1
BAB I PENDAHULUAN
4.1 Latar Belakang
Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu permasalahan sosial yangpaling mendesak negara-negara
berkembang seperti
Indonesia Muhi,
2011.Jumlah penduduk yang besar tanpa disertai dengan fasilitas yang
memadai,justru menjadi beban pembangunan dan menyulitkan pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional BKKBN, 2007.
Salah satu upaya pemerintah untuk menekan peningkatan jumlah penduduk adalah melalui program Keluarga Berencana KB BKKBN, 2011. Program
pelayanan KB mempunyai arti penting dalam mewujudkan manusia Indonesia yang sejahtera, disamping program pendidikan dan kesehatan.Kesadaran mengenai
pentingnya kontrasepsi di Indonesia masih perlu ditingkatkan untuk mencegah terjadinya peningkatan jumlah penduduk di Indonesia pada tahun 2015 BKKBN,
2007. Menurut program KB nasional, alat kontrasepsi yang memiliki efektifitas
tinggi adalah IUD, karena dapat dipakai jangka panjang dapat sampai 10 tahun Saifuddin, 2010.Berdasarkan data pelayanan kontrasepsi BKKBN periode bulan
Januari sampai dengan Agustus tahun 2013, terdapat 46.988 orang pengguna baru KB IUD. Data di Dinas Kesehatan Provinsi Bali tahun 2013 jumlah peserta KB aktif di
Kota Denpasar sebanyak 79.779 akseptor,dimana jumlah KB IUD sebanyak 31.463 akseptor 39,4, dan pada tahun 2014 jumlah peserta KB aktif sebanyak 76.805
akseptor dengan jumlah KB IUD sebanyak 32.729 akseptor 42,6. Data tersebut menunjukan bahwa akseptor KB IUD mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Dari semua Puskesmas yang ada di Kota Denpasar, Puskesmas I Denpasar Timur merupakan Puskesmas dengan jumlah akseptor ketiga tertinggi diantara 11
Puskesmas di Denpasar yang memiliki data lengkap untuk kunjungan IUD Dinkes Kota Denpasar, 2015.Pada tahun 2014 jumlah akseptor KB aktif di Puskesmas I
Denpasar Timur sebanyak 6.551 akseptor. Akseptor metode kontrasepsi jangka panjang MKJP meliputi 5 akseptor 0,07 MOP, 272 akseptor 4.15, MOW,
3.721 akseptor 56.80 IUD, 37 akseptor 0,56 Implan. Sedangkan akseptor non MKJP meliputi KB Suntik 1.429 akseptor 21,81, Pil 624 akseptor 9,52 dan
Kondom 463 akseptor 7,06. Sedangkan pada tahun 2015, jumlah akseptor KB aktif sebanyak 6.856 akseptor. Akseptor metode kontrasepsi jangka panjang MKJP
meliputi 5 akseptor 0,07 MOP, 280 akseptor 4,08MOW, 3.766 akseptor 54,92 IUD, 56 akseptor 0,81 Implan. Sedangkan akseptor non MKJP meliputi
KB Suntik 1.782 akseptor 25,99, Pil 602 akseptor 8,78dan Kondom 365 akseptor 5,32. Dari data tahun 2014 dan 2015 tersebut, alat kontrasepsi IUD adalah
jenis kontrasepsi yang paling banyak digunakan. Meskipun memiliki efektifitas yang tinggi, masih ada kegagalan IUD berupa
kehamilan dan efek samping seperti spotting, nyeri perut, komplikasi seperti pedarahan dan flour albous yang ditemukanAri Sulistyawati, 2014. Dari hasil pendataan
BKKBN tahun 2013 terdapat 110 akseptor 0.0023 yang mengalami kegagalan pasca pemasangan alat kontrasepsi IUD secara nasional.Salah satu penyebab kegagalan
dan komplikasi KB adalah karena akseptor IUD tidak melakukan kunjungan ulang pasca pemasangan IUD.
Kunjunganulang pasca pemasangan IUD sangat penting untuk memantau dan mencegah terjadinya efek samping, komplikasi dan kegagalan IUD dikemudian hari.
Kunjungan ulang IUD dilakukan hari ketujuh post insersi, akhir bulan pertama, akhir bulan ketiga, akhir bulan keenam, selanjutnya sekali setahun atau jika ada keluhan Ari
Sulistyawati, 2014. Tujuan dari kunjungan ulang minggu pertama adalah adanya kemungkinan insiden IUD terlepas secara spontan. Sedangkan kunjungan ulang satu
bulan post insersi adalah untuk pengawasan ginekologi dan efek samping, dan selanjutnya dilakukan setiap tiga bulan sekali sampai satu tahun post insersi. Dan
selanjutnya dilakukan apabila ada keluhan Ari Sulistyawati, 2014. Efek samping yang dapat terjadi apabila akseptor IUD tidak melakukan
kunjungan ulang adalah spooting, nyeri perut, komplikasi seperti pedarahan dan flour albous, dan kegagalan seperti kehamilan Ari Sulistyawati, 2014. Menurut penelitian
yang telah dilakukan oleh Intan RiyadhulZannahdkk 2011 dari 140 akseptor IUD di puskesmas Sukajadi Kota Bandung terdapat 3 akseptor 4,62 yang mengalami
perubahan siklus mestruasi, 28 akseptor 43,08 mengalami peningkatan jumlah darah menstruasi, 18 akseptor 27,69 mengalami spooting, 13 akseptor 20,00
mengalami dismenorea, 32 akseptor 23,08 gangguan hubungan seksual, 29 akseptor 44,62 mengalami leukoreadan 49 akseptor 75,38 mengalami
perubahan tekanan darah. Data Puskesmas I Denpasar Timur menunjukan pada tahun 2014terdapat 163
akseptor baru IUD. Dari 163 akseptor IUD tersebut, yang melakukan kunjungan ulang sebanyak 51 31,28 akseptor, dan terdapat 15 9,20 akseptor yang mengalami
efek samping dan komplikasi. Sedangkan pada tahun 2015, terdapat 142 akseptor baru
IUD. Dari 142 akseptor IUD tersebut yang melakukan kunjungan ulang sebanyak 48 33.80 akseptor, dan terdapat 14 akseptor 9,85 yang mengalami efek samping
dan komplikasi. Kunjungan ulang pasca pemasangan IUD adalah suatu bentuk perilaku.
Menurut teori oleh Lawrence Green 1980 dalam Notoatmodjo 2010 faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku di kelompokkan ke dalam tiga faktor yaitu faktor
predisiposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat. Faktor predisposisi adalah latar belakang sesuai demografi seperti pengetahuan, sikap, pendidikan, umur, pemakaian
alat kontrasepsi sebelumnya. Sedangkan faktor pemungkin adalah hal-hal diluar diri seseorang yang bersifat fisik seperti ketersediaan IUD, dan adanya informasi. Faktor
penguat adalah hal yang berada didalam diri seseorang tentang bersifat tidak fisik seperti dukungan tenaga kesehatan, dan dukungan suami.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suharti 2010, semakintingginya tingkat pengetahuan akseptor maka lebih mudah memahami pentingnya melakukan
kunjungan ulang pasca pemasangan IUDp = 0,019.Menurut penelitian Imbarwati 2009,semakin terbukanya sikap seseorang maka semakin tinggi pula minat akseptor
untuk melakukan kunjungan ulang, penelitian tersebut mengatakan bahwa sebanyak 38 akseptor malu terhadap cara pemasangan dan pemeriksaan IUD.
PenelitianIstianah 2010 menunjukkan ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kunjungan ulang KB dengan nilai p 0,05. Dimana tingkatan pendidikan
yang dimiliki oleh seseorang dapat mempengaruhi kunjungan ulang pasca pemasangan alat kontrasepsi. Menurut penelitian Imbarwati 2009 informasi yang diperoleh sangat
mempengaruhi akseptor untuk melakukan kunjungan ulang. Semakin baik informasi
yang diterima, akseptor akan melakukan kunjungan ulang pasca pemasangan IUD sebesar 59.3. Menurut penelitian Nilawatidkk 2015 menyatakan bahwa ada
hubungan dukungan suami dengan kepatuhan akseptor KB suntik dalam melakukan kunjungan ulang suntik dengan nilai p = 0,027.
Masih rendahnya kunjungan ulang di Puskemas I Denpasar Timur 33.80,masih adanya efek samping dan komplikasi pasca pemasangan IUD9.85
dan belum ada penelitian serupa yang dilakukan di Puskesmas I Denpasar Timur menyebabkan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi kunjungan ulang pasca pemasangan IUD di Puskesmas I Denpasar Timur.
4.2 Rumusan Masalah