PENGARUH PUPUK ORGANIK CAIR URIN SAPI DAN LIMBAH TAHU TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.)

(1)

(Theobroma cacao L.)

Oleh

CHRISTINA DESIANA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 5

1.3. Manfaat Penelitian ... 5

1.4. Landasan Teori ... 6

1.5. Kerangka Pemikiran ... 8

1.6. Hipotesis ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Syarat Tumbuh Kakao ... 10

2.2. Pembibitan Tanaman Kakao ... 13

2.3. Pemupukan Tanaman Kakao ... 14

2.3.1. Pemupukan Bibit ... 14

2.3.2. Pemupukan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) ... 14

2.3.3. Pemupukan Tanaman Menghasilkan (TM) ... 15

2.4. Pupuk Organik Cair ... 16

2.4.1. Urin Sapi ... 17


(3)

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 26

3.2. Alat dan Bahan ... 26

3.3. Metode Penelitian ... 26

3.4. Pelaksanaan Penelitian ... 28

3.4.1. Pembuatan Kombinasi Perlakuan Urin Sapi dan Limbah Cair Industri Tahu ... 28

3.4.2. Persiapan Pembuatan Media Tanam ... 29

3.4.3. Penyemaian Benih ... 29

3.4.4. Penanaaman Semaian ... 29

3.4.5. Pemeliharaan Bibit ... 30

3.4.6. Pengaplikasian Urin Sapid an Limbah Cair Industri Tahu 3.4.7. Pengamatan ... 30

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1. Hasil Analisis Kandungan Urin Sapi, Limbah Cair Industri Tahu dan Tanah ... 32

4.2. Hasil Penelitian ... 32

4.2.1. Tinggi Tanaman ... 33

4.2.2. Jumlah Daun ... 34

4.2.3. Diameter Batang ... 35

4.2.4. Panjang Akar ... 36

4.2.5. Bobot Segar Tanaman ... . 38

4.2.6. Bobot Kering Tanaman ... . 39

4.3. Pembahasan ... . 40

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 45

5.1. Simpulan ... 45

5.2. Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47 LAMPIRAN


(4)

Motto:

Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara

kamu

( 1 Petrus 5:7 )

Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan

oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi

pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu:

jangan ada orang yang memegahkan diri

( Efesus 2:8 )


(5)

Karya kecil ini aku persembahkan untuk Bapak, Mama, abang dan

kakak-kakakku tersayang yang telah banyak berkorban demi masa depanku.

Terimakasih atas do’a, semangat, serta kasih sayang yang kalian berikan


(6)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya skripsi ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M. S., selaku Dekan Fakultas Pertanian. 2. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M. P., selaku Ketua Jurusan

Agroteknologi.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M. Si., selaku Pembimbing Akademik sekaligus Pembimbing Utama yang telah memberikan ilmu pengetahuan, saran, kritik, semangat dan bimbingan selama penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Dr. Ir. Rusdi Evizal, M. S., selaku Pembimbing Kedua yang telah memberikan ilmu pengetahuan, saran, kritik, semangat dan bimbingan selama penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M. Si., selaku Penguji bukan Pembimbing atas saran, kritik dan bimbingan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen serta Staff Administrasi Fakultas Pertanian Unila, yang telah membimbing dan membantu selama penulis menyelesaikan pendidikan.


(7)

telah membesarkan dan merawat ananda dengan penuh cinta kasih, memberikan semangat, motivasi serta materi sehingga ananda dapat menyelesaikan

pendidikan.

8. Bang Victor, Kak Esther, Bang Piter, Kak Lidia, Kak Nora, Kak Masta dan keponakan-keponakanku yang lucu (Juwita, Jessica, Kevin), yang telah menghibur, memberi dukungan dan kasih sayang yang tulus selama ini. 9. Pemuda-pemudi Gereja Protestan Injili Nusantara (GPIN) Bukit Zaitun,

terimakasih untuk dukungan doanya.

10.Hendra Prayetno, yang dengan setia mendengarkan keluh kesahku selama masa perkuliahan, mendukung dalam hal tersulit sekalipun, memberikan semangat saat orang lain tidak dapat mengerti keadaanku, meluangkan waktu, tenaga dan materi untuk membantu penulis dalam menyelesaikan pendidikan.

11.Almamater tercinta.

Bandar Lampung, Desember 2012 Penulis


(8)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang dan Masalah

Tanaman kakao merupakan salah satu komoditas unggulan termasuk di Provinsi Lampung, karena dapat menghasilkan devisa bagi negara dan sumber pendapatan bagi banyak petani. Luas areal tanaman kakao di Provinsi Lampung pada tahun 2010 seluas 45.627 Ha yang berasal dari Perkebunan Rakyat seluas 41.596 Ha dan Perkebunan Besar Swasta seluas 4.011 Ha. Produksi tanaman kakao di Provinsi Lampung pada tahun 2010 sebesar 26.564 ton yang terdiri dari Perkebunan Rakyat sebesar 22.425 ton dan Perkebunan Besar Swasta seluas 4.114 ton (Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2011).

Faktor tanah yang semakin keras dan miskin unsur hara terutama unsur hara mikro, iklim, cuaca, hama dan penyakit tanaman, serta pemeliharaan lainnya yang tidak diperhatikan akan menyebabkan produksi dan kualitas rendah (Muljana, 2001).

Untuk provinsi Lampung, volume dan nilai ekspor kakao dari tahun ke tahun berfluktuasi. Perkembangan volume dan nilai ekspor komoditas kakao dapat dilihat pada Tabel 1.


(9)

2006-2010

Tahun Volume Ekspor (Ton) Nilai Ekspor ($ US)

2006 56.535,42 71.035.019

2007 44.014,81 72.944.397

2008 63.720,34 149.019.493

2009 96.979,65 228.546.507

2010 148.467,31 474.335.458

Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Lampung (2011)

Dalam pertanian modern saat ini, penggunaan pupuk kimia mulai dikurangi, bahkan ditiadakan dan digantikan dengan pupuk organik. Hal ini disebabkan pupuk organik tidak meninggalkan residu kimia. Menurut Soetrisno (2006), hampir 90% produk pertanian di Indonesia diproduksi dengan menggunakan bahan anorganik seperti pupuk kimia dan pestisida, sehingga besar kemungkinan produk pertanian Indonesia tidak memenuhi standar internasional. Kurangnya minat pasar internasional terhadap produk Indonesia tersebut dikarenakan

semakin meningkatnya kesadaran mengenai kesehatan makanan. Padahal dengan penggunaan bahan-bahan kimia dapat mengganggu kesehatan manusia. Oleh karena itu untuk meningkatkan keunggulan kompetitif dalam menghasilkan produk pertanian yang mampu bersaing di pasar internasional perlu diupayakan pemenuhan terhadap minat konsumen yang membutuhkan konsumsi pangan bebas bahan anorganik. Untuk itu perlu digalakkan produk-produk pertanian organik di Indonesia dengan cara meningkatkan penggunaan pupuk organik dan mengurangi penggunaan pupuk anorganik sebagai sarana produksinya yang didukung dengan keanekaragaman hayati terutama bibit dan pestisida organik.


(10)

Pupuk organik atau pupuk alam adalah pupuk yang dihasilkan dari pelapukan sisa-sisa tanaman, hewan dan manusia. Pupuk organik adalah pupuk dengan bahan dasar yang diambil dari alam dengan jumlah dan jenis unsur hara yang terkandung secara alami. Pupuk organik merupakan salah satu bahan yang sangat penting dalam upaya memperbaiki kesuburan tanah secara aman, dalam arti produk pertanian yang dihasilkan terbebas dari bahan-bahan kimia yang

berbahaya bagi kesehatan manusia sehingga aman dikonsumsi (Marsono, 2002).

Kandungan unsur hara yang terdapat di dalam pupuk organik jauh lebih kecil daripada pupuk anorganik. Cara aplikasinya juga lebih sulit karena pupuk organik dibutuhkan dalam jumlah yang lebih besar daripada pupuk kimia dan tenaga kerja yang diperlukan juga lebih banyak. Namun, hingga sekarang pupuk organik tetap digunakan karena fungsinya belum tergantikan oleh pupuk buatan (Novizan, 2007). Ada beberapa jenis pupuk organik yang berasal dari alam, yaitu pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, humus dan pupuk mikroba. Ditinjau dari bentuknya ada pupuk organik cair dan pupuk organik padat. Pupuk kandang mempunyai dua jenis, yaitu pupuk kandang padat dan pupuk kandang cair. Kedua jenis pupuk kandang tersebut dapat membuat tanah menjadi lebih subur, gembur, dan mudah diolah. Dari segi kadar haranya, pupuk kandang cair dari sapi (urin) memiliki kandungan hara yang lebih tinggi dibandingkan dengan kotoran padatannya. Selain unsur hara N, P, dan K, urin sapi juga mengandung hormon (Lingga, 1999).

Hormon tumbuhan digolongkan menjadi lima kelompok, yaitu : (1) auksin, (2) giberellin, (3) sitokinin, (4) asam absisik dan (5) etilen, dengan ciri khas dan pengaruh yang berlainan terhadap proses fisiologi. Di antara kelima hormon


(11)

tersebut yang paling berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman adalah auksin. Auksin akan membantu pembentukan akar, karena itu pergerakan auksin antar sel dikenal dengan gerakan secara polar dimana auksin yang berasal dari tunas dan daun akan bergerak melalui sel parenkim ke arah bawah. Auksin merupakan zat yang dapat membantu proses pembentukan akar, juga memacu pembentukan bunga, batang dan daun, serta memperpanjang titik tumbuh tanaman. Tempat sintesis utama auksin pada tanaman yaitu di daerah meristem apikal tunas ujung atau ujung-ujung tanaman seperti pucuk, kuncup bunga dan tunas daun (Dwidjoseputro, 1994).

Umumnya limbah cair industri tahu yang dibuang ke lingkungan tanpa pengolahan dapat menimbulkan pencemaran badan air karena mengandung Biochemical Oxygen Demand (BOD) sebesar 6000 - 8000 mg/l dan Chemical Oxygen Demand (COD) sebesar 7500 – 14000 mg/l, sedangkan standar baku BOD dan COD sebesar 75 mg/l dan 135 mg/l, pemanfaatan limbah cair industri tahu sebagai pupuk organik cair dapat berfungsi mengurangi pencemaran badan air (SK Gubernur Propinsi Lampung No. 104 tahun 1999).

Limbah yang merupakan pembuangan dari suatu proses kegiatan manusia dapat berbentuk padat, cair maupun gas. Limbah yang dibuang secara terus-menerus tanpa ada pengelolaan yang maksimal dapat menimbulkan gangguan

keseimbangan lingkungan (Djojosuwito, 2000). Limbah cair tahu yang berasal dari kacang kedelai dapat digunakan sebagai pupuk, karena mengandung unsur hara yang diperlukan untuk memperbaiki kesuburan tanah. Adapun unsur-unsur hara yang terkandung di dalam limbah cair industri tahu adalah N 18,96


(12)

ppm, P 118,53 ppm, K 137,62 ppm, S 0,453 ppm, Ca 0,623 ppm, protein 9,84 ppm, dan lemak 213,11 ppm (Rahayu, 1995).

Pemupukan kakao dapat menggunakan pupuk buatan (anorganik) seperti Urea sebagai sumber pupuk N, TSP sebagai sumber pupuk P, dan KCl sebagai sumber pupuk K. Di samping menggunakan pupuk buatan, dapat pula digunakan pupuk alami (organik) seperti pupuk kandang, kompos, guano, atau pupuk hijau (Effi, 2003a). Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian tentang pemberian campuran urin sapi dan limbah cair industri tahu terhadap pertumbuhan bibit kakao perlu dilakukan.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh pemberian urin sapi terhadap pertumbuhan bibit kakao. 2. Mengetahui pengaruh pemberian limbah cair industri tahu terhadap

pertumbuhan bibit kakao.

3. Mengetahui interaksi antara pemberian urin sapi dan limbah cair industri tahu terhadap pertumbuhan bibit kakao.

1.3. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada petani tentang penggunaan limbah cair industri tahu dan urin sapi sebagai alternatif pupuk


(13)

1.4. Landasan Teori

Tanaman kakao menghendaki tanah yang subur sebagai media tumbuh tanaman baik di pembibitan maupun dilapangan. Dalam pembibitan, tanaman kakao memerlukan media tanam yang memenuhi syarat yaitu, mempunyai kapasitas memegang air tinggi, media cukup poros, bebas dari gulma dan nematoda, media tidak mengandung salinitas tinggi, serta media dapat menyediakan unsur hara (Sunanta, 1992).

Untuk memenuhi kebutuhan unsur hara bagi tanaman, tindakan pertama adalah dengan pemupukan. Menurut Sosrodiardjo (1982), tujuan pemupukan adalah memelihara dan memperbaiki secara langsung atau tidak langsung kondisi tanah. Pemupukan dapat dilakukan dengan memberikan pupuk organik. Pupuk kandang merupakan salah satu pupuk organik yang dapat berfungsi untuk menambah bahan organik. Pengaruh bahan organik terhadap sifat fisik tanah adalah

meningkatkan kemampuan menahan air, mengubah warna tanah menjadi cokelat kehitaman, dan dapat memperbaiki struktur tanah. Menurut Hakim dkk. (1986), kandungan unsur hara yang terdapat pada pupuk kandang sangat beragam. Hal ini disebabkan oleh faktor macam atau jenis hewan, umur hewan, makanan hewan, alas kandang, cara pengolahannya dan penyimpanan pupuk kandang sebelum dipakai.

Berdasarkan hasil penelitian Nopriyanti (2003), pemberian limbah cair tahu dengan kadar optimum sebesar 500 ml/5 kg media dapat meningkatkan produksi cabai merah keriting dari 22 buah dengan berat 46,72 gram menjadi 47 buah


(14)

dengan berat 99,13 gram. Sedangkan hasil penelitian Safitri (2003), konsentrasi campuran yang terbaik dalam meningkatkan produksi lada adalah 500 ml limbah cair tahu dan 250 ml urin kambing.

Selain mengandung unsur hara makro seperti N sebesar 1%, P sebesar 1,5 %, dan K sebesar 0,5 %, urin sapi juga mengandung unsur hara makro sekunder seperti Ca dan Mg. Urin sapi mengandung unsur-unsur Mo dan Cu yang berperan dalam proses pertumbuhan sebagai zat hara mikro. Unsur-unsur tersebut dapat berfungsi sebagai penguat dinding sel, pembentuk klorofil, mengaktifkan berbagai enzim, membantu proses pertumbuhan tanaman (Effi, 2003b).

Berdasarkan hasil penelitian Dwiwarni (2000), konsentrasi urin sapi sebesar 15% berpengaruh terhadap pertumbuhan stek lada, terutama pada panjang akar 5,58 mm dan berat kering 42,40 mg. Selanjutnya hasil penelitian Supriyati (2004), menunjukkan bahwa pemberian campuran urin sapi 10% dan kascing 375 g dapat meningkatkan pertumbuhan stek melinjo.

Limbah cair yang ditimbulkan oleh industri tahu berasal dari air pengolahan kedelai dalam jumlah yang cukup besar. Rata-rata tiap pengusaha tahu di Kelurahan Gunung Sulah memproduksi sedikitnya 50 kg kedelai sebagai bahan bakunya. Bahan baku berupa kedelai ini memerlukan air dalam jumlah yang banyak selama pengolahannya. Akibat dari penggunaan air yang banyak,

menghasilkan limbah cair yang cukup besar dan umumnya langsung dibuang ke perairan tanpa pengolahan yang baik. Menurut Nuraida (1985) dalam Hadi (1999), diketahui bahwa dari pembuatan tahu sebanyak 3 kg kedelai kering menghasilkan air limbah sebanyak 135 liter. Oleh karena itu, jumlah limbah cair


(15)

yang dihasilkan rata-rata mencapai 2250 liter setiap pengusaha tahu. Limbah cair industri tahu mengandung N 18,96 ppm, P 118,53 ppm, K 137,62 ppm, S 0,453 ppm, Ca 0,623 ppm, protein 9,84 ppm, lemak 213,11 ppm. Meskipun limbah cair industri tahu sedikit mengandung unsur hara, tetapi dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman yang dapat memperbaiki porositas dan kesuburan tanah (Rahayu, 1995).

1.5. Kerangka Pemikiran

Tanaman kakao merupakan salah satu komoditas unggulan di Provinsi Lampung. Untuk menunjang pertumbuhan yang baik, tanaman ini menghendaki media tanam yang subur baik dalam pembibitan maupun dilapangan. Banyaknya produk pertanian di Indonesia yang masih menggunakan pupuk anorganik, menyebabkan residu dan membahayakan kesehatan manusia. Oleh karena itu mulai digalakkan produk pertanian organik di Indonesia dengan cara meningkatkan penggunaan pupuk organik.

Media tanam yang subur diperoleh melalui pupuk buatan/anorganik maupun pupuk alami/organik. Pupuk kandang (urin sapi) dan limbah cair tahu termasuk pupuk organik yang berguna untuk pertumbuhan bibit kakao. Kandungan unsur hara yang terkandung di dalam urin sapi dan limbah cair tahu dapat meningkatkan kesuburan tanah karena dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang tidak didapat dari pupuk buatan. Urin sapi mengandung lebih banyak unsur hara dibandingkan kotoran padatnya. Selain mengandung unsur hara makro,


(16)

makro sekunder dan mikro, urin sapi juga mengandung auksin yang berguna mempercepat proses pembentukan akar.

Limbah cair industri tahu juga dapat digunakan sebagai pupuk, karena

mengandung unsur-unsur hara yang diperlukan untuk memperbaiki kesuburan tanah. Pemberian urin sapi dan limbah cair industri tahu diharapkan dapat

meningkatkan pertumbuhan bibit kakao sehingga dapat meningkatkan mutu bibit kakao.

1.6. Hipotesis

1. Pemberian urin sapi dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kakao.

2. Pemberian limbah cair industri tahu dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kakao.

3. Ada interaksi antara pemberian urin sapi dan limbah cair industri tahu terhadap pertumbuhan bibit kakao.


(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Syarat Tumbuh Kakao

Tanaman kakao (Theobroma cacao, L.) termasuk famili Sterculiaceae. Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan. Pada tahun 1560 di Sulawesi Utara telah diperkenalkan tanaman kakao yang berasal dari Filipina. Terdapat banyak jenis kakao, namun yang paling banyak ditanam untuk produksi kakao secara besar-besaran hanya tiga jenis yaitu varietas Criollo, varietas Forastero, dan varietas Trinitario (hibrida) yang merupakan hasil persilangan Criolo dan Forastero (Sunanta, 1992).

Dari ketiga jenis tersebut, varietas Trinitario paling banyak dikembangkan di Indonesia. Varietas Trinitario ini antara lain adalah Hibrida Djati Runggo dan Uppertimazone hybride (Kakao Lindak). Kakao lindak ini memiliki keunggulan antara lain: (1) Pertumbuhannya cepat, (2) Berbuah setelah dua tahun, (3) Bentuk buah panjang, (4) Sebagian besar buahnya berwarna hijau, (5) Masa panen

sepanjang tahun, dan (6) Tahan terhadap penyakit VSD (Vascular Steak Dieback) (Sunanta, 1992).


(18)

Menurut Tjitrosoepomo (1993), sistematika tanaman kakao adalah sebagai berikut:

Divisio : Spermatophyta Sub division : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Sub kelas : Apetalae Ordo : Malvales Famili : Sterculiaceae Genus : Theobroma

Spesies : Theobroma cacao, L.

Tanaman kakao merupakan tumbuhan tahunan (perennial) berbentuk pohon, di alam dapat mencapai ketinggian 10 m. Meskipun demikian, dalam

pembudidayaan tingginya dibuat tidak lebih dari 5 m, tetapi dengan tajuk menyamping yang meluas. Hal ini dilakukan untuk memperbanyak cabang produktif. Tanaman kakao tumbuh di daerah tropika basah, memiliki akar tunggang dan berbatang lurus. Tanaman kakao bersifat Cauliflorous yaitu bunga tumbuh langsung dari batang ataupun cabang-cabang. Bunga sempurna berukuran kecil (diameter maksimum 3 cm), tunggal, namun nampak terangkai karena muncul dari satu titik tunas. Bunga berwarna putih kemerah-merahan dan tidak berbau. Kakao secara umum adalah tumbuhan menyerbuk silang dan memiliki sistem inkompatibilitas sendiri. Walaupun demikian, beberapa varietas kakao mampu melakukan penyerbukan sendiri dan menghasilkan jenis komoditi dengan nilai jual yang lebih tinggi. Buah tumbuh dari bunga yang diserbuki. Ukuran buah jauh lebih besar dari bunganya, dan berbentuk bulat hingga memanjang. Buah


(19)

terdiri dari 5 daun buah dan memiliki ruang dan di dalamnya terdapat biji. Warna buah berubah-ubah. Sewaktu muda berwarna hijau hingga ungu. Apabila masak kulit luar buah biasanya berwarna kuning (Muljana, 2001).

Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh faktor genetis dan faktor lingkungan. Faktor genetis merupakan faktor yang terdapat dalam tanaman seperti benih, varietas, hormon serta lainnya. Sedangkan faktor lingkungan adalah faktor seperti keadaan tanah, iklim, (curah hujan, temperatur, sinar matahari), air dan udara.

a. Keadaan tanah

Tanaman kakao dapat tumbuh sampai ketinggian tempat maksimum 1200 m dpl, ketinggian tempat optimum adalah 1-600 m dpl dengan kemiringan lereng maksimum 400. Tanaman kakao sangat sensitif bila kekurangan air, sehingga tanahnya harus memiliki penyimpanan/ketersediaan air maupun saluran (drainase) yang baik. Tanaman kakao tumbuh baik pada solum > 90 cm tanpa ada lapisan padas. Tekstur lempung liat berpasir komposisi pasir 50%, debu 10-20%, liat 30-40%. Kakao memerlukan tanah dengan struktur kasar yang berguna untuk memberi ruang agar akar dapat menyerap nutrisi yang diperlukan sehingga perkembangan sistem akar dapat optimal. Kemasaman tanah (pH) optimum 6.0-6.5 dan sesuai pada tanah regosol, sedangkan tanah latosol kurang baik (Muljana, 2001).

b. Iklim a) Curah hujan

Curah hujan merupakan unsur iklim terpenting. Curah hujan yang dibutuhkan harus tinggi dan terdistribusi dengan baik sepanjang tahun. Untuk tanaman


(20)

kakao tingkat curah hujan yang baik per tahun berkisar antara 1500 mm-2500 mm. Curah hujan saat musim kemarau sebaiknya lebih kurang dari 100 mm per bulan dan tidak lebih dari tiga bulan. Curah hujan yang terlalu tinggi (>4500 mm/th) akan menyebabkan penyakit busuk buah (Nuraeni, dkk., 2003).

b) Temperatur

Faktor suhu pada tanaman kakao sangat erat hubungannya dengan ketersediaan air, sinar matahari, dan kelembaban. Suhu sangat berpengaruh pada

pembentukan flush atau tunas muda, pembungaan dan kerusakan daun.

Tanaman kakao akan tumbuh baik pada suhu 180-320C. Temperatur maksimum 300-320 C, minimum 180-210 C. Suhu yang lebih rendah dari 180 C akan

mengakibatkan gugurnya daun serta mengeringnya bunga. Sedangkan suhu tinggi mengakibatkan gugurnya bunga (Nuraeni, dkk., 2003).

c) Sinar matahari

Kakao merupakan tanaman tropis yang suka akan naungan. Jika tanaman kakao mendapatkan sinar matahari terlalu banyak akan mengakibatkan tanaman relatif pendek dan batang menjadi kecil (Poedjowidodo, 1996).

2.2. Pembibitan Tanaman kakao

Tanaman kakao dapat dikembangkan secara vegetatif maupun generatif. Perkembangbiakan generatif adalah bahwa tanaman tersebut berkembang biak secara kawin, yaitu bertemunya sel jantan yang terdapat pada benang sari dan sel betina yang terdapat pada putik. Bertemunya 2 sel ini nantinya akan menghasilkan


(21)

buah yang berkotil 2 yaitu dikotil. Tanaman yang dikembangbiakan melalui cara ini biasanya memiliki sifat genetis yang berbeda dari tanaman induk dan biasanya mengalami kemunduran. Perkembangbiakan generatif adalah yang paling sering dilakukan karena cepat menghasilkan bibit dalam jumlah yang besar.

Perkembangbiakan secara vegetatif dapat terbentuk dari sel jaringan nukleus, serta terbentuknya tanaman dari bagian-bagian khusus. Perkembangbiakan secara vegetatif jarang dilakukan karena jumlah bibit yang dihasilkan sedikit dan membutuhkan waktu yang lama. Benih kakao dikecambahkan selama 4-7 hari hingga keping benih terbuka (Sunanta, 1992).

2.3. Pemupukan Tanaman Kakao

2.3.1. Pemupukan Bibit

Pemupukan bibit kakao dapat dilakukan dengan pupuk ZA sebanyak 2 gram/bibit tanaman atau dengan pupuk Urea sebanyak 1 gram/bibit tanaman. Pemupukan dapat pula dilakukan dengan pupuk NPK sebanyak 2 gram/bibit tanaman (Sunanta, 1992).

2.3.2.Pemupukan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)

Pemupukan pada tanaman belum menghasilkan (TBM) atau tanaman muda dilakukan berdasarkan umur tanaman dan diberikan sampai tanaman berumur 24 bulan dengan dosis seperti Tabel 2.


(22)

Tabel 2. Dosis pemupukan tanaman belum menghasilkan (TBM) atau tanaman muda

Umur (bulan) Pupuk ( gram per tanaman)

ZA TSP KCl Kieserit

2 50 - - -

6 75 50 30 25

12 100 - - -

18 150 100 70 50

24 200 - - -

Sumber: Sunanta (1992)

2.3.3.Pemupukan Tanaman Menghasilkan (TM)

Tanah lama kelamaan dapat kehilangan unsur hara, sebab unsur hara tersebut selain selalu diserap oleh tanaman juga dapat hilang karena faktor lain misalnya hujan dan panas matahari. Tujuan pemupukan pada lahan tanaman kakao yang sudah berproduksi adalah untuk menambah unsur hara di dalam tanah supaya produktifitas kakao tinggi, lebih tahan terhadap hama dan penyakit dan agar usia produktif lebih lama (Sunanta, 1992). Dosis pemupukan tanaman kakao yang sudah menghasilkan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Dosis pemupukan tanaman kakao menghasilkan (TM)

Umur (tahun) Pupuk (gram/tanaman/tahun)

ZA Urea TSP KCl

3 2 x 100 2 x 50 2 x 50 2 x 50

4 2 x 200 2 x 100 2 x 100 2 x 100

5 2 x 250 2 x 125 2 x 125 2 x 125

>5 2 x 250 2 x 125 2 x 125 2 x 125

Keterangan: 2 x artinya pemupukan dilakukan dua kali dalam setahun. Sumber: Sunanta (1992)


(23)

2.4. Pupuk Organik Cair

Pemupukan berarti cara-cara atau motode serta usaha-usaha yang dilakukan dalam pemberian pupuk atau unsur hara ke tanah atau ke tanaman yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman normal. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa produksi dan permintaan pupuk organik kian meningkat. Di samping karena harga pupuk kimia yang terus meningkat, petani semakin sadar dampak buruk pupuk kimia pada tanah pertaniannya (Novizan, 2007).

Pupuk organik terbentuk karena adanya kerjasama mikroorganisme pengurai dengan cuaca dan perlakuan manusia. Kegiatan organisme tanah dalam proses penguraian tersebut menjadi sangat penting dalam pembentukan pupuk organik. Sisa tumbuhan dihancurkan oleh organisme dan unsur-unsur yang sudah terurai diikat menjadi senyawa. Senyawa tersebut tentu saja harus larut dalam air sehingga mudah diabsorbsi atau diserap oleh akar tanaman. Secara kualitatif, kandungan unsur hara dalam pupuk organik tidak dapat lebih unggul daripada pupuk anorganik. Namun, penggunaan pupuk organik secara terus menerus dalam rentang waktu tertentu akan menjadikan kualitas tanah lebih baik dibandingkan penggunaan pupuk anorganik. Selain itu juga, penggunaan pupuk organik juga tidak akan meninggalkan residu pada hasil tanaman sehingga aman bagi kesehatan manusia (Effi, 2003b).


(24)

2.4.1.Urin Sapi

Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kandang ternak, baik berupa kotoran padat (feses) yang bercampur sisa makanan maupun air kencing (urin) (Marsono, 2001). Menurut Sutedjo (1999) pupuk organik mempunyai fungsi yang penting yaitu untuk menggemburkan lapisan tanah permukaan (top soil),

meningkatkan populasi jasad renik, mempertinggi daya serapdan daya simpan air, yang keseluruhannya dapat meningkatkan kesuburan tanah.

Pupuk kandang ada yang berbentuk padat dan ada yang berbentuk cair. Pupuk kandang cair merupakan pupuk yang diperoleh dari urin hewan atau ternak. Urin hewan yang digunakan sebagai pupuk kandang berwarna cokelat dengan bau menyengat. Bau ini disebabkan oleh kandungan unsur nitrogen. Pengaplikasian pupuk kandang cair berbeda dengan pupuk kandang padat. Pengaplikasian pupuk cair dilakukan setelah tanaman tumbuh. Hal ini dilakukan karena sebagian besar unsur hara dalam urin dapat langsung diserap oleh tanaman dan sebagian lagi masih harus diuraikan ( Novizan, 2007).

Pengaplikasian sebelum tanam akan berakibat tujuan pemupukan menjadi tidak efektif. Nitrat yang terbentuk akan hilang oleh faktor cuaca, seperti hujan dan sinar matahari. Bila cuaca berawan dan udara lembab, kehilangan unsur N lebih kecil dibanding kondisi panas, kering dan banyak angin. Pupuk kandang cair ini umumnya diaplikasikan dengan cara disiramkan di sekitar tanaman


(25)

Nitrat (NO3-) dan nitrit (NO2-) adalah ion-ion anorganik alami, yang merupakan bagian dari siklus nitrogen. Aktifitas mikroba di tanah atau air menguraikan sampah yang mengandung nitrogen organik pertama-pertama menjadi ammonia, kemudian dioksidasikan menjadi nitrit dan nitrat. Oleh karena nitrit dapat dengan mudah dioksidasikan menjadi nitrat, maka nitrat adalah senyawa yang paling sering ditemukan di dalam air bawah tanah maupun air yang terdapat di permukaan (Effi, 2003b).

Kadar unsur hara pupuk kandang cair lebih tinggi dibandingkan pupuk kandang padat. Unsur fosfor dalam pupuk kandang sebagian besar berasal dari kotoran padat, sedangkan nitrogen dan kalium berasal dari kotoran cair, kandungan unsur kalium dalam kotoran cair lima kali lebih besar dari kotoran padat. Sementara kandungan nitrogen dalam kotoran cair hanya 2-3 kali lebih besar dari kotoran padat (Novizan, 2007). Komposisi N, P, K dan air pada kotoran ternak sapi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi N, P, K dan air pada kotoran ternak sapi

Jenis Kotoran Ternak N P K Air Keterangan --- %

---Padat 0,33 0,11 0,13 85 Pupuk Dingin

Cair 1,00 1,50 0,50 92 Pupuk Dingin

Sumber: Hadisuwito (2012)

Dalam pupuk kandang, dikenal istilah pupuk panas dan pupuk dingin. Pupuk panas adalah pupuk kandang yang proses penguraiannya berlangsung cepat sehingga terbentuk panas, misal pupuk kandang dari kotoran kuda, kambing, ayam dan domba. Sedangkan pupuk dingin terjadi sebaliknya. C/N rasio yang


(26)

tinggi menyebabkan pupuk kandang terurai lebih lama dan tidak menyebabkan panas misalnya pada kotoran sapi, kerbau dan babi (Novizan, 2007).

Urin hewan-hewan pemakan tumbuhan dan urin manusia banyak mengandung auksin karena berhubungan dengan zat-zat makanan yang berasal dari tumbuhan. Auksin merupakan zat serba guna karena selain membantu mempercepat proses pembentukan akar juga memacu pembentukan bunga, batang, dan daun serta memperpanjang titik tumbuh tanaman. Urin sapi mengandung auksin alami sebagai zat tumbuh. Auksin adalah hormon yang ditemukan pada ujung batang, akar, dan pembentukan bunga yang berfungsi sebagai pengatur pembesaran sel dan memicu pemanjangan sel di daerah belakang meristem ujung. Auksin berperan penting dalam pertumbuhan tumbuhan (Dwidjosepurto, 1994).

Peran fisiologis auksin adalah mendorong perpanjangan sel, pembelahan sel, diferensiasi jaringan xilem dan floem, memepercepat proses pembentukan akar, pembungaan pada Bromeliaceae, pembentukan buah partenokarpi, pembentukan bunga betina pada tanaman diocious, dominan apikal, respon tropisme serta menghambat pengguguran daun, bunga dan buah (Dwidjosepurto, 1994).

2.4.2. Limbah Cair Industri Tahu

Tahu adalah salah satu makanan tradisional yang biasa dikonsumsi setiap hari oleh orang Indonesia. Secara garis besar, proses pembuatan tahu terdiri dari dua tahap yaitu pembuatan ekstrak (susu kedelai) dan tahap penggumpalan protein dari susu kedelai. Cara penggumpalan susu kedelai yang umum dilakukan adalah dengan penambahan bahan penggumpal berupa asam, sehingga keasaman susu


(27)

kedelai mencapai titik isoelektriknya sekitar 4 sampai 5. Bahan penggumpal yang biasa digunakan adalah asam cuka (CH3COOH), batu tahu (CaSO4nH2O) dan larutan bibit tahu (Pusat Pengembangan Teknologi Pangan, 1983).

Selama proses pembuatan tahu diperlukan air dalam jumlah yang cukup banyak. Jumlah air yang diperlukan berkisar antara 10-30 kali berat kering kedelai yang diolah (1 kg kedelai rata-rata membutuhkan 20 l air) dan hanya sedikit yang terikut dalam produk. Dengan demikian air limbah yang dihasilkan dari industri tahu relatif banyak (Hendra, 1997).

Proses produksi tahu menghasilkan 2 jenis limbah, limbah padat dan limbah cair. Pada umumnya, limbah padat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan di buat kerupuk, sedangkan limbah cair dibuang langsung ke lingkungan. Limbah cair industri tahu ini memiliki kandungan senyawa organik yang tinggi. Tanpa proses penanganan dengan baik, limbah tahu dapat menyebabkan dampak negatif seperti polusi air, sumber penyakit, bau tidak sedap, meningkatkan pertumbuhan nyamuk, dan menurunkan estetika lingkungan sekitar (Mustapa, dkk., 1998).

Menurut Nurhasan dan Pramudyanto (1987, dalam Herlambang, 2002), karakteristik buangan industri tahu ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu: karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik fisika meliputi padatan total, padatan tersuspensi, suhu, warna dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan organik, bahan anorganik dan gas. Karakteristik limbah cair industri tahu dapat dilihat pada Tabel 5.


(28)

Tabel 5. Karakteristik limbah cair industri tahu

Parameter Hasil Pengukuran

Suhu 37 – 450C

Padatan terendap 175 – 190 ml/l

Padatan tersuspensi 635 – 660 mg/l

Padatan total 688 – 703 mg/l

Warna 2225 – 2250 Pt.Co

Kekeruhan 535 – 585 FTU

Amonia-nitrogen 23,3 – 23,5 mg/l

Nitrit-nitrogen 0,1 – 0,5 mg/l

Sulfat Sedikit

pH 4 – 6

BOD 6000 – 8000 mg/l

COD 7500 – 14000 mg/l

Sumber : Nurhasan dan Pramudyanto (1987, dalam Herlambang, 2002)

Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu adalah cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu yang disebut air dadih. Cairan ini mengandung kadar protein yang tinggi dan dapat segera terurai. Limbah cair ini sering dibuang secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu sehingga menghasilkan bau busuk dan mencemari sungai. Sumber limbah cair lainnya berasal dari pencucian kedelai, pencucian peralatan proses, pencucian lantai dan pemasakan serta larutan bekas rendaman kedelai (Djojosuwito, 2000).


(29)

Tahapan proses pembuatan tahu secara umum menurut Nurhasan dan Pramudyanto (1987, dalam Herlambang, 2002) adalah sebagai berikut:

1. Kedelai yang telah dipilih dibersihkan dan disortasi. Pembersihan dilakukan dengan ditampi atau menggunakan alat pembersih.

2. Perendaman dalam air bersih agar kedelai dapat mengandung dan cukup lunak untuk digiling. Lama perendaman berkisar 4-10 jam.

3. Pencucian denagn air bersih. Jumlah air yang digunakan tergantung pada besarnya atau jumlah kedelai yang digunakan.

4. Penggilingan kedelai menjadi bubur kedelai dengan mesin giling. Untuk memperlancar penggilingan perlu ditambahkan air dengan jumlah yang sebanding dengan jumlah kedelai.

5. Pemasakan kedelai dilakukan di atas tungku dan didihkan selama 5 menit. Selama pemasakan ini dijaga agar tidak berbuih, dengan cara menambahkan air dan diaduk.

6. Penyaringan bubur kedelai dilakukan dengan kain penyaring. Ampas yang kurang lebih 70% sampai 90% dari bobot kering kedelai.

7. Setelah itu dilakukan penggumpalan dengan menggunakan air asam, pada suhu 500 C, kemudian didiamkan sampai terbentuk gumpalan besar. Selanjutnya air di atas endapan dibuang dan sebagian digunakan untuk proses penggumpalan kembali.

8. Langkah terakhir adalah pengepresan dan pencetakan yang dilapisi dengan kain penyaring sampai padat. Setelah air tinggal sedikit, maka cetakan dibuka dan diangin-anginkan.


(30)

Kedelai

Sortasi

Air buangan Perendaman Air dingin (6-8 jam) (Kedelai : Air = 1:3)

Air buangan Pencucian Air dingin

Penggilingan

Pemasakan bubur kedelai Air dingin (100 – 1100 C 10 menit) (Kedelai : air = 1:8) Ampas tahu Ekstraksi Susu Kedelai Air panas

(Penyaringan)

Susu kedelai

Penggumpalan Air asam (70 – 850 C)

Gumpalan susu kedelai Whey Pemisahan whey

Curd Whey Pengepresan dan pencetakan

(0,05 - 0,2 psi, 15 - 20 menit)

Air limbah Tahu

Gambar 1. Diagram alir pembuatan tahu


(31)

Limbah cair industri tahu yang memiliki kandungan bahan organik yang tinggi sangat berbahaya apabila dibuang langsung ke perairan. Limbah cair tersebut sebaiknya diolah sampai memenuhi nilai baku mutu yang telah ditetapkan

(Tabel 6) agar tidak mencemari perairan. Banyak industri tahu skala rumah tangga di Indonesia tidak memiliki proses pengolahan limbah cair. Ketidakinginan

pemilik industri tahu untuk mengolah limbah cairnya disebabkan karena

kompleks dan tidak efisiennya proses pengolahan limbah. Meskipun limbah cair industri tahu sedikit mengandung hara tetapi dapat dimanfaatkan dan dikelola sedemikian rupa sehingga tidak terbuang percuma, misalnya dapat memperbaiki kesuburan tanah (Rahayu, 1995).

Tabel 6. Baku mutu limbah cair industri tahu

Parameter SK Gubernur Propinsi Lampung No. 104 tahun

1999

Peraturan gubernur Propinsi Lampung No. 17 tahun 2006

COD (mg/l) 135 200

BOD (mg/l) 75 75

Suhu (0 C) - Alami

Ph 6,0 – 9,0 6,0 – 9,0

Padatan Total

Tersuspensi (mg/l) 50 50

Kekeruhan (skala Ntu) 100 -

Debit Limbah Cair Maksimum (m3/ton bahan baku)

15 15

Industri pembuatan tahu harus berhati-hati dalam program kebersihan dan pemeliharaan peralatan yang baik karena secara langsung hal tersebut dapat mengurangi kandungan bahan protein dan organik yang terbawa dalam limbah cair. Adapun unsur-unsur hara yang terkandung pada limbah cair tahu dapat dilihat pada Tabel 7.


(32)

Tabel 7. Hasil analisis kandungan unsur hara limbah cair industri tahu

Unsur Hara Konsentrasi (ppm)

Total N 18,96

Protein 9,84

Ca 0,623

Phosphor 118,53

Sulfur 0,453

Kalium 137,62

Lemak 213,11

Serat 1,333


(33)

III. BAHAN DAN METODE

3.1.Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Januari 2012 sampai Maret 2012.

3.2.Alat dan Bahan.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ember, gelas ukur, gayung, derigen, penggaris, cangkul, polibag 1 kg, alat tulis, jangka sorong, oven, koran. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah urin sapi, limbah cair industri tahu, bibit tanaman kakao, fungisida Dithane M-45. Tanah bagian atas diambil dari kebun bera di Kecamatan Panjang. Setiap polibag diisi tanah sebanyak 1 kg.

3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Kelompok Teracak Sempurna dalam pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor, yaitu faktor I adalah urin sapi dengan 4 taraf, yaitu: S0= 0 ml/kg tanah, S1= 40 ml/kg tanah, S2= 80 ml/kg


(34)

tanah, S3= 120 ml/kg tanah, sedangkan faktor II adalah limbah cair industri tahu dengan 4 taraf, yaitu: L0= 0 ml/kg tanah, L1= 80 ml/kg tanah, L2= 160 ml/kg tanah, L3= 240 ml/kg tanah. Tiap perlakuan menggunakan 3 bibit tanaman kakao dan diulang 3 kali

Analisis data

Homogenitas ragam diuji dengan Uji Bartlett dan aditivitas data diuji dengan Uji Tukey. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diberikan data dianalisis dengan sidik ragam. Bila kedua asumsi ini terpenuhi, maka pemisahan nilai tengah dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5 %. Dosis optimum diketahui dengan menggunakan kurva respon. Kombinasi

perlakuan antara urin sapi dan limbah cair industri tahu dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Kombinasi perlakuan urin sapi dan limbah cair industri tahu

Limbah Cair Industri

Tahu (ml/kg tanah) S0 (0) Urin Sapi (ml/kg tanah) S1 (40) S2 (80) S3 (120) L0 (0) S0L0 S1L0 S2L0 S3L0 L1 (80) S0L1 S1L1 S2L1 S3L1 L2 (160) S0L2 S1L2 S2L2 S3L2 L3 (240) S0L3 S1L3 S2L3 S3L3 Keterangan:

S = Urin Sapi


(35)

3.4. Pelaksanaan Penelitian

3.4.1. Pembuatan Kombinasi Perlakuan Urin Sapi dan Limbah Cair

Industri Tahu

a. Urin sapi yang digunakan adalah urin segar yang telah diinkubasi selama 5 minggu.

b. Limbah cair industri tahu yang digunakan adalah limbah cair segar yang telah diinkubasi selama 5 minggu.

c. Pengaplikasian perlakuan diberikan sebanyak 2 kali, yaitu pada bibit umur 6 dan 11 minggu melalui tanah.

d. Dosis yang diberikan pada masing-masing aplikasi adalah setengah dari dosis keseluruhan.

e. Kombinasi campuran urin sapi dan limbah cair industri tahu dibuat sesuai perlakuan sebagai berikut:

S0L0= 0 ml/kg tanah urin sapi + 0 ml/kg tanah limbah cair industri tahu. S0L1= 0 ml/kg tanah urin sapi + 80 ml/kg tanah limbah cair industri tahu. S0L2= 0 ml/kg tanah urin sapi + 160 ml/kg tanah limbah cair industri tahu. S0L3= 0 ml/kg tanah urin sapi + 240 ml/ kg tanah limbah cair industri tahu. S1L0= 40 ml/kg tanah urin sapi + 0 ml/kg tanah limbah cair industri tahu. S1L1= 40 ml/kg tanah urin sapi + 80 ml/kg tanah limbah cair industri tahu. S1L2= 40 ml/kg tanah urin sapi + 160 ml/kg tanah limbah cair industri tahu. S1L3= 40 ml/kg tanah urin sapi + 240 ml/kg tanah limbah cair industri tahu. S2L0= 80 ml/kg tanah urin sapi + 0 ml/kg tanah limbah cair industri tahu. S2L1= 80 ml/kg tanah urin sapi + 80 ml/kg tanah limbah cair industri tanah.


(36)

S2L2= 80 ml/kg tanah urin sapi + 160 ml/kg tanah limbah cair industri tahu. S2L3= 80 ml/kg tanah urin sapi + 240 ml/kg tanah limbah cair industri tahu. S3L0= 120 ml/kg tanah urin sapi + 0 ml/kg tanah limbah cair industri tahu. S3L1= 120 ml/kg tanah urin sapi + 80 ml/kg tanah limbah cair industri tahu. S3L2= 120 ml/kg tanah urin sapi + 160 ml/kg tanah limbah cair industri tahu. S3L3= 120 ml/kg tanah urin sapi + 240 ml/kg tanah limbah cair industri tahu.

3.4.2. Persiapan Pembuatan Media Tanam

Tanah yang digunakan untuk media tanam adalah tanah bagian top soil. Tanah dimasukkan ke dalam masing-masing polibag.

3.4.3. Penyemaian Benih

Sebelum disemaikan, benih kakao dibersihkan terlebih dahulu dari lendirnya menggunakan abu atau pasir. Kemudian benih diletakkan di pasir persemaian dengan posisi bagian yang pipih di bawah atau bagian mata dari benih berada di bawah, dengan ditekan sedikit sehingga kira-kira sepertiga bagian dari benih terbenam dalam lapisan pasir. Peletakkan benih diatur berjajar dengan jarak 2,5 cm x 5 cm.

3.4.4. Penanaman Semaian

Setelah media tanam siap, dilakukan penanaman bibit kakao yang telah berumur 2 minggu ke dalam masing-masing polibag. Lalu dipelihara selama 1 bulan sebelum pengaplikasian perlakuan.


(37)

3.4.5. Pemeliharaan Bibit

Pemeliharaan tanaman dalam polibag adalah dengan menyiram tanaman 2 kali sehari sejak ditanam sampai tanaman berumur 4 bulan.

3.4.6. Pengaplikasian Urin Sapi dan Limbah Cair Industri Tahu

Bibit kakao yang digunakan untuk perlakuan adalah bibit berumur 6 minggu. Tiap perlakuan menggunakan 3 bibit tanaman kakao dan diulang 3 kali. Bibit kakao yang digunakan dipilih yang seragam. Pengaplikasian urin sapi dan limbah cair industri tahu dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu:

(1) Pengaplikasian pertama dilakukan pada saat bibit berumur 6 minggu dengan setengah dari dosis keseluruhan.

(2) Pengaplikasian kedua dengan dosis yang sama dilakukan pada bibit umur 11 minggu. Pengamatan dilakukan pada umur bibit 16 minggu.

Urin sapi dan limbah cair industri tahu dengan kombinasi di atas sebelumnya dicampur lalu pengaplikasiannya dengan cara disiramkan melalui tanah.

3.4.7. Pengamatan

Setelah bibit berumur 16 minggu setelah aplikasi maka dilakukan pengamatan. Peubah yang diamati adalah:

1) Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang sampai titik tumbuh. 2) Jumlah Helai Daun


(38)

3) Panjang Akar

Panjang masing-masing akar bibit kakao diukur dengan menggunakan penggaris.

4) Diameter Batang

Diameter masing-masing tanaman diukur sekitar 5 cm dari permukaan tanah dengan menggunakan jangka sorong.

5) Bobot Segar Tanaman

Bibit tanaman kakao dikeluarkan dari polibag, bersihkan dari tanah yang masih menempel, lalu ditimbang bobot segarnya.

6) Bobot Kering Tanaman

Bibit tanaman kakao dibungkus dengan menggunakan koran kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 700 C selama 72 jam untuk mendapatkan bobot kering tanaman.


(39)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil simpulan sebagai berikut:

1. Pemberian urin sapi berpengaruh pada variabel tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, panjang akar, bobot segar tanaman dan bobot kering tanaman. 2. Pemberian limbah cair industri tahu berpengaruh pada variabel tinggi tanaman,

bobot segar tanaman dan bobot kering tanaman.

3. Ada interaksi antara pemberian urin sapi dan limbah cair industri tahu terhadap pertumbuhan bibit kakao dengan tinggi tanaman dan jumlah daun yang terbaik pada dosis 80 ml/kg tanah urin sapi dan 80 ml/kg tanah limbah cair industri tahu serta diameter batang, bobot segar tanaman, bobot kering tanaman pada dosis 40 ml/kg tanah urin sapi dan 80 ml/kg tanah limbah cair industri tahu.


(40)

5.2. Saran

Dari hasil penelitian dan kesimpulan di atas maka disarankan urin sapi dan limbah cair industri tahu yang digunakan terlebih dahulu dilakukan pengenceran agar tidak menyebabkan keracunan bagi bibit kakao.


(41)

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. 2011. Statistik Perkebunan Tahun 2010

(Angka Tetap). Bandar Lampung.

Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian. 2008. Pedoman Umum

Penyediaan Bibit Kakao. Jakarta.

Djojosuwito, S. 2000. Petunjuk Pemanfaatan Limbah Cair. PT Smart. Jakarta.

Dwidjosepurto. 1994. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta.

Dwiwarni. 2000. Pengaruh pemberian urin sapi terhadap pertumbuhan stek lada.

Skripsi Sarjana. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Biologi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Effi, I.M. 2003a. Pupuk Organik Cair dan Padat, Pembuatan, Aplikasi. PT

Penebar Swadaya. Jakarta.

Effi, I.M. 2003b. Pupuk Organik Padat Pembuatan dan Aplikasi. PT Penebar

Swadaya. Jakarta.

Hadi, W.N. 1999. Pengaruh ukuran partikel dan lamanya perendaman kedelai

terhadap kuantitas dan kualitas limbah cair tahu. Skripsi Sarjana. Fakultas Teknik. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Hadisuwito, S. 2012. Membuat Pupuk Organik Cair. PT Agromedia Pustaka.

Jakarta.

Handayanto dan Hairiah. 2009. Biologi Tanah Landasan Pengelolaan Tanah

Sehat Cetakan ke 2. CVPustaka Adipura. Yogyakarta.

Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.

Harjadi, S.S. 1993. Pengantar Agronomi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.


(42)

Hendra, A. 1997. Pengaruh konsentrasi kapur dan Alum terhadap karakteristik limbah cair industri tahu dalam pengolahan pendahuluan. Skripsi Sarjana. Fakultas Teknik. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Herlambang, A. 2002. Pengaruh pemakaian biosulfur struktur sarang tawon pada

pengolahan limbah organik sistem kombinasi anaerobik-aerobik (studi kasus : limbah tahu dan tempe). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Juanda, D. dan B. Cahyono. 2000. Ubi jalar: Budidaya dan Analisis Usaha Tani.

Aksi Agrari Kanisius. Yogyakarta.

Kusumo, S. 1984. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. CV Yasaguna. Jakarta.

Lingga, P. 1999. Petunjuk Penggunaan Pupuk. PT Penebar Swadaya. Jakarta.

Marsono, L. P. 2001. Petunjuk Penggunaan Pupuk. PT Penebar Swadaya. Jakarta.

Marsono, S. P. 2002. Pupuk Akar Jenis dan Aplikasinya. PT Penebar Swadaya.

Jakarta.

Muljana, W. 2001. Bercocok Tanam Cokelat. CV Aneka Ilmu. Semarang.

Mustapa, Syaubari dan Aprillia, 1998. Kajian awal pengolahan limbah cair tahu

dengan proses lumpur aktif. Fakultas Teknik. Universitas Syiah Kuaka Darussalam. Banda Aceh.

Nopriyanti. 2003. Pengaruh pemberian limbah cair tahu terhadap produksi Buah

cabai merah keriting (Capsicum annum. L.). Skripsi Sarjana. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Biologi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Novizan. 2007. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. PT Agro Media Pustaka.

Jakarta.

Nuraeni, L., S. Riyadi, H. S. T. Siregar. 2003. Budidaya Pengolahan Dan

Pemasaran Cokelat. PT Penebar Swadaya. Jakarta.

Nurhayati, H., M. Yusuf, Nyakpa, A. Lubis, S. G. Nugroho, M. R. Saul, M. A.

Diha, G. B. Hong dan H. H. Bayley. 1986. Pupuk dan Pemupukan.

Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Poedjiwidodo, Y. 1996. Sambung Samping Kakao. PT Trubus Agriwidya.

Semarang.

Pusat Pengambangan Teknologi Pangan. 1983. Seri Teknologi Pangan. Direktorat


(43)

Rahayu, W.P. 1995. Penanganan Limbah Industri Pangan. UGM Press. Yogyakarta.

Safitri, E. 2003. Pengaruh pemberian campuran limbah cair tahu dan urin

kambing terhadap pertumbuhan stek lada (Piper nigrum. L.). Skripsi Sarjana. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Biologi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Siregar, T.H.S., S. Riyadi dan L. Nuraini. 2000. Budidaya, Pengolahan dan

Pemasaran Coklat. PT Penebar Swadaya. Jakarta.

Soetrisno, L. 2006. Paradigma Baru Pembangunan Pertanian. Aksi Agrari

Kanisius. Yogyakarta.

Sosrodiardjo. 1982. Ilmu Pemupukan. CV Yasaguna. Jakarta.

Sunanta, H. 1992. Budidaya, Pengelolaan Hasil dan Aspek Ekonomi Cokelat.

Aksi Agrari Kanisius. Yogyakarta.

Supriyati. 2004. Pengaruh pemberian urin dan kascing terhadap pertumbuhan

stek melinjo. Skripsi Sarjana. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Biologi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Sutanto, F.X. 1994. Tanaman Kakao, Budidaya dan Pengolahan Hasil. Aksi

Agrari Kanisius. Yogyakarta.

Sutedjo, M.M. 1999. Pupuk dan Cara Pemupukan. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Sutedjo, M.M. dan A.G. Kartasapoetra. 1991. Pengantar Ilmu Tanah. PT Rineka

Cipta. Jakarta.

Tisdale, S.L., Nelson and J. D. Beaton. 2003. Soil Fertility and Fertilizers, Fourth

Ed. Mac. Millan Pub. Co. New York.


(1)

4) Diameter Batang

Diameter masing-masing tanaman diukur sekitar 5 cm dari permukaan tanah dengan menggunakan jangka sorong.

5) Bobot Segar Tanaman

Bibit tanaman kakao dikeluarkan dari polibag, bersihkan dari tanah yang masih menempel, lalu ditimbang bobot segarnya.

6) Bobot Kering Tanaman

Bibit tanaman kakao dibungkus dengan menggunakan koran kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 700 C selama 72 jam untuk mendapatkan bobot kering tanaman.


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil simpulan sebagai berikut:

1. Pemberian urin sapi berpengaruh pada variabel tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, panjang akar, bobot segar tanaman dan bobot kering tanaman. 2. Pemberian limbah cair industri tahu berpengaruh pada variabel tinggi tanaman,

bobot segar tanaman dan bobot kering tanaman.

3. Ada interaksi antara pemberian urin sapi dan limbah cair industri tahu terhadap pertumbuhan bibit kakao dengan tinggi tanaman dan jumlah daun yang terbaik pada dosis 80 ml/kg tanah urin sapi dan 80 ml/kg tanah limbah cair industri tahu serta diameter batang, bobot segar tanaman, bobot kering tanaman pada dosis 40 ml/kg tanah urin sapi dan 80 ml/kg tanah limbah cair industri tahu.


(3)

cair industri tahu yang digunakan terlebih dahulu dilakukan pengenceran agar tidak menyebabkan keracunan bagi bibit kakao.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. 2011. Statistik Perkebunan Tahun 2010 (Angka Tetap). Bandar Lampung.

Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian. 2008. Pedoman Umum

Penyediaan Bibit Kakao. Jakarta.

Djojosuwito, S. 2000. Petunjuk Pemanfaatan Limbah Cair. PT Smart. Jakarta. Dwidjosepurto. 1994. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta.

Dwiwarni. 2000. Pengaruh pemberian urin sapi terhadap pertumbuhan stek lada. Skripsi Sarjana. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan

Biologi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Effi, I.M. 2003a. Pupuk Organik Cair dan Padat, Pembuatan, Aplikasi. PT Penebar Swadaya. Jakarta.

Effi, I.M. 2003b. Pupuk Organik Padat Pembuatan dan Aplikasi. PT Penebar Swadaya. Jakarta.

Hadi, W.N. 1999. Pengaruh ukuran partikel dan lamanya perendaman kedelai

terhadap kuantitas dan kualitas limbah cair tahu. Skripsi Sarjana. Fakultas Teknik. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Hadisuwito, S. 2012. Membuat Pupuk Organik Cair. PT Agromedia Pustaka. Jakarta.

Handayanto dan Hairiah. 2009. Biologi Tanah Landasan Pengelolaan Tanah

Sehat Cetakan ke 2. CVPustaka Adipura. Yogyakarta. Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.

Harjadi, S.S. 1993. Pengantar Agronomi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Heddy, S. 1898. Hormon Tumbuhan. CV Rajawali. Jakarta.


(5)

pengolahan limbah organik sistem kombinasi anaerobik-aerobik (studi kasus : limbah tahu dan tempe). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Juanda, D. dan B. Cahyono. 2000. Ubi jalar: Budidaya dan Analisis Usaha Tani.

Aksi Agrari Kanisius. Yogyakarta.

Kusumo, S. 1984. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. CV Yasaguna. Jakarta.

Lingga, P. 1999. Petunjuk Penggunaan Pupuk. PT Penebar Swadaya. Jakarta. Marsono, L. P. 2001. Petunjuk Penggunaan Pupuk. PT Penebar Swadaya. Jakarta. Marsono, S. P. 2002. Pupuk Akar Jenis dan Aplikasinya. PT Penebar Swadaya.

Jakarta.

Muljana, W. 2001. Bercocok Tanam Cokelat. CV Aneka Ilmu. Semarang.

Mustapa, Syaubari dan Aprillia, 1998. Kajian awal pengolahan limbah cair tahu dengan proses lumpur aktif. Fakultas Teknik. Universitas Syiah Kuaka Darussalam. Banda Aceh.

Nopriyanti. 2003. Pengaruh pemberian limbah cair tahu terhadap produksi Buah cabai merah keriting (Capsicum annum. L.). Skripsi Sarjana. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Biologi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Novizan. 2007. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. PT Agro Media Pustaka. Jakarta.

Nuraeni, L., S. Riyadi, H. S. T. Siregar. 2003. Budidaya Pengolahan Dan Pemasaran Cokelat. PT Penebar Swadaya. Jakarta.

Nurhayati, H., M. Yusuf, Nyakpa, A. Lubis, S. G. Nugroho, M. R. Saul, M. A. Diha, G. B. Hong dan H. H. Bayley. 1986. Pupuk dan Pemupukan. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Poedjiwidodo, Y. 1996. Sambung Samping Kakao. PT Trubus Agriwidya.

Semarang.

Pusat Pengambangan Teknologi Pangan. 1983. Seri Teknologi Pangan. Direktorat Pengembangan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Bogor.


(6)

Rahayu, W.P. 1995. Penanganan Limbah Industri Pangan. UGM Press. Yogyakarta.

Safitri, E. 2003. Pengaruh pemberian campuran limbah cair tahu dan urin kambing terhadap pertumbuhan stek lada (Piper nigrum. L.). Skripsi Sarjana. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Biologi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Siregar, T.H.S., S. Riyadi dan L. Nuraini. 2000. Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Coklat. PT Penebar Swadaya. Jakarta.

Soetrisno, L. 2006. Paradigma Baru Pembangunan Pertanian. Aksi Agrari Kanisius. Yogyakarta.

Sosrodiardjo. 1982. Ilmu Pemupukan. CV Yasaguna. Jakarta.

Sunanta, H. 1992. Budidaya, Pengelolaan Hasil dan Aspek Ekonomi Cokelat. Aksi Agrari Kanisius. Yogyakarta.

Supriyati. 2004. Pengaruh pemberian urin dan kascing terhadap pertumbuhan stek melinjo. Skripsi Sarjana. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Biologi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Sutanto, F.X. 1994. Tanaman Kakao, Budidaya dan Pengolahan Hasil. Aksi Agrari Kanisius. Yogyakarta.

Sutedjo, M.M. 1999. Pupuk dan Cara Pemupukan. PT Rineka Cipta. Jakarta. Sutedjo, M.M. dan A.G. Kartasapoetra. 1991. Pengantar Ilmu Tanah. PT Rineka

Cipta. Jakarta.

Tisdale, S.L., Nelson and J. D. Beaton. 2003. Soil Fertility and Fertilizers, Fourth Ed. Mac. Millan Pub. Co. New York.