
Salah satu konsekuensi dari kriteria kegagalan pengembalian pinjaman adalah bahwa perubahan suku bunga akan mengubah komposisi proyek yang dibiayai.

Dengan memperhi-

tungkan resiko, maka pada tingkat bunga tertentu peminjam
hanya akan membiayai proyek-proyek yang memberikan hasil
bersih positif.

Dengan kata lain, untuk suatu kumpulan

proyek yang memberikan hasil sama besar tetapi mempunyai
resiko yang berbeda, maka suku bunga pinjaman akan dipakai
sebagai kriteria terhadap pemilihan proyek yang akan dilaksanakan. Suatu proyek

akan dilaksanakan apabila pada

tingkat bunga pinjaman yang berlaku nilai harapan proyek

37

memberikan hasil bersih sama dengan nol.
nga

pinjaman

naik maka

proyek

Apabila suku bu-

tersebut

akan memberikan

hasil negatif artinya proyek tersebut akan mempunyai resiko
lebih

besar.

Karenanya

proyek-proyek

yang

datang

dari

kelompok ini secara rata-rata mempunyai resiko lebih besar
dibandingkan dengan proyek yang mempunyai suku bunga rendah

.
Pemberi pinjaman tidak pernah dapat melihat sepenuhnya

resiko dari kredit yang diberikan.

Untuk setiap tingkat

suku bunga, peminjam terdiri dari proyek-proyek yang mempunyai resiko berbeda-beda.

Disamping itu pemberi pinjaman

juga mengetahui, bahwa komposisi proyek yang dibiayai akan
berubah

sesuai dengan perubahan tingkat suku bunga

berlaku.

yang

Suku bunga mempunyai peran ganda yaitu sebagai

harga dan sekaligus sebagai alat pengatur komposisi resiko
portofolio.

Sebagai contoh, apabila ada kelebihan permin-

taan pinjaman pada tingkat suku bunga tertentu, analisis
ekonomi klasik mengatakan bahwa harga akan naik untuk menghilangkan kelebihan permintaan tersebut dan suku bunga yang
lebih tinggi akan memberikan hasil yang lebih besar bagi
pemberi pinjaman jika faktor resiko diabaikan.

Tetapi suku

bunga yang tinggi, membuat resiko semakin besar dan akibatnya peluang
pendapatan

kredit menjadi macet
karena naiknya bunga

semakin besar.
pinjaman

akan

Naiknya

diimbangi

38

dengan naiknya peluangkredit menjadi macet.

Pada kasus se-

perti ini ada kemungkinan pemberi pinjaman mempertahankan
suku bunga yang cukup rendah dengan komposisi resiko yang
diinginkannya dan mereka melakukan penjatahan kredit. Analisis di atas menunjukkan bahwa pemberi pinjaman dalam situasi yang kompetisinya terbataspun tidak dapat menaikkan
bunga

pinjaman begitu

tinggi,

sehingga mereka

akan me-

ngambil semua surplus dari hasil pinjaman.
Disamping mekanisme tidak langsung, pemberi pinjaman
dapat juga memakai mekanisme langsung dan mengawasi secara
langsung perilaku peminjam.

Pemberi pinjaman dapat lang-

sung menghentikan pemberian pinjaman apabila peminjam melanggar syarat syarat pinjaman.
Untuk membuat mekanisme langsung efektif maka pemeberi
pinjaman membutuhkan sejumlah biaya pengawasan.

Hal ini

akan menambah total biaya, yang pada akhirnya akan menaikkan bunga pinjaman.

Lembaga yang dapat menekan biaya pe-

ngawasan akan beroperasi lebih efektif dan effisien. Pelepas uang merupakan sebagai contoh yang dapat menekan biaya mekanisme langsung.

Pelepas uang akan beroperasi dalam

wilayah terbatas, dimana mereka masih dapat mengawasi nasabahnya dan mereka jarang ditemukan beroperasi di luar wilayah tempat tinggalnya (Aleem, 1990).
T e o r i i n i d i k u t i p d a r i H o f f dan S t i g l i z t (1990, ha1 240-245)

39

Beberapa bentuk dari mekanisme langsung adalah kredit
''

yang dibatasi wilayah tempat tinggal, kredit keluarga, kredit yang dihubungkan dengan transaksi di pasar lain, seperti yang kredit yang diberikan pedagang.

Di Banglades, Gra-

meen Bank melakukan modifikasi pemberian kredit, yaitu pemberian kredit ke individu-individu menjadi individu-kelompok.

Calon nasabah membuat kelompok sendiri, di mana ma-

sing masing anggota kelompok secara individu menjadi penjamin bagi anggota kelompoknya.

Apabila ada salah seorang

anggota kelompok yang belum membayar lunas kreditnya maka
anggota kelompok lainnya tidak dapat memohon kredit. Ternyata, metoda pemberian kredit secara kelompok sangat berhasil, sebab pengawasan langsung bergeser dari bank ke anggota kelompok sehingga biaya pengawasan bank menjadi kecil.
3.2. Fungsi Biaya dan Skala Usaha

Bank atau lembaga keuangan dilihat sebagai suatu perusahaan yang menggunakan bahan-bahan masukan

(seperti te-

naga kerja dan kapital) untuk menghasilkan luaran
simpanan dan pinjaman).

( seperti

Dengan demikian ada suatu hubungan

antara luaran dan masukan.
Misalkan

suatu

fungsi produksi Q
adalah masukan

=

hubungan

masukan-luaran

dalam

suatu

(xi) dimana Q adalah luaran dan

f

.

x

(i= 1,. .,n) dan f menyatakan suatu fungsi.

Fungsi kebalikan

40
(inverse) dari fungsi produksi tersebut

dapat dituliskan x

=

.

f-I(Q)

Misalkan, hargaLharga bahan

masukan adalah Ri, maka total biaya yang dikeluarkan untuk
menghasilkan luaran dapat dinyatakan sebagai TC

x,

Apabila

disubsitusikan

fungsi produksi

maka

dengan

total

biaya

fungsi

=

I: % xi.

kebalikan

(TC) dapat

dari

dituliskan

dalam suatu bentuk persamaan :

E'ungsi biaya adalah biaya minimum untuk memproduksi
suatu keluaran selama periode tertentu, yang dinyatakan sebagai fungsi dari harga masukan dan luaran. Secara matematis fungsi biaya dapat dituliskan sebagai berikut :
C(R,Q)
dimana C
R

=
=

Q =

x

=

=

min { R.x
x 2 0.

: x

E

V(Q) 1 ,

Fungsi biaya
Harga bahan masukan
luaran yang dihasilkan
bahan masukan

Persamaan fungsi biaya

di

atas mengasumsikan bahwa

harga input adalah eksogenus dan given untuk masing-masing
produsen.

Disamping itu, fungsi biaya mempunyai sifat-si-

fat sebagai berikut (Chambers, 1988) :

1 Untuk setiap R > O dan Q>O.

Sifat ini menyatakan bahwa

tidaklah mungkin untuk menghasilkan luaran tanpa suatu

2

Jika R'>R, maka c ( R ' , Q ) ~c (R,Q )

41
Hal ini berarti apabila

.

harga bahan masukan naik maka, biaya tidak dapat turun.
3 Cekung ke bawah dan kontinu dalam R

4 C (tR,Q )

=

t c (R,Q )

.

Apabila harga bahan masukan berubah

secara proporsional, maka komposisi bahan masukan yang
dipakai tidak berubah.
5 Jika Q ~ Q ' maka c (R,Q )

c (R,Q ' )

2

.

Apabila

luaran yang

dihasilkan bertambah maka biaya tidak mungkin turun.
6

C (R,0 )

=

Semua bahan masukan adalah bersifat vari-

0.

abel, atau biaya tetap tidak ada.
7 Jika fungsi biaya dapat diturunkan terhadap R, maka ber-

dasarkan kaidah Sheppard's lemma, haruslah :
xi (RI
Q)

=

EC (R,Q )

/a,

: fungsi permintaan bahan masukan.

Xi

Skala usaha dapat dihitung dari fungsi biaya dengan
cara mendiffrensialkan biaya
yaitu SU

=

rata-rata

3su

luaran,

13ln~/dln~~.
Apabila nilai SU lebih besar dari

satu, maka terjadi diseconomis
Artinya

terhadap

perusahaan

sudah

of

scale pada perusahaan.

beroperasi

pada

daerah

= d ~ c / a Q= ~ ( c / Q ) / & . npabila fungsi itu diminimumkan
maka [ ( Q &/%Q)
TC ] = 0 atau Q
= C.
Dengan meng~
alnc/& = 1
gandakan ruas kiri clan kanan 1 / maka

-

&/a

dimana

42

pertambahan biaya rata-rata lebih besar dari pertambahan
SU

luaran. Apabila

1, rnaka industri berada dal&n fase

=

constant return to scale, yang berarti pertambahan biaya
rata-rata sama dengan pertambahan luaran. Apabila SU lebih
kecil dari satu maka terdapat economis of scale pada perusahaan, yang berarti perusahaan masih dapat meningkatkan
produksinya karena pertambahan biaya rata-rata masih lebih
kecil dari pertambahan luaran.
Persarnaan

pangsa

masukan (cost share

=

pengeluaran

untuk

setiap

bahan

Si) dapat dituliskan sebagai :

Si = xi Ri / C

Dengan

mensubsitusikan

fungsi

pennintaan

input

terhadap

fungsi pangsa pengeluaran, maka akan diperoleh :
Si

=

X / C

Ri/ai.

Atau

Si = 6LnC / &nRi

Fungsi biaya translog adalah bentuk fungsi biaya yang
sering digunakan.

Untuk 2 keluaran dan 2 input maka fungsi

biaya translog dapat dituliskan sebagai :
Ln C

=

+ alLnQl+ azLnQ2 + PILnRl+ &LnR2

+

+ 3syZZ(~n~2)2
+ y12 (LnQ1,
(LnQ2)
% y l l(L~Q~)'

43
Dengan fungsi biaya translog, maka persamaan fungsi

pangsa pengeluaran untuk 2 output dan 2 input dapat ditulis
sebagai berikut : Sj

=

&nC/&nRj

Karena jumlah pangsa pengeluaran haruslah sama dengan satu,
maka G S 3

=

1.

Dengan fungsi biaya translog, maka skala

ekonomi dihitung dengan :
ES

=

dLnC/&nQ1

+ &nC/&nQZ

(Cuevas, 1989).

3.3. Hipotesis
Berdasarkan

identifikasi

masalah,

tujuan penelitian

dan kerangka teori di atas maka diajukan beberapa hipotesis.
Pakto 27, 1988 merupakan suatu kebijakan yang memperrnudah dan mengurangi barrier to entry di pasar kredit, menambah lembaga keuangan dan menciptakan persaingan di antara