Pengujian dengan Perlakuan Cekaman Kekeringan di Pot Waktu dan Tempat

Pelaksanaan Percobaan Media tanam yang digunakan adalah media tanah yang diambil dari lahan sawah percobaan Babakan Dramaga, University Farm, IPB, yang juga merupakan tempat pelaksanaan percobaan simulasi kekeringan di lahan sawah. Media tanah tersebut sebelum digunakan, ditentukan kadar air tanah pada kapasitas lapangan pF 2.54 dan titik layu permanen pF 4.20 berdasarkan metode pressure platemembrane apparatus Sudirman et al. 2006. Contoh tanah utuh yang dikeluarkan dari ring tabung kuningan, diambil setebal 1 cm dari bagian tengah ring. Tanah setebal 1 cm tersebut dibagi menjadi empat, masing-masing untuk pF 1.00 tekanan 10 cm kolom air, pF 2.00 tekanan 100 cm kolom air, pF 2.54 tekanan 13 atm, dan pF 4.20 tekanan 15 atm. Contoh tanah untuk penetapan kadar air pada pF 4.20 dikeringudarakan, ditumbuk dan disaring dengan ayakan 2 mm. Tanah untuk penetapan pF 1.00, pF 2.0 dan pF 2.54 diletakkan di atas piringan plate dan pressure plate apparatus, sedangkan tanah untuk penetapan pF 4.20 diletakkan di atas piringan plate dan pressure membrane apparatus. Contoh tanah dalam piringan dijenuhi dengan air sampai berlebihan, dan direndam selama 48 jam. Kemudian piringan dimasukkan ke dalam panci dan ditutup rapat-rapat. Selanjutnya diberikan tekanan sesuai dengan pF yang dikehendaki, sampai keseimbangan tidak menetes lagi, tercapai selama ±48 jam. Contoh tanah dikeluarkan dari dalam panci, untuk ditetapkan kandungan airnya. Selain itu dilakukan analisis tekstur, kandungan bahan organik, kapasitas tukar kation dan kadar NPK. Hasil analisis disajikan pada Lampiran 1. Tanah yang telah dihaluskan dan dikeringanginkan dicampur merata dan kemudian dimasukkan dalam pot plastik yang memiliki daya tampung 10 liter dengan bobot tanah 10 kg per pot. Pot yang telah diisi tanah kemudian dijenuhkan dengan air. Untuk menjamin keseragaman tinggi media dalam pot maka setelah penjenuhan diukur tinggi permukaan pot 8 cm dari permukaan tanah. Pot-pot tersebut lalu disusun sesuai dengan jarak 30 cm untuk masing-masing kondisi pengairan. Bibit hasil persemaian dipindahtanam pada media percobaan pot plastik setelah berumur 21 hari dengan 1 bibit per pot. Tanaman dipupuk dengan pupuk urea 200 kgha 5 gpot, 100 kgha 2.5 gpot SP-36, dan 100 kgha 2.5 gpot KCl. Pengaturan pengairan pada setiap pot dilakukan sesuai perlakuan. Taraf perlakuan tanpa cekaman kekeringan yaitu kontrol, air dipertahankan dalam kondisi optimal selama fase pertumbuhan hingga panen. Tinggi air dipertahankan 3 cm dari permukaan tanah atau disesuaikan dengan fase pertumbuhan, sedangkan taraf perlakuan cekaman kekeringan 60 kapasitas lapangan pada saat antesis dilakukan dengan cara menghentikan pengairan 7 ± 1 hari sebelum antesis dan cekaman kekeringan tersebut dipertahankan sampai dengan 3 hari setelah antesis. Monitor kadar air tanah selama masa pengeringan tersebut menggunakan alat pengukur kadar air tanah soil moisture meters, TRIME-TDR, dan dikombinasikan dengan metode timbang berdasarkan bobot kering tanah terutama pada kondisi kadar air 60 kapasitas lapangan. Bobot tanah kering udara BU yang dimasukkan dalam pot ditentukan berdasarkan kadar air tanah sebagai berikut: BU=Bobot tanah kering oven BO + KA x BO, sedang kadar air tanah KA bobot ditentukan berdasarkan: KA =100-BOBO x 100. Kadar air tanah kemudian dikonversi menjadi persen volume KAv: KA bobot x bobot isi BI. Jadi bobot tanah dalam pot pada kadar air 60 kapasitas lapangan KL adalah BU + 0.6 x KL-KAv x BO. Selama perlakuan cekaman kekeringan, bobot total tiap pot dipertahankan dengan menambahkan bobot basah tanah dengan bobot pot. Penyesuaian kadar air tanah selama perlakuan KA 60 KL dilakukan setiap hari, dengan tetap memperhitungkan pertambahan bobot tanaman dari genotipevarietas yang sesuai. Untuk keperluan tersebut dipersiapkan tanaman untuk didestruksi. Untuk menjamin keseragaman waktu pemberian perlakuan cekaman kekeringan pada saat antesis, maka masing-masing varietasgenotipe ditanam berdasarkan periode waktu berbunga. Urutan penanaman yaitu genotipe BI599ABP5 dan Hipa 8, lima hari kemudian ditanam BI485ABP5, BI485ABP10, BI665ABP6, Maro, dan IR64, dan setelah sembilan hari dari tanam pertama ditanam BI485ABP3, BI485ABP12, BI485ABP15, BI599ABP15 dan Limboto. Sebelum perlakuan cekaman kekeringan diberikan, semua pot yang digunakan untuk perlakuan cekaman kekeringan diairi setinggi 3 cm dari permukaan tanah. Air yang hilang selama percobaan akibat evapotranspirasi diganti sesuai dengan jumlah air yang hilang dengan menambahkan air setiap hari. Peubah yang diamati adalah panjang akar, panjang daun bendera, tinggi tanaman, bobot kering tajuk, bobot kering akar, panjang malai, jumlah gabah isi per malai, persentase gabah hampa, bobot 100 butir, bobot gabah per rumpun, indeks panen, nisbah bobot akar-tajuk, kadar air relatif daun, kandungan klorofil, indeks penurunan rata-rata terhadap setiap peubah dan peubah toleransi cekaman kekeringan yaitu indeks toleransi IT dan indeks kepekaan terhadap kekeringan ISK. Pengamatan pada peubah fisiologi dilakukan pada umur ± 3 hari setelah antesis akhir perlakuan cekaman kekeringan terhadap peubah kadar air relatif dan klorofil daun. Kadar air relatif daun ditentukan dengan menimbang 0.5 g daun segar Bs. Daun direndam dalam air selama 4 jam, kemudian ditimbang berat basah daun Bb. Daun dikeringkan selama 24 jam pada suhu 85 Keterangan: Ys = Hasil gabah genotipe pada perlakuan cekaman kekeringan Yn= Hasil gabah genotipe pada perlakuan tanpa cekaman kekeringan kontrol Kriteria untuk menentukan tingkat toleransi tanaman terhadap kekeringan adalah berdasarkan perbandingan nilai IT varietas cek Limboto. Indeks kepekaan terhadap kekeringan ISK dihitung berdasarkan formula yang telah dikembangkan oleh Fischer dan Maurer 1978 sebagai berikut: C, kemudian ditentukan berat keringnya Bk Farooq et al. 2010. Kadar air relatif daun ditentukan berdasarkan persamaan: KAR = Bs-BkBb-Bk x 100. Kandungan klorofil daun ditentukan dengan menggunakan klorofil meter type SPAD 502. Indeks toleransi IT dihitung dengan menggunakan formula: Ys IT = --------- x 100 Yn ISK=1-HcHk1-HcrHkr Keterangan: ISK = Indeks kepekaan genotipe tertentu Hc = Hasil gabah dari genotipe tertentu pada perlakuan cekaman kekeringan Hk = Hasil gabah dari genotipe tertentu pada perlakuan tanpa cekaman kekeringan kontrol Hcr = Rata-rata hasil gabah dari seluruh genotipe pada perlakuan cekaman kekeringan Hkr = Rata-rata hasil gabah dari seluruh genotipe pada perlakuan tanpa cekaman kekeringan kontrol Kriteria untuk menentukan tingkat toleransi tanaman terhadap kekeringan adalah berdasarkan perbandingan nilai ISK varietas cek Limboto. Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam uji F sesuai rancangan percobaan yang digunakan. Jika sidik ragam menunjukkan pengaruh nyata pada taraf 5 dilanjutkan dengan uji DMRT menggunakan fasilitas uji SAS 9.1. Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kesesuaian metode pengujian PEG 6000 dengan perlakuan cekaman kekeringan di pot terhadap hasil. Hasil dan Pembahasan A. Pengujian dengan Larutan Polietilen Glikol PEG 6000 A.1. Penentuan Konsentrasi Larutan PEG 6000 yang Memberikan Cekaman Kekeringan Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan berbagai konsentrasi larutan PEG 6000 yang diberikan pada kecambah saat muncul radikel berpengaruh nyata terhadap indeks vigor IR64, panjang plumula Situ Bagendit, Inpari 10, IR64 dan Maro dan bobot kering kecambah Inpari 10 dan IR64, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar pada semua varietas yang diuji Lampiran 2. Pemberian larutan PEG 6000 pada konsentrasi 25 dapat menurunkan indeks vigor IR64 varietas peka kekeringan yang berbeda nyata dibanding dengan konsentrasi larutan PEG 6000 yang lebih rendah 0, 5, 10, 15 dan 20. Varietas Limboto, Situ Bagendit dan Inpari 10 memiliki indeks vigor yang tetap tinggi pada larutan PEG 6000 konsentrasi 25 Tabel 3. Tabel 3 Indeks vigor Situ Bagendit, Inpari 10, Limboto dan IR64 pada berbagai konsentrasi larutan PEG 6000 Perlakuan Indeks vigor [PEG 6000] Situ Bagendit Inpari 10 Limboto IR 64 100.0 95.0 98.3 100.0 a 5 100.0 98.3 98.3 96.7 10 a 96.7 100.0 96.7 98.3 15 a 98.3 100.0 100.0 95.0 20 a 100.0 98.3 100.0 96.7 25 a 96.7 95.0 100.0 68.3 b Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α=0.05. Pola pertumbuhan panjang akar dan plumula pada konsentrasi 25 larutan PEG 6000 pada semua varietas yang diuji menunjukkan pola yang sama yaitu lebih memacu pertumbuhan panjang akar dibandingkan pertumbuhan plumula Gambar 2. Pada kondisi cekaman kekeringan pertumbuhan tajuk lebih terhambat bila dibandingkan dengan pertumbuhan akar Wu dan Cosgrove 2000. Panjang plumula pada konsentrasi 15 menunjukkan penurunan yang nyata pada varietas Situ Bagendit dan Inpari 10, sedangkan panjang plumula varietas Limboto dan IR64 menurun secara nyata pada konsentrasi 20. Keterangan: Histogram yang diikuti huruf yang sama pada masing-masing gambar tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α=0.05. Gambar 2 Pola respon peubah panjang plumula PP dan panjang akar PA varietas Limboto A, Inpari 10 B, Situ Bagendit C dan IR64 D pada berbagai konsentrasi larutan PEG 6000 A c b a a a a 2 4 6 8 5 10 15 20 25 P an jan g cm PA PP B d c b a a a 2 4 6 8 5 10 15 20 25 C c b b ab a a 2 4 6 8 5 10 15 20 25 Konsentrasi PEG 6000 P an jan g cm D b b a a a a 2 4 6 8 5 10 15 20 25 Konsentrasi PEG 6000 Penghambatan panjang plumula varietas IR64 pada larutan PEG 6000 konsentrasi 20 disertai dengan penghambatan panjang akar. Pada konsentrasi 25 semakin menghambat pertumbuhan plumula pada varietas IR64. Michel dan Kaufman 1973 dan Verslues et al. 2006 menyatakan bahwa penurunan pertumbuhan akar dan tunas karena PEG mengikat air sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Hal ini berimplikasi pada semakin rendahnya bobot kering kecambah varietas IR64 Tabel 4. Bobot kering kecambah varietas Limboto dan Situ Bagendit pada larutan PEG 6000 konsentrasi 25 menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan konsentrasi yang lebih rendah. Bobot kering kecambah varietas Inpari 10 pada larutan PEG 6000 konsentrasi 25 menurun secara nyata bila dibandingkan dengan konsentrasi yang lebih rendah. Perlakuan konsentrasi 25 juga menurunkan bobot kering kecambah IR64 yang tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 20, tetapi konsentrasi 20 berbeda nyata dengan konsentrasi yang lebih rendah Tabel 4. Tabel 4 Bobot kering kecambah Situ Bagendit, Inpari 10, Limboto dan IR64 pada berbagai konsentrasi larutan PEG 6000 Perlakuan Bobot kering kecambah mg [PEG 6000] Situ Bagendit Inpari 10 Limboto IR 64 7.10 8.60 7.50 bc 7.60 ab 5 8.50 9.80 8.60 ab 8.80 10 a 7.90 10.60 8.80 a 8.70 15 ab 8.50 9.40 8.80 ab 9.30 20 a 7.80 9.20 8.10 ab 6.10 25 bc 6.10 7.30 6.90 c 5.70 c Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α=0.05. Apabila konsentrasi larutan PEG 6000 ditingkatkan sampai dengan 30 maka indeks vigor menurun secara nyata baik pada varietas Maro maupun Limboto dan bahkan menghambat secara total kecambah varietas IR64 Tabel 5. Semakin pekat konsentrasi PEG semakin banyak sub unit etilen yang mengikat air, sehingga kecambah semakin sulit menyerap air yang mengakibatkan tanaman mengalami cekaman kekeringan Verslues et al. 2006. PEG menginduksi penghambatan perkecambahan karena berhubungan dengan cekaman osmotik Sidari et al. 2008. Laju perkecambahan benih dan persentase perkecambahan serta jumlah air yang diabsorbsi benih sangat rendah dengan naiknya tingkat cekaman osmotik Jajarmi 2009. Tabel 5 Indeks vigor Maro, Limboto dan IR64 pada berbagai konsentrasi larutan PEG 6000 Perlakuan [PEG 6 000] Indeks vigor Maro Limboto IR 64 100.0 100.0 a 100.0 a a 20 100.0 100.0 a 88.8 a 25 a 97.5 95.0 a 28.8 b 30 b 11.3 6.3 b 0.0 c c Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α=0.05. Michel dan Kaufman 1973 menyatakan bahwa total massa -CH 2 -O- CH 2 - atau kekuatan matriks subunit-etilen dalam mata rantai polimer PEG merupakan faktor penting yang mengontrol besarnya penurunan potensial air. PEG yang dilarutkan dalam air menyebabkan molekul air H 2 O akan tertarik ke atom oksigen pada subunit-etilen oksida melalui ikatan hidrogen sehingga potensial air menurun. Oleh karena itu Asay dan Johnson 1983 menyatakan PEG dapat mendeteksi dan membedakan respon tanaman terhadap cekaman kekeringan. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa larutan PEG 6000 konsentrasi 25 atau setara 0.99 MPa yang diaplikasikan pada kecambah saat muncul radikel berukuran panjang ±1 mm, merupakan konsentrasi yang cukup efektif untuk menduga toleransi padi hibrida secara dini terhadap cekaman kekeringan. Meskipun selama ini banyak peneliti menggunakan PEG 6000 pada konsentrasi 15-20 yang diaplikasikan pada benih utuh untuk menduga toleransi tanaman padi terhadap cekaman kekeringan Verslues et al., 2006; Herawati, 2010, tetapi hasilnya belum konsisten. Blum et al. 1980 melaporkan penggunaan PEG 6000 dengan tingkat potensial air -0.59 sampai -1.13 MPa dapat digunakan untuk seleksi toleransi genotipe gandum terhadap cekaman kekeringan. A.2. Pengujian dengan 25 Larutan PEG 6000 pada Fase Perkecambahan Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa peubah bobot kering plumula hanya dipengaruhi oleh perlakuan PEG 6000, sedangkan interaksi antara PEG 6000 dan genotipe berpengaruh nyata terhadap peubah indeks vigor, panjang akar, panjang plumula, bobot kering akar dan bobot kering kecambah Lampiran 3. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan respon antar genotipe akibat perlakuan PEG 6000 konsentrasi 25 pada peubah fase perkecambahan Tabel 6, 7 dan 8. Perlakuan PEG 6000 menghasilkan rata-rata indeks vigor paling rendah pada varietas IR64 yang merupakan cek peka kekeringan, dengan persentase penurunan sebesar 86.7 persen. Indeks vigor rata-rata tertinggi diperoleh pada genotipe BI485ABP10, BI485ABP12 dan BI485ABP15 dengan persentase penurunan hanya sebesar masing-masing 3.3 persen, yang tidak berbeda nyata dengan Limboto varietas cek toleran kekeringan dan genotipe lainnya kecuali berbeda nyata dengan genotipe BI599ABP5, Maro dan IR64 Tabel 6. Rendahnya indeks vigor karena pertumbuhan akar dan tunas terhambat. Michel dan Kaufmann 1973 dan Verslues et al. 2006 menyatakan bahwa penurunan pertumbuhan akar dan tunas karena PEG mengikat air sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Pada konsentrasi 25 upaya pemanjangan akar semakin menghambat pertumbuhan plumula. Zapico et al. 2008 menyatakan bahwa pada konsentrasi 15 PEG 6000 perkecambahan genotipe padi sawah lebih peka dibandingkan padi gogo. PEG menginduksi penghambatan perkecambahan berhubungan dengan cekaman osmotik Sidari et al. 2008. Laju perkecambahan benih dan persentase perkecambahan serta jumlah air yang diabsorbsi benih sangat rendah dengan naiknya tingkat cekaman osmotik Jajarmi 2009. Hal ini berimplikasi pada semakin rendahnya laju pertumbuhan kecambah yang menyebabkan indeks vigor menurun Tabel 6. Genotipevarietas toleran menunjukkan indeks vigor yang tetap tinggi, karena ada keseimbangan antara pemanjangan akar untuk mendapatkan air, yang akan mendukung pertumbuhan plumula. Panjang akar terpanjang akibat perlakuan PEG 6000 diperoleh pada genotipe BI485ABP15 yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan BI599BP15, BI485ABP12, Hipa 8 dan Limboto, tetapi berbeda nyata dengan IR64. Rata-rata panjang akar genotipe tersebut yaitu berturut-turut masing- masing sebesar 6.36, 5.39, 4.77, 5.57 dan 5.13 cm, dengan persentase peningkatan panjang akar berturut-turut masing-masing sebesar 7.2, 1.9, 71.4 dan 2.6 persen sedangkan IR64 hanya 3.50 cm dengan persentase penurunan sebesar 33.2 persen Tabel 6. Tabel 6 Pengaruh larutan PEG 6000 terhadap indeks vigor dan panjang akar Genotipe Indeks vigor Panjang akar cm Kontrol 25 PEG 6000 Penurunan relatif Kontrol 25 PEG 6000 Penurunan relatif BI485ABP3 96.7 86.7 ab 10.3 b 3.86 4.51 efg 16.8 cdefg BI485ABP5 96.7 93.3 ab 3.5 ab 6.51 4.24 a 34.9 defg BI485ABP10 100.0 96.7 a 3.3 ab 5.70 abcd 4.35 23.7 cdefg BI485ABP12 100.0 96.7 a 3.3 ab 4.68 4.77 cdefg 1.9 bcdefg BI485ABP15 100.0 93.3 a 6.7 ab 5.93 6.36 abc 7.3 ab BI599ABP5 96.7 60.0 ab 37.9 d 5.96 4.98 abc 16.4 abcdef BI599ABP15 100.0 96.7 a 3.3 ab 5.03 5.39 abcdef 7.2 abcde BI665ABP6 96.7 90.0 ab 6.9 ab 4.42 3.74 cdefg 15.4 efg Maro 100.0 76.7 a 23.3 c 3.85 3.71 efg 3.6 efg Hipa 8 96.7 90.0 ab 6.9 ab 3.25 5.57 g 71.4 abcd IR64 100.0 13.3 a 86.7 e 5.24 3.50 abcde 33.2 fg Limboto 100.0 93.3 a 6.7 ab 5.00 5.13 abcdef 2.6 abcdef Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada masing-masing peubah tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α=0.05; angka dalam kurung= peningkatan. Panjang plumula tertinggi akibat perlakuan PEG 6000 diperoleh pada genotipe BI485ABP12 yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan BI599ABP15, BI485BP15, BI485BP3, BI485BP5 dan BI485BP10 yaitu berturut-turut masing-masing 4.52, 4.46, 4.27, 4.03, 4.01 dan 3.87 cm dengan persentase penurunan masing-masing sebesar 17.7, 26.5, 31.6, 40.2 dan 35.4 persen. Panjang plumula terrendah diperoleh pada IR64 yaitu sebesar 2.02 cm dengan persentase penurunan sebesar 62.8 persen yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan Hipa 8 yaitu sebesar 2.79 cm dengan persentase penurunan 40.7 persen Tabel 7. Pada kondisi defisit air terjadi pemanjangan akar yang mengakibatkan penghambatan pertumbuhan plumula. Hasil penelitian Zapico et al. 2008 menunjukkan bahwa selama proses perkecambahan plumula lebih terhambat dibandingkan akar kecambah terhadap defisit air, karena banyak karbohidrat dipasok ke akar kecambah. Tabel 7 Pengaruh larutan PEG 6000 terhadap panjang plumula dan bobot kering akar Genotipe Panjang plumula cm Bobot kering akar mg Kontrol 25 PEG 6000 Penurunan relatif Kontrol 25 PEG 6000 Penurunan relatif BI485ABP3 5.89 4.03 bc 31.6 gh 1.70 2.10 gh 23.5 cdefg BI485ABP5 6.71 4.01 a 40.2 gh 1.90 1.80 defgh 5.3 efgh BI485ABP10 6.04 3.87 abc 35.9 ghi 2.10 2.20 cdefg 4.8 cdef BI485ABP12 5.49 4.52 cd 17.7 efg 1.90 2.40 defgh 26.3 bcd BI485ABP15 5.81 4.27 bc 26.5 fgh 2.0 2.40 cdefg 20.0 bc BI599ABP5 5.85 3.46 bc 40.9 hij 1.80 2.00 fgh 11.1 cdefg BI599ABP15 6.56 4.46 ab 32.0 efg 2.30 3.10 bcdef 34.8 a BI665ABP6 5.25 3.62 cde 31.1 hi 2.00 2.20 cdefg 10.0 bcdef Maro 5.76 2.79 bc 51.6 j 2.30 2.20 bcde 4.4 bcdef Hipa 8 4.60 2.73 efg 40.7 jk 2.60 2.40 ab 7.7 bcd IR64 5.43 2.02 cd 62.8 k 2.60 1.50 ab 42.3 h Limboto 4.88 3.17 def 35.0 ij 2.90 2.90 a 0.0 a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada masing-masing peubah tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α=0.05; angka dalam kurung= peningkatan. Secara umum perlakuan PEG 6000 dapat meningkatkan bobot kering akar, karena terjadi pemanjangan akar dan terbentuknya rambut akar pada akar primer. Bobot kering akar tertinggi diperoleh pada genotipe BI599ABP15 yaitu sebesar 3.10 mg dengan persentase peningkatan sebesar 34.8 persen, yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan varietas Limboto cek toleran kekeringan yaitu sebesar 2.90 mg, tetapi berbeda nyata dibandingkan dengan genotipe lainnya. Bobot kering akar terrendah diperoleh pada varietas IR64 cek peka kekeringan yaitu sebesar 1.50 mg dengan persentase penurunan sebesar 42.3 persen yang berbeda nyata dibandingkan dengan genotipe dan varietas cek lainnya, yang rata-rata bobot keringnya bervariasi antara 1.80-2.40 mg Tabel 7. Bobot kering kecambah rata-rata tertinggi akibat perlakuan PEG 6000 diperoleh pada genotipe BI599ABP15 yaitu 5.70 mg dengan persentase penurunan sebesar 10.9 persen, yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan varietas Limboto yaitu sebesar 4.80 mg dengan persentase penurunan bobot kering kecambah yang relatif lebih tinggi yaitu sebesar 18.6 persen. Bobot kering kecambah rata-rata Limboto tidak berbeda nyata dibandingkan dengan genotipe lain kecuali dengan genotipe BI599ABP5, varietas Maro dan IR64. Bobot kering kecambah IR64 paling rendah yaitu 2.80 mg dengan persentase penurunan sebesar 51.7 persen Tabel 8. Tabel 8 Pengaruh larutan PEG 6000 terhadap bobot kering kecambah Genotipe Bobot kering kecambah mg Penurunan relatif Kontrol 25 PEG 6000 BI485ABP3 5.00 4.30 bcdefgh 14.0 ghi BI485ABP5 5.80 4.10 ab 29.3 hi BI485ABP10 5.60 4.20 abcd 25.0 hi BI485ABP12 5.20 4.70 bcdefg 9.6 defghi BI485ABP15 5.20 4.60 bcdefg 11.5 efghi BI599ABP5 4.50 3.80 fghi 15.6 i BI599ABP15 6.40 5.70 a 10.9 abc BI665ABP6 5.00 4.50 bcdefg 10.0 fghi Maro 5.30 3.80 bcdef 28.3 i Hipa 8 5.50 4.30 bcde 21.8 ghi IR64 5.80 2.80 ab 51.7 j Limboto 5.90 4.80 ab 18.6 cdefgh Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α=0.05. Bobot kering kecambah yang tinggi pada beberapa genotipe yang diuji, karena terjadi pertumbuhan akar yang tetap diikuti pertumbuhan plumula Tabel 6 dan 7. Diduga genotipe hibrida mampu memobilisasi cadangan makanan dalam benih untuk mendukung perkecambahan pertumbuhan akar dan plumula, meskipun dalam kondisi defisit air. Serraj et al. 2008 menyatakan bahwa tanaman toleran merespon defisit air mungkin dengan mengoptimalkan proses-proses fisiologis pada fase-fase kritis sehingga tanaman dapat tumbuh dan menghemat air. Pada konsentrasi 25 PEG 6000 upaya pemanjangan akar semakin menghambat pertumbuhan plumula. Hal ini berimplikasi pada semakin rendahnya bobot kering kecambah laju pertumbuhan kecambah varietas IR64. Peubah Penduga Toleransi Genotipe Padi Hibrida terhadap Kekeringan pada Fase Perkecambahan Hasil analisis komponen utama AKU menunjukkan bahwa komponen utama pertama mampu memberikan penjelasan paling besar pada keragaman kecambah yaitu sebesar 71.2 persen, sedangkan komponen utama kedua menerangkan keragaman sebesar 14.1 persen Tabel 9. Komponen utama pertama menunjukkan bahwa bobot kering kecambah, indeks vigor, bobot kering akar, panjang akar dan panjang plumula memberikan sumbangan keragaman yang relatif besar yaitu masing-masing sebesar 0.51, 0.46, 0.46, 0.38 dan 0.41. Pada komponen utama ke dua yang memberikan sumbangan keragaman didominasi oleh peubah panjang akar, bobot kering akar dan panjang plumula yaitu masing-masing sebesar -0.61, -0.40 dan -0.60. Tabel 9 Hasil analisis komponen utama beberapa peubah fase perkecambahan pada perlakuan larutan PEG 6000 Peubah Komponen utama I II III Indeks vigor 0.46 -0.34 0.13 Panjang akar 0.38 -0.61 -0.68 Panjang plumula 0.41 -0.60 -0.43 Bobot kering akar 0.46 -0.40 0.52 Bobot kering kecambah 0.51 -0.01 0.27 Akar ciri 3.56 0.70 0.49 Proporsi keragaman 71.2 14.1 9.8 Kumulatif keragaman 71.2 85.3 95.1 Peubah-peubah yang memberikan kontribusi relatif besar terhadap keragaman dan saling berkorelasi dapat dijadikan sebagai indikator dalam mengelompokkan genotipe hibrida toleran kekeringan pada fase perkecambahan. Analisis kelompok berdasarkan peubah panjang akar, bobot kering akar dan bobot kering kecambah menghasilkan dendrogram yang menempatkan genotipe BI485ABP15, BI599ABP15 dan varietas Hipa 8 satu kelompok dengan Limboto toleran kekeringan pada tingkat kemiripan 57.3. Genotipe BI485ABP3, BI485ABP5, BI485ABP10, BI485ABP12, BI599ABP5, BI665ABP6 dan varietas Maro satu kelompok dengan IR64 peka kekeringan Gambar 3. Dengan demikian, metode seleksi menggunakan 25 larutan PEG 6000 pada fase perkecambahan berdasarkan kriteria panjang akar, bobot kering akar dan bobot kering kecambah dapat menduga genotipe BI485ABP15, BI599ABP15 dan varietas Hipa 8 toleran kekeringan berdasarkan perbandingan varietas cek Limboto. Gambar 3 Dendrogram genotipe padi hibrida toleran kekeringan berdasarkan peubah panjang akar, bobot kering akar dan bobot kering kecambah Penggunaan PEG 6000 untuk pendugaan toleransi genotipe padi hibrida terhadap kekeringan dapat menggunakan sistem hidroponik kultur hara. Selanjutnya untuk mengetahui kemungkinan penggunaan metode tersebut maka dilanjutkan pengujian pada fase bibit. A.3. Pengujian dengan 25 PEG 6 000 dalam Larutan Hara pada Fase Bibit Penggunaan PEG 6000 untuk pendugaan toleransi padi hibrida terhadap cekaman kekeringan pada fase bibit menunjukkan pengaruh yang relatif sama dengan pengujian pada fase perkecambahan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara PEG 6000 dan genotipe berpengaruh nyata terhadap tinggi tajuk, panjang akar, bobot kering akar, bobot kering tajuk, nisbah bobot akar tajuk dan skor tingkat kekeringan daun Lampiran 3. Hal ini mengindikasikan bahwa Li m bo to B I5 99 A B P1 5 H ip a 8 B I4 85 A B P1 5 IR 64 M ar o B I6 65 A B P6 B I4 85 A B P1 2 B I5 99 A B P5 B I4 85 A B P5 B I4 85 A B P1 B I4 85 A B P3 44,87 63,24 81,62 100,00 GenotipeVarietas P ers en k em iri p an Peka Toleran 81.6 63.4 44.9 100.0 terdapat perbedaan respon antar genotipe akibat perlakuan PEG 6000 konsentrasi 25 pada fase bibit Tabel 10, 11 dan 12. Pada perlakuan PEG 6000, tinggi tajuk rata-rata tertinggi diperoleh pada genotipe BI485ABP10 yaitu sebesar 10.11 cm dengan persentase penurunan hanya 40.1 persen, yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan genotipe BI599ABP15, BI485BP15, BI485BP12, BI485BP3, BI599BP5 dan varietas Maro, serta varietas cek Limboto dan IR64 yaitu berturut-turut sebesar 9.59, 9.03, 8.82, 8.53, 7.97, 10.05, 8.95 dan 8.44 cm. Bila dibandingkan dengan kontrol, persentase penurunan tinggi tajuk genotipe tersebut relatif tinggi yaitu berturut- turut masing-masing sebesar 39.6, 51.9, 46.1, 41.5, 50.4, 44.5, 42.4 dan 47.0 persen. Tinggi tajuk terrendah diperoleh pada BI665ABP6 yaitu 6.74 cm dengan persentase penurunan mencapai 53.5 persen, tetapi tidak berbeda nyata dibandingkan dengan genotipe BI485ABP5, BI599ABP5, BI485ABP3 dan BI485ABP12 Tabel 10. Pada kondisi cekaman kekeringan pertumbuhan tajuk lebih terhambat bila dibandingkan dengan pertumbuhan akar Wu dan Cosgrove 2000. Oleh karena itu tinggi tajuk pada 25 larutan PEG 6000 lebih rendah dibanding dengan tanpa larutan PEG 6000. Pola pengaruh perlakuan PEG 6000 pada fase bibit terhadap panjang akar relatif sama dibandingkan dengan perlakuan PEG 6000 pada fase perkecambahan. Secara umum perlakuan PEG 6000 menyebabkan pemanjangan akar. Perlakuan PEG 6000 menghasilkan rata-rata panjang akar terpanjang pada genotipe BI485ABP5 yaitu 8.29 cm atau meningkat sebesar 23.4 persen, yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan genotipe lainnya kecuali berbeda nyata dibandingkan dengan IR64 dan Hipa 8. Panjang akar rata-rata genotipe BI485ABP15, BI485ABP12 dan BI485ABP10 yaitu masing-masing berturut- turut sepanjang 8.11, 7.85, dan 7.71 cm, dengan persentase peningkatan panjang akar masing-masing sebesar 10.0, 26.6, 1.6 persen, berbeda nyata dibandingkan dengan panjang akar varietas cek IR64 yaitu 5.34 cm dengan persentase penurunan sebesar 38.4 persen. Varietas cek Limboto memiliki panjang akar yang relatif lebih panjang dibanding kontrol yaitu 6.39 cm atau meningkat sebesar 11.7 persen Tabel 10. Tabel 10 Pengaruh larutan PEG 6000 terhadap tinggi tajuk dan panjang akar Genotipe Tinggi tajuk cm Panjang akar cm Kontrol 25 PEG 6000 Penurunan relatif Kontrol 25 PEG 6000 Penurunan relatif BI485ABP3 14.58 8.53 e 41.5 fghi 6.56 6.98 bcde 6.4 abcde BI485ABP5 15.92 7.42 de 53.4 ghi 6.72 8.29 bcde 23.4 ab BI485ABP10 16.89 10.11 bcd 40.1 f 7.59 7.71 abcd 1.6 abc BI485ABP12 16.36 8.82 cde 46.1 fghi 6.20 cde 7.85 26.6 abc BI485ABP15 18.78 9.03 ab 51.9 fgh 7.37 8.11 abcd 10.0 abc BI599ABP5 15.70 7.97 de 50.4 fghi 7.12 7.06 abcde 0.8 abcde BI599ABP15 15.88 9.59 bcd 39.6 fg 7.22 7.04 abcde 2.5 abcde BI665ABP6 14.50 6.74 e 53.5 i 7.25 6.98 abcde 3.7 abcde Maro 18.26 10.05 abc 45.0 f 6.19 6.56 cde 6.0 bcde Hipa 8 19.49 6.95 a 64.3 hi 5.42 5.75 e 6.1 de IR64 15.93 8.44 de 47.0 fghi 8.67 5.34 a 38.4 e Limboto 15.55 8.95 de 42.4 fgh 5.72 6.39 de 11.7 bcde Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada masing-masing peubah tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α=0.05; angka dalam kurung= peningkatan. Pemanjangan akar pada genotipe BI485ABP5 menyebabkan pertumbuhan tajuk terhambat, sehingga lebih rendah dibanding genotipe lainnya. Wu dan Cosgrove 2000 menyatakan bahwa pemanjangan atau modifikasi akar merupakan bentuk adaptasi tanaman, sehingga akar mempunyai daya jangkau yang lebih dalam untuk mengabsorbsi air. Hamim et al. 2008 menyatakan bahwa kemampuan tanaman untuk mempertahankan pertumbuhan akar sangat penting dalam mempertahankan penyerapan air dan hara dalam keadaan cekaman kekeringan. Hasil penelitian Matsura et al. 1996 menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara panjang akar dan kemampuan suatu genotipe untuk beradaptasi pada kondisi defisit air. Oleh karena itu genotipe yang memiliki akar yang relatif panjang pada 25 PEG 6000 diduga akan toleran terhadap cekaman kekeringan di lapangan. Beberapa genotipe antara lain BI599BP15 terjadi keseimbangan antara pemanjangan akar dan pertumbuhan tajuk, yang menunjukkan bahwa genotipe ini toleran terhadap kekeringan. Jadi dalam menilai genotipe toleran terhadap kekeringan kedua peubah tersebut dapat menjadi pertimbangan. Peningkatan panjang akar akibat perlakuan PEG 6000 tidak diikuti dengan peningkatan bobot kering akar. Rata-rata persentase penurunan bobot kering akar berkisar antara 31.0 – 63.1 persen Tabel 11. Bobot kering akar tertinggi diperoleh pada varietas cek Limboto yaitu seberat 4.00 mg dengan persentase penurunan 31.0 persen, yang berbeda nyata dengan genotipe BI485ABP5 yaitu seberat 2.50 mg dengan penurunan bobot 55.4 persen. Genotipe BI599ABP5 memiliki bobot kering akar paling rendah yaitu seberat 2.40 mg dengan penurunan bobot 63.1 persen. Genotipe hibrida dengan bobot kering akar rata-rata tertinggi adalah genotipe BI485ABP12 dan BI599ABP15 yaitu masing-masing seberat 3.50 mg dengan penurunan bobot yaitu berturut-turut masing-masing 45.3 dan 41.7 persen, tetapi tidak berbeda nyata dengan genotipe lainnya Tabel 11. Penurunan bobot kering akar ini berkaitan dengan upaya tanaman untuk memacu pertumbuhan panjang akar, tetapi menekan pertambahan masa akar akibatnya kepadatan akar relatif kecil, yang berimplikasi pada penurunan bobot kering akar. Tabel 11 Pengaruh larutan PEG 6000 terhadap bobot kering akar dan tajuk Genotipe Bobot kering akar mg Bobot kering tajuk mg Kontrol 25 PEG 6000 Penurunan relatif Kontrol 25 PEG 6000 Penurunan relative BI485ABP3 5.00 3.00 ef 40.0 hij 13.90 4.90 e 64 .8 f BI485ABP5 5.60 2.50 def 55.4 ij 18.40 4.00 cd 78 .3 f BI485ABP10 8.20 3.30 a 59.8 hij 24.30 6.20 a 74 .5 f BI485ABP12 6.40 3.50 bcd 45.3 hi 21.00 5.30 abc 74 .8 f BI485ABP15 6.30 3.40 bcd 46.0 hij 21.90 4.90 ab 77 . 6 f BI599ABP5 6.50 2.40 bcd 63.1 j 20.00 3.90 bcd 80 . 5 f BI599ABP15 6.00 3.50 cde 41.7 hi 18.30 6.60 cd 63 . 9 f BI665ABP6 4.60 3.00 fg 34.8 hij 17.30 4.00 d 76 .9 f Maro 7.20 3.30 b 54.2 hij 21.00 5.50 abc 73 . 8 f Hipa 8 6.80 3.20 bc 52.9 hij 22.40 4.00 ab 82 . 1 f IR64 5.50 3.00 def 45.5 hij 17.40 4.80 d 72 . 4 f Limboto 5.80 4.00 de 31.0 gh 16.70 6.20 de 62 .9 f Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada masing-masing peubah tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α=0.05. Pengaruh perlakuan PEG 6000 terhadap persentase penurunan bobot kering tajuk berkisar antara 62.9 – 82.1 persen Tabel 11. Genotipe BI599ABP15 memiliki bobot kering tajuk cenderung lebih tinggi dibanding dengan genotipe lainnya dan varietas cek yaitu seberat 6.60 mg dengan persentase penurunan 63.9 persen. Varietas cek Limboto memiliki bobot kering tajuk 6.20 mg dengan penurunan bobot sebesar 62.9 persen. Persentase penurunan bobot kering tajuk terbesar akibat perlakuan PEG 6000 terdapat pada Hipa 8 yaitu sebesar 82.1 persen, sementara IR64 hanya sebesar 72.4 persen Tabel 11. Nisbah bobot akar tajuk NAT meningkat pada perlakuan PEG 6000. Nisbah bobot kering akar terrendah diperoleh pada genotipe BI599ABP15 yaitu 0.54, yang tidak berbeda nyata dibanding genotipe lainnya, tetapi berbeda nyata dibanding genotipe BI665ABP6 dan Hipa 8. Genotipe BI665ABP6 dan Hipa 8 yang memiliki NAT tertinggi yaitu masing-masing sebesar 0.74 dan 0.80 Tabel 12. Tabel 12 Pengaruh larutan PEG 6000 terhadap nisbah bobot akar tajuk NAT dan skor tingkat kekeringan daun SES IRRI Genotipe Nisbah bobot akar tajuk NAT Skor tingkat kekeringan daun Kontrol 25 PEG 6000 Kontrol 25 PEG 6000 BI485ABP3 . 37 . 63 d . bc 4 . 9 g bc BI485ABP5 . 30 . 63 d . bc 8 . 3 g BI485ABP10 a . 34 . 57 d . c 2 . 5 g BI485ABP12 e . 30 . 66 d . bc 2 . 2 g BI485ABP15 ef . 29 . 62 d . bc 3 . 1 g BI599ABP5 de . 33 . 61 d . bc 7 . g BI599ABP15 ab . 33 . 54 d . c 2 . 1 g BI665ABP6 e . 27 . 74 d . ab 7 . 4 g Maro ab . 34 . 63 d . bc 1 .5 g Hipa 8 ef . 31 . 80 d . a 4 . 2 g IR64 cd . 31 . 63 d . bc 5 .3 g Limboto abc . 34 . 65 d . bc 1 .5 g ef Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada masing-masing peubah tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α=0.05. Farooq et al. 2008 menyatakan bahwa cekaman kekeringan cenderung meningkatkan panjang perakaran tanaman dan rasio bobot akar tajuk, karena karbohidrat lebih banyak ditranslokasikan ke akar untuk perkembangan akar yang menyebabkan pertumbuhan tajuk terhambat, akibatnya NAT meningkat. Pada kondisi defisit air yang meningkat, pertumbuhan tanaman dicegah dan ukuran berbagai bagian tumbuhan berbeda Praba et al. 2009. Perlakuan PEG 6000 menyebabkan daun mengalami kekeringan. Berdasarkan skor tingkat kekeringan daun, genotipe BI485ABP10, BI485ABP12, BI485ABP15, BI599ABP15 dan varietes Maro tidak berbeda nyata dengan varietas cek Limboto Tabel 12. Genotipe tersebut berada pada kategori skor tingkat kekeringan daun antara 0 – 3 yang termasuk kategori toleran kekeringan berdasarkan kriteria SES IRRI. Galle dan Feller 2007 dan Agbicodo et al. 2009 menyatakan bahwa pertahanan tanaman dalam menghadapi cekaman kekeringan adalah dengan membatasi perkembangan luas daun, menyebabkan perkembangan akar untuk mendapatkan air dan penutupan stomata untuk membatasi transpirasi. Rendahnya skor tingkat kekeringan daun pada beberapa genotipe hibrida yang diuji disebabkan karena genotipe tersebut memiliki kemampuan Gambar 4 Penampilan daun beberapa genotipe hibrida dan varietas cek pada konsentrasi 25 larutan PEG 6000 Peubah Penduga Toleransi Genotipe Padi Hibrida terhadap Kekeringan pada Fase Bibit menggulungkan daun terutama bagian ujung dengan pangkal daun yang tetap membuka, sehingga transpirasi dapat ditekan dan fotosintesis masih dapat berlangsung Gambar 4. Hasil analisis komponen utama AKU menunjukkan bahwa komponen utama pertama mampu memberikan penjelasan paling besar pada keragaman fase bibit yaitu sebesar 60.6 persen, sedangkan komponen utama kedua menerangkan keragaman sebesar 25.2 persen Tabel 13. Pada komponen utama pertama menunjukkan bahwa tinggi tajuk, panjang akar, bobot kering akar, bobot kering tajuk dan nisbah bobot akar tajuk serta skor tingkat kekeringan daun memberikan sumbangan keragaman yang relatif besar yaitu masing-masing sebesar 0.49, 0.06, BI485BP10 BI485BP12 BI485BP15 BI599BP15 IR64 Limboto 0.41, 0.51, -0.32 dan -0.48. Pada komponen utama kedua yang memberikan sumbangan keragaman didominasi oleh peubah panjang akar sebesar 0.63, peubah NAT sebesar -0.56 dan peubah bobot kering akar sebesar -0.42. Tabel 13 Hasil analisis komponen utama beberapa peubah fase bibit pada perlakuan PEG 6000 Peubah Komponen utama I II III Tinggi tajuk 0.49 0.17 0.25 Panjang akar 0.06 0.63 -0.76 Bobot kering akar 0.41 -0.42 -0.38 Bobot kering tajuk 0.51 0.01 -0.02 Nisbah bobot akar tajuk -0.32 -0.56 -0.44 Skor kekeringan daun -0.48 0.28 0.11 Akar cirri 3.64 1.51 0.65 Proporsi keragaman 60.6 25.2 10.8 Kumulatif keragaman 60.6 85.8 96.6 Peubah-peubah yang memberikan kontribusi relatif besar terhadap keragaman dan saling berkorelasi dapat dijadikan sebagai indikator dalam mengelompokkan genotipe hibrida toleran kekeringan pada fase bibit. Analisis kelompok berdasarkan peubah bobot kering akar, bobot kering tajuk dan skor tingkat kekeringan daun menghasilkan dendrogram pada tingkat kemiripan 64.0, penggunaan larutan PEG 6000 pada fase bibit dapat memisahkan dua kelompok genotipe hibrida. Kelompok pertama adalah genotipe yang satu kelompok dengan varietas cek Limboto toleran kekeringan yang terdiri atas BI485ABP12, BI485ABP15, BI485ABP10, BI599ABP15 dan varietas Maro. Kelompok kedua adalah genotipe yang satu kelompok dengan varietas cek IR64 peka kekeringan, yang terdiri atas BI485ABP3, BI665ABP6, BI485ABP5, BI599ABP5 dan Hipa 8 Gambar 5. Dengan demikian, metode seleksi menggunakan 25 larutan PEG 6000 pada fase bibit berdasarkan kriteria bobot kering akar, bobot kering tajuk dan skor tingkat kekeringan daun dapat menduga genotipe BI485ABP12, BI485ABP15, BI485ABP10, BI599ABP15 dan varietas Maro toleran kekeringan berdasarkan perbandingan varietas cek Limboto. Evaluasi dan karakterisasi serta seleksi tanaman padi yang toleran cekaman kekeringan merupakan tahap yang penting dalam pemuliaan tanaman. Untuk melakukan proses seleksi genotipe hibrida khususnya yang berhubungan dengan toleransi cekaman kekeringan dapat dilakukan dengan melihat ciri-ciri morfologi terutama pada sistem perakarannya. Farid 2004 melaporkan karakter morfologi tinggi tanaman, panjang akar dan bobot tajuk padi gogo umur 15 hari setelah tanam dapat digunakan sebagai karakter seleksi toleran terhadap kekeringan. Babu et al. 2003 melaporkan bahwa karakter akar berkorelasi positif dengan produksi pada kondisi cekaman kekeringan. Oleh karena itu peubah-peubah yang saling berkorelasi dapat dijadikan indikator untuk mengelompokkan genotipe hibrida toleran kekeringan. Gambar 5 Dendrogram genotipe padi hibrida toleran kekeringan berdasarkan peubah bobot kering akar, bobot kering tajuk dan skor tingkat kekeringan daun Selanjutnya untuk mengetahui efektifitas penggunaan PEG 6000 dalam mendeteksi secara dini genotipe padi hibrida toleran cekaman kekeringan, maka harus ada perbandingan dengan hasil uji lapangan atau perlakuan cekaman kekeringan yang mendekati kondisi lapangan. Untuk itu dilakukan pengujian dengan perlakuan cekaman kekeringan di pot. Samaullah dan Darajat 2001 menyatakan bahwa seleksi dengan menggunakan media tanah atau campuran media tanah dengan bahan lain di pot akan memberikan tekanan seleksi yang hampir mendekati keadaan kekeringan di lapangan. Li m bo to M ar o B I4 85 A B P1 5 B I4 85 A B P1 2 B I5 99 A B P1 5 B I4 85 A B P1 B I6 65 A B P6 B I5 99 A B P5 B I4 85 A B P5 H ip a 8 IR 64 B I4 85 A B P3 41,75 61,17 80,58 100,00 GenotipeVarietas P e rs e n k e m iri p a n Toleran Peka 41.8 61.2 80.6 100.0 B. Pengujian dengan Perlakuan Cekaman Kekeringan di Pot Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan Hasil analisis ragam menunjukkan interaksi cekaman kekeringan dan genotipe tidak berpengaruh nyata terhadap peubah tinggi tanaman, panjang daun bendera, panjang akar dan nisbah bobot akar tajuk. Interaksi cekaman kekeringan dan genotipe hanya berpengaruh nyata pada peubah bobot kering tajuk dan bobot kering akar Lampiran 4. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan respon antar genotipe akibat cekaman kekeringan pada peubah bobot kering tajuk dan bobot kering akar Tabel 14, sedangkan pada peubah pertumbuhan yang lain, respon antar genotipe akibat cekaman kekeringan relatif sama karena pemberian cekaman yang relatif singkat pada saat pertumbuhan vegetatif yang sudah stabil. Bobot kering akar terrendah akibat perlakuan cekaman kekeringan diperoleh pada IR64 yang tidak berbeda nyata dengan genotipe BI485ABP3, BI485ABP12, BI485ABP15, BI665ABP6, Maro dan Hipa 8. Meskipun demikian akibat perlakuan cekaman kekeringan bobot kering akar genotipe BI485ABP12 meningkat sebesar 38.4 persen. Bobot kering akar tertinggi terdapat pada varietas cek Limboto dengan peningkatan sebesar 27.9 persen, yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan genotipe BI599ABP15 dengan peningkatan 13.2 persen dan BI599ABP5 dengan peningkatan 21.5 persen. Genotipe tersebut tidak berbeda nyata dengan genotipe BI485ABP10, BI485ABP5 dan BI485ABP3 serta varietas Maro dan Hipa 8, yang masing- masing bobot kering akarnya relatif menurun akibat perlakuan cekaman kekeringan Tabel 14. Bobot kering akar yang meningkat pada beberapa genotipe diduga karena tanaman lebih mengembangkan masa akar dengan membentuk rambut-rambut akar dari pada pemanjangan akar sebagai upaya untuk memperluas daya jangkau akar untuk mendapatkan air. Hal ini berimplikasi pada meningkatnya bobot kering akar tetapi membatasi pertumbuhan panjang akar. Adanya hambatan mekanis untuk penetrasi dan perkembangan akar karena volume tanah dalam pot yang terbatas menyebabkan pengaruh cekaman kekeringan terhadap panjang akar tidak berbeda nyata antar genotipe. Breseghello et al. 2008 menyatakan cekaman kekeringan menyebabkan perubahan arsitektur akar tingginya kerapatan dan kedalaman akar yang sama untuk semua kultivar, namun terdapat korelasi negatif kedalaman akar yang ditanam pada pot dengan hasil. Tabel 14 Pengaruh cekaman kekeringan di pot dan genotipe terhadap bobot kering akar dan bobot kering tajuk Genotipe Bobot kering akar g Bobot kering tajuk g Kontrol Cekaman kekeringan Penurunan relatif Kontrol Cekaman kekeringan Penurunan relatif BI485ABP3 13.14 7.79 a 40.7 defgh 100.93 92.14 a 8.7 ab BI485ABP5 10.28 9.58 abcd 6.8 bcdef 78.10 79.42 bcde 1.7 bcde BI485ABP10 9.67 8.88 bcde 8.1 bcdefg 64.26 72.69 ef 13.1 cdef BI485ABP12 4.45 6.16 i 38.4 efghi 41.21 57.25 g 38.9 fg BI485ABP15 11.47 6.05 abc 47.2 ghi 79.19 63.87 bcde 19.3 ef BI599ABP5 7.72 9.38 defghi 21.5 bcdefg 72.60 84.69 cdef 16.7 abcd BI599ABP15 8.46 9.57 cdefg 13.2 bcdef 70.91 82.25 cdef 16.0 bcde BI665ABP6 8.42 6.32 cdefgh 24.9 efghi 68.78 71.52 def 4.0 cdef Maro 8.87 7.22 bcdefg 18.6 defghi 81.87 58.33 bcde 28.8 fg Hipa 8 12.18 7.74 ab 36.5 defghi 82.57 75.33 bcde 8.8 bcdef IR64 8.08 5.05 cdefgh 37.6 hi 64.02 57.98 ef 9.4 fg Limboto 8.25 10.54 cdefgh 27.9 abcd 75.75 88.71 bcdef 17.1 abc Rata-rata 9.25 7.86 x 15.1 y 73.35 73.68 0.5 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada masing-masing peubah tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α=0.05; angka dalam kurung= peningkatan. Bobot kering tajuk beberapa genotipe meningkat akibat perlakuan cekaman kekeringan tetapi tidak berbeda nyata dibanding kontrol. Bobot kering tajuk terrendah diperoleh pada varietas IR64 yang tidak berbeda nyata dengan genotipe BI485ABP10, BI485ABP12, BI485ABP15, BI665ABP6, varietas Maro dan Hipa 8. Bobot kering tajuk tertinggi terdapat pada genotipe BI599ABP3 yang tidak berbeda nyata dengan varietas cek Limboto, genotipe BI485ABP5, BI599ABP5, BI485ABP15 dan varietas Hipa 8. Peningkatan bobot kering tajuk berkaitan dengan adanya upaya pemulihan recovery tanaman karena adanya pengairan kembali. Bentuk pemulihan tanaman yaitu munculnya tunas pada buku batang utama dan anakan baru. Kemampuan pemulihan berhubungan dengan kemampuan kultivar membentuk anakan setelah kekeringan Lilley dan Fukai 1994. Hal ini terjadi pada semua genotipe yang diuji termasuk varietas cek baik Limboto maupun IR64 meskipun pada proporsi yang berbeda-beda, kecuali pada genotipe BI665ABP3 dan Hipa 8 yang tidak membentuk anakantunas baru. Adanya daya pemulihan tanaman dengan munculnya tunasanakan baru menyebabkan bobot kering tajuk meningkat sehingga nisbah bobot akar tajuk pada saat panen tidak berbeda nyata antar genotipe. Kadar Air Relatif Daun Cekaman kekeringan menurunkan kadar air relatif daun KARD baik genotipe hibrida maupun varietas cek. Genotipe BI485ABP12, BI485ABP3, BI599ABP15, BI485ABP10 dan Limboto dapat mempertahankan KARD tetap tinggi yaitu berturut-turut masing-masing sebesar 61.9, 52.8, 46.1, 45.5 dan 50.4 persen Gambar 6. Praba et al. 2009 menyatakan bahwa cekaman air mengurangi kadar air relatif daun, pemanjangan daun dan stabilitas membran. 95.0 91.8 94.2 95.0 90.2 94.7 94.4 95.2 92.7 95.7 94.5 93.6 39.7 45.5 61.9 30.7 43.6 46.1 31.4 36.3 34.2 27.6 50.4 52.8 20 40 60 80 100 B I485A B P3 B I485A B P5 B I485A B P10 B I485A B P12 B I485A B P15 B I599A B P5 B I599A B P15 B I665A B P6 Ma ro H ipa 8 IR 64 Lim bot o K ada r a ir r el at if . Pengairan normal Cekaman kekeringan Gambar 6 Pengaruh cekaman kekeringan di pot terhadap kadar air relatif daun Hamim et al. 2008 menyatakan kekeringan menyebabkan penurunan kadar air relatif hingga lebih dari 43, sedangkan kadar air relatif tanaman kontrol mendekati 80. Praba et al. 2009 menyatakan mekanisme toleransi yang membedakan kultivar toleran dan peka pada gandum dan padi adalah pengaturan konduktansi stomata dan pemeliharaan status air daun. Klorofil Perlakuan cekaman kekeringan menyebabkan penurunan kandungan klorofil pada semua genotipe yang diuji Gambar 7. Liu et al. 2006 melaporkan bahwa cekaman kekeringan dapat menurunkan kandungan klorofil daun barley baik genotipe peka kekeringan maupun toleran kekeringan. Kandungan klorofil genotipe toleran Tamor dan Arta menurun masing-masing sebesar 10.7 dan 1.6 persen dan genotipe peka Marocco9-75 dan W12291 menurun masing-masing sebesar 31.3 dan 30.1 persen. Colom dan Vazzana 2003 dan Subrahmanyam et al. 2006 41 42 43 44 45 46 47 48 49 B I485A B P3 B I485A B P5 B I485A B P10 B I485A B P12 B I485A B P15 B I599A B P5 B I599A B P15 B I665A B P6 M aro H ipa 8 IR64 L im bot o K lor of il S kor S P A D 502 . Pengairan normal Cekaman kekeringan menyatakan bahwa cekaman kekeringan yang berat dapat mengakibatkan kerusakan langsung pada perangkat-perangkat fotosintesis seperti fotosistem I dan II PSI dan PSII. Hasil penelitian Pieters dan Souki 2005 menunjukkan bahwa cekaman kekeringan menyebabkan aktivitas PS II dan kandungan klorofil pada daun bendera tanaman padi berkurang, tetapi sebaliknya kandungan xantofil daun meningkat yang dapat menyerap kelebihan cahaya akibat penyinaran yang tinggi pada kondisi kekeringan. Gambar 7 Pengaruh cekaman kekeringan di pot terhadap kandungan klorofil skor SPAD 502 Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Komponen Hasil dan Hasil Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi cekaman kekeringan dan genotipe tidak berpengaruh nyata terhadap peubah panjang malai, bobot 100 butir dan persentase gabah hampa. Interaksi hanya berpengaruh nyata pada peubah jumlah gabah isi per malai, bobot gabah per rumpun dan indeks panen Lampiran 4. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan respon antar genotipe akibat cekaman kekeringan pada peubah jumlah gabah isi per malai, bobot gabah per rumpun dan indeks panen Tabel 15 dan 17. Pada perlakuan cekaman kekeringan, jumlah gabah isi tertinggi diperoleh pada genotipe BI485ABP12 yaitu sebanyak 94.9 butir dengan penurunan relatif hanya 47.6 persen yang tidak berbeda nyata dengan genotipe lainnya dan varietas cek Limboto, kecuali berbeda nyata dengan genotipe BI485ABP3 dan IR64 yaitu masing-masing menghasilkan jumlah gabah 2.1 butir dengan penurunan relatif 97.2 persen dan 35.7 butir dengan penurunan relatif 73.2 persen. Jumlah gabah isi yang rendah karena meningkatnya gabah hampa dengan rata-rata peningkatan dapat mencapai 72.1 persen Tabel 16. Liu et al. 2006 menyatakan bahwa cekaman air dapat menggagalkan polen untuk menyerbuk sampai 67 persen dari total gabah per malai. Saat terjadi penyerbukan, polen mencapai mikrofil pada ovul lebih lama 1 – 8 hari. Polen tidak dapat keluar pada permukaan bunga karena bunga gagal membuka akibat cekaman kekeringan. Hal ini berimplikasi pada penurunan hasil bobot gabah per rumpun yang sangat drastis dengan rata-rata penurunan relatif dapat mencapai 78.0 persen Tabel 17, karena cekaman kekeringan terjadi pada fase kritis fase reproduktif yaitu tepat pada saat antesis atau awal pengisian biji. Praba et al. 2009 menyatakan bahwa padi sangat peka terhadap cekaman kekeringan yang terjadi tak lama setelah heading. Kekeringan dalam waktu singkat yang bertepatan dengan fase pembungaan menyebabkan penurunan produksi gabah dan indeks panen secara drastis dibanding kontrol Hijmans dan Serraj 2008 Genotipe . Tabel 15 Pengaruh cekaman kekeringan di pot dan genotipe terhadap jumlah gabah isi per malai Jumlah gabah isi butir Kontrol Cekaman kekeringan Penurunan relatif BI485ABP3 74.5 2.1 ef 97.2 g BI485ABP5 178.7 58.4 bc 67.3 ef BI485ABP10 166.2 63.5 bc 61.8 ef BI485ABP12 181.0 94.9 bc 47.6 de BI485ABP15 220.3 71.3 b 67.6 ef BI599ABP5 139.3 53.9 cd 61.3 efg BI599ABP15 208.5 66.7 b 68.0 ef BI665ABP6 167.9 50.5 bc 69.9 efg Maro 165.7 40.3 bc 75.7 efg Hipa 8 199.1 67.6 b 66.1 ef IR64 133.5 35.7 cd 73.2 fg Limboto 295.1 63.3 a 78.5 ef Rata-rata 177.5 55.7 x 68.6 y Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α=0.05. Pada stadia bunga mekar anthesis, sel-sel polen selama meiosis lebih peka terhadap cekaman air, dan defisit air selama fase tersebut secara signifikan mengurangi pembentukan biji sebagai akibat sterilitas serbuk sari Saini dan Aspinall 1982. Genotipe Cekaman kekeringan pada fase reproduktif menghambat eksersi malai dan pecahnya anter Praba et al. 2009, karena menurunnya pemanjangan pangkal malai, yang menyebabkan sterilitas gabah yang ada di dalam pelepah daun, sehingga hasil gabah menurun Ji et al. 2005. Cekaman kekeringan yang diberikan pada saat pembungaan akan menyebabkan penurunan gabah isi hingga 80 persen Liu et al. 2006. Jumlah gabah isi yang rendah akibat perlakuan cekaman kekeringan, berimplikasi pada persentase gabah hampa yang tinggi yaitu berkisar antara 55.9 - 98.7 persen, sedangkan bobot seratus butir tidak berbeda nyata antar genotipe. Penurunan bobot seratus butir relatif kecil yaitu hanya sebesar 11.0 persen Tabel 16. Tabel 16 Pengaruh cekaman kekeringan di pot terhadap persentase gabah hampa dan bobot 100 butir Persentase gabah hampa per malai Bobot seratus butir g Kontrol Cekaman kekeringan Kontrol Cekaman kekeringan Penurunan relatif BI485ABP3 63.5 98.7 2.21 2.16 2.3 BI485ABP5 24.8 68.2 2.48 2.19 11.7 BI485ABP10 22.8 62.9 2.36 2.06 12.7 BI485ABP12 15.3 55.9 2.45 2.32 5.3 BI485ABP15 13.4 67.7 2.53 2.20 13.0 BI599ABP5 20.1 73.9 2.46 2.18 11.4 BI599ABP15 19.2 69.4 2.51 2.32 7.6 BI665ABP6 30.9 73.9 2.51 2.21 11.9 Maro 26.7 80.5 2.32 1.91 17.7 Hipa 8 34.1 68.9 2.35 2.06 12.3 IR64 8.5 74.8 2.36 2.05 13.1 Limboto 17.5 70.1 2.86 2.47 13.6 Rata-rata 24.7 72.1 y 2.45 x 2.18 x 11.0 y Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang tidak sama pada masing-masing peubah berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α=0.05. Genotipe BI485ABP3 baik pada cekaman kekeringan maupun kontrol cenderung menghasilkan gabah hampa yang tinggi. Genotipe ini mempunyai kemampuan membentuk anakan yang banyak tetapi tidak diikuti dengan pengisian biji yang baik sehingga menghasilkan gabah isi dan bobot gabah per rumpun sangat rendah Tabel 17. Feng et al. 2007 menyatakan bahwa jumlah anakan yang banyak menyebabkan kehampaan gabah dan berkurangnya bobot malai. Bobot gabah per rumpun akibat perlakuan cekaman kekeringan tertinggi diperoleh pada genotipe BI599ABP15 yaitu sebesar 26.55 g yang tidak berbeda nyata dengan BI485ABP5, BI485ABP10, BI485ABP12, BI485ABP15, Limboto, Hipa 8 dan Maro. Genotipe BI485ABP3 memiliki bobot gabah per rumpun paling rendah yaitu 0.53 g yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan IR64 Tabel 17. Bobot gabah genotipe BI485ABP5, BI485ABP10, BI485ABP12, BI485ABP15 dan BI559ABP15 akibat cekaman kekeringan menurun berturut-turut sebesar 70.9, 67.6, 64.8, 75.9 dan 70.1 persen yang relatif sama dengan Limboto 76.8 persen tetapi relatif lebih rendah dibanding IR64 yaitu sebesar 85.4 persen. Hal ini berimplikasi pada nilai indeks panen yang tinggi pada genotipe BI485ABP12 yaitu sebesar 0.47 kemudian diikuti genotipe BI485ABP5, BI485ABP10, BI485ABP15 dan BI599ABP15, berturut-turut sebesar 0.32, 0.32, 0.30 dan 0.29 Tabel 15. Villa et al. 2011 melaporkan bahwa indeks panen hibrida yang tinggi, disebabkan realokasi cadangan karbohidrat yang sangat efektif pada padi hibrida dibandingkan dengan inbrida, baik pada kondisi tanpa cekaman kekeringan maupun cekaman kekeringan. Peng et al. 1999 menyatakan bahwa tingginya produksi hibrida dibanding dengan inbrida terutama karena meningkatnya produksi biomasa. Kumar et al. 2006 dan Kamoshita et al. 2004 menyatakan bahwa pembagian asimilat dari batang dan daun ke biji meningkat selama cekaman kekeringan dengan cara mempercepat penuaan pada daun, periode pengisian biji lebih pendek, tetapi remobilisasi meningkat. Yang et al. 2001 menyatakan bahwa selama pra antesis, 75-92 persen 14 C tersimpan pada batang, ketika terjadi cekaman kekeringan 50-80 persen 14 Genotipe yang memiliki bobot gabah per rumpun dan indeks panen yang tinggi berimplikasi pada nilai indeks toleransi kekeringan IT yang tinggi dan indeks kepekaan kekeringan ISK yang rendah. IT tertinggi dan ISK terrendah diperoleh pada genotipe BI485ABP12 yaitu masing-masing sebesar 35.0 persen C lebih tinggi direlokasikan ke biji dibandingkan dengan jumlah yang diremobilisasi pada kondisi tanpa cekaman kekeringan. dan 0.83, diikuti BI599ABP15 yaitu masing-masing sebesar 30.2 persen dan 0.89. Genotipe lain yang menunjukkan indek toleransi yang lebih tinggi dibandingkan dengan Limboto adalah BI485ABP5, BI485ABP10 dan BI485ABP15 Tabel 17. Genotipe BI485ABP12, BI485ABP15 dan BI599ABP15 merupakan hibrida F1 dari tetua toleran cekaman kekeringan. Genotipe BI485ABP12 juga merupakan genotipe yang berumur genjah, karena itu genotipe ini memberikan hasil lebih tinggi dibanding genotipe lainnya pada kondisi kekeringan. Sikuku et al. 2010 melaporkan bahwa varietas NERICA 2 toleran kekeringan dengan bobot gabah per malai dan rasio gabah isi lebih tinggi dan merupakan varietas genjah dibanding NERICA 4 dan 11. Pencapaian hasil yang relatif baik dari beberapa genotipe tersebut, karena kemampuannya dalam mengatur proses fisiologis antara lain mengurangi kehilangan air. Tabel 17 Pengaruh cekaman kekeringan di pot dan genotipe terhadap bobot gabah per rumpun, indeks panen, indeks toleransi dan indeks kepekaan terhadap kekeringan Genotipe Bobot gabah per rumpun g Penurun- an relatif Indeks panen IT ISK Kontrol Cekaman kekeringan Kontrol Cekaman kekeringan BI485ABP3 36.98 0.53 f 99.3 i 0.33 0.01 fg 1.7 h 1.26 BI485ABP5 100.83 26.36 a 70.9 fg 1.14 0.32 bcd 26.3 fg 0.94 BI485ABP10 90.57 24.33 abc 67.6 fgh 1.23 0.30 b 26.9 fg 0.94 BI485ABP12 75.17 26.50 de 64.8 fg 1.64 0.47 a 35.0 f 0.83 BI485ABP15 100.41 24.19 a 75.9 fgh 1.11 0.32 bcd 24.3 fg 0.97 BI599ABP5 93.58 20.11 ab 78.5 gh 1.17 0.22 bc 21.5 g 1.06 BI599ABP15 88.67 26.55 abc 70.1 fg 1.12 0.29 bcd 30.2 fg 0.89 BI665ABP6 92.98 14.63 ab 84.3 gh 1.21 0.23 b 15.7 g 1.08 Maro 86.28 13.05 bcd 84.9 gh 0.99 0.20 cd 14.9 gh 1.09 Hipa 8 90.50 16.89 abc 81.3 gh 0.96 0.20 de 18.1 gh 1.05 IR64 78.50 11.46 cde 85.4 hi 1.09 0.18 bcd 14.4 gh 1.10 Limboto 67.04 15.53 e 76.8 gh 0.80 0.16 e 23.6 gh 0.98 Rata-rata 83.46 18.34 x 78.0 y 1.07 0.24 x y Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada masing-masing peubah tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α=0.05; IT=indeks toleransi kekeringan; ISK=indeks kepekaan terhadap kekeringan. Simpulan 1. Seleksi dengan PEG 6000 konsentrasi 25 pada fase perkecambahan cukup efektif digunakan untuk menduga toleransi genotipe padi hibrida terhadap cekaman kekeringan. 2. Dari metode seleksi dini pada fase perkecambahan, peubah panjang akar, bobot kering akar dan bobot kering kecambah merupakan peubah untuk pendugaan genotipe padi hibrida toleran kekeringan. 3. Dari metode seleksi dini pada fase bibit, peubah bobot kering akar, bobot kering tajuk dan skor tingkat kekeringan daun merupakan peubah untuk pendugaan genotipe padi hibrida toleran kekeringan. 4. Genotipe BI485ABP15, BI559ABP15 dan varietas Hipa 8 toleran kekeringan berdasarkan metode seleksi dini pada fase perkecambahan. 5. Genotipe BI485ABP10, BI485ABP12, BI485ABP15, BI559ABP15 dan varietas Maro toleran kekeringan berdasarkan metode seleksi dini pada fase bibit. 6. Genotipe BI485ABP15 dan BI559ABP15 adalah toleran kekeringan berdasarkan metode seleksi dini baik pada fase perkecambahan, fase bibit dan metode pot. RESPON AGRONOMI, MORFOLOGI DAN FISIOLOGI PADI HIBRIDA TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN DI LAHAN SAWAH Response of Agronomy, Morphology and Physiology of Hybrid Genotypes Tolerant to Drought in Lowland Abstrak Penelitian bertujuan mengetahui respon agronomi, fisiologi dan morfologi genotipe padi hibrida terhadap simulasi cekaman kekeringan di lahan sawah dan mendapatkan genotipe hibrida yang berpotensi dikembangkan di lahan sawah tadah hujan. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Riset Padi Babakan, University Farm IPB, Bogor, pada bulan Desember 2011 sampai Maret 2012. Penelitian menggunakan rancangan split plot dengan 3 ulangan. Petak utama adalah perlakuan cekaman kekeringan yang terdiri atas tanpa cekaman kekeringan dan cekaman kekeringan pada akhir fase vegetatif hingga awal pengisian biji. Cekaman kekeringan yang diberikan ialah 60 kapasitas lapangan. Anak petak adalah genotipevarietas terdiri atas genotipe BI485ABP3, BI485ABP5, BI485ABP10, BI485ABP12, BI485ABP15, BI599ABP5, BI599ABP15, BI665ABP6, varietas Maro, Hipa 6, Hipa 7, Hipa 8, IR-64 dan Limboto. Hasil penelitian menunjukkan bahwa genotipe BI485ABP12, BI485ABP15 dan BI559ABP15 pada kondisi cekaman kekeringan mengalami penurunan panjang akar relatif kecil, menghasilkan bobot gabah per rumpun, indeks panen dan daya hasil gabah per hektar yang lebih tinggi serta indeks kepekaan terhadap kekeringan ≤0.50 yang lebih rendah dibanding dengan genotipe lainnya. Bobot gabah per rumpun genotipe tersebut hanya menurun masing-masing sebesar 9.5, 16.1 dan 15.6 persen, sedangkan IR64 mencapai 52.7 persen. Genotipe toleran kekeringan BI599BP15 pada kondisi cekaman kekeringan memiliki kerapatan stomata yang lebih rendah, tetap mempertahankan kadar air relatif daun yang tinggi serta memiliki kandungan karbohidrat non struktural pada batang, pelepah dan daun yang lebih rendah dibanding kontrol. Genotipe BI485ABP12, BI485ABP15 dan BI559ABP15 merupakan genotipe toleran kekeringan dan potensial dikembangkan di lahan sawah tadah hujan. Kata kunci: cekaman kekeringan, lahan sawah, padi hibrida An experiment was conducted at Babakan Experiment Station, University Farm Abstract IPB, Bogor, from December 2011 until March 2012. The objective of the experiment was to study agronomy, morphology and physiology of hybrid genotypes in response to drought stress in lowland and determine hybrid genotypes tolerant to drought. A split plot design was used with 3 replications. The main plot was drought stress consisted of control and drought stress at the end vegetative stage, until early grain filling period. The sub plot was hybrid genotypes, consisted of BI485ABP3, BI485ABP5, BI485ABP10, BI485ABP12, BI485ABP15, BI599ABP5, BI599ABP15, BI665ABP6, Maro, Hipa 6, Hipa 7, Hipa 8, IR-64 and Limboto. The results showed that genotypes BI485ABP12, BI485ABP15 and BI559ABP15 in drought stress conditions had relatively less reduction in root length, resulting in higher grain weight, harvest index and grain yield higher and less in index of sensitivity to drought ≤ 0.50 than the other genotypes. The grain weight of the genotypes decreased 9.5, 16.1 and 15.6 percent, respectively, while IR64 decreased 52.7 percent. Hybrid genotypes tolerant to drought BI599BP15 under drought stress condition had less stomatal density, higher leaf relative water content and less in non-structural carbohydrate content in stem, sheath and leaf. Genotypes BI485ABP12, BI485ABP15 and BI559ABP15 were tolerant to drought and potentially can be developed in rainfed lowland. Keywords: drought stress, lowland, hybrid rice Seleksi akan efektif dan efisien bila telah diketahui respon morfologi, fisiologi yang berkorelasi dengan karakter agronomi di lapangan. Seleksi Pendahuluan Salah satu masalah yang dihadapi dalam peningkatan produksi beras nasional adalah meningkatnya alih fungsi lahan subur dan produktif, untuk kegiatan pembangunan non pertanian. Pergeseran ini menyebabkan lahan sawah beririgasi semakin sempit, sehingga upaya intensifikasi mengarah pada lahan- lahan marginal dengan sumber daya air yang sangat terbatas seperti lahan sawah tadah hujan. Lahan sawah tadah hujan yang selama ini belum dimanfaatkan dengan optimal diharapkan menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan produksi beras nasional. Kendala yang sering muncul pada lahan sawah tadah hujan adalah kekeringan, karena terbatasnya periode hujan. Efek negatif dari kekeringan adalah menurunkan pertumbuhan tanaman dan bahkan menggagalkan panen. Kekeringan dapat menurunkan laju pertumbuhan akar, tajuk tanaman dan indeks luas daun Perez et al. 1996; Olsson et al. 1997; Farooq et al. 2008. Menurunnya pertumbuhan akar ini akan menurunkan penyerapan hara dan air sehingga proses fisiologi dan fotosintesis menurun, akibatnya menurunkan pertumbuhan dan meningkatkan kehampaan gabah. Pada akhirnya kekeringan menurunkan hasil bahkan sampai menggagalkan panen Takagi 1976; Van Dat 1986; Samaullah et al. 1996; IRRI 2002. Oleh karena itu diperlukan varietasgenotipe padi yang berdaya hasil tinggi serta toleran terhadap kekeringan, sehingga dapat beradaptasi dengan baik di lahan sawah tadah hujan. langsung di lapangan pada lingkungan sawah tadah hujan dapat dilakukan di lahan sawah melalui simulasi cekaman kekeringan. Metode seleksi akan baik bila terdapat konsistensi antar metode pengujian dengan hasil di lapangan terhadap cekaman kekeringan pada padi Samaullah dan Darajat 2001. Penelitian bertujuan untuk mengetahui respon agronomi, fisiologi dan morfologi genotipe padi hibrida terhadap simulasi cekaman kekeringan di lahan sawah dan mendapatkan genotipe hibrida yang berpotensi dikembangkan di lahan sawah tadah hujan. Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai April 2012, di Laboratorium Lapangan Riset Padi Babakan, University Farm Institut Pertanian Bogor, Bogor. Metode Penelitian Percobaan ini menggunakan rancangan split plot dalam rancangan acak kelompok 3 ulangan. Petak utama merupakan simulasi kekeringan di lahan sawah yang mengkondisikan tanah tanpa genangan atau daerah akar tercekam kekeringan yang terdiri atas 2 taraf yaitu kontrol pengairan optimal, dan cekaman kekeringan penghentian pengairan empat minggu setelah tanam hingga dua minggu setelah antesis. Anak petak adalah varietasgenotipe hibrida yang terdiri dari 14 taraf yaitu genotipe BI485ABP3, BI485ABP5, BI485ABP10, BI485ABP12, BI485ABP15, BI599ABP5, BI599ABP15, BI665ABP6, varietas Maro, Hipa 6, Hipa 7, Hipa 8, IR-64 cek peka kekeringan, Limboto cek toleran kekeringan. Pelaksanaan Percobaan Pengambilan sampel tanah untuk analisis sifat fisik dan kimia, sama dengan percobaan cekaman kekeringan di pot. Penyiapan lahan dilakukan dengan pengolahan tanah dua kali, untuk pelumpuran tanah yang baik. Ukuran petak percobaan setiap unit perlakuan 2.0 m x 1.5 m. Terdapat 14 petak percobaan sebagai kelompok, untuk 8 genotipe dan 4 varietas hibrida serta 2 variteas cek peka dan toleran kekeringan. Jarak antar perlakuan pada anak petak adalah 0.25 m, jarak antar petak utama 2.0 m dan jarak antar kelompok dibuat dengan lebar 5.0 m. Untuk menghindari pengaruh rembesan dari petakan percobaan lain, maka petakan perlakuan cekaman kekeringan dibuat jarak 5.0 m dengan petakan percobaan yang ada di sekitarnya yang disertai dengan pembuatan saluran drainase sebagai penghalang. Bibit hasil persemaian dipindahtanam transplanting setelah berumur 21 hari. Jarak tanam yang digunakan adalah 25 cm x 25 cm, bibit ditanam 1 bibit per lubang. Pemupukan dilakukan dengan Urea 300 kg, SP-36 100 kg, dan KCl 100 kg per hektar. Seluruh pupuk SP-36 dan KCl diberikan pada saat tanam, Urea diberikan tiga kali, masing-masing pada saat tanam, 4 minggu dan 7 minggu setelah tanam. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara optimal, sedangkan penyiangan dilakukan secara manual dengan menggunakan landak dan cara manual pada saat tanaman berumur tiga dan lima minggu setelah tanam. Untuk menjamin keseragaman waktu pemberian perlakuan cekaman kekeringan pada saat antesis, maka masing-masing varietasgenotipe ditanam berdasarkan periode waktu berbunga. Urutan penanaman yaitu genotipe BI599ABP5 dan Hipa 8, lima hari kemudian ditanam BI485ABP5, BI485ABP10, BI665ABP6, Maro dan IR64, dan setelah sembilan hari dari tanam pertama ditanam BI485ABP3, BI485ABP12, BI485ABP15, BI599ABP15, Hipa 6, Hipa 7 dan Limboto. Sistem pengairan berdasarkan perlakuan karakter sawah yang dicobakan. Pengaturan pengairan pada setiap petak dilakukan sesuai perlakuan. Pada perlakuan kontrol, air dipertahankan dalam kondisi optimal selama fase pertumbuhan hingga panen. Tinggi air pada petakan disesuaikan fase pertumbuhan tanaman. Perlakuan cekaman kekeringan dilakukan dengan menghentikan pengairan 4 minggu setelah tanam hingga 2 minggu setelah antesis untuk mengkondisikan cekaman kekeringan pada saat antesisawal pengisian biji. Petak percobaan yang mendapat perlakuan cekaman kekeringan dihindarkan dari pengaruh hujan selama periode pengeringan dengan membangun rumah plastik. Setelah periode pengeringan, naungan rumah plastik dibuka dan petakan tersebut dikondisikan seperti kontrol. Monitor kadar air tanah selama masa pengeringan tersebut menggunakan alat pengukur kadar air tanah soil moisture meters, TRIME-TDR, yang ditempatkan di tengah petakan percobaan. Peubah yang diamati adalah a karakter agronomi dan morfologi panjang akar, luas daun dan tinggi tanaman, bobot kering tajuk, bobot kering akar, nisbah bobot akar-tajuk, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah isi, persentase gabah hampa, bobot 1000 butir, bobot gabah per rumpun, indeks panen, umur berbunga 50, umur panen 85 menguning dan periode pengisian biji serta indeks penurunan rata-rata terhadap setiap peubah; b karakter fisiologi kerapatan stomata, kadar air relatif daun, kandungan klorofil dan kandungan karbohidrat nonstruktural; dan c peubah toleransi cekaman kekeringan yaitu indeks toleransi IT dan indeks kepekaan terhadap kekeringan ISK. Selain itu juga dilakukan pengamatan terhadap data curah hujan dan suhu sebagai data pendukung. Indeks toleransi IT dihitung dengan menggunakan formula: Keterangan: Ys = Hasil gabah genotipe padi yang tumbuh pada perlakuan cekaman kekeringan Yn = Hasil gabah genotipe padi yang tumbuh pada perlakuan tanpa cekaman kekeringan kontrol Kriteria untuk menentukan tingkat toleransi tanaman terhadap kekeringan adalah berdasarkan perbandingan nilai IT varietas cek Limboto. Indeks kepekaan terhadap kekeringan ISK dihitung berdasarkan formula yang telah dikembangkan oleh Fischer dan Maurer 1978 sebagai berikut: ISK=1-HcHk1-HcrHkr Keterangan: ISK = Indeks kepekaan genotipe tertentu Hc = Hasil gabah dari genotipe tertentu pada perlakuan cekaman kekeringan Hk = Hasil gabah dari genotipe tertentu pada perlakuan tanpa cekaman kekeringan kontrol Ys IT = --------- x 100 Yn Hcr = Rata-rata hasil gabah dari seluruh genotipe pada perlakuan cekaman kekeringan Hkr = Rata-rata hasil gabah dari seluruh genotipe pada perlakuan tanpa cekaman kekeringan kontrol Kriteria untuk menentukan tingkat toleransi tanaman terhadap kekeringan adalah berdasarkan perbandingan nilai ISK varietas cek Limboto. Pengamatan pada peubah fisiologi menggunakan 2 genotipe hibrida yaitu BI485BP3 kategori peka, BI599BP15 ketegori toleran dan 2 varietas cek yaitu IR64 kategori peka, Limboto kategori toleran serta Hipa 7 hibrida baru. Pengamatan dilakukan pada umur 8 minggu setelah tanam akhir perlakuan cekaman kekeringan. Kadar air relatif daun ditentukan dengan menimbang 0.5 g daun segar Bs. Daun direndam dalam air selama 4 jam, kemudian ditimbang berat basa daun Bb. Daun dikeringkan selama 24 jam pada suhu 85 Analisis karbohidrat total non struktural, dilakukan berdasarkan metode yang dimodifikasi dari Yoshida et al. 1976. Sebanyak 100 mg sampel yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge. Ke dalam sampel ditambahkan 2 ml air distilasi dan dipanaskan selama 15 menit dalam air C, kemudian ditentukan berat keringnya Bk Farooq et al. 2010. Kadar air relatif daun ditentukan berdasarkan persamaan: KAR = Bs-BkBb-Bk x 100. Analisis klorofil dilakukan berdasarkan metode Yoshida et al. 1976. Sebanyak ± 0.03 g daun sampel yang diambil dari daun ke satu, ke dua dan ke tiga, dihaluskan dengan mortar. Selama penghalusan daun sampel ditambahkan aseton 80 sebanyak 4 ml untuk menghindari pencoklatan pada sampel. Daun yang sudah halus dimasukkan ke dalam tabung reaksi selanjutnya disentrifuge 2 000 rpm selama dua menit. Supernatan diambil, lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi bersih. Endapan pada tabung reaksi ditambah aseton 80 sebanyak 4 ml, disentrifuge kembali, kemudian supernatan dicampurkan ke dalam tabung reaksi yang sudah terisi supernatan 4 ml. Supernatan sebanyak 8 ml dari hasil dua kali sentrifuge divortek selama beberapa menit, selanjutnya ditera 10 ml dengan penambahan aseton 80. Hasil peneraan dibaca menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang A645 dan A663. Kandungan klorofil ditentukan dengan menggunakan persamaan seperti disajikan pada Lampiran 5. mendidih. Selanjutnya didinginkan, setelah dingin ditambahkan 2 ml 9.2 N HClO 4 , kemudian didiamkan selama 15 menit sambil sekali-sekali diaduk. Setelah itu, ditepatkan menjadi 10 ml dan disentrifuge. Supernatan dimasukkan dalam tabung sentrifuge bersih. Pada residu ditambahkan kembali 2 ml 4.6 N HClO 4 , kemudian didiamkan selama 15 menit sambil sekali-kali diaduk. Selanjutnya ditepatkan menjadi 10 ml dan disentrifuge. Supernatan dari dua kali sentrifuge sebanyak 20 ml ditera menjadi 50 ml. Dipipet 100 μl ekstrak, kemudian ditambahkan H 2 O menjadi 2 ml. Selanjutnya ke dalam ekstrak ditambahkan 5 ml reagent Anthrone 0.1, kemudian divortek. Tabung reaksi dipanaskan dalam air mendidih selama 7.5 menit, kemudian didinginkan dalam bak yang berisi air es. Setelah itu ekstrak dibaca menggunakan spektofotometer pada 630 nm. Kandungan karbohidrat total glukosa ditentukan dengan menggunakan persamaan seperti disajikan pada Lampiran 5. Data hasil pengamatan kecuali data hasil pengamatan fisiologi dianalisis dengan sidik ragam uji F sesuai rancangan yang digunakan. Jika sidik ragam menunjukkan pengaruh nyata pada taraf 5 dilanjutkan dengan uji DMRT menggunakan fasilitas uji SAS 9.1. Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara peubah dari metode seleksi dini terhadap hasil. Sementara itu data hasil pengamatan peubah fisiologi dilakukan tabulasi dan data rata-rata hasil tabulasi ditampilkan dalam bentuk diagram. Hasil dan Pembahasan A. Karakter Agronomi dan Morfologi pada Kondisi Cekaman Kekeringan A.1. Pertumbuhan Genotipe Padi Hibrida pada Kondisi Cekaman Kekeringan Hasil analisis ragam menunjukkan interaksi cekaman kekeringan dan genotipe tidak berpengaruh nyata terhadap peubah tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, luas daun, umur berbunga 50 dan nisbah bobot akar tajuk. Interaksi kekeringan dan genotipe hanya berpengaruh nyata pada peubah panjang akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar, umur panen dan periode pengisian biji Lampiran 6. Akibat cekaman kekeringan di lahan sawah yang terjadi di akhir fase vegetatif hingga dua minggu setelah antesis menunjukkan bahwa peubah tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, luas daun, umur berbunga 50 dan nisbah bobot akar tajuk antar genotipe tidak berbeda nyata, yang secara umum mengalami penurunan relatif kecil yaitu berturut-turut masing-masing sebesar 15.1, 16.6 dan 9.8 persen Tabel 18. Tabel 18. Pengaruh cekaman kekeringan di lahan sawah terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan produktif dan luas daun Genotipe Tinggi tanaman cm Anakan poduktif Luas daun cm 2 Kontrol Cekaman kekeringan Kontrol Cekaman kekeringan Kontrol Cekaman kekeringan BI485ABP3 103.00 87.44 10.8 10.6 33.31 31.88 BI485ABP5 98.33 95.67 12.7 9.7 32.23 29.53 BI485ABP10 102.22 91.44 11.7 11.2 32.79 28.41 BI485ABP12 105.22 94.78 8.7 10.1 41.28 33.94 BI485ABP15 101.22 83.67 11.2 9.1 33.57 25.70 BI599ABP5 101.00 95.33 11.4 10.8 31.51 29.33 BI599ABP15 113.89 105.22 11.7 10.3 41.61 37.18 BI665ABP6 106.00 102.78 11.2 8.7 44.40 39.27 Maro 102.78 91.22 12.4 10.8 29.12 27.94 Hipa 6 94.89 80.78 14.1 9.8 31.24 26.85 Hipa 7 106.22 89.78 12.3 10.2 33.17 31.30 Hipa 8 132.78 114.78 11.0 7.0 55.63 52.28 IR64 96.00 87.11 16.2 12.3 29.47 27.06 Limboto 119.22 97.22 8.2 6.0 63.73 60.20 Rata-rata 105.91 94.09 x 11.7 y 9.8 x 38.08 y 34.35 x y Penurunan relatif 15.1 16.6 9.8 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang tidak sama pada masing-masing peubah berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05. Sementara itu cekaman kekeringan pada kadar air ± 60 kapasitas lapangan, mulai terjadi pada awal fase pengisian biji Gambar 8. Kadar air tanah pada kapasitas lapangan pF 2.54 yaitu 25.6 dan titik layu permanen pF 4.2 yaitu 15.5. Dengan demikian pada saat terjadi cekaman kekeringan pertumbuhan tanaman telah stabil, oleh karena itu penurunan pertumbuhan relatif kecil. Secara umum tinggi tanaman akibat cekaman kekeringan pada genotipe hibrida berkisar 83.67 – 105.22 cm dan varietas hibrida berkisar 80.78 - 114.78 cm, sedangkan varietas ceka Limboto dan IR-64 berturut-turut yaitu 97.22 dan 87.11 cm. Jumlah anakan produktif genotipe hibrida berkisar 8.7 – 11.2 anakan, dan varietas hibrida berkisar 7.0 – 10.8 anakan, sedangkan varietas cek Limboto dan IR-64 berturut-turut 6.0 dan 12.3 anakan. Sementara itu luas daun genotipe hibrida berkisar 25.70 – 39.27 cm 2 dan varietas hibrida berkisar 27.94 – 52.28 cm 2 , sedangkan varietas cek Limboto dan IR-64 berturut-turut 27.06 dan 60.20 cm 2 23.5 23.6 28.5 25.0 26.3 25.3 32.2 39.0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 4 5 6 7 8 9 10 11 Minggu setelah tanam K ada r a ir t ana h vol um e Tabel 18. Gambar 8 Perubahan kadar air tanah selama periode pengeringan pada kedalaman ± 16 cm Hal yang berbeda terjadi pada peubah panjang akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar, umur panen dan periode pengisian biji. Akibat perlakuan cekaman kekeringan antar genotipevarietas memberikan respon yang berbeda pada peubah panjang akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar, umur panen dan periode pengisian biji. Panjang akar antar genotipe berbeda nyata baik pada kondisi tanpa cekaman kekeringan kontrol maupun cekaman kekeringan. Panjang akar pada kondisi cekaman kekeringan lebih pendek dibandingkan dengan pada kontrol. Pada kondisi cekaman kekeringan genotipe BI485ABP10, BI485ABP12 dan BI599ABP5 serta varietas cek Limboto menghasilkan panjang akar yang lebih panjang yaitu berturut-turut masing-masing 19.44, 19.22 dan 19.22 cm serta 19.22 cm, berbeda nyata dengan genotipe BI485ABP5, varietas cek IR64 dan Hipa 6 Tabel 19. Berdasarkan nilai penurunan relatif, semua genotipe yang diuji menunjukkan penurunan panjang akar yang relatif kecil berkisar antara 1.7 – 27.6 persen bila dibandingkan dengan varietas cek IR64 mencapai 33.6 persen kecuali genotipe BI665ABP6, yang mengalami penurunan panjang akar 33.7 persen. Fenomena penghambatan pemanjangan akar pada kondisi cekaman kekeringan bila dibandingkan dengan tanpa cekaman kekeringan diduga berhubungan dengan perubahan sifat fisik tanah sawah, setelah mengalami kekeringan. Pembajakan dan pelumpuran tanah menyebabkan banyaknya butir tanah halus yang akan meningkatkan pori mikro dan pembentukan lapisan tapak bajak yang kedap air. Tabel 19 Pengaruh cekaman kekeringan di lahan sawah dan genotipe terhadap panjang akar saat panen Genotipe Panjang akar cm Kontrol Cekaman Kekeringan Penurunan relatif BI485ABP3 23.78 18.44 bcde 22.4 h BI485ABP5 23.33 16.89 cdef 27.6 i BI485ABP10 22.78 19.44 cdefg 14.6 fgh BI485ABP12 25.00 19.22 abcd 23.1 gh BI485ABP15 21.89 18.22 defgh 17.8 h BI599ABP5 19.56 19.22 fghi 1.7 gh BI599ABP15 25.56 18.67 abcd 27.0 h BI665ABP6 28.33 18.78 a 33.7 h Maro 20.33 17.89 efghi 12.0 hi Hipa 6 20.11 16.33 efghi 18.8 i Hipa 7 23.67 17.89 bcde 24.4 hi Hipa 8 26.67 18.11 abc 32.1 h IR64 24.44 16.22 bcd 33.6 i Limboto 27.33 19.22 ab 29.7 gh Rata-rata 23.77 18.17 x 23.6 y Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05. Perubahan sifat fisik tanah sawah akibat pembentukan padas akan menghambat drainase dan dalamnya akar tanaman tetapi tidak menghambat akar ke samping, sehingga pada perlakuan kontrol masih terjadi pemanjangan akar secara horisontal Darmawijaya 1997. Perubahan sifat fisik tanah tersebut, jika mengalami kekeringan menyebabkan tanah sawah membentuk struktur tanah yang kompak dan keras sehingga menghambat pertumbuhan akar baik secara vertikal maupun horisontal, akibatnya rata-rata panjang akar genotipe padi hibrida pada kondisi kekeringan tidak lebih panjang dari kontrol. Beberapa hasil penelitian di lahan sawah Gowda et al. 2011 menunjukkan bahwa 69 - 94 akar terdapat pada kedalaman 10 cm dan sangat sedikit akar ditemukan 30 cm. Penetrasi akar ke dalam secara vertikal dapat membantu padi menghindari cekaman kekeringan, meskipun demikian penetrasi akar dibatasi oleh kehadiran hardpan. Hardpan yang berkembang dari pelumpuran dapat memperbaiki kapasitas retensi air tanah Sharma dan De Datta 1985, tetapi menghalangi penetrasi akar untuk mencapai kelembaban pada zona yang lebih dalam setelah tanah mengalami kekeringan Babu et al. 2001; Clark et al. 2002; Samson et al. 2002. Gowda et al. 2011 melaporkan bahwa pada kondisi genangan dan macak-macak, resistensi penetrasi akar pada kedalaman 10 cm masing-masing sebesar 0.64 MPa dan 1.70 MPa. Selanjutnya dilaporkan bahwa pada kekuatan tanah 0.50 – 2.00 MPa, penetrasi akar menurun 50 persen dan sangat menurun pada 3.00 MPa dan 3.00 MPa Bengough dan Mullins 1990. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa panjang akar varietas cek Limboto pada kondisi cekaman kekeringan memiliki akar yang lebih panjang, tetapi berdasarkan nilai penurunan relatif panjang akar dapat mencapai 29.7 persen, namun masih lebih rendah dibanding IR64 Tabel 19. Gowda 2011 menyatakan bahwa terdapat variasi genetik pada kedalaman akar, kultivar padi gogo cenderung memiliki akar dalam dibanding kultivar padi sawah. Hal yang sama dinyatakan oleh Yu et al. 1995 bahwa secara umum kultivar padi gogo memiliki kemampuan penetrasi yang baik dibandingkan dengan kultivar padi sawah. Lafitte et al. 2006 melaporkan bahwa penurunan panjang akar genotipe padi sawah IR2266 lebih besar bila dibandingkan dengan genotipe padi gogo CT9993, yang lebih beradaptasi pada kondisi kekurangan air di lahan sawah tadah hujan. Lebih lanjut Lafitte et al. 2006 melaporkan bahwa cekaman kekeringan dapat menurunkan hasil gabah padi sawah sebesar 75 persen. Masle 1992 menyatakan bahwa pengaruh hardpan pada perkembangan akar menyebabkan terjadinya perubahan secara fisiologi dan morfologi pada pertumbuhan termasuk penurunan laju transpirasi dan penambahan luas daun dan akhirnya penurunan pada akumulasi bahan kering. Bobot kering tajuk dan akar tanaman juga menurun akibat cekaman kekeringan, kecuali bobot kering tajuk varietas cek Limboto tidak berbeda nyata antara kontrol dan cekaman kekeringan. Pada kondisi cekaman kekeringan, bobot kering tajuk antar genotipe tidak berbeda nyata. Genotipe BI665ABP6 menghasilkan bobot kering tajuk tertinggi, kemudian diikuti varietas cek Limboto dan genotipevarietas cek lainnya Tabel 20. Penurunan bobot kering tajuk pada kondisi cekaman kekeringan berdasarkan nilai penurunan relatif berkisar antara 26.9 persen sampai dengan 63.7 persen. Varietas cek Limboto dan genotipe BI485ABP12 akibat cekaman kekeringan mengalami penurunan bobot kering tajuk kurang dari 30 persen. Tabel 20 Pengaruh cekaman kekeringan di lahan sawah dan genotipe terhadap bobot kering tajuk saat panen Genotipe Bobot kering tajuk g Kontrol Cekaman Kekeringan Penurunan relatif BI485ABP3 40.42 25.66 cdef 36.5 hij BI485ABP5 46.43 21.03 bcde 54.7 ij BI485ABP10 37.75 22.87 efg 39.4 ij BI485ABP12 32.04 22.44 fgh 29.9 ij BI485ABP15 38.55 23.08 defg 40.1 ij BI599ABP5 37.19 23.15 efgh 37.8 ij BI599ABP15 51.65 27.08 bc 47.6 ghij BI665ABP6 53.42 37.30 b 30.2 efgh Maro 39.62 22.57 def 43.0 ij Hipa 6 52.31 18.99 b 63.7 j Hipa 7 48.66 23.28 bcde 52.2 ij Hipa 8 64.59 25.20 a 61.0 ij IR64 50.27 21.68 bcd 56.9 ij Limboto 42.08 30.75 bcdef 26.9 fghij Rata-rata 45.35 24.65 x 45.6 y Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05. Penurunan bobot kering tajuk berkaitan dengan penurunan luas daun, sebagai upaya untuk menghindari cekaman kekeringan. Sinclair dan Muchow 2001 menyatakan bahwa ukuran daun yang lebih kecil menyebabkan daun kehilangan kesempatan untuk intersepsi radiasi matahari lebih banyak, mengakibatkan produksi bahan kering menurun. Pola pengaruh cekaman kekeringan terhadap bobot kering tajuk, sama halnya dengan pada bobot kering akar. Penurunan bobot kering akar akibat cekaman kekeringan berdasarkan nilai penurunan relatif cukup besar yaitu antara 33.4 persen sampai dengan 69.3 persen. Gowda et al. 2011 menyatakan bahwa pengaruh cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan akar mungkin berbeda sebab masa akar dan panjang akar dapat menunjukkan tren yang berlawanan khususnya ketika diameter akar menurun karena kekeringan menyebabkan akar lebih panjang tetapi masa akar berkurang. Hal ini berimplikasi pada besarnya penurunan bobot kering akar Tabel 21. Tabel 21 Pengaruh cekaman kekeringan di lahan sawah dan genotipe terhadap bobot kering akar saat panen Genotipe Bobot kering akar g Kontrol Cekaman Kekeringan Penurunan relatif BI485ABP3 2.38 1.56 bcde 34.5 fgh BI485ABP5 2.38 1.37 bcde 42.5 fgh BI485ABP10 2.37 1.19 bcde 49.6 gh BI485ABP12 1.82 1.00 defg 45.1 h BI485ABP15 2.32 1.54 bcde 33.4 fgh BI599ABP5 2.09 1.29 cdef 38.1 gh BI599ABP15 2.63 1.53 bc 41.8 fgh BI665ABP6 2.73 1.75 bc 35.9 efgh Maro 2.41 1.23 bcde 49.0 gh Hipa 6 2.75 0.99 bc 64.0 h Hipa 7 2.54 1.20 bcd 53.0 gh Hipa 8 3.49 1.07 a 69.3 gh IR64 2.96 1.16 ab 60.8 gh Limboto 2.75 1.53 bc 44.4 fgh Rata-rata 2.54 1.32 x 48.0 y Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05. Penurunan bobot kering tajuk yang diikuti penurunan bobot kering akar pada kondisi cekaman kekeringan menyebabkan peningkatan nisbah bobot kering akar tajuk NAT relatif kecil pada beberapa genotipe yang diduga toleran kekeringan seperti genotipe BI485ABP5, BI485ABP15 dan BI599ABP15. Nisbah bobot akar tajuk juga bervariasi antar sistem budidaya. Pada kondisi lahan kering nisbah bobot akar tajuk meningkat Price et al. 2002, dibandingkan dengan nisbah akar-tajuk pada kondisi lahan sawah Azhiri-Sigari et al. 2000; Banoc et al. 2000. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa cekaman kekeringan menyebabkan peningkatan nisbah bobot akar tajuk dan pertumbuhan panjang akar, tetapi kondisi kekeringan yang sangat parah dan kehadiran hardpan telah mengurangi partisi asimilat ke akar Gowda et al. 2011. Pengamatan yang dilakukan pada saat tanaman berbunga menunjukkan bahwa umur berbunga 50 persen tidak berbeda nyata antar genotipe akibat perlakuan kekeringan di lahan sawah, tetapi umur panen antar genotipe berbeda nyata Tabel 22. Hal ini berkaitan dengan cekaman kekeringan mulai terjadi pada akhir fase vegetatif hingga dua minggu setelah antesis Gambar 8. Tabel 22 Pengaruh cekaman kekeringan di lahan sawah dan genotipe terhadap umur panen dan periode pengisian biji Genotipe Umur berbunga hari Umur panen hari Periode pengisian biji hari Kontrol Cekaman kekeringan Kontrol Cekaman kekeringan Kontrol Cekaman kekeringan BI485ABP3 82.0 82.0 109.7 110.0 fg 27.7 efg 28.0 bcde bcde BI485ABP5 80.7 80.0 110.3 109.0 efg 29.7 gh 29.0 ab BI485ABP10 abc 81.3 80.3 106.0 106.7 jkl 24.7 ijk 26.3 fghi BI485ABP12 defg 80.3 78.3 104.7 99.7 lm 24.3 n 21.3 ghij BI485ABP15 k 80.0 78.7 108.0 104.3 hi 28.0 m 25.7 bcde BI599ABP5 efgh 81.7 82.0 111.3 111.0 de 29.7 def 29.0 ab BI599ABP15 abc 82.3 81.7 109.7 104.7 fg 27.3 lm 23.0 bcde BI665ABP6 ijk 89.0 87.0 115.3 114.3 c 26.3 c 27.3 defg Maro bcde 81.3 79.7 109.3 105.3 gh 28.0 klm 25.7 bcde Hipa 6 efgh 88.0 86.7 112.0 110.3 d 24.0 efg 23.7 ghij Hipa 7 hijk 85.7 83.0 110.3 110.0 efg 24.7 efg 27.0 fghi Hipa 8 cdef 91.0 91.3 118.0 119.7 ab 27.0 a 28.3 cdef IR64 bcd 86.3 84.3 111.0 115.3 def 24.7 c 31.0 fghi Limboto a 85.3 84.7 107.3 106.7 ij 22.0 ijk 22.0 jk Rata-rata jk 83.9 82.8 x 110.2 y 109.1 x 26.3 y 26.2 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada masing-masing peubah tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05. Pada perlakuan cekaman kekeringan, beberapa genotipe lebih mempercepat umur panen atau memperpendek periode pengisian biji Tabel 22. Genotipe BI485ABP12, BI485ABP15 dan BI599ABP15 serta Maro akibat cekaman kekeringan mempercepat hari kematangan gabahumur panen 4 hingga 5 hari dibanding kontrol. Periode pengisian biji pada genotipe tersebut juga menjadi lebih pendek yaitu berturut-turut masing-masing 21.3, 25.7 dan 23.0 hari dibanding varietas cek IR64, yang mencapai 31.0 hari Tabel 22. Yang et al. 2003 melaporkan bahwa defisit air selama pengisian biji pada padi, dapat menginduksi senesen lebih awal, penurunan fotosintesis, meningkatnya remobilisasi cadangan C pra-simpan dari batang ke biji dan memperpendek periode waktu pengisian biji. Periode aktif pengisian biji dapat dipersingkat 5-6 hari pada kondisi cekaman kekeringan moderat dan 12-17 hari pada kondisi cekaman kekeringan parah dibanding dengan tanpa cekaman kekeringan. A.2. Komponen Hasil dan Hasil Padi Hibrida pada Kondisi Cekaman Kekeringan Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi cekaman kekeringan dan genotipe tidak berpengaruh nyata terhadap peubah panjang malai, jumlah gabah isi per malai dan bobot 1 000 butir. Interaksi cekaman kekeringan dan genotipe hanya berpengaruh nyata pada persentase gabah hampa, bobot gabah per rumpun, hasil gabah per hektar dan indeks panen Lampiran 6. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan respon antar genotipe akibat cekaman kekeringan pada peubah persentase gabah hampa, bobot gabah per rumpun, hasil gabah per hektar dan indeks panen. Tabel 23. Pengaruh cekaman kekeringan di lahan sawah terhadap panjang malai, jumlah gabah isi dan bobot 1 000 butir Genotipe Panjang malai cm Jumlah gabah isi butir Bobot 1 000 butir g Kontrol Cekaman kekeringan Kontrol Cekaman kekeringan Kontrol Cekaman kekeringan BI485ABP3 25.99 23.66 79.8 36.4 25.22 22.11 BI485ABP5 26.48 24.39 69.4 40.3 26.71 22.72 BI485ABP10 26.99 24.04 93.7 53.4 26.04 22.83 BI485ABP12 27.83 25.09 115.8 88.9 24.98 23.54 BI485ABP15 26.55 23.59 89.6 69.1 26.45 22.66 BI599ABP5 26.60 26.88 81.5 54.6 26.42 22.47 BI599ABP15 28.63 26.50 97.8 84.0 27.04 22.90 BI665ABP6 27.39 25.68 66.5 33.4 24.03 22.04 Maro 27.45 25.18 84.7 42.3 24.65 21.75 Hipa 6 26.42 24.14 100.1 53.6 20.60 19.38 Hipa 7 27.76 25.05 89.9 67.9 22.25 21.45 Hipa 8 29.54 26.46 91.2 47.6 23.10 21.44 IR64 25.39 23.09 66.1 35.0 25.73 21.82 Limboto 28.59 25.71 105.4 78.7 25.91 24.10 Rata-rata 27.26 24.96 x 88.0 y 56.1 x 24.94 y 22.23 x y Keterangan: Angka rata-rata yang diikuti huruf yang tidak sama pada masing-masing peubah berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05. Akibat perlakuan cekaman kekeringan di lahan sawah yang terjadi pada akhir fase vegetatif hingga dua minggu setelah antesis, antar genotipe secara umum menghasikan panjang malai, jumlah gabah isi dan bobot gabah 1 000 butir yang relatif sama, akan tetapi pada peubah jumlah gabah isi cenderung tinggi pada genotipe BI485ABP12, BI485ABP15, BI599ABP15, Limboto dan Hipa 7 dibanding dengan IR64. Jumlah gabah isi genotipe BI485ABP12, BI485ABP15, BI599ABP15, Limboto dan Hipa 7 yaitu berturut-turut sebesar 88.9, 69.1, 84.0, 78.7 dan 67.9 butir, sedangkan IR64 hanya 35.0 butir Tabel 23. Hal ini berimplikasi pada rendahnya persentase gabah hampa genotipevarietas tersebut. Pada perlakuan cekaman kekeringan genotipe BI485ABP12, BI599ABP15, BI485ABP15 dan BI485ABP10 menghasilkan persentase gabah hampa terrendah yang tidak berbeda nyata dengan varietas cek Limboto dan Hipa7 yaitu berturut-turut sebesar 41.2, 46.9, 48.1 dan 54.0 persen serta 48.3 dan 54.4 persen Tabel 24. Hal ini berimplikasi pada tingginya bobot gabah per rumpun genotipe BI485ABP12 yaitu sebesar 17.60 g yang tidak berbeda nyata dengan genotipe BI485ABP10, BI485ABP15, BI599ABP15 dan varietas Hipa 7 serta Limboto yaitu berturut-turut sebesar 12.40, 16.78, 17.02, 12.72 dan 17.06 g Tabel 24. Daya hasil BI485ABP12 adalah 2.82 ton ha -1 yang tidak berbeda nyata dengan genotipe BI485ABP10, BI485ABP15, BI599ABP15 yaitu berturut-turut sebesar 1.98, 2.58, 2.72, 2.04 dan 2.73 ton ha -1 , sedangkan IR64 hanya menghasilkan gabah 1.42 ton ha -1 Tabel 25. Hasil genotipe hibrida tersebut erat kaitannya dengan meningkatnya remobilisasi cadangan asimilat dari daun dan batang ke biji pada kondisi defisit air. Yang et al. 2003 menyatakan bahwa kondisi defisit air, selama pengisian biji dapat meningkatkan remobilisasi C dan pengisian biji pada padi hibrida yang dihasilkan dari sistem tiga galur. Genotipe BI485ABP12, BI485ABP15 dan BI599ABP15 akibat perlakuan cekaman kekeringan menurunkan bobot gabah per rumpun yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan varietas IR64, tetapi relatif sama dengan varietas Limboto dan Hipa 7. Penurunan relatif bobot gabah per rumpun pada genotipe BI485ABP12, BI485ABP15, BI599ABP15, varietas Limboto dan Hipa 7 berturut-turut hanya sebesar 9.5, 16.1, 15.6, 14.1 dan 23.7 persen, sedangkan IR64 menurun sebesar 52.7 persen Tabel 24. Tabel 24 Pengaruh cekaman kekeringan di lahan sawah dan genotipe terhadap persentase gabah hampa dan bobot gabah per rumpun Genotipe Persentase gabah hampa Bobot gabah g rumpun -1 Penurunan relatif Kontrol Cekaman kekeringan Kontrol Cekaman kekeringan BI485ABP3 60.3 73.9 cdefgh 16.40 ab 7.14 abcde 56.5 hi BI485ABP5 56.5 63.8 defghi 14.10 bcdef 9.35 bcdef 33.7 fghi BI485ABP10 44.7 54.0 ij 20.27 efghij 12.40 a 38.8 defgh BI485ABP12 48.0 41.2 hij 19.45 j 17.60 abc 9.5 abcd BI485ABP15 50.0 48.1 ghij 20.01 hij 16.78 a 16.1 abcde BI599ABP5 48.0 63.5 hij 15.97 bcdef 11.42 abcde 28.5 efghi BI599ABP15 55.2 46.9 efghi 20.17 hij 17.02 a 15.6 abcd BI665ABP6 68.5 79.9 abcd 12.03 a 6.85 defghi 43.1 i Maro 50.4 68.7 fghij 19.59 abcd 9.21 ab 53.0 fghi Hipa 6 51.4 63.0 fghij 16.63 bcdefg 11.36 abcde 31.7 efghi Hipa 7 54.0 54.4 efghij 16.68 efghij 12.72 abcde 23.7 defg Hipa 8 63.2 70.6 bcdefg 13.88 abc 7.74 cdef 44.3 ghi IR64 48.7 66.3 hij 18.72 abcd 8.85 abc 52.7 fghi Limboto 48.5 48.3 hij 19.85 hij 17.06 a 14.1 abcd Rata-rata 53.4 60.2 y 17.41 x 11.82 x 32.1 y Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada masing-masing peubah tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05. Villa et al. 2011 melaporkan bahwa secara umum hasil biji padi hibrida lebih tinggi dibanding dengan padi inbrida pada berbagai kondisi lingkungan. Pada lahan sawah yang tercekam kekeringan, padi hibrida yang berbunga lebih awal umumnya produksinya tinggi. Hal yang sama juga telah dilaporkan oleh Lafitte dan Courtois 2002 bahwa produksi pada kondisi cekaman kekeringan secara konsisten lebih tinggi pada kultivar yang matang lebih awal. Kumar et al. 2006 menyatakan bahwa pada kondisi cekaman kekeringan pada padi, bahan kering diredistribusi dari daun dan batang, berkontribusi secara nyata pada hasil biji kultivar NSG-19 dan Sabita yang matang lebih awal. Selanjutnya Lafarge et al. 2009 menyatakan bahwa tingginya hasil hibrida, akibat laju pertumbuhan batang yang tinggi dan partisi asimilat yang baik diantara organ-organ tanaman. Tabel 25 Pengaruh cekaman kekeringan di lahan sawah dan genotipe terhadap hasil gabah per hektar, indeks panen, indeks toleransi kekeringan dan indeks kepekaan kekeringan Genotipe Hasil gabah ton ha -1 Indeks panen IP Indeks toleransi kekeringan Indeks kepekaan kekeringan Kontrol Cekaman kekeringan Kontrol Cekaman kekeringan BI485ABP3 2.67 1.14 abcde 0.38 hi 0.26 fghij 43.5 ijk 1.76 BI485ABP5 2.26 1.50 bcdef 0.31 fghi 0.43 hijk 66.3 cdefghi 1.05 BI485ABP10 3.24 1.98 a 0.51 defgh 0.52 cdefg 61.2 cdef 1.21 BI485ABP12 3.11 2.82 abc 0.58 abcd 0.76 bcd 90.5 a 0.30 BI485ABP15 3.20 2.58 a 0.49 abcde 0.70 cdefg 83.9 ab 0.50 BI599ABP5 2.55 1.83 abcde 0.41 efghi 0.47 defghi 71.6 cdefgh 0.89 BI599ABP15 3.23 2.72 a 0.38 abcd 0.60 fghij 84.4 bc 0.49 BI665ABP6 1.93 1.10 defghi 0.22 i 0.17 jk 56.9 k 1.34 Maro 3.14 1.47 ab 0.46 fghi 0.40 cdefgh 47.0 defghi 1.65 Hipa 6 2.66 1.88 abcde 0.33 efghi 0.56 ghijk 68.4 bcde 0.99 Hipa 7 2.67 2.04 abcde 0.33 defg 0.49 ghijk 76.3 cdefg 0.74 Hipa 8 2.22 1.24 cdef 0.21 ghi 0.30 jk 55.7 hijk 1.38 IR64 3.00 1.42 abc 0.35 fghi 0.40 fghij 47.3 efghi 1.64 Limboto 3.18 2.73 a 0.45 abcd 0.53 cdefgh 86.0 cdef 0.44 Rata-rata 2.79 1.89 x 0.38 y 0.46 y x Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada masing-masing peubah tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05. Persentase gabah hampa yang tinggi pada beberapa genotipe akibat perlakuan cekaman kekeringan Tabel 24 berimplikasi pada indeks panen yang rendah Tabel 25. Indeks panen pada perlakuan cekaman kekeringan berbeda nyata antar genotipe. Genotipe BI485ABP12 menghasilkan indeks panen tertinggi yaitu 0.76, kemudian diikuti genotipe BI485ABP15 dan BI599ABP15 dengan nilai indeks panen masing-masing 0.70 dan 0.60. Villa et al. 2011 melaporkan bahwa indeks panen padi hibrida nyata lebih tinggi dibandingkan dengan padi inbrida baik pada kondisi cekaman kekeringan maupun tanpa cekaman kekeringan. Yang et al. 2003 menyatakan bahwa tingginya indeks panen karena meningkatnya remobilisasi asimilat akibat defisit air. Defisit air menyebabkan laju pengisian biji meningkat dan periode waktu pengisian biji memendek. Rata-rata laju pengisian biji pada tanaman yang mengalami kekeringan moderat dan kekeringan parah, telah meningkat 22 dan 48 pada percobaan pot dan 19 dan 38 pada percobaan lapangan, dibandingkan dengan kondisi tanpa cekaman kekeringan. Kumar et al. 2009 menyatakan bahwa penurunan biomasa tanaman genotipe peka akibat cekaman kekeringan akan berdampak pada penurunan hasil padi, sehingga biomasa dan indeks panen yang tinggi dapat digunakan sebagai kriteria seleksi untuk mendapatkan genotipe toleran kekeringan. Hasil gabah dan indeks panen yang tinggi pada genotipe BI485ABP12, BI485ABP15, BI599ABP15 menyebabkan nilai indeks toleransi relatif tinggi dan indeks kepekaan terhadap kekeringan yang relatif rendah pada genotipe tersebut Tabel 25. Berdasarkan nilai indeks toleransi yang relatif tinggi yaitu lebih dari 80 persen dengan persentase penurunan hasil gabah per rumpun kurang dari 20 persen dan indeks kepekaan terhadap kekeringan kurang dari 0.5 atau nilai-nilai dari peubah toleransi terhadap cekaman kekeringan yang relatif sama dengan varietas cek Limboto maka genotipe BI485ABP12, BI485ABP15 dan BI599ABP15 termasuk kategori toleran kekeringan.

B. Karakter Fisiologi Genotipe Hibrida pada Kondisi Cekaman Kekeringan

Tanaman dalam menghadapi kondisi cekaman kekeringan akan memberikan respon perubahan morfologi dan serangkaian proses fisiologi yang bermuara pada toleransi terhadap cekaman kekeringan. Perubahan pada proses fisiologi akibat perlakuan cekaman kekeringan berupa terhambatnya proses pembelahan sel, sintesis protein, fotosintesis termasuk perubahan partisi dan akumulasi karbohidrat Mitra 2001; Altman 2003; Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa genotipe BI599ABP15 yang termasuk genotipe toleran kekeringan, baik berdasarkan metode pengujian dengan PEG 6000 maupun perlakuan cekaman kekeringan di pot, menghasilkan tingkat kerapatan stomata yang rendah dan tetap mempertahankan status air daun relatif tetap tinggi Gambar 9 dan 10 akibat perlakuan cekaman kekeringan di lahan sawah. Tingkat kerapatan stomata yang rendah diduga dapat meningkatkan toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan, karena efisiensi stomata mengontrol pengurangan kehilangan air. Shinozaki dan Yamaguchi-Shinozaki 2007 menyatakan bahwa salah satu respon tanaman terhadap kondisi defisit air Pieters dan Souki 2005 dan perubahan konduktansi stomata serta kadar air relatif daun Zulkarnain et al. 2009. B.1. Kerapatan Stomata dan Kadar Air Relatif Daun adalah berkurangnya kerapatan stomata. Selain itu, Kumar et al. 2006 melaporkan bahwa meningkatnya produksi bahan kering pada kondisi kekeringan terkait dengan pemeliharaan kadar air relatif daun yang tinggi pada pembungaan. Pengurangan bahan kering pada IR-20 pada cekaman kekeringan, karena terjadi pengurangan kadar air relatif daun. 200 400 600 800 1000 BI4 85 A BP 3 BI4 85 A BP 15 BI5 99 A BP 15 IR6 4 Lim bo to H ip a 7 K er apa ta n s tom at a mm -2 Pengairan normal Cekaman kekeringan Gambar 9 Pengaruh cekaman kekeringan di lahan sawah terhadap kerapatan stomata Jongdee et al. 2002 menyatakan bahwa kemampuan memelihara status potensial air daun selama cekaman kekeringan nampaknya penting untuk stabilitas produksi pada lingkungan yang mengalami kekeringan. Venuprasad et al. 2011 melaporkan bahwa pemberian cekaman kekeringan yang lama yaitu 78 – 97 hari setelah tanam pada galur-galur padi Near Isogenic NILs menunjukkan terjadinya penurunan kadar air relatif daun. Penurunan kadar air relatif daun NILs peka menunjukkan kecenderungan penurunan yang tinggi dibanding NILs toleran, walaupun perbedaan ini tidak nyata secara statistik. Pada 97 hari setelah tanam kadar air relatif nyata lebih tinggi pada galur toleran dibanding galur peka IR77298-14-1-2-B. Sama dengan hasil penelitian ini, penelitian pada tanaman kacang tunggak menunjukkan kultivar toleran dapat mempertahankan kadar air relatif daun lebih tinggi dibandingkan dengan kultivar peka kekeringan Gunes et al. 2008; Jain dan Chattopadhyay 2010.