Nitrit NO Nitrat NO Cekaman Suhu dan Stres

Effendy 2003. . Ikan mampu bertahan hidup pada kualitas amonia 1.37-2.2 mgliter UNESCOWHOUNEP 1992. Pada penelitian ini, rata-rata kadar amonia dari setiap akuarium meningkat yaitu antara 0.000 hingga 0.290 mgliter sejak ikan menunjukkan gejala klinis dan kematian pada hari ke-7 dan ke-8 Gambar 17. Gambar 17 Uji kualitas air terhadap amonia NH 3

4.7.5 Nitrit NO

2 Demikian halnya suhu yang tinggi dapat pula meningkatkan asam nitrit yang bersifat toksik bagi ikan. Saat nitrit diabsorbsi oleh ikan, nitrit akan bereaksi dengan hemoglobin membentuk methemoglobin. Nitrit akan mengoksidasi ferro Fe 2+ menjadi ferri Fe 3+ . Hal ini meyebabkan darah tidak dapat mengikat oksigen, sehingga toksisitas nitrit akan menyebabkan penurunan aktivitas hemogloblin. Toksisitas nitrit disebut methemoglobinaemia Murray et al. 2000. Gambar 18 Uji kualitas air terhadap nitrit NO 2 Hari ke- Hari ke- Hal ini sebagai akibat dari meningkatnya metabolisme tubuh pada saat tubuh menghadapi suhu lingkungan yang tinggi. Dekomposisi feses dan sisa pakan dapat meningkatkan konsentrasi ion nitrit yang akan diurai oleh bakteri Nitrosomonas. Peningkatan konsentrasi nitrit dipengaruhi juga oleh pH dan salinitas. Pada konsentrasi DO yang rendah, kadar nitrit akan meningkat Effendy 2003. Ikan mampu bertahan hidup pada kualitas nitrit 0.06 mgliter UNESCOWHOUNEP 1992, Pada penelitian ini, rata-rata kadar nitrit meningkat dari setiap akuarium dari 0.046 menjadi 1.91 mgliter normal 0.06 mgliter. Kadar nitrit pada hari ikan coba mulai menunjukkan gejala klinis dan kematian hari ke-7 adalah 1.662 mgliter.

4.7.6 Nitrat NO

3 Nitrat NO 3 adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat merupakan hasil oksidasi amonia menjadi nitrit yang dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas, dan nitrit menjadi nitrat oleh bakteri Nitrobacter. Gambar 19 Uji kualitas air terhadap nitrat NO 3 Pada penelitian ini, rata-rata kadar nitrat meningkat secara moderat yaitu dari 0.085 menjadi 1.67 mgliter normal 0.2 mgliter. Tingginya kadar nitrat melebihi dari standar normal 0,2 mgliter eutrofikasi dalam rentan waktu yang relatif lama dapat menyebabkan blooming. Di dalam tubuh ikan, nitrat bersifat tidak toksik, namun konsumsi kadar nitrat yang tinggi dapat menyebabkan methemoglobinemia. Hari ke-

4.7.7 Cekaman Suhu dan Stres

Selain itu, suhu berperan penting sebagai controlling factor. Metabolisme optimal akan terjadi pada suhu yang optimal. Setiap jenis ikan mempunyai batas toleran yang berbeda-beda. Menurut Tiara dan Muhananto 2011 ikan Koi dapat bertahan hidup pada suhu 26-28 C. Namun Effendy 2003 mengatakan bahwa ikan Koi dapat bertahan hidup pada kisaran suhu 8-30ºC, oleh karena ikan Koi dapat dipelihara di seluruh Indonesia, mulai dari pantai hingga daerah pegunungan. Suhu ideal untuk pertumbuhan ikan Koi adalah 15-25ºC. Menurut Tiara dan Murhananto 2011, ikan Koi mudah mengalami stres bila ada perubahan suhu hingga 5ºC dalam tempo singkat walaupun ikan termasuk dalam hewan poikilotermal. Tinggi rendahnya suhu air sangat mempengaruhi kondisi kualitas air terutama pada kadar amonia dan nitrit. Suhu yang tinggi dapat meningkatkan kuantitas kadar amonia NH 3 . NH 3 bersifat toksik sehingga dapat membahayakan bagi ikan yang berada dalam sistem tersebut. Kadar amonia yang tinggi dapat mempengaruhi permeabelitas ikan terhadap air dan mengurangi konsentrasi ion dalam tubuh, meningkatkan konsumsi oksigen pada jaringan, merusak insang dan mengurangi kemampuan darah dalam melakukan transport oksigen. Konsentrasi amonia yang tinggi pada lingkungan menyebabkan eksresi amonia dalam tubuh ikan menurun sehingga kadar amonia dalam darah dan jaringan meningkat. Pertumbuhan ikan akan terhambat bahkan tubuh menjadi peka terhadap penyakit bila ikan berada pada lingkungan dengan konsentrasi amonia yang tinggi secara terus-menerus Effendy 2003. Perubahan suhu air secara drastis dapat mempengaruhi homeostatis ikan Koi karena dapat menyebabkan suhu tubuh ikan seringkali berubah-ubah. Pada saat adaptasi suhu, ikan menggunakan energi yang berlebihan sehingga dapat mengganggu pertumbuhannya. Dalam rentan waktu yang lama, ikan mengalami stres. Ikan yang yang mengalami stres akan memperlihatkan perubahan behaviuor dan fisiologis. Perubahan behaviour pada ikan diawali dengan ketakutan, sifat yang agresif, kelelahan, hingga hipoaktif Ross and Ross 1999. Sedang perubahan fisiologis berupa peningkatan hormon kortikosteroid, katekolamin, denyut jantung dan pernafasan. Stres dapat mengakibatkan daya tahan tubuh ikan menurun bahkan kematian Kaplan dan Sadock 1997. Secara normal, tubuh akan merespon setiap stimulan dari dalam atau luar tubuh untuk mempertahankan homeostasisnya. Tubuh yang mengalami stres dapat menurunkan tekanan darah tubuh sehingga jaringan hipotalamus merangsang sistem saraf simpatis dan medula adrenal untuk menstimulasi sekresi katekolamin Kaplan dan Sadock 1997. Pada saat stres, pelepasan ACTH dan kortisol akan terstimulasi serta terjadi hipertropi adrenal Kaplan dan Sadock 1997. Kortisol berfungsi untuk membantu katekolamin memobilisasi asam lemak dan gliserol dari sel lemak yang dibutuhkan oleh jantung dan hati. Kortisol melakukan katabolisasi protein menjadi asam amino yang akan simpan di hati dan akan digunakan untuk reparasi dan regenerasi jaringan. Kortisol sebagai prekursor dari proses glukoneogenesis sehingga terbentuk glukosa yang akan masuk ke dalam darah maka kadar gula darah meningkat. Glukosa secara maximum akan digunakan oleh otak dan jantung sehingga suplai glukosa pada otot dan jaringan perifer menurun Ross and Ross 1999. Sekresi kortisol oleh hipotalamus yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ulkus lambung dan dalam waktu relatif singkat dapat menurunkan nafsu makan ikan. Selain itu, kortisol menekan produksi leukosit dan atropi kelenjar limfe sehingga daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun Mardiati, 2000. Level kortikosteroid dalam darah yang tinggi dapat menekan produksi interferon, antibodi dan Cell mediated immunity CMI sehingga tubuh menjadi lebih peka terhadap infeksi virus Malole 1988. Interferon adalah sitokin berupa glikoprotein yang diproduksi makrofag yang diaktifkan, sel NK dan berbagai sel yang mengandung nukleus kemudian dilepas sebagai respon terhadap infeksi virus. Antibodi adalah zat kebal tubuh berupa globulin yang diproduksi oleh sel mononuklear, limfosit, netrofil dan trombosit, receptor sel B dan basofil, lomfosit dan sel mast. CMI adalah respon imun yang melibatkan makrofag, sel NK, antigen-specific cytotoxic T- lymphocytes dan produk berbagai sitokin Baratawidjaja 2006. Interferon bekerja melalui induksi sistem protein double stranded RNA activated inhibitor of translation DAI. Setelah virus menginfeksi sel inangnya, virus menginduksi produksi interferon melalui kehadiran sel makrofag. Interferon berada di epitel mencegah virus masuk ke dalam sel sehingga tidak terjadi replikasi virus. Sebaliknya ketika interferon tidak dapat menjalankan fungsinya. Virus mudah menginfeksi sel dan bereplikasi didalamnya sehingga virus baru dapat diproduksi dan dilepaskan dari sel Baratawidjaja 2006. Pada penelitian ini, berdasar hasil pengamatan dan pemeriksaan gejala klinis, perubahan makroskopis dan uji nested PCR terhadap ikan coba bahwa ikan coba dari beberapa kelompok ikan telah terinfeksi KHV baik ikan coba yang sengaja diinjeksi maupun yang dikobitasikan. Kelompok ikan yang positif terdedah penyakit KHV adalah 1A, 1B, 2A, 2B dan kelompok kontrol positif 4A, sedang kelompok lainnya adalah 3A, 3B dan kelompok kontrol negatif 4B tidak terdedah penyakit KHV. Hal ini membuktikan bahwa kondisi lingkungan yang buruk misal pancaroba iklim atau perubahan suhu yang ekstrim dan kondisi kualitas air merupakan faktor predileksi virus KHV untuk menginfeksi ikan coba. Perubahan suhu air secara ekstrim dan kondisi kualitas air yang buruk telah menyebabkan daya tahan tubuh ikan turun sehingga mudah terinfeksi oleh virus KHV. Selain itu, kuantitas copies DNA, dosis infeksi dan kondisi fisik ikan itu sendiri menjadi syarat utama virus KHV untuk menginfeksi inangnya. Ikan coba yang terinfeksi tersebut mampu menularkan Koi herpesvirus pada ikan sehat-kohabitasi melalui cemaran air dalam akuarium danatau kontak langsung. Hal ini dibuktikan pada kelompok ikan sehat yang dikohabitasikn, ikan- ikan tersebut telah terinfeksi virus KHV. Ikan kohabitasi yang terinfeksi adalah dari kelompok 1B sebanyak 2 ekor dari 5 ekor ikan kohabitasi dan kelompok 2B sebanayk 3 ekor dari 5 ekor ikan kohabitasi. Interpretasi dari penelitian ini adalah isolat virus KHV berkode D143, D144 dan M628 lebih virulen dibanding D139. Walau demikian, ikan coba yang diinjeksi D139 diduga bersifat latent dan akan muncul gejala sakit bila ada faktor pendukungnya.

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5. 1 Kesimpulan

Pada penelitian ini digunakan KIT IQ2000 TM untuk mengidentifikasi virus KHV dengan pemeriksaan metode nested PCR. Isolat virus KHV yang didapatkan adalah berkode D139, D143, D144 dan M628. Isolat tersebut yang digunakan untuk diinjeksikan pada kelompok ikan coba yang diberi perlakuan suhu secara ekstrim dan terbukti mampu menimbulkan gejala sakit, dan hal ini tidak terjadi pada kelompok ikan yang tidak diberi perlakuan. Kejadian ini dibuktikan dengan hasil pemeriksaan berdasarkan gejala klinis, perubahan makroskopis serta pengujian dengan metode nested PCR. Isolat virus KHV berkode D143, D144 dan M628 yang memiliki tingkat virulensi tinggi dan tidak pada isolat virus berkode D139. Ikan-ikan yang terinfeksi dapat menularkan Koi herpesvirus pada ikan sehat-kohabitasi melalui cemaran air dalam akuarium danatau kontak langsung. Ikan yang diinjeksi dengan suspensi virus berkode D139 tidak menunjukkan gejala sakit namun diduga bersifat latent dan akan muncul bila ada faktor cekaman lainnya. Pada penelitian ini, perubahan suhu air secara ekstrim dan kondisi kualitas air yang buruk telah menyebabkan daya tahan tubuh ikan turun sehingga mudah terinfeksi oleh virus KHV.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian tentang faktor cekaman lain stres terhadap infeksi Koi herpesvirus dan metode penguraian bahan-bahan organik dalam kolam, tambak dan danau dalam budidaya ikan Koi dan ikan Mas. DAFTAR PUSTAKA [Anonim]. 2005. Strategi Pengelolaan dan Pengendalian Penyakit KHV. Pusat Riset PerikananBudidaya Badan RisetvKelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta [Anonim]. 2006. Manual of Diagnostic Test for Aquatic Animal, Office des International des Epizooties OIE. [Anonim]. 2007. Metode Standar Pemeriksaan HPIK Golongan Virus Golongan Virus Koi herpesvirus. Pusat Karantina Ikan, Departemen Kelautan dan Perikana. Jakarta. [Anonim]. 2011. IQ2000 KHV in Nested PCR [Online]. Available: [Desember 2011]. http:www.iq2000kit.com. Aunurohim, Safitri D dan Yanthi D. 2009. Fitoplakton penyebab Harmful Alhgae Blooms HABs di Perairan Sidoarjo. [Januari 2012] http:www.its.ac.idpersonalfilespub 1937-aunurohim-bio. Boyd CE. 1982. Water Quality Management in Pond Fish Culture. Elsivier Science Pushishing Company Inc. Auburn University. New York. Baratawijdjaja KG. 2006. Imunologi Dasar. Edisi Ketujuh. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. Departemen Kelautan dan Perikanan. 2010. Dalam Laporan Tahunan Karantina Ikan Pusat. Jakarta. Effendy H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan sumber daya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Farming IntelliGene Tech Corp. 2010. IQ2000TM KHV Detection and Prevention system Koi Herpesvirus KHV. Taichung Industry Park, Taichung 407, Taiwan, ROC. Fenner FJ, Gibbs PJ, Murphy FA, Rott M, Studert MJ, White DO. 1993. Veterinary Virology. Second Edition. Academic Press, Inc. California. Gilad OS, Yun KB, Andree MA, Adkison H, Bercovier A, Eldar RP, Hendrick. 2002. Initial characteristics of Koi herpesvirus and develomment of a polymerase chain assay to detect the virus in Koi, Cyprinus carpio koi. Journal of Aqt Animal Healt. Glick BR dan Pasternak JJ. 1998. Molecular Biotechnology: Principles and Application of Recombinant DNA. Second Edition. ASM Press. Washington. Hendrick RP, Gilad O, Yun S, Spananberg JV, Marty GD, Nordhausen RW, Kubus MJ, Berchovier H and Elder A. 1998. A Herpesvirus Associatied with Mass mortality of Juvenile and Adult Cyprinus carpio koi. Fish Health News. Am. Fish. Soc. 27:7. Kaplan HI dan Sadock BJ. 1997. Sinopsis Psikiatri. Jilid I, Edisi Ketujuh. Binarupa Aksara Press. Jakarta.