Item pernyataan, statistik, dan penamaan 8 faktor 50
TINJAUAN PUSTAKA
Dewasa Muda Tahap perkembangan dewasa muda
Penentuan usia dewasa muda menurut pendapat beberapa ahli disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan beberapa pendapat ahli mengenai usia dewasa muda,
rata-rata kisaran usia dewasa muda adalah 18 sampai 42 tahun. Aspek perkembangan dewasa muda menurut Turner dan Helms 1986 adalah
perkembangan fisik, perkembangan mental, perkembangan sosial, dan perkembangan kepribadian. Perkembangan fisik manusia paling optimal terjadi
pada masa dewasa muda. Pada tahap ini seluruh fungsi tubuh sudah berkembang sepenuhnya termasuk fungsi reproduksi. Laki-laki mencapai tinggi maksimal pada
usia 21-23 tahun, dan wanita pada usia 17-21 tahun. Perkembangan mental dewasa muda adalah kemampuan untuk
mengumpulkan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang dapat dijadikan acuan bagi pelaksanaan kehidupan nyata actual life. Perkembangan mental selama
masa dewasa muda akan menentukan daya beradaptasi seseorang, karena dalam berhadapan dengan situasi baru, yang bersangkutan harus mampu secara cepat dan
tepat menentukan sikap untuk merampungkan tugas perkembangan yang harus dilaksanakan.
Tabel 1 Pendapat ahli mengenai tahapan masa dewasa dan usianya
Ahli Tahapan
Usia Birren 1964
Dewasa muda 17-25
Dewasa 25-50
Romley 1974 Dewasa muda
21-25 DewasaMenengah
25-40 Dewasa Akhir
40-60 Havighurts 1972
Dewasa Muda 18-35
Dewasa Madya 35-60
Levinson 1978 Dewasa Muda
17-45 Dewasa Madya
40-65
Sumber: Hayslip dan Panek 1989
Tahap perkembangan sosial dan kepribadian, dijelaskan oleh beberapa teori. Teori yang pertama adalah psikoanalisis Erikson 1963. Menurut Erikson
1963 dewasa muda berada pada tahap intimasi melawan isolasi. Pada tahap ini individu harus membangun kepribadian yang mampu melebur dengan kepribadian
orang lain agar mampu membentuk keintiman. Proses ini membutuhkan kemampuan kontrol emosi, kompromi, dan toleransi yang tinggi. Jika gagal maka
individu akan merasa terisolasi. Teori yang kedua adalah tahap perkembangan menurut Levinson 1978, beliau membagi proses perkembangan dewasa muda
kedalam tiga tahap yaitu: tahap transisi dewasa muda 17-22, tahap memasuki dunia dewasa 22-28 dan tahap transisi 30 tahun 28-33.
Pada tahap transisi dewasa muda, individu harus bisa mengurangi ketergantungan pada keluarga dan lebih mandiri untuk membentuk dasar
kehidupan sebagai orang dewasa dengan merencanakan tujuan hidup. Tahapan yang kedua yaitu memasuki dunia dewasa. Individu dituntut untuk mencari
hubungan antara nilai yang dipegang dan nilai di masyarakat, memahami kemampuan diri, bekerja, dan membangun hubungan intim. Tahap ketiga yaitu
transisi 30 tahun. Pada tahap ini, kehidupan akan menjadi lebih serius, lebih ketat, dan lebih realistik, sehingga individu harus mampu menciptakan dasar-dasar yang
kuat dalam hubungan intim seperti pernikahan maupun karir. Pada akhirnya dewasa muda harus mampu menunjukan kematangan fisik-emosi, serta kesiapan
dan keinginan untuk menghadapi dan bertanggung jawab pada peran-peran yang berhubungan dengan karir dan pernikahan. Lebih jelas mengenai tahapan
perkembangan dewasa muda menurut Levinson disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Tahapan perkembangan masa dewasa Levinson.
Tahun pertumbuhan
Transisi Dewasa Muda 17-22
Memasuki struktur kehidupan dewasa muda 22-28
Transisi 30 tahun 28-33 Puncak struktur kehidudan
dewasa muda 33-40
Transisi Dewasa Madya 40-45
Transisi usia 50 tahun 51-54 Memasuki struktur kehidupan
dewasa madya 45-50 Puncak struktur kehidupan
dewasa madya 55-60
Transisi Dewasa Tua 60-65
Masa akhir dari kehidupan
Masa Dewasa Madya 40-65
Masa Dewasa Muda 17-45 Masa Dewasa Madya 40-65
Masa Dewasa
Tua60
Teori yang ketiga adalah teori Gould 1978, ia membagi perkembangan dewasa muda menjadi tiga tahapan yaitu: tahap meninggalkan orang tua 16-22
tahun, tahap kemandirian 22-28 tahun, dan tahap kedewasaan 28-34 tahun. Pada tahap yang pertama individu harus mampu meninggalkan ketergantungan
kepada orang tua, namun kendala yang dihadapi adalah pengaruh orang tua pada tahap ini justru sedang mendominasi. Pada tahap kedua, individu harus lebih
merasakan hidup sebagai orang dewasa, contohnya bisa menentukan pilihan atau tujuan hidup tanpa campur tangan orang tua. Pada tahap terakhir individu akan
mulai merefleksikan diri apakah segala hal yang sudah dilakukan merupakan hal yang terbaik dan apakah tujuan-tujuan hidup sudah tercapai.
Tugas perkembangan dewasa muda
Tugas perkembangan adalah tugas yang harus dijalani dan diselesaikan manusia selama rentang usia, menyangkut hasrat dan tujuan yang diharapkan,
sehingga terwujud kehidupan yang sejahtera dan bahagia. Hayslip dan Panek 1989 mengatakan tugas perkembangan adalah situasi atau tugas penyesuaian
hidup yang membuat individu mampu menghadapi permintaan, paksaan, atau kesempatan yang disediakan oleh lingkungan sosialnya.
Tugas perkembangan merupakan proses berkelanjutan, artinya bahwa realisasi tugas perkembangan pada suatu periode entah yang bersifat positif atau
negatif akan berdampak pada keberhasilan atau kegagalan pada tahapan selanjutnya Havighurst dalam Hurlock 1994. Pencapaian tugas perkembangan
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kebudayaan, lingkungan tempat tinggal, dan kondisi sosial ekonomi seseorang.
Beberapa pendapat para ahli tentang tugas perkembangan usia dewasa muda disajikan pada Tabel 2. Erickson 1963, menjelaskan masa dewasa muda
berada pada tahapan keintiman melawan isolasi, artinya seorang dewasa harus menemukan pasangan agar bisa melakukan kegiatan intim, bukan hanya intim
secara seksual, tapi juga intim dalam berbagi sumberdaya ekonomi, kegiatan rutin tanggungjawab, dan tujuan masa depan. Kegagalan membina hubungan intim
akan membuat individu terisolasi dari lingkungannya. Berdasarkan Tabel 2, terdapat satu tugas yang selalu dikemukakan dalam semua tugas perkembangan
menurut para ahli, tugas tersebut adalah menikah atau berkeluarga.
Tabel 2 Ahli dan pendapatnya tentang tugas perkembangan masa dewasa muda
Ahli Tugas perkembangan dewasa muda
Freud 1960 Masa usia dewasa muda adalah masa bercinta dan
bekerja Lieben und arbeiten Erikson 1963
Masa dewasa muda adalah masa membina hubungan intim melawan isolasi
Gould 1978 Masa dewasa muda adalah masa:
- Melatih kemandirian dari orang tua
- Mengembangkan karir
- Memulai sebuah keluarga
Havighurst 1972 Masa dewasa muda adalah masa:
- Membina keintiman dan pernikahan
- Menyesuiakan diri terhadap pernikahan
- Memulai keluarga orang tua
- Merawat anak
- Bertanggung jawab keluarga
- Mengembangkan karir
- Membina tanggung jawab sosial
- Membina tanggung jawab sebagai warga negara
Sheehy 1976 dalam
Turner dan Helms 1986
Masa dewasa muda adalah masa: -
Melatih kemandirian -
Membentuk pribadi yang lebih baik -
Membina karir dan keluarga -
Bertanggung jawab sebagai orang dewasa
Kesiapan Menikah Definisi kesiapan menikah
Kesiapan adalah tingkat perkembangan kematangan atau kedewasaan individu, sehingga akan menguntungkan yang bersangkutan untuk mempraktekan
sesuatu Chaplin 1989. Kesiapan juga didefinisikan sebagai tingkat kemampuan seseorang dalam mempersiapkan diri untuk belajar dan menghadapi tugas
perkembangan Corsini 2002. Kesiapan bisa berupa keahlian khusus yang diperoleh melalui dukungan perkembangan fisik dan intelektual yang terjadi
dalam pergaulan sosial yang menyediakan saat-saat untuk dapat belajar. Kesiapan menikah adalah keadaan siap berhubungan dengan seorang pria
atau wanita, siap menerima tanggung jawab sebagai suami atau istri, siap berhubungan seksual, siap mengatur keluarga, dan mengasuh anak Puteri 2010.
Duvall 1971 mengatakan bahwa kesiapan menikah adalah kondisi ketika seorang wanita maupun laki-laki telah menyelesaikan masa remajanya, dan secara
fisik, emosi, pendidikan, finansial, dan kepribadian, telah siap untuk memikul tanggung jawab dan hak-hak istimewa setelah menikah.
Kesiapan menikah bagi wanita dianggap lebih penting dibandingkan dengan laki-laki karena dua pertimbangan sebagai berikut: pertama, wanita
sebagai istri yang akan menentukan asupan gizi makanan bagi keluarganya. Pakar ekonomi Inggris, Alfred Marshall 1890 telah mengingatkan mengenai isu
penting ini dengan mengatakan:
“Much depends on the proper preparation of food; and a skilled housewife with ten penny a week to spend on food will often do more for the health and strength of her
family than an unskilled housewife with twenty penny. The great mortality of infants among the poor are largely due the lack of care and judgment in preparing
their food;…” “Banyak hal bergantung pada persiapan makanan yang tepat; dan ibu rumah tangga
yang terampil dengan uang sepuluh sen untuk belanja makanan selama seminggu, akan berbuat lebih banyak untuk kesehatan dan kekuatan bagi keluarganya
dibandingkan dengan ibu rumah tangga yang tidak terampil dengan uang dua puluh sen. Tingginya angka kematian bayi pada masyarakat miskin terutama disebabkan
oleh kur
angnya perawatan dan penilaian dalam menyiapkan makanan mereka…” Terjemahan oleh penulis
Pertimbangan yang kedua, berkaitan dengan status wanita yang akan menjadi calon ibu baik menjelang kehamilan, selama masa kehamilan, dan setelah
melahirkan. Kondisi kesehatan baik fisik dan mental seorang calon ibu, senantiasa akan berhadapan dengan gangguan eksternal, misalnya gangguan penyakit,
sehingga janin yang dikandung akan memiliki peluang terkena efek samping penyakit yang diderita ibunya. Selain itu, perubahan fisik janin yang begitu cepat
selama masa kandungan membutuhkan keterampilan ibu yang mengandung untuk mengatur kecukupan asupan gizi sehingga kesehatan ibu dan janin bisa terjaga
dengan baik.
Faktor-faktor kesiapan menikah
Seseorang yang hendak menikah harus memiliki hal-hal sebagai berikut: kematangan emosi yang baik, kedewasaan, perilaku komunikasi yang empati dan
terbuka, kemandirian, aktivitas keagamaan yang baik, self-esteem yang baik, self- disclosure yang baik, dan umur yang cukup Holman, Harmer, Larson 1994.
Rapaport dalam Duvall dan Miller 1985, menyajikan kemampuan pribadi seseorang yang dinyatakan siap menikah yaitu: mampu mengendalikan perasaan
diri sendiri, mampu berhubungan baik dengan orang banyak, mampu menjadi pasangan yang baik dalam berhubungan seksual yang intim, mampu menyayangi
orang lain, tanggap sensitive terhadap kebutuhan dan perkembangan orang lain,
mampu berbagi rencana dan kasih sayang dengan orang lain, mampu menerima kelebihan dan kekurangan orang lain, mampu menerima keterbatasan orang lain,
mampu menghadapi masalah terutama yang berhubungan dengan ekonomi, mampu berkomunikasi mengenai pemikiran, perasaan, harapan, dan terkahir
mampu menjadi suami-istri yang bertanggung jawab. Mengacu hasil Sunarti 2001, terdapat prasyarat minimal untuk calon
pasangan yang ingin menikah dan membangun keluarga. Prasyarat minimal tersebut terdiri dari tiga unsur yaitu: memiliki kemampuan untuk memperoleh
sumberdaya ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar basic needs maupun kebutuhan perkembangan anggota keluarga, memiliki kualitas sumber daya
manusia SDM yang memadai untuk mengelola keluarga sebagai ekosistem mikro, dan memiliki kematangan kepribadian untuk menjalankan fungsi, peran
dan tugas keluarga. Blood 1978 membagi kesiapan menikah menjadi beberapa kesiapan yaitu:
1. Kesiapan emosi, adalah kemampuan membangun dan merawat hubungan baik dengan orang lain, mampu berbagi sharing, menerima kekurangan
serta kelebihan orang lain, mampu mencintai, berempati kepada orang lain, sensitif pada kebutuhan orang lain, dan mau memikul tanggung jawab untuk
memenuhi kebutuhan orang tersebut. Goleman 1997, membagi dimensi kecerdasan emosi kedalam lima
dimensi yaitu: a kesadaran diri, yaitu mengetahui apa yang dirasakan, mengetahui kemampuan diri, dan penyebab munculnya perasaan, b pengaturan
diri, yaitu kemampuan mengelola emosi, mampu mengendalikan amarah dan cepat pulih dari tekanan, c motivasi, yaitu kemampuan memanfaatkan emosi
sehingga menjadi pribadi yang produktif, fokus pada tugas, dan bertanggung jawab, d empati, yiatu peka dan mampu membaca perasaan orang lain. Mereka
yang mampu berempati biasanya mudah menyelarasakan diri dengan orang lain, dan e keterampilan sosial, yaitu kemampuan membangun hubungan baik dengan
orang lain, menyelesaikan masalah, dan bekerja dalam tim.
2. Kesiapan usia biologis, biasanya mengacu kepada ketentuan hukum yang berlaku disuatu Negara.
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Pasal 6 dan 7, menjelaskan usia minimal yang diizinkan untuk menikah adalah untuk laki-laki 19 tahun dan wanita
16 tahun, dan jika usia keduanya dibawah 21 tahun maka disyaratkan harus mendapatkan izin kedua orang tua. Usia bisa mempengaruhi kedewasaan
seseorang, karena untuk menjadi pribadi yang dewasa secara emosi membutuhkan waktu, namun hitungan usia biologis manusia tidak selalu berbarengan dengan
kedewasaan emosi. Hal tersebut karena kematangan emosi seseorang juga berkaitan dengan banyaknya peluang untuk belajar dan bersikap terhadap
kehidupan. Banyaknya peluang sendiri, dipengaruhi oleh lingkungan tempat seseorang berada.
3. Kesiapan sosial, terbagi menjadi dua: a pengalaman berkencan yang cukup enough dating, yaitu kondisi ketika individu siap berkomitmen hanya
kepada satu orang yang terbaik baginya yaitu pasangannya dan tidak merasa penasaran untuk menjalin hubungan dengan orang lain dan; b pengalaman
hidup sendiri enough single life, yaitu pengalaman individu memiliki waktu yang memadai untuk dirinya sendiri dalam kehidupan yang mandiri. Manfaat
hidup sendiri adalah mengetahui identitas pribadi secara jelas sebelum melakukan pernikahan.
4. Kesiapan model peran adalah siap menjalankan tugas dan peran dalam rumah tangga. Banyak orang belajar bagaimana menjadi suami dan istri yang baik
dengan mencermati sosok figure yang paling dekat dengan mereka, yaitu orang tua mereka sendiri.
Lord Chesterfield 1750 mengatakan:
“We are, in truth, more than half what we are by imitation. The great point is, to choose good models, and to study them with care..”
“Sesungguhnya, lebih dari separuh apa yang ada diri kita adalah hasil meniru. Pokok masalahnya adalah, bagaimana memilih model yang baik untuk ditiru secara
benar..” Terjemahan oleh penulis
Penting untuk mengetahui apa saja peran dan tugas sebagai suami istri, sehingga pasangan yang hendak menikah bisa menyadari hal-hal yang harus
dipersiapkan sebelum memasuki jenjang pernikahan dan membina rumah tangga.
5. Kesiapan finansial, berhubungan dengan jumlah minimum pendapatan yang harus dimiliki seseorang yang akan menikah bergantung pada nilai-nilai yang
dipegang calon pasangan karena setiap pasangan memiliki standar minimum bagaimana cara untuk hidup. Umumnya standar minimum seseorang dimulai
pada level yang diraih orang tua mereka. Berdasarkan faktor-faktor kesiapan menikah menurut tokoh-tokoh diatas,
terdapat beragam faktor yang sebagian faktor memiliki beberapa kesamaan, misalnya memiliki sumber daya ekonomi dalam Sunarti 2001 sama dengan
dengan faktor kesiapan finansial oleh Blood 1978. Tabel 3 menyajikan berbagai faktor-faktor kesiapan menikah menurut pendapat para ahli.
Tabel 3 Ahli dan pendapatnya tentang faktor-faktor kesiapan menikah
Ahli Faktor-faktor kesiapan menikah
Rapaport, dalam Duvall dan Miller 1985
Mampu berhubungan baik Pasangan berhubungan seksual yang intim
Mampu berbagi Mampu menerima kelebihan dan kekurangan orang lain.
Mampu menghadapi masalah Berkomunikasi dengan baik
Bersedia menjadi suami-istri yang bertanggung jawab Bisa mengendalikan perasaan
Lembut dan kasih sayang Sensitif dengan kebutuhan dan perkembangan orang lain
Menerima keterbatasan orang lain
Holman, Harmer, dan Larson 1994
Kesehatan emosional Kedewasaan emosional
Komunikasi yang empati dan terbuka Mandiri
Aktivitas keagamaan yang baik Memiliki self disclosure yang baik
Memiliki self esteem yang baik
Sunarti 2001 Umur yang cukup
Sumber daya ekonomi Kualitas sumber daya manusia
Kematangan kepribadian Blood 1978
Kematangan emosi Kesiapan usia
Kematangan sosial Kesiapan model peran
Kesiapan finansial
KERANGKA PEMIKIRAN
Pernikahan merupakan tugas perkembangan pada masa dewasa muda Hurlock 1994. Menikah juga merupakan tujuan nomor dua, setelah bekerja,
yang paling banyak disebutkan mahasiswa Strata Satu S1 untuk dicapai setelah lulus kuliah Oktaviani 2010. Pernikahan sebagai tugas perkembangan maupun
tujuan hidup, tentu akan berpengaruh terhadap persepsi dewasa muda mengenai kesiapan menikah. Dewasa muda diasumsikan akan lebih mencari, mengolah, dan
memahami informasi yang berhubungan dengan kesiapan menikah. Penggalian informasi dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor kesiapan menikah yang
diketahui oleh dewasa muda. Terdapat beberapa ahli yang sudah memberikan pendapatnya mengenai
kesiapan menikah, contohnya Blood 1978, yang membagi kesiapan menikah kedalam beberapa indikator diantaranya kesiapan emosi, kesiapan sosial, kesiapan
finansial, dan kesiapan peran. Selain Blood masih ada tokoh lain yang menyebutkan faktor kesiapan menikah, seperti Rapaport dalam Duvall dan Miller
1985 menyebutkan bahwa kesiapan menikah artinya mampu berhubungan baik, melakukan hubungan seksual, dan mampu berkomunikasi dengan baik. Sunarti
2001 yang membagi kesiapan menikah kedalam tiga indikator yaitu memiliki sumber daya ekonomi, memiliki kematangan pribadi, dan kualitas sumberdaya
manusia. Namun, apakah faktor-faktor kesiapan tersebut sesuai dengan pengetahuan atau persepsi dewasa muda saat ini belum bisa dipastikan, sehingga
perlu dilakukan konfirmasi apakah persepsi dewasa muda sudah sesuai atau tidak dengan faktor-faktor kesiapan menikah menurut ahli yang sudah ada.
Kesiapan menikah biasanya dipandang dari kedewasaan usia seseorang, akan tetapi ada orang yang siap menikah ketika usianya masih muda, ada pula
yang sudah dewasa namun belum siap menikah, sehingga kesiapan menikah yang dimiliki seseorang diasumsikan dapat mempengaruhi usia menikahnya. Setiap
orang memiliki karakteristik yang berbeda-beda, dan berasal dari keluarga dengan latar belakang yang berbeda. Perbedaan karakteristik dapat mempengaruhi usia
menikah. Contohnya perbedaan usia menikah berdasarkan jenis kelamin, pada umumnya usia menikah calon suami lebih tua dibandingkan calon isteri.
Faktor lain yang mampu meningkatkan usia menikah adalah peluang memperoleh pendidikan tinggi yang semakin besar, meningkatnya pekerja wanita,
dan adanya perubahan ideologi dengan adanya pergerakan kaum wanita yang menuntut adanya kesamaan derajat dengan laki-laki. Perempuan saat ini lebih
memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan tinggi dan memiliki pekerjaan diberbagai bidang. Perempuan yang berpendidikan tinggi akan memiliki
usia menikah yang lebih tua dibandingkan yang memiliki pendidikan rendah, hal tersebut karena semakin tinggi pendidikan maka semakin tinggi peluang untuk
berkarir. Pada masa modern saat ini peluang bekerja bagi wanita lebih terbuka, perempuan dihadapkan pada pilihan yang lebih menarik yaitu gengsi prestige
dan pendapatan income dibandingkan menikah dan mengurus anak. Tekanan ekonomi juga turut membuat wanita menjadi pencari nafkah dalam keluarga.
Karakteristik keluarga dan orangtua juga mampu mempengaruhi usia menikah dewasa muda. Ibu yang bekerja akan memberi gambaran pada anak
perempuan bahwa sebelum menikah seorang isteri juga harus bekerja untuk membantu suami memenuhi kebutuhan keluarga.P
asangan yang berasal dari keluarga besar, kemungkinan memiliki ideologi memiliki jumlah anak yang banyak
setelah menikah, dan mereka akan lebih memilih untuk menikah muda. Berryman dan
White 1987 menjelaskan bahwa wanita yang hidup bersama ibu tunggal, cenderung menunda pernikahan untuk mengejar karir yang mapan. Pengalaman hidup dengan
single mother jauh lebih berat dibandingkan dengan orangtua yang lengkap, sehingga mereka akan melakukan semacam tindakan pencegahan apabila suatu hari mereka
mengalami hal yang sama. U
sia menikah orang tua kemungkinan mempengaruhi usia menikah anaknya, karena pernikahan orang tua adalah contoh utama sebuah
pernikahan bagi anak. Pada laki-laki status ekonomi keluarga lebih berpengaruh secara langsung
terhadap usia menikahnya, namun pada perempuan status ekonomi berpengaruh secara tidak langsung, misalnya melalui pendidikan. Wanita dengan pendidikan
yang tinggi dan sukses dengan pendidikannya akan mempengaruhi usia menikahnya. Individu yang memiliki pengalaman menjalin hubungan dengan
lawan jenis berpacaran dapat mempengaruhi usia menikah karena dengan berpacaran akan meningkatkan peluang menemukan pasangan. Alur kerangka
pemikiran penelitian ini disajikan pada Gambar 2.
Keterangan :
= Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti
Gambar 2 Kerangka Pemikiran Penelitian Kesiapan Menikah pada Dewasa Muda dan Pengaruhnya terhadap Usia Menikah
Karakteristik Keluarga :
Besar keluarga Pendidikan orang tua,
pendapatan orang tua, pernikahan orang tua, usia
orang tua saat menikah, pendapatan perkapita
kelengkapan orangtua Kesiapan menikah
hasil identifikasi dan persetujuan pernyataan
faktor kesiapan menikah para ahli
Faktor-faktor kesiapan menikah
Karakteristik Dewasa Muda:
jenis kelamin, uang saku, pendidikan, urutan anak,
dan status berpacaran.
Usia menikah
Usia ingin menikah
usia ideal menikah
Tugas Perkembangan Dewasa Muda: menikah
Dewasa Muda
17
METODE PENELITIAN
Desain, Lokasi, dan Waktu
Desain Penelitian ini adalah cross sectional study, karena data yang dikumpulkan hanya pada satu waktu dan tidak berkelanjutan Nazir 2009. Lokasi
penelitian adalah di Fakultas Ekologi Manusia FEMA Institut Pertanian Bogor IPB, Bogor, Jawa Barat. Lokasi ditentukan secara pusrposive, dengan
pertimbangan subjektif sebagai berikut: 1 FEMA IPB memiliki mahasiswa yang berusia dewasa muda dengan latar belakang yang berbeda 2 FEMA IPB memiliki
tiga departemen yang berhubungan erat dengan dunia pernikahan dan keluarga yaitu Gizi Masyarakat, Ilmu Keluarga dan Konsumen, dan Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, sehingga diharapkan ketika penggalian informasi mengenai kesiapan menikah dapat diperoleh informasi yang lebih memadai.
Waktu pengumpulan data primer adalah bulan Juni 2011.
Teknik Pengambilan Contoh
Populasi penelitian ini adalah mahasiswa mayor minor program sarjana Strata Satu S1 FEMA IPB tahun ajaran 2007-2009 yang berjumlah 780 orang.
Sejumlah contoh dipilih untuk mewakili populasi. Penentuan jumlah contoh menggunakan rumus Slovin berikut ini :
n = N
Ne
2
+ 1 =
780 7800.09
2
+ 1 = 106,5
≈ 107 Keterangan : n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi mahasiswa S1 FEMA IPB Tahun 2007-2009 e = error 9
Berdasarkan hasil perhitungan, jumlah contoh yang diteliti adalah 107 contoh. Untuk mengantisipasi data yang tidak valid maka jumlah contoh ditambah
menjadi 110 orang. Jumlah contoh dari setiap angkatan 2007-2009 ditentukan secara proporsional. Selanjutnya penarikan contoh dari setiap angkatan
subpopulasi dilakukan secara acak sederhana simple random sampling, artinya setiap anggota subpopulasi memiliki probabilitas terpilih yang sama. Untuk lebih
jelas mengenai tahap pengambilan contoh disajikan pada Gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3 Kerangka pengambilan contoh
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Namun, pada penelitian ini hanya data primer yang diolah, sedangkan
data sekunder hanya sebagai tambahan informasi saja. Cara pengumpulan data primer dengan menggunakan kuesioner dan contoh mengisi sendiri kuesioner
yang telah diberikan. Data sekunder yang digunakan adalah data populasi mahasiswa diperoleh dari Dekanat Fakultas Ekologi Manusia berupa jumlah
mahasiswa FEMA angkatan 2007 sampai 2009. Kuesioner penelitian ini terdiri atas empat bagian, yaitu:.
1. Bagian A karakteristik contoh, meliputi: jenis kelamin laki-laki atau perempuan, usia tahun, uang saku perbulan Rpbulan, urutan anak,
saudara yang sudah menikah, dan status hubungan contoh. 2. Bagian B karakteristik keluarga contoh, meliputi: usia orang tua tahun, usia
orang tua saat menikah tahun, pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua perbulan Rpbulan, pendidikan lama pendidikan dan tingkat pendidikan,
dan kelengkapan orang tua.
Simple random sampling
Purposive Mahasiswa S1 FEMA IPB
angkatan 2007-2009 N=780
Proportional 2008=262
2009=254 2007=264
n=110 2007=38
2008=37 2009=35
3. Bagian C persepsi contoh mengenai kesialan menikah. Persepsi diperoleh melalui pertanyaan terbuka Open-ended question, yaitu pertanyaan yang
membutuhkan jawaban bebas dari responden. Responden tidak diberi pilihan jawaban, tetapi menjawab pertanyaan sesuai dengan pendapatnya. Pertanyaan
terdiri atas 1 arti pernikahan, 2 tujuan ingin menikah, 3 arti kesiapan menikah, 4 kesiapan menikah untuk laki-laki, 5 kesiapan menikah untuk
perempuan, 6 tugas istri, 7 tugas suami, 8 usia ideal menikah bagi laki- laki dan perempuan, 9 usia ingin menikah, 10 Alasan siap atau tidak siap
menikah.