Derajat Polimorfisme Gen M = Penanda 100 pb; 1-7 = urutan sampel

21 Kesamaan sekuen fragmen gen κ-Kasein memberikan keyakinan bahwa fragmen gen κ-Kasein|EcoRV yang diamplifikasi pada bangsa kerbau yang diteliti merupakan fragmen gen κ-Kasein. Selain untuk mendapatkan nilai kesamaan gen κ-Kasein, analisis sekuensing fragmen gen κ-Kasein dilakukan untuk mendapatkan gambaran mutasi atau perubahan basa yang terjadi pada lokus EcoRV. Runutan nukleotida gen κ-Kasein dalam penelitian ini memiliki tingkat kesamaan yang tinggi dengan kerbau yang ada pada GenBank, yaitu mencapai 98- 100 sedangkan pada sapi GenBank AY380229 dan AY380228 hanya 90-91. Berdasarkan hasil analisis sekuensing ditemukan 2 mutasi atau perubahan basa nukleotida pada fragmen gen κ-Kasein|EcoRV, yakni basa C Citosin menjadi T Timin pada posisi ke-23 pb dan ke-27 pb produk PCR. Hanya perubahan basa ke-23 pb dari produk PCR yang dikenali oleh enzim restriksi EcoRV. Situs mutasi pada posisi ke-23 pb dan 27 pb produk PCR atau pada posisi 12045 pb dan 12049 pb sesuai sekuen gen κ-Kasein di GenBank kode akses AM900443 yang ditemukan pada penelitian ini sesuai dengan yang ditemukan pada Masina et al. 2007 dan Beneduci et al. 2010 yang melaporkan bahwa terjadi perubahan basa C menjadi T pada kodon 135 sehingga terjadi perubahan asam amino Threonin ACC menjadi Isoleusin ATC, dan silent mutation pada kodon 136 merubah basa C menjadi T tanpa mengubah asam amino Threonin ACC menjadi Threonin ACT. Berdasarkan tipe mutasi yang terdapat pada penciri PCR-RFLP fragmen gen κ-Kasein|EcoRV, mutasi tersebut termasuk dalam tipe mutasi transisi. Sebagaimana dinyatakan Li dan Graur 1991, mutasi tipe transisi yaitu pertukaran atau subtitusi antara basa purin A = Adenin, G = Guanin atau basa pirimidin C = Citosin, T = Timin. Polimorfisme Gen κ-Kasein|EcoRV dengan Kualitas Susu Pemeriksaan produksi dan kualitas susu kerbau dilakukan untuk setiap kondisi pemeliharaan berbeda namun dengan kondisi agroekosistem yang tidak jauh berbeda. Data produksi susu merupakan data rataan hasil pemerahan seluruh kerbau setiap lokasi selama satu hari dengan kisaran periode laktasi ketiga sampai keempat. Pemeriksaan produksi susu serta pengaruh varian genotipe κ-Kasein terhadap protein dan kualitas susu lainnya ditampilkan pada Tabel 6. Produksi susu kerbau sungai di lokasi Deli Serdang 6-10 liter ekor -1 hari -1 lebih tinggi dibandingkan BPTU Siborong-borong 4-6 liter ekor -1 hari -1 . Hal tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh kondisi laktasi kerbau di Deli Serdang yang memasuki laktasi ke-4 dan manajemen pemberian pakan. De Roos et al. 2004, melaporkan bahwa kapasitas produksi susu sapi perah akan meningkat terus menerus dan mencapai puncak produksi pada periode laktasi ketiga atau keempat kemudian turun berlahan-lahan. Perbedaan tata laksana pemeliharaan juga menyumbangkan keragaman terhadap produksi susu. Pemberian pakan di peternakan rakyat Deli Serdang berupa pakan hijauan yang diberikan secara ad libitum dengan dilepas pada perkebunan sawit dan pakan konsentrat sebanyak 4-5 kg hari -1 diberikan 2 kali saat pemerahan pagi dan sore. Pemberian pakan di lokasi peternakan kerbau di BPTU Siborong-borong juga diberikan hijauan secara ad libitum dengan dilepas di padang penggembalaan jenis rumput: rumput raja, brachiaria humidicola, 22 brachiaria decumbens dan pakan konsentrat sebanyak 3-4 kg hari -1 diberikan 2 kali pagi dan sore. Tyler dan Ensminger 2006 menyatakan bahwa frekuensi pemberian pakan yang lebih dari dua kali akan dapat meningkatkan konsumsi bahan kering pakan, kadar lemak susu, dan produksi susu. Kecukupan pakan secara kuantitas dan kualitas menentukan optimalitas produksi susu. Adanya perbedaan jumlah produksi susu diduga karena perbedaan periode laktasi dan manajemen pemeliharaan. Tabel 6 Karakteristik kualitas susu kerbau sungai dengan genotipe berbeda Lokasi Produksi Susu Kualitas Susu Genotipe BPTU Siborong-borong CC 4 CT 0 TT 1 Laktasi ke-3 4-6 liter Lemak 7.758 ± 0.247 6.94 BKTL 11.333 ± 0.186 10.61 Protein 5.063 ± 0.094 4.725 Laktosa 4.539 ± 0.086 4.575 Mineral 0.880 ± 0.025 0.87 Deli Serdang CC 7 CT 1 TT 0 Laktasi ke-4 6-10 liter Lemak 7.350 ± 0.876 7.435 BKTL 11.064 ± 0.625 10.915 Protein 4.936 ± 0.271 4.875 Laktosa 5.257 ± 0.296 5.185 Mineral 0.859 ± 0.067 0.84 Keterangan: ... = jumlah sampel; BKTL = Bahan Kering Tanpa Lemak; Genotipe CT dan TT tidak dimasukkan dalam uji analisis hubungan antara genotipe dengan fenotipe kualitas susu Parameter kualitas susu yang dikelompokkan berdasarkan genotipe gen κ- Kasein Tabel 6 ditemukan tidak jauh berbeda pada parameter kadar lemak, BKTL, protein, laktosa, dan mineral pada lokasi di BPTU Siborong-borong dan Deli Serdang. Kadar Protein Susu Kadar protein susu berdasarkan varian genotipe gen κ-Kasein di masing- masing lokasi Tabel 6 memperlihatkan nilai rataan protein susu kerbau genotipe CC, CT dan TT tidak jauh berbeda. Namun, terdapat kecenderungan kerbau genotipe CC atau alel C ACC berpengaruh terhadap kadar protein yang lebih tinggi. Beberapa penelitian keragaman gen κ-Kasein pada kerbau menyatakan bahwa alel B berpengaruh terhadap kualitas protein dan koagulasi rennet yang lebih baik, namun pada hasil penelitiannya tidak ditemukan keragaman sehingga tidak dapat diasosiasikan Gangaraj et al. 2008; Abbasi et al. 2009. Hal tersebut dikarenakan kebanyakan peneliti mengacu pada genotipe BB gen κ-Kasein sapi yang terbukti berpengaruh terhadap protein dan produksi susu Caroli et al. 2004; Azevedo et al. 2008. Terdapat perbedaan signifikan pada sekuens gen κ-Kasein antara kerbau Bubalus bubalis dengan sapi Bos taurus Gambar 7. Belum ditemukan nya hubungan erat antara gen κ-Kasein terhadap kualitas susu pada penelitian ini dipengaruhi oleh keragaman gen κ-Kasein kerbau yang 23 rendah sehingga asosiasi antara keragaman gen dengan sifat kualitas susu sulit dilakukan. Produksi susu merupakan sifat kuantitatif yang dikendalikan banyak gen, dan diwariskan serta dipengaruhi oleh faktor lingkungan Noor 2008. Roginski 2003 menyatakan bahwa protein susu dikontrol oleh gen kasein komplek yang terdiri atas empat jenis, yaitu α S1 -Kasein 39-46 dari total kasein, β-Kasein 25-35 dari total kasein, α S2 -Kasein 8-11 dari total kasein dan κ-Kasein 8-15 dari total kasein. Kontrol gen kasein terhadap protein susu sebesar 80, sedangkan 20 sisanya dikontrol oleh gen pengontrol whey susu yang terdiri atas β-laktoglobulin, α-laktalbumin, serum albumin, glikomakropeptida dan protein antimikrobia yang berupa immunoglobulin, laktoferin, laktoperoksidase dan lisozim Eigel 1984. Adapun Bonfatti et al. 2012 menyatakan bahwa pengaruh satu gen aditif tidak berhubungan terhadap sifat produksi susu. Pemeriksaan dua atau lebih gen kasein secara bersamaan bermanfaat bisa memperhitungkan pengaruh interaksi yang mungkin terjadi antara dua atau lebih gen haplotipe Anggraeni et al. 2012. Parameter Kualitas Susu yang Lain Pemeriksaan pengaruh varian genotipe gen κ-Kasein terhadap lemak susu menunjukkan bahwa genotipe yang muncul pada setiap lokasi tidak memiliki konsistensi dalam menghasilkan kadar lemak susu. Hal tersebut menjelaskan bahwa kadar lemak tidak dipengaruhi oleh polimorfisme gen κ-Kasein namun sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Pengamatan pada komponen susu lainnya menunjukkan bahwa genotipe CC memiliki nilai rataan kadar BKTL dan mineral yang lebih tinggi dibandingkan genotipe CT dan TT, serta tidak ditemukan varian genotipe mempengaruhi kadar laktosa susu. Karakteristik Kualitas Susu Kerbau Sungai dan Rawa Pemeriksaan parameter kualitas susu kerbau sungai dan rawa dilakukan pada beberapa lokasi di pulau Sumatera. Susu kerbau sungai didapatkan dari provinsi Sumatera Utara lokasi BPTU Siborong-borong dan Deli Serdang; sedangkan susu kerbau rawa didapatkan dari provinsi Sumatera Barat lokasi Pematang Panjang dan Batu Sangkar, dan provinsi Riau lokasi Kampar yang ditampilkan pada Tabel 7. Data kualitas susu diperoleh dari pengujian kualitas hasil pemerahan selama satu hari pada kisaran bulan laktasi pertama sampai bulan laktasi keenam pada periode laktasi kesatu sampai kelima. Genotipe CC memiliki frekuensi yang besar diseluruh lokasi, sehingga dimasukkan dalam pengujian rata-rata yang dikelompokkan berdasarkan bangsa dan lokasi kerbau yang ditampilkan pada Tabel 7 dan disajikan dalam bentuk diagram pada Gambar 8. Terdapat nilai yang beragam pada seluruh parameter kualitas susu, terutama pada kadar lemak susu. Kondisi tersebut diduga sangat dipengaruhi oleh perbedaan bangsa dan manajemen pemeliharaan. 24 Tabel 7 Karakteristik kualitas susu kerbau sungai dan rawa bergenotipe CC Lokasi Kualitas susu Genotipe CC Lemak BKTL Protein Laktosa Mineral Kerbau Murrah BPTU Siborong- borong 4 7.76 ± 0.25 11.33 ± 0.19 5.06 ± 0.09 4.54± 0.09 0.88 ± 0.03 Deli Serdang 7 7.35 ± 0.88 11.06 ± 0.62 4.94 ± 0.27 5.26 ± 0.29 0.86 ± 0.07 Sub Total 11 7.50 ± 0.92

10.54 ± 0.88 4.98 ± 0.35 5.00 ± 0.43 0.87 ± 0.05 Kerbau Rawa

BPTU Siborong- borong 2 6.19 ± 3.12 12.03 ± 1.77 5.33 ± 0.83 5.71 ± 0.85 0.99 ± 0.08 Deli Serdang 4 6.80 ± 0.05 10.41 ± 0.10 4.64 ± 0.04 4.95 ± 0.05 0.813± 0.01 Pematang panjang 7 8.49 ± 1.84 11.75 ± 0.71 5.26 ± 0.33 5.59 ± 0.34 0.89 ± 0.06 Batu Sangkar 7 10.38 ± 0.78 11.30 ± 0.32 5.11 ± 0.14 5.39 ± 0.15 0.79 ± 0.04 Kampar 7 11.25 ± 1.23 12.06 ± 0.85 5.46 ± 0.37 5.75 ± 0.40 0.84 ± 0.08 Sub Total 27 9.28 ± 2.19

11.54 ± 0.85 5.19 ± 0.40 5.50 ± 0.41 0.85 ± 0.08

Keterangan: .. = jumlah sampel; BKTL = Bahan Kering Tanpa Lemak Gambar 8 Perbandingan rataan kualitas susu kerbau sungai dan rawa lokal genotipe CC = kerbau sungai; = kerbau rawa Kadar Lemak Kadar lemak susu kerbau, dalam penelitian ini diduga sangat dipengaruhi oleh perbedaan bangsa dan manajemen pemeliharaan terutama pemberian pakan. Tabel 7 menunjukkan kadar lemak susu kerbau sungai pada lokasi BPTU Siborong-borong 7.76 ± 0.25 dan Deli Serdang 7.35 ± 0.88 ditemukan tidak jauh berbeda. Keragaman yang tinggi pada parameter kadar lemak susu 7,50 10,54 4,98 5,00 0,87 9,28 11,54 5,19 5,50 0,85 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 L E M A K B K T L P R O T E I N L A K T O S A M I N E R A L R A T A A N K U A L I T A S S U S U KA DA R Sungai Rawa KUALITAS SUSU 25 kerbau rawa diduga dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan yang berbeda. Kadar lemak kerbau rawa di lokasi Deli Serdang 6.80 ± 0.05 dan BPTU Siborong-borong 6.19 ± 3.12 lebih rendah dibanding lokasi Pematang Panjang 8.49 ± 1.84, Batu Sangkar 10.38 ± 0.78, dan Kampar 11.25 ± 1.23. Pemberian pakan berupa rasio konsentrat yang lebih banyak dibandingkan hijauan membuat penurunan kadar lemak susu kerbau rawa di lokasi Deli Serdang BPTU Siborong-borong. Sebaliknya, pada kerbau rawa di lokasi Pematang Panjang, Batu Sangkar, dan Kampar proporsi pemberian hijauan lebih besar dibandingkan konsentrat. Tyler dan Ensminger 2006 menyatakan bahwa tingginya proporsi hijauan dalam pakan ternak perah menyebabkan peningkatan kadar lemak susu yang dihasilkan. Pakan hijauan merupakan sumber serat. Kekurangan pakan serat akan menghasilkan susu dengan kadar lemak rendah. Hal ini disebabkan hijauan dalam rumen merupakan sumber asam asetat yang merupakan bahan baku pembentuk berbagai asam lemak dari lemak susu, yaitu butirat, kaproat, kaprilat, kaprat, laurat, miristat, palmitat, oleat, stearate, dan linoleat. Semakin banyak produksi asetat, semakin banyak sintesis asama lemak yang kemudian menyebabkan peningkatan kadar lemak susu. Kandungan lemak dalam susu adalah komponen terpenting disamping protein yang mempengaruhi harga jual susu Zurriyati 2011. Gambar 8 menunjukkan bahwa rataan kadar lemak susu kerbau sungai lebih rendah 7.50 dibandingkan kerbau rawa 9.28. Beberapa penelitian yang mengukur kadar lemak susu kerbau sungai dan rawa melaporkan bahwa kadar lemak susu kerbau sungai berkisar pada 3.37-14.42 Meena et al. 2007, dan 7.07 Misra et al. 2000; sedangkan kadar lemak susu kerbau rawa berkisar 7.1 Han et al. 2012. Hal tersebut membuktikan bahwa selain manajemen pemeliharaan, bangsa ternak berperan penting dalan komposisi lemak. Ruskin 1981 melaporkan bahwa kadar lemak susu kerbau berkisar 6-8, namun dapat lebih tinggi pada peternakan kerbau perah dengan manajemen pakan yang baik dan pada kerbau rawa karena jarang diperah. Kadar Protein Tingkat kadar protein susu merupakan karakter yang diturunkan dan tingkat kadarnya hampir selalu konstan stabil. Rataan kadar protein susu kerbau sungai pada penelitian ini didapatkan sebesar 4.98, sedangkan pada susu kerbau rawa sebesar 5.19. Sedikit perbedaan ditemukan oleh Hogberg dan Lind 2003 yang menyatakan bahwa kadar protein susu kerbau sungai sebesar 4.6; sedangkan pada kerbau rawa sebesar 3.968 Khan et al. 2007. Kadar Kualitas Susu yang Lainnya Rataan kadar BKTL kerbau sungai yang didapatkan pada penelitian adalah sebesar 10.54, sedangkan pada kerbau rawa didapatkan sebesar 11.54. Hasil tersebut bersesuaian dengan penelitian Meena et al. 2007 yang menyatakan bahwa BKTL kerbau sungai berkisar pada 5.2-10.59, dan 10.1 Misra et al. 2000; sedangkan pada kerbau rawa sebesar 9.48 Khan et al. 2007. Rataan kadar laktosa kerbau sungai dan rawa yang didapatkan tidak berbeda jauh pada kerbau sungai didapatkan sebesar 5.00, sedangkan pada kerbau rawa sebesar 5.50. Hasil tersebut bersesuaian dengan penelitian Hoghberg dan Lind 26 2003 dan Khan et al. 2007 yang menyatakan bahwa kerbau sungai dan rawa memiliki kadar laktosa sebesar 4.8. Rataan kadar mineral pada kerbau sungai 0.87 dan rawa 0.85 didapatkan tidak berbeda jauh. Hasil menunjukkan bahwa secara umum kerbau rawa memiliki rataan kadar lemak, BKTL, protein, dan laktosa yang lebih tinggi dibandingkan kerbau sungai. 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Gen κ-Kasein|EcoRV kerbau sungai di BPTU Siborong-borong dan Deli Serdang ditemukan beragam polimorfik dengan ditemukannya alel C dan T. Gen κ-Kasein|EcoRV kerbau rawa bersifat monomorfik dengan hanya ditemukannya alel C. Nilai heterozigositas pengamatan kerbau sungai Ho = 0.200 dan rawa Ho = 0.000 adalah rendah. Nilai PIC ditemukan tinggi pada kerbau sungai di BPTU Siborong-borong PIC = 0.288. Fragmen gen κ-Kasein dalam penelitian ini tidak dapat digunakan sebagai penanda genetik kualitas susu kerbau. Saran Kajian mengenai penanda genetik lainnya sebagai pengontrol sifat kualitas susu perlu dilakukan. Pengambilan sampel susu yang lebih banyak pada kerbau sungai akan menambah keakurasian data. DAFTAR PUSTAKA Abbasi B, Fayazi J, Nasiri MTB, Roshanfekr HA, Mirzadeh Kh, Sadr AS. 2009. Analysis of kappa casein gene polymorphism by PCR-RFLP in buffalo population in Khouzestan province. Research J Biol Sci. 410:1073-1075. Dayem AMHA, Mahmoud KGhM, Nawito MF, Ayoub MM, Darwish SF. 2009. Genotyping of kappa-casein gene in Egyptian buffalo bulls. Lives Sci. 122:286-289. Abubakar. 2010. Kebijakan pengembangan pembibitan kerbau. Di dalam: Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor ID: Puslitbang peternakan. hlm 10-13. Ahmad S, Gaucher I, Rousseau F, Beaucher E, Piot M, Grongnet JF, Gaucheron F. 2008. Effects of adification on physico-chemical characteristics of buffalo milk: A comparison with cow ’s milk. Food Chem. 1061:11-17. Ali SAB. 1980. Buffalo production and development in Malaysia. Dalam: Buffalo production for small farms; Taipei, Taiwan: Taipei TW: FFTC. hlm 15. Altschul SF, Gish W, Miller W, Myers EW, Lipman DJ. 1990. Basic local alignment search tool. J Mol Biol. 215:403-410. Andreas E, Sumantri C, Nuraini H, Farajallah A, Anggraeni A. 2010. Identification of GH|AluI and GHR|AluI Genes Polymorphisms in Indonesian Buffalo. J IndonesTrop Anim Agric 354:215-221.