commit to user
E. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Perbedaanmetode pembelajaran
practice rehearsal pairs dengan
metode konvensional.
Secara deskriptif diketahui bahwa
rata-rata nilai
prestasi belajar akhir siswa yang belajar
dengan model practice rehearsal pairs
77,66 lebih
tinggi dibandingkan
rata-rata nilai
prestasi belajar akhir siswa yang belajar
dengan model
konvensional 74,67. Berdasarkan hasil analisis variansi maka siswa
yang belajar
dengan model
practice rehearsal pairs dapat meraih prestasi belajar lebih baik
dibandingkan siswa yang belajar dengan model konvensional.
Kompetensi merupakan
kemampuan siswa
yang ditunjukkan dari penilaian hasil
belajar yakni
merupakan pengalaman belajar yang diperoleh
siswa dalam bentuk kemampuan tersebut
Sardiman, 2014.
Menurut Hamzah 2008 : 86 ā€¯banyak
faktor yang
mempengaruhi kompetensi siswa mulai input atau siswa, lingkungan
instruksional maupun
proses pendidikan.
Proses pendidikan
salah satunya tergantung proses penyelenggaraan
pembelajaran. Oleh sebab itu kompetensi sangat
dipengaruhi ketepatan guru dalam memilih
metode pembelajaran.
Ada metode konvensional dan practice rehearsal pairs. Practice
rehearsal pairs merupakan cara baru dimana siswa dikelompokkan
dalam pasangan-pasangan
berpasangan dengan temannya sendiri yang satu mengamati dan
yang satunya lagi mempraktekkan Zaini, et all 2004. Sebaliknya
metode konvensional
menurut Djamarah dalam Kholik 2011
merupakan metode pembelajaran tradisional
atau disebut
juga dengan metode ceramah, karena
sejak dahulu metode ini telah dipergunakan
sebagai alat
komunikasi lisan antara guru dengan anak didik.
Adanya perbedaan
kompetensi antara pembelajaran metode practice rehearsal pairs
dan konvensional
pada siswa
disebabkan pendekatan di dalam penyampaian materi pembelajaran.
Pada kelompok
konvensional, siswa
akan menerima
materi pembelajaran secara pasif. Jadi
seolah-olah meskipun bisa terjadi komunikasi dua arah akan tetapi
dominasi komunikasi adalah satu arah.
commit to user
Pembelajaran konvensional umumnya juga sangat abstrak dan
teoritis. Bagi
siswa yang
kemampuan abstraksinya rendah maka akan sulit memahami materi
pembelajaran yang
sifanya aplikatif apalagi sampai tahapan
analisis maupun sintesis karena hal
ini menuntut
tingkat pemahaman yang lebih mendalam.
Agar mampu memahami sampai tingkat aplikasi, analisis maupun
sintesis tersebut maka menuntut siswa untuk mempelajari ulang
dengan sangat maksimal. Oleh karenanya
sangat dibutuhkan
dukungan motivasi belajar yang sangat tinggi dari individu yang
bersangkutan untuk merangkum materi, mencari tambahan materi
dari berbagai
sumber lain,
bertanya kepada teman atau guru jika
diperlukan. Jadi
pada prinsipnya masih diperlukan daya
dukung lain dari individu yang belajar.
Ketika siswa
hanya memiliki motivasi rendah, maka
usaha tersebut juga hanya sedikit saja sehingga kompetensinya juga
rendah. Kondisi
tersebut tentunya
sangat berbeda
ketika guru
menerapkan sistem pembelajaran dengan metode practice rehearsal
pairs. Pada saat pembelajaran dengan practice rehearsal pairs
maka siswa yang belajar akan melibatkan semua aspek mulai
dari pikiran, perasaan, bahasa tubuh dan berbagai pengalaman
aplikasi berkaitan dengan materi yang dipelajari. Disisi lain guru
akan bertindak sebagai rekan belajar, model, pembimbing dan
fasilitator sehingga komunikasi bisa dua arah. Kesan sebagai
pemberi dan penerima sedikit dihilangkan sehingga komunikasi
lebih mudah dan rasa segan bertanya semakin berkurang. Jadi
berbagai hambatan yang selama ini ditemukan dalam konvensional
akan sedikit berkurang. Hambatan rasa malas belajar akan sedikit
teratasi karena
pada saat
pembelajaran siswa
sudah mempelajari, bertanya, berdiskusi.
2. Perbedaan motivasi rendah