Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kelengkapan Imunisasi Lanjutan Pada Anak Bawah Tiga Tahun Di Puskesmas I Denpasar Selatan Tahun 2016.

(1)

i

UNIVERSITAS UDAYANA

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KELENGKAPAN IMUNISASI LANJUTAN PADA ANAK BAWAH TIGA TAHUN DI

PUSKESMAS I DENPASAR SELATAN TAHUN 2016

ANAK AGUNG EKA ASTRIANI (1420015001)

ROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR


(2)

ii

UNIVERSITAS UDAYANA

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KELENGKAPAN IMUNISASI LANJUTAN PADA ANAK BAWAH TIGA TAHUN DI

PUSKESMAS I DENPASAR SELATAN TAHUN 2016

Skripsi ini diajukan sebagai

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT

ANAK AGUNG EKA ASTRIANI (1420015001)

ROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR


(3)

iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui dan diperiksa dihadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Denpasar, 13 Juli 2016

Pembimbing


(4)

iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui dan diperiksa dihadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Denpasar, 13 Juli 2016

Tim Penguji Skripsi Ketua (Penguji I)

dr. Ni Wayan Septarini Nip.19800929 200801 2 015

Anggota (Penguji II)

(Desak Nyoman Widyanthini,S.ST,M.Kes) NUPN.9900981253


(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena atas berkat rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang bejudul“ Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kelengkapan Pemberian Imunisasi Lanjutan Pada Anak Bawah Tiga Tahun di Puskesmas I Denpasar Selatan tahun 2016” tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak memperoleh masukan, bimbingan, arahan dan bantuan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini antara lain kepada :

1. Bapak dr. I Made Ady Wirawan,MPH, PhD selaku Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat atas ijin dan petunjuknya dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak dr. Ketut Tangking Widarsa, MPH selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi, dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Ketut Hari Mulyawan,S.Kom.,MPH selaku kepala bagian peminatan Biostatistik, Kependudukan, KIA-Kespro yang telah memberikan arahan dalam penyusunan skripsi ini.


(6)

vi

4. Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan banyak dukungan, semangat, doa, dan memberikan segalanya dalam proses penyusunan skripsi ini.

5. Teman-teman IKM angkatan 2014 yang telah memberikan banyak dukungan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.

6. Seluruh staf Dinas Kesehatan Provinsi Bali yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.

7. Seluruh staf Dinas Kesehatan Kota Denpasar yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.

Denpasar, Juni 2016 Penulis


(7)

vii PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA PEMINATAN KIA

Skripsi, Juni 2016

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KELENGKAPAN IMUNISASI LANJUTAN PADA ANAK BAWAH TIGA TAHUN DI

PUSKESMAS I DENPASAR SELATAN TAHUN 2016

ABSTRAK

Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. Untuk meningkatkan kekebalan anak batita terhadap penyakit pemerintah mengembangkan vaksinasi lanjutan (pentavalen dan campak lanjutan ). Cakupan imunisasi lanjutan di Kota Denpasar sebesar 67,3%, angka tersebut berada di bawah target nasional, sebesar 85%.Penelitan ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi tingkat kelengkapan imunisasi lanjutan pada anak bawah tiga tahun di Puskesmas I Denpasar Selatan.

Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional analitik yang dilakukan pada 106 anak batita di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Selatan. Data dikumpulkan melalui wawancara pada ibu batita dan analisis dokumen imunisasi. Data di analisis menggunakan uji Chi Square dan Regresi Poison.

Hasil penelitian menggunakan chi square menunjukkan bahwa tingkat kelengkapan di pengaruhi oleh pengetahuan (RR=2,7; 95% CI 1,2-6,2), sikap ( RR=2,4; 95% CI 0,9-6,2) dan peran petugas kesehatan (RR= 2,5; 95%CI 1,2-5,2). Dan adanya hubungan bermakna antara pengetahuan, sikap, dan peran petugas kesehatan terhadap kelengkapan imunisasi lanjutan dengan nilai p=0,001 dan tidak adanya hubungan signifikan antara akses orang tua ke puskesmas dan peran kader posyandu. Sedangakan berdasarkan uji resgresi poison tidak menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara seluruh variabel bebas terhadap variabel tergantung.

Dapat disimpulkan bahwa tingkat kelengkapan imunisasi lanjutan pada anak batita dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang imunisasi lanjutan, sikap ibu terhadap program imunisasi lanjutan, dan peran petugas kesehatan dalam memberikan informasi tentang imunisasi lanjutan.


(8)

viii PUBLIC HEALTY STUDY PROGRAM MEDICAL SCHOOL

UDAYANA UNIVERSITY KIA Specialisation

Thesis, June 2016

FACTORS AFFECTING OF THE ADVANCED COMPLETENESS IMMUNIZATION STANDARD IN CHILDREN UNDER THREE YEARS

OLD IN THE PUSKESMAS I SOUTH DENPASAR 2016

ABSTRACT

Imunization is an attempt to incude/ enhance human immunity actively against a disease, so that if one day be exposed to the disease will not ill or suffered only mild illness. To improve immunity against toddler disease government develop vaccinations (pentavalent and advanced measles). Advanced immunization coverage in Denpasar amounted to 67,3%, the figure is below the national target, amounting to 85%.

The research aims are to identify factors that affect the level of completeness of advanced immunization in children under three years in Puskesmas I South Denpasar. This research is an analytical cross sectional study conducted in 106 toddlers in Puskesmas I South Denpasar.

The results using chi square showed that the level of completeness influenced by knowledge ( RR = 2.7 ; 95 % CI 1.2 to 6.2 ) , attitude ( RR = 2.4 ; 95 % CI 0.9 to 6.2 ) and the role of health workers ( RR = 2.5 ; 95 % CI 1.2 to 5.2 ) . And the existence of a significant relationship between knowledge , attitude , and the role of health workers to the completeness of immunization continued with p = 0.001 and the absence of a significant relationship between parents access to health centers and the role of posyandu cadre . While the poison resgresi based test showed no significant correlation between all independent variables on the dependent variable.

It can be concluded that the level of completeness of follow –up immnuzation in toddlers affected by advanced knowledge of mothers on immunization, maternal attitude towards advanced immnuzation program, and the role of health workers in providing information about the advanced immunization.


(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL DENGAN SPESIFIKASI ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 4

Pertanyaan Penelitian ... 4

Tujuan Penelitian ... 4

Tujuan Umum ... 4

Tujuan Khusus ... 4

Manfaat Penelitian ... 5

Manfaat Praktis ... 5

Manfaat Teoritis ... 6

Ruang Lingkup Penelitian ... 6

BAB II TUJUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Imunisasi ... 7

2.2 Imunisasi Lanjutan ... 7

2.2.1 Imunisasi DPT/HB/HIB (Pentavalen) ... 9

2.2.2 Imunisasi Campak ... 10

2.2.3 Kelengkapan Imunisasi lanjutan ... 11


(10)

x

2.3.1 Faktor Predisposisi ... 11

2.3.2 Faktor Pemungkin ... 13

2.3.3 Faktor Penguat ... 14

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 16

3.1 Kerangka Konsep ... 16

3.2 Hipotesis Penelitian ... 17

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 17

3.3.1 Variabel Penelitian ... 17

3.3.2 Definisi Operasional ... 18

BAB IV METODE PENELITIAN ... 21

4.1 Desain Penelitian ... 21

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian... 21

4.2.1 Tempat Penelitian ... 21

4.2.2 Waktu Penelitian... 21

4.3 Populasi dan Sampel ... 21

4.3.1 Populasi Terjangkau ... 21

4.3.2 Sampel ... 22

4.3.3 Besar Sampel ... 22

4.3.4 Teknik Pengambilan Sampel ... 23

4.4 Instrumen Penelitian ... 23

4.5 Teknik Pengumpulan Data ... 23

4.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 24

4.6.1 Teknik Pengolah Data ... 24

4.6.2 Analisis Data... 27

BAB V HASIL PENELITIAN ... 29

5.1 Gambaran Penelitian ... 29

5.2 Karakteristik Responden ... 30

5.2.1 Deskripsi Faktor Yang Mempengaruhi Kelengkapan Imunisasi Lanjutan ... 31

5.3 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kelengkapan Imunisasi Lanjutan ... 32


(11)

xi

5.3.2 Analisis Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap ... 34

5.3.3 Analisis Adanya Hubungan Antara Pengetahuan Terhadap Peran Petugas Kesehatan ... 34

5.3.4 Analisis Adanya Hubungan Antara Sikap Terhadap Peran Petugas Kesehatan ... 35

5.3.5 Analisis Multivariat ... 36

BAB VI PEMBAHASAN ... 37

6.1 Capaian Tingkat Kelengkapan ... 37

6.1.1 Analisis Hubungan Antara Pengetahuan dan Kelengkapan Imunisasi Lanjutan ... 37

6.1.2 Analisis Hubungan Antara Sikap dan Kelengkapan Imunisasi Lanjutan ... 38

6.1.3 Analisis Hubungan Antara Akses dan Kelengkapan Imunisasi Lanjutan ... 38

6.1.4 Analisis Hubungan Antara Peran Petugas Kesehatan dan Kelengkapan Imunisasi Lanjutan ... 39

6.1.5 Analisis Hubungan Antara Peran Kader Posyandu Terhadap Kelengkapan Imunisasi Lanjutan ... 39

6.2 Analisis Hubungan Antar Variabel ... 40

6.2.1 Analisis Adanya Hubungan Lebih Antar Variabel ... 41

6.3 Keterbatasan Penelitian ... 42

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 43

7.1 Simpulan ... 43

7.2 Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45 LAMPIRAN


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi Lanjutan ... 8 Tabel 3.1 Variabel Definisi Operasional Alat Penumpulan Data Skala

Ukur, Hasil Ukur ... 18 Tabel 5.1 Karakteristik Responden di Puskesmas I Denpasar Selatan ... 30 Tabel 5.2 Responden Berdasarkan Faktor Yang Mempengaruhi

Kelengakapan Imunisasi Lanjutan ... 31 Tabel 5.3 Hubungan Pengetahuan, Sikap, Akses ke Puskesmas, Peran

Petugas Kesehatan, dan Peran Kader Posyandu Terhadap Kelengkapan Imunisasi Lanjutan ... 33 Tabel 5.4 Analisis Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap ... 34 Tabel 5.5 Analisis Hubungan Antara Pengetahuan Terhadap Peran

Petugas Kesehatan ... 35 Tabel 5.6 Analisis Adanya Hubungan Antara Sikap Terhadap Peran

Petugas Kesehatan ... 35 Tabel 5.7 Analisis Multivariat ... 36


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR


(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Jadwal Penelitian Lampiran 2 Lembar Persetujuan Responden

Lampiran 3 Pedoman Wawancara Penelitian Faktor yang mempengaruhi tingkat kelengkapan pemberian imunisasi lanjutan pada anak bawah tiga tahun di Puskesmas I Denpasar Selatan tahun 2016

Lampiran 4 Surat Rekomendasi Ijin Peenelitian

Lampiran 5 Keterangan Kelaikan Etik (Ethical Clearance) Lampiran 6 Hasil Analisis SPSS


(15)

xv

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

Daftar Lambang % : Persen „> : Lebih besar „< : Lebih kecil

≥ : Lebih dari sama dengan ≤ : Kurang dari sama dengan = : Sama dengan

α : Alpha β : Beta p : Nilai p

Daftar Singkatan

AKABA : Angka kematian balita

SDKI : Survey demografi dan kesehatan Indonesia MDGs : Millenium Developmet Goals

BATITA : Bawah tiga tahun

KIE : Konseling informasi dan edukasi


(16)

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. Tujuan program imunisasi antara lain untuk menurunkan kesakitan dan kematian akibat penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Menurut hasil survey SDKI tahun 2012 menunjukan angka kematian balita (AKABA) sebesar 40 per 1000 kelahiran hidup hal tersebut menunjukkan adanya penurunan angka kematian balita (AKABA) dibandingkan pada tahun 2007 dimana angka kematian balita (AKABA) mencapai 44 per 1000 kelahiran hidup. Akan tetapi angka tersebut masih jauh dari target MDGs pada tahun 2015 yaitu sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup (Badan Pusat Statistik, 2012).

Setiap tahun lebih dari 1,4 juta anak meninggal karena berbagai penyakit yang sesungguhnya dapat dicegah dengan imunisasi diantaranya penyakit infeksi seperti difteri, tetanus, hepatitis B, typus, radang selaput otak, radang paru-paru (Pneumonia),pertusis, polio dan campak. Campak adalah salah satu penyebab utama kematian pada balita (Profil Kesehatan Indonesia,2013). Manfaat dari imunisasi diantaranya dapat mencegah beberapa penyakit infeksi penyebab kematian dan kecacatan, serta mengurangi penyebaran infeksi, sebab imunisasi membentuk antibodi spesifik yang melindungi tubuh dari serangan penyakit. Imunisasi yang


(18)

diwajibkan oleh pemerintah antara lain Imunisasi hepatitis B, BCG, DPT, Polio, dan Campak.

Berdasarkan instruksi dari menteri kesehatan tahun 2013 anak diberikan imunisasi lanjutan DPT/HB/HIB yang disebut dengan imunisasi pentavalen yang diberikan pada anak usia 1,5- 2 tahun dan imunisasi campak yang diberikan pada anak usia 2-3 tahun. Pada tahun 2013 pelaksanaan imunisasi lanjutan hanya dilaksanakan di 4 provinsi antara lain Jawa Barat, DI Yogyakarta, Bali, dan Nusa Tenggara Barat, dan mulai tahun 2014 serempak dilaksanakan di seluruh provinsi di Indonesia. Komitmen Indonesia pada lingkup ASEAN dan SEARO adalah mempertahankan target cakupan campak sebesar 90% (Kemenkes, 2013). Berdasarkan data cakupan imunisasi lanjutan Dinas Kesehatan Kota Denpasar tahun 2015 pencapaian target imunisasi lanjutan di kota Denpasar mencapai 67,3 % dimana hal tersebut masih dibawah target nasional sebesar 85%.

Faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi lanjutan antara lain faktor pengetahuan yang kurang tentang imunisasi, sehingga ibu tidak memberikan imunisasi pada anaknya karena takut anaknya demam setelah pemberian imunisasi, selain itu kesibukan orang tua juga mempengaruhi dalam pemberian imunisasi, karena faktor tempat pelayanan kesehatan yang jauh dan juga disebabkan oleh faktor kurangnya informasi dari tenaga kesehatan tentang pemberian imunisasi lanjutan sehingga banyak orang tua yang beranggapan anaknya sudah mendapat imunisasi lengkap saat usia 9 bulan (Riskesdas,2013). Berdasarkan penelitian Harahap (2012) yang berjudul Pengaruh Faktor Predisposing, Enabling dan Reinforcing Terhadap Pemberian Imunisasi Hepatitis B Pada Bayi Di Puskesmas Bagan Batu Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2012, dimana faktor predisposing


(19)

yang meliputi pengetahuan,sikap dan kepercayaan, faktor enabling yang meliputi pelayanan kesehatan dan fasilitas ke pelayanan kesehatan dan faktor reinforcing yang meliputi peran petugas kesehatan dan dukungan tokoh masyarakat, diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B adalah sikap, fasilitas, peran petugas kesehatan dan dukungan tokoh masyarakat.

Target yang ditetapkan pemerintah Provinsi Bali pada tahun 2014 adalah mengimunisasi 66.132 anak. Jumlah ini diambil dari 9 Kabupaten/Kota yang terdapat di pulau Bali, yaitu : Jembrana, Buleleng, Tabanan, Badung, Gianyar, Bangli, Klungkung, Karangasem dan Kota Denpasar. Berdasarkan laporan imunisasi pentavalen dan campak lanjutan Dinas Kesehatan Provinsi Bali tahun 2014 jumlah sasaran batita terbanyak terdapat di kota Denpasar sebanyak 17.604 orang akan tetapi hanya 7.501 anak yang mendapatkan imunisasi pentavalen dan 7.251 anak yang mendapatkan imunisasi campak lanjutan. Sedangkan berdasarkan data imunisasi lanjutan batita di Kota Denpasar secara keseluruhan masih sangat kurang hanya 42,61% untuk imunsasi DPT/HB/HIB3 dan 41,19% untuk imunisasi campak lanjutan.

Berdasarkan data cakupan imunisasi lanjutan Dinas Kesehatan Kota Denpasar tahun 2015 diperoleh cakupan terendah terdapat di Puskesmas I Denpasar Selatan. Puskesmas I Densel terletak di Wilayah Sesetan menaungi 1 Desa dan 2 Kelurahan dimana cakupan imunisasi lanjutan di Puskesmas I Densel hanya mencapai 60,5 %, sedangkan target imunisasi nasional sebesar 85%. Berdasarkan hal tersebut di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul


(20)

“Faktor yang mempengaruhi tingkat kelengkapan pemberian imunisasi lanjutan pada anak bawah tiga tahun di Puskesmas I Denpasar Selatan ”.

1.2 Rumusan Masalah

Pencapaian cakupan imunisasi lanjutan masih di bawah target yang telah ditetapkan oleh pemerintah yang disebabkan oleh beberapa faktor. Maka peneliti ingin meneliti faktor yang mempengaruhi tingkat kelengkapan pemberian imunisasi lanjutan pada anak bawah tiga tahun di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Selatan .

1.3Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian dan latar belakang tersebut di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : “Faktor apakah yang mempengaruhi tingkat kelengkapan pemberian imunisasi lanjutan pada batita di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Selatan ?”

1.4 Tujuan Penelitian

Didalam penelitian ini ada 2 (dua) tujuan diantaranya yaitu:

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui faktor yang mempengaruhi tingkat kelengkapan pemberian imunisasi lanjutan pada batita di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Selatan.

1.4.2 Tujuan Khusus


(21)

1). Mengetahui pengaruh antara pengetahuan orang tua batita tentang imunisasi dengan kelengkapan imunisasi lanjutan pada anak batita.

2). Mengetahui pengaruh antara sikap orang tua batita terhadap imunisasi dengan kelengkapan imunisasi lanjutan pada batita.

3). Mengetahui pengaruh antara akses orang tua ke puskesmas dengan kelengkapan imunisasi lanjutan pada anak batita.

4). Mengetahui pengaruh peran petugas kesehatan dengan kelengkapan imunisasi lanjutan pada batita.

5). Mengetahui pengaruh peran kader posyandu dengan kelengkapan imunisasi lanjutan pada batita.

6). Menganalisis hubungan antara faktor pengetahuan, sikap, akses orang tua ke puskesmas, peran petugas kesehatan, peran kader posyandu terhadap kelengkapan pemberian imunisasi.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1Manfaat Praktis

1. Untuk Tenaga Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan oleh pemegang program dalam meningkatkan cakupan imunisasi lanjutan melalui penyuluhan atau sosialisasi tentang imunisasi lanjutan kepada para orang tua batita di Puskesmas atau Posyandu.


(22)

1.5.2 Manfaat Teoritis

1. Untuk Institusi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan bacaan di perpustakaan di bidang kesehatan dan memberikan pengetahuan serta informasi tentang imunisasi lanjutan.

2. Untuk Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan bacaan untuk penelitian lebih lanjut yang berkenaan dengan imunisasi lanjutan.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah dalam bidang disiplin ilmu Kesehatan Ibu Anak tentang faktor yang mempengaruhi tingkat kelengkapan pemberian imunisasi lanjutan pada anak batita. .


(23)

(24)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Imunisasi

Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. Imunisasi bisa mencegah beberapa penyakit infeksi penyebab kematian atau kecacatan. Secara umun tujuan imunisasi antara lain untuk menurunkan morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) pada anak dan balita, selain itu imunisasi sangat efektif untuk mencegah penyakit menular. Jenis imunisasi dasar yang diwajibkan oleh pemerintah antara lain imunisasi hepatitis B, BCG, DPT, Polio, dan Campak. Manfaat imunisasi diantaranya dapat mencegah beberapa penyakit infeksi penyebab kematian dan kecacatan, serta mengurangi penyebaran infeksi, sebab imunisasi membentuk antibodi spesifik yang melindungi tubuh dari serangan penyakit (Kemenkes,2013).

2.2 Imunisasi Lanjutan

Imunisasi lanjutan merupakan imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat kekebalan atau untuk memperpanjang masa perlindungan.Imunisasi lanjutan dapat diberikan pada anak bawah usia tiga tahun (batita), anak usia sekolah dasar, dan wanita usia subur (Permenkes, 2013).

Berdasarkan instruksi dari Menteri Kesehatan tahun 2013 anak diberikan imunisasi lanjutan Diptheria Pertusi Tetanus-Heptitis B-Hemophilus Influenza Type


(25)

8

B (DPT/HB/HIB) yang disebut dengan imunisasi pentavalen yang diberikan pada anak usia 1,5- 2 tahun dan imunisasi campak yang diberikan pada anak usia 2-3 tahun. Saat itu pelaksanaan Imunisasi lanjutan hanya di 4 provinsi antara lain Jawa Barat, DI Yogyakarta, Bali, dan Nusa Tenggara Barat (Kemenkes, 2013).

Pemberian imunisasi lanjutan yang terdiri dari Imunisasi DPT-HB,Hib yang merupakan bagian dari pemberian imunisasi dasar pada bayi sebanyak tiga dosis. Vaksin DPT-HB,Hib merupakan pengganti vaksin DPT-HB sehingga memiliki jadwal yang sama dengan DPT-HB. Pemberian imunisasi lanjutan DPT-HB-Hib diberikan pada anak usia 1,5 tahun (18 bulan) yang sebelumnya sudah melakukan imunisasi DPT-HB maupun DPT-HB-Hib tiga dosis. Bagi anak batita yang belum mendapat DPT-HB tiga dosis dapat diberikan DPT-HB,Hib pada usia 18 bulan dan imunisasi lanjutan DPT-HB-Hib diberikan minimal 12 bulan dari DPT-HB-DPT-HB-Hib dosis ketiga. Imunisasi lanjutan Campak diberikan pada anak usia 2 tahun (24 bulan). Apabila anak belum pernah mendapatkan imunisasi Campak sebelumnya (saat bayi), maka pemberian imunisasi lanjutan Campak dianggap sebagai dosis pertama. Selanjutnya harus dilakukan pemberian Imunisasi Campak dosis kedua minimal 6 bulan setelah dosis pertama. Berikut adalah jadwal pemberian imunisasi lanjutan pada anak batita (Perdhaki,2015). Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi Lanjutan

Umur Jenis Imunisasi Interval Minimum Setelah Imunisasi Dasar

1.5 Tahun (18 Bulan) DPT-HB-Hib 12 Bulan dari DPT-HB-Hib3 2 Tahun (24 Bulan) Campak 6 Bulan dari campak dosis pertama


(26)

9

Imunisasi DPT/HB/HIB atau yang berdasarkan intruksi menteri kesehatan tahun 2013 disebut dengan imunisasi pentavalen adalah gabungan dari vaksin DPT-HB (DPT Combo) yang ditambah dengan vaksin HIB. Adapun manfaat dari imunisasi pentavalen diantaranya untuk pencegahan terhadap difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan), hepatitis b, dan infeksi haemophilus influenza tipe b secara simultan.Vaksin DPT/HB/HIB terbukti aman dan memiliki efikasi yang tinggi, tingkat kekebalan yang protektif akan terbentuk pada bayi yang sudah mendapat tiga dosis imunisasi DPT/HB/HIb (Dinkes Provinsi Bali,2013).

Pemberian imunisasi DPT/HB/HIB pada tahap awal hanya di berikan pada bayi usia 2,3,4 bulan yang belum mendapat imunisasi DPT/HB. Sedangkan untuk bayi yang sudah mendapat imunisasi DPT/HB sesampai dosis ke tiga hanya di berikan imunisasi lanjutan DPTHB/HIB sebanyak satu dosis, pada usia 1,5 tahun (18 bulan). Kontra indikasi pada pemberian imunisasi pentavalen yaitu anak dengan panas tinggi dengan suhu >38ºC disertai batuk pilek. Selain itu kejang atau gejala kelainan otak pada bayi baru lahir atau kelainan saraf serius lainnya juga merupakan kontra indikasi terhadap komponen pertusis (Dinkes Provinsi Bali, 2013).

Dosis pemberian imunisasi pentavalen yaitu 0,5 ml dengan penyuntikan secara intramuscular. Suntikan diberikan pada paha anterolateral pada bayi dan di lengan kanan atas pada anak batita saat pemberian imunisasi lanjutan. Efek samping dari pemberian imunisasi ini biasanya sakit, bengkak dan kemerahan pada lokasi suntikan, dan dapat berlangsung sampai 3 hari. Biasanya demam juga dapat terjadi setelah pemberian imunisasi pentavalen (Dinkes Provinsi Bali, 2013).


(27)

10

2.2.2 Imunisasi Campak

Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan pada bayi mulai usia 9 bulan sebagai dosis awal yang bertujuan untuk memberikan kekebalan pada tubuh terhadap virus myxovirus viridae measles. Gejala seseorang terserang virus campak adalah demam, bercak kemerahan, batuk, pilek, konjungtivitis(mata merah), selanjutnya timbul ruam pada muka dan leher, kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Komplikasi penyakit campak adalah terjadinya diare hebat, peradangan pada telinga, dan infeksi saluran nafas (pneumonia).

Imunisasi campak lanjutan diberikan pada anak usia 2 tahun (24 bulan). Apabila anak belum pernah mendapatkan imunisasi campak sebelumnya saat bayi, maka pemberian imunisasi lanjutan campak dianggap sebagai imunisasi dosis pertama dan anak tersebut harus mendapatkan imunisasi ulangan sebagai imunisasi campak dosis kedua minimal 6 bulan setelah dosis pertama (Dinkes Provinsi Bali,2013).

Kontra indikasi pemberian imunisasi campak adalah apabila anak mengalami demam dengan suhu >38ºC disertai batuk pilek dan jika anak alergi tehadap telur juga tidak diperkenankan diberikan imunisasi canpak. Dosis dan cara pemberian imunisasi campak adalah vaksin campak yang telah dilarutkan hanya dapat digunakan selama 6 jam, selanjutnya imunisasi campak diberikan dengan dosis 0,5 ml dengan penyuntikan secara subkutan. Penyuntikan diberikan pada lengan kiri atas, pertengahan M. Deltoideus. Efek samping dari imunisasi campak antara lain terjadi demam dan


(28)

11

kemerahan pada kulit setelah hari 7-10 yang terjadi selama 2-4 hari (Dinkes Provinsi Bali, 2013).

2.2.3 Kelengkapan Imunisasi Lanjutan

Seorang anak dikatakan lengkap dalam memperoleh imunisasi apabila anak tersebut sudah mendapatkan imunisasi lanjutan yang terdiri dari imunisasi DPT-HB-HIB lanjutan pada usia 18 bulan dan imunisasi campak lanjutan pada saat usia 24 bulan. Imunisasi lanjutan tersebut dapat diberikan paling lambat saat anak berusia 36 bulan (3 Tahun).

2.3 Faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi lanjutan

Adapun lima faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi lanjutan seperti yang telah dikelompokan dibawah ini.

2.3.1 Faktor predisposisi 1). Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan di peroleh manusia melalui pengamatan akal. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui penglihatan dan pendengaran (Notoatmodjo, 2012).


(29)

12

Berdasarkan hasil penelitian Adzaniyah dkk (2014) yang berjudul Faktor Yang Mempengaruhi Kelengkapan Imunisasi Dasar Di Kelurahan Krembang Utara diperoleh hasil bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap kelengkapan imunisasi pada bayi atau balita dan tingkat pengetahuan yang kurang beresiko 8,700 kali menyebabkan ketidaklengkapan imunisasi pada bayi atau balita dibandingkan ibu yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik.

Pengetahuan orang tua (Ibu) tentang imunisasi lanjutan yang di maksud dalam penelitian ini adalah kemampuan ibu untuk menjawab beberapa pertanyaan yang diberikan mencakup pemberian imunisasi lanjutan yang meliputi jenis-jenis imunisasi lanjutan, efek samping dari pemberian imunisasi lanjutan, waktu pemberian imunisasi lanjutan, cara pemberian imunisasi lanjutan, manfaat pemberian imunisasi lanjutan dan cara perawatan setelah diberikan imunisasi. Pengukuran pengetahuan penulis menggunakan pengkategorian menurut Machfoedz (2009) yaitu:

1. Baik, bila subjek mampu menjawab dengan benar ≥ 75% dari seluruh pernyataan.

2. Kurang, bila subjek mampu menjawab dengan benar <75 % dari seluruh pertanyaan

2). Pengertian Sikap

Sikap (attitude) Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2012).


(30)

13

Sikap orang tua (Ibu) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah respon dari ibu terhadap pernyataan yang diberikan mencakup pemberian imunisasi lanjutan yang meliputi jenis-jenis imunisasi lanjutan, efek samping dari pemberian imunisasi lanjutan, waktu pemberian imunisasi lanjutan, manfaat pemberian imunisasi lanjutan dan cara perawatan setelah diberikan imunisasi. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Pengukuran secara langsung dapat dilakukan dengan memberikan pertanyaan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Sedangkan pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan bagaimana pendapat responden (Notoatmodjo, 2012).

Berdasarkan penelitian Jannah dkk (2014) dalam penelitian faktor yang berhubungan dengan status imunisasi campak pada batita di wilayah kerja Puskesmas Mangarabombang Kabupaten Takalar. Pengolahan data menggunakan program SPSS 16, dengan analisis data dilakukan menggunakan uji chi square dan uji phi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara umur pekerjaan, dan pendidikan dengan status imunisasi campak dan ada hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan status imunisasi campak.

2.3.2 Faktor Pemungkin

1). Akses Orang Tua ke Puskesmas

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangun kesehatan di wilayah kerjanya


(31)

14

(Permenkes, 2013). Posyandu adalah suatu wadah komunikasi dalam pelayanan kesehatan masyarakat dari Keluarga Berencana, dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat dengan dukungan pelayananserta pembinaan teknis dari petugas kesehatan dan keluarga. Akses ke pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan itu harus dapat dicapai oleh masyarakat, tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi, organisasi, dan bahasa. Sedangkan yang dimaksud akses orang tua ke pelayanan kesehatan (puskesmas) adalah jarak antara tempat tinggal dan lokasi puskesmas yang dapat menghalangi orang tua membawa anaknya ke puskesmas untuk mendapatkan imunisasi lanjutan.

Berdasarkan penelitian Mandowa (2014) yang berjudul faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi dasar di wilayah kerja Puskesmas Tamalanrea, dengan menggunakan tehnik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah tehnik non probability sampling dengan uji purposive sampling diperoleh hasil penelitian yang menunjukan adanya hubungan jarak rumah dengan kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi dasar dan terdapat hubungan jumlah anak dengan kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi dasar.

2.3.3 Faktor Penguat

1). Peran Petugas Kesehatan

Menurut Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan, dimana tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan, serta memiliki pengetahuan dan/atau memiliki keterampilan melalui


(32)

15

pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Peran petugas kesehatan yaitu memberikan informasi tentang imunisasi, manfaat dan pentingnya imunisasi lanjutan untuk anak serta memberikan konseling, informasi, edukasi (KIE) yang jelas kepada orang tua dan keluarga. Peran petugas kesehatan dapat diketahui melalui pertanyaan yang diberikan kepada responden tentang seberapa sering petugas kesehatan memberikan informasi dan KIE kepada responden.

Berdasarkan penelitian Zakiyah (2014) dalam penelitiannya yang berjudul hubungan antara peran petugas kesehatan dengan cakupan imunisasi per antigen tingkat puskesmas di Kabupaten Jember diperoleh hasil dengan analisa data menggunakan uji korelasi Spearman Rank (Rho) menunjukan bahwa ada hubungan antara peran petugas kesehatan dengan cakupan imunisasi Polio 1 dan ada hubungan antara peran petugas kesehatan dengan cakupan imunisasi Polio 4 dan ada hubungan antara peran petugas kesehatan dengan cakupan imunisasi DPT/HB 3.

2). Peran Kader Posyandu

Kader adalah tenaga yang berasal dari masyarakat, dipilih oleh masyarakat dan bekerja bersama untuk masyarakat secara sukarela (Mantra,1983). Peran kader adalah kesiapan atau kehadiran dari kader posyandu untuk membantu menjelaskan atau menyiapkan konsultasi dan pendidikan kesehatan tentang imunisasi di pusat kesehatan pada ibu-ibu yang memiliki bayi dimana keberadaannya sangat dirasakan. Peran kader dalam masyarakat antara lain untuk memberikan informasi kepada masyarakat agar


(33)

16

berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara pesuasi, bujukan, himbauan, ajakan, memberikan bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan. Berdasarkan penelitian Nugroho dkk (2008) yang berjudul Hubungan antara pengetahuan dan motivasi kader Posyandu dengan keaktifan kader Posyandu di Desa Dukuh Tengah Kecamatan Ketanggungan Kabupaten Brebes, diperoleh hasil uji statistik bahwa ada hubungan antara pengetahuan kader posyandu dengan keaktifan kader Posyandu, ada hubungan antara motivasi kader posyandu dengan keaktifan kader Posyandu.


(1)

11

kemerahan pada kulit setelah hari 7-10 yang terjadi selama 2-4 hari (Dinkes Provinsi Bali, 2013).

2.2.3 Kelengkapan Imunisasi Lanjutan

Seorang anak dikatakan lengkap dalam memperoleh imunisasi apabila anak tersebut sudah mendapatkan imunisasi lanjutan yang terdiri dari imunisasi DPT-HB-HIB lanjutan pada usia 18 bulan dan imunisasi campak lanjutan pada saat usia 24 bulan. Imunisasi lanjutan tersebut dapat diberikan paling lambat saat anak berusia 36 bulan (3 Tahun).

2.3 Faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi lanjutan

Adapun lima faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi lanjutan seperti yang telah dikelompokan dibawah ini.

2.3.1 Faktor predisposisi 1). Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan di peroleh manusia melalui pengamatan akal. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui penglihatan dan pendengaran (Notoatmodjo, 2012).


(2)

12

Berdasarkan hasil penelitian Adzaniyah dkk (2014) yang berjudul Faktor Yang Mempengaruhi Kelengkapan Imunisasi Dasar Di Kelurahan Krembang Utara diperoleh hasil bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap kelengkapan imunisasi pada bayi atau balita dan tingkat pengetahuan yang kurang beresiko 8,700 kali menyebabkan ketidaklengkapan imunisasi pada bayi atau balita dibandingkan ibu yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik.

Pengetahuan orang tua (Ibu) tentang imunisasi lanjutan yang di maksud dalam penelitian ini adalah kemampuan ibu untuk menjawab beberapa pertanyaan yang diberikan mencakup pemberian imunisasi lanjutan yang meliputi jenis-jenis imunisasi lanjutan, efek samping dari pemberian imunisasi lanjutan, waktu pemberian imunisasi lanjutan, cara pemberian imunisasi lanjutan, manfaat pemberian imunisasi lanjutan dan cara perawatan setelah diberikan imunisasi. Pengukuran pengetahuan penulis menggunakan pengkategorian menurut Machfoedz (2009) yaitu:

1. Baik, bila subjek mampu menjawab dengan benar ≥ 75% dari seluruh pernyataan.

2. Kurang, bila subjek mampu menjawab dengan benar <75 % dari seluruh pertanyaan

2). Pengertian Sikap

Sikap (attitude) Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2012).


(3)

13

Sikap orang tua (Ibu) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah respon dari ibu terhadap pernyataan yang diberikan mencakup pemberian imunisasi lanjutan yang meliputi jenis-jenis imunisasi lanjutan, efek samping dari pemberian imunisasi lanjutan, waktu pemberian imunisasi lanjutan, manfaat pemberian imunisasi lanjutan dan cara perawatan setelah diberikan imunisasi. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Pengukuran secara langsung dapat dilakukan dengan memberikan pertanyaan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Sedangkan pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan bagaimana pendapat responden (Notoatmodjo, 2012).

Berdasarkan penelitian Jannah dkk (2014) dalam penelitian faktor yang berhubungan dengan status imunisasi campak pada batita di wilayah kerja Puskesmas Mangarabombang Kabupaten Takalar. Pengolahan data menggunakan program SPSS 16, dengan analisis data dilakukan menggunakan uji chi square dan uji phi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara umur pekerjaan, dan pendidikan dengan status imunisasi campak dan ada hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan status imunisasi campak.

2.3.2 Faktor Pemungkin

1). Akses Orang Tua ke Puskesmas

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangun kesehatan di wilayah kerjanya


(4)

14

(Permenkes, 2013). Posyandu adalah suatu wadah komunikasi dalam pelayanan kesehatan masyarakat dari Keluarga Berencana, dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat dengan dukungan pelayananserta pembinaan teknis dari petugas kesehatan dan keluarga. Akses ke pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan itu harus dapat dicapai oleh masyarakat, tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi, organisasi, dan bahasa. Sedangkan yang dimaksud akses orang tua ke pelayanan kesehatan (puskesmas) adalah jarak antara tempat tinggal dan lokasi puskesmas yang dapat menghalangi orang tua membawa anaknya ke puskesmas untuk mendapatkan imunisasi lanjutan.

Berdasarkan penelitian Mandowa (2014) yang berjudul faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi dasar di wilayah kerja Puskesmas Tamalanrea, dengan menggunakan tehnik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah tehnik non probability sampling dengan uji purposive sampling diperoleh hasil penelitian yang menunjukan adanya hubungan jarak rumah dengan kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi dasar dan terdapat hubungan jumlah anak dengan kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi dasar.

2.3.3 Faktor Penguat

1). Peran Petugas Kesehatan

Menurut Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan, dimana tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan, serta memiliki pengetahuan dan/atau memiliki keterampilan melalui


(5)

15

pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Peran petugas kesehatan yaitu memberikan informasi tentang imunisasi, manfaat dan pentingnya imunisasi lanjutan untuk anak serta memberikan konseling, informasi, edukasi (KIE) yang jelas kepada orang tua dan keluarga. Peran petugas kesehatan dapat diketahui melalui pertanyaan yang diberikan kepada responden tentang seberapa sering petugas kesehatan memberikan informasi dan KIE kepada responden.

Berdasarkan penelitian Zakiyah (2014) dalam penelitiannya yang berjudul hubungan antara peran petugas kesehatan dengan cakupan imunisasi per antigen tingkat puskesmas di Kabupaten Jember diperoleh hasil dengan analisa data menggunakan uji korelasi Spearman Rank (Rho) menunjukan bahwa ada hubungan antara peran petugas kesehatan dengan cakupan imunisasi Polio 1 dan ada hubungan antara peran petugas kesehatan dengan cakupan imunisasi Polio 4 dan ada hubungan antara peran petugas kesehatan dengan cakupan imunisasi DPT/HB 3.

2). Peran Kader Posyandu

Kader adalah tenaga yang berasal dari masyarakat, dipilih oleh masyarakat dan bekerja bersama untuk masyarakat secara sukarela (Mantra,1983). Peran kader adalah kesiapan atau kehadiran dari kader posyandu untuk membantu menjelaskan atau menyiapkan konsultasi dan pendidikan kesehatan tentang imunisasi di pusat kesehatan pada ibu-ibu yang memiliki bayi dimana keberadaannya sangat dirasakan. Peran kader dalam masyarakat antara lain untuk memberikan informasi kepada masyarakat agar


(6)

16

berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara pesuasi, bujukan, himbauan, ajakan, memberikan bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan. Berdasarkan penelitian Nugroho dkk (2008) yang berjudul Hubungan antara pengetahuan dan motivasi kader Posyandu dengan keaktifan kader Posyandu di Desa Dukuh Tengah Kecamatan Ketanggungan Kabupaten Brebes, diperoleh hasil uji statistik bahwa ada hubungan antara pengetahuan kader posyandu dengan keaktifan kader Posyandu, ada hubungan antara motivasi kader posyandu dengan keaktifan kader Posyandu.