136
diperlakukan untuk mencapai falah kebaikan di dunia dan akhirat sesuai dengan syariat Islam.
F. Karakteristik Akuntansi Islam
Yaya dan Hameed 2004 dalam penelitiannya fokus pada dua aspek katakteristik akuntansi Islam, yaitu: 1 pengukuran keuangan, 2 disclosure dan
penyajian presentation. Pada bagian ini akan dibahas kedua aspek tersebut. 1.
Aspek Pengukuran Keuangan Muhamad 2002 berpendapat bahwa realitas metafora akuntansi syariah adalah
akuntansi zakat. Yaya dan Hameed 2004 memandang bahwa zakat sebagai bagian penting dalam penentuan alat pengukuran. Ada tiga alasan mengambil
zakat sebagai fokus utama isu pengukuran, yaitu: · zakat adalah suatu konsep dalam Islam yang berhubungan dengan
pengukuran aset. Alasan ini berdasarkan Al Qur`an dan Hadits yang mengatur mengenai nisab dan haul batas minimal harta dan waktu,
· zakat senantiasa disebutkan dalam ayat Al Qur`an setelah perintah sholat, dan merupakan salah satu pilar agama, dan
· perkembangan akuntansi di awal pemerintahan Islam berhubungan dengan praktik ekonomi zakat.
Sebagai suatu kewajiban yang khas dalam agama Islam, zakat dikeluarkan setelah mencapai batas minimal atas kewajiban yang dikeluarkan. Dalam Islam, harta
wajib dikeluarkan zakatnya manakala memenuhi dua syarat sebagai berikut.
137
· Harta itu telah sampai kepada batas minimal yang diistilahkan dengan nisab. Batas minimal ini diberlakukan untuk barang-barang komoditi
seharga 20 dinar. Adapun untuk hasil-hasil pertanian, jumhur ulama berpendapat bahwa setiap tetumbuhan bumi yang ada zakatnya, tidak dan
nisab-nya yang tertentu. · Pemilik harta tetap memiliki se-nisab ini dalam masa setahun penuh.
Jenis harta yang wajib dizakati menurut syariat Islam telah ditetapkan dalam Hadits Nabi Muhammad saw. meliputi: binatang ternak, emas dan perak,
barang dagangan, dan hasil bercocok tanam termasuk buah-buahan. Dari ketentuan kewajiban mengeluaran zakat tersebut, maka dapat dirumuskan
batasan-batasan yang harus diikuti dalam menentukan standar akuntansi zakat. Menurut Atiya dalam Muhamad 2002b standar akuntansi zakat tersebut
adalah sebagai berikut. a.
Penilaian current exchange value nilai tukar sekarang atau harga pasar. Kebanyakan ahli fiqih mendukung bahwa harta perusahaan pada saat
menghitung zakat harus dinilai berdasarkan harga pasar. b.
Aturan satu tahun. Untuk mengukur nilai aset, kalender harus dipakai kecuali untuk zakat pertanian.
c. Aturan mengenai independensi. Zakat yang dihitung tergantung pada
kekayaan akhir. Piutang pendapatan yang bukan pendapatan tahun ini dan pendapatan yang dipindahkan ke depan tidak termasuk.
138
d. Standar realisasi. Kenaikan jumlah diakui pada tahun bersangkutan apakah
transaksi selesai atau belum. Dalam hal ini, piutang transaksi kecil harus dimasukkan dalam perhitungan zakat.
e. Yang dikenakan zakat. Nisab harus dihitung menurut ketentuan hadits,
sehingga orang yang tidak cukup nisab-nya maka tidak berkewajiban ditagih. f.
Net total gross memerlukan net income. Setelah satu tahun penuh, biaya, utang, dan penggunaan keluarga harus dikurangkan dari income yang akan
dikeluarkan zakatnya. g.
Kekayaan dari aset. Setiap muslim yang memiliki harta atau kekayaan dalam batas waktu tertentu akan dihitung kekayaannya untuk dikenai zakat.
Ketentuan-ketentuan di atas merupakan ketentuan penting yang berkaitan dengan formulasi perhitungan atau penilaian atas suatu harta atau aset yang dimiliki
oleh seseorang atau perusahaan, kemudian seseorang atau perusahaan tersebut mengeluarkan kewajiban atau membayar zakat.
AAOIFI mengakui konsep current value pada aset, utang, dan investasi terikat dalam konsep laporan akuntansi. Tetapi karena kurangnya alat yang cukup,
sehingga hal itu tidak direkomendasikan Yaya dan Hameed, 2004. Sebaliknya historical cost dibiarkan diaplikasikan dan menggunakan laporan
keuangan current value sebagai informasi suplemen bagi investor potensial dan users lain. Bahkan, di dalam praktik, historical cost diaplikasikan oleh
bank Islam. Menurut Mirza dan Baydon dalam Yaya dan Hameed 2004, sistem akuntansi
Islam mempunyai dual system dalam pengukuran aset. Argumen ini didasarkan
139
pada premis bahwa perusahaan Islam perlu melakukan kontrak dan menunaikan kewajiban zakat. Dikarenakan kontrak didasarkan pada past
transaction dan zakat didasarkan atas current valuation, maka pengukuran dilakukan sesuai dengan setiap tujuan yang ingin dicapai.
Aplikasi historical cost dalam penghitungan akuntansi didasarkan pada argumen bahwa historical cost memiliki reliabilitas sumber informasi yang tinggi
mengenai aset perusahaan, utang, operasi perusahaan, dan manajemen kas. Mirza dan Baydon dalam Yaya dan Hameed 2004 berpendapat bahwa
historical cost layak untuk konsep stewardship, yang mereka percaya bahwa stewardship sebagai tujuan utama akuntansi Islam.
Sedangkan Yaya dan Hameed 2004 berpendapat bahwa historical cost tidak sesuai dengan dasar syariah apabila diaplikasikan pada perusahaan Islam.
Prinsip penyelesaian kontrak tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk menerapkan historical cost sebagai tujuan pengukuran, karena kontrak
merupakan future realization, bukan past activity. Pada waktu pengukuran, yang digunakan seharusnya current valuation, karena penerapan historical cost
dapat menyalahi prinsip kebenaran dalam pengungkapan dan memberi peluang perbuatan haram.
Dan janganlah kamu campur adukkan yang haq dengan yang bathil, dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu, sedang kamu
mengetahuinya QS. 2: 42.
140
Sekali-kali jangan curang, karena sesungguhnya kitab orang yang durhaka tersimpan dalam sijjin QS. 83: 7.
Prinsip-prinsip di atas mengajak tiap perusahaan untuk menyajikan kebenaran dalam pengungkapan, tidak understatement ataupun overstatement. Historical
cost merefleksikan suatu tipe konservatisme yang menyajikan understate pada waktu inflasi.
2. Aspek Disclosure dan Penyajian
Hanifa dan Hudaib dalam Yaya dan Hameed 2004 berpendapat bahwa tujuan pentingnya disclosure dan penyajian laporan keuangan adalah untuk
memenuhi kewajiban sesuai syariat Islam . Untuk mencapai tujuan tersebut, maka perusahaan diharapkan mengungkapkan: 1 transaksi terlarang haram
yang dilakukan, 2 kewajiban zakat yang seharusnya dibayarkan, dan 3 tanggung jawab sosial. Ini berarti laporan keuangan dalam masyarakat Islam
lebih detail dibanding masyarakat barat. Menurut Baydon dan Willet dalam Yaya dan Hameed 2004, akuntabilitas sosial
dan full disclosure merupakan dasar laporan perusahaan Islam. Mereka mendukung bahwa neraca current value dimasukkan sebagai bagian laporan
perusahaan Islam. Sementara itu, laporan laba rugi diturunkan ke catatan, karena mempengaruhi organisasi sangat profit oriented. Sesuai perspektif
Islam, A Value Added Statement VAS seharusnya diaplikasikan, karena akan mendukung akuntabilitas Islam.
141
Abdurrahim 2002 juga memberikan pendapat serupa didalam paper-nya. Abdurrahim menyebutkan dua kriteria penting disclosure dalam akuntansi
Islam, yaitu sebagai suatu bentuk akuntabilitas sosial dan aturan full disclosure. Kedua kriteria tersebut mendororng perlunya modifikasi laporan
keuangan konvensional. Rekomendasi khusus bentuk modifikasi tersebut adalah VAS sebagai pengukur kinerja perusahaan dan current value balance
sheet sebagai tambahan historical cost balance sheet. VAS pada dasarnya penyusunan kembali laporan laba rugi. VAS dapat digunakan
tenaga kerja untuk mempengaruhi kebijakan perusahaan seperti pemberian bonus. Masyarakat luas juga dapat menggunakannya untuk menekan
perusahaan lebih peduli dengan tanggung jawab sosial. VAS dapat menyediakan aspek distribusi kemakmuran. Selain aspek distribusi sumber
daya, Islam juga mensyaratkan adanya kategori halal. Mirza dan Baydon dalam Yaya dan Hameed 2004 mendukung bahwa laporan
keuangan Islam memberikan transparansi dan terhindar dari manipulasi yang diwujudkan dengan prinsip full disclosure pada laporan perusahaan Islam.
Tetapi Khan dalam Yaya dan Shahul Hameed 2004 pesimis dengan prinsip tersebut, khususnya pada perusahaan yang mengungkapkan informasi negatif
mengenai dirinya, misal permasalahan tenaga kerja, pencemaran lingkungan, dan penggelapan pajak. Perusahaan berpikir bahwa apabila mereka
mengungkapkan seluruh masalah tersebut, mereka akan mendapat tekanan hukum. Di sisi lain, ada transaksi-transaksi tertentu yang diperbolehkan dan
sah dalam kerangka kapitalis, tetapi tidak pada Islam, seperti pendapatan
142
bunga, pembayaran bunga, investasi yang di-mark up tanpa memperhitungkan risiko, dan tipe transaksi riba lainnya.
G. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Islam sebagai agama yang komprehensif dan universal, memberikan kaidah akuntansi. Kaidah ini dapat dijadikan rujukan dan pengembangan
akuntansi Islam sampai tataran praktis.
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu
mengimlakkan apa yang akan ditulis itu, dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhan-nya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun
daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah keadaannya atau dia sendiri tidak mampu
mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan
143
jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang laki-laki di antaramu. Jika tidak ada dua orang laki-laki, maka boleh
seorang laki-laki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhoi, supaya jika seorang lupa, maka seorang lagi
mengingatkannya QS. 2: 282.
Penelitian tentang pandangan dan nilai-nilai Islam telah dilakukan oleh Hameed 2002a, 2002b. Selain penelitian tersebut, Muhamad 2002b juga mendukung
pemikiran bahwa konsep dan nilai akuntansi konvensional dapat kontradiktif bagi masyarakat Islam, karena Islam sendiri memiliki pandangan dan nilai
yang bersumber dari Al Qur`an dan Al Hadits. Antara Hameed 2002a dan Deliarnov dalam Perwataatmadja 2002 terdapat
kesesuaian pendapat, bahwa pandangan dan nilai akan berpengaruh pada sistem ekonomi, dan selanjutnya berpengaruh pada akuntansi. Penelitian
tentang sistem ekonomi Islam dan aktivitas bisnis Islam telah dilakukan oleh Na`im 2003, Zarkasy 2003, Sukarman 2003, dan Fauroni 2002.
Beberapa penelitian tersebut secara umum menyimpulkan bahwa aktivitas bisnis Islam harus sesuai dengan syariah dan membawa pesan moral dan etik
dengan berpedoman pada prinsip adalah dan ihsan. Penelitian tentang tujuan dan karakteristik akuntansi Islam telah dilakukan oleh
Yaya dan Hameed 2004. Penelitian tersebut dilakukan kepada 87 akuntan pendidik di Yogyakarta. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah akuntan
pendidik di Yogyakarta percaya bahwa akuntabilitas Islam merupakan tujuan yang layak bagi akuntansi Islam. Akuntansi Islam diyakini mampu
menyediakan informasi yang lebih detail dibanding akuntansi konvensional. Penelitian ini juga menemukan bahwa responden memandang shareholder
144
merupakan users terpenting mengenai informasi akuntansi. Hal ini berbeda dengan pendapat beberapa ahli ekonomi Islam, bahwa akuntansi Islam
seharusnya berorientasi untuk stakeholders bukan shareholders. Penelitian tentang persepsi akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi dilakukan
oleh Islahuddin dan Soesi 2002. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa seorang akuntan harus memiliki kompetensi dan profesionalisme, antara lain
berwawasan luas dan berorientasi outward looking. Sedangkan menurut Harahap 2001: 2002, perkembangan akuntansi Islam masih relatif muda dan
dalam tahap mencari kerangka dasarnya. Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, maka sebagai profesi yang menuntut kualitas dan profesionalisme
yang tinggi, perlu kiranya untuk mengetahui dan memahami perkembangan disiplin akuntansi dan beberapa current issues seputar akuntansi, salah satunya
adalah akuntansi Islam. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini untuk mengetahui persepsi akuntan
pendidik dan mahasiswa akuntansi yang telah sedang menempuh mata kuliah Ekonomi Islam, dan mahasiswa akuntansi yang belum menempuh mata kuliah
Ekonomi Islam terhadap tujuan dan karakteristik akuntansi Islam.
H. Kerangka Teoritis