Utsman bin Affan RA

3. Utsman bin Affan RA

Pada masa Utsman bin Affan ra ini terjadi praktik privatisasi air. Adalah sumur Raumah di Madinah, yang saat itu dimiliki oleh seorang Yahudi yang kikir. Sementara itu, kondisi masyarakat Madinah sangat kesulitan dalam mendapatkan air, sehingga tidak ada cara lain selain harus membeli air pada yahudi tersebut.

Melihat kondisi tersebut, Utsman bin Affan ra tidak tinggal diam. Ia kemudian membeli sumur tersebut dari si Yahudi. Akhirnya si Yahudi menjual seharga 12 dirham, namun hanya menjual separonya saja. 44 . Akan tetapi, sumur yang dibeli Utsman bin Affan ra tersebut bukanlah untuk diprivatisasi kembali olehnya, melainkan untuk dijadikan milik bersama bagi kaum muslimin. Oleh karenanya, maka Utsman bin Affan ra pun menyampaikan kepada kaum muslimin Madinah untuk dapat menggunakan air sumur tersebut di hari sumur itu menjadi milik Utsman bin Affan ra. Hal itu mengakibatkan pada hari berikutnya, air milik Yahudi tidak laku. Akhirnya si Yahudi menjual semua sumurnya kepada Utsman bin Affan ra. Lalu kemudian, sumur tersebut oleh Utsman bin Affan ra dijadikan sebagai milik kaum muslimin, dimana dapat digunakan dan diambil manfaatnya oleh kaum muslimin.

Dari peristiwa tersebut, jelas terlihat perjuangan Utsman bin Affan ra dalam menegakkan keadilan. Ia merealisasikan hadist Nabi Muhammad saw tentang hak milik publik, bahwa setiap muslim bersekutu atas air, padang rumput, dan api. Selain itu, sebagaimana yang dilakukan Nabi Muhammad saw dan khalifah sebelumnya, Utsman bin Affan ra juga memberikan kaplingan tanah kepada kaum muslimin untuk dikelola, sehingga dapat meningkatkan ekonomi mereka. Adapun pemberian Utsman bin Affan ra adalah kepada lima orang sahabat Rasulullah, yaitu az-Zubair ra, Saad ra, Ibnu Mas’ud ra, Usamah bin Zaid ra, dan Khabbab

44. Separo maksudnya adalah penggunaannya, dimana Yahudi menggunakan sehari, kemudian hari berikutnya digunakan Utsman, dan begitu seterusnya.

30 Islam dan Agraria 30 Islam dan Agraria

Pribadi Utsman bin Affan ra yang lembut dan kebaikan hatinya, ternyata dimanfaatkan oleh orang-orang di sekelilingnya. Beberapa penguasa pada pemerintahan Utsman bin Affan ra ini haus akan harta dan kekuasaan, sehingga kekayaan mulai terkonsentrasi pada segelintir orang. Seiring dengan itu, Islam mulai kehilangan semangatnya karena para pemimpinnya mulai terlelap dengan kemakmuran. Melihat hal itu, sahabat Rasulullah saw yang jujur, Abu Dzar ra memprotes kebijakan Utsman bin Affan ra tersebut. Ia kecewa melihat keadaan para pejabat di bawah pemerintahan Utsman bin Affan ra yang sangat berbeda kadar zuhudnya dengan para penjabat di masa pemerintahan Umar bin Khattab ra. Abu Dzar ra menyampaikan protes dan didengar oleh Utsman bin Affan ra, namun Utsman bin Affan ra mengatakan bahwa seperti itulah cara pemerintahannya yang berbeda dengan pemerintahan Umar bin Khattab ra. Sikap tersebut semakin dimanfaatkan oleh para pejabat yang serakah. Masyarakat semakin tidak puas dan merasa ada yang salah dengan pemerintahan ini. Apalagi ketika seorang munafiq yang berpura-pura masuk Islam, menghasut masyarakat yang kecewa untuk memberontak. Akhirnya pecahlah pemberontakan, dan Utsman bin Affan ra menemui ajalnya dengan ditikam oleh para pemberontak.

Pemberontakan yang terjadi di masa Utsman bin Affan ra berkembang menjadi perang sipil (perang antar golongan) hingga diangkatnya Ali bin Abi Thalib ra sebagai khalifah ke empat di Masjid Madinah pada 24 Juni 656.

45. Abu Ubaid Al-Qasim, Kitab Al-Amwal, diterjemahkan oleh Setiawan Budi Utomo (Jakarta: Gema Insani, 2006), hlm. 364.

Perjuangan Agraria dalam Sejarah Islam