PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI CAMPURAN MEDIA PEMBIBITAN DAN PUPUK NPK (15:15:15) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.)

Minarsih

ABSTRAK
PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI
CAMPURAN MEDIA PEMBIBITAN DAN PUPUK
NPK (15:15:15) TERHADAP PERTUMBUHAN
BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.)

Oleh
Minarsih

Media tanam merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
tanaman kakao di pembibitan, adanya kompos kulit buah kakao berpotensi sebagai
campuran media pembibitan kakao. Pemberian pupuk NPK sebagai tambahan
unsur hara makro ke media pembibitan dapat meningkatkan pertumbuhan bibit
kakao. Penelitian dilakukan untuk mengetahui: (1) berapakah dosis kompos kulit
buah kakao yang menghasilkan pertumbuhan bibit kakao terbaik, (2) berapakah
dosis pupuk NPK yang menghasilkan pertumbuhan bibit kakao terbaik , (3)
apakah respon bibit tanaman kakao tehadap pemberian pupuk NPK ditentukan
oleh dosis kompos kulit buah kakao dan (4) berapakah kombinasi dosis pupuk
NPK dan kompos kulit buah kakao yang menghasilkan pertumbuhan bibit tanaman

kakao terbaik. Hipotesis yang diajukan adalah (1) terdapat salah satu dosis
kompos kulit buah kakao sebagai campuran media pembibitan yang dapat
menghasilkan pertumbuhan bibit tanaman kakao terbaik, (2) terdapat salah satu
dosis pupuk NPK yang dapat menghasilkan pertumbuhan bibit tanaman kakao
terbaik, (3) respon bibit tanaman kakao tehadap pemberian pupuk NPK ditentukan

Minarsih
oleh dosis kompos kulit buah kakao, dan (4) terdapat kombinasi dosis pupuk NPK
dan kompos kulit buah kakao yang menghasilkan pertumbuhan bibit tanaman
kakao terbaik.

Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung
pada Desember 2011-September 2012. Rancangan perlakuan disusun sacara
faktorial dengan empat ulangan. Faktor pertama adalah dosis campuran kompos
kulit buah kakao dengan tiga taraf: K0(0% [v/v]), K1(12,5% [v/v]) dan K2(25,0%
[v/v]). Faktor kedua adalah pupuk NPK dengan empat taraf: P1(1,5 g/tanaman),
P2(3,0 g/tanaman), P3(4,5 g/tanaman) dan P4(6,0 g/tanaman). Data yang diperoleh
diuji dengan uji χ2 dan additifitas data diuji dengan uji Tukey, sedangkan uji
pemisahan nilai tengah dilakukan dengan uji beda nyata jujur (BNJ).


Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tanpa kompos kulit buah kakao
menghasilkan pertumbuhan bibit kakao terbaik tetapi tidak berbeda nyata dengan
pemberian kompos kulit buah kakao sebanyak 12,5%. Pemupukan NPK 1,5
g/tanaman menghasilkan pertumbuhan bibit kakao terbaik. Respon bibit kakao
terhadap pemberian pupuk NPK ditentukan oleh dosis kompos kulit buah kakao.
Pemberian dosis pupuk NPK sebanyak 1,5; 3,0; dan 6,0 g/tanaman yang
dikombinasikan dengan kompos 0% (v/v) menghasilkan pertumbuhan bibit
tanaman kakao terbaik.

Kata kunci: kakao, kompos kulit buah kakao, pupuk NPK

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu tanaman perkebunan
yang berprospek menjanjikan. Hal ini ditunjang oleh hasil pengolahan biji
tanaman kakao berupa bubuk cokelat sangat disukai oleh semua masyarakat di

dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Bubuk cokelat ini biasa digunakan sebagai
minuman penyegar dan makanan ringan. Dengan semakin bertambahnya jumlah
penduduk di Indonesia, maka konsumsi olahan biji kakao diperkirakan akan
semakin meningkat.

Tanaman kakao juga merupakan salah satu komoditas andalan yang berperan
penting bagi perekonomian Indonesia, terutama dalam penyediaan lapangan kerja,
sumber pendapatan petani, sumber devisa negara, mendorong agribisnis dan
agroindustri serta pengembangan wilayah. Provinsi Lampung telah
mengembangkan tanaman kakao sebagai komoditas unggulan dalam menghasilkan
devisa negara melalui kegiatan ekspor komoditi perkebunan kakao. Luas areal
tanaman kakao rakyat di Provinsi Lampung tahun 2009 mencapai 39.576 ha
dengan produksi 27.429 ton, sedangkan luas areal milik swasta 3.198 ha dengan
produksi 4.037 ton (Darminto, 2010). Diharapkan di tahun-tahun berikutnya luas
areal dan produksi tanaman kakao di Provinsi Lampung akan semakin meningkat.

2

Teknik budidaya sangat mempengaruhi peningkatan produksi tanaman kakao.
Pembibitan merupakan salah satu faktor dalam menentukan keberhasilan budidaya

tanaman kakao. Pertumbuhan tanaman kakao di lapangan sangat ditentukan oleh
pertumbuhan tanaman selama di pembibitan. Media tanam merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman kakao di pembibitan. Media
tanam yang umum digunakan dalam pembibitan adalah media tanah atau media
tanah yang diberi bahan organik.

Salah satu limbah pertanian yang baru sedikit dimanfaatkan adalah limbah dari
perkebunan kakao yaitu kulit buah kakao. Menurut PT Perkebunan XXVI Jember
(1991), persentase kulit kakao basah adalah lebih kurang 80% dari berat buahnya.
Kulit buah kakao ini memiliki potensi kandungan biomassa yang dapat
dikembalikan lagi ke dalam tanah dan dijadikan media tumbuh bagi bibit kakao.
Namun jika tidak dimanfaatkan maka terjadi penumpukan limbah kulit buah kakao
yang berpotensi mencemari lingkungan perkebunan. Di dalam perkebunan kakao
dengan semakin meningkatnya produksi biji kakao maka diperkirakan limbah kulit
buah kakao pun juga akan meningkat. Adanya konsep reduce, reuse dan recycle
dalam mengembangkan pertanian berkelanjutan, maka limbah dari perkebunan
kakao ini dapat dimanfaatkan kembali di perkebunan kakao sehingga diharapkan
dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan meningkatkan produksi bibit
kakao.


Spillane (1995) mengemukakan bahwa kulit buah kakao dapat dimanfaatkan
sebagai sumber unsur hara tanaman dalam bentuk kompos, pakan ternak, produksi
biogas dan sumber pektin. Dengan adanya teknologi kompos kulit buah kakao,

3

kompos dapat menjadi sumber unsur hara bibit kakao dan yang lebih penting
adalah dapat memperbaiki kondisi edafik media tumbuh tanaman. Penambahan
kompos kulit buah kakao merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas fisik,
biologi, dan kimia media tumbuh tanaman.

Menurut Didiek dan Away (2004), bokashi kulit buah kakao mempunyai pH 5,4;
N total 1,30%; C organik 33,71%; P2O5 0,186%; K2O 5,5%; CaO 0,23%; dan
MgO 0,59%. Kandungan hara yang dimiliki kompos kulit buah kakao relatif
rendah, sehingga perlu adanya penambahan unsur hara dalam media tanam.
Pemberiaan pupuk NPK pada pembibitan kakao dimaksudkan menambah
ketersediaan unsur hara N, P, dan K sehingga ketersediaanya lebih terjamin dan
diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kakao. Pemupukan dapat
dilakukan dengan menggunakan pupuk NPK majemuk yang mudah digunakan,
hemat waktu, dan hemat biaya.


Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan dari
pemberiaan kompos kulit buah kakao sebagai campuran media pembibitan dan
dosis pupuk majemuk NPK, sehingga diharapkan dapat meningkatkan
pertumbuhan dan perkembangan bibit kakao. Untuk itu dibutuhkan penelitian yang
akan menjawab permasalahan sebagai berikut :
1. Berapakah dosis kompos kulit buah kakao sebagai campuran media pembibitan
yang dapat menghasilkan pertumbuhan bibit tanaman kakao terbaik?
2. Berapakah dosis pupuk NPK yang dapat menghasilkan pertumbuhan bibit
tanaman kakao terbaik?

4

3. Apakah respon bibit tanaman kakao tehadap pemberian pupuk NPK ditentukan
oleh dosis kompos kulit buah kakao?
4. Berapakah kombinasi dosis pupuk NPK dan kompos kulit buah kakao yang
menghasilkan pertumbuhan bibit tanaman kakao terbaik?

1.2 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui dosis kompos kulit buah kakao sebagai campuran media
pembibitan yang dapat menghasilkan pertumbuhan bibit tanaman kakao terbaik.
2. Mengetahui dosis pupuk NPK yang dapat menghasilkan pertumbuhan bibit
tanaman kakao terbaik.
3. Mengetahui apakah respon bibit tanaman kakao tehadap pemberian pupuk NPK
ditentukan oleh dosis kompos kulit buah kakao.
4. Mengetahui kombinasi dosis pupuk NPK dan kompos kulit buah kakao yang
menghasilkan pertumbuhan bibit tanaman kakao terbaik.
1.3 Landasan Teori

Murbandono (2008) menyatakan bahwa kompos merupakan hasil fermentasi atau
dekomposisi dari bahan-bahan organik seperti tanaman, hewan, atau limbah
organik lainya. Kompos sebagai pupuk organik mempunyai fungsi untuk
memperbaiki sruktur tanah, menaikkan daya serap tanah terhadap air, dan
meningkatkan daya ikat tanah terhadap unsur hara. Sutanto (2006)
mengemukakan bahwa dengan pupuk organik sifat fisik, kimia, dan biologi tanah
menjadi lebih baik.

5


Menurut Departemen Pertanian (2011), produksi kakao Indonesia pada tahun 2010
sebesar 844.626 ton. Apabila dilihat dari banyaknya produksi ini maka terdapat
produk lain berupa limbah kulit buah kakao yang berpotensi mencemari
lingkungan. Pencemaran tanah dapat terjadi karena kulit buah kakao
membutuhkan waktu yang lama jika diuraikan secara alami sehingga berpotensi
menjadi tempat tumbuhnya hama dan penyakit tanaman kakao. Pencemaran air
terjadi karena sumber air yang ada di perkebunan kakao menjadi kotor dan tidak
layak digunakan untuk keperluan sehari-hari ataupun untuk usaha perikanan.
Pencemaran udara terjadi karena tumpukan kulit buah kakao berpotensi
menimbulkan bau busuk yang tidak terkendali di sekitar areal perkebunan kakao.
Bau ini mengandung unsur yang dapat membahayakan sistem pernapasan
manusia. Sudirja, Solihin, dan Rosniawaty (2005) menyatakan bahwa pemberian
kompos bioaktif kulit buah kakao 2,51 kg per polibag memberikan pH tanah dan
C-organik tertinggi masing-masing sebesar 6,9613 dan 4,844%, atau meningkat
50,80% dan 159% jika dibandingkan dengan kontrol. Adapun hasil analisis kulit
buah kakao yang sudah dicacah dan siap untuk dikomposkan sebagai berikut: pH
7,15, N-Total 0,5751%, P-Total 2,498%, C-Organik 9,836%, C/N rasio 17,013,
kadar air 464,4% dengan sampel sebanyak 10 gram (Sumber: Laboratorium
Analisis Politeknik Negeri Lampung).


Kandungan hara kompos yang dibuat dari kulit buah kakao adalah 1,81 % N total,
26,61 % C-organik, 0,31% P2O5, 6,08% K2O, 1,22% CaO, 1,37 % MgO, dan
44,85 cmol/kg KTK. Aplikasi kompos kulit buah kakao dapat meningkatkan
produksi tanaman kakao hingga 19,48%. Percepatan waktu pengomposan dapat

6

ditempuh melalui kombinasi pencacahan bahan baku dan pemberian aktivator
dekomposisi (Goenadi, 1997).

Haruna (2009) menunjukkan bahwa penggunaan kompos limbah kulit buah kakao
pada baby corn sebanyak 5 ton/ha menghasilkan jumlah daun yang lebih banyak
(8,78 helai), diameter batang yang lebih besar (16,47 mm), berbunga dan panen
lebih cepat ( 49,87 hari dan 58,11 hari), tongkol yang lebih panjang (16,39 cm),
dan produksi perhektar lebih tinggi (0,031 ton) jika dibandingkan dengan limbah
pertanian yang lainnya (jerami padi, sekam padi, lamtoro). Nurhayati dan Salim
(2002) menunjukkan bahwa pemberian bokashi kulit buah kakao dengan dosis 25
ton/ha pada tanaman jagung manis memberikan hasil terbaik terhadap tinggi
tanaman (256,87 cm), lilit tongkol (16,33 cm), dan jumlah baris per tongkol (15

baris).

Menurut Keeney dan Kim (1983), terdapat kandungan polifenol yang diduga
berada di keseluruhan bobot biji kakao sebesar 12-18% yang mempengaruhi rasa
dan warna dari kakao. Figuera et al. (1993) yang dikutip oleh Sartini, Djide, dan
Alam (2006) menyatakan bahwa kulit buah kakao mengandung campuran
flavanoid atau tanin terkondensasi atau terpolimerisasi yang bersifat sebagai
antioksidan dan antimikroba. Menurut Mensah et al. (2012), kekurangan dari kulit
buah kakao bersifat antinutrisi akibat kandungan senyawa tanin yang dapat
mengikat berbagai macam enzim digestif sehingga enzim tersebut menjadi tidak
efektif.

7

Menurut Marsono (2008), keberhasilan budidaya suatu tanaman sangat ditentukan
oleh faktor keadaan iklim serta nutrisi yang cukup bagi tanaman, terutama N, P,
dan K. Pupuk NPK merupakan pupuk majemuk yang mengandung unsur hara
utama lebih dari dua jenis. Pupuk NPK (15:15:15) berarti pupuk mengandung
unsur hara nitrogen 15% dalam bentuk NH3, fosfor 15% dalam bentuk P2O5, dan
kalium 15% dalam bentuk K2O.

Hardjowigeno (2003) menyatakan bahwa kelebihan penggunaan pupuk NPK yaitu
dengan satu kali pemberian pupuk dapat mencakup beberapa unsur sehingga lebih
efisien dalam penggunaan bila dibandingkan dengan pupuk tunggal. Menurut
Saribun (2008), penggunaan pupuk NPK diharapkan dapat memberikan
kemudahan dalam pengaplikasian di lapangan dan dapat meningkatkan kandungan
unsur hara yang dibutuhkan di dalam tanah serta dapat dimanfaatkan langsung
oleh tanaman. Hal ini sejalan dengan pendapat Sutejo (2002) bahwa pemberian
pupuk anorganik ke dalam tanah dapat menambah ketersediaan hara yang cepat
bagi tanaman.

Saribun (2008) mengemukakan bahwa pemberian pupuk majemuk NPK
menunjukkan adanya pengaruh nyata secara uji statistik terhadap P Potensial, hal
ini karena adanya penambahan P yang berasal dari pupuk majemuk NPK.
Peningkatan P Potensial disebabkan oleh pengaruh langsung dari pemupukan P,
dengan semakin besar dosis pupuk majemuk NPK yang diberikan maka akan
semakin besar pula kandungan P dalam tanah.

Pemberian pupuk majemuk NPK terhadap tanah dapat berpengaruh baik pada
kandungan hara tanah dan dapat berpengaruh baik bagi pertumbuhan tanaman

8

karena unsur hara makro yang terdapat dalam unsur N, P dan K diperlukan bagi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang akan diambil oleh tanaman dalam
bentuk anion dan kation (Sutejo, 2002).

Nurbaiti dan Maryani (2007) menyatakan bahwa pemberian pupuk majemuk NPK
dengan dosis 4 gram/polibag dan bahan organik leguminosa memberikan respon
pertumbuhan diameter batang bibit kakao tertinggi. Menurut Dermiyati et al.
(2010), pemupukan N pada tanaman jagung dengan dosis 100 dan 200 kg N/ha
tidak meningkatkan biomassa karbon mikroba tanah sehingga terlihat dosis yang
berlebih dari aplikasi N akan mempengaruhi secara negatif mikroorganisme tanah
yang membantu proses dekomposisi unsur hara dalam tanah.

1.4 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan uraian dari landasan teori berikut disusun kerangka pemikiran untuk
memberi penjelasan secara teoretis tentang perumusan masalah.
Kompos adalah bahan organik yang telah mengalami dekomposisi oleh
mikroorganisme pengurai. Adanya campuran kompos kulit buah kakao sebagai
media tanam di pembibitan kakao dapat menambah kesuburan media tanam. Hal
ini dikarenakan kompos kulit buah kakao yang sudah matang dapat memperbaiki
sifat fisik, biologi, dan kimia media tanam.

Sifat fisik yang dapat diberikan oleh kompos kulit buah kakao yaitu struktur media
tanam yang digunakan akan menjadi lebih gembur. Hal ini mengakibatkan aerasi
di sekitar media tanam menjadi baik sehingga perakaran tanaman akan tumbuh dan
berkembang lebih baik. Dengan begitu daerah perakaran tanaman akan lebih luas

9

sehingga mampu menyerap hara yang diperlukan tanaman dan akan menghasilkan
pertumbuhan bibit kakao yang maksimum. Kompos kulit buah kakao selain
membuat media tanam menjadi gembur, kompos ini mempunyai kemampuan
untuk meningkatkan daya menahan air (water holding capacity) di media tanam.
Hal ini akan membuat media tanam mempunyai cadangan air yang dapat
digunakan pada saat kekeringan, sehingga bibit kakao akan terjaga
pertumbuhannya.

Sifat biologi yang diberikan dengan adanya kompos kulit buah kakao yaitu
menambah pasokan energi yang diperlukan mikroorganisme tanah, karena
umumnya kompos mengandung asam-asam organik sebagai makanan dari
mikroorganisme tersebut. Hal ini akan membuat terjaminnya keberadaan
mikroorganisme tanah sehingga dapat mempercepat pelepasan unsur hara yang
belum terurai di media tanam. Adanya unsur hara yang sudah terurai oleh
mikroorganisme tanah mengakibatkan tersedianya nutrisi yang siap diserap oleh
akar tanaman. Penyerapan nutrisi ini akan mempengaruhi pertumbuhan bibit
kakao menjadi lebih baik selama di pembibitan.

Sifat kimia yang diberikan dengan adanya kompos kulit buah kakao yaitu
meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) dan C-organik serta mampu
memperbaiki pH media tanam. Adanya peningkatan KTK di dalam kandungan
kompos kulit buah kakao mempengaruhi daya jerap kation yang lebih tinggi pada
media tanam dibandingkan dengan koloid liat. Hal ini akan mempengaruhi
penyerapan hara yang sebelumnya terfiksasi menjadi hara yang dapat diserap dan
dimanfaatkan oleh tanaman. Peningkatan KTK ini juga akan meningkatkan pH

10

media tanam, karena mampu menjerap ion H dan Al yang meyebabkan media
tanam bersifat asam. pH media tanam yang cocok bagi pertumbuhan bibit kakao
yaitu 6-7,5.

Pemberian kompos kulit buah kakao ini diharapkan mampu membuat kondisi
media tanam yang sesuai sehingga pertumbuhan bibit kakao akan menjadi
maksimum. Pengaruh yang diberikan oleh kompos kulit buah kakao baik dari sifat
fisik, biologi, dan kimia akan menghasilkan pertumbuhan bibit kakao yang
maksimum dibandingkan dengan media tanam tanpa campuran kompos kulit buah
kakao. Namun, kompos kulit kakao ini harus diberikan dengan dosis yang tepat
untuk menunjang media tumbuh bibit tanaman kakao.

Selain pemberian dosis kompos yang tidak tepat, terdapat faktor lain yang menjadi
munculnya dampak negatif dari pemberian kompos tersebut. Salah satunya yaitu
kandungan senyawa dalam kompos yang belum dapat terdekomposisi oleh bakteri
dekomposer. Adanya senyawa ini berpotensi sebagai senyawa inhibitor
(penghambat) diantaranya senyawa tanin dapat mempengaruhi pertumbuhan
normal tanaman. Penghambatan ini dapat terjadi akibat senyawa tersebut mampu
mengganggu metabolisme di dalam tanaman. Jika metabolisme dalam tanaman
terganggu maka pembentukan jaringan tanaman tidak terbentuk secara optimal
sehingga pertumbuhan tanaman dapat terhambat. Pemberian kompos kulit buah
kakao pada penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan bibit
tanaman kakao walaupun terdapat pengaruh negatif dari kompos.
Pemberian pupuk anorganik merupakan upaya untuk meningkatkan pertumbuhan
tanaman baik secara vegetatif maupun generatif. Di dalam pembibitan kakao

11

media tanam tidak hanya mengandung bahan organik tetapi juga terdapat hara
yang cepat diserap oleh tanaman. Pupuk majemuk NPK mengandung tiga unsur
hara makro yang cepat diserap dan sangat dibutuhkan oleh pertumbuhan tanaman.
Ketiga unsur hara ini memiliki peranan yang berbeda untuk menunjang
pertumbuhan bibit kakao. Selain itu pupuk majemuk NPK merupakan pupuk yang
dapat digunakan sebagai pupuk dasar (starter) untuk pertumbuhan bibit tanaman
setelah dilakukan pemindahan ke lapang (transplanting).
Unsur nitrogen (N) diserap tanaman dalam bentuk NH4+ dan NO3-. Nitrogen
berperan dalam pembentukan zat hijau daun (klorofil) dan protein dalam tanaman.
Tersedianya kandungan nitrogen dalam media tanam akan membantu
meningkatkan jumlah klorofil sehingga akan meningkatkan proses fotosintesis
yang terjadi di dalam tanaman. Hasil dari fotosintesis ini akan digunakan sebagai
energi untuk tumbuh dan berkembangnya bibit tanaman yang ditunjukkan dengan
adanya penambahan jumlah daun dan peningkatan tinggi tanaman.
Unsur fosfor (P) diserap tanaman dalam bentuk H2PO4- dan HPO42-. Fosfor
berfungsi untuk merangsang pembelahan sel tanaman. Pembelahan sel tanaman
ini akan mendorong perbesaran jaringan tanaman yang akan mempercepat
pertumbuhan organ tanaman seperti batang, daun dan akar. Selain merangsang
pembelahan sel tanaman, fosfor juga berperan dalam proses pengangkutan energi
hasil metabolisme dalam tanaman. Energi ini diberikan ke organ-organ tanaman
yang sedang dibentuk, sehingga bibit tanaman akan menghasilkan pertumbuhan
tanaman yang normal.

12

Unsur kalium (K) diserap tanaman dalam bentuk K+. Kalium berperan dalam
meningkatkan daya tahan/kekebalan tanaman. Adanya peningkatan daya tahan
dalam tanaman akan membuat tanaman menjadi lebih kebal terhadap serangan
hama dan penyakit. Hal ini akan menghasilkan bibit tanaman yang sehat sehingga
diharapkan ketika sudah ditanam di areal perkebunan tanaman ini akan
memberikan pertumbuhan yang normal. Fungsi lain dari unsur kalium ini yaitu
sebagai pengangkutan hasil asimilasi, aktivator enzim dan air. Dengan begitu,
jaringan tanaman akan mendapatkan nutrisi yang seimbang dan membuat proses
biologi dalam tanaman berjalan normal.

Peranan dari ketiga unsur tersebut akan menghasilkan pertumbuhan bibit tanaman
yang maksimum jika diberikan dengan dosis yang tepat. Jaringan tanaman akan
menyerap nutrisi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan di dalam proses biologi
tanaman. Apabila diberikan secara berlebihan ataupun kekurangan maka
pertumbuhan bibit tanaman akan terganggu. Selain itu, pupuk anorganik seperti
pupuk majemuk NPK akan berpotensi menurunkan pH media tanam akibat adanya
proses nitrifikasi yang menghasilkan ion H+ dalam media tanam.

Kompos kulit buah kakao sebagai campuran media tanam akan mengurangi
dampak negatif dari residu pemberian pupuk majemuk NPK di pembibitan. Media
tanam yang hanya mengandung pupuk majemuk NPK saja mengakibatkan akar
sulit tumbuh dan berkembang kerena struktur tanah menjadi tidak remah. Adanya
kompos kulit buah kakao ini dapat berpotensi menjadikan media tanam lebih
remah sehingga akar dapat berkembang dan menyerap unsur hara serta diharapkan
dapat mengurangi dosis pupuk NPK yang diberikan. Dampak positif adanya

13

pupuk majemuk NPK mampu menjadi tambahan unsur hara makro yang sedikit
terkandung dalam kompos kulit buah kakao. Penggunaan dosis pupuk majemuk
NPK yang diberikan akan dipengaruhi oleh adanya kompos kulit buah kakao yang
dapat menghasilkan pertumbuhan bibit kakao.

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian pengaruh pemberian kompos kulit buah
kakao sebagai campuran media pembibitan dan pupuk NPK
(15:15:15) terhadap pertumbuhan bibit kakao.

14

1.5 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan dapat disusun hipotesis
sebagai berikut:
1. Terdapat salah satu dosis kompos kulit buah kakao sebagai campuran media
pembibitan yang dapat menghasilkan pertumbuhan bibit tanaman kakao terbaik.
2. Terdapat salah satu dosis pupuk NPK yang dapat menghasilkan pertumbuhan
bibit tanaman kakao terbaik.
3. Respon bibit tanaman kakao tehadap pemberian pupuk NPK ditentukan oleh
dosis kompos kulit buah kakao.
4. Terdapat kombinasi dosis pupuk NPK dan kompos kulit buah kakao yang
menghasilkan pertumbuhan bibit tanaman kakao terbaik.

15

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Tanaman Kakao

Kakao merupakan tanaman yang menumbuhkan bunga dari batang atau cabang.
Karena itu tanaman ini digolongkan ke dalam kelompok tanaman caulifloris.
Adapun sistematikanya menurut klasifikasi botanis sebagai berikut :
Divisio

: Spermatophyta

Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Malvales

Famili

: Sterculiaceae

Genus

: Theobroma

Spesies

: Theobroma cacao L.

Daerah utama penanaman kakao adalah hutan hujan tropis di Amerika Tengah,
tepatnya pada wilayah 18฀ Lintang Utara – 15฀ Lintang Selatan. Jenis tanaman
kakao ada berbagai macam tetapi yang banyak dikembangkan sebagai tanaman
perkebunan ada tiga, yaitu: criollo, forastero, dan trinitario.
1. Criollo

: menghasilkan biji kakao yang bermutu tinggi dan dikenal sebagai
edel cocoa atau kakao mulia. Kulit buah berwarna merah atau
hijau, berbintil-bintil kasar dan lunak. Bijinya berbentuk bulat dan
berukuran besar, kulit bijinya (kotiledon) berwarna putih waktu

16

masih basah, biasanya digunakan sebagai bahan pembuatan cokelat bermutu
tinggi.
2. Forastero : menghasilkan kakao yang bermutu sedang, dikenal dengan bulk
cocoa atau ordinary cocoa. Kulit buah berwarna hijau dan tebal.
Bijinya tipis atau gepeng dan kulit bijinya (kotiledon) berwarna
ungu waktu masih basah.
3. Trinitario : merupakan campuran atau hibrida dari jenis criollo dan forastero
sehingga kakao jenis ini sangat heterogen baik warna kulit,
bentuk biji, maupun mutunya (Siregar, 2000).

2.2 Syarat Tumbuh Kakao

2.2.1 Curah Hujan

Hal terpenting dari curah hujan yang berhubungan dengan penanaman dan
produksi kakao adalah distribusinya sepanjang tahun. Hal tersebut berkaitan
dengan masa pembentukan tunas muda (flushing) dan produksi. Areal penanaman
kakao yang ideal adalah daerah yang bercurah hujan 1.000-3.000 mm per tahun.
Di samping kondisi fisik dan kimia tanah, curah hujan yang melebihi 4.500 mm
per tahun tampaknya berkaitan erat dengan serangan penyakit busuk buah
(Abdoelrachman, 1979).

2.2.2 Suhu
Suhu ideal bagi pertumbuhan kakao adalah 30฀-32฀(maksimum) dan 18฀-21฀C
(minimum). Berdasarkan keadaan iklim di Indonesia dengan suhu 25฀-26฀C,

17

kondisi ini merupakan suhu rata-rata tahunan tanpa faktor pembatas
(Abdoelrachman, 1979).

2.2.3 Tanah

Tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki kemasaman
tanah (pH) 6-7,5. pH tanah yang juga disebutkan ideal bagi kakao adalah 5,6-7,2.
Di samping faktor kemasaman, sifat kimia tanah yang juga turut berperan adalah
kadar zat organik. Zat organik pada lapisan tanah di areal penanaman setebal 0-15
cm memberikan pertumbuhan kakao yang baik. Tekstur tanah yang baik untuk
tanaman kakao adalah lempung liat berpasir dengan komposisi 30-40% fraksi liat,
50% pasir, dan 10-20% debu (Abdoelrachman, 1979).

Menurut Dinas Perkebunan Kuantan Singingi (2012), tanaman kakao memerlukan
kedalaman efektif > 60 cm dengan struktur tanah remah, tata udara dan air baik
serta kemiringan tanah < 45%.

2.3 Kriteria Standar Bibit Kakao

Kriteria bibit kakao siap tanam dilakukan dengan cara mengukur pertumbuhannya
pada umur 4-5 bulan. Parameter yang digunakan sebagai penilaiannya yaitu
tinggi, jumlah daun, dan diameter batang bibit. Tinggi batang diukur dari
permukaan leher akar/tanah dan diameter batang diukur 5 cm dari permukaan leher
akar/tanah. Adapun kriteria bibit kakao semaian umur 4-5 bulan adalah sebagai
berikut:

18

Tabel 1. Kriteria bibit kakao siap tanam asal benih.
Uraian
Baik (A)
Sedang (B)
Kurang baik (C)

Tinggi (cm)

Diameter (cm)

Jumlah Daun (helai)

> 60

> 1,0

> 12

45 – 60

0,6 – 1,0

10 – 12

< 45

< 0,6

< 10

Sumber: Rahardjo (2011).
2.4 Penanaman Bibit Kakao
Jarak tanam yang ideal bagi kakao adalah jarak yang sesuai dengan perkembangan
bagian tajuk tanaman serta cukup tersedianya ruang bagi perkembangan akar.
Jarak tanam yang umum digunakan yaitu 3 x 3 m, 4 x 4 m, dan 5 x 5 m. Ukuran
lubang tanam umumnya 60 x 60 x 60 cm. Ukuran ini dianggap memadai untuk
mendukung adaptasi perakaran bibit dengan kondisi lapangan. Bibit yang baru
ditanam di lapang dapat diberi naungan sementara dengan menancapkan pelepah
kelapa sawit atau kelapa di sebelah timur dan barat (Karmawati et al., 2010).
2.5 Pemeliharaan Tanaman Kakao

Pemeliharaan tanaman kakao meliputi pengairan, pemangkasan, pemberantasan
gulma, dan pemupukan. Pengairan dilakukan sekali atau lebih dalam seminggu
bergantung pada keadaan tanah atau musim. Pemangkasan tanaman kakao yang
dilakukan yaitu pemangkasan cabang, pemangkasan tunas dahan dan ranting.
Pemberantasan gulma dapat dilakukan secara mekanis dengan menggunakan alat,
kimiawi menggunakan herbisida dan biologi menggunakan organisme tertentu
(Tim Bina Karya Tani, 2010).

19

2.6 Peranan Pupuk Organik pada Tanaman

Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari
bahan organik yang berasal dari tanaman atau hewan yang telah melalui proses
rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk mensuplai bahan
organik. Pupuk organik yang sering digunakan adalah pupuk kandang dan
kompos. Secara garis besar, keuntungan yang diperoleh dengan memanfaatkan
pupuk organik adalah sebagai berikut:
1. Mempengaruhi sifat fisik tanah. Warna tanah dari cerah akan berubah menjadi
kelam. Bahan organik membuat tanah menjadi gembur dan lepas, sehingga
aerasi menjadi baik. Sifat fisik bahan organik yang baik sangat ideal apabila
dicampur terlebih dahulu dengan pupuk kimia sebelum dimanfaatkan sebagai
pupuk.
2. Mempengaruhi sifat kimia tanah. Kapasitas tukar kation (KTK) dan
ketersediaan hara meningkat dengan penggunaan bahan organik.
3. Mempengaruhi sifat biologi tanah. Bahan organik akan menambah energi
yang diperlukan kehidupan mikroorganisme tanah.
4. Mempengaruhi kondisi sosial. Daur ulang limbah perkotaan maupun
permukiman akan mengurangi dampak pencemaran dan meningkatkan
penyediaan pupuk organik (Rianto, 2009).

Meskipun unsur-unsur haranya tergolong sedikit, pupuk organik lebih ramah
lingkungan dibandingkan dengan pupuk anorganik. Pupuk organik tidak akan
merugikan kesehatan ataupun mencemari lingkungan (Musnamar, 2008).

20

2.7 Kompos

Kompos merupakan pupuk organik yang dibuat dari proses pembusukan sisa-sisa
buangan makhluk hidup (tanaman maupun hewan). Kompos sangat berperan
dalam proses pertumbuhan tanaman. Kompos tidak hanya menambah unsur hara,
tetapi juga menjaga fungsi tanah sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik
(Yuwono, 2005).

Musnamar (2008) mengemukakan bahwa proses pengomposan merupakan proses
mikrobiologi. Bahan organik dirombak oleh aktivitas mikroorganisme sehingga
dihasilkan energi dan unsur karbon sebagai pembangun sel-sel tubuh. Sumber
energi diperoleh dari unsur N pada bahan organik mentah.

Pemupukan menggunakan kompos mengakibatkan tanah yang strukturnya ringan
(berpasir atau remah) menjadi lebih baik, daya ikat air menjadi lebih tinggi.
Sementara itu, tanah yang berat (tanah liat) menjadi lebih optimal dalam mengikat
air. Kompos dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah dan dapat
meningkatkan penyerapan unsur hara dari pupuk mineral oleh tanah (Djuarnani et
al., 2005). Menurut Lingga dan Marsono (2001), kandungan utama yang terdapat
dalam kompos adalah nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, dan magnesium yang
mampu memperbaiki kesuburan tanah walaupun kadarnya rendah.

Proses pengomposan dapat dibuat dengan dua cara, yaitu dengan bantuan oksigen
(anerobik) dan tanpa bantuan oksigen (anaerobik). Pembuatan kompos anerobik
dilakukan di tempat terbuka karena mikroorganisme yang berperan dalam proses
tersebut membutuhkan oksigen, yang berarti udara bebas bersentuhan langsung

21

dengan oksigen. Sedangkan pengomposan anaerobik terjadi tanpa bantuan udara
atau oksigen (Yuwono, 2005).

Kompos seperti multi-vitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan meningkatkan
kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos memperbaiki
struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan
meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah.
Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan
penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap
unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang
pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu
tanaman menghadapi serangan penyakit. Terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi proses pengomposan yaitu rasio C/N, ukuran pertikel, aerasi,
porositas, kelembaban, temperatur, pH, kandungan hara, dan kandungan berbahaya
(Isroi, 2007).

2.8 Komposisi Kulit Buah Kakao

Komposisi kulit buah kakao (klon DR-2) dari beberapa kebun kakao di PT
Perkebunan XXIII dan XXVI (% berat basah) dapat dilihat pada Tabel 2.

22

Tabel 2. Komposisi kulit buah kakao di PT Perkebunan XXIII dan XXVI.

Komponen (%)
Kadar air

Kebun
Ngrangkah Pawon Banjarsari
PTP XXIII
PTP XXIII
86,03
85,62

Jatirono
PTP XXVI
84,24

Malangsari
PTP XXVI
84,50

Lemak kasar

0,74

1,23

0,84

0,96

Protein kasar

0,90

1,07

0,98

1,06

Gula reduksi

0,95

0,97

0,80

0,97

Tanin

0,82

0,27

0,08

0,48

Kafein

0,12

0,12

0,09

0,04

Serat kasar

4,53

4,57

4,68

0,52

Abu

1,57

0,55

1,22

1,06

Sumber: PT Perkebunan XXVI Jember (1991).

2.9 Senyawa Tanin dalam Kulit Buah Kakao

Tanin adalah senyawa polifenol yang larut dalam air dan umumnya berasal dari
senyawa-senyawa fenol alam yang memiliki kemampuan mengendapkan proteinprotein. Tanin dinamakan juga asam tanat dan asam galotanat, ada yang tidak
berwarna tetapi ada juga yang berwarna kuning atau coklat (Yulia, 2006).
Menurut Cheeked dan Shull (1985) yang dikutip oleh Fajri (2008), keberadaan
tanin dalam kakao dapat mengurangi manfaatnya sebagai pakan ternak karena
kemampuannya dalam mengendapkan protein dan juga bersifat antinutrisi.

2.10 Pemanfaatan Teknologi EM (Effective Microorganism) dalam Pembuatan
Bokashi

Mikroorganisme Efektif (EM) merupakan campuran berbagai jenis
mikroorganisme yang bermanfaat (bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, ragi,
aktinomisetes, dan jamur peragiaan). Pemanfaatan EM dapat memperbaiki

23

kesehatan dan kualitas tanah, dan selanjutnya memperbaiki pertumbuhan dan hasil
tanaman. EM merupakan kultur campuran berbagai jenis mikroba yang berasal
dari lingkungan alami. Prinsip pembuatan bokashi sama dengan kompos yang
proses pembuatannya melalaui fermentasi bahan organik dan EM. Proses
fermentasi bokashi terjadi dengan cepat 3-14 hari, kemudian hasilnya dapat segera
dimanfaatkan. Meskipun belum keseluruhan bahan dasar bokashi mengalami
fermentasi, tetapi sudah dapat digunakan sebagai pupuk. Apabila bokashi
dimasukkan ke tanah, maka bahan organiknya dapat digunakan sebagai sumber
energi mikroorganisme efektif untuk hidup dan berkembang biak dalam tanah, dan
sekaligus sebagai tambahan persediaan hara tanaman (Sutanto, 2006).

2.11 Pupuk Anorganik

Pupuk anorganik memiliki sedikit ataupun hampir tidak mengandung unsur hara
mikro yang dibutuhkan oleh tanaman. Selain itu, penggunaan pupuk anorganik
secara terus-menerus dapat merusak tanah, apabila pemberian pupuk terlalu
banyak tanaman pun bisa mati, dan tanah akan menjadi asam. Ada dua jenis
pupuk berdasarkan jenis haranya, yaitu pupuk tunggal seperti N, P, K dan pupuk
majemuk (campuran dua unsur hara atau lebih) seperti NPK, NP, dan NK (Lingga
dan Marsono, 2001).

Pupuk majemuk (compound fertilizer) mengandung dua atau lebih hara tanaman
(makro maupun mikro). Banyak sekali pupuk majemuk yang beredar di
masyarakat baik untuk pertanian, perkebunan, pertamanan, hidroponik atau khusus
untuk tanaman anggrek. Pupuk tersebut mempunyai nama dagang yang berbedabeda tergantung pabrik pembuatnya. Pupuk yang ditujukan untuk komoditas

24

bernilai ekonomi tinggi umumnya mengandung banyak hara tanaman terutama N,
P, dan K.
Adapun peranan ketiga unsur tersebut adalah :
1. Nitrogen ( N )
a. Merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan.
b. Berfungsi untuk sintesa asam amino dan protein dalam tanaman.
c. Merangsang pertumbuhan vegetatif (warna hijau) seperti daun.
2. Fosfor ( P )
a. Berfungsi untuk pengangkutan energi hasil metabolisme dalam
tanaman.
b. Merangsang pembungaan dan pembuahan.
c. Merangsang pertumbuhan akar.
d. Merangsang pembentukan biji.
e. Merangsang pembelahan sel tanaman dan memperbesar jaringan sel.
3. Kalium ( K )
a. Berfungsi dalam proses fotosintesa, pengangkutan hasil asimilasi,
enzim dan mineral termasuk air.
b. Meningkatkan daya tahan/kekebalan tanaman terhadap penyakit
(Nasih, 2007).

25

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di rumah kaca, dan Laboratorium Agronomi Universitas
Lampung dari Bulan Desember 2011 sampai September 2012.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital, ember,
cangkul, label, alat tulis, pisau, plastik, jangka sorong, gelas ukur, sendok, kotak
pengomposan, plastik meteran, tongkat kayu (penganduk kompos), gembor,
sarung tangan, gunting, mesin pencacah kulit kakao, paku payung dan ayakan
tanah.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kakao, top soil, subsoil,
limbah kulit buah kakao yang sudah dicacah, bakteri EM 4, air, gula merah, pupuk
NPK (15:15:15), polibag dengan ukuran 12 x 19 cm setara dengan volume +
1.809cm3, dan pasir.

26

3.3 Metode Penelitian

Untuk menjawab pertanyaan dalam perumusan masalah dan menguji hipotesis,
perlakuan disusun secara faktorial (3 x 4) dalam rancangan acak kelompok (RAK)
dengan empat ulangan. Faktor pertama adalah perbandingan volume kompos kulit
buah kakao dan tanah berpasir (K) dengan tiga taraf yaitu k0 (perbandingan
volume 100% tanah berpasir : 0% kompos kulit buah kakao), k1 (perbandingan
volume 87,5% tanah berpasir : 12,5% kompos kulit buah kakao), k2 (perbandingan
volume 75% tanah berpasir : 25% kompos kulit buah kakao). Faktor kedua adalah
dosis pupuk majemuk NPK (P) dengan empat taraf yaitu p1(1,5 gram/tanaman),
p2 (3 gram/tanaman), p3 (4,5 gram/tanaman), dan p4 (6 gram/tanaman).
Data yang diperoleh akan diuji homogenitas dengan uji χ2 dan additifitas data diuji
dengan uji Tukey. Analisis data dilanjutkan dengan menggunakan analisis ragam
dan apabila sumber keragaman berbeda nyata maka dilakukan uji pemisahan nilai
tengah yaitu Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf nyata 5%.

3.3 Pelaksanaan Penelitian

3.3.1 Pembuatan Kompos Limbah Kulit Buah Kakao

a. Limbah kulit buah kakao dalam penelitian ini didapatkan dari PT. Pluit Muda
Lestari di daerah Pesawaran Desa Bernung. Limbah ini terlebih dahulu
dicacah dengan mesin pencacah kulit kakao berukuran + 2 – 5 cm. Hasil
cacahan kulit buah kakao ini + sebanyak 300 kg berat basah. Setelah dicacah
kulit buah kakao dianalisis kandungan N-total, C-organik, P-total, rasio C/N,
pH dan kadar air sebelum dikomposkan.

27

b. Dosis bakteri EM 4 yang digunakan dalam penelitian ini untuk cacahan kulit
buah kakao 300 kg sebanyak 80 ml EM 4 yang telah dilarutkan dengan gula
merah 300 gram dalam 20 liter air.
c. Kulit kakao yang sudah dicacah dimasukkan ke kotak pengomposan berukuran
60 cm x 1 m yang sudah dilapisi oleh plastik. Kemudian menyiram larutan
EM4 yang sudah disiapkan ke kulit kakao tersebut dan diaduk. Dalam
pembuatan kompos ini, kulit kakao yang akan dikomposkan dimasukkan
secara berlapis-lapis, hal ini bertujuan agar larutan EM 4 yang diberikan
merata di dalam kotak.
d. Setelah semua kulit kakao dimasukkan ke kotak pengomposan, kotak ditutup
dengan plastik hingga rapat, dan diletakkan di tempat yang tidak terkena sinar
matahari secara langsung.
e. Selama proses pengomposan berjalan, dilakukan pengadukan setiap minggu
untuk mengetahui perkembangan kompos kulit buah kakao.
f. Kompos kulit buah kakao siap digunakan apabila rasio C/N < 20 dengan ciriciri tidak berbau, berwarna gelap (hitam), tidak lengket, dan bertekstur remah.
g. Setelah sesuai dengan ciri-ciri tersebut kompos kulit buah kakao diayak
terlebih dahulu sebelum diaplikasikan ke pembibitan tanaman kakao.

28

3.3.2 Persiapan Benih

Benih kakao yang digunakan klon hibirida TSH 858 berasal dari PTPN VII Kab.
Pesawaran (Gambar 2). Benih terlebih dahulu dibersihkan dari lendir dengan
menggunakan pasir.
A

B

C

Gambar 2. Benih dan pohon tanaman kakao klon hibrida TSH 858 PTPN VII
Kab. Pesawaran. A. Label benih pada kemasan benih kakao, B.
Bentuk benih kakao, C. Pohon dan buah kakao.

3.3.3 Penyemaian Benih

Benih yang sudah siap, ditanam pada pre nursery di dalam bak penyemaian
dengan media tanam berupa pasir steril (Gambar 3). Jarak tanam yang digunakan
+ 2 cm x 1 cm. Semaian dipelihara sampai benih berumur + 14 hari setelah semai.
Penyiraman dilakukan 2 kali sehari menggunakan gembor.

29

Gambar 3. Penyemaian benih kakao yang digunakan dalam penelitian.

3.3.4 Penyiapan Media Tanam

Media tanam berupa campuran kompos kulit buah kakao (Gambar 4) dan tanah
berpasir dilakukan dengan cara memasukkan kompos kulit buah kakao dan tanah
berpasir sesuai dengan perbandingan volume perlakuan. Hasil analisis kompos
kulit buah kakao yang sudah matang adalah sebagai berikut: pH 7,22; N-total
0,61%; P-total 3,0%; C-organik 10,02 dan C/N rasio 16,61% (Sumber:
Laboratorium Analisis Politeknik Negeri Lampung)

Gambar 4. Kompos kulit buah kakao yang sudah matang.

3.3.5 Penanaman

Tanaman kakao yang sudah berumur + 14 hari dipindah tanam ke polibag
(Gambar 5). Bibit dipilih yang seragam, bervigor, sehat, akarnya lurus dan tidak

30

mengalami kerusakan. Setiap polibag yang sudah berisi media tanam yaitu
campuran kompos kulit buah kakao dan tanah berpasir ditanami satu bibit kakao.
Polibag-polibag tersebut disusun di dalam rumah kaca sesuai dengan tata letak
percobaan, pengelompokkan tanaman berdasarkan tinggi bibit awal (Gambar 6).
Masing-masing perlakuan diwakili dua tanaman kakao.

A

B

C

Gambar 5. Proses penanaman bibit tanaman kakao ke polibag. A. Pembuatan
lubang tanam di polibag, B. Bibit kakao diletakkan di lubang tanam
tersebut, C. Penanaman bibit kakao.

3.3.6 Aplikasi Pupuk NPK

Pupuk diberikan dengan cara disebar pada media tanam dan diusahakan tidak
terlalu dekat dengan batang tanaman. Pemberian pupuk dilakukan dengan
membuat lingkaran dengan jarak + 4 cm dari batang tanaman. Setelah pupuk
diberikan kemudian pupuk tersebut ditutupi dengan media tanam (Gambar 7).
Aplikasi pupuk ini dilakukan dua bulan sekali sesuai perlakuan yang sudah
ditetapkan selama empat bulan dalam main nursery yaitu saat umur tanaman kakao
1 dan 3 BST (bulan setelah transplanting). Pada umur 1 BST diberikan setengah
dosis perlakuan dan sisanya di umur 3 BST.

31

U

S
Kelompok 2

Kelompok 4

Kelompok 1

Kelompok 3

k2p1

k2p2

k1p3

k0p4

k1p3

k1p2

k0p4

k2p1

k0p2

k0p3

k1p4

k2p1

k2p4

k2p2

k0p4

k1p1

k2p1

k2p2

k1p3

k0p4

k1p3

k1p2

k0p4

k2p1

k0p2

k0p3

k1p4

k2p1

k2p4

k2p2

k0p4

K1p1

k2p3

k1p4

k1p2

k0p1

k1p4

k0p1

k0p2

k2p2

k0p4

k1p1

k1p2

k2p3

k2p3

k0p3

k0p2

k1p3

k2p3

k1p4

k1p2

k0p1

k1p4

k0p1

k0p2

k2p2

k0p4

k1p1

k1p2

k2p3

k2p3

k0p3

k0p2

k1p3

k2p4

k1p1

k0p3

k0p2

k1p1

k0p3

k2p4

k2p3

k0p1

k1p3

k2p4

k2p2

k2p1

k0p1

k1p4

k1p2

k2p4

k1p1

k0p3

k0p2

k1p1

k0p3

k2p4

k2p3

k0p1

k1p3

k2p4

k2p2

k2p1

k0p1

k1p4

K1p2

Rata-rata tinggi
bibit 18 cm

Rata-rata tinggi
bibit 19 cm

Rata-rata tinggi
bibit 17 cm

Rata-rata tinggi
bibit 20 cm

Gambar 6. Tata letak percobaan pengaruh kompos kulit buah kakao sebagai media
pembibitan dan pupuk NPK terhadap pertumbuhan bibit
tanaman kakao di rumah kaca.
Keterangan:
k0 : 0% (v/v), perbandingan volume 100% bagian tanah berpasir : 0%
kompos kulit buah kakao.
k1 : 12,5% (v/v), perbandingan volume 87,5% bagian tanah berpasir : 12,5%
kompos kulit buah kakao.
k2 : 25% (v/v), perbandingan volume 75% bagian tanah berpasir : 25%
kompos kulit buah kakao.
p1 : pupuk NPK 1,5 gram/tanaman.
p2 : pupuk NPK 3,0 gram/tanaman.
p3 : pupuk NPK 4,5 gram/tanaman.
p4 : pupuk NPK 6,0 gram/tanaman.

32

A

B

C

D

Gambar 7. Aplikasi pupuk NPK pada saat umur tanaman kakao 1 dan 3 BST.
A. Pembuatan lingkaran di media tanam, B. Penaburan pupuk NPK di
sekitar lingkaran tersebut, C. Pupuk yang sudah ditabur diratakan di
media tanam, D. Pupuk tersebut ditutup kembali dengan media tanam.

3.3.7 Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan tanaman meliputi kegiatan penyiraman, penyiangan gulma.
Penyiraman dilakukan satu kali dalam sehari. Sedangkan penyiangan gulma
dilakukan secara manual yaitu mencabut gulma yang tumbuh dengan tangan.

3.4 Pengamatan

1. Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman diperoleh dengan melakukan pengukuran menggunakan mistar
yaitu diukur dari pangkal batang sampai daun terpanjang (cm). Pengamatan
tanaman dilakukan 1 BST sampai penelitian berakhir selama 4 BST setiap satu
bulan.

2. Jumlah Daun

Pengukuran jumlah daun dilakukan dengan menghitung jumlah daun yang sudah
membuka sempurna setiap tanaman secara manual (helai). Pengukuran ini
dilakukan 1 BST sampai penelitian berakhir selama 4 BST setiap satu bulan.

33

3. Diameter Batang

Diameter batang diukur pada ketinggian 5 cm dari pangkal batang. Pengukuran
dilakukan dengan menggunakan jangka sorong (mm). Pengamatan ini dilakukan 1
BST sampai penelitian berakhir selama 4 BST setiap satu bulan.

4. Kandungan Zat Hijau Daun

Kandungan zat hijau daun diukur dengan memilih warna daun hijau sedang pada
tanaman dan pengukuran menggunakan klorofilmeter (%).

5. Bobot Basah Tajuk

Pengukuran dilakukan di akhir penelitian dengan cara memisahkan bagian tajuk
tanaman dan langsung ditimbang dengan timbangan digital (gram).

6. Bobot Basah Akar

Dilakukan di akhir pengamatan penelitian, dengan memisahkan bagian akar
tanaman dan langsung ditimbang dengan timbangan digital (gram).

7. Bobot Basah Tanaman

Pengukuran dilakukan di akhir penelitian dengan menjumlahkan bobot basah tajuk
dan bobot basah akar.

8. Bobot Kering Tajuk
Setelah tajuk tanaman ditimbang kemudian dimasukkan oven dengan suhu 70฀C
hingga bobotnya konstan dan ditimbang (gram).

34

9. Bobot Kering Akar
Setelah akar tanaman ditimbang kemudian dimasukkan oven dengan suhu 70฀C
hingga bobotnya konstan dan ditimbang (gram).

10. Bobot Kering Tanaman

Pengukuran dilakukan dengan menjumlahkan bobot kering tajuk dan bobot kering
akar.

11. Analisis pH, Kandungan N dan Serapan N Tanaman

Metode pengukuran yang digunakan adalah metode potensiometri (pH) dan
metode kjedahl (N-total). Analisis ini dilakukan di Laboratorium Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Lampung Teknis Natar yang dilakukan di akhir penelitian.

63

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disusun kesimpulan sebagai berikut:
1. Perlakuan tanpa kompos kulit buah kakao dalam media tanam menghasilkan
pertumbuhan bibit tanaman kakao terbaik namun tidak berbeda nyata dengan
campuran kompos kulit buah kakao sebanyak 12,5% (v/v).
2. Pemupukan NPK pada media tanam sebanyak 1,5 g/tanaman menghasilkan
pertumbuhan bibit tanaman kakao terbaik.
3. Respon bibit tanaman kakao terhadap pemberian pupuk NPK ditentukan oleh
dosis kompos kulit buah kakao.
4. Pemberian dosis pupuk NPK sebanyak 1,5 g/tanaman, 3,0 g/tanaman, dan 6,0
g/tanaman yang dikombinasikan dengan kompos 0% (v/v) menghasilkan
pertumbuhan bibit tanaman kakao terbaik.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian dapat disarankan bahwa sebelum proses pengomposan kulit
buah kakao, terlebih dahulu dilakukan perendaman sehingga kandungan senyawa
inhibitor (tanin) dapat berkurang sehingga tidak meracuni tanaman.

PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI
CAMPURAN MEDIA PEMBIBITAN DAN PUPUK
NPK (15:15:15) TERHADAP PERTUMBUHAN
BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.)
( Skripsi )

Oleh
MINARSIH

UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2013

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian pengaruh kompos kulit buah kakao
sebagai campuran media pembibitan dan pupuk NPK (15:15:15)
terhadap pertumbuhan bibit kakao. .....................................................

13

2. Benih kakao varietas hibrida TSH 858 PTPN VII Kab. Pesawaran.
A. Label benih pada kemasan benih kakao, B. Bentuk benih kakao,
C. Pohon dan buah kakao. ...................................................................

28

3. Penyemaian benih kakao yang digunakan dalam penelitian. ..............

29

4. Kompos kulit buah kakao yang sudah matang.

..................................

29

5. Proses penanaman bibit tanaman kakao ke polibag. A. Pembuatan
lubang tanam di polibag, B. Bibit kakao diletakkan di lubang tanam
tersebut, C. Penanaman bibit kakao. ...................................................

30

6. Tata letak percobaan pengaruh kompos kulit buah kakao
sebagai campuran media pembibitan dan pupuk NPK (15:15:15)
terhadap pertumbuhan bibit kakao di rumah kaca. .............................

31

7. Aplikasi pupuk NPK saat umur tanaman kakao 1 dan 3 BST.
A. Pembuatan lingkaran di media tanam, B. Penaburan pupuk NPK
di sekitar lingkaran tersebut, C. Pupuk yang sudah ditabur diratakan
di media tanam, D. Pupuk tersebut ditutup kembali dengan media
tanam. ......... .........................................................................................

32

8. Korelasi antara bobot basah akar dan bobot basah tajuk tanaman
kakao. ......... .........................................................................................

50

9. Korelasi antara bobot kering akar dan bobot kering tajuk tanaman
kakao. ......... .........................................................................................

51

10. Korelasi antara bobot kering akar dan tinggi tanaman kakao. ............

51

11. Korelasi antara bobot kering akar dan jumlah daun tanaman
kakao. ......... .........................................................................................

52
xv

12. Korelasi antara bobot kering akar dan diameter batang tanaman
kakao. ......... .........................................................................................

52

13. Korelasi antara bobot kering akar dan kandungan zat hijau daun
tanaman kakao. ....................................................................................

53

14. Korelasi antara kandungan zat hijau daun dan tinggi tanaman
kakao. ......... ........................................................................................

53

15. Korelasi antara kandungan zat hijau daun dan jumlah daun
tanaman kakao. ..................................................................................

54

16. Korelasi antara kandungan zat hijau daun dan diameter batang
tanaman kakao. ..................................................................................

54

17. Korelasi antara kandungan zat hijau daun dan bobot kering tajuk
tanaman kakao. ..................................................................................

55

18. Korelasi antara kandungan zat hijau daun dan bobot kering
akar tanaman kakao. ..........................................................................

55

19. Pertumbuhan bibit tanaman kakao pada umur 1 bulan setelah
transplanting (1 BST). A: Pertumbuhan bibit pada kompos 0% v/v;
B: Pertumbuhan bibit pada kompos 12,5% v/v; C: Pertumbuhan bibit
pada kompos 25% v/v. ........................................................................

101

20. Pertumbuhan bibit tanaman kakao pada umur 2 bulan setelah
transplanting (2 BST). A: Pertumbuhan bibit pada kompos 0% v/v;
B: Pertumbuhan bibit pada kompos 12,5% v/v; C: Pertumbuhan bibit
pada kompos 25% v/v. .........................................................................

102

21. Pertumbuhan bibit tanaman kakao pada umur 3 bulan setelah
transplanting (3 BST). A: Pertumbuhan bibit pada kompos 0% v/v;
B: Pertumbuhan bibit pada kompos 12,5% v/v; C: Pertumbuhan bibit
pada kompos 25% v/v. ........................................................................

103

22. Pertumbuhan bibit tanaman kakao pada umur 4 bulan setelah
transplanting (4 BST). A: Pertumbuhan bibit pada kompos 0% v/v;
B: Pertumbuhan bibit pada kompos 12,5% v/v; C: Pertumbuhan bibit
pada kompos 25% v/v. .........................................................................

104

xvi

DAFTAR IS