BENTUK UPAYA PENEGAKAN HUKUM APARAT KEPOLISIAN ATAS

15

BAB II BENTUK UPAYA PENEGAKAN HUKUM APARAT KEPOLISIAN ATAS

TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ANAK PEREMPUAN 2.1. Aparat Kepolisian Sebagai Penyelidik dan Penyidik Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Perdagangan Anak Perempuan Aparat kepolisian yang dalam hal ini adalah lembaga yang berwenang untuk melakukan penyidikan terhadap kasus perdagangan anak, di dalam melaksanakan tugasnya selaku penegak hukum dipengaruhi faktor seperti yang disebutkan di atas. Dengan demikian, untuk menentukan berhasil atau tidaknya pemecahan suatu kasus perdagangan anak tidak hanya tergantung dari satu faktor saja, semua faktor saling berhubungan erat dan mempengaruhi satu sama lain. Menurut Soerjono Soekanto, arti penegakan hukum adalah, keserasian hubungan antara nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah yang mantap dan berwujud dengan perilaku sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk meciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Lebih lanjut dikatakan bahwa penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan walaupun kenyataan di indonesia kecenderungannya adalah demikian. 18 Satjipto Rahardjo, menjelaskan bahwa hakekat dari penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan atau ide-ide hukum menjadi kenyataan. Keinginan hukum adalah pikiran badan pembentuk undang-undang, yang berupa ide atau konsep-konsep tentang keadilan, kepastian hukm dan kemanfaatan sosial yang dirumuskan dalam peraturan hukum. 19 18 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali, Jakarta, 1986, h. 3 19 Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Sinar Baru, Bandung, h. 15 dan 24-29 Berkaitan dengan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini, maka digunakan teori mengenai penegakan hukum, yang menyatakan bahwa faktor- faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum antara lain 20 : 1. Faktor hukumnya sendiri, yang di dalam tulisan ini akan dibatasi pada undang-undang saja. 2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Berlakunya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang untuk selanjutnya disebut UU PTPPO merupakan pedoman bagi aparat penegak hukum dalam menerapkan penegakan hukum. Mencari dan menemukan kebenaran materiil mempunyai posisi penting dalam penegakan hukum, khususnya hukum pidana. Pengaturan UU PTPPO ini dimaksudkan untuk menjalankan fungsi hukum pidana itu sendiri yakni mengatur dan menyelenggarakan kehidupan masyarakat agar dapat tercipta dan terpeliharanya ketertiban umum. Berkaitan dengan hal ini, secara khusus sebagai bagian dari hukum publik, hukum pidana berfungsi 21 : 1. Melindungi kepentingan hukum dari perbuatan yang menyerang atau memperkosa kepentingan hukum tersebut; 20 Soerjono Soekanto, op. cit. h. 5 21 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, h. 15. 2. Memberi dasar legitimasi bagi negara dalam rangka negara menjalankan fungsi perlindungan atas berbagai kepentingan hukum; 3. Mengatur dan membatasi kekuasaan negara dalam rangka Negara melaksanakan fungsi perlindungan atas kepentingan hukum. Perlindungan yang dapat diberikan kepada Warga Negara Indonesia adalah melalui instansi-instansi pemerintahan yang memiliki kewenangan, dalam hal ini adalah aparat kepolisian yang dituntut perannya sebagai bentuk pelayanan terhadap masyarakat. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat 1 dan ayat 2 Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yakni : 1 Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. 2 Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran sebagaimana dimaksud dalam ayat 1. Penerapan dan upaya penegakan hukum oleh aparat kepolisian dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana perdagangan anak perempuan diawali dengan adanya informasi, laporan atau aparat kepolisian mengetahui sendiri bahwa diduga telah terjadi tindak pidana perdagangan anak perempuan. Tindakan Kepolisian Resor Surabaya Selatan yang pertama kali dalam menangani tindak pidana perdagangan anak perempuan yaitu melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana perdagangan anak perempuan yang dilakukan oleh penyelidik. Berdasarkan tindakan penyelidikan tersebut, aparat kepolisi melakukan penyidikan, yang dilakukan oleh penyidik. Tindakan penyidikan yaitu merupakan tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mengumpulkan bukti-bukti dan menemukan tersangkanya. Untuk selanjutnya, proses penyidikan oleh aparat kepolisian berupa Berita Acara Pemeriksaan untuk selanjutnya disebut BAP, kemudian diserahkan ke kejaksaan. Berdasarkan BAP, maka kejaksaan membuat surat dakwaan dan melimpahkan perkara tersebut ke Pengadilan Negeri. Aparat kepolisian menduduki posisi yang paling terdepan dalam proses peradilan pidana. Aparat kepolisian yang pertama kali akan menindaklanjuti segala pengaduan atau laporan atau telah diketahui sendiri tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana. Aparat kepolisian merupakan aparat yang menyaring apakah dugaan telah terjadi pengaduan atau laporan tersebut. Pedoman pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana untuk selanjutnya disebut KUHAP bagi aparatur penegak hukum antara lain untuk mengadakan persiapan dan kesiapan berkenaan berlakunya KUHAP, untuk mencapai kesatuan pengertian penghayatan dan sinkronisasi dalam pelaksanaan di lapangan. Penyidik yang akan berdiri digaris terdepan dalam pelaksanaan penegak hukum perlu memperhitungkan akan terjadinya masalah- masalah yang tidak dapat dihindari, terutama pada tahap-tahap permulaan berlakunya KUHAP. 22 22 Djoko Prakoso, Polri Sebagai Penyidik Dalam Penegakan Hukum, Bina Aksara, Jakarta, 1987, h. 1 2.1.1.Proses Penyelidikan dan Penyidikan Dalam Tindak Pidana Perdagangan Anak Perempuan Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, termasuk fungsi identifikasi dan fungsi laboratorium forensik, dalam rangka penegakan hukum di masyarakat. Tindakan aparat Kepolisian Resor Surabaya Selatan yang pertama kali dalam menangani tindak pidana perdagangan anak perempuan yaitu melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana perdagangan anak perempuan yang dilakukan oleh penyelidik. Penyelidik sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 4 KUHAP yaitu : “Penyelidik adalah setiap Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan”. Sedangkan yang dimaksud dengan pengertian penyelidikan terdapat dalam Pasal 1 ayat 5 KUHAP adalah : “Serangkaian tindakan peyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.” Berpegang dari ketentuan di atas, jelas bahwa yang berwenang menjalankan tugas sebagai penyelidik hanyalah anggota Polri yang ditunjuk berdasarkan undang-undang dimaksud, sehingga pejabat lain tidak berwenang untuk melakukan penyelidikan. Dari adanya informasi, laporan atau aparat kepolisian mengetahui sendiri bahwa diduga telah terjadi tindak pidana perdagangan anak perempuan, maka untuk selanjutnya dilakukan proses penyelidikan yang diserahkan pada pihak Reserse Kriminal untuk selanjutnya disebut reskrim Kepolisian Resor Surabaya Selatan Unit V Perlindungan Perempuan dan Anak untuk selanjutnya disebut PPA antara lain : 1. Para anggota reskrim unit V PPA yang dibantu dengan Kepala Sentra Pelayanan Kepolisian untuk selanjutnya disebut SPK menuju ke Tempat Kejadian Perkara untuk selanjutnya disebut TKP. 2. Melakukan pemeriksaan sidik jari yang ditinggalkan oleh pelaku. 3. Memeriksa saksi yang secara tidak sengaja melihat kejadian tersebut dan dimintai keterangannya. 4. Mencari barang bukti yang tertinggal di TKP . Berdasarkan tindakan penyelidikan tersebut, aparat kepolisian melakukan penyidikan, yang dilakukan oleh penyidik. Tindakan penyidikan yaitu merupakan tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mengumpulkan bukti-bukti dan menemukan tersangkanya. Menurut pasal 1 ayat 2 KUHAP menyebutkan yang dimaksud dengan penyidikan adalah : “Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya.” Tahap penyelidikan dan penyidikan oleh penyidik pihak reskrim Kepolisian Resor Surabaya Selatan, berdasarkan dalam Pasal 7 ayat 1 KUHAP, yang merumuskan sebagai berikut : a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang adanya tindak pertama. b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian. c. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang. d. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memerikasa tanda pengenal diri tersangka. e. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan. f. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat. g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi. h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara. i. Mengadakan penghentian penyelidikan. j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Berdasarkan ketentuan tersebut serta ketentuan-ketentuan lainnya yang tercantum dalam KUHAP mengenai penyidikan dari suatu tindak pidana yang menjadi landasan serta pegangan bagi setiap penyidik dan penyelidik dalam hal utama adalah membuat terang tindak pidana yang terjadi dan menemukan tersangkanya. Jelaslah bahwa yang menjadi tujuan untuk menemukan tersangkanya dimulai dengan penyelidikan untuk mencari dan mengumpulkan bukti sehingga diperoleh “bukti permulaan yang cukup”. 23 23 Irawati Harsono, Penanganan Polri Terhadap Kasus Perdagangan Perempuan dan Anak, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, Jakarta, 2004, h. 20 Untuk memperjelas pengertian penyidikan, dapat diuraikan bahwa yang disebut penyidik menurut pasal 1 ayat 2 KUHAP, adalah : “Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberikan wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan”. Proses penyidikan terdiri atas : 1. Penangkapan 2. Penahanan 3. Penggeledahan 4. Penyitaan. Adapun dalam praktek untuk proses penyidikan terhadap pelaku tindak pidana perdagangan anak perempuan, antara lain : A. Umum : 1. Dibuatkan Sprindik untuk tim yang menanggani; 2. Identifikasi permasalahan terhadap kasus yang ditangani; 3. Membuat Ren Sidik; 4. Polisi Wanita untuk selanjutnya disebut Polwan dilibatkan dalam penanganan kasus tindak pidana perdagangan anak; B. Khusus : 1. Pemanggilan Saksi; 2. Penyampaian informasi, informasi yang dibutuhkan korban adalah sebagai berikut : • Tahapan penanganan perkara pidana khususnya berkenaan dengan hak dan kewajiban korban; • Kemungkinan untuk mendapatkan bantuan hukum cuma-cuma; • Bentuk perlindungan yang dibutuhkan korban selama dalam proses sidik. 3. Bila korban, saksi dan tersangka berada di luar negeri : • Membuat laporan lengkap dan permintaan penangkapan dengan negara yang bersangkutan melalui Interpol juga Kedutaan Besar untuk selanjutnya disebut Kedubes negara setempat. • Agar Interpol menerbitkan Red Notice terhadap tersangka. • Mengecek hubungan ekstradisi antara Indonesia dengan Negara setempat. • Bila ingin melakukan pemeriksaan, lakukan koordinasi dengan pihak imigran dan kepolisian setempat. 4. Memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban sesuai dengan UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban untuk selanjutnya disebut UU no. 13 th. 2006. Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh penyidik atau penyidik pembantu dalam melakukan penyidikan adalah sebagai berikut : 1. fasilitas apa saja yang terdapat pada saat korban ditampung. 2. tanggal, jam dan lokasi pintu masuk pada negara atau daerah tujuan, siapa yang mengantar, dengan angkutan apa dan apakah melalui pemeriksaan petugas perbatasan pada saat masuk negara tujuan. 3. identitas apakah atau dokumen perjalanan apakah yang digunakan korban, dimana dokumen itu sekarang dan rincian lengkap tentang dokumen tersebut. 4. selama dalam perjalanan ke negara tujuan apakah dokumen yang menyangkut dirinya, dibawa sendiri atau dibawa oleh orang lain, kalau tidak dibawa sendiri lalu siapa yang membawa. 5. saat kedatangan, siapa yang menghadiri atau menjemput, bagaimana kondisi bangunan atau tempat penampungan korban di tempat tujuan. 6. korban pada saat disekap mengalami kekerasan seksual, fisik atau tekanan psikologis dan pemerasan. 7. gambaran rinci tentang tersangka.

2.1.2. Daftar Kriminalitas Mengenai Perdagangan Anak Perempuan di Kepolisian Surabaya Selatan

Data-data mengenai tindak pidana perdagangan anak perempuan periode Januari 2009 sampai dengan Januari 2010 di Kepolisian Resor Surabaya Selatan, yaitu : Tabel.1 Data Kriminalitas di Polres Surabaya Selatan No. JENIS KEJAHATAN UU TELAH TERUNGKAP BELUM TERUNGKAP KET 1. Eksploitasi Seksual 212007 2 - 100 2. Eksploitasi Tenaga dan Bekerja 212007 - - - Sumber : Kantor Satuan Reskrim Polres Surabaya Selatan Unit V PPA 2.1.3.Skema Proses Penyidikan Dalam Tindak Pidana Perdagangan Anak Perempuan Sumber : Kantor Satuan Reskrim Kepolisian Resor Surabaya Selatan Unit V PPA. Adanya Informasi, Laporan, atau Aparat Kepolisian Mengetahui Sendiri dari Hasil Lidik Penangkapan Tersangka Dan Penyitaan Barang Bukti Korban mengalami kekerasan, maka dilakukan visum di Lab forensik • SPDP ke KEJARI • IjinSita Geledah ke Pengadilan Negeri • PenyidikanBAP • Melengkapi Administrasi Penyidikan • Dilakukan Penahanan • Dibuatkan Pemberitahuan Keluarga Perpanjangan Penahanan Selama 40 Hari ke Kejaksaan Negeri Dikirim Kejaksaan Dan BP Dinyatakan P.21 Tersangka Dan Barang Bukti Dilimpahkan ke Kejaksaan dilakukan dilanjutkan K I R I M M E N G A J U K A N Berkas Selesai 2.1.4.Uraian Skema Proses Penyidikan Terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Anak Adapun dalam praktek untuk proses penyidikan terhadap pelaku dan atau tersangka tindak pidana perdagangan anak yang dilakukan oleh pihak Kepolisian Polres Surabaya Selatan adalah sebagai berikut : 1. menerima informasi, laporan dari masyarakat tentang adanya tindak pidana tersebut, yang kemudian dilakukan tindakan pemanggilan, penangkapan, penahanan, penggeledahan dan sita terhadap tersangka dan atau pelaku tindak kejahatan perdagangan terhadap anak-anak. Atau pihak reskrim mengetahui sendiri tentang adanya tidak pidana perdagangan anak perempuan dari hasil lidik. 2. melakukan penyitaan terhadap barang bukti oleh para penyidik penyidik pembantu, yaitu misalnya berupa : a. Uang, kartu kredit, cek dan dokumen yang berhubungan dengan pembayaran yang dilakukan korban kepada pelaku. b. KTP, tiket, kupon, kwitansi, kartu penumpang, label koper perjalanan. c. Paspor, Visa, surat-surat perjanjian. d. Dalam kasus Eksploitasi Seksual, artikel-artikel apa saja yang berhubungan dengan pakaian seragam, alat bantu seks, kondom, gambar atau bacaan porno. e. Benda apa saja yang mungkin telah digunakan sebagai alat untuk menyiksa, seperti benda-benda yang digunakan untuk menyerang, menahan atau memenjarakan korban yaitu pentungan, cambuk, tali, sarung tangan, gembok, dan lain-lainnya. f. Senjata yang tidak diperkirakan dapat digunakan untuk menyerang, seperti gantungan baju, asbak rokok, dan lain-lainnya. 3. Kemudian barang bukti tersebut dibawa ke Laboratorium Forensik Polda Jatim untuk segera dilakukan visum, apabila korban mengalami kekerasan. 4. Yang dilanjutkan dengan : • PenyidikanBAP, dimana di dalam melakukan proses penyidikan maupun BAP tersebut waktunya tidak tentu, untuk semua kasus. • Melengkapi administrasi penyidikan, berupa : a. surat perintah penangkapan; b. surat perintah penyidikan; c. surat perintah penggeledahan; d. surat perintah penyitaan; e. surat pemberitahuan kepada keluarga bahwa telah dilakukan penahanan; f. surat perintah penahanan. • Dilakukan penahanan untuk proses penyidikan. • Dibuatkan pemberitahuan keluarga oleh pihak kepolisian. 5. Mengirim Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan SPDP ke Kejaksaan Negeri yang gunanya sebagai pemberitahuan kepada pihak Kejaksaan akan dilakukan penyidikan oleh pihak kepolisian. Dan dilakukan ijin sitageledah yang dibuat oleh pihak kepolisian, dimana hasil sitageledah tersebut sebagai barang bukti untuk di bawa ke Pengadilan Negeri. 6. Mengajukan perpanjangan penahanan selama 40 empat puluh hari ke Kejaksaan Negeri, apabila masih ada kepentingan berkas perkara belum lengkap. Berkas perkara yang belum lengkap dinyatakan P.19, dikembalikan ke pihak kepolisian untuk segera dilengkapi dikarenakan BAP dinilai belum lengkap oleh pihak Kejaksaan. Apabila semua berkas perkara selesai dan telah dilengkapi oleh pihak kepolisian, kemudian dikirim ke Kejaksaan Negeri dan berkas perkara dinyatakan P.21 lengkap, dilanjutkan dengan pengiriman tahap 2 yaitu pengiriman tersangka, barang bukti, dan BAP tersebut untuk dilimpahkan ke Kejaksaan. 2.1.5.Kendala-Kendala Yang Dihadapi Aparat Kepolisian dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Anak Perempuan Kendala-kendala atau hambatan-hambatan yang dihadapi oleh aparat kepolisian dalam tindak pidana perdagangan anak perempuan dengan tujuan untuk dilacurkan, hakikatnya tidak dapat dilepaskan dengan kedudukan atau posisi aparat kepolisian itu sendiri. Kedudukan aparat kepolisian adalah paling depan dalam menangani proses perkara pidana. Proses di aparat kepolisian merupakan awal dari proses perkara pidana ke aparat penegak hukum selanjutnya, yakni kejaksaan, pengadilan, dan lembaga permasyarakatan. Kemampuan aparat kepolisian dalam penanganan perkara pidana sangat mempengaruhi penanganan perkara pidana bagi aparat penegak hukum selanjutnya. Suatu proses perkara pidana untuk mendapatkan dan menemukan sebuah kebenaran materiil atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil. Pengungkapan suatu tindak pidana yang diduga telah terjadi, diperlukan beberapa hal yang harus dibuktikkan oleh aparat hukum, khususnya kepolisian. Penyidikan dilakukan untuk kepentingan peradilan, khususnya untuk kepentingan penuntutan. Penyidikan merupakan tindakan yang bertujuan untuk mendapatkan keterangan tentang 24 : 1. tindak pidana apa yang telah dilakukan; 2. kapan tindak pidana itu dilakukan; 3. dimana tindak pidana itu dilakukan; 4. dengan apa tindak pidana itu dilakukan; 5. bagaimana tindak pidana itu dilakukan; 6. mengapa tindak pidana itu dilakukan; 7. siapa pembuatnya atau yang melakukan tindak pidana itu. Berdasarkan dari hasil wawancara dengan pihak reserse kriminal selanjutnya disebut reskrim Kepolisian Resor Surabaya Selatan, Kamis 6 Mei 2006, Pukul 16.00, secara umum kendala-kendala yang dihadapi oleh 24 Ibid, h. 7 aparat kepolisian dalam mengungkap dan menangani tindak pidana perdagangan anak, yaitu antara lain sebagai berikut 25 : 1. kurangnya kemampuan dikalangan aparat kepolisian dalam mengungkap telah terjadi tindak pidana perdagangan anak; 2. kurangnya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh aparat kepolisian; 3. kurang sadarnya warga masyarakat dalam melaporkan bahwa telah terjadi tindak pidana perdagangan anak. Kendala yang paling sulit dihadapi oleh aparat kepolisian dalam tindak pidana perdagangan anak ada 2 dua yaitu : 1. menemukan tersangka yang belum tertangkap; 2. menemukan alat bukti yang belum diketemukan. Pasal 21 butir 1 KUHAP menyatakan, aparat kepolisian dalam melakukan penahanan, pertama kali harus ada “bukti permulaan yang cukup”. Belum diketemukannya bukti-bukti permulaan yang cukup, maka akan menyulitkan aparat kepolisian melakukan penahanan terhadap pelaku tindak pidana perdagangan anak perempuan. 2.2.Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Anak Perempuan Korban Tindak Pidana Perdagangan Anak Upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana perdagangan anak perempuan tidak hanya dilakukan dengan cara memberikan sanksi pidana terhadap pelaku, melainkan juga dengan memberikan perlindungan hukum 25 Wawancara dengan Aparat Kepolisian di Jajaran Polres Surabaya Selatan. terhadap para korbannya yaitu anak-anak khususnya anak perempuan yang sering dijadikan obyek eksploitasi. Prinsip-prinsip perlindungan hukum bagi rakyat berdasarkan Pancasila, diawali dengan uraian tentang konsep dan deklarasi tentang hak asasi manusia. Sesuai dengan isi pembukaan Undang-undang Dasar 1945 untuk selanjutnya disebut UUD 1945 alinea ke-4, menyebutkan bahwa : “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan Pancasila”. Setiap orang yang menjadi Warga Negara Indonesia berhak mendapatkan perlindungan. Hal ini sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 28G ayat 1 dan 2, yakni : 1 Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yand berada di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. 2 Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memeperoleh suaka politik dari negara lain. Pasal 28 H ayat 2, juga menentukan bahwa : “setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.” Perlindungan hukum terhadap anak perempuan korban tindak pidana perdagangan anak dalam proses peradilan pidana dimaksudkan, agar terpenuhi hak-haknya sebagai anak yang merupakan salah satu tujuan untuk melindungi anak-anak Indonesia. Dalam mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak diperlukan dukungan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin pelaksanaannya, yaitu adanya kerjasama dan tanggung jawab antara negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua serta adanya sarana dan prasarana yang mendukung. Sifat yang khusus dari anak, terdapat pembedaan perlakuan dalam hukum acara dan ancaman pidananya. Dalam usaha perlindungan terhadap anak dapat dilakukan dengan cara 26 : 1. Perlindungan secara langsung Perlindungan secara langsung merupakan usaha yang berkaitan dengan kepentingan anak antara lain pencegahan dari segala sesuatu yang merugikan atau pengorbanan kepentingan anak disertai pengawasan supaya anak berkembang dengan baik dan penjagaan terhadap gangguan dari dalam dirinya dan luar dirinya. 2. Perlindungan tidak langsung Dalam hal ini yang ditangani bukanlah anak secara langsung, tetapi para partisipan lainnya dalam perlindungan anak. Seperti orang tua, petugas, pembina, dan lain sebagainya. Usaha-usaha perlindungan anak yang tidak langsung tersebut antara lain : 26 Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Peradilan Anak di Indonesia, Madar Maju, Bandung, 2005, h. 5 a. Mencegah orang lain merugikan kepentingan anak melalui peraturan perundang-undangan. b. Meningkatkan pengertian hak dan kewajiban anak. c. Pembinaan mental, fisik, sosial para partisipan lain, dalam rangka perlindungan anak. d. Penindakan mereka yang menghalangi usaha perlindungan anak. 2.2.1.Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Perempuan Korban Perdagangan Anak Yang Terdapat dalam Instrumen Hukum Nasional Upaya pemberantasan tindak pidana perdagangan anak perempuan tidak hanya dilakukan dengan cara menangkap dan menghukum para pelaku saja, melainkan juga disertai dengan perlindungan hukum terhadap korban dari perdagangan anak itu sendiri. Perlindungan hukum bagi anak perempuan korban perdagangan anak di Indonesia secara materiil sudah terpenuhi, hal ini terlihat pada peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur masalah tindak pidana perdagangan orang, yaitu : 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak untuk selanjutnya disebut UU no. 23 th. 2002 UU no. 23 th. 2002 mengatur beberapa pasal yang diterapkan mengenai perlindungan terhadap anak sebagai korban dalam tindak pidana perdagangan anak, yaitu : Pasal 59 memberikan perlindungan khusus kepada anak. Perlindungan tersebut adalah sebagai berikut: “Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi danatau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat aditif lainnya napza, anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik danatau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.” Pasal 68 merumuskan bahwa : 1 Perlindungan khusus bagi anak korban penculikan, penjualan, dan perdagangan anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 dilakukan melalui upaya pengawasan, perlindungan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi, oleh pemerintah dan masyarakat. 2 Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruhlakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, atau perdagangan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1. Korban perdagangan anak berdasarkan UU no. 23 th. 2002, perlu diberikan perlindungan secara khusus, antara lain : a. perlindungan berkaitan dengan identitas diri korban, terutama selama proses persidangan. Bertujuan agar korban terhindar dari berbagai ancaman atau intimidasi dari pelaku yang mungkin terjadi selama proses persidangan berlangsung. b. Jaminan keselamatan dari aparat berwenang. Korban harus diperlakukan dengan hati-hati oleh aparat penegak hukum agar keselamatannya terjamin sehingga dapat memberikan kesaksian. c. Bantuan medis, psikologis, hukum, dan sosial, terutama untuk mengembalikan kepada keluarga dan komunitasnya. d. Kompensasi dan restitusi. 2. UU no. 13 th. 2006 Beberapa pasal yang menyangkut masalah pemberian perlindungan terhadap korban kejahatan tertentu diterangkan juga dalam UU no. 13 th. 2006. Dalam hal ini, tindak pidana perdagangan anak termasuk merupakan tindak pidana yang dapat mengakibatkan korban dan saksinya dihadapkan pada posisi yang membahayakan jiwa dari anak-anak tersebut, karena sifat kejahatan ini bersifat internasional. Mengenai bentuk perlindungan hukum yang diberikan terhadap anak perempuan korban perdagangan anak diterangkan dalam pasal 5 ayat 1. Pasal 5 menerangkan bahwa : 1 Seorang saksi dan korban berhak: a. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya; b. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan; c. Memberikan keterangan tanpa tekanan; d. Mendapat penerjemah; e. Bebas dari pertanyaan yang menjerat; f. Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus; g. Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan; h. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan; i. Mendapat identitas baru; j. Mendapatkan tempat kediaman baru; k. Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan; l. Mendapat nasihat hukum; danatau m. Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir. 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia selanjutnya disebut UU no. 39 th.1999 Perlindungan terhadap anak perempuan korban perdagangan anak disebutkan dalam Pasal 3 dan Pasal 65 UU no. 39 th. 1999. Pasal 3 menerangkan bahwa : ”Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam semangat persaudaraan. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum. Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi.” Dari pasal 3 tersebut diambil kesimpulan bahwa, setiap orang mempunyai harkat dan martabat yang sama, berhak memperoleh perlindungan hukum atas hak asasi manusia, tanpa adanya diskriminasi. Pasal 65 menerangkan bahwa : ”setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.” 4. UU no. 21 th. 2007 tentang UU PTPPO Pasal-pasal yang berkaitan dengan pemberian perlindungan hukum terhadap anak perempuan korban perdagangan anak, yaitu Pasal 43, Pasal 44, Pasal 48 dan Pasal 51 ayat 1. Pasal 43 menerangkan bahwa : ”Ketentuan mengenai perlindungan saksi dan korban dalam perkara tindak pidana perdagangan orang dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini.” Mengenai pelaksanaan perlindungan terhadap anak perempuan korban perdagangan anak tetap digunakan UU no. 13 th. 2006, kecuali dalam UU ini menentukan lain dalam UU ini mengatur sendiri. Pasal 44 menerangkan bahwa : 1 Setiap danatau korban tindak pidana perdagangan orang berhak memperoleh kerahasiaan identitas. 2 Hak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan juga pada keluarga saksi danatau korban mendapat ancaman baik fisik maupun psikis dari orang lain yang berkenaan dengan keterangan saksi danatau korban. Pasal 48 menerangkan bahwa : 1 Setiap korban tindak pidana perdagangan orang atau ahli warisnya berhak memperoleh restitusi. 2 Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berupa ganti kerugian atas: a. Kehilangan kekayaan atau penghasilan; b. Penderitaan; c. Biaya untuk tindakan perawatan medis danatau psikologis; danatau d. Kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat perdagangan orang. Pasal 51 menerangkan bahwa : 1 Korban berhak memperoleh rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan, dan reintegrasi sosial dari pemerintah apabila yang bersangkutan mengalami penderitaan baik fisik maupun psikis akibat tindak pidana perdagangan orang. Setiap korban pada asasnya dapat menuntut ganti kerugian terhadap pelaku, namun ganti kerugian itu memerlukan proses lebih lanjut atau setidak- tidaknya dapat mengajukan gabungan perkara gugatan ganti kerugian. Proses ini tidak dilalui oleh korban kejahatan hak asasi manusia oleh karena telah ditentukan bahwa hak korban dicantumkan dalam amar putusan pengadilan. Salah satu perbedaan yang essensil dengan korban kejahatan kriminalitas biasa bahwa korban kejahatan hak asasi manusia mendapatkan ganti kerugian dari negara yang disebut hak untuk mendapatkan kompensasi. Upaya perlindungan korban dilaksanakan oleh Pemerintah Republik Indonesia bersama dengan mitranya Lembaga Swadaya Masyarakat, organisasi masyarakat, Lembaga Pengabdian Masyarakat, Perguruan Tinggi, dan perseorangan yang peduli dengan masalah ini. Pemerintah memberikan perlindungan kepada warga negaranya di manapun dia berada, baik di dalam maupun di luar negeri. Perwakilan RI di luar negeri adalah lembaga pemerintah yang bertanggung jawab memberikan perlindungan kepada warga Negara Indonesia untuk selanjutnya disebut WNI sebagaimana diatur dalam Pasal 19 dan Pasal 21 Undang-Undang No. 7 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri. Perlindungan yang diberikan selain layanan kesehatan, konseling, dan bantuan administratif, juga termasuk memberikan penampungan yang aman serta mengusahakan pemulangannya ke Indonesia. Pasal 19, merumuskan bahwa: “Perwakilan Republik Indonesia berkewajiban untuk memberikan pengayoman, perlindungan, dan bantuan hukum bagi warga negara dan badan hukum Indonesia di luar negeri, sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional serta hukum dan kebiasaan internasional.” Pasal 21, merumuskan bahwa : “Dalam hal warga negara Indonesia terancam bahaya nyata, Perwakilan Republik Indonesia berkewajiban memberikan perlindungan, membantu, dan menghimpun mereka di wilayah yang aman, serta mengusahakan untuk memulangkan mereka ke Indonesia atas biaya negara.”

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK