diibaratkan sepeti memikul gunung. Namun demikian, hal ini tidak mengurangi kapasitas keilmuan beliau karena begitu banyaknya ilmu selain ilmu hisab yang
beliau kuasai. Maka sangat layak beliau mampu melaksanakan ijtihad, karena memang telah memiliki perangkat dalam berijtihad.
2. Karomah Imam As-Suyuthi
Syaikh Syuaib Khatib Masjid Al-Azhar bercerita, ketika Imam Suyuthi sedang sakit yang menyebabkan kemangkatannya dia datang menjenguknya. Ia
mencium kakinya, lalu meminta supaya Imam Suyuthi berkenan memaafkan kesalahan orang-orang ahli fikih yang pernah menyakitinya. Dengan tenang Imam
Suyuthi menjawab: Wahai Saudaraku, sebetulnya aku telah memaafkan mereka ketika pertama kali mereka menyakitiku. Aku menampakkkan kemarahanku pada
mereka, lalu aku menulis sanggahan untuk mereka. Semua itu aku lakukan supaya
mereka tidak berani lagi menyakiti orang lain. Mendengar kelapangan hati Imam
Suyuthi, Syaikh Syuaib berkomentar: Memang inilah yang sudah kuduga dari
kebaikan tuanku.
Meskipun Imam Suyuthi telah memaafkan mereka, tapi masih saja ada dari mereka yang terkena bencana dari Allah swt. sebagai pelajaran bagi diri
mereka sendiri dan orang lain. Imam asy-Syaroni pernah bercerita: Aku melihat
salah seorang yang pernah memukul Imam Suyuthi dengan bakiyak sandal dari kayu, walaupun sudah dicoba oleh Allah dengan kefakiran tapi dia masih sangat
tamak dengan dunia. Setiap kali dia melihat orang membawa ayam, gula, madu atau beras, persis seperti orang gila dia selalu mengatakan: Juallah barang ini
padaku Setelah diambilnya barang tadi, seperti merampas, dia pergi bersembunyi dan tidak mau membayarnya. Setiap ditagih selalu saja ia mencari-
cari alasan untuk mengulur-ulur. Sampai pemilik barang bosan untuk menagihnya. Maka si tamak ini akan memikul tanggungan yang jauh lebih besar
dan berat kelak di hari kiamat. Dan ketika orang yang menyakiti Imam Suyuthi ini meninggal, tak seorangpun yang bersedia mengiringi jenazahnya. Semoga Allah
memelihara kita . Amin.
22
22
Mani ‘Abdul Halim Mahmud, Manhaj al-Mufassirin, penerj Faisal Saleh dan Syahdianor,
Cet.I Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 2006, h. 83.
Suatu ketika di siang hari, Imam Suyuthi berada di zawiyah mushala kecil Syaikh Abdullah al-Juyusyi di daerah al-Qarrafah. Sang alim nan sufi ini
berkata pada pembantunya: Aku ingin salat Ashar di Masjidil Haram, tapi
dengan syarat kamu harus menyimpan rahasia ini sampai aku meninggal
Pembantunya itu pun menyanggupi. Imam Suyuthi kemudian menggandeng
tangan pembantunya seraya berkata: Pejamkan matamu. Lalu Imam Suyuthi
berlari kecil kira-kira 27 langkah. Bukalah matamu, perintah Imam Suyuthi kemudian.
23
Tiba-tiba mereka sudah sampai di pintu Mala. Kemudian mereka ziarah ke makam Sayyidah Khadijah, Imam Fudhail bin Iyadh, Abdullah bin Uyainah,
dan lain-lainnya. Setelah itu mereka masuk Masjidil Haram, tawaf, shalat dan minum zam-zam. Di sini Imam Suyuthi mengatakan: Wahai Fulan, yang
mengherankan bukanlah karena bumi dilipat sehingga kita bisa menempuh jarak ribuan mil dalam beberapa saat. Tapi yang mengherankan adalah karena orang-
orang Mesir yang bermukim di sini tidak ada yang mengetahui kita. Baiklah,
kita sudah ziarah, shalat dan tawaf. Kamu mau pulang lagi bersamaku atau menetap di sini sampai datangnya musim Haji? Tanya Imam Suyuthi pada
pembantunya. Aku mau bersama Tuan saja, demikian jawab pembantu itu lugu
Lalu mereka pergi ke Mala, dan seperti pada keberangkatan tadi Imam Suyuthi memintanya untuk memejamkan mata. Setelah Imam Suyuthi melangkah
beberapa jengkal, dan mereka membuka mata, tiba-tiba di hadapan mereka adalah
zawiyah Syaikh al-Juyusyi. Adalah Syaikh Abdul Qadir asy-Syadzili, murid
Imam Suyuthi, dalam kitab Tanwir al-Hawalik Imam Suyuthi pernah mengatakan:
Aku pernah melihat Nabi Saw. dalam keadaan terjaga.
Kemudian muridnya itu bertanya: Berapa kali Tuan melihat Nabi Saw. dalam keadaan terjaga? Lebih dari 70 kali, jawab Imam Suyuthi.
3. Karya Imam Jalaluddin as-Suyuthi