Kritik pembangunan lagu Iwan Fals dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Kelas XII

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar S1

oleh

JAHRUDIN

NIM 1811013000018

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015


(2)

(3)

(4)

(5)

i

XII. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2015

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kritik pembangunan pada teks lagu Iwan Fals. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan analisis data. Penelitian dilakukan dengan mendeskripsikan adanya masalah kritik pembangunan lagu-lagu Iwan Fals, mendeskripsikan makna atau gagasan yang terkandung di dalam lagu Iwan Fals.

Pada dasarnya lagu-lagu yang mengandung kritik yang diciptakan Iwan Fals diangkat dari kejadian-kejadian yang terjadi di dalam masyarakat, sehingga dengan mengungkap kritik yang terkandung dalam lagu Iwan Fals, siswa akan memperoleh pesan yang ingin disampaikan sang pencipta, dan melalui hal ini pula pembaca akan mengetahui kejadian-kejadian sosial yang belum diketahui.

Implikasi penelitian terhadap pembelajaran bahasa Indonesia, yaitu lirik lagu yang mengandung kritik dapat digunakan sebagai media alternatif. Hal tersebut dapat diaplikasikan pada SMA kelas XII semester genap dengan standar kompetensi yang digunakan yaitu menulis esai dan kritik sastra. Adapun kompetensi dasar yang dipakai yaitu kritik tentang berbagai kritik terhadap berbagai bentuk karya sastra .


(6)

ii

Development and Its Implication to Indonesian Learning in High School Class XII. Indonesian Language and Literature Department. Faculty and Teaching MT. Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. 2015.

This study aimed to describe the development of text criticism Iwan Fals song. The method used in this study is a qualitative method of data analysis. Research carried out by describing a problem criticisms development Iwan Fals songs, describing the meaning or ideas contained in the song Iwan Fals.

Basically songs created containing criticism Iwan Fals removed from the events that occur in the community, so that by uncovering the criticism contained in the song Iwan Fals, students will acquire the message creator, and through it anyway reader will know that social events is unknown.

Implications of research on learning Indonesian, namely lyrics containing criticism can be used as an alternative media. It can be applied to high school class XII semester with competency standards used are writing essays and literary criticism. The basic competence that is used is a critique of the various criticisms of the various forms of literature.


(7)

iii

Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT atas segala hidayah yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dia yang menguasai segala muasal, Dia pula yang menjadi tempat kembali. Shalawat dan salam semoga tetap atas Nabi Muhammad SAW yang telah membuka jalan kebenaran. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran skripsi ini, adalah sebagai berikut:

1. Nurlena Ri’fai, MA, Ph. D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

2. Dra. Hindun, M. Pd, Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. 3. Dona Aji Kurnia Putra, M.A, Sekretaris Prodi Bahasa dan Sastra

Indonesia.

4. Makyun Subuki, M. Hum, selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran dan kritik kepada penulis dalam penulisan skripsi ini. Para Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberi bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.

5. Ayahku Aminuddin, Ibuku Siti Khodijah, Istriku Astuti, Anakku Huzaifii Danial Ramadhani, terima kasih atas segala kasih sayang, pengorbanan, dan pengertian mereka dan Kawan-kawan seperjuangan dijurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, dan mereka yang menjadi penyemangat ketika sidang munaqosah, yang selama ini selalu memberi dorongan, semangat, motivasi, dukungan dan tidak lupa lagi dengan doa selama penulisan skripsi.

Dalam penulisan skripsi ini, penulisan sudah berusaha semaksimal mungkin, kritik, dan saran yang membangun penulisan harapkan guna kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang membutuhkan.

Bekasi, 12 Januari 2015 Penulis

Jahrudin NIM 1811013000018


(8)

iv DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 3

C. Pembatasan Masalah ... 3

D. Perumusan Masalah ... 3

E. Tujuan Penelitian ... 3

F. Manfaat Penelitian ... 4

1. Bagi Peserta Didik ... 4

2. Bagi Pendidik ... 4

3. Bagi Masyarakat ... 4

BAB II : KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori ... 5

B. Wacana ... 5

C. Teks Media ... 6

1. Media lagu ... 6

2. Lirik ... 7

D. Wacana Kritis ... 7

1. Wacana ... 7

2. Teoritis Kritis Dalam Linguistik ... 8

3. Deskripsi Kritis Dalam Sosiolinguistik ... 9

4. Deskripsi Kritis Dalam Pragmatik ... 10


(9)

iv

E. Wacana Kritis ... 12

1. Pengertian Analisis Wacana Kritis ... 12

F. Kritik Idiologi ... 14

1. AWK dan Idiologi ... 14

2. Karakteristik Analisis Wacana Kritis (AWK) ... 14

G. Kritik Pembangunan ... 18

1. Definisi Pembangunan ... 18

2. Pengertian Kritik Pembangunan ... 18

3. Cara Melangsungkan Pembangunan ... 19

4. Teori Awal Pembangunan ... 21

5. Teori Modernisasi ... 21

6. Potret Pembangunan Di Indonesia ... 25

7. Perubahan Paradigma Pembangunan ... 26

8. Paradigma Baru Pembangunan ... 28

9. Krisis Dalam Teori Pembanguan dan Dalam Dunia ... 30

10.Modernisasi Pembangunan Bangsa ... 31

11.Modernitas Menurut Para Ahli ... 31

12.Tipe-tipe Modenisasi ... 33

13.Modernisasi Sosial ... 33

14.Konteks Sosial Modernisasi ... 34

15.Dinamika Modernisasi ... 34

H. Jenis-jenis Aliran Musik ... 36

I. Penelitian Yang Relevan ... 42

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 45

1. Metode Analisis Wacana Kritis ... 45

2. Data dan Sumber Data Penelitian ... 46

3. Instrumen Penelitian ... 47

4. Teknik Pengumpulan Data ... 48


(10)

iv BAB IV : PEMBAHASAN

A. Kritik Lagu Iwan Fals ... 50

B. Pembelajaran Sastra di SMA ... 89

C. Implikasinya Terhadap Pembelajaran di SMA ... 89

D. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ... 90

E. Materi Pembelajaran ... 90

F. Metode Pembelajaran ... 90

BAB V : PENUTUP A. Simpulan ... 92

B. Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 94


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak Proklamasi 17 Agustus 1945, pembangunan nasional mengalami pasang surut. Dimulai pada masa Orde Lama, pembangunan nasional lebih diarahkan pada sektor politik. Akibatnya pembangunan nasional disektor lain terabaikan. Masyarakat tetap terkurung dalam belenggu kemiskinan. Selanjutnya pada masa Orde Baru, dengan tekad memperbaiki kesejahteraan rakyat, pembangunan nasional diarahkan pada usaha mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Untuk maksud tersebut semua aspek kehidupan diarahkan untuk mendukung tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Akibatnya kehidupan demokrasi menjadi terbelenggu, KKN merajalela di segala aspek dari tingkat yang tinggi sampai pada tingkatan yang lebih rendah, dengan tekad reformasi di segala bidang, pembangunan nasional diarahkan pada usaha pembangunan yang berkelanjutan serta berkeadilan, yang tentunya untuk kesejahteraan masyarakat agar tidak tercipta kesenjangan nasional.

Masalah korupsi yang semakin meluas di negara Indonesia, mengenai pendidikan di Indonesia ataupun mengenai masalah-masalah lainnya, dari lirik lagu yang bertemakan kritik pembangunan ini terlihat bahwa masalah yang diungkap sangat beragam, permasalahan yang diungkap oleh pengarang sebagian besar menyangkut kehidupan masyarakat menengah kebawah. Dengan demikian, kritik yang disampaikan lebih berkesan dan merupakan suara rakyat kecil, yang cenderung menjadi objek dari semua kekurangan yang melatarbelakangi adanya teks lagu dengan tema kritik pembangunan.

Lirik lagu sebagai media yang universal dan efektif, dapat menuangkan gagasan, pesan, dan ekspresi pencipta pada pendengarnya, melalui lirik lagu, komposisi musik, pemilihan instrumen musik, dan cara ia membawakannya, sehubungan dengan hal tersebut, maka pada umumnya seorang pengarang lagu menciptakan karya-karyanya dengan maksud dan tujuan sebagai penghubung antara dirinya denga realitas sosial yang ada dalam masyarakat, adanya interaksi


(12)

sosial ini membuat masing-masing individu terikat oleh sistem kemasyarakatannya yang pada intinya tiap individu mempunyai harapan dan wawasan hidup yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.

Pesan atau ide yang disampaikan melaui musik atau lagu, biasanya memiliki keterkaitan dengan konteks historis, muatan lagu tidak hanya sebuah gagasan untuk menghibur, tetapi memiliki pesan-pesan moral dan sekaligus memilki kekuatan ekonomis, musik merupakan sarana budaya yang hadir dalam masyarakat sebagai konstruksi dari realitas sosial yang dituangkan dari lagu.

Dari uraian di atas maka judul skripsi ini yaitu “Kritik Pembangunan Dalam

Lagu Iwan Fals dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA”.


(13)

A.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah yaitu:

1.

Lagu sebagai media yang universal dan efektif, dapat menuangkan gagasan, pesan, dan ekspresi pencipta kepada pendengarnya melalui lagu, komposisi musik, pemilihan instrumen musik, dan cara ia membawakannya.

2.

Melalui lagu yang banyak menggunakan kata-kata puitis ini, terdapat makna tersirat yang bermaksud menyindir atau memprotes tentang adanya kejanggalan-kejanggalan yang terjadi dalam masyarakat.

B. Pembatasan Masalah

Berdasarkan indentifikasi masalah di atas, diketahui bahwa lagu sebagai media yang universal dan efektif, yang dapat menuangkan gagasan, pesan, dan ekspresi, menggunakan kata puitis, terdapat makna yang tersirat yang bermaksud untuk menyindir atau memprotes tentang adanya kejanggalan yang terjadi dalam masyarakat.

C. Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang tersebut, yang menjadi permasalahan penelitian ini adalah:

1. Masalah kritik pembangunan apa sajakah yang diungkapkan dalam lagu Iwan Fals?

2. Bagaimanakah masalah kritik pembangunan tersebut dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA?

D.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian lagu Iwan Fals

1. Mendeskripsikan adanya masalah kritik pembangunan lagu Iwan Fals. 2. Mendeskripsikan makna yang terkandung di dalam lagu Iwan Fals dan


(14)

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat yang mencakup aspek teoritis maupun praktis.

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menunjukkan keterkaitan antara pengarang dan masyarakat dalam menciptakan sebuah lagu, karena lagu merupakan produk dari seorang pengarang yang ingin mencurahkan segala pikiran dan perasaan yang terjadi di masyarakat, penelitian ini juga berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan masalah kritik pembangunan yang terjadi di dalam masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk lagu, dengan adanya kritik pembangunan ini masyarakat mampu membongkar kejanggalan-kejanggalan yang terjadi di dalam masyarakat tersebut.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peserta Didik

Diharapakan penelitian ini mampu memberikan andil dalam peningkatan kemampuan siswa dalam pembelajaran Kritik.

b. Bagi Pendidik

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan guru dalam mengapresiasi karya yang berbentuk lagu, khususnya lirik-lirik lagu, penelitian ini juga dapat digunakan oleh guru bahasa Indonesia. c. Bagi Masyarakat

Dari hasil penelitian ini dapat membantu pembaca dan peminat, dalam persoalan pemahaman tentang dunia kesastraan Indonesia pada umumnya dan mengetahui masalah kritik pembangunan yang ada pada lagu Iwan Fals pada khususnya.


(15)

BAB II KAJIAN TEORI

Kajian teori dalam suatu penelitian sangat diperlukan, untuk menentukan buku acuan yang berhubungan dengan objek penelitian agar mencapai penelitian yang relevan dan suatu legitimasi konseptual. Teori yang dipakai harus berkaitan dengan topik penelitian, agar dapat memecahkan masalah yang ada. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

A. Deskripsi Teori B. Wacana

"This combination of hegemony and interdiscursivity work for critical discourse analysis is concomitant work orientation to historical change, it may be helpful to readers to have available a summary the main terms introduced in the last two section". Kombinasi hegemoni dan interdiscursivity kerja untuk analisis wacana kritis adalah orientasi kerja seiring dengan perubahan sejarah, mungkin membantu pembaca untuk memiliki tersedia ringkasan istilah utama diperkenalkan dalam dua bagian terakhir. Fairclough mendasarkan pertimbangan teoritis dan skema analisisnya pada definisi sejumlah konsep yang cukup khusus.1 Istilah-istilah penting berikut akan sangat membantu untuk memahami pendekatan yang diadopsinya2

1. Wacana (kata benda abstrak) – “penggunaan bahasa dianggap sebagai

prakti sosial.”

2. Peristiwa diskursif – “penggunaan bahasa, dianalisis sebagai teks, praktik

diskursif, dan praktik sosial.”

3. Teks – “bahasa ditulis yang dihasilkan dalam suatu peristiwa diskursif”. Pada nantinya, Fairclough memberi penekanan pada sifat teks yang multi semoitik dan menambahkan pencitraan visual dan bunyi – dengan

1

Norman Fairclough. Critical Discourse The Critical Study Of Language (New York: Longman

Group Limited, 1995), h. 135

2

Abdul Syukur Ibrahim. Metode Analisis Teks dan Wacana, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,


(16)

menggunakan contoh bahasa televisi – sebagai bentuk semiotik lain yang dapat secara bersamaan muncul dalam teks.

4. Interdiskursivitas –“penyusunan teks dari beragam wacana dan genre”. 5. Wacana (kata benda yang dapat dihitung) –“cara menjelaskan (signifying)

pengalaman dari suatu perspektif tertentu.

6. Genre – “penggunaan bahasa yang diasosiasikan dengan suatu aktivitas sosial tertentu.”

7. Tatanan wacana – totalitas praktik diskursif suatu institusi dan hubungan-hubungan di antara praktik-praktik tersebut.

C.Teks Media 1. Media Lagu

Penggunaan media lagu dalam pembelajaran merupakan salah satu metode yang digunakan oleh guru dalam membantu siswa merangsang imajinasi siswa, penggunaan media lagu dapat mengoptimalkan kerja belahan otak kanan sehingga para siswa dapat mengembangkan imajinasinya secara leluasa. Efek positif dari optimalisasi kerja belahan otak kanan adalah rangsangan atau dorongan bagi kerja belahan otak kiri sehingga pada saat yang bersamaan para siswa juga dapat mengembangkan logikanya. Keseimbangan kinerja otak sebelah kiri ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memperoleh informasi, pembuatan outline, dan akhirnya menuliskan informasi tersebut dalam bentuk tulisan atau karangan yang baik.

Penggunaan media lagu dalam metode sugesti-imajinasi menurut merupakan suatu metode yang melibatkan pengisian/pemuatan bank-bank memori dengan memori atau ingtan yang diinginkan dan yang member kemudahan. Penggunaan media lagu memiliki kelebihan dalam memberikan kontribusi untuk meningkatkan keterampilan menulis. Pemilihan lagu yang bersyair puitis membantu para siswa memperoleh model dalam pembelajaran kosakata. Pengembangan kosakata ini mengandung pengertian lebih dari sekedar penambahan kosakata baru, tetapi lebih pada penempatan konsep-konsep baru dalam tatanan yang lebih baik atau dalam susunan tambahan.


(17)

Ragam suara yang berirama dalam bercakap, bernyanyi, membaca dan lain sebagainya.3

2. Lirik

Lirik sebagai salah satu unsur yang membentuk lagu umumnya berkaitan erat dengan melodi yang mendukungnya atau dengan kata lain bahan antara melodi dan syair berkolaborasi satu sama lain untuk menyampaikan maksud/pesan dari lagu tersebut. Suatu karya musik bisa saja menuturkan suatu makna/tema dengan luasnya melalui syair/lirik yang dimilikinya. Begitu pula sebaliknya sebuah puisi bunyi bisa saja menghentak dan berirama cepat melahirkan alunan makna melodis dalam irama.4 Sajak yang melukiskan perasaan.5

Nyanyian-nyanyian yang kita dengarkan tidaklah semata-mata hanya lagunya yang indah, tetapi terlebih lagi isi puisinya mampu menghibur manusia. Puisi-puisi cinta didendangkan oleh para penyanyi dari barbagai kurun waktu dan anehnya tidak pernah membosankan karena selalu diperbaharui oleh penyairnya.6 Nyanyian-nyanyian yang banyak dilagukan adalah contoh puisi yang populer. Bahasanya harus mudah dipahami karena pendengar harus cepat memahami isi lagu itu sementara lagu didendangkan.7

D. Wacana Kritis 1. Wacana

Kata „wacana‟ (discourse) berasal dari bahasa Latin discurrere (mengalir ke sana kemari) dari nomalisasi kata discursus (mengalir secara terpisah yang ditransfer maknanya menjadi terlibat dalam sesuatu atau memberi informasi tentang sesuatu. Dalam bahasa Latin abad pertengahan, kata discursus selain

3

Tim Pustaka Phoenix, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru, (Jakarta: PT. Media

Pustaka Phoenix, 2010), h. 515

4

IG Harry Suwanto. Seni Budaya Musik, (Bekasi: PT. Galaxy Puspa Mega, 2007), h. 40

5

Op. cit, h. 539

6

Herman J. Waluyo. Teori dan apresiasi Puisi, (Jakarta: Erlangga, 1995), h, 1

7


(18)

berarti kecakapan, perdebatan yang aktif, dan juga keaktifan berbicara, kata ini juga berarti orbit dan lalu lintas.8

2. Teoritis Kritis dalam Linguistik

Fairclough mengatakan bahwa istilah linguistik selama ini digunakan secara ambigu dalam arus besar kajian bahasa. Menurut Fairclough, di satu pihak, lingusitik kadang-kadang mengacu pada kancah seluruh kajian bahasa dalam disiplin Ilmu bahasa secara akademis. Dilain pihak, kadang-kadang lingustik mengacu hanya pada lingusitik murni, yaitu linguistic yang benar-benar mengkaji gramatikal dalam pengertian luas, yang di dalamnya ada fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Dalam perspektif deskriptif ini lingustik cenderung dimaknai teori 9gramatika, yaitu sebuah konsepsi yang cukup sempit tentang kajian bahasa. Pandangan ini menurut Fairclough merupakan hal yang paradoks, dalam arti linguistik hanya memmilki perhatian sedikit pada tuturan dan tulisan yang aktual. Arus besar linguistik lebih tertarik pada cirri-ciri bahasa sebagai sesuatu yang bersifat potensial, sebuah system, dan kompetensi yang abstrak daripada tertarik pada kegiatan mendeskripsikan praksis bahasa aktual. Pandangan ini sangat di pengaruhi oleh dua asumsi bahasa yang yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure, yakni (1) bahasa dari komunitas tertentu dapat untuk tujuan-tujuan praktis dan (2) studi bahasa seharusnya sinkronik daripada historis. Dalam pandangan kritis, dua asumsi Saussure ini mengabaikan praksis bahasa dan menisolasinya dari acuan social historis, hal ini sangat tidak mungkin. Arus besar linguistik yang ada merupakan sebuah cara mengkaji bahasa yang asosional, yang tidak pernah berbicara tentang hubungan timbale balik antara bahasa, kekuasaan, dan ideologi. Kritik terhadap lingusitik yang sebenarnya ini mengabaikan praksis bahasa yang menjadi fokus kajian “linguistik kritis.”

3. Deskipsi Kritis dalam Sosiolinguistik

Beberapa praktisi bahasa di antaranya Fairclough melihat sosiolinguistik sebagai pelengkap linguistik yang sebenarnya, sosiolinguistik mengkaji

8

Nuri Nurhaidah. Wacana Politik Pemilihan Presiden di Indonesia, (Yogyakarta: Smart Writing, 2014), h. 19

9


(19)

penggunaan bahasa dan linguistik. Arus besar sosiolinguistik berhasil menunjukan bahwa terdapat hubungan yang sistematis antara variasi dalam bentuk linguistik (fonologi, morfologi, dan sintaksis) dan variabel-variabel sosial, antara lain strata sosial, relasi sosial, dan perbedaan latar sosial. Dalam arti apa yang ada dalam bentuk bahasa dapat ditemukan gejalanya dimasyarakat. Konsep di atas

bernuansa “atomisme logis” sebagaimana dikemukakan Chaika Grimsaw ,dan Wardhugh. Pendapat ini diperkuat oleh karya-karya labov, Chesaire , Milroy, dan Romaine. Sosiolinguistik pada saat itu perkembangannya sangat dipengaruhi konsepsi ilmu sosial dalam tradisi positivism. Dari tradisi ini dapat dilihat bahwa variasi sosiolingusitik dalam masyarakat tententu cenderung dilihat dari seperangkat fakta yang dapat diobservasi dan diperiksa dengan menggunakan metode analogi dari ilmu-ilmu alam.

Menurut Fairclough sosiolinguistik sangat jelas bila ditanya “apa variasi itu?

Tetapi amat lemah bila menjawab “mengapa” dan “bagaimana.” Beberapa

pertanyaan yang perlu dijawab oleh sosiolinguistik adalah (1) mengapa fakta-fakta yang ada kenyataannya seperti itu? (2) bagaimana relasi kekuasaan muncul untuk mengatur manusia? (3) bagaimana relasi kekuasaan itu ditopang? (4) bagaimana relasi-relasi kekuasaan itu di ubah untuk keuntungan kelompok tertentu yang mendominasi kelompok lain? Pertanyaan-pertanyaan yang berupa

“mengapa” dan “bagaiman” ini harus diwujudkan dalam langkah eksplanasi yang

nyata. Pertanyaan ini menjadi fokus kajian sosiolinguistik kritis. 10

4. Deskripsi Kritis dalam Pragmatik

Pragmatik dibedakan dalam dua aliran yang bersumber dari tradisi yang berbeda. Pertama, pragmatik dari tradisi dari Eropa Kontinental, yang

pengertiannya luas, yaitu “ilmu penggunaan bahasa. “Kedua, pragmatik terdiri

dari tradisi Angelo Amerika., yang pengertiannya lebih sempit, yaitu pragmatik hanya sebagai satu dari sejumlah subdisplin yang berhubungan dengan penggunaan bahasa bahasa yang meliputi sosiolinguistik dan psikolinguistik.

Pragmatik “kritis” lebih berkembang dari tradisi Eropa continental. Oelh karena

10


(20)

itu, wajar jika aliran ini tubuh subur dinegara-negara, seperti prancis , Australia, belanda, dan jerman.11

Konsep pragmatik aliran Angelo-Amerika tidak pernah menyentuh

“pertarungan sosial” yang nyata dalam ketidaksetaraan hubungan kekuasaan

antarpartisipan. Komunikasi yang nyata lebih banyak diwarnai adanya ketidaksetaraan atau ketidaksimetrisan kekuasan antar partisipan yang terlibat. Dimensi inilah yang kemudian menjadi fokus garapan pragmatik kiris. Selain itu, dalam tradisi Angelo Amerika, pragmatik pragmatik terbatas menggarap ujaran-ujaran individu tunggal, seperti percakapan telepon daripada wacana luas yang nyata, misalnya wacana gender, wacana rasisme, wacana hegemoni, dan wacana politik. Garapan yang diabaikan dalam tradisi Angelo Amerika inilah yang menjadi fokus garapan pragmatik kritis.

Pandangan lain yang dikritik oleh pragmatik kritis adalah keberadaan

pragmatik Angelo Amerika hanya merupakan “pelengkap” dari linguistik nyata,

yang menganggap kajian intinya adalah gramatika dan semantik. Pragmatik Angelo Amerika mengakui konteks sosial, tetapi tidak menangkapnya sebagai sesuatu yang amat determinative, yang amat menguasai dan menentukan individu secara total. Sebaliknya dalam pandangan pragmatik kritis, konteks sosial itu bersifat determinative terhadap individu-individu.12

5. Kritisisme dalam Linguistik

Sesuai dengan pandangan ilmu sosial kritis, ilmu bahasa yang nonkritis dipandang oleh para pendukung linguistik kritis sebagai ilmu bahasa tradisional. Analisis teks bahasa dalam linguistik tradisional berangkat dari pandangan bahwa (1) struktur bahasa dapat dipisahkan dari penggunaan bahasa dan (2) komunitas bahasa tertentu mempunyai gramatika tertentu, yang ada sebelum analisis porese-proses sosial dilakukan. Dalam hubungannya dengan makna struktur linguistik adalah sesuatu yang amat fundamental, karena terdapatnya fungsi hubungan antara konstruksi tekstual dengan kondisi-kondisi sosial,

11

Ibid, h. 43

12


(21)

institusional, dan ideologis. Struktur-struktur linguistik digunakan untuk mensistematisasikan dan mentransformasi realitas. Oleh karena itu, dimensi-dimensi sejarah, struktur sosial, dan ideologi adalah sumber utama pengetahuan dalam membahas kritisisme dalam linguistik.

Linguistik kritis sangat relevan bila digunakan untuk menganalisis fenomena komunikasi yang penuh dengan kesenjangan, yaitu adanya ketidaksetaraan hubungan antarpartisipan, misalnya komunikasi dalam politik, hubungan antara atasan dan bawahan, serta hubungan antara laki-laki dan perempuan, mislanya dalam politik gender. Menurut Fowler (1996) model linguistik ini menggunakan analisis linguistik untuk mengupas misrepresentasi dan diskriminasi dalam berbagai modus wacana publik. Topik-topik yang diteliti meliputi masalah-masalah, seperti seksisme, rasisme, ketidakadilan, politik, dan praksis komersial. Selanjutnya Fowler merumuskan analisis wacana publik sebagai sebuah analisis yang dirancang untuk memperoleh atau menemukan ideologi secara khusus dalam konteks sosial. Piranti-piranti untuk menganlisisnya adalah seleksi gabungan dari kategori deskriptif yang sesuai dengan tujuan dan struktur-struktur yang diidentifikasikan Halliday sebagi ideasional dan interpersonal. Linguistik kritis mengambil tradisi linguistik lainnya, misalnya menganlisis tindak ujaran, pengambilan giliran dalam bertutur, dan transformasi. Linguistik Kritis bertujuan

untuk “defamiliarisasi” yang dioposisikan dengan “pembiasaan” dan” pemunculan kesadaran” (consciousnessraising). Dalam arti bagaiman praksis

kritis linguistik dapat memecahkan “defamiliarisasi” agar selanjutnya” muncul sebuah kesadaran” berkat dukungan struktur linguistik.13

E. Wacana Kritis

1. Pengertian Analisis Wacana Kritis

Analisis wacana kritis (AWK) adalah sebuah upaya atau proses (penguraian) untuk member penjelasan dari sebuah teks (ralitas sosial) yang mau atau sedang dikaji oleh seseorang atau kelompok dominan yang kecenderungannya mempunyai tujuan tertentu untuk memperoleh apa yang diinginkan. Artinya,

13


(22)

dalam sebuah teks harus disadari akan adanya kepentingan. Oleh karena itu, analisis yang terbentuk nantinya disadari telah terpengaruh oleh sipenulis dari barbagai factor. Selain itu harus disadari pula bahwa di balik wacana itu terdapat makna dan citra yang diinginkan serta kepentingan yang sedang diperjuangkan.

Wacana adalah proses pengembangan dari komunikasi yang menggunakan symbol-simbol yang berkaitan dengan interpretasi dan peristiwa-peristiwa di dalam system kemasyarakatan yang luas. Melalui pendekatan wacana pesan- pesan komunikasi seperti kata-kata, tulisan, gambar, dan lain-lain, eksisitensinya ditentukan oleh orang-orang yang menggunakannya, misalnya konteks peristiwa yang berkenaan dengannya, dan lain-lain. Kesemuanya itu dapat berupa nilai-nilai, ideologi, emosi, kepentingan-kepentingan, dan lain-lain.

Jadi, analisis wacana yang dimaksud dalam tulisan ini adalah sebagai upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari subjek (penulis) yang mengemukakan suatu pernyataan. Pengungakapan dilakukan dengan menempatkan diri pada posisi sang penulis dengan mengikuti struktur makna dari sang penulis sehingga bentuk distribusi dan produksi ideologi yang disamarkan dalam wacana dapat diketahui. Jadi, wacana dapat dilihat dari bentuk hubungan kekuasaan terutama dalam pembentukan subjek dan berbagai tindakan representasi.

Pemahaman mendasar analisi wacana adalah adanya wacana tidak dipahami semata-mata sebagai objek studi bahasa. Bahasa tentu digunakan untuk menganalisis teks. Bahasa tidak dipandang dalam pengertian linguistik tradisional. Bahasa dalam analisis wacana kritis selain pada teks juga pada konteks bahasa sebagai alat yang dipakai untuk tujuan dan praktik tertentu termasuk praktik ideologi.

Analisi wacana kritis dalam lapangan psikologi sosial diartikan sebagai pembicaraan. Wacana yang dimaksud di sini agak mirip dengan struktur dan bentuk wawancara dan praktik dari pemakainya. Sementara dalam lapangan politik, analisis wacana kritis adalah praktik pemakaian bahasa, terutama politik bahasa. Karena bahasa adalah aspek sentral dari penggambaran suatu subjek, dan


(23)

lewat bahasa ideologi terserap di dalamnya, maka inilah yang dipelajari dalam analisis wacana kritis.14

Menurut Fairclough dan Wodak AWK melihat pemakai bahasa baik tuturan maupun tulisan yang merupakan bentuk dari praktik sosial menyebabkan sebuah hubungan dialeksis di antara peristiwa deskriptif tertentu dengan situasi, instituasi, dan struktur sosial yang membentuknya. Teun Van Dijk mengemukakkan bahwa

“AWK digunakan untuk menganalisis wacana kritis, diantaranya politik, ras,

gender, kelas sosial, hegemoni, dan lain-lain.”15

F. Kritik Idiologi 1. AWK dan Ideologi

Kata ideologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu idea yang berarti gagasan,

lugas berarti ilmu. Secara harfiah, ideologi berarti ilmu tentang ide-ide sesuai dengan perkembangan zaman, perkembangan ilmu, dan pengetahuan. Kata ideologi pun mengalami perkembangan. Dalam kasus sosiologi, ideologi diartikan sebagai: (1) perangkat kepercayaan yang ditentukan secara sosial; (2) sistem kepercayaaan yang melindungi kepentingan golongan elit; dan (3) sitem kepercayaan (Sukanto). Selajutnya dalam kamus antropolgi, ideologi diartikan sebagai rangkaian konsep suatu cita-cita yang diemban dan diidam-idamkan oleh sekelompok golongan, gerakan atau negara tertentu (Aryono). Raymond William (Aisyah) mengemukakan batasan ideologi sebagai berikut: (1) sistem nilai atau gagasan yang dimiliki oleh suatu kelompok atau lapisan masyarakat tertentu; (2) kesadaran atau gagasan yang keliru tentang sesuatu; dan (3) proses-proses yangb bersifat umum dalam produksi makna dan gagasan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa batasan ideologi ini adalah sebuah sistem nilai atau gagasan yang dimiliki oleh sekelompok atau lapisan masyarakat tertentu , termasuk proses-proses yang bersifat umum dalam produksi makna dan gagasan. 16

14

Ibid, h. 50

15

Ibid, h. 51

16


(24)

2. Karakteristik Analisis Wacana Kritis (AWK)

Ada lima karakteristik dari AWK, yaitu tindakan, konteks, historis, kekuasaan, dan ideology (Van Djik, Fairclough, Wodak, dan Eriyanto.

b. Tindakan

Prinsip pertama, wacana dipahami sebagai suatu tindakan (action). Seseorang berbicara, menulis, dengan menggunakan bahasa untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain. Dengan pemakaian rencana ini, ada beberapa konsekuensi bagaimana wacana dilihat. Pertama, wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan, membujuk, mengganggu, bereaksi, dan sebagainya. Seseorang membaca atau menulis mempunyai maksud tertentu, baik maksud besar maupun maksud kecil. Kedua, wacana dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang di luar kehendak atau diekspresikan di luar kesadaran.

c. Konteks

AWK mempertimbangkan konteks dari wacana, seperti latar, situasi, peristiwa, dan kondisi. Wacana di sini diproduksi, dimengerti, dan dianalisis dalam konteks tertentu. AWK juga memeriksa konteks dari komunikasi; dalam jenis khalayak dan dalam situasi apa; melalui medium apa; bagaimana perbedaan tipe perkambangan komunikasi; dan bagaimana hubungan antara setiap pihak. Bahasa dalam hal ini dipahami dalam konteks secara keseluruhan. Ada tiga sentral dalam pengertian wacana; teks, konteks, dan wacana. Teks adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak, tapi semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra, dan sebagainya. Konteks, memasukan semua situasi dan hal yang berada di luar, dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi dimana teks tersebut diproduksi, fungsi yang dimaksudkan, dan sebagainya. Wacana dimaknai sebagai teks dan konteks bersama-sama. Titik perhatian analisis wacana adalah menggambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi. Dalam hal ini dibutuhkan tidak hanya proses kognisi dalam arti umum, tetapi juga gambaran spesifik dari budaya yang dibawa. Studi dalam


(25)

AWK, memasukkan konteks, dan tidak ada tindakan komunikasi tanpa partisipan, interteks, situasi dan sebagainya.

Ada beberapa konteks penting karena terpengaruh terhadap produksi wacana; pertama, partisipan wacana, latar siapa yang memproduksi wacana gender, umur, pendidikan, kelas sosial, etnis, agama, dalam banyak hal gugat dalam menggambarkan wacana. Misalnya seseorang berbicara dalam pandangan tertentu, karena ia laki-laki, atau karena ia berpendidikan. Kedua, setting sosial tetentu, seperti tempat, waktu, posisi pembicara, dan pandangan atau lingkungan fisik adalah konteks yang berguna untuk mengerti suatu wacana. Misalnya pembicaraan di ruang kuliah berbeda dengan pembicaraan di jalan, pembicaraan di kantor berbeda dengan pembicaraan di kantin, di tempat yang telah disetting, seperti tempat itu privasi atau publik, dalam suasana formal atau informal, atau pada ruang tertentu, sehingga memberikan wacana tertentu pula. Berbicara di ruang pengadilan berbeda dengan di pasar, karena sitausi sosial dan aturan yang melingkupinya berbeda, menyebabkan partisipan komunikasi harus menyesuaikan diri dengan konteks yang ada. Oleh karena itu, wacana harus dipahami dan ditafsirkan dari kondisi lingkungan sosial yang mendasarinya.17

d. Historis

Salah satu aspek penting untuk bisa mengerti teks adalah dengan menempatkan wacana itu dalam konteks historis tentu, misalnya, kita melakukan analisis wacana teks selebaran mengenai pertentangan terhadap Soeharto. Pemahaman mengenai wacana teks ini hanya akan diperoleh kalau kita bisa memberikan konteks historis, tempat teks itu diciptakan. Bagaimana situasi sosial politik dan suasana pada saat itu. Oleh karena itu, pada waktu melakukan analisis perlu tinjauan untuk mengerti mengapa wacana yang berkembang atau dikembangkan seperti itu, mengapa bahasa dipakai seperti itu, dan seterusnya.

e. Kekuasaan

AWK mempertimangkan elemen kekuasaan dalam analisisnya di sini, setiap wacana yang muncul dalam bentuk teks, percakapan, atau apa pun, tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah wajar, dan netral, tetapi merupakan

17


(26)

bentuk pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah salah satu kunci hubungan antara wacana dengan masyarakat, seperti kekuasaan laki-laki. Wacana seksisme, kekuasaan kulit putih terhadap kulit hitam, dan wacana mengenai rasisme, kekuasaan perusahaan berbentuk dominasi pengusaha kelas atas bawahan, dan sebagainya. Pemakai bahasa bukuan hanya pembicara, penulis, pengarang, atau pembaca ia juga bagian dari anggota kategori sosial tertentu, bagian dari kelompok profesional, agama, komunitas atau masyarakat tertentu, misalnya antara dokter dan pasien, antara buruh dan majikan, antara laki-laki dan perempuan, antara kulit putih dengan kulit hitam. Hal ini mengimplikasikan AWK tidak membatasi diri dari detil teks atau struktur wacana saja, tetapi juga menghubungkan dengan kekuatan dan kondisi sosial, politik, ekonomi, dan budaya tertentu. Percakapan antara buruh dan majikan bukan percakapan yang alamiah, karena adanya dominasi kekuasaan majikan terhadap buruh tersebut. Aspek kekuasaan perlu dikritisi untuk melihat, misalnya jangan-jangan apa yang dikatakan oleh buruh hanya untuk menyenangkan atasannya saja. Kekuatan dalam hubungannya dengan wacana penting untuk melihat apa yang disebut sebagai kontrol seseorang atau kelompok mengontrol orang atau kelompok lain lewat wacana. Bentuk kontrol terhadap wacana tersebut bisa bermacam-macam. Bisa berupa kontrol atau konteks, yang secara mudah dapat dilihat dari siapakah yang boleh dan harus berbicara, sementara siapa pula yang hanya mendengar dan mengiyakan. Seorang sekretaris dalam rapat, karena tidak mempunyai kekuatan tugasnya hanya mendengarkan dan menulis, tidak punya wewenang untuk berbicara. Selin konteks, kontrol tersebut juga diwujudkan dalam bentuk mengontak struktur wacana. Seseorang yang mempunyai kekuasaan bukan hanya menentukan bagian mana yang perlu ditampilkan. Hal ini bisa dilihat dari penonjolan atau pemakaian kata-kata tertentu.

f. Ideologi

Teori-teori klasik tentang ideologi di antaranya mengatakan bahwa ideologi dibangun oleh kelompok yang dominan dengan tujuan untuk memproduksi dan melegetimasi dominasi itu diterima secara take for granted. Wacana dalam pendekatan semacam ini dipandang sebagai medium melalui mana kelompok


(27)

yang dominan mempersuasi dan mengonsumsikan kepada khalayak produksi kekuasaan dan dominan yang mereka miliki, sehingga tampak absah dan benar sesuai dengan apa yang dikatakan Van Djik. Idiologi dari kelompok dominan hanya efektiif jika didasarkan dengan pada kenyataan bahwa anggota komunikasi termasuk yang didominasi menanggap hal tersebut sebagai kebenaran dan kewajaran. Dalam hal ini kelompok dominasi memanupulasi ideologi kepada kelompok yang tidak mempunyai dominasi melalui kampanye disinformasi

(seperti demontrasi buruh menyebabkan suatu kerusuhan, yang selalu bertindak kriminal) dilakukan melaui kontrol media, dan sebagainya.

Apa peranan wacana dalam kerangka ideologi? Jawabannya ideologi terutama dimaksudkan untuk mengatur masalah tindakan individu atau anggota suatu kelompok, ideologi membuat angggota dari suatu kelompok akan bertindak dalam situasi yang sama dan dapat menghubungkan masalah mereka, dan ideologi juga memberikan kontribusi dalam membentuk solidaritas dan kohesi di dalam kelompok. Dalam perspektif ini ideologi mempunyai beberapa implikasi penting.

Pertama, ideologi secara inheren bersifat sosial, tidak sosial dan tidak individual, ideologi membutuhkan kekerasan di antara para anggota kelompok atau organisasi. Hal ini digunakan untuk membentuk solidaritas dan kesatuan langkah dalam bertindak dan bersikap, misalnya kelompok yang berideologi feminis, antiras, dan sebagainya. Kedua, ideologi meskipun bersifat sosial tetapi digunakan secara internal di antara anggota kelompok atau komunitas. Oleh karena itu, ideologi tidak hanya menyediakan fungsi koordinatif dan kohesi, tetapi juga membentuk identitas diri kelompok dan membedakan dengan kelompok lain. Ideologi di sini bersifat umum, abstrak, dan nilai-nilai yang terbagi antar anggota kelompok untuk menentukan dasar bagaimana masalah harus ditelaah. Dengan pandangan semacam ini, wacana lalu tidak dipahami sebagai sesuatu yang netral dan berlangsung secara alamiah, karena dalam setiap wacana selalu terkandung ideologi untuk mendoniasi dan berebut pengaruh. Oleh karena itu, AWK tidak bisa menempatkan bahasa secara tertutup, tetapi harus melihat konteks terutama bagaimana ideologi dari kelompok-kelompok yang ada tersebut berperan dalam membentuk wacana. Dalam teks misalnya bisa dianalisis apakah teks yang


(28)

muncul itu merupakan pencerminan dari ideologi seseorang. Apakah dia feminis, antifeminis, kapitalis, sosialis, dan sebagainya.18

G. Kritik Pembangunan 1. Definisi Pembangunan

Inayatullah, mendefinisikan pembangunan sebagai perubahan menuju pola-pola masyarakat yang lebih baik dengan nilai-nilai kemanusiaan yang memungkinkan warganya memperoleh kontrol yang lebih terhadap diri mereka sendiri.

Seers, mendefinisikan pembangunan sebagai suatu istilah teknis, yang berarti membangkitkan masyarakat di negara-negara sedang berkembang dari kemiskinan, tingat melek huruf (literacy rate) yang rendah, pengangguran, dan ketidakadilan sosial.

Rogers, mendefinisikan pembangunan sebagai proses yang terjadi pada level atau tingkatan sistem sosial, sedangkan modernisasi sebagai proses yang terjadi pada level individu.19

2. Pengertian Kritik Pembangunan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru, krtitik diartikan sebagai

„tanggapan, analisa, pertimbangan dan penilaian atas sesuatu hal secara

mendalam;kupasan;kecaman.‟20

Kata kritik berasal dari krinein, bahasa Yunani,

yang berarti „menghakimi; „membanding; atau „menimbang; kata krinein menjadi pangkal atau asal kata kreterion yang berarti „dasar; „pertimbangan; dan

„penghakiman; orang yang melakukan pertimbangan dan penghakiman itu disebut

krites yang berarti „hakim; bentuk krities inilah yang menjadi dasar kata kritik21 .

Berdasarkan dari pengertian tentang kritik di atas penulis menyimpulkan bahwa

18

Ibid, h. 63-65

19Sumadi Dilla, Komunikasi Pembangunan Pendekatan Terpadu, ( Bandung: Simbiosa

Rekatama Media, 2102), h. 57-58

20

Tim Pustaka Phoenix, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru, (Jakarta: PT. Media

Pustaka Phoenix, 2010), h.499

21


(29)

kritik pembangunan itu adalah kecaman yang ditujukan untuk pemerintah karena adanya ketidak merataan pembangunan dalam segala bidang.

Pembangunan merupakan suatu proses perubahan di segala bidang kehidupan yang dilakukan secara sengaja berdasarkan suatu rencana tertentu. Proses pembangunan terutama bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik secara spiritual, mau pun matrial. Peningkatan taraf hidup masyarakat mencakup suatu perangkat cita-cita yang meliputi hal-hal sebagai berikut:22

a. Pembangunan harus bersifat rasionalistis

b. Adanya rencana pembangunan dan proses pembangunan c. Peningkatan produktivitas

d. Peningkatan standar kehidupan

e. Kedudukan, peran, dan kesempatan yang sederajat dan sama dibidang politik, sosial, ekonomi dan hukum

f. Pengembangan lembaga-lembaga sosial dan sikap dalam masyarakat

3. Cara Melangsungkan Pembangunan

Pembangunan untuk mencapai tujuan tertentu itu, dapat dilakukan melalui cara-cara tertentu.23

a. Struktural b. Spiritual

c. Struktural dan spiritual

Syarat yang Ditentukan. Masyarakat harus aktif memecahkan masalah-masalah dan memiliki sikap terbuka bagi pikiran-pikiran dan usaha-usaha baru. Di samping itu, diperlukan adanya kelompok-kelompok yang kreatif, serta massa yang kritis.24. Tahap-tahap Pembangunan. Apabila pembangunan dikaitkan dengan tahap-tahapnya, dikenal adanya tahap perencanaan, penerapan, atau

22 Soekanto Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar ( Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2006),

h. 360

23

Ibid, h. 361

24


(30)

pelaksanaan, dan evaluasi.25 Kebutuhan Pembangunan. Tujuan pokok pembangunan adalah untuk menumbuhkan sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk mewujudkan kesejahteraan lahir batin yang lebih selaras, adil dan merata. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Pembangunan didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka mempercepat terwujudnya ketangguhan dan keunggulan bangsa.26

Untuk mencapai tujuan dan kemampuan-kemampuan tersebut, maka ada tiga hal yang dijadikan sebagai dasar, yakni:27

1. Pembangunan iptek harus berada dalam kesimbangan yang dinamis dan efektif dengan pembinaan sumber daya manusia, pengembangan sarana dan prasarana iptek, pelaksanaan penelitian dan pengembangan serta rekayasa dan produksi barang dan jasa.

2. Pembangunan iptek tertuju pada peningkatan kualitas, yakni untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan dan hidup bangsa.

3. Pembangunan iptek harus selaras (relevan) dengan nilai-nilai agama, nilai luhur budaya bangsa, kondisi sosial budaya, dan lingkungan hidup.

Penguasaan, pemanfataan, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dilaksanakan oleh berbagai pihak, yakni:28

1. Pemerintah, yang mengembangkan dan memanfaatkan iptek untuk menunjang pembangunan dalam segala bidang.

2. Masyarakat, yang memanfaatkan iptek itu untuk pengembangan masyarakat dan mengembangkannya secara swadya.

3. Akademisi terutama dilingkungan perguruan tinggi, mengembangkan iptek untuk disumbangkan kepada pembangunan.

25

Ibid, h.362

26

Omar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran ( Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1994), h. 21

27

Ibid, h. 22

28


(31)

4. Teori Awal Pembangunan: Dari Modernisasi, Ketergantungan Menuju Satu Dunia

Paradigma awal pembangunan yang berlangsung di berbagai negara berkembang (miskin) merupakan sebuah aksioma yang melekat tentang pembangunan yang dianggap sebagai proses pertumbuhan, proses modernisasi, dan proses distribusi sosial. Berawal dari perbedaan ekonomi dan sosial yang mencolok panca Perang Dunia II, timbulah keinginan kuat untuk mencari solusi dengan konsep dan gagasan mengubah keadaaan menjadi lebih baik. Untuk mencapai ke arah itu diperlukan usaha dan strategis yang progresif agar mampu mengatasi keadaan secara menyeluruh di segala bidang, yang disebut modernisasi.29

5. Teori Modernisasi

Istilah ˮmodernˮ berasal dari perkataan Latin modernus yang secara harfiah

berarti ˮmutakhirˮ atau ˮbaru sajaˮ, yang dapat diartikan pula ˮtidak kunoˮ atau tidak ˮtidak tradisionalˮ. Pendapat mengenai makna sebenarnya dari istilah

modern itu di antara para ahli tidak ada yang sama.30

Teori modernisasi lahir sekitar tahun 1950-an, yang ditandai beberapa momentum penting, yaitu: pertama, terjadinya revolusi intelektual disetiap negara untuk melakukan respons terhadap Perang Dunia II. Kedua terjadinya perang dingin antara negara komunis di bawah pimpinan negara sosialis Uni Soviet (USSR) yang berideologi kapitalis. Dominasi yang ditunjukan oleh kedua negara tersebut bermuara pada ekspansi wilayah di negara-negara berkembang untuk menerapkan ideologi mereka. Akibatnya, negara-negara saat itu terpolarisasi ke dalam bentuk negara maju-terbelakang (Dunia Ketiga), negara kaya-negara miskin, negara sosialis-negara kapitalis, negara pusat-negara pinggiran, dan lain-lain, yang berkembang saat itu seriring dengan perubahan dan kemajuan masyarakat bangsa.31 Menurut Fakih, Amerika justru merasa khawatir dengan

29

Ibid, h. 64

30

Onong Uhjana Effedy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2009), h. 96

31


(32)

pengaruh sosialis Rusia (dulu Soviet) yang cenderung direspons negara-negara yang baru berkembang sehingga Amerika (yang kapitalis) mendorong para ilmuan sosial melakukan dua hal, yakni pertama, mengembangkan teori untuk memahami dunia ketiga yang baru lahir; dan kedua menemukan resep teoritis dalam rangka membentuk sosialisme untuk mendorong kapitalisme. Dalam konteks sejarah seperti inilah teori modernisasi dan pembangunan lahir. Fakih mencatat bahwa perkembangan teori modernisasi ini akibat dukungan dana politik yang luar biasa besar dari pemerintah dan organisasi swasta di Amerika, serta negara liberal lainnya.32

Menurut Yudistira teori modernisasi adalah suatu deskripsi tentang eksplanasi proses transformasi dari masyarakat yang tradisional atau berkembang menuju masyarakat modern.33 Menurut Edward F. Borgotta dan Maria Borgotta ciri masyarakat modern ditandai dengan kecenderungan mereka menganggap teori modernisasi sebagai salah satu perspektif sosiologi yang berorientasi pada pembangunan dan keterbelakangan (development and underdevelopment). Perhatian utama teori ini, yaitu pada cara masyarakat dulu dan sekarang yang telah modern diwesternisasikan melaui proses pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial, politik struktur budaya.34

Dalam kajian filsafat dan epistomologi, istilah modernisasi sering disamakan dengan istilah modernitas, dan modernity. Menurut Borgotta dan Borgotta, hal ini menunjukan perspektif bahwa hanya satu kebenaran model deskripsi dan eksplanasi yang mengungkap dunia nyata.35 Istilah modernitas ini telah mapan dalam sejarah dan teori estetika, dan kemudian dipakai dalam istilah ilmu-ilmu sosial, demikian pula dengan proses modernisasi yang muncul dalam perbincangan teori Max Weber. Ia cenderung melihat rasionalisasi merupakan kelanjutan atau proses awal lahirnya modernitas dan modernisasi, secara lengkap

Weber menulis “singkatnya modrenitas adalah hasil dalam istilah budaya, sosial

politik akibat proses besar rasionalisasi yang dengannya dunia dikontrol dan

32

Ibid, h. 66

33

Ibid, h. 67

34

Ibid, h. 67

35


(33)

diatur oleh suatu etika penguasa dunia, yang menyangkut subordinasi diri,

hubungan sosial, dan alam ke program kontrol dan regulasi yang terperinci”.36

Proyek modernisasi ini adalah pengenalan rasionalitas pada lingkungan sosial. Werner dan Huntington menjelaskan perubahan tradisional ke arah modern dengan prinsip rasionalisasi, bersifat revolusioner dan barwatak kompleks (melalui cara dan disiplin ilmu), sistemik sehingga menjadi gerakan global yang mempengaruhi semua manusia, melalui proses yang bertahap menuju suatu hegemonisasi dan bersifat progresif. Teori ini digunakan di kalangan interdisiplin sehingga melahirkan aliran modernisasi dalam sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi, dan pendidikan, bahkan agama.37

Daniel Lerner mengemukakan bahwa aspek dasar modernisasi adalah urbanisasi, industrialisasi, sekularisasi, demokratisasi, pendidikan, dan peran serta media massa yang semuanya berlangsung dalam keterkaitan utuh, tidak terpisah dan tidak serampangan.38 Posisi itu akhirnya mengundang berbagai tanggapan untuk melakukan tinjauan terhadap modernisasi seperti dijelaskan Samuel P. Huntington, yakni: secara psikologis, modernisasi melibatkan pergesaran mendasar di bidang mental, nilai-nilai dan harapan.39

Secara demografis, modernisasi mengacu pada adanya perubahan pola hidup yang ditandai dengan meningkatnya harapan hidup dan kualitas kesehatan masyarakat, terbukanya lapan pekerjaan baru, dan mobilitas penduduk, di mana terjadinya pertumbuhan pesat penduduk perkotaan yang tak sebanding dengan pertumbuhan penduduk pedesaan.40

Secara sosilogis, modernisai sebagai alat, melengkapi semua keluarga dan kelompok primer lainnya, agar memuliki peran-peran khususnya dengan muncul kesadaran, dan pentingnya asosiasi sekunder yang berfungsi majemuk.41 Secara ekonomis, modernisasi mengacu pada terjadinya peragaan aktivitas, di mana lapangan pekerjaan tradisional berkembang menjadi sektor yang lebih kompleks

36

Ibid, h. 68

37

Ibid, h. 68

38

Ibid, h. 68

39

Ibid, h. 68

40

Ibid, h. 69

41


(34)

dan luas, mengandalkan keterampilan kerja secara berarti, serta komposisi modal dan tenaga kerja yang lebih rasional.42

Secara politik, modernisasi melibatkan tiga aspek: pertama, melibatkan rasionalis kekuasaan, pergantian sejumlah besar pejabat politik tradisional, etnis, keagamaan, kekeluargaan, oleh kekuasaan nasional yang bersifat sekuler. Kedua, mmelibatkan diferensiasi fungsi politik dan pengembangan fungsi khusus, dalam hal ini wilayah kewenangan hukum, militer, dan administratif terpisah dari dunia politik. Ketiga, institusi sosial dan politik menjadi kekuatan penyeimbang dalam ranah demokrasi sebagai agent of control dalam kekuasaan negara.43

Modernisasi sendiri menganut tiga asumsi pokok yakni: pertama, mempercayai kondisi tradisional serta modern sebagai kondisi yang dikotomis, modern adalah kondisi kemajuan, rasionalitas, serta efisiensi produksi, seperti yang terdapat pada masyarakat industri maju, sebaliknya masyarakat tradisonal ditandai ciri-ciri irasionalitas, keterbelakangan, dan inefisiensi dalam masyarakat agraris. Kedua, percaya bahwa faktor-faktor penyebab keterbelakangan adalah faktor nonmaterial, terutama dunia ide dan lam pikiran. Ketiga, bersifat positivistik. Modernisasi bersifat universal sehingga perubahan sosial yang linier akan tercapai jika masyarakat tradisional membangun dengan cara yang dipakai masyarakat modern. Teori modernisasi mengusung semangat pembangunan mengubah masyarakat dari era tradisional menuju masyarakat modern.44

Menurut Harrison, modern akan berpengaruh terhadap perubahan susunan dan pola masyarakat, dengan terjadinya diferensiasi struktural. Demikian juga dengan kapitalisme telah dibuktikan sejarah, dan dikritik oleh Max, akan menimbulkan struktur yang penuh komplik. Lebih jauh, Smith menyatakan bahwa manusia modern terbuka terhadap pengalaman baru, independen terhadap bentuk otoritas tradisional, dan percaya terhadap ilmu pengetahuan.45

42

Ibid, h. 69

43

Ibid, h. 69

44

Ibid, h. 70

45


(35)

6. Potret Pembangunan Di Indonesia

Di Indonesia, hasil pembangunan itu belum memperlihatkan perkembangan signifikan bagi kebutuhan rakyat banyak. Sejak Orde Baru hingga reformasi, pergeseran pedekatan pembangunan yang menyebabkan permasalahan krusial pembangunan belum mendapat perhatian serius dari pemerintah. Proses pembangunan yang dilakukan lebih kuat diwarnai oleh perspektif politik dan ekonomi daripada perspektif sosial-budaya. Hal ini terlihat dengan adanya usaha mobilisasi masyarakat dalam memanfaatkan sumber-sumber potensial lokal untuk kepentingan politik tertentu. Masyarakat hanya dipandang sebagai modal pembangunan, bukan sebagai mitra pembangunan. Pada saaat yang hampir bersamaan, proses pembangunan yang dilaksanakan tidak memberikan ruang atau peluang bagi terwujudnya inisiatif dan kreativitas masyarakat. Hakikat pembangunan yang menitik beratkan pada pembangunan manusia seutuhnya rakyat semakin jauh dari harapan.46

Konkritnya, berbagai agenda pembangunan yang telah, sedang dan akan berjalan, belum mampu memberi motivasi, membuka orientasi dan perluasan kapasitas masyarakat dalam memahami permasalahan sendiri. Mengenai hal ini, hasil laporan UNDP tahun 2007 tentang indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dilansir beberapa media massa baru-baru ini, cukup mencengangkan. Betapa tidak, dibalik retorika keberhasilan pembangunan yang diklaim pemerintah, ternyata hanya menempati peringkat 108 dari negara di dunia (Pikiran Rakyat, 2007). Ini membuktikan bawaha pemerintah belum serius menangani persoalan-persoalan pembangunan yang terkait dengan pembangunan manusia dan masyarakat.47

Sementara itu, pola kebijakan pembangunan oleh pemerintah Inpres Desa Tertinggal (IDT), Jaring Pengaman Sosial (JPS), Takesra/Kukesra, Kredit Usaha Koprasi (KUK), UP2K, Bantuan Langsung Tunai, dan lain-lain merupakan contoh nyata dari strategi pembangunan yang diseragamkan diseluruh Indonesia, yang

46

Ibid, h. 100-101

47


(36)

hanya mampu bertahan dan memberi efek sementara.48 Hal lain yang dianggap penting untuk disikapi oleh kita adalah pergesaran pola kebijakan pemerintah, dari kekuasaan yang sentralistis menuju desentralistis (pendelegasian wewenang).

Hal ini haruslah dimaknai sebagai peluang dan tantangan pembangunan. Pergeseran ini sesungguhnya mengindikasikan political will pemerintah untuk mengatasi permasalahan pembangunan bagi rakyatnya secara menyeluruh. Berdasarkan definisi kemiskinan dari BPPS dan Depsos (2002), data jumlah penduduk miskin pada tahun 2002 mencapai 35,7 juta jiwa termasuk didalamnya jumlah kategori fakir miskin 15,6 juta jiwa. Semantara jumlah pengguran yang diakibatkan pemutusan hubungan kerja (PHK), berdasarkan data Departemen Tenaga Kerja (1999), mencapai 168,933 orang, belum termasuk yang belum bekerja. Meningkatnya Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sebagai akibat dari ketiadaan atau kurangnya lapangan kerja yang ada di tanah air, dan merebaknya konflik, baik antara pemerintah dan masyarakat, maupun antara masyarakat dengan masyarakat, merupakan cermin buruknya penanganan kondisi ini. Sebagai contoh konkrit, munculnya konflik sosial di tanah air yang berlatar belakang SARA sepanjang tahun 1997-1999 adalah fenomena sosial akibat dampak sosial pembangunan yang tidak merata.49 Sesungguhnya, kasus-kasus tersebut menggambarkan potret ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola pembangunan bagi rakyatnya. Menghadapi situasi semacam ini, bila tidak dikelola secara bijak, serius dan terencana oleh pemerintah bersama masyarakat, cepat atau lambat, bangsa Indonesia akan dihadapakan pada situasi yang penuh kejutan, berimplikasi luas pada kelanjutan pembangunan dan perubahan yang tidak dapat di duga yang semakin sulit dijinakkan.50

7. Perubahan Paradigma Pembangunan

Berdarsarkan pengalaman empiris dan bukti-bukti aktual di beberapa negara berkembang, paradigma pembangunan model ekonomi memiliki kelemahan dan

48

Ibid, h. 101

49

Ibid, h. 103

50


(37)

kekurangan. Untuk itu, perlu diimbangi dengan pemikiran baru yang lebih memadai. Seperti yang diungkapkan Todaro:

“ sistem ekonomi perlu dianalisis dan didudukan pada konteks sistem sosial secara keseluruhan di negara tertentu, dan tentu saja juga dalam konteks global internasional. Sistem sosial yang dimaksud dalam hubungan-hubungan yang saling terkait antara faktor-faktor ekonomi dan non-ekonomi”.51

Analisis yang digunakan Todaro tersebut, mengurai permasalahan pembangunan dengan menggugat paradigma yang dikembangkan sembari memberi solusi yang harus dilakukan. Sebuah pembangunan itu selalu diposisikan hanya terbatas hanya pada faktor ekonomis, tanpa dukungan faktor lain. Lalu, bagaimanakah konteks Indonesia? Apakah pergeseran orientasi pemikiran yang mengarah pada perubahan paradigma ini merupakan sesuatu yang mendesak pada perubahan paradigma ini dilakukan berdasarkan fakta konkret di lapangan. Berikut beberapa alasan logis yang dapat dikemukakan:

a. Jumlah penduduk miskin menurut data BPPS dan Depsos (2002), yaitu 35,7 juta jiwa.

b. Pertumbuhan sebagai definisi pembangunan tidak mencapai status politik atau kesetaraan seperti yang diharapkan.

c. Pengguran dan ketidakadilan yang muncul, serta tumbuh hampir di semua aspek kehidupan di negara Dunia Ketiga.

d. Kekuasaan dikonsentrasikan di antara elit karenanya mereka merasa diuntungkan dengan adanya pertumbuhan. Kemudian kekuasaan tersebut digunakan untuk mencegah ketidakadilan pada masyarakatnya.

Munculnya persoalan-persoalan ini merupakan dampak dari konsep pedekatan (paradigma) pembangunan ataupun model pembangunan yang tidak memihak rakyat. Pembangunan akhirnya keluar dari hakikat tujuannya, yaitu untuk kemakmuran rakyat yang sebesar-sebesarnya.52

51

Ibid, h. 104

52


(38)

8. Paradigma Baru Pembangunan: Model Pembangunan yang Berpusat Pada Rakyat

Sebagai konsep yang bertumpu pada aspek sosial budaya, pembangunan pada paradigma ini didefinisikan sebagai strategi pemberdayaan masyarakat yang berorientasi pada nilai-nilai sosial budaya yang hidup dan berkembang. Maksudnya, proses pertumbuhan tidak saja menumbuhkan dan mengembangkan nilai tambah ekonomi, tetapi juga nilai tambah sosial secara adil (eqiuty), setara (equality) yang pertisipatif sebagai upaya pengembangan kapasitas manusia dan masyarakat berdasarkan pada spektrum helping people to help themselves, baik individu, kelompok, maupun orang sebagai kekuatan civil society.53

Pendekatan ini berasumsi bahwa paradigma pembangunan memandang posisi masyarakat sebagai individu, kelompok, dan komunitasnya dalam konteks sosial- budaya yang perlu dihargai, dilindungi dan dikembangkan eksistensinya. Sehingga apa pun aktif masyarakat. Pada konteks ini, masyarakat dipandang sebagai entitas penting dalam dimensi pembangunan sosial. Dari sini kemudian pengakuan, penguatan dan pemberdayaan potensi rakyat, baik identitas (simbol dan nilai) sosial-budaya, maupun harkat dan tujuan martabatnya, dapat dilakukan. Dengan demikian, hakikat tujuan pembangunan pada paradigma ini adalah usaha meningkatkan kualitas hidup (kesejahteraan), yang berfokus pada pengembangan manusia (human development oriented).54

Kenyataan, sejarah menunjukan bahwa akibat praktik pembangunan yang dikembangkan dengan ideologi tunggal negara kapitalis adalah bentuk neo-kolonialisme gaya baru dalam tata ekonomi internasional. Sebagai contoh, kegagalan yang terjadi dalam berbagai program pembangunan tidak semata-mata karena kekeliruan dan ketidakpekaan pemerintah, tetapi sedikit dari ilmuan sosial yang kurang memadai dan kritis. Akibatnya, masyarakat dan negara mengalami kemerosotan nilai dan harga secara permanen. Identitas dan karakteristik wilayah

53

Ibid, h. 104-105

54


(39)

lokal mulai kehilangan legitimasinya, bersamaan dengan rapuhnya pranata-pranata sosial.55

Sehingga model pendekatan yang berpusat pada rakyat, berasumsi bahwa masyarakat sudah saatnya menggugat struktur dan situasi keterpurukan secara bertahap. Bersamaan dengan itu, masyarakat melakukan konstruksi ulang bangunan sosial budayanya yang berbau hegemoni. Menyitir pendapat Korten dan Carner (1993), konsep pembangunan ini menekankan pada upaya penciptaan dan pemberdayaan proses inisiatif dan kreativitas masyarakat sebagai sumber daya pembangunan yang utama, dan melihat ukuran kesejahteraan materiil dan spiritual sebagai tujuan akhir pembangunan. Lebih jauh Korten dan Carner mengungkapkan pembangunan yang berpusat pada rakyat sebagai berikut:

a. Penekanan pada dukungan dan pembangunan usaha-usaha swadaya kaum miskin guna menagani kebutuhan mereka sendiri.

b. Kesadaran bahwa kendati sektor modern merupakan sumber utama pertumbuhan ekonomi yang konvensional, namun sektor tradisional menjadi sumber utama bagi kehidupan sebagaian besar rumah tangga masyarakat miskin.

c. Kebutuhan akan adanya kemampuan kelembagaan yang baru dalam usaha membangun kemampuan para penerima bantuan yang miskin, demi pengelolaan yang produktif dan swadaya berdarkan sumber-sumber daya lokal.

Terhadap pendekatan ini rupanya Korten dan Carner secara tegas menyoroti perlunya pengakuan dan dukungan usaha mandiri (swadaya), nilai-nilai tradisional, dan sumber daya lokal dari masyarakat dalam strategi pembangunan.56

Mengenai hal ini, lebih lanjut Korten menyatakan terdapat tiga dasar perubahan-perubahan struktur dan normatif dalam pembangunan yang berpusat pada masyarakat yakni:

a. Memusatkan pemikiran dan tindakan kebijakan pemerintah pada penciptaan keadan-keadaan yang mendorong dan mendukung usaha

55

Ibid, h. 105-106

56


(40)

rakyat untuk memenuhhi kebutuhan mereka sendiri, dan untuk memecahkan masalah mereka sendiri di tingkat individu, keluarga, dan komunitas.

b. Mengembangkan strukutur-struktur dan proses organisasi-organisasi yang berfungsi menurut kaidah-kaidah sistem organisasi.

c. Mengembangkan sistem produksi-konsumsi yang diorganisasi secara teritorial berlandaskan kaidah pemilikan dan pengendalian lokal.57

9. Krisis Dalam Teori Pembangunan dan Dalam Dunia

a. Krisis Teori dan Teori-teori Krisis

Krisis pembangunan dewasa ini merupakan tantangan bagi teori pembangunan dalam berbagai aspek, satu diantaranya adalah ketika kita tidak benar-benar punya teori krisis. Teori krisis merupakan krisis itu sendiri, ketidak mampuan kita untuk memahami dengan benar fenomena krisis dalam konteks proses pembangunan merupakan dakwaan dalam ilmu sosial pada umumnya dan studi pembangunaan pada khususnya.58

b. Erosi Kepercayaan Diri

Selama 1980-an studi pembangunan ditantang oleh kecenderungan fundamentalis dan pendekatan disiplin tunggal dalam dunia akademik, serta kecenderungan neokonservatif dalam politik.59

c. Konsep Mengenai Krisis

Satu isu teoritis, yang sejauh ini belum dibahas secara memuaskan dalam

teori pembangunan, adalah fungsi “krisis” dalam proses pembangunan, dan status

teoretis yang aktual dari konsep itu sendiri. Di Eropa, contohnya, era pertumbuhan ekonomi yang stabil dan kurang lebih otomatis tampaknya sudah berlalu, penggauran telah mencapai tingkat yang lebih tinggi (antara 10 dan 15 persen dibanyak negara) bahkan selama masa pemulihan belakangan ini, selain itu marak bermunculan pencarian gaya hidup alternatif, seakan-akan orang merasa bahwa

57

Ibid, h. 106-107

58

Bjorn, Hettne. Teori Pembangunan dan Tiga Dunia. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,

2001), h. 14-15

59


(41)

mereka kehilangan jalan disuatu tempat. Biasanya “krisis” didefinisikan dan dipahami dengan cara yang berbeda di tempat-tempat yang berbeda di Eropa, konsep ini lebih umum dipakai oleh golongan sayap kiri dan secara khusus menunjuk pada permasalahan di dalam perkembangan kapitalis.

10. Modernisasi dan Pembangunan Bangsa (Nation Building)

Krisis dalam teori pembangunan, terjadi bukan karena teori telah sampai pada ajalnya, seperti yang tampaknya diisyaratkan oleh keletihan berteori dewasa ini, melainkan disebabkan oleh kegagalan menjawab dengan serius pertanyaan lama: pembangunan milik siapa? Para ahli ekonomi pembangunan pada khususnya, mengalamatkannya pada pemerintah dengan asumsi bahwa pembangunan nasional harus diberi prioritas politis yang paling tinggi, dan bahwa anjuran mereka akan didengarkan. Selain itu, negara dilihat sebagai suatu unit yang homogen, otonom dari pelaku-pelaku lain, memiliki kekuasaan politik dan ekonomi, mengendalikan relasi ekonomi eksternal, dan dengan kapasitas tekno administratif dan manajerial yang perlu untuk mengimplementasikan rencana-rencana (Gurrieri 1987).

Proyek pembangunan bangsa adalah unik karena alasan yang sederhana yaitu bahwa proyek itu menggunakan wilayah tertentu dan penduduk tertentu yang

tinggal di wilayah tersebut sebagai “alat-alat pembangunan”. Akan tetapi, setaip proyek pembangunan bangsa mengandung elemen-elemen dasar:60

1. Kontrol politik dan militer yang ekslusif atas wilayah tetentu.

2. Usaha mempertahankan wilayah ini dari kemungkinan klaim dari luar. 3. Penciptaan kesejahteraan materiil dan legitimasi politik di wilayah ini.

11.Modernitas menurut para ahli

Everett Rogers. “Moderenisasi merupakan proses dengan mana individu

berubah dari cara hidup tradisional menuju gaya hidup lebih kompleks dan maju

secara teknologis serta cepat berubah”. Black mendefinisikan modernisasi sebagai proses dengan mana secara historis lembaga-lembaga yang berkembang

60


(42)

secara perlahan disesuaikan dengan perubahan fungsi secara cepat yang menimbulkan peningkatan yang belum pernah dicapai sebelumnya dalam hal pengetahuan manusia, yang memungkinkannnya untuk menguasai lingkungannya, yang menimbulkan revolusi ilmiah. Lerner, secara sederhana modernisasi

merupakan “sesuatu trend unilateral yang sekuler dalam mengarahkan cara-cara hidup dari tradisional menjadi partisipan. Inkeles, Mc Clelland dan yang lain-lain telah memaparkan modernitas dalam arti sejumlah variabel psikologis yang membentuk suatu jenis karakteristik mentalitas dari manusia modern secara khas.

Marion Levy meletakan “sebagai ukuran modernisasi, rasio sumber daya kekuasaan yang mati (tidak bergerak), dan yang hidup (bergerak). Makin tinggi rasio tersebut, makin tinggi modernisasinya”. Chodak mengidentifikasikan tiga tipe modernisasi, yaitu, (1) Modernisasi industri yang meninggalkan keperluan menyesuaikan organisasi sosial dengan tuntutan (syarat) industri; (2) Modernisasi akulturasi, yaitu penciptaan suatu budaya baru semi-berkembang dan budaya penyangga, yang dihasilkan dari lapisan atas budaya asing berdasarkan budaya tradisional; serta (3) modernisasi induksi yang berisikann usaha-usaha terorganisir yang mengarah pada pembentukan infrastruktur dan perkembangan (pembangunan) sosial ekonomi.61

Para cendekiawan Indonesia pada umumnya mempunyai pendapat yang sama bahwa modernisasi di Indonesia merupakan proses pergeseran dari masyarakat kebudayaan agraris pedesaan ke masyarakat kebudayaan industri perkotaan. Ahli ekonomi beranggapan bahwa ekonomi adalah hal yang penting dari segalanya. Modernisasi bagi kelompok ini adalah modernisasi ekonomi. Para agamawan menganggap agama lebih penting daripada yang lain. Kelompok ini bersedia berkelahi, bahkan kalau perlu berperang, jika agama mereka ditindas.

Orang-orang politik mengklaim ˮpolitik sebagai panglimaˮ kelompok ini menganggap politik mahapenting karena segalanya ditentukan oleh politik. Pentingnya konsep modernisasi ialah untuk mencegah terjadinya pertarungan antara kelompok, yang satu dengan yang lainnya akibat rasa diri paling penting, untuk menjaga jangan

61

M . Francis Abraham. Modernisasi di Dunia Ketiga Suatu Teori Umum Pembangunan .


(43)

sampai terjadi benturan-benturan antara lain nilai yang satu dengan nilai yang lainnya. Konsep modernisasi dapat menunjukan jalan ke arah terintegrasinya semua kelompok dalam masyarakat untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, dan memberikan petunjuk nilai-nilai mana yang harus dipertahankan, mana yang harus dikembangkan, dan mana yang harus diubah.62

12. Tipe-tipe Modernisasi

Perkembangan atau “kemajuan” ekonomi yang ditandai oleh tingginya

tingkat konsumsi dan standar hidup, revolusi teknologi, intensitas modal yang makii besar dan organisasi birokrasi yang rasional, disamakan dengan modernisasi ekonomi. Ia mencakup pembentukan sistem pertukaran moneter, peningkatan tingkat skill yang dibutuhkan melalui teknorasi, mekanisasi, otomasi dan akibat perpindahan tenaga kerja, penghitungan biaya secara rasional, spesialisasi okupasi yang makin besar dan spesifikasi fungsional, pola-pola tabungan dan investasi dan alat-alat trasportasi dan komunikasi yang makin cepat yang memudahkan turut serta dalam pemasaran, mobilitas tenaga kerja, distribusi barang-barang dan perubahan pola konsumsi. Modernisasi ekonomi pasti diikuti dengan perluasan pengetahuan ilmiah dan inovasi teknologi, pembentukan modal, tingkat pendidikan yang cocok, spesialisasi ekonomi dan kecukupan bahan-bahan mentah, barang produksi dan konsumsi.63Ada tiga tipe modernisasi yang dapat diidentifikasi:

a. Modernisasi Endogen b. Modernisasi yang Diarahkan c. Modernisasi Hibrida64

13. Modernisasi Sosial

Kerangka konseptual modernisasi sosial juga mencakup moodernisasi politik dan psikologis. Namun, perbedaan tersebut bersifat analitis dan tidak dipertentangkan dengan realitas empiris. Modernisasi sosial meliputi perubahan

62

Onong Uhjana Effedy, op. Cit., h. 97

63 Ibid, h. 5-6.

64


(44)

dalam atribut-atribut sistemik, pola-pola kelembagaan dan peranan-peranan status dalam struktur sosial masyarakat sedan berkembang. Unsur-unsur pokok modernisasi sosial mencakup perubahan sosial yang terencana, sekularisme, perubahan sikap dan tingkah laku, pengeluaran (belanja) pendidikan umum yang berat, revolusi pengetahuan melalui perluasan sarana komunikasi, nstrumen hubungan-hubungan sosial, dan keharusan kontraktual, diferensiasi struktural dan spesialisasi fungsional.65

14.Konteks Sosial Modernisasi

Konteks sosial tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Nasionalisme

2. Ideologi Politik 3. Perencanaan Nasional 4. Transaksi Antarbudaya66

15. Dinamika Modernisasi

Akibat modernisasi itu kompleks dan multidimensional, mempengaruhi setiap bidang kegiatan manusia. Dinamika modernisasi dapat diringkas dalam satu ungkapan kunci: mengubah untuk berubah. Kecenderungan utama perubahan dapat diklasifikasikan menjadi lima pokok masalah dalam arti luas.

1. Perubahan Sistematis 2. Perubahan Fungsional 3. Perubahan Sikap

4. Perubahan yang Timbul 5. Perubahan Universal67

Identifikasi tahap-tahap atau fase-fase dalam proses modernisasi mungkin berubah-ubah. Namun, proses modernisasi pasti mencakup dinamika proses berikut:

65

Ibid, h. 7-8.

66

Ibid, h. 14-16.

67


(45)

1. Kesadaran Sosial 2. Kerjasama Sosial 3. Rekayasa Sosial 4. Integrasi Sosial68

Jika mengkaji tentang pembangunan di Indonesia, maka teori modernisasi merupakan teori yang paling dominan menentukan wajah pembangunan di Indonesia.

Modernisasi merupakan proses bertahap, diawali dengan masa primitif dan sederhana menuju masyarakat menuju dan berakhir pada tatanan yang maju dan kompleks. Hal ini dapat dilihat dalam kasus Indonesia, pada saat teori modernisasi digulirkan, Indonesia masih dalam suatu kondisi yang sangat memprihatinkan sebagai produk jajahan. Masyarakat yang tradisional dan belum bersentuhan dengan dunia teknologi dan tatanan hidup yang kompleks. Pada saat awal negara Indonesia merdeka, kondisi Indonesia dapat dikatakan sebagai bangsa yang primitive. Kemudian pada saat Indonesia memulai dengan babak baru, yaitu pada masa Orde Baru, maka pada saat inilah adopsi terhadap konsep modernisasi dimulai. Seperti sudah dipahami oleh banyak pihak, bahwa pembangunan di Indonesia memang sangat bernuansa teori modernisasi, modernisasi sebagai proses homogenisasi, modernisasi merupakan proses Eropanisasi dan

Amerikanisasi atau yang lebih populer bahwa modernisasi itu sama dengan barat. Hal in terlihat bahwa keberhasilan itu merupakan sesuatu yang bersifat barat. Negara barat merupakan negara yang tak tertandingi dalam kesejahteraan ekonomi dan politik. Dan negara maju ini dijadikan mentor bagi negara berkembang, modernisasi merupakan proses yang tidak mundur. Proses modernisasi merupakan proses yang tidak bisa dihentikan ketika sudah mulai berjalan. Dengan kata lain ketika sudah melakukan kontak dengan negara maju maka dunia ketiga tidak mampu menolak proses selanjutnya. Hal ini dapat dilihat dalam proses bagaimana negara berkembang terus menerus meminta bantuan negra maju untuk dapat membantu baik secara financial maupun intervensi kebijakan politik, modernisasi merupakan proses evolusioner, sehingga perubahan

68


(46)

yang dapat dilihat juga tidak serta merta cepat. Dengan demikian, dibutuhkan waktu yang lama untuk melihat perubahan yang dialami, bahkan membutuhkan waktu antar generasi untuk melihat seluruh proses yang dijalankan modernisasi, termasuk akibat yang dialami proses modernisasi.

H. Jenis-Jenis Aliran Musik

Berdasarkan unsur-unsur pembentuknya seperti yang telah disebutkan iatas, suatu karya musik dapat dikatagorikan dalam jenis aliran tertentu. Pengkatagorian ini sifatnya subyektif, karena didasarkan pada penilaian dari kalangan pengamat musik, dan masyarakat atas bentuk, irama, lirik, nada, maupun harmonisasi dari sebuah lagu. Beberapa aliran musik yang ada di dunia antara lain adalah :

1. Musik Populer

Musik pop diambil dari istilah “popular”, yang artinya terkenal musik popular

adalah nama bagi aliran-aliran musik yang didengar luas oleh pendengarnya dan kebanyakan bersifat komersial. Biasanya musik ini terkenal dalam jangka waktu tertentu, kemudian menghilang.

Menggapa musik pop ini sangat digemari oleh masyarakat? Ada beberapa pengamatan yang menyebutkan bahwa musik pop sangat digemari oleh masyarakat karena lagu-lagunya mudah dimengerti. Musik ini selalu bertutur tentang hubungan cinta antarmanusia atau tentang kehidupan sosial masyarakat. Musik ini menggunakan akor, irama, dan harmonisasi yang mudah, dan sederhana. Oleh karena itu, musik ini mudah ditiru dan diterima oleh masyarakat.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa kriteria khusus musik populer. Yaitu, sebagai berikut:

a. Mudah untuk diikuti dan dimengerti baik dari syair, melodi, dan musiknya.

b. Menggunakan tema sosial yang sering terjadi di masyarakat misalnya percintaan, alam, dan sosialisasi masyarakat.

c. Biasanya terkenal dalam kurun waktu tertentu, kemudian akan menghilang, bahkan dilupakan.


(47)

Alat musik yang sering digunakan dalam musik pop juga tergolong sederhana yaitu keyboard, gitar, gitar bass, dan drum. Namun, ada beberapa kelompok musik yang memadukan alat musik tiup, alat musik tradisional, atau alat musik lainnya. Misalnya, musik tekno. Sesuai dengan perkembangan musik saat ini, musik pop sudah mengalami perkembangan yang luar biasa.

Tingkat kesulitan permainan musik ini pun semakin rumit. Aliran musik pop juga mulai dipadukan dengan musik jenis lain. Misalnya dengan musik jazz, dangdut, rock, ska, dan lain-lain. Dari perpaduan inilah musik pop memiliki berbagai aliran. Aliram musik popular antara lain HipHop, R&B, Pop, Rock, dan musik Blues, musik country, musik reggae. Bagaimanapun, banyak orang tetap menyukai musik pop.69

2. Musik Rap atau Hiphop

Musik rap merupakan genre (jenis) musik (R&B) yang terdiri dari ritmiki vokal dan alunan musik. Ciri umumnya adalah sang rapper membawakan vokal secara ritmik seolah-olah sedang berpidato. Vokal ritmik ini diiringi oleh alunan musik yang umumnya terdiri dari drum beat elektronik yang dikombinasikan dengan bunyi digital musik tertentu. Bunyi digital ini umumnya diambil dari potongan rekaman lagu tertentu yang sudah ada atau yang sudah dikenal masyarakat.

Musik hiphop lebih menekankan lirik dan permainan kata-kata pada melodinya dan harmoninya. Keindahannya terletak pada kompleksitas ritmik dan variasi pada pengungkapan lirik-liriknya. Umumnya, lirik-lirik musik hiphop bertema tentang relasi manusia, kehidupan (lifestyle) pemuda perkotaan, yang sering disebut gangsta,dan tentang isu-isu politik. Sebuah grup hiphop umumnya terdiri dari paling sedikit satu orang rapper dan seorang disc jockey (dj).

Musik hiphop tumbuh sekitar pertengahan tahun 1970 di wilayah Bronx Selatan, kota New York di kalangan masyarakat African Amerika. Tokoh-tokohnya, antara lain Kool Herc, D.J. Hollywood, dan Joseph Saddler. Pada tahun

69

Hartaris Andijaning Tyas, Seni Musik untuk SMA Kelas XI, (Jakarta, Erlangga, 2007),


(48)

1979, untuk pertama kalinya album hiphop direkam, yakni King Tim III

(Personality Jock), karya Fatback Band dan Rapper‟s Delight, karya Sugarhill Gang. Saat ini, musik hiphop juga banyak dipengaruhi oleh musik-musik lainnya seperti musik jazz.70 Di Indonedia.

3. R&B

Musik R&B terdiri dari berbagai jenis musik populer yang saling terkait. Musik R&B yang lebih dikenal dengan rhythm and blues, musik R&B dibuat dan didukung oleh sebagian besar masyarakat Afrika-Amerika pada awal 1940-an. R&B pertama kali diciptakan oleh Jerry Wexler, yang terkenal dengan Atlatic Records-nya. Menurut Jerry Wexler, istilah R&B digunakan sebagai sinonim untuk musik black rock and roll (musik rock-and-roll yang dimainkan oleh pemusik kulit hitam) pada awal dan pertengahan tahun 1950-an. Bagi para penggemar musik rock and roll kulit hitam, apa yang dimaksud dengan rock-and-roll oleh para penggemar musik rock-and-rock-and-roll kulit putih dianggap sebagai gaya mutakhir dari R&B. Ketika pengaruh gaya musik R&B telah berkembang, nilai-nilai urban masyarakat kulit hitam mulai menyerap nilai-nilai-nilai-nilai budaya lain seperti budaya kontemporer Eropa-Amerika. Salah satu contoh penyanyi R&B yang sukses dalam kurun waktu yang panjang adalah Tina Turner.

Saat ini, musik R&B cenderung mengutamakan kemampuan improvisasi melodi, khususnya vokal para penyanyi dengan harmonisasi yang progresif dari bunyi instrumen-instrumen musiknya. Beberapa penyanyi dan grup vokal R&B saat ini antara lain TLC, Mary J. Blige, R. Kelly, dan Maxwell.71 Di Indonedia beberapa penyanyi R&B misalnya Tofu, Sania, dan Dewi Sandra.72

Musik populer atau musik pop memiliki dua makna. Pertama, musik-musik yang sedang disenangi atau digandrungi masyarakat dalam kurun waktu tertentu. Contoh, musik R&B, musik jazz, musik country, musik dangdut. Kedua, sebuah aliran atau gaya musik tertentu seperti halnya aliran musik jazz dan musik

70

Matuis Ali , Seni Musik SMA Kelas XII, (Jakarta, Erlangga, 2006), hal. 12

71

Ibid, h. 10

72


(1)

124

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

SEKOLAH : SMA

MATA PELAJARAN : Bahasa Indonesia KELAS / SEMESTER : XII/ 2

ALOKASI WAKTU : 2 x 45'

I. Standar Kompetensi Menulis esai dan kritik sastra

II. Kompetensi Dasar

1. Penerapan prinsip-prinsip penulisan kritik dalam penulisan 2. kritik tentang berbagai bentuk karya sastra Indonesia.

III. Indikator

a. Menemukan suatu kritik yang terkandung didalam karya sastra. b. Menuliskan sebuah kritikan terhadap karya sastra.

IV. Tujuan pembelajaran

1. Siswa mampu menemukan suatu kritik yang terkandung di dalam karya sastra.

2. Siswa mampu menuliskan suatu kritik terhadap karya sastra.

V. Materi Pembelajaran 1. Kritik

VI. Metode Pembelajaran 1. Metode Ceramah 2. Metode tanya jawab 3. Metode Penugasan


(2)

125

VII. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran 1. Pendahuluan

a. Salam pembuka b. Presensi

c. Memberi motivasi d. Apersepsi

2. Kegiatan Inti a. Eksplorasi:

1) Siswa dibagikan teks dari lagu yang telah diputarkan. b. Elaborasi

1) Dari unsur yang telah ditemukan, siswa dituntut menemukan permasalahan yang terkandung dalam teks lagu.

2) Siswa menuliskan kritik yang terkandung dalam teks lagu

3) Siswa mencoba menuliskan sebuah kritikan terhadap teks lagu yang telah dianalisis.

a. Konfirmasi

1) Guru menanggapi hasil analisis siswa mengenai teks lagu 2) Guru menanggapi kritik yang ditemukan siswa dari teks lagu

3) Guru menanggapi hasil tulisan siswa mengenai kritik terhadap teks lagu yang telah dianalisis.

3. Kegiatan penutup

a. Siswa dan guru menyimpulkan kritik yang terkandung dalam karya sastra b. Guru memberi tugas kepada siswa sebagai lanjutan pembelajaran

mengenai kritik.

VIII. Media Sumber

a. Buku paket bahasa Indonesia b. LKS

c. Buku teks yang terkait Alat


(3)

126

a. Pemutar kaset b. Kaset

c. Teks lagu

IX. Penilaian 1. Jenis Tagihan

tes Individu tugas individu 2. Bentuk Instrumen

uraian bebas

penugasan Instrumen


(4)

(5)

(6)

RIWAYAT PENULIS

Nama lengkap penulis, yaitu Jahrudin lahir di Bekasi. Pada tanggal 23 April 1978, merupakan anak pertama dari 4 bersaudara dari pasangan Aminuddin dan Siti Khodijah. Penulis berkebangsaan Indonesia dan beragama Islam. Kini penulis beralamat di Kp. Rawa Bugel No.17, Kel: Harapan Mulya, RT/RW: 001/010, Kecamatan: Medan Satria, Kota: Bekasi, Provinsi: Jawa Barat. Penulis memulai pendidikannya dari SDN Rawa Bugel kemudian penulis melanjutkan pendidikannya di MTs Annida Al-Islamy RB setelah lulus dari (MTs), penulis melanjutkan pendidikannya di MA Annida Al-Islamy RB, Setelah itu penulis melanjutkan pendidikannya di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (DMS), Pada semester akhir tahun 2014 penulis telah menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Kritik Pembangunan Lagu Iwan Fals dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA Kelas XII”.