PROSPEK PERDAGANGAN DAN INVESTASI DI INDONESIA PASCA ASEAN CHINA FREE TRADE AGREEMENT (ACFTA)
commit to user
i
PROSPEK PERDAGANGAN DAN INVESTASI DI INDONESIA PASCA ASEAN-CHINA FREE TRADE AGREEMENT (ACFTA)
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
oleh :
ELIZA SINTA SURYANI F 0107008
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2011
(2)
commit to user
(3)
commit to user
(4)
commit to user
iv MOTTO
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang
lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”
(alam nasyrah:6-8) “LEBIH CEPAT LEBIH BAIK”
(penulis)
“Maka Nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan?” (QS Ar Rahman)
Orang yang mudah tersenyum dalam menjalani hidup ini bukan saja orang yang paling mampu membahagiakan diri sendiri;
Tetapi juga orang yang mampu bertaubat, orang yang sanggup memikul tanggungjawab,
orang yang paling tangguh menghadapi kesulitan dan memecahkan persoalan, serta orang yang paling dapat menciptakan hal-hal yang bermanfaat
bagi dirinya sendiri dan orang lain
(La Tahzan)
Hidup dan nasib, bisa tampak berantakan, misterius, fantastis, dan sporadis. Namun setiap elemennya adalah subsistem keteraturan dari sebuah desain holistic yang sempurna. Menerima kehidupan berarti menerima kenyataan bahwa tak ada hal sekecil apa pun yang terjadi karena kebetulan. Ini fakta penciptaan yang tak terbantahkan. Diinterpretasikan dari pemikiran agung Harun Yahya
(5)
commit to user
v
PERSEMBAHAN
I dedicate this research for “ MY LOVELY FAMILY”
Thanks Allah to give me a lovable family
And moreover give me a chance’s to be a part of them
Karya ini dipersembahkan kepada: ♥ Mas Haryo Hadisaputro
♥ Saudara-saudaraku ♥ Sahabat-sahabatku ♥ Almamaterku UNS
(6)
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikkum Wr. Wb.
Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillahirrabil’alamiin. Puji syukur penulis panjatkan atas Kehadirat Illahi Rabbi, Allah S.W.T yang telah memberikan
rahmat dan ridho-Nya serta petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini dengan lancar. Shalawat serta salam yang selalu tercurah kepada
Rasulullah uswah hasannah kita, keluarga, sahabat, serta orang-orang yang senantiasa
meneruskan risalah perjuangan hingga akhir kelak. Skripsi ini disusun untuk
memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas
Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Persiapan, perencanaan, dan pelaksanaan hingga terselesaikannya penyusunan
skripsi ini tidak terlepas dari peran dan bantuan berbagai pihak baik secara moril
maupun materiil. Oleh karena itu dengan kerendahan hati dan ketulusan yang
mendalam penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Akt., selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang secara langsung maupun tidak
langsung telah banyak membantu penulis selama menuntut ilmu di Fakultas
Ekonomi UNS
(7)
commit to user
vii
3. Dwi Prasetyani, S.E,M.Si, selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu,
tenaga, dan pikiran dalam membimbing dan memberikan masukan yang berarti
dalam penyusunan skripsi ini
4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
Surakarta beserta seluruh staff dan karyawan yang telah memberikan bimbingan,
arahan, dan pelayanan kepada penulis
5. Semua pihak dari Pusat Kebijakan Ekonomi Makro (PKEM) lantai 8 Badan
Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang tak
bisa disebutkan satu persatu, terimakasih untuk kebersamaan,ilmu, serta
pengetahuan baru yang sangat bermanfaat
6. Bapak Ragimun (Peneliti pada Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, Badan
Kebijakan Fiskal), terimakasih untuk bantuan data, pemikiran dll yang berkaitan
dengan skripsi ini
7. Mamaa, Mamaa, Mamaa dan Bapak yang amat sangat kusayangi. Terimakasih
untuk senantiasa mencurahkan semua kasih sayangmu, untuk air mata yang selalu
engkau teteskan dan tiada lelah bagimu untuk selalu menengadahkan kedua
tanganmu untuk mendoakan yang terbaik untukku serta untuk pengorbanan yang
begitu besar yang tak akan mungkin dapat terbalaskan oleh anandamu ini
8. Kakakku Ervani Setya Susanti, terima kasih untuk segala macam bantuan,
dukungan, kasih sayang, serta untuk menjadi tauladan yang baik untukku, untuk
(8)
commit to user
viii
9. Adikku tersayang Rizky Indra Nugroho yang selalu kurindukan, kamu adalah
motivasi bagiku, tanpa melihatmu mungkin aku tidak akan semangat
menyelesaikan skripsi ini dan mungkin tak akan sekuat dan setegar sekarang
10. Mas Haryo Hadisaputro tentu saja, atas semangatnya setiap hari yang berarti
sekali, yang bisa membuat jarak 500 km serasa menjadi 5 km saja. The last person on earth I want to be with, the person I can’t be without
11. Untuk teman-teman seperjuangan jurusan Ekonomi Pembangunan kelas B
angkatan 2007, terima kasih untuk kekompakan serta kebersamaan yang hangat
selama ini, ada banyak cinta kutemukan disitu
12. Anne, Andien, Aniend, Desta, Diana, terima kasih untuk selalu menjadi sahabat
untukku, sahabat terbaik
13. WISMONER’s para penghuni kos Wisma putri NITA, terima kasih telah mengisi hari-hariku dan menjadi teman dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyajian skripsi ini masih jauh dari
sempurna, seperti kata pepatah, tak ada gading yang tak retak, namun upaya mencari
gading yang tak retak telah penulis usahakan.
Semoga Allah S.W.T meridhoi semua bantuan yang telah diberikan kepada
penulis dan semoga karya yang sederhana ini dapat member manfaat,amin. Wassalamu’alaikum wr.wb
Surakarta, April 2011
(9)
commit to user
ix DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
ABSTRACT ... ii
ABSTRAK ... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
HALAMAN PENGESAHAN ... v
HALAMAN MOTTO ... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 11
C. Tujuan Penelitian ... 12
D. Manfaat Penelitian ... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 13
(10)
commit to user
x
2. Perjanjian Internasional ... 19
3. Pertumbuhan Ekonomi ... 24
4. Penetrasi Ekonomi Regional dan Internasional ... 28
5. Percepatan Ekonomi Kawasan Asia Timur (Asian Miracle) ... 29
6. Teori Investasi ... 30
7. Penanaman Modal Asing ... 33
8. Peranan Investasi dalam Pembangunan ... 38
9. Perkembangan Kebijakan Perdagangan Indonesia ... 40
10. Keunggulan Komparasi (Comparative Advantage) ... 42
11. Analisis Daya Saing Produk Ekspor ... 44
12. Proses Terjadinya ACFTA ... 47
B. Studi Terdahulu ... 49
C. Kerangka Pemikiran ... 52
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 54
B. Jenis dan Sumber Data ... 54
C. Definisi Operasional Variabel ... 54
1. Variabel Penelitian ... 54
2. Definisi Operasional ... 55
D. Teknik Pengumpulan Data ... 55
E. Metode Analisis Data ... 56
1. Analisis SWOT ... 57
2. Gravity Model ... 60
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum ACFTA ... 72
B. Perkembangan Investasi China ke Indonesia Sebelum dean Sesudah ACFTA ... 75
(11)
commit to user
xi
C. Optimalisasi Investasi China ke Indonesia ... 81
D. Kekuatan, Kelemahan, Peluang serta Ancaman Investasi China ke Indonesia Setelah Pembentukan ACFTA ... 86
1. Kekuatan ... 86
2. Kelemahan ... 86
3. Peluang ... 87
4. Ancaman ... 91
E. Potensi Perekonomian dan Perdagangan Indonesia-China ... 93
F. Strategi Pengembangan Investasi China ke Indonesia ... 98
G. Perkembangan Perekonomian Indonesia-China ... 109
H. Hasil Analisis Data ... 111
1. Pemilihan Model (Metode Zarembaka) ... 111
2. Hasil Regresi Variabel Independen terhadap Variabel Dependen ... 114
3. Interpretasi Ekonomi ... 121
DAFTAR PUSTAKA ... 128
(12)
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Proyeksi IMF atas Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara ... 8 Tabel 2.1
Perkembangan Kebijakan Perdagangan Indonesia ... 41 Tabel 4.1
Perkembangan Realisasi Investasi China ke Indonesia 2002-2007 (juta US$) ... 77 Tabel 4.2
Ekspor Migas dan Nonmigas ke China tahun 2002-2007 (juta US$) ... 79 Tabel 4.3
Perbandingan Perdagangan Indonesia-China terhadap Indonesia-Dunia (Persen) tahun 2002-2007 ... 82 Tabel 4.4
Rata-rata Perdagangan Indonesia Sebelum dan Era ACFTA (US$) 2002-2007 ... 83 Tabel 4.5
Perkembangan Realisasi Investasi (Proyek)China dan Dunia di Indonesia 2002-2007 ... 84 Tabel 4.6
Matriks Penetapan Strategi Berdasarkan Analisis SWOT ... . 100 Tabel 4.7
Perkembangan PDB China dan Indonesia (Milyar Dollar) ... 109 Tabel 4.8
Perkembangan Ekspor Indonesia ke China (Juta Dollar) ... 110 Tabel 4.9
Perkembangan Nilai Ekspor Nonmigas Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan 2007-2009 ... 111 Tabel 4.10
(13)
commit to user
xiii
Tabel 4.11
Uji Zarembaka ... 112 Tabel 4.12
Hasil Regresi Model ... 114 Tabel 4.13
Hasil Uji Korelasi Parsial ... 119 Tabel 4.14
Hasil Uji LM-ARCH ... 120 Tabel 4.15
(14)
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1
Kurva Marginal Efficiency of Investment ... 32 Gambar 2.2
Teori Diamond ... 43 Gambar 2.3
Kerangka Pemikiran ... 53 Gambar 3.1
Kerangka Analisis SWOT ... 58 Gambar 3.2
Matriks Model Analisis SWOT ... 60 Gambar 3.3
Daerah Kritis Uji F ... 69 Gambar 3.4
Daerah Kritis Uji t ... 70 Gambar 4.1
Total Perdagangan Indonesia-China dan Indonesia-Dunia 2002-2007 ... 78 Gambar 4.2
(15)
commit to user
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masalah perekonomian merupakan masalah yang tidak ada batasnya. Oleh
karena itu dalam jangka pendek pemerintah harus dapat menjaga kondisi
perekonomian agar tetap stabil dan pemerintah dituntut untuk selalu dapat membantu
menciptakan iklim usaha yang kondusif atau mendukung semua pihak, sedangkan
dalam jangka panjang pemerintah harus berusaha mencapai tujuan bersama yaitu
kemakmuran, kesejahteraan masyarakat serta mengatasi masalah pertumbuhan
ekonomi. Namun, dalam kenyataannya usaha pemerintah tidak berjalan sesuai dengan
yang direncanakan, banyak masalah-masalah yang muncul dan pemerintah harus siap
untuk memecahkannya. Beberapa masalah perekonomian yang dihadapi Indonesia
antara lain pengangguran. Meskipun banyak jenis pengangguran yang muncul dalam
perekonomian Indonesia, namun secara umum pengangguran akan memberikan
dampak buruk bagi kegiatan ekonomi Negara. Pengangguran akan menyebabkan
perekonomian berada di kondisi bawah kapasitas penuh, suatu kapasitas yang
diharapkan. Pengangguran juga akan menyebabkan beban angkatan kerja yang
benar-benar produktif menjadi semakin berat, di samping secara sosial pengangguran akan
menimbulkan kecenderungan masalah-masalah kriminalitas dan masalah sosial
lainnya (www.elearning.gunadarma.ac.id/.../perekonomian_indonesia/bab8-masalah-pokok-perekonomian_indonesia.pdf)
(16)
commit to user
2 Indonesia merupakan salah satu dari 3 negara Asia, disamping China dan
India yang tetap tumbuh positif saat negara lain terpuruk akibat krisis finansial
global. Jumlah penduduk yang tinggi pada ketiga negara tersebut membuat
perekonomian tidak terpuruk atas berkurangnya permintaan dari negara lain karena
permintaan domestik yang terjaga, yang utamanya didorong oleh konsumsi
masyarakat yang tetap tinggi. Di samping itu pemerintah juga memberikan dorongan
pada perekonomian melalui peningkatan stimulus dalam mempercepat proses
pemulihan perekonomian, terutama pemerintah China, dan kebijakan moneter juga
dilakukan ketiga negara tersebut untuk meminimalisir volatilitas yang tinggi pada sisi
finansial pada saat terjadi krisis finansial global (Bary, 2009). Cashmore (2009)
menjelaskan bahwa China dan India merupakan dua negara yang akan memimpin
produksi di Asia. Namun di sisi lain, dua negara tersebut tidak kaya akan sumber
daya alam, sehingga tanpa bantuan sumber daya alam negara lain, akan menghambat
proses produksinya. Sedangkan Indonesia merupakan negara penghasil komoditas
dan kaya akan sumber daya alam dengan letak geografis yang cukup dekat dengan
China dan India, yaitu hanya sekitar 3.200 km. Ini merupakan suatu prestasi dan
optimisme bagi masa depan perekonomian Indonesia (Bary,2009).
Perkembangan ekonomi dunia khususnya di bidang perdagangan internasional
telah memasuki fase perkembangan perdagangan bebas. Hal ini dapat dilihat dari
banyaknya jumlah Free Trade Agreement (FTA) baik secara multilateral, regional, maupun bilateral. Secara kumulatif sampai tahun 2009 telah terdapat 450 FTA yang
(17)
commit to user
3 bentuk kerja sama regional antara Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko. Eropa
terdapat kerja sama ekonomi yang lebih luas dengan terbentuknya sebuah kawasan
ekonomi yaitu European Union (EU) di kawasan Eropa, Association of South East Asian Nation (ASEAN) di kawasan Asia Tenggara (Andri Gilang Nugraha,2010).
ASEAN yang merupakan salah satu bentuk kerja sama regional adalah sebuah
bentuk kekuatan baru di benua Asia, karena menjadi salah satu kawasan dengan
jumlah potensi pasar terbesar di dunia. Hal ini tentunya menarik minat negara-negara
lain yang ingin mengembangkan potensi kerja sama mereka di wilayah Asia. Dengan
terwujudnya bentuk kerja sama ASEAN+1, ASEAN+3 atau ASEAN+6, ditambah
dengan rencana besar dengan terbentuknya ASEAN Economic Community (AEC) yang membawa kerja sama ekonomi ke arah yang lebih luas yaitu dalam satu
kerangka komunitas ASEAN. Salah satu negara besar yang menunjukan komitmen
kerja samanya sebagai mitra ASEAN adalah Republik Rakyat China (RRC), yang
secara konkrit diimplementasikan dalam perjanjian kerja sama perdagangan bebas
antara ASEAN dengan RRC (Andri Gilang Nugraha, 2010).
Pada tahun 1991, para pemimpin negara anggota ASEAN sepakat untuk
membentuk kawasan perdagangan bebas ASEAN. Kemudian pada tahun 1996, RRC
secara resmi menjadi dialog partner serta mitra strategis bagi ASEAN, dan pada bulan November tahun 2000 bertepatan dengan diadakannya KTT ASEAN-RRC,
seluruh kepala negara menyepakati gagasan pembentukan ACFTA yang dilanjutkan
dengan pembentukan ASEAN-RRCEconomic Expert Group pada bulan Maret 2001.
(18)
commit to user
4 yang sangat besar bagi kurang lebih 1,3 milyar penduduk RRC yang merupakan
potensi market di negara dengan potensi dengan populasi terpadat di dunia. Potensi sebagai FTA terbesar di dunia secara populasi dan terbesar ketiga dunia secara
ekonomi tersebut membuat kepala negara sepakat untuk menandatangani Framework
Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between ASEAN and the PRC pada bulan November tahun 2002, dalam hal ini Republik Indonesia diwakili oleh
Presiden Megawati Soekarnoputri. Selama dua tahun perundingan berjalan, akhirnya
kesepakatan ACFTA pun disepakati dan ditandai dengan penandatanganan
Agreement on Trade in Goods pada tahun 2004, Indonesia pada waktu itu diwakili oleh Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu. ACFTA merupakan salah satu bentuk
kerja sama liberalisasi ekonomi yang telah dilakukan Indonesia selama 10 tahun
terakhir. Awal Januari 2010 mulai pemberlakuan ACFTA, dimana terjadi perang
mutu, harga, kuantitas dan kualitas akan suatu pelayanan barang dan jasa serta
industri pasar global China.
Perkembangan ekonomi dunia khususnya bidang perdagangan internasional
saat ini telah mencapai tahap perdagangan bebas. Mulai 1 Januari 2010 Indonesia
harus membuka pasar dalam negeri secara luas kepada negara-negara ASEAN dan
China. Pembukaan pasar ini merupakan perwujudan dari perjanjian bebas antara
ASEAN (Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Brunei Darussalam)
dengan China, yang disebut dengan Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA).
Seperti halnya hubungan Indonesia dengan China yang telah terjalin sejak
(19)
Produk-commit to user
5 produk impor dari ASEAN dan China akan lebih mudah masuk ke Indonesia dan
lebih murah karena adanya pengurangan tarif dan penghapusan tarif, serta tarif akan
menjadi nol persen dalam jangka waktu tiga tahun (Dewitari, dkk:2009). Dalam
hubungannya tersebut Indonesia dan China tidak selalu mengalami kondisi atau
keadaan yang mulus, hal tersebut dikarenakan perbedaan yang berbeda pula antara
Indonesia dan China dari segi perbedaan sosial dan politik. Saat ini China merupakan
Negara industri yang mendekati Negara maju seperti Jepang dan Korea Selatan,
sehingga Indonesia harus dapat mencari peluang atas perkembangan perekonomian
dan industrialisasi China tersebut yang tentunya akan sangat membutuhkan banyak
bahan industri seperti Crude Palm Oil (CPO), karet, kayu, dan bahan mentah lainnya.
Adapun sektor lain yang dibutuhkan China saat ini antara lain dari sektor energi,
pangan, tambang, dan produk pertanian lainnya.
Jumlah penduduk China yang sangat tinggi menjadikan tingkat konsumsi
dalam negerinyapun tinggi serta dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi negara
China yang dalam dekade terakhir sangat cepat (pertumbuhan ekonomi China
rata-rata di atas 8%). Hal tersebut merupakan tantangan dan peluang bagi Indonesia untuk
menetapkan strategi hubungannya ke depan untuk memasarkan berbagai sumber
dayanya untuk memenuhi kebutuhan Negara China. Dengan pesatnya pertumbuhan
ekonomi China tersebut merupakan peluang bagi Indonesia untuk memanfaatkan
peluang ini. Namun, sampai saat ini Indonesia belum dapat memanfaatkan secara
(20)
commit to user
6 Sejak berlaku secara aktif tertanggal 1 Juli 2004, Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA) berpengaruh secara signifikan dalam menguntungkan ekonomi, perdagangan dan investasi intra regional serta akan menjadi tonggak bagi hubungan
Asean-China di masa datang, khususnya Indonesia.
Menurut teori perdagangan internasional, perdagangan antar negara yang
tanpa hambatan berpeluang memberi manfaat bagi masing-masing negara melalui
spesifikasi produksi komoditas yang diunggulkan masing-masing negara tersebut.
Namun dalam faktanya perdagangan bebas dapat pula menimbulkan dampak negatif,
diantaranya adalah eksploitasi terhadap negara berkembang, rusaknya industri lokal,
keamanan barang menjadi lebih rendah dan sebagainya.
Terkait dengan perdagangan bebas, kesepakatan Asean-China FTA juga dapat
menimbulkan dampak baik positif maupun negatif. Dampak positif dari perjanjian
ACFTA tersebut dapat dinikmati langsung oleh sektor yang produknya diekspor ke
China, sementara dampak negatif dirasakan oleh produsen dalam negeri yang
produknya sejenis dengan produk impor China, yang dipasarkan di dalam negeri dan
memiliki tingkat daya saing yang relatif kurang kompetitif.
Pasar domestik terbilang besar dan akan terus berkembang yang didorong
oleh populasi Indonesia dan China diproyeksikan akan terus bertambah ke depan.
Konsumsi masyarakat akan terus menopang perekonomian dengan tingkat
pertumbuhan ekonomi cukup tinggi di saat permintaan dari luar negeri mengalami
penurunan. Dengan kata lain, perdagangan antara Indonesia-China dapat
(21)
commit to user
7 World Economic Outlook edisi Oktober 2009, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi China dan Indonesia masing-masing mencapai 8,5% dan 4%.
Pada beberapa tahun ke depan, pertumbuhan ekonomi China diproyeksikan
tetap tinggi oleh IMF. Pertumbuhan ekonomi China diramalkan akan mencapai 9%
pada 2010, kemudian meningkat menjadi 9,7-9,8% pada tahun 2011 sampai dengan
tahun 2013, namun pada tahun 2014 diproyeksikan mengalami sedikit perlambatan
yaitu menjadi 9,5%. Di lain pihak, proyeksi pertumbuhan ekonomi negara maju
diperkirakan akan tetap rendah walaupun diperkirakan telah mengalami pertumbuhan
normal setelah adanya pemulihan ekonomi pasca krisis finansial global (Bary,2009).
Tabel 1.1menunjukan pertumbuhan yang negatif untuk Jepang dan Amerika
Serikat pada 2009, sedangkan China dan India menunjukan pertumbuhan yang positif
dan relatif tinggi. Amerika Serikat diperkirakan akan tumbuh sebesar 1,5% pada
tahun 2010 dan kemudian akan mencapai angka pertumbuhan sekitar 2,1-2,8% pada
tahun 2011 sampai pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2014.sedangkan Jepang
diperkirakan tumbuh sebesar 1,7% pada tahun 2010 dan kemudian mengalami
percepatan menjadi 2,4% pada 2011 sebelum akhirnya mengalami perlambatan
(22)
commit to user
8 Tabel 1.1
Proyeksi IMF atas Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Indonesia 6,1 4,0 4,8 5,0 5,5 6,0 6,3
China 9,0 8,5 9,0 9,7 9,8 9,8 9,5
India 7,3 5,4 6,4 7,3 7,6 8,0 8,1
AS 0,4 -2,7 1,5 2,8 2,6 2,5 2,1
Jepang -0,7 -5,4 1,7 2,4 2,3 2,0 1,8
Malaysia 4,6 -3,6 2,5 4,1 5,5 6,0 6,0
Singapura 1,1 -3,3 4,1 4,3 4,2 4,6 4,6
Dalam % yoy
Sumber: IMF, World Economic Outlook, Oktober 2009
Di negara kawasan ASEAN lainnya seperti Malaysia dan Singapura,
pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan lebih baik dari AS dan Jepang, namun lebih
rendah dibandingkan Indonesia, China dan India. Malaysia diperkirakan akan
mengalami percepatan pertumbuhan menjadi 2,5% pada tahun 2010, kemudian akan
mencapai 6% pada tahun 2013 dan 2014. Sementara itu, Singapura yang juga
termasuk negara maju, pertumbuhan ekonominya akan menjadi 4,1% pada tahun
2010 dan kemudian akan semakin cepat hingga mencapai 4,6% pada tahun 2014
(Bary, 2009).
Dengan berlakunya ACFTA berbagai pengamat memprediksi bahwa
produk-produk yang ekspornya akan meningkat adalah kelompok produk-produk pertanian, antara
lain kelapa sawit, karet dan kopi. Sedangkan produk yang diprediksi terkena dampak
negatif adalah produk yang pasarnya di dalam negeri, seperti garmen, elektronoik,
sektor makanan, industri baja/besi, dan produk holtikultura (Ragimun, 2009).
(23)
commit to user
9 ACFTA timbul karena selain produk China dikenal murah harganya, produk China
juga sudah banyak beredar di Indonesia sebelum implementasi ACFTA.
Penanaman modal merupakan langkah awal kegiatan produksi. Dengan posisi
semacam itu, investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan
pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi
rendahnya pertumbuhan ekonomi, mencerminkan marak lesunya pembangunan.
Dalam upaya menumbuhkan perekonomian, setiap negara senantiasa berusaha
menciptakan iklim yang dapat meningkatkan investasi. Sasaran yang dituju bukan
hanya masyarakat atau kalangan swasta dalam negeri, tetapi juga investor asing.
Peningkatan iklim investasi di Indonesia dimulai dengan diundangkannya
Undang-Undang No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan
Undang-Undang No.6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN). Pemberlakuan kedua undang-undang ini menyusul munculnya rezim orde
baru yang memegang tampuk pemerintahan. Sebelumnya, dalam pemerintahan orde
lama, Indonesia sempat menentang hadirnya investasi dari luar negeri. Pada waktu itu
tertanam keyakinan bahwa modal asing hanya akan menggerogoti kedaulatan negara.
Kedua undang-undang tersebut kemudian dilengkapi dan disempurnakan pada tahun
1970.UU No.1 Tahun 1967 tentang PMA disempurnakan dengan UU No.11 Tahun
1970.UU No.6 Tahun 1968 tentang PMDN disempurnakan dengan UU No.12 Tahun
1970.
Perbaikan iklim penanaman modal tidak henti-hentinya dilakukan pemerintah,
(24)
commit to user
10 kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi dilakukan penyederhanaan mekanisme
perijinan, penyederhanaan tata cara impor barang modal, pelunakan syarat-syarat
investasi, serta perangsangan investasi untuk sektor-sektor dan di daerah tertentu.
Dewasa ini kesempatan berinvestasi di Indonesia semakin terbuka, terutama bagi
penanaman modal asing. Di samping dalam rangka menarik investasi langsung,
keterbukaan ini sejalan pula dengan era perdagangan bebas yang akan dihadapi mulai
tahun 2020 kelak (Dumairy,Perekonomian Indonesia,Erlangga,1997,hal.132).
Semenjak diberlakukannya Undang-Undang No.1 Tahun 1967 yang
disempurnakan dengan Undang-Undang No.11 Tahun 1970 tentang PMA dan
Undang-Undang No.6 Tahun 1968 yang disempurnakan dengan Undang-Undang
No.12 Tahun 1970 tentang PMDN, investasi cenderung terus meningkat dari waktu
ke waktu. Walaupun demikian, pada tahun-tahun tertentu sempat juga terjadi
penurunan. Kecenderungan peningkatan bukan hanya berlangsung pada investasi oleh
kalangan masyarakat atau sektor swasta baik PMDN maupun PMA, namun juga
penanaman modal oleh pemerintah. Ini berarti pembentukan modal domestik bruto
meningkat dari tahun ke tahun.
Penanaman modal oleh dunia usaha meningkat pesat terutama dalam
dasawarsa 1980-an sesudah pemerintah meluncurkan sejumlah paket kebijakan
deregulasi dan debirokratisasi. Dalam dasawarsa 1970-an bagian terbesar dari
penanaman modal dalam negeri berasal dari sektor pemerintah. Keadaan tersebut
sekarang telah berbalik. Selama paruh pertama dasawarsa 1990-an sebagian besar
(25)
commit to user
11 pemerintah sendiri juga tetap bertambah sejalan dengan meningkatnya kebutuhan
akan sarana dan prasarana serta pelayanan dasar lainnya.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini akan menganalisis kondisi investasi
China ke Indonesia setelah ditandatanganinya perjanjian perdagangan antara
ASEAN-China serta menganalisis prospek perdagangan antara Indonesia dan China,
dimana Indonesia merupakan anggota ASEAN. Oleh karena itu diangkat judul
“Prospek Perdagangan dan Investasi di Indonesia Pasca ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA)”.
B. Rumusan Masalah
Setelah lebih dari lima tahun ditandatanganinya perjanjian ACFTA maka tentu
mempunyai banyak harapan terjadinya peningkatan investasi China ke Indonesia
serta peningkatan ekonomi perdagangan kedua belah pihak pada umumnya. Oleh
karena itu dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana peluang ACFTA terhadap jumlah investasi China ke Indonesia ?
2. Apakah strategi yang harus dilakukan Indonesia untuk meningkatkan investasi
China ke Indonesia ?
3. Bagaimana prospek perdagangan Indonesia-China setelah Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA) ?
(26)
commit to user
12 C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui peluang ACFTA terhadap jumlah investasi China ke
Indonesia
2. Untuk menganalisis strategi yang tepat bagi Indonesia untuk meningkatkan
tingkat investasi China ke Indonesia pasca ACFTA
3. Untuk mengetahui prospek perdagangan Indonesia-China pasca ACFTA.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Penulis
Dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh dalam perkuliahan di
lapangan
2. Bagi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dapat menjadi masukan untuk perkembangan ilmu pengetahuankhususnya
bagi pengembangan ilmu ekonomi pembangunan
3. Bagi Pembaca
Dapat dijadikan bahan pembanding bagi pembaca yang tertarik untuk meneliti
(27)
commit to user
13 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Teori Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan penduduk
suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama.
Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan
individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara, atau pemerintah suatu
negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara perdagangan
internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP.
1.1 Teori Klasik
a. Absolute Advantage dari Adam Smith
Teori absolute advantage lebih mendasarkan pada besaran atau variabel riil sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan
perhatiannya pada variabel riil seperti nilai suatu barang diukur dengan
banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang.
Semakin banyak tenaga kerja yang digunakan maka akan semakin tinggi
nilai barang tersebut (Labor Theory of Value).
Teori absolute advantage Adam Smith yang sederhana menggunakan teori nilai tenaga kerja. Teori nilai kerja ini sangat sederhana karena
(28)
commit to user
14 menggunakan anggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogeny serta merupakan satu-satunya faktor produksi. Dalam kenyataannya, tenaga kerja
itu tidak homogen, faktor produksi tidak hanya satu dan mobilitas tenaga
kerja tidak bebas.
b. Comparative Advantage dari JS Mill
Teori ini menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan
kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki keunggulan komparatif
terbesar dan mengimpor barang yang tidak memiliki keunggulan komparatif.
Teori ini menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya
tenaga kerja yang digunkan untuk memproduksi barang tersebut.
1.2 Comparative Cost dari David Ricardo
a. Cost Comparative Advantage (Labor Eficiency)
Menurut teori ini suatu negara akan memperoleh manfaat dari
perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan
mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi lebih efisien
serta mengimpor barang dimana negara tersebut tidak dapat memproduksi
barang tersebut secara efisien.
b. Production Comparative Advantage (Labor Productifity)
Menurut teori ini suatu negara akan memperoleh manfaat dari
perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan
(29)
commit to user
15 serta mengimpor barang dimana negara tersebut tidak dapat memproduksi
barang tersebut secara efisien.
Teori ini mencoba melihat keuntungan atau kerugian dalam
perbandingan relatif. Teori ini berlandaskan asumsi :
1. Labor Theory of Value, yaitu bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan
barang tersebut, dimana nilai barang yang ditukar seimbang
dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk
memproduksinya.
2. Perdagangan internasional dilihat sebagai pertukaran barang
dengan barang
3. Tidak diperhitungkannya biaya dari pengangkutan dan lain-lain
dalam hal pemasaran
4. Produksi dijalankan dengan biaya tetap, hal ini berarti skala
produksi tidak berpengaruh.
1.3 Teori Modern
Teori Heckscher-Ohlin (H-O) menjelaskan bahwa negara-negara
cenderung untuk mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor
produksi yang relatif melimpah secara intensif.
Menurut Heckscher-Ohlin, suatu negara akan melakukan perdagangan
(30)
commit to user
16 komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan dalam faktor
produksi. Dasar dari keunggulan komparatif adalah :
1. Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi di dalam suatu negara
2. Faktor intensity, yaitu faktor teknologi yang digunakan dalam proses produksi, baik laborintensity maupun capital intensity.
a. The Proportional Factors Theory
Teori modern Heckscher-Ohlin (H-O) menggunakan dua kurva,
pertama adalah kurva isocost, yaitu kurva yang menggambarkan total biaya
produksi yang sama, kedua adalah kurva isoquant, yaitu kurva yang menggambarkan total kuantitas produk yang sama. Menurut teori ekonomi
mikro, kurva isocost akan bersinggungan dengan kurva isoquant pada suatu titik optimal. Jadi dengan biaya tertentu akan diperoleh produk yang
maksimal atau dengan biaya yang minimal akan diperoleh sejumlah produk
tertentu.
Analisis teori H-O :
1. Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh
jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing
negara
2. Comparative advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki
masing-masing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi
(31)
commit to user
17 3. Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi
produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut
memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk
memproduksinya
Sebaliknya masing-masing negara akan mengimpor barang-barang
tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif sedikit
dan mahal untuk memproduksinya.
Kelemahan teori H-O yaitu jika jumlah atau proporsi faktor produksi
yang dimiliki masing-masing negara relatifsama maka harga barang yang
sejenis akan sama pula, sehingga perdagangan internasional tidak akan terjadi.
b. Paradoks Leontief
Wassily Leontief seorang pelopor utama dalam analisis input-output
matriks, melalui studi empiris yang dilakukannya pada tahun 1953,
menemukan fakta mengenai struktur perdagangan luar negeri
(ekspor-impor).
Berdasarkan penelitian lebih lanjut yang dilakukan ahli ekonomi
perdagangan ternyata paradoks Leontief tersebut dapat terjadi karena empat
sebab utama, yaitu :
1. Intensitas faktor produksi yang berkebalikan
2. Tarif dan non tarif barrier
3. Perbedaan dalam skill dan human capital 4. Perbedaan dalam faktor sumber daya alam.
(32)
commit to user
18 Kelebihan teori ini adalah apabila suatu negara memiliki banyak
tenaga kerja terdidik, maka ekspornya akan lebih banyak.
c. Teori Opportunity Cost
Opportunity cost digambarkan sebagai Production Possibility Curve (PPC) yang menunjukan kemungkinan kombinasi output yang dihasilkan
suatu negara dengan sejumlah faktor produksi secara full employment. Dalam hal ini bentuk PPC akan tergantung pada asumsi tentang
opportunity cost yang digunakan yaitu PPC constant cost dan PPC increasing cost.
d. Offer Curve/Reciprocal Demand (OC/OD)
Teori offer curve diperkenalkan oleh dua ekonom Inggris yaitu Marshall dan Edgeworth yang menggambarkan kurva yang menunjukan
kesediaan suatu negara untuk menawarkan atau menukarkan suatu barang
dengan barang lainnya pada berbagai kemungkinan harga.
Kelebihan dari offer curve yaitu masing-masing negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional yaitu mencapai
tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Permintaan dan penawaran pada faktor
produksi akan menentukan harga faktor produksi tersebut dan dengan
pengaruh teknologi akan menentukan harga suatu produk. Pada akhirnya
semua itu akan bermuara pada penentuan comparative advantage dan pola
(33)
commit to user
19 dan teknologi adalah dua faktor yang senantiasa diperlukan untuk dapat
bersaing di pasar internasional.
2. Perjanjian Internasional
2.1 Definisi Perjanjian Internasional
Ada beberapa definisi tentang perjanjian internasional, antara lain :
a. Definisi dari G. Schwarzenberger
“Treaties are agreements between subject of International Law creating binding obligations in International Law. They may be bilateral (i.e.concluded between contracting parties).” (George.., A Manual..,1984,26).
Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa perjanjian internasional
yaitu suatu persetujuan antara subjek-subjek hukum internasional yang
menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum
internasional. Persetujuan tersebut dapat berbentuk multilateral maupun
bilateral.
b. Definisi dari Oppenheim-Lauterpacht
“International treaties are agreements of contractual charter between states, creating legal rights and obligations between the parties.” (Oppenheim..,International..,London, hal.877).
Ditegaskan bahwa perjanjian adalah suatu persetujuan antar negara,
(34)
commit to user
20 c. Definisi dari Mochtar Kusumaatmadja
“Perjanjian internasional adalah suatu perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa yang bertujuan untuk mengakibatkan akibat-akibat hukum tertentu.” (Mochtar, Pengantar..,Bandung 1996, hal.38).
Berdasarkan definisi tersebut bahwa subjek hukum internasional yang
mengadakan perjanjian adalah anggota masyarakat bangsa-bangsa, termasuk
lembaga-lembaga internasional dan negara-negara. Dari definisi ini dapat
ditarik persamaan mengenai cirri-ciri perjanjian internasional bahwa
pihak-pihak yang mengadakan perjanjian saling menyetujui antara pihak-pihak-pihak-pihak yang
dapat menimbulkan hak dan kewajiban dalam bidang internasional.
d. Penggolongan atau Klasifikasi Perjanjian Internasional
Hukum internasional tidak mengenal penggolongan atau klasifikasi
secara formal, tetapi ada beberapa perincian mengenai perjanjian
internasional, yaitu :
a) Klasifikasi perjanjian dilihat dari segi pihak-pihak yang mengadakan
perjanjian (Mochtar..,Pengantar..,1996, Bandung, hal. 11) yaitu :
1. Perjanjian antar negara, merupakan jenis perjanjian yang
jumlahnya banyak, hal ini dapat dimaklumi karena negara
merupakan subjek hukum paling utama
2. Perjanjian antar negara dengan subjek hukum internasional
(35)
commit to user
21 3. Perjanjian antara subjek hukum internasional selain negara satu
sama lain, misalnya negara-negara yang tergabung dalam ACP
(African, Carriban and Pasific) dengan MEE.
b) Klasifikasi perjanjian berdasarkan pihak yang membuatnya.
Penggolongan ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1. Perjanjian bilateral, yaitu suatu perjanjian yang diadakan oleh dua
pihak (negara) saja yang mengatur soal-soal khusus yang
menyangkut kepentingan kedua belah pihak. Misalnya mengenai
perjanjian batas negara.
2. Perjanjian multilateral, yaitu suatu perjanjian yang diadakan
banyak pihak (negara) yang pada umumnya merupakan perjanjian
terbuka (open verdrag) dimana hal-hal yang diaturnya pun
biasanya menyangkut kepentingan umum yang tidak terbatas pada
kepentingan pihak-pihak yang mengadakan perjanjian tetapi juga
menyangkut kepentingan yang bukan peserta perjanjian itu sendiri. Perjanjian ini digolongkan pada perjanjian “law making treaties” atau perjanjian yang membentuk hukum
(Mochtar..,Pengantar..,1996, Bandung, hal. 115).
3. Klasifikasi perjanjian ditinjau dari bentuknya (Sam Suhaidi..,
Sejarah.., Bandung, 1968, hal. 250-251).
a. Perjanjian antar kepala negara (head of state form). Pihak peserta dari perjanjian tersebut “High Contracting State
(36)
commit to user
22 (pihak peserta Agung)”. Dalam praktek pihak yang mewakili negara dapat diwakilkan kepada MENLU atau
Duta Besar maupun pejabat yang ditunjuk sebagai kuasa
penuh (full powers)
b. Perjanjian antar Pemerintah (inter-Government form).
Perjanjian ini juga sering ditunjuk MENLU atau Duta
Besar atau wakil berkuasa penuh. Pihak peserta perjanjian ini tetap disebut “contracting state” walaupun perjanjian itu dinamakan “inter-governmental”.
c. Perjanjian antar negara (inter-state form) pejabat yang
mewakilinya dapat ditunjuk MENLU atau Duta Besar atau
wakil berkuasa penuh (full powers).
4. Perjanjian dilihat dari proses/tahap pembentukannya
Perjanjian ini didasarkan atas dua golongan (Mochtar, Pengantar,
Bandung, 1996, hal. 112-113) :
a. Perjanjian yang dilakukan melalui tiga tahap
pembentukannya, yaitu perundingan, penandatanganan dan
ratifikasi serta biasanya diadakan untuk hal-hal yang
dianggap penting sehingga memerlukan persetujuan dari
badan legislative (Dewan Perwakilan Rakyat). Perjanjian
(37)
commit to user
23 b. Perjanjian yang melewati dua tahap pembentukan, yaitu
perundingan dan penandatanganan, diadakan untuk hal-hal
yang tidak begitu penting dan memerlukan penyelesaian
yang cepat, seperti perjanjian perdagangan yang berjangka
pendek. Untuk golongan ini dinamakan persetujuan atau
agreement.
5. Klasifikasi perjanjian dilihat dari sifat pelaksanaannya
Penggolongan ini dapat dibedakan atas dua macam (Sam
Suhaidi..,Sejarah..,Bandung, 1968, hal. 256) :
a. Dispositive treaties (perjanjian yang menentukan) yang maksud tujuannya dianggap sudah selesai atau sudah
tercapai dengan pelaksanaan perjanjian itu. Contoh
perjanjian tapal batas.
b. Executory treaties (perjanjian yang dilaksanakan), adalah perjanjian yang pelaksanaannya tidak sekaligus, melainkan
dilanjutkan terus menerus selama jangka waktu perjanjian
tersebut. Contoh perjanjian perdagangan.
6. Klasifikasi dari segi struktur
Penggolongan dari segi struktur dibedakan atas :
a. Law making treaties, merupakan perjanjian internasional yang mengandung kaedah-kaedah hukum yang dapat
(38)
commit to user
24 bangsa-bangsa, oleh karena itu jenis perjanjian ini
dikategorikan sebagai sumber langsung dari hukum
internasional, yang terbuka bagi pihak lain yang
sebelumnya tidak turut serta dalam perjanjian.
b. Treaty contracts (perjanjian yang bersifat kontrak), dengan ini dimaksudkan perjanjian dalam hukum perdata hanya
mengikat pihak-pihak yang mengadakan
perjanjian-perjanjian. Legal effect dari treaty contracts ini hanya menyangkut pihak-pihak yang mengadakannya, dan
tertutup bagi pihak ketiga. Oleh karena itu treaty contract tidak melahirkan aturan-aturan hukum yang berlaku umum,
sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai perjanjian yang
membentuk hukum (law making treaties). Contoh
perjanjian Ekstradisi Indonesia-Malaysia.
3. Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Sadono Sukirno (1996:33), pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi memiliki definisi yang berbeda. Pertumbuhan ekonomi yaitu, proses
kenaikan output perkapita yang terus menerus dalam jangka panjang.
Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan salah satu indikator keberhasilan
pembangunan. Dengan demikian makin tingginya pertumbuhan ekonomi
(39)
commit to user
25 indikator yang lain yaitu distribusi pendapatan. Sedangkan pembangunan
ekonomi yaitu, usaha meningkatkan pendapatan perkapita dengan jalan
mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman
modal, penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan, peningkatan
ketrampilan, penambahan kemampuan berorganisasi dan manajemen.
Pembangunan ekonomi didefinisikan dalam beberapa pengertian dengan
menggunakan bahasa berbeda oleh para ahli, namun mempunyai maksud yang
tetap sama. Menurut Adam Smith, pembangunan ekonomi merupakan proses
perpaduan antara pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi
(Suryana,2002:55). Todaro (dalam Lepi T.Tarmidi,1992:11) mengartikan
pembangunan sebagai suatu proses multidimensional yang menyangkut
perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat,
kelembagaan nasional maupun percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan
ketidakmerataan dan kemiskinan dari kemiskinan mutlak. Pembangunan
ekonomi menurut Irawan (2002:5) adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf
hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan
perkapita. Prof. Meier (dalam Adisasmita, 2002:205) mendefinisikan
pembanguna ekonomi sebagai proses kenaikan pendapatan riil perkapita dalam
suatu jangka waktu yang panjang. Sadono Sukirno (1985:13) mendefinisikan
pembangunan ekonomi sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan
perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi
(40)
commit to user
26 perubahan yang terjadi secara terus menerus melalui serangkaian kombinasi
proses demi mencapai sesuatu yang lebih baik yaitu adanya peningkatan
pendapatan perkapita yang terus menerus berlangsung dalam jangka panjang.
Menurut Schumpeter (dalam Suryana, 2000:5), pembangunan ekonomi bukan
merupakan proses yang harmonis atau gradual, tetapi merupakan perubahan yang
spontan dan tidak terputus-putus. Pembangunan ekonomi disebabkan oleh
perubahan terutama dalam lapangan industri dan perdagangan. Pembangunan
ekonomi berkaitan dengan pendapatan perkapita dan pendapatan nasional.
Pendapatan perkapita yaitu pendapatan rata-rata penduduk suatu daerah
sedangkan pendapatan nasional yaitu nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa
yang diciptakan dalam suatu perekonomian dalam waktu satu tahun.
Pertambahan pendapatan nasional dan pendapatan perkapita dari masa ke
masa dapat digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi dan juga
perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu daerah. Dalam pengertian
pembangunan ekonomi yang menjadi pedoman adalah sebagai suatu proses yang
menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat
dalam jangka panjang.
Sementara itu pertumbuhan ekonomi menurut Simon Kuznets (dalam
Jhingan, 2000:57), adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu
negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada
penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi dan
(41)
commit to user
27 mempunyai tiga komponen, pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus menerus persediaan barang, kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan
derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada
penduduk, ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang
dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat.
Dengan bahasa lain, Boediono (1999:8), menyebutkan bahwa pertumbuhan
ekonomi adalah kenaikan output dalam jangka panjang. Pengertian tersebut
mencakup tiga aspek, yaitu proses, output perkapita dan jangka panjang. Jadi,
pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses bukan gambaran ekonomi atau
hasil pada saat itu. Boediono (1999,1-2) menyebutkan lebih lanjut bahwa pertumbuhan ekonomi juga berkaitan dengan kenaikan “output perkapita”. Dalam pengertian ini, teori tersebut harus mencakup mengenai pertumbuhan
GDP dan teori mengenai pertumbuhan penduduk, sebab hanya apabila kedua
aspek tersebut dijelaskan, maka perkembangan output perkapita dapat dijelaskan.
Kemudian aspek yang ketiga adalah pertumbuhan ekonomi dalam perspektif
jangka panjang, yaitu apabila selama dalam jangka waktu yang cukup panjang
(42)
commit to user
28 4. Penetrasi Ekonomi Regional dan Internasional
Karakteristik pertumbuhan ekonomi modern mempunyai kaitan erat
dengan peranan negara-negara maju. Karakteristik yang pertama, berkaitan
langsung dengan sejarah dan kecenderungan negara-negara kaya untuk secara
terus menerus berusaha untuk merambah dan merentangkan ekonominya ke
negara-negara lainnya. Langkah ini dilakukan guna memperoleh sumber pasokan
produk primer dan bahan baku, tenaga kerja yang murah dan lokasi pemasaran
yang sangat menguntungkan bagi produk-produk manufaktur mereka. Perluasan
aktivitas tersebut dimungkinkan oleh adanya kemajuan teknologi modern yang
begitu pesat, khususnya dalam bidang transportasi dan komunikasi (Ragimun,
dalam Kajian Ekonomi dan Keuangan: 2009:Volume 13 No.2).
Kegiatan perambahan yang giat dilakukan oleh negara-negara maju
tersebut membawa pengaruh besar berupa terintegrasinya perekonomian dunia.
Langkah-langkah tersebut membuka kemungkinan ke arah dominasi politik dan
ekonomi oleh negara-negara berkembang (Todaro:103).
Negara-negara modern baru seperti Korea Selatan juga melakukan
manuever tersebut, yaitu dengan mengimpor bahan baku dan mengekspor barang-barang manufaktur. China dengan kekuatan baru akan menyusul
melakukan penetrasi ke negara-negara lainnya termasuk Indonesia. Oleh karena
itu Indonesia perlu bersiap diri menetapkan strategi untuk menghadapi kekuatan
(43)
commit to user
29 Menurut Faisal Basri (2007), pertumbuhan ekonomi China dan India
sangat cepat dibandingkan Negara Asia lainnya, Jepang, China dan India
termasuk tiga besar di kawasan Asia. Produk Domestik Bruto (PDB) China saat
ini mencapai 31% dengan pertumbuhan ekonominya sekitar 8,9% pertahun.
Alasan yang mendukung pesatnya investasi di China, antara lain, infrastruktur
China yang lebih bagus dibandingkan negara lain, misalnya dari segi sarana
transportasi.
5. Percepatan Ekonomi Kawasan Asia Timur (Asian Miracle)
Kawasan Perdagangan Bebas antara Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia
Tenggara (ASEAN) dan China (ACFTA) yang berlaku efektif mulai 1 Juli 2004
secara signifikan menguntungkan ekonomi dan perdagangan intra-regional serta
akan menjadi tonggak bagi hubungan ekonomi ASEAN-China di masa depan.
Sekjen ASEAN Ong Keng Yong mengatakan bahwa pembentukan
ACFTA itu dimaksudkan sebagai tonggak kerja sama antara kedua wilayah juga
akan menciptkan kawasan dengan 1,7 miliar konsumen, suatu kawasan dengan
produk domestik bruto (PDB) sekitar US$ 2,0 triliun dan total perdagangan
setiap tahunnya mencapai nilai US$ 1,23 triliun.
Penghapusan rintangan perdagangan antara ASEAN dan China akan
membantu meurunkan biaya, meningkatkan volume perdagangan dan
meningkatkan efisiensi ekonomi. ACFTA tersebut akan menjamin stabilitas di
(44)
commit to user
30 China untuk mempunyai peranan lebih besar dalam perdagangan internasional
yang memberikan keuntungan bersama. Termasuk meningkatkan kerjasama
antara ASEAN dan China di bidang lain.
Semua anggota ASEAN berharap mendapatkan manfaat dari ACFTA,
namun, manfaat yang akan didapatkan tergantung dari kesiapan sektor swasta di
setiap negara untuk mengeksploitasi berbagai kesempatan dalam ACFTA.
Berdasarkan ACFTA, negara anggota ASEAN dan China terbebas dari pajak atas
7.000 kategori komoditi dan memberikan status bebas bea bagi semua komoditi
tersebut dalam perdagangan bilateral pada tahun 2010.
6. Teori Investasi
a. Teori konvensional (klasik)
Teori konvensional (klasik) tentang investasi pada pokoknya didasarkan
atas teori produktivitas batas (Marginal Productivity) dari faktor produksi modal.
Menurut teori ini besarnya kapital yang akan diinvestasikan dalam proses
produksi ditentukan oleh produktivitas marginalnya dibandingkan dengan tingkat
bunga. Sehingga investasi itu akan terus dilakukan bilamana produktifitas batas
dari investasi itu masih lebih tinggi daripada tingkat yang akan diterimanya bila
seandainya modal itu dipinjamkan dan tidak diinvestasikan (Sobri, 1984 : 140).
Teori klasik dapat disederhanakan sebagai berikut:
1. Suatu investasi akan dijalankan bilamana pendapatan dari investasi itu
(45)
commit to user
31 pendapatan riil investasi (I) dengan tingkat suku bunga, maka
tidaklah boleh dilupakan bahwa untuk barang-barang modal
umumnya mempunyai masa penggunaan yang panjang (durable) dan
tidak hanya sekali pakai. Sehingga pendapatan dari investasi adalah
terdiri dari jumlah-jumlah pendapatan yang akan diterima setiap
akhir tahun, selama penggunaan barang modal itu dalam produksi.
(Sobri, 1984 : 141).
2. Investasi dalam suatu barang modal adalah menguntungkan bilamana
biaya (ongkos) plus bunga, lebih kecil dari hasil pendapatan yang
diharapkan dari investasi.
b. Teori J.M Keynes
Masalah investasi, baik penentuan jumlah maupun kesempatan untuk
melakukan investasi, oleh Keynes didasarkan atas konsep Marginal Efficiency
Of Invesment (MEI), yaitu bahwa investasi itu dijalankan oleh seorang pengusaha bilamana MEI masih lebih tinggi daripada tingkat bunga. Jelaslah
investasi ditentukan oleh faktor-faktor lain diluar interest rate, (Sobri, 1984:143). Secara grafis maka MEI itu digambarkan sebagai suatu kurva yang
menurun. Kurva ini menggambarkan jumlah investasi yang akan terlaksana
pada setiap bunga. Menurunnya kurva MEI ini antara lain disebabkan oleh
dua hal yaitu :
1. Bahwa semakin banyak jumlah investasi yang terlaksana dalam
(46)
commit to user
32 makin banyak investasi yang terlaksana dalam berbagai lapangan
ekonomi, maka semakin sengitlah persaingan para investor sehingga
MEI itu menurun.
2. Biaya semakin banyak investasi dilakukan, maka ongkos dari barang
modal menjadi lebih tinggi. Dari grafik MEI ini dapatlah dinyatakan
bahwa semakin rendah pendapatan maka banyaklah investasi yang
dijalankan. (Sobri, 1987 : 144).
Gambar 2.1 :Kurva Marginal Effisiensi of invesment
Menurut teori Keynes tentang investasi, jelas bahwa pertimbangan
pokok untuk terlaksananya investasi adalah faktor efisien marginal itu sendiri.
Efisiensi marginal dari investasi ini sangat penting tergantung dari
perkiraan-perkiraan dan perhitungan pengusaha terhadap perkembangan situasi ekonomi
masa depan. Sebab tingkat MEI tidak dapat ditentukan secara pasti.
Pandangan kedepan bagi pengusaha sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor ekonomis maupun faktor-faktor psikologis. Menghubungkan antara Tingkat Pengembalian Modal
Y MEI
(47)
commit to user
33 pengusaha dengan kemungkinan untuk mengadakan investasi perlulah
diketahui tentang keberanian ber-entrepreneur seorang pengusaha yang tidak
dimiliki semua pengusaha yang lain (Sobri, 1984 : 144).
Melihat kondisi Indonesia yang demikian, maka meningkatnya modal
sangat berperan penting untuk meningkatkan perekonomian. Oleh karenan itu,
pemerintah dan swasta berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui
perhimpunan dana yang diarahkan pada kegiatan ekonomi produksi yaitu
dengan menambah penanaman modal dalam negeri maupun penanaman
modal asing. Pemasukan modal asing sangat diperlukan untuk mempercepat
pembangunan ekonomi. Modal asing dalam industrialisasi pembangunan
ekonomi dapat menciptakan kesempatan kerja. Modal asing juga membantu
memodernisasi masyarakat dan memperkuat sektor negara maupun sektor
swasta. Penggunaan modal asing yang demikian penting untuk mempercepat
pembangunan ekonomi negara-negara terbelakang (Jhingan, 2000 : 483).
7. Penanaman Modal Asing
a. Pengertian Penanaman Modal Asing
Istilah penanaman modal asing berasal dari bahasa Inggris yaitu
investment. Penanaman modal asing atau investasi seringkali dipergunakan dalam arti yang berbeda-beda. Perbedaan penggunaan istilah investasi terletak
(48)
commit to user
34 Pandji Anoraga dalam Komaruddin, investasi dijelaskan dalam tiga
pengertian, yaitu :
1. Suatu tindakan untuk membeli saham, obligasi atau surat
penyertaan lainnya
2. Suatu tindakan membeli barang modal
3. Pemanfaatan dana yang tersedia untuk produksi dengan
pendapatan di masa yang akan datang (Pandji Anoraga,
Perusahaan Multinasional Penanaman Modal Asing, Dunia
Pustaka Jaya, 1995, hal:47)
Istilah itu masih merupakan istilah dalam bentuk penjelasan tentang
investasi dan belum dihubungkan dengan istilah investasi asing.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal
Asing pada Pasal 1 menyebutkan bahwa :
“Pengertian Penanaman Modal Asing di dalam Undang-Undang ini hanyalah penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-Undang di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung, menanggung resiko dari penanaman modal tersebut.”
Ismail Sunny dan Rudioro Rochmat berpendapat perumusan Pasal 1
Undang-Undang No.1 Tahun 1967 tersebut mengandung tiga unsur pokok,
yaitu :
1. Penanaman secara langsung
(49)
commit to user
35 3. Resiko yang ditanggung pemilik modal (Ismail Sunny dan
Rudioro, Rochmat, Tinjauan dan Pembahasan Undang-Undang
Penanaman Modal Asing dan Kredit Luar Negeri, Pradnya
Paramitha, Jakarta, 1972, hal.35).
Menurut G. Kartasapoetra dkk, dari pengertian yang terdapat dalam
Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia No.1 Tahun 1967 dapat ditarik
beberapa hal penting, yaitu :
1. Undang-undang jelas tidak mengatur perihal kredit atau pinjaman
modal melainkan mengatur tentang penanaman modal (asing),
dengan demikian hubungannya dengan kemungkinan
pembangunan-pembangunan perusahaan di tanah air dalam rangka
menunjang pembangunan
2. Dengan demikian memberi kemungkinan perusahaan tersebut
dijalankan dengan modal asing sepenuhnya (direct investment),
join venture, atau joint enterprise.
3. Direct Investment, dalam hal ini bukan hanya modal, tetapi kekuasaan dan pengambilan keputusan dilakukan oleh pihak asing,
sepanjang segala sesuatunya memperoleh persetujuan dari
pemerintah Indonesia dan sejauh mana kebijaksanaannya tidak
melanggar hukum dan ketertiban umum yang berlaku di Indonesia
4. Joint Investment, dalam hal ini bukan hanya modal asing, tetapi kekuasaan dan pengambilan keputusan dilakukan oleh pihak asing,
(50)
commit to user
36 sepanjang segala sesuatunya memperoleh persetujuan dari
pemerintah Indonesia dan sejauh mana kebijaksanaannya tidak
melanggar hukum dan ketertiban umum yang berlaku di Indonesia
5. Joint Enterprise, merupakan suatu kerjasama antara perusahaan nasional dengan perusahaan asing (bentuk kerjasama antar
perusahaan). Bentuk kerjasama ini sangat disukai pemerintah
maupun oleh pemilik modal asing
6. Berbeda dengan kredit yang resiko penggunaannya ditanggung
oleh peminjam, sedangkan dalam penanaman modal asing resiko
penggunannya menjadi tanggungan penanaman modal (G.
Kartasapoetra,et.al, Manajemen Penanaman Modal Asing, Bina
Aksara, Cet.l. Medan, 1985,hal.90)
Berdasarkan pengertian penanaman modal asing tersebut, maka bentuk
dari modal asing adalah sangat luas, yaitu tidak hanya berbentuk valuta asing
saja tetapi juga meliputi :
1. Alat-alat perlengkapan tetap yang diperlukan untuk menjalankan
perusahaan, yang dalam hal ini merupakanalat-alat perlengkapan
yang serba mutakhir yang dimasukkan oleh penanaman ke
Indonesia
2. Keuntungan yang diperoleh perusahaan yang bersangkutan selama
operasinya di Indonesia dan yang merupakan bagian yang tidak
(51)
commit to user
37 kembali di Indonesia dengan maksud menambah kekuatan
modalnya (lihat Pasal 2 Undang-undang No.1 Tahun 1967 Tentang
Penanaman Modal Asing).
Mengenai peraturan kepemilikan Modal Asing seperti yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 dan dihubungkan dengan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 dapat terjadi sebagai berikut :
1. Seluruh modal asing, artinya tidak bercampur dengan modal
nasional (Pasal 1 dan 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967).
2. Sebagian modal asing dan sebagian lagi modal nasional (Joint
Venture, Pasal 23 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967). Jadi yang dimaksud dengan modal asing adalah:
1. Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari
kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan pemerintah
digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia
2. Alat-alat untuk perusahaan, termasuk penemuan-penemuan orang
asing dan bahan-bahan yang dimasukkan dari luar negeri ke
wilayah Indonesia selama alat-alat tersebut tidak dibiayai dari
devisa Indonesia
3. Keuntungan perusahaan yang berdasarkan Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1967 boleh ditransfer, namun digunakan untuk
(52)
commit to user
38 Di dalam penjelasan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 oleh
pembuat Undang-undang ditegaskan bahwa kredit luar negeri tidak termasuk
dalam objek Undang-undang Penanaman Modal Asing ini.
Modal asing yang ditanam di Indonesia dalam suatu perusahaan
sebagai suatu kesatuan perusahaan tersendiri yang berstatus Perseroan
Terbatas (PT).
a. Bentuk-bentuk Penanaman Modal Asing
Pada umumnya dalam kegiatan PMA di Indonesia dapat dilakukan
dalam dua bentuk, yaitu :
1. Oleh pihak asing (perorangan atau badan hukum), ke dalam suatu
perusahaan yang seratus persen diusahakan oleh pihak asing
2. Dengan menggabungkan modal asing tersebut dengan modal
nasional.
8. Peranan Investasi dalam Pembangunan
Perekonomian antar negara semakin berkaitan erat, keadaan ekonomi
di sebuah negara dengan cepat dan mudah merambah ke negara-negara lain.
Dalam situasi seperti sekarang, keunggulan bisnis dan perekonomian bukan
lagi berdasarkan pada strategi keunggulan komparatif (comparative
advantage) melainkan strategi keunggulan kompetitif (competitive advantage). Globalisasi mengubah struktur perekonomian dunia secara fundamental. Inteterdependensi (saling ketergantungan) perekonomian negara
(53)
commit to user
39 semakin erat, kerataan interdependensi ini bukan saja berlangsung antara
negara maju, tetapi juga antara negara berkembang dengan negara maju.
Ekspor merupakan salah satu sumber devisa yang sangat dibutuhkan
oleh negara atau daerah yang perekonomiannya bersifat terbuka seperti di
Indonesia, karena ekspor secara luas ke berbagai negara memungkinkan
peningkatan jumlah produksi yang mendorong pertumbuhan ekonomi
sehingga diharapkan dapat memberikan andil yang besar terhadap
pertumbuhan dan stabilitas perekonomiannya. Apalagi Indonesia yang baru
saja bangkit dari keterpurukan akibat dari krisis ekonomi dan krisis
multidimensional senantiasa berupaya untuk mengembangkan ekspornya
untuk menopang pemulihan ekonomi melalui peningkatan pertumbuhan
ekonomi melalui masuknya investasi yang didukung pula dengan jaminan
pemerataan, stabilitas serta kepastian hukum.
Berdasarkan sumber modal yang akan digunakan untuk pembangunan,
usaha pengerahan modal (investasi) untuk pembangunan dapat dibedakan
kepada pengerahan modal dalam negeri dan pengerahan modal luar negeri.
Modal yang berasal dari dalam negeri biasanya berasal dari tiga sumber, yaitu
tabungan sukarela masyarakat, tabungan pemerintah dan tabungan paksa.
Hampir semua negara berkembang merasakan bahwa tabungan masyarakat
dan tabungan pemerintah tidak cukup untuk membiayai program yang
direncanakan dan untuk mencapai tingkat pertumbuhan tertentu. Kekurangan
(54)
commit to user
40 Investasi dari luar negeri dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
bantuan luar negeri dan penanaman modal asing. Bantuan dari luar negeri
dapat bersumber dari pemerintah, badan-badan internasional atau pihak
swasta. Manfaat dari adanya investasi asing atau luar negeri ini
memungkinkan suatu negara mencapai target-target pembangunan. Maka
apabila modal yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan yang
direncanakan adalah lebih besar daripada modal yang dapat dikerahkan di
dalam negeri, usaha pengerahan modal (investasi) dari luar negeri perlu
dilakukan. Manfaat lain investasi luar negeri adalah diikuti oleh pemasukan
teknologi modern dan pengaliran tenaga-tenaga ahli. Faktor ini dapat
mempercepat proses modernisasi di sektor-sektor yang menerima modal asing
tersebut dan mengisi tenaga-tenaga ahli yang diperlukan. Dengan demikian
modal luar negeri bukan hanya akan mengatasi masalah kekurangan modal
untuk membiayai pembangunan, tetapi juga dapat mempertinggi efisiensi
pelaksanaan pembangunan (Faishol:2008).
9. Perkembangan Kebijakan Perdagangan Indonesia
Sejak terbentuknya World Trade Organization (WTO) tahun 1995,
perkembangan perdagangan dunia mengalami perkembangan yang sangat
pesat. Jaringan produksi mendunia dan China muncul sebagai kekuatan
produksi dan perdagangan yang menakjubkan. Perubahan pola dunia
(55)
commit to user
41 Lingkungan perdagangan internasional yang berubah sangat cepat
dimana kekuatan globalisasi perdagangan dan aliran modal sangat kuat, maka
kebijakan yang ditempuh sebaiknya harus tetap memperhatikan kepentingan
domestik. Keberhasilan reformasi dan deregulasi perdagangan sangat
ditentukan oleh faktor penekanan pada kompetisi dan pendekatan yang
gradual.
Secara ringkas perkembangan kebijakan perdagangan Indonesia dapat
dilihat sebagai berikut :
Tabel 2.1
Perkembangan Kebijakan Perdagangan Indonesia
Periode Kebijakan
1948 – 1966 Ekonomi nasionalis, nasionalisasi perusahaan Belanda
1967 – 1973 Sedikit liberalisasi perdagangan
1974 – 1981 Substitusi impor, booming komoditas primer dan minyak
1982 – sekarang Liberalisasi perdagangan dan orientasi ekspor
Sumber : Nurhemi, Kerjasama Perdagangan Internasional, 2007, diolah.
Pada era pasca kemerdekaan tahun 1948 sampai dengan tahun 1966
banyak dilakukan nasionalisasi aset-aset Belanda oleh presiden Soekarno,
perkembangan investasi dan perekonomian relatif belum sepenuhnya bagus,
memasuki tahun 1967 sampai dengan tahun 1974, periode ini banyak ditandai
dengan perubahan orde maka terjadi perubahan perekonomian Indonesia lebih
terbuka yang berorientasi pada perekonoian dan perdagangan bebas.
Memasuki periode 1974 sampai dengan 1981, era ini ditandai booming
(56)
commit to user
42 minyak dan gas di Indonesia. Pada periode yang sama Indonesia banyak
mengimpor barang modal. Sedangkan pada orde yang sama tahun 1982
sampai sekarang masih menerapkan perekonomian terbuka dan liberalisasi
perdagangan dengan senantiasa mengedepankan orientasi ekspor nonmigas.
10.Keunggulan Komparasi ( Comparative Advantage )
Michael Porter dalam bukunya The Competitive Advantage of Nations
(1998) mengembangkan sebuah model yang membantu kita menjawab
pertanyaan mengapa sebuah negara lebih kompetitif dibandingkan dengan
negara lain dan mengapa sejumlah perusahaan yang berlokasi di
negara-negara tertentu lebih kompetitif daripada sejumlah perusahaan negara-negara lain.
Model ini menyatakan bahwa lokasi pusat kegiatan (national home base)
perusahaan-perusahaan sangat berpengaruh terhadap daya kompetisi
perusahaan-perusaah tersebut di persaingan internasioanl. Home base ini menyediakan faktor-faktor dasar yang dapat mendorong ataupun sebaliknya
menghambat daya kompetisi perusahaan. Porter membedakan empat faktor
dasar :
1. Faktor kondisi
2. Faktor Permintaan Domestik
3. Faktor Industri Pendukung, dan
(57)
commit to user
43 Keempat faktor ini saling berkaitan dan secara visual seperti bentuk
diamond, sehingga dikenal dengan teori diamond, dan dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.2 Teori Diamond
Sumber : Porter, 1998
Faktor-faktor ini umumnya merupakan kondisi awal dan dasar yang
dimiliki oleh suatu negara. Negara tersebut dapat mengembangkan
industri-industri tertentu dengan memanfaatkan kondisi dasar ini secara optimal.
Dalam kaitan ini, kita kemudian mengenal istilah negara dengan biaya
produksi rendah (low cost countries). Faktor permintaan domestik adalah
hal-hal yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa yang dihasilkan
suatu negara. Mereka berpengaruh terhadap kecepatan dan arah dari inovasi
dan pengembangan produk.
Strategi, struktur dan persaingan
Faktor Kondisi Kondisi
Permintaan Domestik
Industri Pemasok dan Pendukung
(58)
commit to user
44 Faktor industri-industri pendukung adalah keberadaan ataupun
ketiadaan industri-industri pemasok dan pendukung yang kompetitif dalam
persaingan internasional. Industri pemasok yang kompetitif secara
internasional akan memperkuat inovasi dan internasionalisasi industri utama
pada fase perkembangan berikutnya. Industri pendukung adalah industri yang
dapat memanfaatkan kegiatan bisnis tertentu secara bersama-sama dengan
industri utama.
Faktor strategi, struktur dan persaingan usaha merujuk pada kondisi
yang berpengaruh terhadap hal-hal yang terkait dengan bagaimana
perusahaan-perusahaan di suatu negara.
Teori diamond dapat digunakan dalam berbagai tataran. Dalam tataran nasional, pemerintah dapat merumuskan strategi untuk memperkuat
keunggulan kompetitif negara yang dapat dimanfaatkan oleh
perusahaan-perusahaan nasional negara tersebut dalam kancah persaingan internasional.
Menurut Porter, pemerintah dapat memperkuat keunggulan kompetitif dengan
melakukan standarisasi kualitas produk nasional, menyusun mutu baku
lingkungan dan keuangan serta mendorong kerjasama vertikal antara pemasok
dan pembeli di pasar domestik.
11.Analisis Daya Saing Produk Ekspor
Tingkat daya saing komoditas ekspor suatu negara atau industri dapat
(59)
commit to user
45 indikator. Salah satu caranya adalah dengan Revealed Comparative Advantage, Constant Market Share dan Real Effective Exchange Rate. Disamping itu, seperti halnya laporan tahunan dari World Economic Forum (WEF) melalui Global Competitiveness Index dapat juga menjadi ukuran daya
saing suatu negara setiap tahunnya. GCI adalah indeks gabungan dari
sejumlah indikator ekonomi yang telah teruji secara empiris memiliki korelasi
positif dengan pertumbuhan ekonomi (PDB) untuk jangka menengah dan
panjang. Secara teoritis juga memiliki korelasi positif dengan kinerja atau
tingkat daya saing ekspor (Tambunan:2000:90).
Globalisasi pada dasarnya adalah fenomena yang mendorong
perusahaan di tingkat mikro ekonomi untuk meningkatkan efisiensi agar
mampu bersaing di tingkat lokal, nasional, regional maupun internasional.
Dengan globalisasi yang menyatukan pasar dan kompetisi investasi
internasional meningkatkan tantangan sekaligus peluang bagi semua
perusahaan baik kecil, menengah maupun besar.
Daya saing adalah kemampuan perusahaan, industri, daerah, negara
atau antar daerah untuk menghasilkan faktor pendapatan dan faktor pekerjaan
yang relatif tinggi dan berkesinambungan untuk menghadapi persaingan
internasional. Oleh karena daya saing industri merupakan fenomena di tingkat
mikro perusahaan, maka kebijakan pembangunan industri nasional didahului
(60)
commit to user
46 Untuk melihat lebih detail komoditas Indonesia yang bersaing dengan
negara-negara lain di pasar dunia dapat diukur dari Revealed Comparative Advantage (RCA) masing-masing produk ekspor (Balassa, 1965). Perhitungan RCA ini menggunakan data yang dikelompokkan dalam Standard Industrial Trade Classification (SITC) 2 digit. Nilai RCA yang lebih besar dari 1 menunjukan daya saing yang kuat. Semakin tinggi komoditi, maka semakin
tangguh daya saing produk tersebut, sehingga disarankan untuk terus
dikembangkan dengan melakukan spesialisasi pada komoditi tersebut.
Perhitungan RCA digunakan rumusan sebagai berikut :
RCA =
Dimana :
X= ekspor atau nilai ekspor
i= jenis komoditi
a= Negara asal
w= dunia (world)
Bila RCA < 1 atau sampai mendekati 0, maka daya saingnya lemah.
Bila RCA > 1 maka daya saingnya kuat, semakin tinggi RCA, semakin tinggi
daya saingnya.
Salah satu indikator yang dapat menunjukan perubahan keunggulan
komparatif adalah RCA index. Indeks ini menunjukan perbandingan antara pangsa ekspor komoditas atau sekelompok komoditas suatu negara terhadap
(61)
commit to user
47 pangsa ekspor komoditas tersebut dari seluruh dunia. Dengan kata lain
indeks RCA menunjukan keunggulan komparatif atau daya saing ekspor dari
suatu negara dalam suatu komoditas terhadap dunia.
Jika nilai indeks RCA dari suatu negara untuk komoditas tertentu lebih
besar dari 1, berarti negara yang bersangkutan mempunyai keunggulan
komparatif di atas rata-rata dunia dalam komoditas tersebut. Sebaliknya, bila
lebih kecil dari 1 berarti keunggulan komparatifnya untuk komoditas tersebut
rendah atau di bawah rata-rata dunia.
12.Proses Terjadinya ACFTA
Pada tahun 2001, pada pertemuan China dan ASEAN di Bandar Sri
Begawan, Brunei Darussalam, China menawarkan sebuah proposal
Asean-China Freee Trade Agreement untuk jangka waktu 10 tahun ke depan. Dalam
prosesnya, negoisasi tersebut akan berlanjut melalui tahapan-tahapan. Satu
tahun berikutnya, yaitu tahun 2002, pemimpin ASEAN dan China siap untuk
menandatangani kerangka perjanjian Comprehensive Economic Cooperation (CEC), yang di dalamnya terdapat pula diskusi mengenai Free Trade Agreement (FTA). Tidak diragukan lagi bahwa proposal yang ditawarkan oleh China sangat menarik karena China dan ASEAN sama-sama melihat
kemungkinan besar akan pertumbuhan ekonomi yang lebih signifikan dengan
perjanjian tersebut. Inisiatif untuk bekerjasama dalam pengembangan
(62)
commit to user
48 Perkembangan ekonomi China tampaknya tidak terbendung untuk
menjadi perekonomian terbesar di dunia dalam dua atau tiga dekade ke depan.
Harga produk yang murah dan jenis produk yang bervariasi serta dukungan
penuh pemerintah China membuat produk dari negara lain sulit untuk bersaing.
Pemerintah Amerika Serikat pun pada mulanya berupaya melindungi
perekonomian dalam negerinya dan berusaha menekan China, antara lain untuk
membiarkan mata uang renminbi menguat dan mengurangi surplus perdagangan.
Dalam perkembangannya, AS harus realistis bahwa China tidak dapat lagi
ditekan dan lebih baik bekerjasama dalam memulihkan perekonomian dunia dari
krisis global (Kompas:3 Februari 2010).
Kerangka persetujuan CEC berisi tiga elemen yaitu liberalisasi, fasilitas,
dan kerjasama ekonomi. Elemen liberalisasi meliputi perdagangan, servis atau
jasa dan investasi. Dalam liberalisasi, persetujuan juga menyediakan ketentuan
untuk pemeliharaan dan fleksibilitas dalam Early Harvest Program yang mencakup binatang yang masih hidup; ikan; produk-produk binatang lainnya;
pohon; sayuran dan buah-buahan. Produk-produk yang termasuk dalam program
ini dibagi menjadi tiga kategori dan akan dikenakan pengurangan tarif serta
penghapusan tarif, tarif akan menjadi nol persen dalam jangka waktu tiga tahun
(Dewitari, dkk:2009).
ACFTA dirancang oleh para kepala Negara atau pemerintahan ASEAN
dan China pada pertemuan puncak ASEAN dan Republik Rakyat China 6
(1)
commit to user
130 http://www.maxi-pedia.com/SWOT+analysis+matrix+method+model
diakses pada tanggal
16 Februari pukul 17:39 WIB
Kompas, Kamis, 24 Maret 2011
Kompas, Senin, 11 April 2011
Kompas, Selasa, 19 April 2011
(2)
commit to user
131
LAMPIRAN
(3)
commit to user
(4)
commit to user
133
Lampiran 1 Data Penelitian
Tahun X YI YJ
2002 2902.95 195.593 1453.83 2003 3802.53 234.834 1640.96 2004 4604.73 257.005 1931.65 2005 6662.35 285.856 2256.92 2006 8343.57 157.05 2712.92 2007 9675.5 187.005 3494.24 2008 11636.5 222.272 4519.95 2009 11499.3 192.955 4984.73
Lampiran 2 Hasil Regresi Linear
Dependent Variable: XMethod: Least Squares Date: 04/20/11 Time: 19:57 Sample: 2002 2009
Included observations: 8
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 823.6806 2664.593 0.309121 0.7697
YI -2.376959 10.16026 -0.233947 0.8243
YJ 2.463829 0.319148 7.720030 0.0006
R-squared 0.931060 Mean dependent var 7390.929
Adjusted R-squared 0.903484 S.D. dependent var 3429.758
S.E. of regression 1065.526 Akaike info criterion 17.06032
Sum squared resid 5676730. Schwarz criterion 17.09011
Log likelihood -65.24129 F-statistic 33.76325
Durbin-Watson stat 0.784500 Prob(F-statistic) 0.001248
Lampiran 3 Hasil Regresi MTB
Dependent Variable: MTBMethod: Least Squares Date: 04/20/11 Time: 20:09 Sample: 2002 2009
Included observations: 8
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.124552 0.402924 0.309121 0.7697
YI -0.000359 0.001536 -0.233947 0.8243
YJ 0.000373 4.83E-05 7.720030 0.0006
R-squared 0.931060 Mean dependent var 1.117612
Adjusted R-squared 0.903484 S.D. dependent var 0.518628
(5)
commit to user
134
Sum squared resid 0.129802 Schwarz criterion -0.503516
Log likelihood 5.133227 F-statistic 33.76325
Durbin-Watson stat 0.784500 Prob(F-statistic) 0.001248
Lampiran 4 Hasil Regresi Y
iDependent Variable: YI Method: Least Squares Date: 04/20/11 Time: 20:22 Sample: 2002 2009
Included observations: 8
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 245.0801 38.10964 6.430922 0.0007
YJ -0.009918 0.012168 -0.815133 0.4461
R-squared 0.099700 Mean dependent var 216.5712
Adjusted R-squared -0.050351 S.D. dependent var 41.77499
S.E. of regression 42.81377 Akaike info criterion 10.56391
Sum squared resid 10998.11 Schwarz criterion 10.58377
Log likelihood -40.25566 F-statistic 0.664442
Durbin-Watson stat 2.081159 Prob(F-statistic) 0.446138
Lampiran 5 Hasil Regresi Y
jDependent Variable: YJ Method: Least Squares Date: 04/20/11 Time: 20:22 Sample: 2002 2009
Included observations: 8
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 5051.412 2713.872 1.861330 0.1120
YI -10.05218 12.33195 -0.815133 0.4461
R-squared 0.099700 Mean dependent var 2874.400
Adjusted R-squared -0.050351 S.D. dependent var 1329.933
S.E. of regression 1363.004 Akaike info criterion 17.48509
Sum squared resid 11146672 Schwarz criterion 17.50495
Log likelihood -67.94035 F-statistic 0.664442
Durbin-Watson stat 0.429699 Prob(F-statistic) 0.446138
Lampiran 6 Hasil Uji Heterokedastisitas
ARCH Test:F-statistic 0.159050 Probability 0.706495
Obs*R-squared 0.215806 Probability 0.642255
(6)
commit to user
135
Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 04/20/11 Time: 20:23 Sample(adjusted): 2003 2009
Included observations: 7 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 774594.7 376897.6 2.055186 0.0950
RESID^2(-1) -0.188616 0.472946 -0.398811 0.7065
R-squared 0.030829 Mean dependent var 657099.5
Adjusted R-squared -0.163005 S.D. dependent var 576689.9
S.E. of regression 621917.9 Akaike info criterion 29.75396
Sum squared resid 1.93E+12 Schwarz criterion 29.73851
Log likelihood -102.1389 F-statistic 0.159050
Durbin-Watson stat 1.924696 Prob(F-statistic) 0.706495
Lampiran 7 Hasil Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:F-statistic 5.404181 Probability 0.080720
Obs*R-squared 4.597258 Probability 0.072023
Test Equation:
Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 04/20/11 Time: 20:34
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -2604.247 2242.748 -1.161186 0.3101
YI 15.45845 9.955098 1.552818 0.1954
YJ -0.330926 0.272798 -1.213083 0.2918
RESID(-1) 1.447656 0.622731 2.324689 0.0807
R-squared 0.574657 Mean dependent var 1.79E-12
Adjusted R-squared 0.255650 S.D. dependent var 900.5339
S.E. of regression 776.9420 Akaike info criterion 16.45546
Sum squared resid 2414556. Schwarz criterion 16.49518
Log likelihood -61.82185 F-statistic 1.801394