DMT-32 S4. Pada DMT-32 S4 ada tiga pohon yang benihnya dipanen dari DMT- 32 S3 No.1, dua pohon benihnya dipanen dari pohon DMT-32 S3 No.8, dan dua
pohon individu kelapa populasi DMT-32 S3 No.18, sedangkan DMT-32 S3 No. 14 berperan sebagai tetua jantan artinya tidak ada benih yang dipanen dari pohon
tersebut. Dengan diketahuinya silsilah masing- masing individu kelapa DMT-32
hasil penyerbukan sendiri generasi ketiga DMT-32 S3 dan keempat DMT-32 S4 secara jelas, maka peneliti kelapa yang akan mempelajari sifat-sifat tertentu
yang berkaitan dengan produksi, ketahanan terhadap hama dan penyakit, kekeringan, protein, asam lemak dan lain- lain dapat memanfaatkan informasi ini.
3. Identikasi Pita Spesifik Terpaut Dengan Karakter Produksi Buah Pada
Tanaman Kelapa Berdasarkan Penanda Mikrosatelit SSR
Hasil pengamatan pada setiap generasi hasil penyerbukan tertutup dari pohon-pohon terseleksi pada setiap generasi kelapa DMT-32 DMT-32 S2, DMT-
32 S3, dan DMT-32 S4, terhadap produksi buah per pohon per tahun dan jumlah tandan per pohon per tahun telah menunjukkan telah terjadi penurunan rata-rata
produksi buah per pohon per tahun. Pada DMT-32 S2, pohon yang memiliki produksi buah per pohon per tahun paling rendah adalah DMT-32 S2 No.5 yaitu
104 butir. Pada DMT-32 S3, pohon yang memiliki produksi buah paling rendah adalah DMT-32 S3 No.38 yaitu 48 butir. Sedangkan pada DMT-32 S4 ditemukan
16 pohon yang sampai dengan umur 11 tahun setelah tanam tidakbelum berbuah. Data produksi buah per tandan per pohon dan jumlah tandan per pohon per tahun
untuk generasi DMT-32 S2, DMT-32 S3, dan DMT-32 S4 disajikan pada Tabel 12.
Untuk mengetahui ada atau tidaknya pita spesifik yang berkaitan dengan produksi buah kelapa, maka populasi pohon kelapa tiap generasi DMT-32 dibuat
pengelompokan berdasarkan produksi buah per pohon per tahun. Untuk DMT-32 S2 hanya mengelompok dalam satu kelompok karena semua pohon memiliki
produksi di atas 100 butir. Pada DMT-32 S3 dalam empat kelompok yaitu 100 butirpohon, 80-99 butirpohon, 60-79 butirpohon, 40-59 butirpohon. Pada
DMT-32 S4 mengelompok menjadi empat kelompok yaitu : 100 butirpohon, 8-60 butirpohon, bertandan tanpa buah, dan tanpa tandan.
Tabel 12. Produksi buah dan tandan per pohon per tahun pada setiap generasi menyerbuk sendiri kelapa DMT-32
No. Poho n
Produksi buah per pohon per tahun
Produksi tandan per pohon per tahun
S2 S3
S4 S2
S3 S4
1. 156
120 13
15 2.
105 60
24 15
15 8
3. 117
134 27
13 15
9 4.
165 84
48 14
14 11
5. 104
105 48
13 15
12 6.
135 118
12 15
16 6
7. 156
135 13
15 8.
136 98
17 14
9. 119
56 17
14 10.
112 20
16 10
11. 98
14 12.
120 15
13. 105
35 15
11 14.
128 44
16 10
15. 63
14 9
7 16.
66 11
6 17.
112 60
14 12
18. 122
33 12
11 19.
55 40
11 10
20. 55
18 11
9 21.
98 36
11 8
22. 108
11 23.
96 12
5 24.
55 55
11 11
25. 66
11 8
26. 96
12 6
27. 61
8 9
8 28.
114 10
13 5
29. 64
14 30.
65 13
31. 70
14 32.
104 15
33. 90
36 15
9 34.
84 12
14 4
35. 97
14 4
36. 105
105 15
15 37.
78 16
13 8
38. 48
18 12
9 39.
62 12
40. 69
13
Campuran DNA dari pohon-poho n kelapa yang produksinya ada dalam satu kelompok yang sama dicampur dan diPCR. Pita DNA yang spesifik adalah
pita yang ditemukan selalu ada atau tidak ada pada pohon-pohon yang berbuah banyak atau tidak atau belum berbuah selama penelitian. Kalau ditemukan pita
yang selalu ada pada pohon-pohon yang berbuah banyak atau tidak berbuah akan sangat membantu dalam melakukan seleksi bibit-bibit yang berpotensi produksi
tinggi sejak dini. Sekuen DNA pengapit SSR dirakit menjadi primer untuk digunakan
mengamplifikasi lokus- lokus SSR tertentu menggunakan PCR. Setiap pita DNA mewakili satu alel dari suatu lokus. Perbedaan panjang pita DNA terjadi karena
perbedaan jumlah unit pengulangan pada lokus-lokus mikrosatelit SSR tertentu Gupta et al. 1996; Karp et al. 1997; Liu 1998.
Hasil PCR-SSR yang diperoleh divisualisasikan menggunakan PAGE Polyacrylamide Gel Electrophoresis dengan pewarnaan perak Creste et al
2001. Primer yang memberi informasi adanya pita yang khas pada hasil PCR campuran DNA berdasarkan penge lompokan yang telah dibuat, dibandingkan
dengan hasil PCR pada DNA masing- masing individu pohon kelapa DMT-32 populasi DMT-32 S2, DMT-32 S3, dan DMT-32 S4. Hasil visualisasi 15 primer
lokus SSR menggunakan PAGE pada pengelompokan DNA, ditemukan ada dua primer dari 15 primer yang digunakan memiliki pita khas yaitu CNZ21 dan
CNZ51. Visualisasi SSR primer lokus CNZ21 pada campuran DNA berdasarkan pengelompokan Gambar 14 dan pada generasi DMT-32 S4 Gambar 15,
sedangkan primer lokus CNZ51 pada campuran DNA Gambar 16 dan pada generasi DMT-32 S4 Gambar 17.
Gambar 14. Pita spesifik yang berkaitan dengan produksi buah pada kelapa DMT-32 menggunakan primer CNZ-21
Dari Gambar 14 dapat dilihat pola pita lokus CNZ21 pada DNA dari pohon kelapa yang dikelompokkan berdasarkan produksi buah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada lokus CNZ-21 kelapa DMT-32 yang bertandan tanpa buah dan yang tanpa tandan kehilangan pita berukuran 270 bp. Hasil ini kemudian
dikonfirmasi dengan profil pola pita lokus yang sama pada generasi DMT-32 S4 Gambar 15. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nomor-nomor pohon yang
tidak berbuah sampai dengan umur 11 tahun setelah tanam kehilangan pita tersebut.
Keterangan : 1-38 = nomor pohon DMT-32 S4 M = Marker 100 bp DNA ladder
Gambar 15. Profil Pola Pita Lokus CNZ21 pada populasi DMT-32 S4.
Gambar 16. Pita spesifik yang berkaitan dengan produksi buah pada kelapa DMT-32 menggunakan Lokus CNZ51
Dari Gambar 16 dapat dilihat bahwa pada lokus CNZ51 kelapa DMT-32 yang bertandan tanpa buah dan yang tanpa tandan kehilangan pita berukuran 110
bp. Pita yang hilang kemudian dikonfirmasi dengan profil pola pita lokus yang sama pada generasi DMT-32 S4 yang beberapa nomor pohon diantaranya sampai
dengan umur 11 tahun tidak atau belum berbuah Gambar 17. Ternyata pada pohon-pohon yang tidak berbuah Tabel 12 kehilangan pita berukuran 110 bp
pada lokus CNZ51 Gambar 16 dan Gambar 17.
Gambar 17. Profil Pola Pita Lokus CNZ51 pada populasi DMT-32 S4
Pita-pita yang hilang pada lokus CNZ21 berukuran 270 bp dan CNZ51 berukuran 110 diduga berkaitan dengan sifat tidak berbuah atau paling tidak
sampai dengan umur 11 tahun setelah tanam nomor- nomor pohon kelapa tersebut belum berbuah.
Untuk mengetahui korelasi antar lokus yang dipakai dalam penelitian ini dan korelasi antara sifat morfologi dengan penanda molekular dilakukan analisis
korelasi Pearson dengan Program komputer Minitab 14. Berdasarkan hasil analisis korelasi antar alel dari 15 lokus yang digunakan ternyata tidak saling berkaitan,
tetapi antara alel pita dalam lokus yang sama saling berkorelasi pada taraf nyata 95 Tabel 13.
Penanda mirosatelit SSR telah digunakan untuk pemetaan kromosom berbagai tanaman seperti peach Dirlewangger et al. 1998, gandum Kojima et al.
1998, barley Davila et al. 1999, dan tomat Saliba-Colombani et al. 2000. Lebrun at al 2001 membuat peta keterpautan linkage map pada kelapa Dalam
RIT Rennell Island Tall dan menemukan 16 kelompok keterpautan, hasil ini sesuai dengan genom haploid kelapa. Tanaman kelapa merupakan tanaman
diploid dengan jumlah kromosom 2 x = 32. Kelima belas lokus SSR yang digunakan dalam penelitian ini dibuat peta keterpautan linkage map
menggunakan MAPMAKER dengan nilai LOD 3. Hasil pemetaan menunjukkan bahwa 15 lokus SSR terbagi ke dalam 15 kelompok artinya tidak ada lokus yang
terpaut dengan yang lain dalam satu kelompok. Jika setiap kelompok dianggap sebagai kromosom, maka hasil pengelompokan group 15 lokus yang digunakan
tersebar di lima belas kromosom berbeda pada tanaman kelapa DMT-32. Hasil pengelompokan ini tidak menggambarkan keseluruhan jumlah kromosom kelapa
karena lokus SSR yang digunakan tidak cukup banyak. Menurut Herran et al 2000 dan Lebrun et al 2001 untuk membuat peta keterpautan maka diperlukan
jumlah lokus SSR dan zuriat yang cukup banyak. Rendahnya korelasi antar lokus diduga karena lokus- lokus tersebut tersebar pada kromosom yang berbeda.
Tabel 13 Korelasi antar alel pita dari lokus CNZ21 dan CNZ51 Korelasi
CNZ21-1 CNZ21-2 CNZ21-3 CNZ51-1
CNZ51-2 CNZ21-2
0.726 0.002
CNZ21-3 0.721
0.166 0.849
0.020 CNZ51-1
-0.174 0.107
0.197 0.067
0.213 0.047
CNZ51-2 0.095
0.379 -0.077
0.479 -0.201
0.062
0.691 0.000
CNZ51-3 0.028
0.495 -0.063
0.564 -0.026
0.509
0.578 0.099
0.760 0.015
Keterangan: Nilai pada bagian atas setiap kolom adalah nilai korelasi antar alel
dari lokus CNZ21 dan CNZ51 Nilai pada bagian atas bawah kolom adalah tingkat kepercayaan
Pearson
Hasil korelasi antara sifat morfologi dengan penanda molekular lokus CNZ21 menunjukkan bahwa pita yang hilang pada lokus tersebut yaitu pita
CNZ21-3 yang berukuran 270 bp berkorelasi negatif dengan jumlah buah, sedangkan pita berukuran 250 bp dan 238 bp berkorelasi positif dengan jumlah
buah pada tingkat kepercayaan 99. Artinya jika pita CNZ21-270bp tidak ada maka pohon kelapa DMT-32 sampai dengan umur 11 tahun setelah tanam belum
berbuah, sedangkan jika pita CNZ21-250bp dan CNZ21-238bp ada maka pohon- pohon kelapa DMT-32 sampai umur 11 tahun setelah tanam memiliki buah.
Tabel 14. Korelasi antara sifat generatif dengan Lokus CNZ21
Karakter CNZ21-1
CNZ21-2 CNZ21-3
buahpohontahun 0.538
0.027 0.502
0.004 -0.744
0.154 tandanpohontahun
-0.164 0.129
0.279 0.009
-0.117 0.595
jumlah bunga betina
-0.239 0.025
0.175 0.105
-0.536
0.043 panjang tangkai
tandan -0.086
0.428 0.182
0.092 0.158
0.145 Panjang bunga
jantan -0.209
0.052 0.071
0.516 0.202
0.060 lebar tangkai
tandan -0.256
0.017 0.261
0.014 0.005
0.665 Keteranga n:
Nilai pada bagian atas setiap kolom adalah nilai korelasi antar alel dan karakter generatif
Nilai pada bagian atas bawah kolom adalah tingkat kepercayaan Pearson
Hasil korelasi antara sifat morfologi dengan penanda molecular lokus CNZ51, menunjukkan bahwa pita yang hilang pada lokus CNZ51-1 berkorelasi
dengan sifat tidak atau belum berbuah sampai dengan umur 11 tahun setelah tanam. Lokus CNZ51-1 berukuran 110 bp berkorelasi dengan jumlah buah per
pohon per tahun, jumlah tandan per pohon, dan jumlah bunga betina pada tingkat kepercayaan 99 Tabel 14 dan Tabel 15. Hasil penelitian ini memperlihatkan
pula bahwa jika pita CNZ51-110bp tidak ada maka jumlah tandan per pohon per tahun dan jumlah bunga betina per tandan semakin sedikit.
Penanda molekular dapat digunakan untuk mengidentifikasi karakter fenotipik dalam studi genetik populasi Virk et al. 1996 ; Pillen et al. 2000.
Identifikasi penanda molekular yang terpaut dengan karakter dan variasi dalam populasi sangat bergantung pada hubungan kekerabatan antara tetua yang
digunakan untuk pemetaan populasi Ford-Lloyd et al. 2001.
Tabel 15. Korelasi antara sifat generatif dengan Lokus CNZ51
Karakter CNZ51-1
CNZ51-2 CNZ51-3
buahpohontahun -0.692
0.002 -0.258
0.016 0.125
0.249 tandannpohontahun
-0.590
0.000 -0.330
0.002 0.178
0.100 jumlah bunga betina
-0.426
0.036 -0.141
0.193 0.097
0.370 panjang tangkai
tandan 0.350
0.001 -0.230
0.032 0.185
0.086 Panjang bunga jantan
0.418 0.000
-0.403 0.000
0.085 0.433
lebar tangkai tandan 0.463
0.000 -0.310
0.003 0.061
0.572 Keterangan:
Nilai pada bagian atas setiap kolom adalah nilai korelasi antar alel dan karakter generatif
Nilai pada bagian atas bawah kolom adalah tingkat kepercayaan Pearson
Dengan teridentifikasinya fragmen DNA spesifik yang berkorelasi dan berkaitan dengan karakter pohon yang tidak berbuah sampai dengan umur 11
tahun akan sangat membantu melakukan seleksi dini terhadap pohon-pohon kelapa yang kemungkinan tidak berbuah atau berbuah sangat lambat.
IV. SIMPULAN