PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU UNTUK MEMPERLANCAR PROSES PRODUKSI PADA PERUSAHAAN UD. GETUK PISANG “ATIK” DI KABUPATEN JOMBANG”

(1)

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU UNTUK MEMPERLANCAR PROSES PRODUKSI PADA PERUSAHAAN

UD. GETUK PISANG “ATIK” DI KABUPATEN JOMBANG”

SKRIPSI

Oleh:

NAMA : ANOM ADI WIBOWO NIM : 07.610.224

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2012


(2)

(3)

(4)

(5)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dengan mengucap syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat serta hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Skripsi yang berjudul “PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU UNTUK MEMPERLANCAR PROSES PRODUKSI PADA PERUSAHAAN UD. UD. GETUK PISANG “ATIK” DI KABUPATEN JOMBANG ” disusun untuk memenuhi serta melengkapi syarat memperoleh gelar Kesarjanaan di bidang Ekonomi, program studi Manajemen pada Universitas Muhammadiyah Malang.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis berusaha memberi sebaik mungkin namun demikian, penulis menyadari akan kemampuan dan keterbatasan pengetahuan serta pengalaman penulis. Sehingga masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, maka dari itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan skripsi ini. Skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Dr. H. Nazaruddin Malik, SE, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang.


(6)

kesabaran telah memberikan bimbingan serta petunjuk hingga selesainya penulisan skripsi ini.

4. Dra. Hj.Triningsih Sri Supriati, M.P selaku Dosen Pembimbing II yang telah sudi meluangkan waktuya untuk mengoreksi serta memberikan petunjuk yang sangat bermanfaat guna penyusunan skripsi ini.

5. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini baik materiil maupun spirituil. Akhirnya segala amal baik yang telah mereka berikan kepada penulis semoga mendapat balasan dari Allah SWT. dan penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Malang, Oktober 2012


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

KARTU KENDALI KONSULTASI ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 4

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 4

1. Tujuan Penelitian ... 4

2. Kegunaan Penelitian ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Penelitian Terdahulu ... 6

2. Lima Keputusan Operasional ... 6

3. Pengertian Persediaan ... 8

4. Jenis-Jenis Persediaan ... 10

5. Tujuan Persediaan ... 11

6. Pengertian Bahan Baku ... 12

7. Pengawasan Persediaan ... 16

8. Metode-Metode Pengendalian Persediaan ... 17

a. Materials Requirements Planning (MRP) ... 17

b. Just In Time (JIT) ... 19

c. Economic Order Quality (EOQ) ... 27

9. Pengendalian Persediaan Dengan Menggunakan Metode Economic Order Quality (EOQ) ... 27

a. Asumsi-Asumsi Penerapan Model EOQ ... 28

b. Kelebihan EOQ ... 29

c. Kelemahan EOQ ... 29

10.Kerangka Pikir ... 33

BAB III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian ... 34


(8)

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum ... 37

1. Sejarah Singkat Perusahaan ... 37

2. Struktur Organisasi ... 38

3. Produksi dan bahan yang digunakan ... 40

4. Hasil Produksi ... 41

5. Supliyer bahan baku……… ... ...42

B. Analisis Data ... 42

1. Pembelian Bahan Baku ... 43

2. Pemakaian Bahan Baku... 44

3. Harga Bahan Baku ... 45

4. Biaya Pemesanan Bahan Baku ... 45

5. Biaya Penyimpanan Bahan Baku ... 46

6. Penentuan Persediaan Bahan Baku Perusahaan ... 46

C. Pembahasan ... 47

1. Menganalisis Data Pembelian dan Pemakaian Bahan Baku ... 47

2. Menganalisis Biaya Perediaan Bahan Baku Untuk Tahun 2012 Apabila Perusahaan Mempertahankan Kebijakan Pembelian Bahan Baku Yang sekarang ... 48

3. Menganalisis Biaya Persediaan Bahan Baku Apabila Perusahaan Menerapkan just in time (JIT) ... 49

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 52

B. Saran ... 52


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian ... 33 Gambar 4.1 Struktur Organisasi UD. Getuk Pisang “Atik” di Kabupaten

Jombang ... 38 Gambar 4.2 Proses Produksi ... 40


(10)

Tabel 2.1 perbedaan JIT dan tradisonal ... 22

Tabel 4.1 Target dan Realisasi Hasil Produksi Pada UD. Getuk Pisang “Atik” di Kabupaten Jombang Tahun 2009-2012 ... 41

Tabel 4.2 Pembelian Bahan Baku Pisang Tahun 2009-2012 ... 43

Tabel 4.3 Data Pemakaian Bahan Baku Pisang Tahun 2009-2012 ... 44

Tabel 4.4 Harga Beli Bahan Baku Pisang Tahun 2009-2012 ... 45

Tabel 4.5 Biaya Pemesanan Bahan Baku Pisang memakai kebijakan sekarang ... 45

Tabel 4.6 Biaya Pemesanan Bahan Baku Pisang memakai JIT ... 46


(11)

DAFTAR PUSTAKA

Aditya, 2010, Pengadaan bahan baku yang ekonomis dengan menerapkan metode Economic Order Quantity (EOQ) Pada Perusahaan Rokok HF. Prima Malang, Skripsi Universitas Muhammadiyah Malang, Tidak Dipublikasikan.

Assauri Sofyan, 1999, Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi Revisi, Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta.

Carter Usry, 2004, Akuntansi Biaya, Edisi Ketigabelas, Buku Satu, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Handoko Hani, 1995, Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi Pertama, Penerbit BPFE, Yogyakarta.

Maulana Agus, 1992, Sistem Pengendalian Manajemen, Jilid Pertama, Edisi VI, Penerbit Binarupa Aksara.

Pardede, M. Pontas. 2005. Manajemen Operasi dan Produksi. Andi, Yogyakarta.

Rangkuti Fredy, 1995, Manajemen Persediaan Aplikasi di Bidang Bisnis, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sumayang, Lalu. 2003. Dasar – dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Salemba Empat, Jakarta.

Supriyono, 1994, Akuntansi Biaya dan Akuntansi Manajemen Untuk Teknologi Maju dan Globalisasi, Penerbit BPFE, Yogyakarta.

Syamsuddin Lukman, 2007, Manajemen Keuangan Perusahaan, Edisi Baru, Cetakan kesembilan, Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Tjiptono Fandy dan Diana, 1995, Total Quality Management (TQM), Edisi Pertama, Penerbit Andi Offset Yogyakarta.

Yamit Zulian, 1998, Manajemen Produksi dan Operasi, Penerbit Ekonisia, Yogyakarta.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Perkembangan dunia usaha pada industri saat ini telah memperlihatkan kemajuan yang sangat pesat. Hal ini terjadi seiring dengan perkembangan teknologi, ilmu pengetahuan, dan informasi yang selalu mengalami perubahan. Tidak semua perusahaan dapat mengikuti perkembangan dan perubahan tersebut. Bagi perusahaan yang tidak bisa mengikuti perkembangan dan perubahan tersebut, maka perusahaan tidak akan bisa bertahan dan akhirnya gulung tikar. Hanya perusahaan yang mampu melihat perubahan inilah yang mampu bertahan dan terus bisa mengembangkan usahanya.

Dengan adanya perkembangan dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam dunia usaha, maka akan menimbulkan persaingan yang semakin ketat dan mengharuskan para pelaku bisnis agar lebih memperhatikan usahanya terhadap perkembangan dan perubahan-perubahan yang terjadi. Setiap perusahaan selalu dituntut untuk lebih kreatif dan dapat mempergunakan setiap kesempatan untuk lebih maju lagi terutama dalam menyongsong era globalisasi yang sedang melanda dunia sekarang ini. Untuk mengatasi hal tersebut harus ada terobosan-terobosan baru dalam dunia usaha, sehingga mampu mendukung dalam pencapaian keberhasilan suatu produk yang ditawarkan.


(13)

2

Pada sisi yang lain dengan adanya persaingan yang semakin tajam juga menuntut perusahaan agar terus menerus meningkatkan kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan untuk lebih sempurna dan menarik. Setiap perusahaan dituntut untuk memiliki kemampuan manajemen yang baik agar kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dapat berjalan dengan baik pula, yang salah satunya mengenai bidang produksi.

Agar aktivitas produksi dapat berjalan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan maka perusahaan harus mengembangkan kebijakan dan pengendalian sehingga tingkat persediaan yang terjadi atau yang dimiliki perusahaan dapat mencapai tingkat efisiensi yang diharapkan. Disamping itu perusahaan harus menentukan waktu pemesanan bahan baku agar tiba pada saat yang tepat. Salah satu pendekatan yang dapat dipakai untuk menganalisis atau menentukan jumlah pesanan yang paling ekonomis di setiap perusahaan adalah dengan menggunakan konsep klasik (tradisional) yaitu, kuantitas setiap kali pemesanan yang dapat meminimalisasikan biaya total disebut just in time. Adapun terdapat metode lain yang digunakan dalam usaha peningkatan efisiensi atas penggunaan bahan baku perusahaan yaitu just in time, metode ini merupakan filosofi yang dipusatkan pada pengurangan biaya melalui eleminasi persediaan. Semua bahan baku dan komponen sebaiknya tiba di lokasi kerja pada saat dibutuhkan dan tepat waktu. Dengan menggunakan metode tersebut dengan sendirinya perusahaan dapat menghindari terjadinya peningkatan biaya pemesanan dan penyimpanan bahan baku yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Dalam aktivitas pelaksanaan proses produksi


(14)

tersebut kedua metode tersebut memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan sehingga diperlukan suatu kajian yang tepat agar metode yang digunakan dapat secara tepat digunakan dalam usaha untuk meningkatkan efisiensi biaya produksi.

UMKM Getuk Pisang Kabupaten Jombang merupakan salah satu bidang usaha yang melakukan pengolahan produk makanan yang menggunakan bahan dasar atau bahan baku pisang, dimana salah satunya yaitu UMKM getuk pisang Atik. Dalam proses pengadaan bahan baku selama ini pemilik UMKM getuk pisang Atik mendapatkan dari berbagai wilayah yang terdapat di sekitar maupun diluar wilayah Kabupaten Jombang. Kenyataan tersebut menjadikan pentingnya pengendalian atas bahan baku yang digunakan sehingga aktivitas produksi dapat berjalan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Selama ini pemilik usaha mengalami permasalahan terkait dengan pengadaan bahan baku, dimana ketersediaan bahan baku menjadi penyebab pokok terjadinya permasalahan dalam aktivitas produksi yang dilakukan. Permasalahan tersebut yaitu pada suatu waktu pemilik kekurangan bahan baku sehingga proses produksi tidak dapat dilakukan karena kekurangan bahan baku.

Adanya permasalahan tersebut menjadikan penting upaya pengendalian bahan baku agar aktivitas produksi yang dilakukan dapat berjalan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul:


(15)

4

“Pengendalian Persediaan Bahan Baku Untuk Memperlancar Proses Produksi Pada UD. Getuk Pisang “Atik” di Kabupaten Jombang”

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah pengendalian persediaan bahan baku untuk memperlancar proses produksi pada UD. Getuk Pisang “Atik” di Kabupaten Jombang?

C. Batasan Masalah

Batasan dalam penelitian ini yaitu pengendalian persediaan bahan baku, khususnya mengenai kuantitas bahan baku pisang yang digunakan untuk proses produksi pada perusahaan UD. Getuk Pisang “Atik” di Kabupaten Jombang dengan menggunakan metode just in time.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengendalian persediaan bahan baku untuk memperlancar proses produksi pada UD. Getuk Pisang “Atik” di Kabupaten Jombang.

2. Kegunaan Penelitian a. Bagi Perusahaan

Dapat digunakan sebagai masukan atau bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam melaksanakan kegiatan produksi, khususnya dalam melakukan pengendalian persediaan bahan baku untuk memperlancar proses produksi.


(16)

b. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya yang mengambil topik penelitian yang sama.


(17)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan hasil penelitian Indah (2004) dengan judul penelitian yaitu:” Efisiensi perencanaan bahan baku dalam usaha untuk mencapai efisiensi tingkat persediaan bahan baku dengan menggunakan metode JIT pada Perusahaan Roti “Roterdam” Malang”. Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan dengan menggunakan metode JIT. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa biaya pengadaan bahan baku pada tahun 2006 yaitu sebesar Rp. 2.088.280.889,-. Berdasarkan hasil tersebut maka perusahaan dapat melakukan efisiensi biaya pengadaan bahan baku sebesar Rp. 135.770.000,-. Hasil tersebut dapat membuktikan bahwa dengan adanya pembebanan masing-masing biaya dialokasikan secara terpisah pada departemen produksi, mengakibatkan perusahaan dapat melakukan efisiensi atas biaya pengadaan bahan baku.

2. Lima Keputusan Operasional

Keputusan dalam bidang operasional digunakan dalam upaya untuk memaksimalkan potensi sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan sehingga upaya pencapaian tujuan perusahaan dapat terwujud secara maksimal. Selanjutnya tanggung jawab keputusan ini dapat ditemukan pada kebanyakan unit produksi dan operasi. Menurut Handoko (1996)


(18)

kerangka keputusan menyatakan bahwa operasi-operasi mempunyai lima tanggung jawab keputusan utama, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Proses

Keputusan dalam kategori ini dimaksudkan untuk merancang proses produksi secara fisik yang mencakup seleksi tipe proses, pemilihan teknologi, analisis aliran proses, penentuan lokasi fasilitas layout fasilitas, dan penanganan bahan.

b. Kapasitas

Keputusan kapasitas ditunjukkan pada penyediaan volume keluaran yang optimal bagi organisasi, tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit. Keputusan-keputusan ini menyangkut pengembangan rencana-rencana kapasitas jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek, kemudian keputusan-keputusan tentang forecasting, perencanaan fasilitas, perencanaan agregat dan schaduling, serta keputusan-keputusan perencanaan dan pengawasan kapasitas lainnya. c. Kualitas

Fungsi operasi-operasi terutama bertanggung jawab atas kualitas barang dan jasa yang dihasilkan. Hal ini menyangkut pada dimensi kualitas dalam desain produk dan pengawasan kualitas.

d. Persediaan

Persediaan adalah harta yang paling dikelola secara baik. Para manajer persediaan membuat keputusan-keputusan yang berkenaan dengan kapan harus memesan dan berapa banyak dalam satu kali pesan. Mereka mengelola system logistic dari pembeliam sampai


(19)

8

penyimpanan persediaan bahan mentah, barang dalam proses dan produk akhir.

e. Tenaga Kerja

Bidang tanggung jawab keputusan ini bersangkutan dengan perencanaan dan pengelolaan tenaga kerja dalam operasi-operasi. Keputusan-keputusan yang dibuat meliputi desain pekerjaan, pengukuran kerja, alokasi tenaga kerja, peningkatan produktifitas, pemberian kompensasi, dan penciptaan lingkungan kerja yang aman dan sehat.

Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa pentingnya kelima bidang keputusan yang merupakan kunci keberhasilan bagi operasi produksi. Kelima bidang keputusan tersebut harus berfungsi dengan seimbang dan saling terintegrasi dengan bidang yang lain. Adanya keseimbangan tersebut maka kegiatan atau aktivitas operasional perusahaan dapat berjalan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Kelima bidang operasional sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan perusahaan terkait dengan upaya pencapaian tujuan perusahaan terutama tujua jangka panjang perusahaan.

3. Pengertian Persediaan

Persediaan merupakan aktiva yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal dan atau dalam perjalanan, atau dalam bentuk bahan perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa. Menurut Handoko (1995:333) adalah: “Segala


(20)

sesuatu atau sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan”

Sedangkan menurut Yamit (1998:216) dalam setiap organisasi selalu terdapat persediaan tetapi yang membedakannya adalah jumlah, jenis, bentuk dan alasan perlunya persediaan. Persediaan sebagai aset atau kekayaan perusahaan, memiliki peranan penting dalam operasi bisnis. Dalam pabrik (manufacturing), persediaan dapat terdiri dari : persediaan bahan baku, bahan pembantu, barang dalam proses (wip), persediaan barang jadi dan persediaan suku cadang.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan persediaan adalah suatu aktiva yang meliputi barang-barang yang memiliki perusahaan, dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode tertentu, atau persediaan barang-barang yang menunggu penggunaan dalam suatu proses produksi. Jadi persediaan merupakan bahan-bahan, bagian-bagian, yang disediakan dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi serta barang-barang jadi atau produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari konsumen atau langganan setiap waktu.

4. Jenis-Jenis Persediaan

Untuk perusahaan-perusahaan yaang mempunyai sifat dan tujuan yang berbeda maka mereka memiliki jenis dan komposisi persediaan yang berbeda pula, misalnya mesin dan alat-alat pabrik, mobil dan sepeda motor merupakan aktiva tetap bagi perusahaan yaang memiliki dan menggunakannya dalam operasi normal, tetapi barang-barang tersebut


(21)

10

merupakan persediaan bagi perusahaan-perusahaan yang memproduksi dan menjual atau memperdagangkannya.

Bagi perusahaan dagang yang kegiatannya usahanya adalah membeli dan menjual kembali barang-barang, pada umumnya persediaan yang dimiliki digolongkan menjadi :

a. Persediaan barang dagangan, adalah barang-barang yang dimiliki untuk dijual kembali dimasa yang akan datang barang-barang tersebut secara fisik tidak akan berubah sampai dengan barang tersebut dijual. b. Persediaan lain-lain adalah barang-barang yang biasanya akan

dikonsumsi dalam jangka waktu yang relatif pendek dan akan dibebankan sebagai biaya administrasi umum.

Untuk perusahaan manufaktur yang didalam usahanya adalah mengubah bahan baku dalam suatu proses produksi dengan menambahkan atau tidak bahan lain untuk dijadikan barang jadi, pada umumnya mengklasifikasikan persediaan dalam kelompok antara lain :

a. Persediaan bahan baku

b. Persediaan produk dalam proses c. Persediaan produk jadi

d. Persediaan bahan penolong

e. Persediaan lain-lain, misalnya supplies kantor dan lain-lain seperti halnya perusahaan dagang.

Persediaan dapat dibedakan dalam beberapa jenis, menurut Handoko (1995:334) membedakan persediaan atas :


(22)

a. Persediaan bahan mentah (raw material)

Yaitu: persediaan barang-barang berwujud seperti baja, kayu, dan komponen-komponen lainnya yang digunakan dalam proses produksi. b. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased part/components)

Yaitu: persediaan brang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk.

c. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies)

Yaitu: persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang

d. Persediaan barang dalam proses (work in proses)

Yaitu : persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi. e. Persediaan barang jadi (finished good)

Yaitu : barang-barang yang telah selesai diproses diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual (dikirim ke pelanggan).

5. Tujuan Persediaan

Pada prinsipnya persediaan mempermudah dan memperlancar jalannya operasi perusahaan, yang harus dilakukan secara berlarut-larut untuk memproduksi barang-barang serta selanjutnya menyampaikannya pada pelanggan konsumen, atau karena itu setiap perusahaan memiliki persediaan dengan alasan.


(23)

12

a. Untuk berlindungan dari ketidak pastian.

b. Untuk memungkinkan produksi dan pembelian ekonomis. c. Untuk mengatasi perubahan dalam permintaan dan penawaran. d. Menyediakan tempat untuk transit atau pemindahan.

e. Biaya Persediaan

Menurut Wijayanto (2001:34) sasaran akhir dari manajemen persediaan adalah mencapai biaya persediaan yang minimum. Biaya persediaan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Biaya pemesanan (ordering cost) atau dapat juga berupa biaya pengadaan (setup cost) jika persediaan itu dibuat sendiri oleh perusahaan.

2. Biaya penyimpanan (carrying/ holding cost), dapat terdiri dari biaya modal (oportunity cost) yaitu biaya atas modal yang diinvestasikan untuk mengadakan persediaan, biaya simpan yaitu biaya yang dikeluarkan untuk memelihara persediaan. Misalnya tenaga listrik, tenaga kerja dan lain-lain.

3. Biaya kehabisan persediaan (stock out cost), yaitu biaya yang timbul karena kekurangan atau bahkan ketiadaan persediaan, dapat berupa biaya karena produksi terpaksa ditunda atau berhenti, biaya kehilangan penjualan bahkan kehilangan pelanggan dan lain-lain.

6. Pengertian Bahan Baku

Adapun pengertian bahan baku menurut Assauri (1999:171) yaitu: “Barang-barang yang berwujud yang digunakan dalam proses produksi,


(24)

barang mana dapat diperoleh dari sumber-sumber alam ataupun dibeli dari supplier atau perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan yang menggunakannya”.

Sedangkan menurut Rangkuti (1998:14) bahan baku adalah: “Barang-barang yang berwujud yang digunakan dalam proses produksi”.

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa bahan baku adalah bahan utama yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan proses produksi.

Persediaan akan bahan baku yang baik sangat penting bagi perusahaan untuk dapat memperlancar kegiatan perusahaan. Ahyari (1986:163-169) berpendapat bahwa dalam pengadaan bahan baku banyak dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya:

1. Perkiraan pemakaian bahan baku.

Sebelum mengadakan pembelian bahan baku, maka sebaiknya manajemen perusahaan menyusun perkiraan pemakaian bahan baku tersebut. Untuk dapat memperhitungkan pembelian masing-masing bahan diharapkan pihak manajemen memperhitungkan persediaan bahan baku yang sudah ada pada awal periodenya serta rencana persediaan bahan baku yang harus ada pada akhir dari periode yang bersangkutan.

2. Harga bahan baku

Harga dari bahan baku yang dipergunakan perusahaan akan menjadi faktor penentu seberapa besar dana yang harus disediakan


(25)

14

apabila perusahaan tersebut akan menyelenggarakan persediaan bahan dalam jumlah unit tertentu. Semakin tinggi harga bahan bakuyang dipergunakan oleh perusahaan maka akan semakin besar pula dana yang harus dipersiapkan.

3. Biaya-biaya persediaan

Dalam menyediakan persediaan bahan baku tentulah tidak terlepas dari biaya-biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan yang bersangkutan. Ada tiga macam biaya yang berhubungan dengan persediaan yaitu biaya pemesanan, biaya penyimpanan, dan biaya tetap persediaan.

4. Kebijaksanaan pembelanjaan

Kebijaksanaan pembelanjaan dalam perusahaan yang bersangkutan akan dapat mempengaruhi seluruh kebijaksanaan pembelian dan penyelenggaraan persediaan bahan baku.dan tak terlepas dari itu besarnya dana yang digunakan untuk investasi dalampersediaan bahan baku tentunya juga dipengaruhi oleh kebijaksanaan pembelanjaan. Oleh karenanya kemampuan finansial dari perusahaan yang bersangkutan juga akan mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk membiayai seluruh kebutuhan dalam hubungannya dengan penyelenggaraan bahan baku.


(26)

5. Pemakaian bahan baku

Perkiraan bahan baku yang sesuai dengan keadaan perusahaan akan dapat membantu penyelenggaraan persediaan bahan baku karena akan lebih mendekati kenyataan dari pemakaian bahan baku yang ada dalam perusahaan.

6. Waktu tunggu

merupakan waktu yang diperlukan antara saat pemesanan bahan baku sampai datangnya bahan baku yang dibutuhkan. Apabila perusahaan yang bersangkutan tidak memperhatikan tenggang waktu maka akan menimbulkan resiko kehabisan barang untuk proses produksi. Selain itu juga bila perkiraan waktu tunggu itu lebih dari yang semestinya, maka akan terjadi penumpukan bahan baku.

7. Model pembelian bahan

Penilihan model pembelian yang diperlukan tentunya disesuaikan dengan kondisi dari persediaan bahan baku. Karakteristik dari masing-masing bahan baku itulah yang akan menjadi dasar dalam mengadakan model pembelian. Model yang biasa dipergunakan adalah model pembelian dengan kuantitas pembelian yang optimal (EOQ).

8. Persediaan pengaman

Untuk menanggulangi adanya keadaan kehabisan bahan baku maka perlu pengadaan persediaan pengaman (safety stock).


(27)

16

Persediaan pengaman akan dipergunakan apabila terjadi kekurangan bahan atau terjadi keterlambatan datangnya bahan bakuyang dibeli perusahaan sehingga proses produksi diharapkan akan tetap berjalan lancar.

9. Pembelian kembali

Bahan baku yang diperlukan perusahaan tentunya tidak akan cukup apabila hanya dilakukan satu kali pembelian saja sehingga secara berkala perlu diadakan pembelian kembali terhadap bahan baku yang dipergunakan. Tentunya pihak manajemen perlu mempertimbangkan panjangnya waktu tunggu yang diperlukan dalam pembelian bahan baku, karena kedatangan bahan baku atau keterlambatan justru tidak akan membawa keuntungan apapun bagi perusahaan.

7. Pengawasan Persediaan

Pengawasan persediaan dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan untuk menentukan tingkat dan komposisi dari pada persediaan, bahan baku dan barang jadi sehingga perusahaan dapat menekan biaya seminimal mungkin.

Menurut Assauri (1999:177) menyebutkan bahwa tujuan dari pengawasan persediaan adalah :

a. Menjaga agar jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga mengakibatkan terhentinya kegiatan proses produksi.


(28)

b. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena ini akan berakibat biaya pemesanan menjadi besar.

c. Menjaga agar pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar atau berlabihan sehingga biaya-biaya yang timbul dari persediaan tidak terlalu besar.

8. Metode-metode Pengendalian Persediaan

Metode yang digunakan dalam pengendalian persediaan yaitu meliputi:

a. Materials Requirements Planning (MRP)

Terdapat beberapa pendapat dan alasan yang dikemukakan oleh narasumber mengenai pengertian dari material requirement planning Menurut pendapat Pardede (2005:476) “material requirement planning adalah penentuan jumlah setiap jenis bahan baku yang dibutuhkan selama satu masa tertentu dalam pembuatan barang jadi untuk memenuhi permintaan selama masa tersebut”.

Yamit (1996:257) mendefinisikan “Material Requirement Planning adalah suatu sistem yang dirancang secara khusus untuk situasi permintaan tersebut dependen. Dapat dijelaskan bahwa sistem tersebut mengakomodasikan komponen yang satu tergantung pada tersedianya komponen yang lain dalam membentuk suatu produk”.

Rangkuti (1995:134) juga mengemukakan bahwa: Material Requirement Planning (MRP) adalah suatu sistem perencanaan dan penjadwalan kebutuhan material untuk produksi yang memerlukan


(29)

18

beberapa tahapan proses atau fase atau dengan kata lain adalah suatu rencana produksi untuk sejumlah produk jadi yang diterjemahkan kedalam bahan mentah (komponen) yang dibutuhkan dengan menggunakan waktu tenggang sehingga dapat ditentukan kapan dan berapa banyak yang dipesan untuk masing-masing suatu produk yang akan dibuat.

Dari seluruh pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode material requirement planning adalah suatu sistem yang dirancang untuk perencanaan akan kebutuhan barang dalam proses produksi (berapa jumlahnya dan kapan dibutuhkan). Menentukan kebutuhan bersih, dan mengakomodasikan komponen yang satu dengan komponen yang lainnya sehingga dapat berjalan sesuai dengan jadwal produksi

Menurut Sumayang (2003:231) mengemukakan bahwa MRP memiliki tiga fungsi yaitu:

1. Manajemen memutuskan berapa banyak safety stock yang diperlukan, apabila MRP dilakukan dengan benar yaitu denan mengendalikan lead time pengadaan material dan lead time penjadwalan proses sehingga tidak ada variance maka akan mengurangi ketikpastian, hal ini kemudian akan mengurangi jumlah safety stock.

2. Apabila pemasok tidak andal maka lead time dapat diperpanjang denagn menambahkan safety lead time.

3. Masalah akan timbul bila jumlah perbandingan jenis material tidak sesuai yaitu terlalu banyak pada sebagian jenis material dan terlalu


(30)

sedikit pada jenis material yang lain untuk mengatasi masalah ini maka perlu dibuat safety capacity sebagai alternatif terhadap safety stock.

Disamping itu, sistem MRP dapat digunakan untuk perencanaan fungsi yang lain seperti fungsi keuangan, pemasaran, personalia, dan pengendalian.

b. Just In Time (JIT)

Sistem JIT di kembangkan oleh Toyota Motor Company di Jepang pada awal tahun 1960 oleh Taichi Onho atas gagasan Toyoda Kichiro. Perusahaan Toyota Motor Company mampu meraih keuntungan besar melalui penerapan JIT, keuntungan dapat dicapai melalui pengurangan persediaan, pengurangan penggunaan ruang pabrik dan pengurangan biaya overhead. Strategi ini kemudian diadopsi oleh banyak perusahaan Jepang terutama setelah adanya krisis minyak dunia pada tahun 1973. Tujuan utama dari sistem produksi ini adalah mengurangi biaya produksi dan meningkatkan produktivitas total industri secara keseluruhan dengan cara menghilangkan pemborosan (waste) secara terus-menerus.

Strategi produksi JIT diterapkan pada seluruh sistem industri moderen dimulai sejak proses rekayasa (enginering), pemesanan bahan baku dari pemasok (suppliers), proses produksi sampai distribusi produksi kepada konsumen. Sistem JIT ini berorientasi kepada kepuasan pelanggan dengan jalan mengintegrasikan ketiga komponen utama yaitu: Pemasok, proses pabrikasi (factory process), dan pelanggan (constumers).


(31)

20

Menurut Carter Usry (2004:323) menyatakan bahwa: “Just in time adalah filosofi yang dipusatkan pada pengurangan biaya melalui eleminasi persediaan. Semua bahan baku dan komponen sebaiknya tiba di lokasi kerja pada saat dibutuhkan dan tepat waktu”.

Dari beberapa pengertian JIT yang dikemukakan oleh beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa JIT merupakan suatu falsafah manajemen yang menggunakan suatu pendekatan untuk menemukan dan menghilangkan sumber pemborosan yang terjadi dalam aktifitas produksi serta berdasarkan sistem tarikan permintaan (demand pull) yang memproduksi produk atau komponen produksi sesuai dengan permintaan yang tepat pada tempat dan waktu yang tepat sehingga dapat mendekati persediaan nol (zero inventory) bahkan tidak ada sama sekali.

Menurut Yamit (1999:194) terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan dari JIT, yaitu meliputi:

Kelebihan JIT

1) Tanpa adanya cacat dan pasti. 2) Idealnya lot adalah satu

3) Keseimbangan produksi lebih efisien. 4) Persediaan adalah pemborosan. 5) Persediaan tidak diinginkan. 6) Persediaan adalah hutang. 7) Antrian akan dihilangkan. 8) Suplier adalah patner.


(32)

10) Lead time lebih penting. 11) Setup time akan menjadi nol. Kelemahan JIT

1) Dalam aktivitasnya konsep JIT yaitu seperti perpindahan, penyimpanan, mensortir dan penjadwalan adalah kegiatan yang menambah biaya tetapi tidak menambah nilai produk. Inspeksi, cadangan sumber daya, pengiriman, persediaan pengaman dan waktu pengamanan adalah kegiatan menambah biaya tetapi tidak menambah nilai produk. Dengan demikian setiap biaya yang dikeluarkan tanpa menambah nilai produk dapat diartikan sebagai pemborosan.

2) Untuk menerapkan JIT sangat tergantung dari kesiapan infrastruktur dan suprastruktur dalam lingkup yang lebih luas. Yang terlibat dalam JIT tidak hanya satu perusahaan saja, tetapi bisa jadi banyak perusahaan, bahkan sampai kepada etos kerja atau komitmen manajer dalam mendukung sistem JIT.

Menurut Tjiptono dan Diana (1995;292) terdapat empat aspek pokok dalam sistem JIT yaitu :

1. Persediaan dianggap sebagai musuh dalam JIT karena tidak bersifat memberikan nilai tambah jika disimpan terlalu banyak dan lama. Semua aktivitas atau sumber-sumber yang tidak memberikan nilai tambah atau manfaat adalah suatu pemborosan oleh karena itu harus dihilangkan. 2. Kualitas barang yang prima adalah salah satu aspek pokok dalam JIT.

Kualitas prima didapat dengan melakukan segala kegiatan dengan benar dalam kegiatan produksi mulai dari awal sampai akhir aktivitas produksi


(33)

22

yang dilaksanakan secara benar dari awal akan mencegah adanya barang yang rusak, sehingga tidak perlu adanya waktu pengerjaan ulang.

3. Mendorong perbaikan secara terus menerus dan berkesinambungan pada semua aktivitas perusahaan untuk meningkatkan efisiensi.

4. Memberikan tekanan penyederhanaan aktivitas dan peningkatan fasibilitas, aktivitas yang memberikan nilai tambah.

Adanya control melalui sistem kerja sama dan sistem autonomous, maka bagian yang cacat sejak awal dapat disingkirkan karena produk cacat ini merupakan pemborosan. Sistem produksi JIT juga menggunakan produksi yang berpusat pada inventory minimum, waktu yang pendek, pekerja memiliki keterampilan multi fungsi dan waktu penyelesaian pekerjaan dalam siklus waktu pendek sesuai dengan standar yang ditetapkan. Aliran informasi yang digunakan dalam produksi JIT menggunakan kanban, kanban ini berbentuk kartu-kartu yang berisi catatan-catatan singkat yang mendukung metode produksi JIT. Sistem JIT berbeda jauh dengan pendekatan tradisional. Perbandingan manufaktur JIT dan tradisional diantaranya.

Tabel 2.1

Perbedaan Antara JIT dan Tradisional Just In Time Tradisional

1. Sistem pull-through 2. Persediaan tidak signifikan 3. Sel-sel pemanufakturan 4. Tenaga kerja terinterdisiplin 5. Pengendalian mutu total (TQC) 6. Desentralisasi

1. Sistem push-through 2. Persediaan signifikan 3. Berstruktur departemen 4. Tenaga kerja terspesialisasi 5. Level mutu akseptabel (AQL) 6. Sentralisasi jasa


(34)

a. Sistem Just In Time

1. JIT merupakan sistem pull, dimana jumlah persediaan ke tingkat yang lebih rendah sangat sedikit.

2. Dalam JIT persediaan diminimumkan sebesar yang dibutuhkan bahkan mendekati nol.

3. Dalam JIT dalam penggunaan mesin di atur sedemikian rupa sehingga mesin-mesin tersebut dapat digunakan untuk melakukan kegiatan operasi secara berurutan.

4. Dalam JIT tenaga kerja dilatih untuk dapat mengoperasikan mesin-mesin dalam sel.

5. Sistem JIT menekan pada pengendalian mutu yang bebas dari kerusakan yang dapat terjadi.

6. JIT menugaskan departemen pelayanan untuk bekerja secara langsung untuk mendukung produksi.

b. Sistem Tradisional

1. Sistem tradisional jumlah persediaan timbul apabila produksi melebihi permintaan yang pada akhirnya tingkat persediaan menjadi lebih tinggi. 2. Sistem tradisional jumlah persediaan tidak dapat diminimumkan yang

dikarenakan apabila jumlah produksi melebihi jumlah permintaan yang ada.

3. Dalam pemanufakturan tradisional, produk dipindah dari satu grup atau mesin yang identik ke kelompok mesin yang lain.


(35)

24

4. Sistem tradisional para tenaga kerja dilatih untuk menjadi tenaga kerja yang spesialis sehingga hanya mampu mengoperasikan mesin yang menjadi tanggungjawab mereka.

5. Dalam sistem tradisional menggunakan doktrin tradisional yang disebut tingkat mutu yang diterima Acceptable Quality Level (AQL) dimana untuk memungkinkan atau mencadangkan terjadinya kerusakan yang tidak boleh melebihi tingkat kerusakan yang telah ditetapkan sebelumnya.

6. Sistem tradisional yaitu menggunakan sistem sentralisasi departemen jasa dimana para karyawan dalam bekerja ditugaskan pada pekerjaan yang tidak secara langsung untuk melakukan atau mendukung proses produksi.

Untuk memperjelas konsep Just In Time, maka akan dijelaskan beberapa bagian dari just in time sebagai berikut:

1) JIT Persediaan

Konsep JIT dilandasi oleh pemikiran bahwa setiap aktivitas yang tidak memiliki atau memberi nilai tambah hanya akan menghalangi perusahaan dan ini merupakan pemborosan. Persediaan juga merupakan salah satu pemborosan yang harus direncanakan dan dikendalikan agar berada pada kuantitas yang minimum dan cukup untuk memenuhi proses produksi. Eliminasi pada persediaan akan mampu memberikan persediaan bahan baku secara JIT ke bagian produksi untuk ditransformasikan kedalam produk akhir dan dikirim secara JIT kepada pelanggan.

Dalam pandangan tradisional persediaan sangat penting, baik persediaan bahan baku maupun persediaan barang jadi. Sistem produksi


(36)

tradisional menghasilkan tingkat persediaan yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan JIT persediaan. Disamping itu persediaan yang cukup harus ada agar operasi produksi dapat berjalan dan tidak harus terhenti karena kehabisan stock.

Sebaliknya dalam JIT perusahaan harus mengurangi ketergantungan pada persediaan. Persediaan minimum selain untuk menghindari pemborosan juga dimaksudkan untuk mencapai keunggulan kompetitif. Pemborosan perlu dihilangkan karena berakibat pada tingginya ongkos produksi, disamping itu tingginya jumlah persediaan merupakan sinyal buruknya kualitas produksi.

Untuk menghindari biaya kehabisan persediaan (stock out) dan meminimisasi biaya penyimpanan pemesanan harus dilakukan. Kedatangan pesanan yang dilakukan harus tepat pada saat persediaan akhir digunakan. Dengan mengetahui tingkat penggunaan dan waktu tunggu memungkinkan kita untuk menghitung titik pemesanan kembali. Rumus titik pemesanan kembali menurut Supriyono (1994:306) adalah:

Tingkat pemesanan kembali = (tingkat pemakaian rata-rata x waktu tunggu) + persediaan pengaman 2) Pembelian persediaan menurut JIT

Pengelolaan persediaan dalam JIT menetapkan jumlah pemasok. Dalam sistem JIT hubungan perusahaan dengan pemasok berbeda dibandingkan dengan model Tradisional. Disini pemasok diminta untuk


(37)

26

melakukan pengiriman barang dengan mutu yang baik untuk mencegah pengerjaan ulang dalam kegiatan produksi.

Pemasok dipilih berdasarkan prestasi kerjanya, pengiriman barang tepat waktu, mutu bahan dan persaingan harga. Pemasok dianggap sebagai mitra kerja oleh karena itu perusahaan harus menjalin hubungan jangka panjang dengan pemasok.

Hubungan jangka panjang dengan pemasok berguna untuk mengurangi frekuensi pemesanan dan biaya pemesanan dapat ditekan. Berdasarkan penjelasan diatas, pembelian JIT untuk mengurangi biaya dan waktu dapat dilakukan dengan cara:

a) Mengurangi jumlah pemasok sehingga dapat mengurangi biaya dan biaya bernegoisasi dan juga waktu pemeriksaan mutu.

b) Membuat persetujuan jangka panjang dengan pemasok baik dalam hal persyaratan pembelian, mutu bahan baku dan harga.

c) Memberikan informasi kepada pemasok, informasi mengenai bahan baku bulanan selama periode waktu beberapa bulan kedepan. Disamping itu perusahaan juga dapat membuat kesepakatan dengan pemasok mengenai jumlah bahan baku yang dikirimkan setiap kali pengiriman termasuk waktu pemesanan (idle time).


(38)

c. Pengendalian Persediaan Dengan Menggunakan Metode Economic Order Quantity (EOQ)

1. Economic Order Quantity (EOQ)

Salah satu alat yang seringkali digunakan dalam penentuan jumlah optimal kuantitas pemesanan persediaan adalah Economic Order Quantity atau EOQ model. EOQ adalah pemesanan yang paling ekonomis yang dapat meminimumkan biaya pemesanan dan penyimpanan. Model EOQ dipandang tradisional karena menganggap persediaan harus ada dan penting sifatnya untuk mengantisipasi ketidak pastian permintaan.

Konsep economic order quantity digunakan untuk menjawab pertanyaan berapa “jumlah yang harus dipesan”, telah diidentifikasikan bahwa ada lima kategori biaya yang dikaitkan dengan keputusan persediaan, dari lima kategori tersebut hanya 2 yang relevan dengan untuk dipertimbangkan dalam metode economic order quantity. Kategori biaya yang lain tidak relevan untuk dipertimbangkan karena, stockout cost dan biaya perubahan kapasitas tidak akan terjadi bila permintaan konstan (salah satu asumsi dalam economic order quantity) dan harga item diasumsikan tidak mengalamai perubahan. Oleh karena itu ketiga kategori biaya tersebut tidak akan mempengaruhi keputusan berapa jumlah yang harus dipesan maupun kapan harus melakukan pemesanan kembali

2. Asumsi-asumsi Penerapan Model EOQ

Adapun menurut Syamsuddin (2007:296) asumsi-asumsi yang digunakan dalam penerapan model EOQ yaitu sebagai berikut:


(39)

28

1. Jumlah total kebutuhan bahan baku per tahun sudah diketahui dengan pasti.

2. Biaya pemesanan tetap stabil sepanjang tahun.

3. Harga per unit barang yang dibeli tetap stabil dalam setiap kali pemesanan.

4. Jumlah pemakaian bahan per bulan atau setiap periode adalah tetap. 5. Supplier dapat segera memenuhi pesanan barang oleh perusahaan

sehingga tidak terdapat tenggang waktu atau lead time. Namun dalam kenyataannya diperlukan beberapa hari antara saat pemesanan hingga barang diterima. Oleh karena itu, untuk menghindari kehabisan bahan maka perusahaan perlu menetapkan safety stock yaitu persediaan minimum yang harus selalu ada dalam perusahaan. Jumlah safety stock tergantung pada jumlah pemakaiannya serta jangka waktu yang dibutuhkan sejak bahan dipesan sampai dengan saat diterimanya bahan tersebut oleh perusahaan.

6. Biaya pemeliharaan per tahun adalah persentase tetap dari nilai rata-rata persediaan. Dan nilai rata-rata-rata-rata persediaan adalah merupakan hasil perkalian antara kuantitas dalam setiap kali pemesanan dengan harga per unit dari produksi yang dibeli dibagi dengan (2).

a. Kelebihan EOQ

1) EOQ memberikan keseimbangan terbaik antara biaya pemesanan dan penyimpanan.


(40)

3) Menjaga proses produksi tetap lancar 4) Dapat mengantisipasi kenaikan harga b. Kelemahan EOQ

1) Permintaan diasumsikan konstan, sedangkan dalam banyak situasi yang nyata, permintaan bervariasi secara subtansial.

2) Adanya persediaan berarti adanya biaya yang harus dikeluarkan antara lain biaya modal yang ditanam dalam persediaan, biaya tenaga untuk mengangkut bahan baku dari gudang kebagian proses produksi dan tenaga karyawan untuk menangani gudang.

3) Adanya resiko kerusakan atau keusangan persediaan pada saat digudang

4) Memerlukan gudang yang luas atau besar untuk menyimpan persediaan

Adapun perhitungan yang dilakukan dengan metode EOQ adalah: a) Perhitungan pemesanan yang ekonomis (EOQ)

Pemesanan persediaan bahan baku hendaknya dilakukan secara ekonomis, dimana jumlah dipesan haruslah didasarkan atas kebutuhan untuk diproduksi. Untuk menentukan pesanan yang ekonomis, harus diusahakan memperkecil biaya pemesanan (ordering cost) dan biaya penyimpanan (carrying cost). Dalam hal ini dihadapkan dengan dua sifat biaya yang bertentangan. Sifat pertama menekankan agar jumlah pemesanan sangat kecil sehingga carrying cost menjadi kecil, tetapi sebaliknya ordering cost menjadi sangat besar dalam satu tahun.


(41)

30

Dengan memperhatikan kedua sifat tersebut diatas, maka dapat dilihat bahwa jumlah pemesanan yang ekonomis ini terletak diantara dua pembatasan yang ekstrim tersebut, yaitu dimana jumlah carrying cost adalah sama dengan ordering cost atau ordering cost sama dengan carrying cost adalah yang paling minimal dalam satu tahun. Untuk meminimalkan total biaya pemesanan dan penyimpanan dapat digunakan rumus :

c 2R.S EOQ=

Dimana :

R = Jumlah kebutuhan bahan baku dalam satu periode S = Biaya pemesanan

C = Biaya penyimpanan b) Waktu tenggang (lead time)

Pada suatu perusahaan manufaktur apalagi perusahaan tersebut sudah berskala besar tentunya akan membutuhkan bahan baku yang tidak sedikit. Dan untuk mendapatkan tidaklah mungkin didapatkan tidaklah mungkin didapatkan secara langsung melainkan didapatkan melalui pemesanan terlebih dahulu. Sedangkan bahan baku yang dipesan tersebut untuk dapat sampai dari pemasok sampai ke gudang tentunya juga membutuhkan waktu. Waktu inilah yang dinamakan dengan waktu tenggang (lead time).


(42)

Lead time adalah jarak waktu antara saat melakukan order hingga order datang”. Waktu tenggang ini perlu diperhatikan karena selama masa ini perusahaan tetap menggunakan bahan bakunya untuk melakukan proses produksi. Jadi berapa lama barang tersebut sampai dari saat pemesanan hingga sampai ke gudang harus diperhatikan agar dapat diketahui berapa kuantitas bahan yang digunakan selama masa itu, sehingga dapat diketahui kapan dilakukan pemesanan kembali agar tidak terjadi kehabisan bahan.

c) Persediaan pengamanan (safety stock)

Yaitu suatu persediaan yang dicadangkan atau disimpan sebagai pengamanan untuk menjaga jika terjadi fluktuasi permintaan sehingga proses produksi tidak terganggu. Akibat pengadaan persediaan pengaman terhadap biaya adalah mengurangi kerugian yang ditimbulkan karena terjadinya stock out, akan tetapi sebaliknya akan menambah besarnya carrying cost. Oleh karena itu pengadaan persediaan barang pengaman dimaksudkan untuk mengurangi kerugian yang ditimbulkan karena terjadinya stock out, tetapi juga pada saat itu diusahakan agar carrying cost adalah serendah mungkin. Rumus yang digunakan adalah :

Safety stock = Rata-rata pemakaian bahan baku tiap hari x rata-rata keterlambatan.


(43)

32

d) Titik pemesanan kembali (reorder point)

Pemesanan kembali dilakukan untuk menghindari biaya kehabisan persediaan (stock out) dan untuk meminimalkan biaya penyimpanan. Dengan dilakukannya pemesanan sehingga pada saat persediaan tersebut datang, tepat pada saat terakhir digunakan. Dengan mengetahui tingkat penggunaan dan waktu tunggu memungkinkan kita untuk menghitung tingkat pemesanan kembali yang sesuai dengan tujuan diatas. Dalam menentukan titik ini kita harus memperhatikan besarnya penggunaan bahan selama bahan-bahan yang dipesan belum datang dan persediaan minimum. Besarnya penggunaan selama bahan-bahan yang dipesan belum diterima ditentukan oleh dua faktor yaitu lead time dan penggunaan tingkat rata-rata. Rumus yang digunakan adalah:

Re Order Point = Rata-Rata Pemakaian/ hari x lead time ) + safety stock e) Penentuan persediaan maksimum

Persediaan maksimum adalah merupakan batas jumlah persediaan terbesar yang sebaiknya diadakan dalam perusahaan.

Persediaan maksimum = Safety stock + EOQ 7. Kerangka Pikir

Kerangka pikir digunakan untuk mengetahui alur penelitian yang akan dilakukan. Adapun kerangka pikir penelitian secara lengkap dapat disajikan pada gambar 1.


(44)

Gambar 2.1

Kerangka Pikir Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir tersebut maka dapat diketahui penerapan Just In Time dalam pengendalian persediaan bahan baku untuk memperlancar proses produksi pada perusahaan Getuk Pisang Atik di Kabupaten Jombang.

Kelancaran Proses Produksi Kebutuhan per

bulan JIT

Kebutuhan per hari

Kuantitas

Frekuensi Persediaan

Periode pembelian

Biaya pemesanan


(1)

1. Jumlah total kebutuhan bahan baku per tahun sudah diketahui dengan pasti.

2. Biaya pemesanan tetap stabil sepanjang tahun.

3. Harga per unit barang yang dibeli tetap stabil dalam setiap kali pemesanan.

4. Jumlah pemakaian bahan per bulan atau setiap periode adalah tetap. 5. Supplier dapat segera memenuhi pesanan barang oleh perusahaan

sehingga tidak terdapat tenggang waktu atau lead time. Namun dalam kenyataannya diperlukan beberapa hari antara saat pemesanan hingga barang diterima. Oleh karena itu, untuk menghindari kehabisan bahan maka perusahaan perlu menetapkan safety stock

yaitu persediaan minimum yang harus selalu ada dalam perusahaan. Jumlah safety stock tergantung pada jumlah pemakaiannya serta jangka waktu yang dibutuhkan sejak bahan dipesan sampai dengan saat diterimanya bahan tersebut oleh perusahaan.

6. Biaya pemeliharaan per tahun adalah persentase tetap dari nilai rata-rata persediaan. Dan nilai rata-rata-rata-rata persediaan adalah merupakan hasil perkalian antara kuantitas dalam setiap kali pemesanan dengan harga per unit dari produksi yang dibeli dibagi dengan (2).

a. Kelebihan EOQ

1) EOQ memberikan keseimbangan terbaik antara biaya pemesanan dan penyimpanan.


(2)

3) Menjaga proses produksi tetap lancar 4) Dapat mengantisipasi kenaikan harga b. Kelemahan EOQ

1) Permintaan diasumsikan konstan, sedangkan dalam banyak situasi yang nyata, permintaan bervariasi secara subtansial.

2) Adanya persediaan berarti adanya biaya yang harus dikeluarkan antara lain biaya modal yang ditanam dalam persediaan, biaya tenaga untuk mengangkut bahan baku dari gudang kebagian proses produksi dan tenaga karyawan untuk menangani gudang.

3) Adanya resiko kerusakan atau keusangan persediaan pada saat digudang

4) Memerlukan gudang yang luas atau besar untuk menyimpan persediaan

Adapun perhitungan yang dilakukan dengan metode EOQ adalah: a) Perhitungan pemesanan yang ekonomis (EOQ)

Pemesanan persediaan bahan baku hendaknya dilakukan secara ekonomis, dimana jumlah dipesan haruslah didasarkan atas kebutuhan untuk diproduksi. Untuk menentukan pesanan yang ekonomis, harus diusahakan memperkecil biaya pemesanan (ordering cost) dan biaya penyimpanan (carrying cost). Dalam hal ini dihadapkan dengan dua sifat biaya yang bertentangan. Sifat pertama menekankan agar jumlah pemesanan sangat kecil sehingga carrying cost menjadi kecil, tetapi sebaliknya ordering cost menjadi sangat besar dalam satu tahun.


(3)

Dengan memperhatikan kedua sifat tersebut diatas, maka dapat dilihat bahwa jumlah pemesanan yang ekonomis ini terletak diantara dua pembatasan yang ekstrim tersebut, yaitu dimana jumlah carrying cost adalah sama dengan ordering cost atau ordering cost sama dengan

carrying cost adalah yang paling minimal dalam satu tahun. Untuk meminimalkan total biaya pemesanan dan penyimpanan dapat digunakan rumus :

c 2R.S EOQ=

Dimana :

R = Jumlah kebutuhan bahan baku dalam satu periode S = Biaya pemesanan

C = Biaya penyimpanan b) Waktu tenggang (lead time)

Pada suatu perusahaan manufaktur apalagi perusahaan tersebut sudah berskala besar tentunya akan membutuhkan bahan baku yang tidak sedikit. Dan untuk mendapatkan tidaklah mungkin didapatkan tidaklah mungkin didapatkan secara langsung melainkan didapatkan melalui pemesanan terlebih dahulu. Sedangkan bahan baku yang dipesan tersebut untuk dapat sampai dari pemasok sampai ke gudang tentunya juga membutuhkan waktu. Waktu inilah yang dinamakan dengan waktu tenggang (lead time).


(4)

Lead time adalah jarak waktu antara saat melakukan order hingga order datang”. Waktu tenggang ini perlu diperhatikan karena selama masa ini perusahaan tetap menggunakan bahan bakunya untuk melakukan proses produksi. Jadi berapa lama barang tersebut sampai dari saat pemesanan hingga sampai ke gudang harus diperhatikan agar dapat diketahui berapa kuantitas bahan yang digunakan selama masa itu, sehingga dapat diketahui kapan dilakukan pemesanan kembali agar tidak terjadi kehabisan bahan.

c) Persediaan pengamanan (safety stock)

Yaitu suatu persediaan yang dicadangkan atau disimpan sebagai pengamanan untuk menjaga jika terjadi fluktuasi permintaan sehingga proses produksi tidak terganggu. Akibat pengadaan persediaan pengaman terhadap biaya adalah mengurangi kerugian yang ditimbulkan karena terjadinya stock out, akan tetapi sebaliknya akan menambah besarnya carrying cost. Oleh karena itu pengadaan persediaan barang pengaman dimaksudkan untuk mengurangi kerugian yang ditimbulkan karena terjadinya stock out, tetapi juga pada saat itu diusahakan agar carrying cost adalah serendah mungkin. Rumus yang digunakan adalah :

Safety stock = Rata-rata pemakaian bahan baku tiap hari x rata-rata keterlambatan.


(5)

d) Titik pemesanan kembali (reorder point)

Pemesanan kembali dilakukan untuk menghindari biaya kehabisan persediaan (stock out) dan untuk meminimalkan biaya penyimpanan. Dengan dilakukannya pemesanan sehingga pada saat persediaan tersebut datang, tepat pada saat terakhir digunakan. Dengan mengetahui tingkat penggunaan dan waktu tunggu memungkinkan kita untuk menghitung tingkat pemesanan kembali yang sesuai dengan tujuan diatas. Dalam menentukan titik ini kita harus memperhatikan besarnya penggunaan bahan selama bahan-bahan yang dipesan belum datang dan persediaan minimum. Besarnya penggunaan selama bahan-bahan yang dipesan belum diterima ditentukan oleh dua faktor yaitu

lead time dan penggunaan tingkat rata-rata. Rumus yang digunakan adalah:

Re Order Point = Rata-Rata Pemakaian/ hari x lead time ) + safety stock

e) Penentuan persediaan maksimum

Persediaan maksimum adalah merupakan batas jumlah persediaan terbesar yang sebaiknya diadakan dalam perusahaan.

Persediaan maksimum = Safety stock + EOQ 7. Kerangka Pikir

Kerangka pikir digunakan untuk mengetahui alur penelitian yang akan dilakukan. Adapun kerangka pikir penelitian secara lengkap dapat disajikan pada gambar 1.


(6)

Gambar 2.1

Kerangka Pikir Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir tersebut maka dapat diketahui penerapan Just In Time dalam pengendalian persediaan bahan baku untuk memperlancar proses produksi pada perusahaan Getuk Pisang Atik di Kabupaten Jombang.

Kelancaran Proses Produksi Kebutuhan per

bulan JIT

Kebutuhan per hari

Kuantitas

Frekuensi Persediaan

Periode pembelian

Biaya pemesanan