Strategi pemanfaatan APBD Kabupaten Lampung Barat serta implikasinya terhadap pembangunan daerah:

.
,.

*-

I

STRATEGIPEMANFAATANAPBDKABUPATEN
LAMPUNG BARAT SERTA IMPLIKASINYA
TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

.!u! ue!jey j!qye ue!6eq !p eyetsnd Jegea
welep ueywn)ue3!p uep syal welep ueyjnqas!p gelaj u!el s!lnuad uep uey$!qJal!p
yep!$ undnew ueyl!cpal!p 6ueA ehey uep d!lny!p nele leseiaq 6ueA !seuuoju!
Jaqwns .undeuew !66u!) uerun6~adepeday undede ynjuaq welep ueynfe!p
wnlaq uep 6u!qw!qwad !s!woy uep ueyae ue6uap eAes ehey leuaq yelepe

.ye~aea~eLJn6LJe9~Uad
depewal eKu!se~!ydwl epas pJeg 6undwe7 uajednqey
agdv uejeepewad !Bajw?s, j!qye se6nl e ~ q e queyeleAua~ueAes !u! ue6uaa

ABSTRACT

CHRISTIMORE 2,Strategy for The Use of Lampung Barat District APBD and its
implication toward Local Development. Supervised by NUNUNG NURYARTONO
as head of committee, LUKMAN M. BAGA as member of supervision committee.
Since the implementation of local autonomous, it has brought real impact and
demand to the condition of the respective area. In order to financing the local
expenditure, local government should have wise financial management. Other
than balance fund from central government, local government must improve their
ability to explore the potential within the region to increase the income. Also
important is to plan, manage and control the use of Local Government Income
and Expenditure Budget (APBD) and allocate it into necessity needs. Based on
the current condition, there is improvement in education, health and infrastructure
development along with the improvement of APBD. In general the development
is indicated by better community sewice outreach of many resources and
enhancement in economic growth each year. In order to accommodate the needs

with limited budget, government should facilitate the involvement of private sector
to accommodate the community needs.

Keywords: autonomous, financial management, development improvement

CHRISTIMORE Z, Strategi Pemanfaatan APBD Kabupaten Larnpung Barat serta
lrnplikasinya Terhadap Pernbangunan Daerah. Dibirnbing oleh NUNUNG
NURYARTONO sebagai ketua, LUKMAN M. BAGA sebagai anggota kornisi
pembirnbing.

Sejak diberlakukannya Undang - Undang Otonorni Daerah yang diatur
dalarn UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pernerintahan Daerah dan UU No. 33
Tahun 2004 tentang Perirnbangan Keuangan antara Pernerintah Pusat dan
Daerah menuntut setiap daerah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik,
terutarna pada bidang-bidang yang rnenjadi kebutuhan dasar rnasyarakat. Selain
itu, otonomi yang diberikan kepada daerah dilaksanakan dengan rnernberikan
kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada pemerintah
daerah. Artinya, pelirnpahan tanggungjawab akan diikuti oleh pengaturan
pembagian, dan pernanfaatan surnberdaya nasional yang berkeadilan, serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah. Tujuannya antara lain adalah untuk

lebih mendekatkan pelayanan pernerintah kepada rnasyarakat, rnernudahkan
rnasyarakat untuk mernantau dan mengontrol serta manajernen anggaran yang
bersurnber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalarn
rangka menciptakan persaingan yang sehat antar daerah dan rnendorong
tirnbulnya inovasi.

Dalam konteks ini, APBD merniliki peran penting dalam

perekonornian daerah, terutama dari sisi penyusunan dan perencanaan prograrnprogram pernbangunan. Atas dasar itu, sangat penting untuk rnelakukan analisis
secara mendalarn terhadap struktur APBD guna melihat seberapa besar
kemampuan keuangan daerah dalam melakukan pernbiayaan pernbangunan
yang sampai saat ini terus menjadi perhatian seluruh pernerintah daerah di
Indonesia, termasuk pemerintah daerah Kabupaten Larnpung Barat.
Hasil kajian menunjukan bahwa adanya ketergantungan penerirnaan
daerah yang berasal dari sumber Dana Perimbangan Pusat dan Daerah yang
rnencapai antara 70 - 90 persen. Sernentara penerirnaan yang berasal dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD) sangat kecil, sehingga berdarnpak terhadap
kernandirian pembiayaan pembangunan, terutama

pernbangunan bidang


pelayanan publik seperti pendidikan, kesehatan dan infrastruktur. Belanja daerah
untuk pembangunan ketiga bidang tersebut relatif kecil rneski jurnlahnya terus
rneningkat secara absolut, namun secara persentase rnengalarni penurunan.

Rendahnya APBD untuk ketiga bidang layanan publik tersebut berdarnpak
terhadap kualitas dan kuantitas layanan publik.
Hasil analisis SWOT rnenunjukan bahwa strategi kebijakan pernanfaatan
APBD dalarn rangka rnelakukan pernbiayaan pernbangunan antara lain dapat
dilakukan rnelalui kernitraan pernerintah daerah dengan swasta dalarn
pernbiayaan pernbangunan disarnping rneningkatkan surnber penerirnaan yang
berasal dari PAD melalui intensifikasi atau ekstensifikasi. Selain itu perlu Standar
Analisis Biaya
. (SAB),
.
penataan rnanajemen pengeluaran
.
..
dan manajernen biaya
strategik dalarn rangka rnengurangi inefisiensi belanja daerah yang rnenirnbulkan

sistern monitoring dan
overfinancing atau underfinancing. Pengernbangan

evaluasi terhadap pelaksanaan APBD

rnulai dari tahap

perencanaan,

penyusunan dan pelaksanaan untuk rnenghindari terjadinya resiko pernbiayaan,
inefisiensi dan kebocoran anggaran
Kata Kunci : Otonorni, pengelolaan keuangan, peningkatan pernbangunan

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbemya.
Pengutipan hanya untuk kepentingan
penyusunan laporan,

pendidikan,
penelitian,
penulisan karya ilmiah,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan Pengutipan tidak
merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

STRATEGIPEMANFAATANAPBDKABUPATEN
LAMPUNG BARAT SERTA IMPLIKASINYA
TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH

Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional pada
Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2009

Judul Tugas Akhir :

Strategi Pemanfaatan APBD Kabupaten Lampung Barat
Serta lmplikasinya Terhadap Pembangunan Daerah

Nama

:

Christimore Zainuddin

NRP

:

H 252070115

Disetujui;

Komisi Pembimbing

Ir. Lukman M. Baaa. MAEc
Anggota

Dr. Ir. hunun& buwartono. MS
I
~Ztua

Diketahui :

Ketua Program Studi

Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec

Tanggal Ujian : 20 Mei 2009

hairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Lulus :


2 7 ).MY 2W9

PRAKATA
Puji dan Syukur alharndulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SVVT yang
telah rnelirnpahkan karunia-Nya, sehingga penulis dapat rnenyusun penulisan
kajian ini yang rnerupakan salah satu syarat untuk rnenyelesaikan program
Pascasarjana di Program Studi Manajernen Pernbangunan Daerah lnstitut
Pertanian Bogor.
Adapun judul dari kajian ini adalah Strategi Pernanfaatan APBD Kabupaten
Larnpung Barat Serta lrnplikasinya Terhadap Pembangunan Daerah
Pada kesernpatan ini penulis menyampaikan ucapan terirna kasih kepada :

1. Pernerintah Kabupaten Larnpung Barat yang telah rnernberikan kesernpatan
dan dukungan untuk pelaksanaan kajian ini.

2. BAPEDA, BPKAD, Dinas Pendidikan, dan Dinas Kesehatan Kabupaten
Larnpung Barat yang telah bekerja sarna dalarn kajian ini.
3. Pengelola Program Magister Manajernen Pernbangunan Daerah, Sekolah


Pascasarjana lnstitut Pertanian Bogor.

4. Dr. Ir. Nunung Nuryartono, MS selaku Pernbirnbing I yang telah banyak
rnernberikan pengarahan dan'bimbingan kepada penulis.
5. Ir. Lukman M. Baga, MAEc selaku Pernbirnbing II yang telah mernberikan

pengarahan dan rnasukan kepada penulis.
6. Bapak dan lbu Dosen Program Magister Manajernen Pembangunan Daerah,
Sekolah Pascasajana lnstitut Pertanian Bogor.
7. Rekan-rekan rnahasiswa Program Magister Manajemen Pernbangunan

Daerah, Sekolah Pascasajana lnstitut Pertanian Bogor.
8. lstri dan anak-anak tercinta yang telah rnernberi rnotivasi dan inspirasi

kepada penulis.
Penulis rnenyadari bahwa dalarn penulisan tugas akhir ini rnasih terdapat
kekurangan-kekurangan. Akhirnya penulis berharap sernoga kajian ini bisa
bermanfaat bagi banyak pihak. Arnin.
Bogor,


Mei 2009
Penulis

Penulis dilahirkan di Talang Akar pada tanggal 23 Desember 1959 dari
ayah Zainuddin dan ibu Zanariyah, merupakan Putra Ke enarn dari tujuh
bersaudara.
Pendidikan Sekolah Dasar sarnpai dengan Sekolah Menengah Atas
ditempuh penulis di kota Palembang. Pendidikan Sarjana ditempuh pada jurusan
Sarjana Hukum Fakultas Hukurn Universitas Larnpung yang ditamatkan pada
tahun 2005.
Pada tahun 1985 penulis mulai bekerja di Ditjen Bea Cukai dan
diternpatkan di Ditjen Bea Cukai. Pada tahun 2007 penulis mendapat
kesempatan melanjutkan pendidikan pada program pascasarjana - Manajemen
Pembangunan Daerah lnstitut Pertanian Bogor dengan beasiswa dari
Pernerintah Kabupaten Lampung Barat.
Menikah pada tahun 1980 dengan Gusnaini dan dikaruniai empat orang
anak yaitu Bobby Christiawan, Viky Vernando, Edo Syaputra dan Ella Apriliani.

DAFTAR IS!

Daffar lsi .....................................................................................................
Daffar Tabel ................................................................................................
Daffar Gambar ............................................................................................

I.

PENDAHULUAN .............................................................................
1.1 Latar Belakang .......................................................................
1.2 Perumusan Masalah ............................................................
. . ...................................................................
1.3 Tujuan Penel~t~an
..
1.4 Manfaat Penel~t~an
..................................................................

II.

TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................
2.1 Tinjauan Umum Manajemen Keuangan Daerah ...................
2.2 Otonomi dan Sistem Manajemen Keuangan Daerah ............
2.3 Ruang Lingkup Keuangan Daerah ........................................
2.3.1 Penerimaan Daerah ...................................................
2.3.2 Pengeluaran Daerah ..................................................
2.4 Perencanaan Strategik ..........................................................

Ill.

METODOLOGI KAJIAN ..................................................................
3.1 Kerangka Pemikiran Kajian ...................................................
3.2 Lokasi dan Waktu Kajian .......................................................
3.3 Metode Kajian ........................................................................
3.3.1 Sasaran Kajian dan Teknik Sampling ........................
3.3.2 Metode Pengumpulan Data .......................................
3.3.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data ......................
3.3.4 Metode Perumusan Strategi dan Perancangan
Program .....................................................................

IV.

GAMBARAN UMUM WILAYAH ......................................................
4.1 Kondisi Geografis dan Topografi ...........................................
4.2 Sosial Ekonomi ......................................................................
4.2.1 Kependudukan dan Ketenagakejaan ........................
4.2.2 Pendidikan dan Kesehatan ........................................
4.2.3 Prasarana dan Sarana Daerah ..................................
4.2.4 Pembangunan Ekonomi .............................................
4.3 Keuangan Daerah ..................................................................

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................
5.1 Analisis APBD Kabupaten Lampung Barat ............................
5.1 .1 Anggaran Kinerja : Paradigma Baru ..........................
5.1.2 APBD Sisi Penerimaan ..............................................
5.1.3 APBD Sisi Pengeluaran .............................................
5.2 Pengaruh APBD Terhadap Pembangunan Daerah ...............

i

iii
v

5.2.1
5.2.2
5.2.3

Bidang Pendidikan .....................................................
Bidang Kesehatan ......................................................
Bidang lnfrastruktur ....................................................

VI .

PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM ..................................
6.1 Analisis Faktor Internal dan Eksternal ...................................
6.1.1 Analisis Faktor Internal ...............................................
6.1.2 Analisis Faktor Eksternal ............................................
6.2 Strategi dan Program Pernanfaatan APBD ...........................
6.2.1 Strategi S - 0 .............................................................
6.2.2 StrategiW-0 ............................................................
6.2.3 Strategis-T .............................................................
6.2.4 Strategi W - T ............................................................

VII.

KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................
7.1 Kesirnpulan ............................................................................
7.2 Saran .....................................................................................

Daffar Pustaka
Lampiran

DAFTAR TABEL

Tabel 1

Struktur Penerimaan dan Pengeluaran Anggaran Pemerintah
Pusat Tahun 2001 - 2006 (Rp. Trilyun) ....................................

Tabel 2

Distribusi Responden Kajian ....................................................

Tabel 3

Matriks SWOT (Strenghts - Weaknesses - Opportunities
Threats) ....................................................................................

3
21

24

Tabel 4

Luas Kabupaten Lampung Barat Menurut Kecamatan ............

26

Tabel 5

Perbandingan Luas Kawasan Lindung dengan Luas Wilayah
Setiap Kecarnatn di Kabupaten Lampung Barat ......................

27

Komposisi Penduduk yang Berkeja Menurut Lapangan
Usaha di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2006 .................

29

Rasio Murid per Sekolah untuk SD, SMP dan SMU di
Kabupaten Lampung Barat Tahun 2001,2003 dan 2006 ........

31

Panjang dan Status Jalan di Kabupaten Lampung Barat
Tahun 2005 ..............................................................................

33

Distribusi PDRB Kabupaten Lampung Barat Menurut
Lapangan Usaha Tahun 2002 - 2007 (dalam persen) ............

36

Distribusi Penerimaan Daerah Kabupaten Lampung Barat
(dalarn- %) ................................................................................

38

Perkernbangan APED Kabupaten Larnpung Barat Sebelum
dan Sesudah Otonorni ............................................................

39

Penerimaan Daerah, Dana Perirnbangan dan Kontribusi
Dana Perirnbangan Terhadap Penerirnaan Daerah
Kabupaten Lampung Barat Tahun 2003 - 2007 (Rp. Miliar) ...

45

Kontribusi PAD Terhadap Penerimaan Daerah Kabupaten
Larnpung Barat Tahun 2003 - 2007 ........................................

48

Budgetary Slack Pajak dan Retribusi Daerah di Kabupaten
Larnpung Barat Tahun 2003 - 2007 (Rp. Miliar) .....................

49

Surplus dan Defisit Anggaran di Kabupaten Larnpung Barat
Tahun 2003 - 2007 ..................................................................

52

Perkembangan Anggaran Bidang Pendidikan di Kabupaten
Lampung Barat ........................................................................

56

Tabel6
Tabel 7
Tabel 8
Tabel9
Tabel 10
Tabel I I
Tabel I2

Tabel I3
Tabel 14
Tabel 15
Tabel I6

Tabel 17

Perkembangan Kondisi Kependidikan Di Kabupaten
Lampung Barat ........................................................................

62

Perkembangan Anggaran Kesehatan Di Kabupaten Larnpung
Barat .........................................................................................

64

Perkernbangan Sarana dan Tenaga Kesehatan di Kabupaten
Lampung Barat Tahun 2003 - 2007 ........................................

65

Panjang dan Status Jalan di Kabupaten Larnpung Barat
Tahun 2005 ..............................................................................

69

Banyak Pelanggan PDAM di Kabupaten Lampung Barat
Tahun 2006 .............................................................................

70

Perkembangan Anggaran Belanja lnfrastruktur di Kabupaten
Lampung Barat ........................................................................

72

Tabel 23

Hasil Analisis Faktor Internal ...................................................

73

Tabel 24

Hasil Analisis Faktor Ekstemal ................................................

78

Tabel 25

Hasil Analisis Matrik SWOT dalam Perumusan Strategi
dan Program pemanfaatan APBD dalarn Pembiayaan
Pembangunan Layanan Publik di Kabupaten Lampung Barat

84

Strategi, Program dan Pihak yang Terkait dalam Program
Pemanfaatan APBD dalam rangka Pernbiayaan Pelayanan
Publik .......................................................................................

98

Tabel 18

Tabel 19

Tabel 20
Tabel21
Tabel 22

Tabel 26

DAFTAR GAMBAR

Garnbar 1

Pola Urnurn Organisasi Pengelolaan Keuangan Daerah
Menurut UU No. 5 Tahun 1974 .........................................

9

Pola Pemerintahan Wilayah dan Daerah Menurut Menurut
UU No. 5 Tahun 1974 ....................................................

11

Garnbar 3

Kerangka Pernikiran Kajian ...............................................

20

Garnbar4

Batasan Internal dan Eksternal Strategi Pernanfaatan
APBD Kabupaten Larnpung Barat .......................................

23

Garnbar 5

Kondisi Tutupan Lahan Di Kabupaten Larnpung Barat .......

27

Gambar 6

Jurnlah Penduduk Kabupaten Larnpung Barat Tahun
2001-2006 ..........................................................................

28

PDRB Kabupaten Larnpung Barat Berdasarkan Harga
Konstan Tahun 2001-2007 ............................................

35

Garnbar 8

Manajernen Keuangan Daerah ...........................................

40

Garnbar 9

Alur Pengisian Rencana Anggaran Satuan Kerja (RASK) ..

44

Garnbar 10

Kornposisi Dana Perirnbangan di Kabupaten Larnpung
Barat .................................................................................

47

Anggaran dan Realisasi Belanja Daerah Kabupaten
Larnpung Barat Tahun 2003 - 2007 (Rp. Miliar) ...............

51

Belanja APBD Kabupaten Larnpung Barat Tahun 2003 2007 ....................................................................................

54

Garnbar 2

Garnbar 7

Gambarll
Gambar 12
Gambar 13

Garnbar 14

Belanja APBD Kabupaten Larnpung Barat Tahun 2004
2006 ...............................................................................

55

Belanja Bidang Pendidikan dalarn APBD Kabupaten
Larnpung Barat Tahun 2003-2007 ......................................

57

Garnbar 15

Angka Partisipasi Sekolah di Kabupaten Larnpung Barat ...

58

Garnbar16

Perkernbangan Rasio Murid per Guru di Kabupaten
Larnpung Barat Tahun 2003 - 2007 ....................................

59

Garnbar 17

Perkembangan Rasio Murid per Sekolah di Kabupaten
Larnpung Barat Tahun 2003 - 2007 ....................................

60

Gambar 18

Perkembangan Jumlah Sekolah di Kabupaten Lampung
Barat Tahun 2003 - 2007 ....................................................

61

Belanja Bidang Pendidikan di Kabupaten Lampung Barat
Tahun 2003 - 2007 .............................................................

63

Belanja Bidang Kesehatan dalam APBD Kabupaten
Lampung Barat Tahun 2003-2007 ......................................

64

Rasio Penduduk terhadap Tenaga Kesehatan di
Kabupaten Larnpung Barat Tahun 2003-2007 ...................

66

Rasio Penduduk terhadap
Sarana Kesehatan di
Kabupaten Lampung Barat Tahun 2003-2007....................

67

Gambar 23

Pentingnya Peranan lnfrastruktur ........................................

68

Gambar24

Belanja Bidang lnfrastruktur dalam APBD Kabupaten
Lampung Barat Tahun 2003-2007 ...................................

72

Gambar 19
Gambar 20
Gambar 21
Gambar 22

I. PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Pola pembangunan ekonomi sentralistik yang telah berlangsung selama

lebih dari 32 tahun telah rnernberikan darnpak yang luas bagi pernbangunan
ekonomi nasional, khususnya terhadap sistem tata pernerintahan. Dalarn
irnplernentasinya,
pernerintah

pusat.

segala

kebijakan

harus

Pernerintah daerah

dilaksanakan

seakan-akan

sesuai

hanya

arahan

merupakan

kepanjangan tangan dari pernerintah pusat, tanpa rnerniliki kewenangan
rnendasar untuk rnengarnbil kebijakan, padahal kenyataannya pemerintah
daerahlah yang rnengetahui permasalahan di daerahnya sendiri. Selarna ini
aparat pernerintah daerah cenderung hanya ditugasi untuk rnengarnbil kebijakan
pada hal-ha1 yang bersifat teknis dan sebagai pelaksana dari kebijakan
pernerintah pusat.
Terjadinya krisis ekonomi yang rnelanda Indonesia pada pertengahan
1997, telah rnernbuka jalan bagi rnunculnya reforrnasi total di seluruh aspek
kehidupan rnasyarakat. Disarnping itu reforrnasi telah rnernunculkan sikap
keterbukaan dan fleksibilitas sistern politik dan kelernbagaan sosial, sehingga
rnernperrnudah proses pernbangunan dan rnodernisasi lingkungan legal dan
regulasi untuk pernbaharuan paradigrna di berbagai bidang kehidupan. Salah
satu perubahan paradigma tersebut yaitu terkait hubungan pernerintah pusat dan
daerah yang rnendorong adanya tuntutan peninykatan kewenangan daerah
dalarn rnelaksanakan kebijakan ekonorni. Tuntutan ini tentu saja didukung oleh
alasan bahwa perrnasalahan yang terjadi di daerah sedernikian kornpleks dan
rnultidirnensional sehingga tidak rnungkin diatasi dengan suatu terapi yang
bersifat terpusat. Selain itu disadari pula bahwa span of control (rentang kendali)
pernerintah pusat sangat terbatas, sehingga kebijakan yang dibuat rnenjadi tidak
efektif dan efisien. Keberhasilan kebijakan tersebut tidak lupa pula sangat
ditentukan oleh pola pendanaan di tingkat daerah.
Akibat dari reforrnasi tersebut pernerintah rnengeluarkan kebijakan
desentralisasi dan otonorni daerah yang diatur dalarn UU No. 22 tahun 1999
tentang Pernerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perirnbangan
Keuangan Pusat dan Daerah yang kernudian diperbaharui dengan UU No. 32

Tahun 2004 tentang Pernerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pernerintah Pusat dan Daerah. Kebijakan
tersebut mendorong pernerintah, baik di tingkat pusat rnaupun daerah, untuk
terus rnerencanakan dan mengirnplernentasikan program-program yang terkait
dengan pernantapan perwujudan otonorni daerah.
Ada beberapa isu sentral yang rnencuat terkait dengan pelaksanaan
desentralisasi dan otonorni daerah. Pertarna, otonorni rnenuntut setiap daerah
untuk rneningkatkan kualitas pelayanan publik, terutarna pada bidang-bidang
yang rnenjadi kebutuhan dasar rnasyarakat seperti pendidikan, kesehatan dan
infrastruktur. Hal ini menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan pernerintah
daerah dalarn meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Kedua, otonorni yang diberikan kepada daerah dilaksanakan dengan
rnernberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada
pemerintah daerah secara proporsional. Artinya, pelirnpahan tanggungjawab
akan diikuti oleh pengaturan pernbagian, dan pernanfaatan surnberdaya nasional
yang berkeadilan, serta perirnbangan keuangan pusat dan daerah. Tujuannya
antara lain adalah untuk lebih- rnendekatkan pelayanan pernerintah kepada
rnasyarakat, rnernudahkan rnasyarakat untuk rnernantau dan rnengontrol serta
rnanajernen anggaran yang bersurnber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) dalarn rangka menciptakan persaingan yang sehat antar daerah
dan mendorong timbulnya inovasi.
Dalam konteks ini, APBD rnerniliki peran penting dalam perekonornian
daerah, terutarna dari sisi penyusunan dan perencanaan program-program
pembangunan. Atas dasar itu, sangat penting untuk rnelakukan analisis secara
rnendalarn terhadap struktur APBD guna melihat seberapa besar kernarnpuan
keuangan daerah dalam rnelakukan pembiayaan pernbangunan yang sampai
saat ini terus menjadi perhatian seluruh pernerintah daerah di Indonesia.
Berdasarkan

PP

No.5

Tahun

2000

tentang

pengelolaan

dan

pertanggungjawaban keuangan daerah, APBD disusun berdasarkan pendekatan
kinerja (Kuncoro. 2004).
Sarnpai sejauh ini dana perirnbangan yang rnerupakan transfer keuangan
oleh pusat kepada daerah meskipun jurnlahnya relatif rnemadai yakni sekurangkurangnya sebesar 25 persen dari Penerirnaan Dalarn Negeri dalarn APBN,
narnun daerah harus lebih kreatif dalarn rneningkatkan PAD nya untuk
meningkatkan akuntabilitas dan keleluasaan dalarn pernbelanjaan APBD-nya.

Sumber-sumber penerimaan daerah yang potensial harus digali secara
maksimal, namun tentu saja di dalam koridor peraturan perundang-undangan
yang berlaku, termasuk diantaranya adalah pajak daerah yang memang telah
sejak lama menjadi unsur PAD yang utama (Raksakamahi, 2002).

1)APBN Perubahan
2) APBN Berjalan
3) Sebelumnya bernama Subsidi Daerah Otonom (SDO)

Sumber: Budget Statistics, 2005-2006, Departernen Keuangan RI

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa pengeluaran dalarn APBN untuk
dana perimbangan (baik dana bagi hasil (DBH), dana alokasi umum (DAU),
maupun dana alokasi khusus (DAK)) selalu mengalami peningkatan seiring
dengan meningkatnya penerimaan Pemerintah Pusat. Dari ketiga jenis dana
perimbangan tersebut, DAU memberikan kontribusi terbesar. Berdasarkan UU
No. 2511999 tentang Perirnbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah, besarnya DAU adalah sekurang-kurangnya 25 persen dari
Penerimaan Dalam Negeri yang ditetapkan APBN, dan berdasarkan UU No.
3312004 (sebagai revisi dari UU No. 2511999) ditetapkan minimal sebesar 26
persen dari Penerimaan Dalam Negeri. Pertarnbahan jumlah pernerintahan
daerah diduga kuat ikut menyebabkan sernakin besarnya beban Belanja Daerah
yang dapat meningkatkan besarnya defisit APBN.
Sejalan dengan ha1 tersebut tentunya pelaksanaan otonomi daerah tidak
hanya ditinjau

dari

seberapa besar daerah

akan

memperoleh Dana

Perimbangan, tetapi yang tidak kalah penting adalah ha1 tersebut harus
diimbangi dengan instrurnen atau kemampuan daerah saat ini, mampu
memberikan nuansa pengelolaan keuangan yang lebih adil, rasional, transparan,
partisipatif dan akuntabel sebagaimana diamanatkan oleh kedua UU Otonomi
Daerah tersebut.
Sebelurn pelaksanaan Otonomi Daerah transfer utama dari pernerintah
pusat kepada daerah yaitu Dana Rutin Daerah (DRD) dan Dana Pembangunan
Daerah (DPD). Dengan berguiimya otonorni daerah transfer Pemerintah Pusat
kepada Daerah digantikan dengan "Dana Alokasi Urnurn (DAU)" dengan rincian
90 persen untuk KabupatenlKota dan 10 persen untuk Propinsi. Dengan
perimbangan keuangan tersebut akan rnernberikan kepastian bagi Daerah dalam
memperoleh surnber-sumber pembiayaan pembangunan.
Narnun demikian pemanfaatan sumber-sumber pembiayaan tersebut
harus dilakukan secara cerrnat dengan mempertirnbangkan aspek prioritas
khususnya terhadap bidang-bidang yang dianggap strategis dan menjadi
kebutuhan dasar masyarakat. Bagi daerah yang memiliki keterbatasan anggaran
ha1 ini perlu dilakukan di tengah besarnya tuntutan masyarakat terhadap
peningkatan pelayanan publik dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Peningkatan pelayanan

publik

merupakan salah

satu

indikator

keberhasilan pernbangunan pemerintah daerah saat ini. Pasalnya beberapa
jenis pelayanan publik seperti pendidikan, kesehatan dan infrastruktur selama ini
rnasih dirasakan kurang mernadai. Hal ini disebabkan rata-rata proporsi
anggaran pernerintah daerah untuk mernbiayai kebutuhan dasar tersebut relatif
kecil. Dalarn struktur pengeluaran pemerintah daerah provinsi maupun
kabupatenlkota seluruh Indonesia, besarnya proporsi anggaran untuk ketiga
bidang tersebut sejak tahun 2001 hingga 2005 hanya sekitar 20 persen. Porsi
terbesar pengeluaran rnasih didorninasi untuk pengeluaran rutin sekitar
50 persen.
Kecilnya tingkat penerimaan daerah rnenjadi penyebab rendahnya alokasi
anggaran untuk pelayanan publik. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah
satu daerah di Provinsi Lampung yang APBD nya paling kecil. Kondisi ini
tentunya berdampak terhadap pembiayaan pembangunan sektor pelayanan
publik yang rnenjadi kebutuhan dasar masyarakat. Sejak tahun 2003 - 2007
rata-rata alokasi anggaran pembangunan terhadap total APBD untuk bidang

pendidikan dan kesehatan sekitar 4 - 5 persen dan untuk bidang infrastruktur
sekitar 20 persen.
Sementara itu, struktur penerirnaan daerah Kabupaten Lampung Earat
masih sangat tergantung dari penerimaan dana perirnbangan yaitu hampir 90
persen dari total penerimaan daerah sejak tahun 2004 - 2007. Sedangkan PAD
sendiri pada periode yang sama hanya memberikan kontribusi sekitar 2.5 persen.
Meskipun kontribusi PAD terhadap penerimaan daerah terus mengalami
peningkatan setiap tahunnya, namun kontribusinya sangat kecil sehingga tingkat
kemandirian pembiayaan pembangunan masih sangat rendah.
Berdasarkan paparan tersebut di atas terlihat bahwa dalam struktur
APED, masih terdapat ketergantungan yang besar sumber penerimaan daerah
yang bersumber dari dana perimbangan. Sumber-sumber pembiayaan asli
daerah masih relatif kecil. Sementara disisi lain, pemerintah daerah saat ini
dituntut untuk lebih meningkatkan pembangunan pelayanan publiknya dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam konteks ini, Kabupaten Lampung Barat sebagai salah satu daerah
otonom yang tengah berupaya meningkatkan pelayanan publiknya, perlu untuk
menata pengelolaan keuangan daerahnya dengan baik melalui pengaturan
sistem pengelolaan keuangan daerah yang efektif dan efisien serta mekanisme
pelaksanaan yang transparan dan akuntabel disamping menciptakan prinsip
keadilan anggaran dalam konteks alokasi anggaran yang lebih proporsional
terutama pada bidang-bidang pelayanan publik seperti pendidikan, kesehatan
dan infrastruktur.
Oleh sebab itu, agar pengelolaan keuangan daerah dapat terlaksana
secara optimal, dan pelaksanaan otonomi daerah dapat berjalan dengan baik,
perlu adanya strategi khusus dalam manajemen keuangan daerah di Kabupaten
Lampung Barat. Strategi dan perancangan program peningkatan kapasitas fiskal
diperlukan dalam rangka peningkatan kemampuan pembiayaan pembangunan,
khususnya di sektor pelayanan publik.
1.2

Perumusan Masalah

APED memiliki

peran penting dalam perekonomian daerah, terutama

menjadi input dalam penyusunan perencanaan program-program pembangunan.
Oleh karena itu, perencanaan anggaran dan pembangunan daerah perlu disusun
dengan pendekatan anggaran berbasis kinerja (performance budget), yang
rnenekankan pada efisiensi dan efektifitas anggaran. Hal ini dilakukan dalam

rangka mengurangi inefisiensi belanja daerah yang menimbulkan overfinancing
atau underfinancing.
Bagi

pemerintah

daerah

Kabupaten

Lampung

Barat,

besarnya

ketergantungan pembiayaan yang berasal dari dana perimbangan pusat selama
ini, peran APBD tidak hanya menjadi sekedar input dalam proses perencanaan
program-program pembangunan, tetapi menjadi kendala seberapa banyak
program-program pembangunan prioritas yang dapat direalisasikan karena
rendahnya kapasitas fiskal yang dimiliki. Oleh karena itu, muncul pertanyaan
dalam kajian ini "Bagaimanakah struktur APBD Kabupaten Lampung Barat dilihat
dari sisi penerimaan dan pengeluaran ? ".
Keberhasilan program-program

pembangunan

di

daerah

sangat

bergantung pada besar kecilnya kapasitas fiskal yang dimiliki suatu daerah,
yang juga mencernlinkan besar keciinya kapasitas APBD. Oleh karena itu, APBD
memiliki implikasi terhadap pembiayaan pembangunan. Dengan desentralisasi
fiskal, APBD ini diharapkan dapat menjadi stimulus bagi kelancaran pelaksanaan
program-program pembangunan, terutama untuk dialokasikan pada sektor atau
bidang yang menjadi prioritas seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Pembangunan bidang pendidikan dapat dilihat dari beberapa indikator
seperti jumlah sekolah, rasio murid dan guru, rasio murid dan sekolah dan angka
partisipasi sekolah. Sementara itu pembangunan bidang kesehatan dilihat dari
indikator jumlah tenaga medis dan ketersediaan sarana prasarana kesehatan.
Kemudian

pembangunan

bidang

infrastruktur

dilihat

dari

ketersediaan

infrastruktur jalan raya dan instalasi air bersih. Namun yang menjadi pertanyaan
adalah "Seberapa besar pengaruh APBD terhadap pembangunan daerah
Kabupaten Lampung Barat terutama di bidang pendidikan, kesehatan, dan
infrastruktur ?"
Hasil analisis tersebut dapat dihasilkan gambaran seberapa jauh
peningkatan layanan publik tersebut dapat ditingkatkan kualitas maupun
kuantitasnya dengan kapasitas anggaran yang ada. Kualitas pelayanan publik
menjadi tolok ukur keberhasilan pemerintah daerah dalam menciptakan tingkat
kesejahteraan penduduknya.
Hingga saat ini upaya pemerintah daerah Kabupaten Lampung Barat
dalam meningkatkan pelayanan publik tersebut dihadapkan pada banyak
kendala, terutama keterbatasan anggaran. Berdasarkan permasalahan tersebut,
maka pertanyaannya adalah " Strategi apakah yang tepat untuk dilakukan guna

rneningkatkan kapasitas fiskal daerah dalarn rangka peningkatan kernarnpuan
pernbiayaan pernbangunan, khususnya di bidang pelayanan publik seperti
Pendidikan, Kesehatan, dan lnfrastruktur ? "
1.3

Tujuan Kajian
Berdasarkan latar beiakang dan perurnusan rnasalah, tujuan utarna dari

kajian ini adalah sebagai berikut :

I. Menganalisis APBD Kabupaten Larnpung Barat dari sisi penerirnaan dan
pengeluaran.

2. Mengkaji APBD terhadap pernbangunan ekonorni daerah Kabupaten
Larnpung Barat terutarna di bidang Pendidikan, Kesehatan, dan
Infrastruktur.

3. Merurnuskan strategi dan perancangan program pernanfaatan APBD
dalarn rangka rnelakukan pernbiayaan pernbangunan, khususnya di
sektor pelayanan publik di Kabupaten Larnpung Barat.

1.4

Manfaat Kajian
Hasil kajian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan inforrnasi dan

rnasukan bagi Pernerintah Daerah Kabupaten Larnpung Barat dalarn rangka
rnerurnuskan strategi kebijakan dan perancangan program pernanfaatan APBD
dalarn rangka rnelakukan pernbiayaan pernbangunan, khususnya di sektor
pelayanan publik di Kabupaten Larnpung Barat. Diharapkan laporan kajian ini
dapat rnenjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.

11. TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Tinjauan Umum Manajemen Keuangan Daerah
Pada dasarnya tujuan utarna pengelolaan keuangan daerah terdiri dari:

(1) tanggungjawab, (2) memenuhi kewajiban keuangan. (3) kejujuran, (4) hasil
guna dan daya guna, dan (5) pengendalian (Nugroho, 2003). Masing-masing
tujuan tersebut akan diuraikan berikut ini.
Ketanggungjawaban (Accountability) yaitu pemerintah daerah harus
mempefianggungjawabkan tugas keuangannya kepada lembaga atau orang
yang berkepentingan yang sah. Lembaga atau orang itu terrnasuk pernerintah
pusat, DPRD, Kepala Daerah dan masyarakat umum. Adapun unsur-unsur
penting tanggungjawab rnencakup keabsahan, setiap transaksi keuangan harus
berpangkal pada wewenang hukum tertentu, dan pengawasan yaitu tatacara
yang

efektif

untuk

menjaga

kekayaan

uang

dan

barang, mencegah

penghamburan dan penyelewengan, dan mernastikan semua pendapatan yang
sah benar-benar terpungut, jelas sumbernya dan tepat penggunaannya.
Mampu rnemenuhi kewajiban keuangan yaitu keuangan daerah harus
ditata sedemikian rupa sehingga rnampu melunasi semua ikatan keuangan
jangka pendek dan jangka panjang. Sementara kejujuran adalah terkait dengan
penyerahan urusan keuangan yang harus diserahkan kepada pegawai yang
jujur, dengan demikian kesempatan untuk berbuat curang dapat diperkecil.
Sedangkan hasil guna (efectiveness) dan daya guna (efficiency) kegiatan daerah
yaitu bagaimana tatacara mengurus keuangan daerah harus sedernikian rupa
sehingga rnenungkinkan program dapat direncanakan dan dilaksanakan untuk
mencapai tujuan pemerintah daerah dengan biaya serendah-rendahnya dan
dalam waktu yang secepat-cepatnya. Terakhir adalah pengendalian, yaitu
seluruh perangkat pemerintah daerah melakukarl pengendalian dan pengawasan
terhadap pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran keuangan daerah untuk
mencapai tujuan yang telah direncanakan.
Sebelurn diberlakukannya otonomi daerah, pengelolaan keuangan daerah
di Indonesia diatur dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1974. Undang-undang
tersebut menggariskan pengelolaan keuangan dan tugas-tugas keuangan secara
umum, peraturan yang lebih rinci diatur dalam peraturan pernerintah. Dalam

undang- undang tersebut rnenetapkan bahwa kepala daerah sebagai pernegang
tanggungjawab atas pengelolaan keuangan daerahnya dari segi susunan
organisasi, pengelolaan dan pengawasan. Meskipun dalarn prakteknya, tugastugas ini sebagian besar diatur oleh pernerintah pusat, pengelolaan keuangan
dan bentuk organisasi keuangan yang dipakai adalah sama di seluruh Indonesia.
Kepala Daerah

I

Proyek

Pelaksana (Dinas)

Bendahara

Unit Keuangan

Proyek

Dinas

Bappeda

Sekwilda

I Dispenda

Bagian
Keuangan

lrwilda

Bendahara Bank Daerah

I

I

Gambar 1. Pola Urnurn Organisasi Pengelolaan Keuangan Daerah
~ e n u r u t ' u uNo.5 Tahun 1974
Sumber : Mardiasmo, 2002

Susunan organisasi keuangan ini ternyata tahan uji dan tarnpaknya cocok
untuk rnenjalankan berbagai tugas keuangan pernerintah daerah yang besar
jurnlahnya

dan

terpencar-pencar.

Narnun demikian,

terdapat

beberapa

kelernahan dalarn irnplernentasinya yaitu;
1) Karena tugas keuangan terbagi-bagi antara dinas-dinas rnaka tidak ada
satu orang yang bertanggungjawab penuh atas pengawasan keuangan
daerah secara keseluruhan dan dapat rnernberikan saran-saran kepada
pada kepala daerah rnengenai kebijaksanaan keuangan.
2) Tidak adanya jenjang jabatan di bidang keuangan di daerah bagi pegawai
daerah, sehingga pegawai daerah tidak dapat dengan rnudah dipindahpindahkan antara berbagai jenis tugas keuangan.
3) Peluang untuk melakukan penyelewengan keuangan terbuka karena

kesernpatan yang terbatas untuk rnernindahkan pegawai antara berbagai
jenis tugas keuangan.

4 ) Unit pelaksana proyek mungkin tepat untuk proyek yang cukup besar,

tetapi diluar ini agak berlebihan bila harus ada seorang bendahara
tersendiri, karena tugas keuangan yang tidak besar dapat dilakukan oleh
bagian keuangan dinas bersangkutan.
Ditinjau dari sisi rencana dan program keuangan, rencana pemerintah
daerah untuk pernbangunan di Indonesia saat itu berpangkal pada Rencana
Pernbangunan Lima Tahun Daerah (Repelitada). Repelitada berisi tentang
rencana tahunan, penyusunan anggaran dan program kegiatan yang lebih
terperinci. Untuk penyusunan anggaran tahunan dari sisi penerimaan dan
pengeluaran, dilakukan oleh Bappeda secara boffom up, artinya penyusunan
anggaran dilakukan mulai dari usulan anggaran tingkat desa hingga tahapan
persetujuan dari pemerintah pusat yang dalam ha1 ini dilakukan oleh Departemen
Dalam Negeri.
Manajemen keuangan tersebut diatas dilakukan berdasarkan pola
pemerintahan wilayah dan pemerintahan daerah. Pendekatan yang dilakukan
ditandai oleh

dua

pendekatan yaitu

dekonsentrasi dan

desentralisasi.

Dekonsentrasi adalah administrasi daerah dan fungsi pemerintahan di daerah
yang dilaksanakan oleh perangkat pemerintah pusat. Sedangkan desentralisasi
adalah fungsi pemerintahan tertentu dan kekuasaan mengambil keputusan
tertentu yang dilimpahkan kepada pemerintah daerah yang mencakup lembaga
perwakilan yang dipilih. Kedua pola ini berjalan seiring, dengan perangkat
administrasi dekonsentrasi berjalan sejajar dengan perangkat pemerintah
daerah. Koordinasi antara kedua sistem ini dilakukan melalui kepala daerah.
yang memiliki dua fungsi (dwifungsi), yakni serentak selaku kepala pemerintah
daerah dan wakil pemerintah pusat di wilayah bersangkutan.
Sistem pemerintah daerah yang diatur dalam Undang-undang No.5
Tahun 1974 ini, tingkat pemerintahan wilayah dan daerah dibagi kedalam tiga
tingkatan. Tingkat pertama adalah propinsi atau pemerintah daerah tingkat I,
tingkat kedua adalah kabupatenlkotamadya atau pemerintah daerah tingkat 11,
dan tingkat ketiga adalah pedesaanlkelurahan. Pemerintah daerah di ketiga
tingkat ini memiliki lembaga perwakilan yang dipilih, dimana Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah

(DPRD) berada di daerah tingkat I dan II dan Lembaga

Masyarakat Desa (LMD) berada di pedesaanlkelurahan.

Susunan ini tercerrnin dalarn adrninistrasi berdasar asas dekonsentrasi.
Kepala daerah tingkat I sekaligus juga Gubernur propinsi yang bersangkutan,
kepala daerah tingkat I1 adalah BupatiNValikota dan di tingkat desalkelurahan
adalah kepala desa atau lurah.
Dekonsentrasi

Desentralisasi
DPR/MPR

Presiden

I
Menteri Dalarn Negeri

Bupati/Walikota/Kepala Daerah

I

I

T
Carnat

LurahIKepala Desa

LMD

I

Gambar 2. Pola Pernerintahan Wilayah dan Daerah Menurut UU No.5 Tahun 1974

Surnber : Devas dan Blinder (1987)

Otonomi dan Sistem Manajemen Keuangan Daerah

2.2

Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan

U U No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah, merupakan salah satu landasan yuridis bagi pengembangan
otonomi daerah di Indonesia saat ini. Dalam undang-undang ini disebutkan
bahwa

pengembangan

otonomi

pada

daerah

kabupaten

dan

kota

diselenggarakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta
masyarakat, pemerataan, dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan
keanekaragaman daerah.
Otonomi yang diberikan kepada daerah kabupaten dan kota dilaksanakan
dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab
kepada

pemerintah

daerah

secara

proporsional.

Artinya,

pelimpahan

tanggungjawab akan diikuti oleh pengaturan pembagian, dan pemanfaatan dan
sumberdaya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan
daerah.
Hal-ha1 yang mendasar dalam undang-undang ini adalah kuatnya upaya
untuk mendorong pemberdayaan masyarakat, pengembangan prakarsa dan
kreativitas, peningkatan peran serta masyarakat, dan pengembangan peran dan
fungsi DPRD. Undang-undang ini memberikan otonomi secara utuh kepada
daerah kabupaten dan kota untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan
menurut prakarsa dan aspirasi masyarakatnya. Artinya, saat ini daerah sudah
diberi kewenangan yang utuh dan bulat untuk merencanakan, melaksanakan,
mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi kebijakan-kebijakan daerah.
Dengan semakin besarnya partisipasi masyarakat ini, desentralisasi kemudian
akan mempengaruhi komponen kualitas pemerintahan lainnya. Salah satunya
belkaitan dengan pergeseran orientasi pemerintah pada tuntutan dan kebutuhan
publik. Orientasi yang seperti ini kemudian akan menjadi dasar bagi pelaksanaan
peran pemerintah sebagai stimulator dan fasilitator pembangunan.
Salah satu aspek dari pemerintahan daerah yang harus diatur secara
hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah.
Anggaran daerah adalah rencana kerja pemerintah daerah dalam bentuk uang
(rupiah) dalarn satu periode tertentu (satu tahun). Anggaran daerah atau
anggaran pendapatan dan belanja daerah merupakan instrumen kebijakan yang
utama bagi pemerintah daerah. Sebagai instrumen kebijakan, anggaran daerah
menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas .

pernerintah daerah. Anggaran daerah digunakan sebagai alat untuk menentukan
besar pendapatan dan pengeluaran, rnembantu pengambilan keputusan dan
perencanaan pernbangunan, otorisasi pengeluaran di masa-rnasa yang akan
datang, sumber pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja,
alat untuk memotivasi para pegawai, dan alat koordinasi bagi semua aktivitas
dari berbagai unit kerja. Dalarn kaitan ini, proses penyusunan dan pelaksanaan
anggaran hendaknya difokuskan pada upaya untuk rnendukung pelaksanaan
aktivitas atau program yang menjadi prioritas dan preferensi daerah yang
bersangkutan.
Menurut Mardiasrno (2002), dalarn upaya pemberdayaan pemerintah
daerah, maka perspektif perubahan yang diinginkan dalam pengelolaan
keuangan daerah dan anggaran daerah adalah sebagai berikut:
Pengelolaan keuangan daerah harus bertumpu pada kepentingan publik

(public oriented). Hal ini tidak saja terlihat pada besarnya porsi
pengalokasian anggaran untuk kepentingan publik, tetapi juga terlihat
pada besarnya partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan
dan pengawasan keuangan daerah.
Kejelasan tentang misi pengelolaan keuangan daerah pada urnurnnya
dan anggaran daerah pada khususnya .
Desentralisasi pengelolaan keuangan dan kejelasan peran

para

partisipan yang terkait dalam pengelolaan anggaran, seperti DPRD, KDH,
Sekda dan perangkat daerah lainnya.
Kerangka hukum dan administrasi bagi pembiayaan, investasi, dan
pengelolaan uang daerah berdasarkan kaidah mekanisrne pasar.
transparansi dan akuntabilitas.
Kejelasan tentang kedudukan keuangan DPRD. KDH, dan PNS daerah,
baik rasio rnaupun dasar pertimbangannya.
Ketentuan tentang bentuk dan struktur anggaran, anggaran kinerja, dan
anggaran multi tahunan.
Prinsip pengadaan dan pengelolaan barang daerah yang

lebih

profesional.
Prinsip akuntansi pemerintah daerah, laporan keuangan, peran DPRD,
dan akuntan publik dalam pengawasan, pernberian opini dan rating
kinerja anggaran, dan transparansi inforrnasi anggaran kepada publik.

9.

Aspek pernbinaan dan pengawasan yang rneliputi batasan pernbinaan.
peran asosiasi, dan peran anggota rnasyarakat guna pengernbangan
profesionalisrne aparat pernerintah daerah.

10. Pengembangan sistern inforrnasi keuangan daerah untuk rnenyediakan
inforrnasi anggaran

yang

akurat

pernerintah daerah terhadap

dan

pengernbangan

kornitrnen

penyeberluasan inforrnasi sehingga

rnernudahkan pelaporan dan pengendalian, serta rnernperrnudah untuk
rnendapatkan inforrnasi.
Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa desentralisasi rnerupakan
salah satu strategi dalarn rnengadapi era rnileniurn ketiga ini. Dengan
desentralisasi tersebut diharapkan akan rnarnpu rnenghasilkan pernerintah
daerah otonorn yang efisien, efektif, akuntabel dan transparan. Arahan ini ini
adalah keharusan. Kebijakan desentralisasi itu akan rnenghasilkan wadah bagi
rnasyarakat seternpat untuk berperan serta dalarn rnenentukan cara-caranya
sendiri untuk rneningkatkan taraf hidupnya sesuai dengan peluang dan
tantangan yang dihadapi dalarn ikatan negara kesatuan Republik Indonesia.
Dalarn rangka pelaksanaan otonorni daerah dan desentralisasi fiskal,
pernerintah daerah diberi keleluasaan untuk rnengelola dan rnernanfaatkan
surnber penerirnaan daerah yang dirnilikinya sesuai dengan aspirasi rnasyarakat
daerah. Pernerintah daerah harus rnengoptirnalkan surnber-surnber penerirnaan
daerah tersebut agar tidak rnengalarni defisit fiskal.
Oleh sebab itu untuk rnendukung pelaksanaan rnanajernen keuangan
daerah yang baik dalarn rnendukung terciptanya good governance, rnaka
diperlukan penerapan sistern rnanajernen keuangan daerah baik dari sisi
pengelolaan penerirnaan rnaupun pengeiuaran. Hal ini diperlukan agar
pengelolaan

keuangan dilakukan

secara

transparan

sehingga

tercipta

akuntabilits publik.
Ruang lingkup reforrnasi anggaran rneliputi perubahan struktur anggaran
(budget struktur reform) dan perubahan proses penyusunan APBD (budget
process reform). Perubahan struktur anggaran dilakukan untuk rnengubah
struktur anggaran tradisional yang bersifat line-item dan incrementalism. Dengan
struktur anggaran yang baru tersebut akan tarnpak secara jelas besarnya surplus
dan defisit anggaran serta strategi pernbiayaan apabila terjadi defisit fiskal.
Format baru APBD tersebut akan rnernudahkan dalarn rnernbuat perhitungan

dana perimbangan yang menjadi bagian daerah. Hal tersebut juga rnemudahkan
bagi publik untuk rnelakukan analisis, evaluasi, dan pengawasan atas
pelaksanaan dan pengelolaan APBD.
Reformasi anggaran tidak hanya pada aspek perubahan struktur APBD,
narnun juga diikuti dengan perubahan proses penyusunan anggaran. APBD
dalarn era otonorni disusun dengan pendekatan kinerja. Anggaran dengan
pendekatan kinerja adalah suatu sistem anggaran yang rnengutarnakan kepada
upaya pencapaian hasil kinerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau
input yang ditetapkan.

2.3

Ruang Lingkup Keuangan Daerah
Salah satu darnpak otonorni daerah dan desentralisasi fiskal adalah

perlunya dilakukan reforrnasi rnanajernen keuangan daerah. Lingkup keuangan
daerah yang dirnaksud rneliputi penerimaan daerah dan pengeluaran daerah.
Beberapa aspek penting yang terkait dengan penerirnaan dan pengeluaran
daerah tersebut lebih lanjut akan diuraikan berikut ini.

2.3.1

Penerimaan Daerah
Salah satu elemen penting yang terkait dengan penerirnaan daerah

adalah mengetahui surnber-sumber penerirnaan daerah. Berdasarkan UU No.33
Tahun 2004 tentang perirnbangan keuangan antara pernerintah pusat dan
daerah, sumber-surnber penerirnaan daerah terdiri dari atas:Pendapatan Asli
Deerah, Dana Perirnbangan, Pinjarnan Daerah dan Lain-lain penerirnaan yang
sah.

1.

Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Sumber-surnber PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, bagi hasil

perusahaan milik negara dan pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang
dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah.
2.

Dana Perimbangan
Dana perirnbangan terdiri atas Dana Alokasi Umurn (DAU), Dana Alokasi

Khusus (DAK), serta bagian daerah dari penerimaan pajak penghasilan
perorangan, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan, dan penerimaan dari sumberdaya alam.

Dalarn rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal, pernerintah daerah
rnendapatkan bagian pajak penghasilan perseorangan sebesar 20 persen dan 80
persen untuk pemerintah pusat. Penerimaan pajak burni dan bangunan (PBB)
dengan irnbangan 10 persen untuk pernerintah pusat dan 90 persen untuk
pernerintah daerah. Penerimaan negara dari bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan (BPHTB) akan dibagi dengan imbangan 20 persen untuk pernerintah
pusat dan 80 persen untuk daerah. Penerirnaan pernerintah pusat dari bagi hasil
PBB dan BPHTB tersebut akan dibagikan kepada seluruh Kanupaten dan Kota.
Bagian daerah yang diterirna pernerintah daerah yang berasal dari
surnberdaya alarn kehutanan, sektor pertarnbangan urnum, dan sektor perikanan
dibagi dengan irnbangan 20 persen untuk pernerintah pusat dan 80 persen untuk
daerah.
Pinjaman Daerah

3.

Berdasarkan UU No.33 tahun