Asal usul nama upacara adat Latar belakang diadakannya upacara Mandhasiya

commit to user

BAB II LATAR BELAKANG DAN PROSESI UPACARA ADAT MANDHASIYA

A. Asal usul nama upacara adat

Nama upacara Bersih Desa Mandhasiya ini erat hubungannya dengan nama wuku nama hari jawa. Oleh karena itu akan diuraikan tentang wuku yang ada hubungannya dengan cerita rakyat. Secara singkat ceritanya adalah sebagai berikut: observasi dan wawancara Bp Saryadi dan Bp Sulardiyanto bulan November 2011 Alkisah menurut cerita, Prabu Watugunungadalah seorang raja Gilingwesi yang beristri Dewi Sinta yang kemudian mempunyai putra dan putrid berjumlah 28 orang. Mereka akan kembali ke khayangan dalam kurun waktu berturut-turut dalam selang waktu satu Minggu yang berawal dari Sinta dan Berakhir dengan Watugunung. Adapun nama wuku dan jumlahnya berdasarkan dari cerita tersebut adalah 30 nama yaitu Ibu, 28 orang anaknya serta ayah. Tiap-tiap wuku berawal dari hari Minggu dan berakhir pada hari Sabtu. Dibawah ini akan penulis uraikan nama wuku serta nama “hari” dan “pasaran” observasi dan wawancara Bp Saryadi dan Bp Sulardiyanto bulan November 2011. 16 commit to user Nama-nama wuku : Sinta, Landep, Wukir, Kurantil, Tolu, Gumbreng, Warigalit, Warigagung, Julungwangi, Sungsang, Galungan, Kuningan, Lankir, Mandhasiya, Julungpujut, Pahang, Kuruwelut, Merakeh, Tambir, Medhangkungan, Maktal, Wuye, Menahil, Prangbakat, Bala, Wugu, Wayang, Kelawu, Dhukut, Watugunung. Nama-nama hari : Minggu neptu nilai yang ada di hari dan pasaran yang digunakan untukj menghitung sesuatu hal seperti pernikahan, membuat rumah oleh orang jawa kuno atau memiliki nilai 5, Senin neptu 4, Selasa neptu 3, Rabu neptu 7, Kamis neptu 8, Jumat neptu 6, Sabtu neptu 9. Nama-nama pasaran: Pon neptu 7, Wage neptu 4, Kliwon neptu 8, Legi neptu 5, Pahing neptu 9 Upacara tradisional tersebut dinamakan “MANDHASIYA” karena dilaksanakan pada wuku Mandhasiya tepatnya pada hari Selasa Kliwon.

B. Latar belakang diadakannya upacara Mandhasiya

Pada umumnya masyarakat yang mengadakan upacara tradisional mempunyai kepercayaan yang kuat terhadap tradisi adat istiadat yang telah berjalan turun temurun. Upacara tersebut sejak kapan dilaksanakan tidak diketahui secara pasti. Menurut kepercayaan masyarakat setempat upacara ini dilaksanakan commit to user sejak terjadinya peristiwa antara Prabu Baka dan Puthut Tetuka yang terlibat dalam pertempuran dan yang dimenangkan oleh Puthut Tetuka karena Prabu Baka bersifat serakah. Upacara bersih desa mempunyai makna bahwa mereka bersama- sama memenuhi kewajiban untuk melestarikan budaya peninggalan nenek moyangnya, berbakti kepada bumi yang telah melahirkan dan yang telah member sumber hidup dan rejeki. Berhubungan dengan cerita rakyat tentang terjadinya upacara Mandhasiya tak lepas dari suatu derita yang tidak diketahui pengarangnya dan disampaikan secara turun-temurun dari masyarakat setempat. Adapun ringkasan ceritanya adalah sebagai berikut : Kyai Jenta adalah orang pertama yang mendiami Dukuh Pancot Desa pancot. Kyai Jenta mau bekerja keras agar masyarakat dukuhnya aman, makmur dan sejahtera sehingga segala kebutuhannya dapat tercukupi. Dalam hal membangun Kyai Jenta sangat berhasil sehingga beliau dihormati dan dikenang oleh rakyatnya. wawancara dengan Bp. Saryadi bulan Oktober 2011 Prabu Baka adalah orang yang memimpin Pedukuhan tersebut, pada suatu waktu , ia menggunakan kekuasaanya diluar batas peri kemanusiaan sehingga meresahkan rakyat yang dipimpinnya. Perampasan harta dan penganiayaan bukan merupakan hal yang haram baginya. Penindasan tersebut memuncak hingga sampai-sampai Sang Prabu memakan daging manusia. Asal mula Sang Prabu makan daging manusia adalah sebagai berikut. Seperti biasanya setiap hari para juru masak menghidangkan masakannya untuk commit to user Sang Prabu. Pada suatu hari dirasakan masakan juru masak lebih lezat dari biasanya. Dalam hal ini Sang Prabu bertanya kepada juru masak tentang apa yang digunakan bumbu masak sehingga masakan lebih lezat dari biasanya. Karena takut dan jujurnya juru maka juru masak menceritakan semuanya. Bahwa ketika sedang memasak, jarinya tersayat pisau sehingga sebagian darah dan daging jarinya masuk kedalam masakan. Juru masak menceritakan dengan wajah ketakutan apabila akan diberi hukuman oleh Sang Prabu. Mendengar hal tersebut Sang Prabu tidak menjadi marah tetapi Sang Prabu menjadi senang serta member pujian dan terima kasih kepada juru masaknya. Demikianlah cerita dari juru masak dan selanjutnya Sang Prabu memerintahkan kepada Sang Patih dan Tumenggung agar pada hari-hari tertentu menyiapkan korban manusia sebagai santapannya. Pengambilan korban dilaksanakan secara bergilir. Dengan keadaan tersebut masyarakat menjadi resah dan takut. Suasana Pedukuhan menjadi mencekam dengan keputusan Sang Prabu Baka. Banyak penduduk yang mengungsi kedaerah lain demi keselamatan jiwanya. Keresahan tersebut menimpa Nyai Randha Dhadhapan. Pada suatu saat undian bergulir pada keliarga Nyai Randha Dhadhapan. Nyai Randha Dhadhapan adalah seorang janda yang mempunyai seorang anak yang sangat dicintainya. Ia sangat bingung dan sukar menentukannya apakah dirinya atau anaknya yang akan diserahkan kepada Sang Prabu. Apabila ia mengorbankan dirinya maka ia tidak rela anaknya sebatang kara, siapa yang akan mengasuh dan memberinya makan. Tetapi apabila ia mengorbankan anaknya maka apalah arti hidup bagi Nyai Randha Dhadhapan jika sampai anaknya menjadikorban. Untuk mencari jalan commit to user keluar tidak ada jalan lain kecuali ratap tangis dan menyesali hidupnya yang malang itu. Dengan ratap tangis dan deraian air mata, siang malam mereka selalu berdoa memohon pertolongan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar dijauhkan dari mala petaka yang menimpanya. Hari-hari yang dilalui keluarga tersebut selalu diwarnai dengan kesedihan. wawancara dengan Bp. Saryadi bulan Oktober 2011. Dibagian Lereng Gunung Lawu di bagian barat terdapat suatu tempat yang bias digunakan untuk bertapa. Tempat pertapaan itu disebut dengan nama “Pringgodani”. Pada suatu hari di Petapaan tersebut ada seorang pemuda yang berwajah tampan, gagah beran idan berbudi luhur sedang melakukan semedi. Adapun maksud dan tujuannya tidak lain adalah agar diberikan kekuatan lahir dan bain oleh Tuhan Yang Maha Esa dehingga dapat digunakan untuk memegakkan keadilan dan menumpas penindasan yang akan terjadi pada umat manusia. Pemuda itu bernama Puthut Tetuka. Pada tiap malam ia berjalan-jalan sendirian dengan tujuan supaya diberi ilham dan petunjuk dari Tuhan Yang Maha Esa tentang apa yang harus dilakukannya.ia berjalan-jalan disekitar Pertapaan sehingga masuk pada sebuah Pedukuhan atau sebuah Desa. Di sana ia mendengar suara tangisan dari sebuah rumah penduduk tetepi ia tidak menghiraukannya. Pada malam berikutnyaia berjalan-jalan pada tempat yang sama dan ia pun mendengar commit to user dari tangisan dari rumah yang sama. Barulah pada hari ketiga ia mendekati rumah tersebut. Alangkah terkejutnya Nyai Randha Dhadhapan mendengar pintunya diketuk oleh seseorang. Mereka mengira bahwa tamunya adalah utusan Prabu Baka yang akan membawa salah satu dari mereka. Setelah mereka mendengar beberapa pertanyaan dari luar barulah mereka yakin bahwa yang dating bukan utusan dari Prabu Baka tetapi justru orang yang akan menyelamatkannya. Nyai Randha Dhadhapan menceritakan kejadian yang menimpa mereka bahwa mereka akan menjadi santapan Prabu Baka yang serakah. Sebagai Ksatria, Puthut Tetuka tidak keberatan mengorbankan dirinya sebagai ganti keluarga Nyai Randha dhadhapan. Keadaan menjadi tenang ketika Puthut Tetuka mengutarakan maksudnya. Nyai Randha Dhadhapan mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berterima kasih kepada Puthut Tetuka. Seperti biasanya wajib setor manusia tersebut ditentukan waktunya oleh Prabu Baka. Kali ini pada hari Selasa Kliwon prabu baka memerintahkan kepada pengawalnya untuk mengambil tumbal dari keluarga Nyai Randha Dhadhapan. Puthut Tetuka diarak menuju tempat Prabu Baka untuk menjadi santapan. Melihat wajah tampan dan tubuh yang gagah maka Prabu Baka menyala-nyala nafsu makannya. Sambil tertawa-tawa Prabu Baka mengiggit-gigit tubuh Puthut Tetuka dan menyabetkan pedangnya untuk memotong tubuh Puthut Tetuka. Atas perlindungan Tuhan Yang Maha Esa maka gigitan dan sabetan pedang Prabu Baka tidak mempan pada tubuh Puthut Tetuka.ia masih berdiri dengan tegap menghadapi Prabu Baka. commit to user Hari Selasa Kliwon adalah hari naas Prabu Baka. Alangkah marahnya ia melihat hal yang belum pernah terjadi pada hari itu. Prabu Baka terus menyerang Puthut Tetuka dengan senjatanya yang ampuh dan bermacam-macam. Hal tersebut mebuat Puthut Tetuka menjadi hilang kesabarannya dan menyerang Prabu Baka. Terjadilah perang tanding antara keduanya. Penduduk bersorak-sorai melihat pemandangan tersebut. Karena lelahnya, Prabu Baka lengah, tubuhnya diinjak-injak dan ditendang-tendang oleh Puthut Tetuka. Tubuh Prabu Baka dipancatkan kebumi. Lehernya diputar hingga putus. Kepalanya dibantingkan ke sebuah batu didekatnya sehingga jasadnya hancur menjadi bagian-bagian yang terpisah dan berserakan. Penduduk bersorak-sorai sambil mengulurkan tangannya kepada Puthut Tetuka. Peristiwa yang mereka tunggu setelah sekian lama yaitu hancurnya Prabu Baka yang menindas rakyat. Untuk kelestarian dan kedamaian masyarakat desa, maka Puthut Tetuka berpesan kepada mereka bahwa setiap hari Selasa Kliwon wuku Mandhasiya agar diadakan “bersih desa” dengan menghidangkan sesaji pada tempat tersebut dan dalam waktu itu pula Watu Gilang Batu Gilang disiram dengan Badheg air tape ketan dengan tujuan supaya tempat itu tidak menjadi angker untuk masa yang akan datang. Pada hari itu juga saat Prabu Baka menjadi Roh menyadari kesalahannya di dunia. Agar arwahnya diterima tuhan dan sebagai balas budi kepada masyarakat maka keempat taringnya berubah menjadi bawang merah dan bawang putih sebagai tanam pokok masyarakat. Hapuslah sudah angkara murka yang dilakukan Prabu Baka sehingga Pedukuhan menjadi tersebut menjadi aman, makmur, tentram dad damai. Masyarakat bekerja giat untuk meningkatkan produksi bawang merah dan commit to user bawang putihnya. Puthut Tetuka bersyukur kepada Tuhan atas berhasilnya kewajiban menumpas angkara murka tersebut. Ia segera meninggalkan tempat kejadian tersebut untuk melanjutkan semedinya. Dengan adanya cerita rakyat yang diikuti upacara Bersih Desa Mandhasiya. Cerita tersebut menimbulkan kepercayaan yang cukup kuat kepada penduduk setempat untuk melaksanakaan upacara adat Mandhasiya. Demikian pula dengan tanaman bawang merah dan bawang putih yang menjadi tanaman pokok penduduk secara turun-temurun. Walaupun masyarakat sudah hidup pada jaman modern sekarang ini, namun masyarakat belum berani meninggalkan pelaksanaan upacara tersebut.

C. Maksud dan tujuan diadakannya upacara Mandhasiya