HUKUM PERDATA dan PIDANA

HUKUM PERDATA

  A. ISTILAH DAN PENGERTIAN HUKUM PERDATA Istilah hukum perdata pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Djojodiguno sebagai teremahan dariburgerlijkrecht pada masa penduduka jepang. Di samping istilah itu, sinonim hukum perdata adalah civielrechtdan privatrecht.

  Para ahli memberikan batasan hukum perdata, seperti berikut. Van Dunne mengartikan hukum perdata, khususnya pada abad ke -19 adalah: “suatu peraturan yang mengatur tentang hal-hal yang sangat ecensial bagi kebebasan individu, seperti orang dan keluarganya, hak milik dan perikatan. Sedangkan hukum public memberikan jaminan yang minimal bagi kehidupan pribadi” Pendapat lain yaitu Vollmar, dia mengartikan hukum perdata adalah: “aturan-aturan atau norma-norma yang memberikan pembatasan dan oleh karenanya memberikan perlindungan pada kepentingan prseorangan dalam perbandingan yang tepat antara kepentingan yang satu dengna kepentingan yang lain dari orang-orang dalam suatu masyarakat tertentu terutama yang mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas”

  Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengertian hukum perdata yang dipaparkan para ahli di atas, kajian utamnya pada pengaturan tentang perlindungan antara orang yang satu degan orang lain, akan tetapi di dalam ilmu hukum subyek hukum bukan hanya orang tetapi badan hukum juga termasuk subyek hukum, jadi untuk pengertian yang lebih sempurna yaitu keseluruhan kaidah-kaidah hukum(baik tertulis maupun tidak tertulis) yang mengatur hubungan antara subjek hukum satu dengan yang lain dalam hubungan kekeluargaan dan di dalam pergaulan kemasyarakatan.

  Di dalam hukum perdata terdapat 2 kaidah, yaitu:

  1. Kaidah tertulis Kaidah hukum perdata tertulis adalah kaidah-kaidah hukum perdata yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi.

  2. Kaidah tidak tertulis Kaidah hukum perdata tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum perdata yang timbul, tumbuh, dan berkembang dalam praktek kehidupan masyarakat (kebiasaan) Subjek hukum dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:

  1. Manusia Manusia sama dengan orang karena manusia mempunyai hak-hak subjektif dan kewenangan hukum.

  2. Badan hukum Badan hukum adalah kumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu, harta kekayaan, serta hak dan kewajiban. Subtansi yang diatur dalam hukum perdata antara lain:

  1. Hubungan keluarga Dalam hubungan keluarga akan menimbulkan hukum tentang orang dan hukum keluarga.

  2. Pergaulan masyarakat Dalam hubungan pergaulan masyarakat akan menimbulakan hukum harta kekayaan, hukum perikatan, dan hukum waris.

Dari berbagai paparan tentang hukum perdata di atas, dapat di temukan unsur-unsurnya yaitu:

  1. Adanya kaidah hukum 2. Mengatur hubungan antara subjek hukum satu dengan yang lain.

  

3. Bidang hukum yang diatur dalam hukum perdata meliputi hukum orang, hukum keluarga, hukum benda,

hukum waris, hukum perikatan, serta hukum pembuktia dan kadaluarsa B. HUKUM PERDATA MATERIIL DI INDONESIA Hukum perdata yang berlaku di Indonesi beranekaragam, artinya bahwa hukum perdata yang berlaku itu terdiri dari berbagai macam ketentuan hukum,di mana setiap penduduk itu tunduk pada hukumya sendiri, ada yang tunduk dengan hukum adat, hukum islam , dan hukum perdata barat. Adapun penyebab adanya pluralism hukum di Indonesia ini adalah

  1. Politik Hindia Belanda

  Pada pemerintahan Hindia Belanda penduduknya di bagi menjadi 3 golongan:

  a. Golongan Eropa dan dipersamakan dengan itu

  

b. Golongan timur asing. Timur asing dibagi menjadi Timur Asing Tionghoa dan bukan Tionghoa, Seperti

Arab, Pakistan. Di berlakukan hukum perdata Eropa, sedangkan yang bukan Tionghoa di berlakukan hukum adat.

  c. Bumiputra,yaitu orang Indonesia asli. Diberlakukan hukum adat.

  Konsekuensi logis dari pembagian golongan di atas ialah timbulnya perbedaan system hukum yang diberlakukan kepada mereka.

  2. Belum adanya ketentuan hukum perdata yang berlaku secara nasional.

  C. SUMBER HUKUM PERDATA TERTULIS Pada dasarnya sumber hukum dapat dibedakan menjadi 2 macam:

  1. Sumber hukum materiil Sumber hukum materiil adalah tempat dari mana materi hukum itu diambil. Misalnya hubungan social,kekuatan politik, hasil penelitian ilmiah, perkembangan internasional, dan keadaan georafis.

  2. Sumber hukum formal Sumber hukum formal merupakan tempat memperoleh kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum formal itu berlaku. Volamar membagi sumber hukum perdata menjadi empat mecam. Yaitu KUHperdata ,traktat, yaurisprudensi, dan kebiasaan. Dari keempat sumber tersebut dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu sumber hukum perdata tertulis dan tidak tertulis. Yang di maksud dengan sumber hukum perdata tertulis yaitu tempat ditemukannya kaidah-kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber tertulis. Umumnya kaidah hukum perdata tertulis terdapat di dalam peraturan perundang-undanang, traktat, dan yurisprudensi. Sumber hukum perdata tidak tertulis adalah tempat ditemukannya kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber tidak tertulis. Seperti terdapat dalam hukum kebiasaan.

  Yang menjadi sumber perdata tertulis yaitu:

  1. AB (algemene bepalingen van Wetgeving) ketentuan umum permerintah Hindia Belanda

  2. KUHPerdata (BW)

  3. KUH dagang

  4. UU No 1 Tahun 1974 5. UU No 5 Tahun 1960 Tentang Agraria.

  Yang dimaksud dengan traktat adalah suatu perjanjian yang dibuat antara dua Negara atau lebih dalam bidang keperdataan. Trutama erat kaitannya dengan perjanjian internasioanl. Contohnya, perjanjian bagi hasil yang dibuat antara pemerintah Indonesia denang PT Freeport Indonesia.

  Yurisprudensi atau putusan pengadilan meruapakan produk yudikatif, yang berisi kaidah atau peraturan hukum yang mengikat pidahk-pihak yang berperkara terutama dalam perkara perdata. Contohnya H.R 1919 tentang pengertian perbuatan melawan hukum . dengna adanya putsan tersebut maka pengertian melawan hukum tidak menganut arti luas. Tetapi sempit. Putusan tersebut di jadikan pedoman oleh para hakim di Indonesia dalam memutskan sengketa perbutan melawan hukum.

HUKUM PIDANA

  Hukum Pidana, sebagai salah satu bagian independen dari Hukum Publik merupakan salah satu instrumen hukum yang sangat urgen eksistensinya sejak zaman dahulu. Hukum ini ditilik sangat penting eksistensinya dalam menjamin keamanan masyarakat dari ancaman tindak pidana, menjaga stabilitas negara dan (bahkan) merupakan “lembaga moral” yang berperan merehabilitasi para pelaku pidana. Hukum ini terus berkembang sesuai dengan tuntutan tindak pidana yang ada di setiap masanya.

  A. Definisi Hukum Pidana

Hukum Pidana sebagai Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang

dan berakibat diterapkannya hukuman bagi siapa yang melakukannya dan memenuhi unsur-unsur

perbuatan yang disebutkan dalam Undang-Undang Pidana. Seperti perbuatan yang dilarang dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Korupsi, Undang-Undang HAM dan lain sebagainya.

Hukum pidana adalah hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan memberikan

  • Pembunuhan • Pencurian • Penipuan • Perampokan • Penganiayaan • Pemerkosaan • Korupsi Sementara Dr. Abdullah Mabruk an-Najar dalam diktat “Pengantar Ilmu Hukum”-nya mengetengahkan

    defenisi Hukum Pidana sebagai “Kumpulan kaidah-kaidah Hukum yang menentukan perbuatan-perbuatan

    pidana yang dilarang oleh Undang-Undang, hukuman-hukuman bagi yang melakukannya, prosedur yang

    harus dilalui oleh terdakwa dan pengadilannya, serta hukuman yang ditetapkan atas terdakwa.” Hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :
  • Menetukan perbuatan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.
  • Menentukan kapan dan dalam hal hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
  • Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut. Menurut Sudarto, pengertian Pidana sendiri ialah nestapa yang diberikan oleh Negara kepada seseorang

    yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan Undang-undang (hukum pidana), sengaja agar

    dirasakan sebagai nestapa.

  B. Tujuan Hukum Pidana Secara konkrit tujuan hukum pidana itu ada dua, ialah :

  • Untuk menakut-nakuti setiap orang jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak baik.
  • • Untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan tidak baik menjadi baik dan dapat diterima

    kembali dalam kehidupan lingkunganya Tujuan hukum pidana ini sebenarnya mengandung makna pencegahan terhadap gejala-gejala sosial yang kurang sehat di samping pengobatan bagi yang sudah terlanjur tidak berbuat baik. Jadi Hukum Pidana, ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam meniadakan

    pelanggaran kepentingan umum. Tetapi kalau di dalam kehidupan ini masih ada manusia yang melakukan

    perbuatan tidak baik yang kadang-kadang merusak lingkungan hidup manusia lain, sebenarnya sebagai

    akibat dari moralitas individu itu. Dan untuk mengetahui sebab-sebab timbulnya suatu perbuatan yang tidak

    baik itu(sebagai pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan pidana), maka dipelajari oleh “kriminologi”. Di dalam kriminologi itulah akan diteliti mengapa sampai seseorang melakukan suatu tindakan tertentu

    yang tidak sesuai dengan kebutuhan hidup sosial. Di samping itu juga ada ilmu lain yang membantu hukum

    pidana, yaitu ilmu Psikologi. Jadi, kriminologi sebagai salah satu ilmu yang membantu hukum pidana bertugas mempelajari sebab-sebab seseorang melakukan perbuatan pidana, apa motivasinya, bagaimana akibatnya dan tindakan apa yang dapat dilakukan untuk meniadakan perbuatan itu.

  C. Klasifikasi Hukum Pidana Secara substansial atau Ius Poenalle ini merupakan hukum pidana Dalam arti obyektif yaitu “sejumlah peraturan yang mengandung larangan-larangan atau keharusan-

keharusan dimana terhadap pelanggarnya diancam dengan hukuman”. Hukum Pidana terbagi menjadi dua

cabang utama, yaitu:

  • Hukum Materil ialah cabang Hukum Pidana yang menentukan perbuatan-perbuatan kriminal yang

    dilarang oleh Undang-Undang, dan hukuman-hukuman yang ditetapkan bagi yang melakukannya. Cabang

    yang merupakan bagian dari Hukum Publik ini mepunyai keterkaitan dengan cabang Ilmu Hukum Pidana lainnya, seperti Hukum Acara Pidana, Ilmu Kriminologi dan lain sebagainya.

  • • Hukum Formil (Hukum Acara Pidana) Untuk tegaknya hukum materiil diperlukan hukum acara. Hukum acara merupakan ketentuan yang mengatur bagaimana cara agar hukum (materil) itu terwujud atau dapat

    diterapkan/dilaksanakan kepada subyek yang memenuhi perbuatannya. Tanpa hukum acara maka tidak ada manfaat hukum materiil. Untuk menegakkan ketentuan hukum pidana diperlukan hukum acara pidana,

polisi, jaksa, pengacara, hakim. Dr. Mansur Sa’id Isma’il dalam diktat “Hukum Acara Pidana”-nya memaparkan defenisi Hukum Acara Pidana sebagai ”kumpulan kaidah-kaidah yang mengatur dakwa pidana—mulai dari prosedur

pelaksanaannya sejak waktu terjadinya pidana sampai penetapan hukum atasnya, hak-hak dan kewajiban-

kewajiban yang berkaitan dengan hukum yang tumbuh dari prosedur tersebut—baik yang berkaitan dengan

dugaan pidana maupun dugaan perdata yang merupakan dakwa turunan dari dakwa pidana, dan juga pelaksanaan peradilannnya.”. Dari sini, jelas bahwa substansi Hukum Acara Pidana meliputi:

  • • Dakwa Pidana, sejak waktu terjadinya tindak pidana sampai berakhirnya hukum atasnya dengan beragam

    tingkatannya.
  • Dakwa Perdata, yang sering terjadi akibat dari tindak pidana dan yang diangkat sebagai dakwa turunan dari dakwa pidana.
  • Pelaksanaan Peradilan, yang meniscayakan campur-tangan pengadilan.

    Dan atas dasar ini, Hukum Acara Pidana, sesuai dengan kepentingan-kepentingan yang merupakan tujuan

    pelaksanaannya, dikategorikan sebagai cabang dari Hukum Publik, karena sifat global sebagian besar dakwa pidana yang diaturnya dan karena terkait dengan kepentingan Negara dalam menjamin efisiensi Hukum Kriminal. Oleh sebab itu, Undang-Undang Hukum Acara ditujukan untuk permasalahan-

    permasalahan yang relatif rumit dan kompleks, karena harus menjamin keselarasan antara hak masyarakat

    dalam menghukum pelaku pidana, dan hak pelaku pidana tersebut atas jaminan kebebasannya dan nama

    baiknya, dan jika memungkinkan juga, berikut pembelaan atasnya. Untuk mewujudkan tujuan ini, para ahli

    telah bersepakat bahwa Hukum Acara Pidana harus benar-benar menjamin kedua belah pihak—pelaku pidana dan korban. Hukum Pidana dalam arti Dalam arti Subyektif, yang disebut juga “Ius Puniendi”, yaitu “sejumlah peraturan yang mengatur hak negara untuk menghukum seseorang yang melakukan perbuatan yang dilarang”.

  D. Ruang Lingkup Hukum Pidana Hukum Pidana mempunyai ruang lingkup yaitu apa yang disebut dengan peristiwa pidana atau delik

ataupun tindak pidana. Menurut Simons peristiwa pidana ialah perbuatan salah dan melawan hukum yang

diancam pidana dan dilakukan seseorang yang mampu bertanggung jawab. Jadi unsur-unsur peristiwa pidana, yaitu:.

  • Sikap tindak atau perikelakuan manusia

    . Melanggar hukum, kecuali bila ada dasar pembenaran; Didasarkan pada kesalahan, kecuali bila ada dasar

    penghapusan kesalahan. Sikap tindak yang dapat dihukum/dikenai sanksi adalah
    • Perilaku manusia ; Bila seekor singa membunuh seorang anak maka singa tidak dapat dihukum
    • Terjadi dalam suatu keadaan, dimana sikap tindak tersebut melanggar hukum, misalnya anak yang bermain bola menyebabkan pecahnya kaca rumah orang.
    • - Pelaku harus mengetahui atau sepantasnya mengetahui tindakan tersebut merupakan pelanggaran hukum;

      Dengan pecahnya kaca jendela rumah orang tersebut tentu diketahui oleh yang melakukannya bahwa akan

      menimbulkan kerugian orang lain.
    • - Tidak ada penyimpangan kejiwaan yang mempengaruhi sikap tindak tersebut.Orang yang memecahkan

      kaca tersebut adalah orang yang sehat dan bukan orang yang cacat mental. Dilihat dari perumusannya, maka peristiwa pidana/delik dapat dibedakan dalam :

  • Delik formil, tekanan perumusan delik ini ialah sikap tindak atau perikelakuan yang dilarang tanpa merumuskan akibatnya.
  • Delik materiil, tekanan perumusan delik ini adalah akibat dari suatu sikap tindak atau perikelakuan. Misalnya pasal 359 KUHP :

    Dalam Hukum Pidana ada suatu adagium yang berbunyi : “Nullum delictum nulla poena sine praevia lege

    poenali”, artinya tidak ada suatu perbuatan dapat dihukum tanpa ada peraturan yang mengatur perbuatan tersebut sebelumnya. Ketentuan inilah yang disebut sebagai asas legalitas .

    Aturan hukum pidana berlaku bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sesuai asas ruang lingkup

    berlakunya kitab undang-undang hukum pidana. Asas ruang lingkup berlakunya aturan hukum pidana, ialah

  1. Asas Teritorialitas (teritorialitets beginsel)

  2. Asas nasionalitas aktif (actief nationaliteitsbeginsel)

  E. Sistem Hukuman Sistem hukuman yang dicantumkan dalam pasal 10 tentang pidana pokok dan tambahan, menyatakan bahwa hukuman yang dapat dikenakan kepada seseorang pelaku tindak pidana terdiri dari : a. Hukuman Pokok (hoofd straffen ).

  1. Hukuman mati

  2. Hukuman penjara

  3. Hukuman kurungan

  4. Hukuman denda

b. Hukuman Tambahan (Bijkomende staffen)

  1. Pencabutan beberapa hak tertentu

  2. Perampasan barang-barang tertentu 3. Pengumuman putusan hakim.

  1. PERBEDAAN PENGERTIAN HUKUM PERDATA HUKUM PIDANA

  Hukum perdata ialah Hukum pidana adalah rangkaian peraturan-peraturan aturan-aturan hukum yang mengatur hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu tingkah laku setiap orang terhadap dengan orang yang lain, atau antara subyek hukum yang satu dengan orang lain yang berkaitan dengan hak subyek hukum yang lain, dengan menitik beratkan pada kepentingan dan kewajiban yang timbul dalam perseorangan, dimana ketentuan dan peraturan dimaksud dalam pergaulan masyarakat maupun kepentingan untuk mengatur dan membatasi kehidupan manusia atau pergaulan keluarga. seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan Hukum perdata dibedakan hidupnya. menjadi dua, yaitu hukum perdata Dalam praktek, hubungan antara subyek hukum yang satu material dan hukum perdata formal. dengan yang lainnya ini, dilaksanakan dan tunduk karena atau pada Hukum perdata material mengatur suatu kesepakatan atau perjanjian yang disepakati oleh para subyek kepentingan-kepentingan perdata hukum dimaksud. Dalam kaitan dengan sanksi bagi yang melanggar, setiap subjek hukum. Hukum perdata maka pada umumnya sanksi dalam suatu perikatan adalah berupa formal mengatur bagaimana cara ganti kerugian. Permintaan atau tuntutan ganti kerugian ini wajib seseorang mempertahankan haknya dibuktikan disertai alat bukti yang dalam menunjukkan bahwa benar apabila dilanggar oleh orang lain. telah terjadi kerugian akibat pelanggaran atau tidak dilaksanakannya suatu kesepakatan. PERBEDAAN DALAM ISI HUKUM PERDATA HUKUM PIDANA

  Hukum Berdasarkan isinya, hukum dapat dibagi menjadi 2, yaitu hukum privat perdata dapat dan hukum publik (C.S.T Kansil). Hukum privat adalah hukum yg mengatur digolongkan antara lain hubungan orang perorang, sedangkan hukum publik adalah hukum yg mengatur menjadi: hubungan antara negara dengan warga negaranya. Hukum keluarga Hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pidana Hukum harta terbagi menjadi dua bagian, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. kekayaan Hukum benda Hukum Perikatan Hukum Waris

  Hukum Pidana Formil yaitu mencakup cara melakukan atau pengenaan pidana. Hukum pidana materiil mengatur tentang penentuan tindak pidana, pelaku tindak pidana, dan pidana (sanksi).

  PERBEDAAN DALAM SISTIMATIKANYA HUKUM PERDATA HUKUM PIDANA KUHPerdata terdiri dari 4 bagian yaitu :

  1. Buku kesatu tentang Orang/ Van Personnenrecht Buku pertama mengatur tentang orang sebagai subyek hukum, hukum perkawinan dan hukum keluarga, termasuk waris.

  Bab I- Tentang menikmati dan kehilangan hak-hak kewargaan

  Bab II- Tentang akta-akta catatan sipil Bab III- Tentang tempat tinggal atau domisili Bab IV- Tentang perkawinan Bab V- Tentang hak dan kewajiban suami-istri Bab VI- Tentang harta-bersama menurut undang-undang dan pengurusannya

  Bab VII- Tentang perjanjian Perkawinan Bab VIII- Tentang gabungan harta-bersama atau perjanjian kawin pada perkawinan kedua atau selanjutnya

  Bab IX- Tentang pemisahan harta-benda Bab X- Tentang pembubaran perkawinan Bab XI- Tentang pisah meja dan ranjang Bab XII- Tentang keayahan dan asal keturunan anak-anak Bab XIII- Tentang kekeluargaan sedarah dan semenda Bab XIV- Tentang kekuasaan orang tua Bab XIVA- Tentang penentuan, perubaran dan pencabutan tunjangan nafkah

  Bab XV- Tentang kebelumdewasaan dan perwalian KUHPidana terdiri dari 3 bagian, yaitu: Buku kesatu tentang aturan umum

  Yaitu berlaku untuk seluruh hokum pidana. Ketentuan dalam buku kesatu juga berlaku bagi peraturan-peraturan yang oleh peraturan dan perundangan lain diancam dengan pidana kecuali kalau ditentukan lain oleh undang-undang.

  Dalam buku kesatu menganut asas legalitas/ principle of legalitas. Yaitu “Nullum Delictum Nulla Poena Sine

  Praeve Legc”, artinya tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan terlebih dahulu.

  dalam asas tersebut terkandung maksud: Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih daahulu belum dinyatakan dalam suatu peraturan perundang-undangan

  Aturan hukum pidana tidak berlaku surut.

  Untuk memidana seseorang dikenal dengan asas “Tidak dipidana jika tidak ada kesalahan”.

  Bab I- Tentang batas-batas berlakunya Bab XVII- Tentang pengampuan Bab XVIII- Tentang keadaan tak hadir

  2. Buku kedua tentang Kebendaan/ Zaakenrecht Buku kedua mengatur mengenai benda sebagai obyek hak manusia dan juga mengenai hak kebendaan. Benda dalam pengertian yang meluas merupakan segala sesuatu yang dapat dihaki (dimiliki) oleh seseorang. Sedangkan maksud dari hak kebendaan adalah suatu hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan kepada pihak ketiga.

  Bab VI- Tentang perbarengan tindak pidana Bab VII- mengajukan dan menarik kembali pengaduan dalam hal kejahatan-kejahatan yang hanya dituntut atas pengaduan

  Bab VI- Tentang perkelahian tanding Bab VII- Tentang kejahatan yang membahayakan keamanan umum bagi orang atau barang

  Bab IV- Tentang kejahatan terhadap melakukan kewajiban dan hak kenegaraan Bab V- Tentang kejahatan terhadap ketertiban umum

  Bab III- Tentang kejahatan- kejahatan terhadap Negara sahabat dan terhadap kepada Negara sahabat serta wakilnya

  Bab I- Tentang kejahatan terhadap keamanan negara Bab II- Tentang kejahatan-kejahatan terhadap martabat presiden dan wakil presiden

  Buku kedua tentang kejahatan Berlaku untuk semua jenis kejahatan. Misalnya: pencurian, penipuan dan lain-lain.

  Bab VIII- Tentang hapusnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana Bab IX- Tentang arti beberapa istilah yang dipakai dalam kitab undang-undang

  Bab IV- Tentang percobaan Bab V Tentang penyertaan dalam tindak pidana

  Bab I- Tentang kebendaan dan cara membeda-bedakannya Bab II- Tentang kedudukan berkuasa (bezit) dan hak-hak yang timbul karenanya

  Bab II- Tentang pidana Bab III- Tentang hal-hal yang menghapuskan, mengurangi atau memberatkan pidana

  Maksud penggunaan kata “Perikatan” di sini lebih luas dari

  3. Buku ketiga tentang Perikatan/ Verbintenessenrecht Buku mengatur tentang perikatan (verbintenis).

  Bab XVI- Tentang hal menerima dan menolak suatu warisan Bab XVII- Tentang pemisahan harta peninggalan Bab XVIII- Tentang harta peninggalan yang tak terurus Bab XIX- Tentang piutang-piutang yang diistimewakan Bab XX- Tentang gadai Bab XXI- Tentang hipotik

  Bab V- Tentang kerja rodi Bab VI- Tentang pengabdian pekarangan Bab VII- Tentang hak numpang karang Bab VIII- Tentang hak usaha (erfpacht) Bab IX- Tentang bunga tanah dan hasil sepersepuluh Bab X- Tentang hak pakai hasil Bab XI- Tentang hak pakai dan hak mendiami Bab XII- Tentang perwarisan karena kematian Bab XIII- Tentang surat wasiat Bab XIV- Tentang pelaksana wasiat dan pengurus harta peninggalan Bab XV- Tentang hak memikir dan hak istimewa untuk mengadakan pendaftaran harta peninggalan

  Bab III- Tentang hak milik (eigendom) Bab IV- Tentang hak dan kewajiban antara pemilik-pemilik pekarangan yang satu sama lain bertetanggaan

  Bab VIII- Tentang kejahatan terhadap penguasa umum perjanjian namun ada pula yang bersumber dari suatu perbuatan hukum baik perbuatan hukum yang melanggar hukum (onrechtmatige daad) maupun yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwarneming). Buku ketiga tentang perikatan ini mengatur tentang hak dan kewajiban yang terbit dari perjanjian, perbuatan melanggar hukum dan peristiwa- peristiwa lain yang menerbitkan hak dan kewajiban perseorangan.

  Buku ketiga bersifat tambahan (aanvulend recht), atau sering juga disebut sifat terbuka, sehingga terhadap beberapa ketentuan, apabila disepekati secara bersama oleh para pihak maka mereka dapat mengatur secara berbeda dibandingkan apa yang diatur didalam BW. Sampai saat ini tidak terdapat suatu kesepakatan bersama mengenai aturan mana saja yang dapat disimpangi dan aturan mana yang tidak dapat disimpangi. Namun demikian, secara logis yang dapat disimpangi adalah aturan-aturan yang mengatur secara khusus (misal : waktu pengalihan barang dalam jual-beli, eksekusi terlebih dahulu harga penjamin ketimbang harta si berhutang). Sedangkan aturan umum tidak dapat disimpangi (misal : syarat sahnya perjanjian, syarat pembatalan perjanjian).

  Bab I- Tentang perikatan- perikatan umumnya Bab II- Tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari kontrak atau perjanjian Bab III- Tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan demi undang-undang

  Bab IV- Tentang hapusnya perikatan-perikatan Bab V- Tentang jual-beli Bab VI- Tentang tukar-menukar Bab VII- Tentang sewa-menyewa Bab VIIA- Tentang perjanjian-perjanjian untuk melakukan pekerjaan

  Bab VIII- Tentang persekutuan Bab IX- Tentang perkumpulan Bab X- Tentang hibah Bab XI - Tentang penitipan barang Bab XII- Tentang pinjam pakai keterangan palsu Bab X- Tentang pemalsuan mata uang dan uang kertas Bab XI- Tentang pemalsuan materai dan merek

  Bab XII- Tentang pemalsuan surat Bab XIII- Tentang kejahatan terhadap asal usul dan perkawinan Bab XIV- Tentang kejahtan terhadap kesusilaan Bab XV- Tentang meninggalkan orang yang perlu ditolong

  Bab XVI- Tentang penghinaan Bab XVII- Tentang Pemalsuan surat Bab XVIII- Tentang kejahatan terhadap kemerdekaan orang Bab XIX- Tentang kejahatan terhadap nyawa

  Bab XX- Tentang Penganiayaan Bab XXI- Tentang menyebabkan mati atau luka-luka karena kealpaan

  Bab XXII- Tentang pencurian Bab XXIII- Tentang pemerasan dan pengancaman

  Bab XXIV- Tentang penggelapan Bab XXV- Tentang perbuatan curang Bab XXVI- Tentang perbuatan merugikan pemiutang atau orang yang mempunyai hak Bab XXVII- tentang menghancurkan atau merusakkan barang

  Bab XXVIII- Tentang kejahatan jabatan Bab XXIX- Tentang kejahatan pelayaran Bab XXXA- Tentang kejahatan penerbangan dan kejahatan terhadap sarana/ prasarana penerbangan

  Bab XXX- Tentang penadahan penerbitan dan percetakan Bab XXXI- Tentang aturan tentang Bab XIV- Tentang bunga tetap atau bunga abadi Bab XV- Tentang perjanjian-perjanjian untung-untungan Bab XVI- Tentang pemberian kuasa Bab XVII- Tentang penanggungan utang Bab XVIII - Tentang perdamaian

  4. Buku keempat Tentang pembuktian dan daluwarsa Verjaring en Bewijs Buku keempat mengatur tentang pembuktian dan daluwarsa. Hukum tentang pembuktian tidak saja diatur dalam hukum acara (Herzine Indonesisch Reglement/ HIR) namun juga diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Didalam buku keempat ini diatur mengenai prinsip umum tentang pembuktian dan juga mengenai alat-alat bukti. Dikenal adanya 5 macam alat bukti yaitu :

  a. Surat-surat

  b. Kesaksian

  c. Persangkaan

  d. Pengakuan

  e. Sumpah Daluwarsa (lewat waktu) berkaitan dengan adanya jangka waktu tertentu yang dapat mengakibatkan seseorang mendapatkan suatu hak milik (acquisitive verjaring) atau juga karena lewat waktu menyebabkan seseorang dibebaskan dari suatu penagihan atau tuntutan hukum (inquisitive verjaring). Selain itu diatur juga hal-hal mengenai “pelepasan hak” atau “rechtsverwerking” yaitu hilangnya hak bukan karena lewatnya waktu tetapi karena sikap atau tindakan seseorang yang menunjukan bahwa ia sudah tidak akan mempergunakan suatu hak.

  Bab I- Tentang pembuktian pada umumnya Bab II- Tentang pembuktian dengan tulisan Bab III- Tentang pembuktian dengan saksi-saksi Bab IV- Tentang persangkaan-persangkaan Bab V- Tentang pengakuan Bab VI- Tentang sumpah di muka hakim Bab VII- Tentang daluwarsa dengan berbagai bab Buku ketiga tentang pelanggaran.

  Yaitu pelanggaran terhadap ketertiban umum. Misalnya: pengemisan, penggelandangan, dan lain-lain.

  Bab I- Tentang pelanggaran keamanan umum bagi orang atau barang dan kesehatan Bab II- Tentang pelanggaran ketertiban umum Bab III- Tentang pelanggaran terhadap penguasa umum Bab IV- Tentang pelanggaran mengenai asal usul dan perkawinan Bab V- Tentang pelanggaran terhadap orang yang memerlukan pertolongan

  Bab VI- Tentang pelanggaran kesusilaan Bab VII- Tentang pelanggaran mengenai tanah, tanaman dan pekarangan

  Bab VIII- Tentang pelanggaran jabatan Bab IX- Tentang pelanggaran pelayanan PERBEDAAN DALAM DASAR BERLAKUNYA HUKUM DI INDONESIA HUKUM PERDATA HUKUM PIDANA Yang menjadi dasar berlakunya BW Asas berlakunya hukum pidana adalah asas legalitas pasal 1(1) di Indonesia adalah pasal 1 aturan KUHPidana peralihan UUD 1945 , yang berbunyi : Yaitu yang berbunyi: “segala peraturan perundang-undangan Sesuatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan yang ada masih tetap berlaku selama kekuatan ketentungan perundang-undangan pidana yang telah ada belum diadakannya aturan yang baru Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah menurut undang-undang dasar ini.” perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya

  PERBEDAAN DALAM MENGATUR HUKUM PERDATA HUKUM PIDANA Hukum Perdata mengatur hubungan hukum hukum pidana adalah hukum yang mengatur antara orang satu dengan orang lain dengan hubungan antara seorang anggota masyarakat (sebagi menitikberatkan pada kepentingan perorangan. warga Negara) dengan Negara (sebagai penguasa tata Misal: A merupakan anggota kelompok tertib masyarakat). simpan pinjam “MAWAR BERSEMI”. Pada waktu Misal: Ketua kelompok UEP “MELATI meminjam dana pada “MAWAR BERSEMI” si A PUTIH” Tidak menyerahkan setoran anggota terikat kontrak dengan program “MAWAR kelompoknya kepada UEP “MELATI PUTIH”, tetapi BERSEMI”. Hubungan hukum antara A dan digunakan untuk kepentingan pribadi. Maka perbuatan “MAWAR BERSEMI” dikenai aturan hukum tersebut termasuk tindak pidana, yaitu masuk dalam perdata. Bila dikemudian hari A tidak mau klausul delik pidana penggelapan mengembalikan uang yang dipinjamnya, tindakan ini akan dikenai aturan hukum perdata

  PERBEDAAN DALAM PENERAPAN HUKUM PERDATA HUKUM PIDANA Pelanggaran Pelanggaran terhadap aturan hukum pidana segera diambil tindakan terhadap aturan hukum oleh aparat hukum tanpa ada pengaduan dari pihak yang dirugikan, kecuali perdata baru dapat diambil tindak pidana yang termasuk dalam delik aduan seperti perkosaan, kekerasan tindakan oleh pengadilan dalam rumah tangga, pencurian oleh keluarga, dll. setelah ada pengaduan oleh Pelanggaran terhadap hukum pidana pada umumnya segera diambil pihak berkepentingan yang tindakan oleh pengadilan tanpa perlu ada pengaduan dari pihak yang merasa dirugikan (disebut: dirugikan. Setelah ada pelanggaran terhadap norma hukum pidana, maka alat- penggugat) alat perlengkapan negara seperti polisi, jaksa dan hakim segera bertindak.

  Pelanggaran Pihak yang menjadi korban cukuplah melaporkan kepada pihak yang terhadap hukum perdata berwajib (polisi) tentang tindak pidana yang terjadi. Dan yang menjadi diambil diambil tindakan penggugat adalah Jaksa (Penuntut Umum) oleh pengadilan setelah Terhadap beberapa tindak pidana tertentu tidak akan diamabil tindakan oleh adanya pengaduan dari pihak pihak yang berwajib jika tidak diajukan pengaduan, misalnya ynag merasa dirugikan. Pihak perzinahan,pencurian, perkosaan dsb. yang mengadu tersebut menjadi penggugat dalam perkara tersebut.

  PERBEDAAN PENAFSIRAN HUKUM PERDATA HUKUM PIDANA Hukum perdata memperbolehkan untuk Hukum pidana hanya boleh ditafsirkan melakukan berbagai interpretasi terhadap menurut arti kata dalam Undang-Undang Hukum Pidana

  Undang-Undang Hukum Perdata. itu sendiri. (penafsiran authentuik)