TA : Rancang Bangun Aplikasi Analisis Kebutuhan Pelatihan Berbasis Kompetensi Pada PT. Smart Tbk.

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

PT. Sinar Mas Agro Resource and Technology (SMART) Tbk. adalah salah satu perusahaan produsen minyak goreng, margarin dan minyak mentah atau yang disebut dengan Crude Palm Oil (CPO) dengan bahan baku kelapa sawit terbesar di Indonesia. PT.SMART Tbk. memiliki tujuan bisnis untuk menjadi yang terbaik dengan tekad menjadi perusahaan berbasis kelapa sawit di Indonesia yang terbesar, terintegrasi dan menguntungkan bagi konsumen. Aktivitas utama PT.SMART Tbk. dimulai dari penanaman dan pemanenan pohon kelapa sawit, pengolahan tandan buah segar menjadi minyak sawit dan inti sawit, serta pemrosesan CPO menjadi produk industri dan konsumen. PT.SMART Tbk. juga mendistribusikan, memasarkan dan mengekspor produk konsumen berbasis kelapa sawit.

Refinery PT.SMART Tbk. Surabaya merupakan salah satu unit bisnis PT.SMART Tbk. yang melakukan pengelolaan, pemasaran dan penjualan produk berbasis kelapa sawit. Unit bisnis tersebut mempekerjakan karyawan lebih dari 800 orang. Setiap karyawan yang bekerja harus memiliki pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan jenis pekerjaannya. Oleh karena itu, setiap tahun diadakan sebuah pelatihan. Pelatihan tersebut bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan karyawan secara optimal dan untuk memenuhi kebutuhan perusahaan akan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas.


(2)

Sebagai contoh pada penilaian kompetensi karyawan tahun 2012, beberapa jabatan yang terdapat pada departemen produksi membutuhkan karyawan yang memiliki kompetensi mengenai HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Seperti yang tercantum pada Tabel 1.1, menunjukkan bahwa sebanyak 15 karyawan belum berkompeten dalam mengimplementasikan HACCP. HACCP merupakan sistem manajemen mutu yang harus dipahami dan diimplementasikan dengan benar oleh karyawan sesuai standar. Jika kompetensi dalam mengimplementasikan HACCP tersebut tidak terpenuhi, maka proses produksi yang dilaksanakan oleh karyawan tidak akan menjamin keamanan pangan pada sebuah produk yang dihasilkan.

Tabel 1.1 Jumlah Karyawan Kompeten Pada Kompentensi HACCP

Jabatan Kebutuhan

Karyawan

Ketersediaan Karyawan

Jumlah Karyawan

Berkompeten Belum

Berkompeten

Maintenance Officer 1 1 0 1

Filling Maintenance Operator 3 3 2 1

Operator ISB Surabaya 6 6 5 1

Operator Sealer 5 5 4 1

Operator Ingredient 5 5 4 1

Operator Fat Blend & GA 10 10 8 2

Operator Packing Auto 53 53 52 1

Operator Packaging 10 10 8 2

Operator Siem/428 9 9 7 2

Operator Timbangan 5 5 3 2

Operator Heating Cooling 6 6 5 1

Total 113 113 98 15

Saat ini permasalahan yang dihadapi oleh PT. SMART Tbk. adalah kompetensi yang dimiliki karyawan saat ini belum sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan. Hal tersebut dikarenakan pelaksanaan pelatihan yang diajukan oleh department head, dilakukan tanpa adanya identifikasi mengenai pelatihan apa yang dibutuhkan oleh setiap karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Sehingga pelaksanaan pelatihan tidak dapat meningkatkan kompetensi setiap


(3)

karyawan dalam melaksanakan pekerjaan. Selain itu, pelaksanaan pelatihan juga akan menghabiskan banyak biaya.

Menentukan kebutuhan pelatihan dengan pendekatan berbasis kompetensi akan dapat membantu mengidentifikasi pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku apa yang diperlukan oleh karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya (Gupta dkk, 2007). Pengukuran kebutuhan (need assessment) merupakan konsep yang digunakan untuk menentukan kebutuhan pelatihan (Noe, 2000). Konsep tersebut disebut juga dengan analisis kebutuhan pelatihan atau analisis kesenjangan (gap analysis) yang dilakukan dengan mengukur kesenjangan antara tingkat kompetensi karyawan pada saat ini dengan tingkat kompetensi yang dibutuhkan dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Hariandja (2007) mengemukakan bahwa analisis kebutuhan pelatihan sangat penting karena merupakan landasan untuk kegiatan selanjutnya seperti pemilihan metode pelatihan yang tepat dan biaya pelatihannya.

Dari uraian diatas maka diperlukan suatu aplikasi analisis kebutuhan pelatihan berbasis kompetensi. Aplikasi tersebut diharapkan dapat menentukan kebutuhan pelatihan pada setiap karyawan sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan dalam melaksanakan pekerjaan.

1.2 Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang di atas, perumusan masalah yang didapat adalah Bagaimana menentukan kebutuhan pelatihan bagi setiap karyawan sesuai dengan kebutuhan dalam melaksanakan pekerjaan.


(4)

1.3 Pembatasan Masalah

Agar tugas akhir ini menjadi lebih fokus, maka perlu adanya batasan masalah sebagai berikut:

1. Lokasi penelitian dilaksanakan pada operasi bisnis hilir (Downstream) PT.SMART Tbk. Refinery Surabaya di Departemen Personnel & General Affairs.

2. Level kompetensi pada jenis kompetensi yang dibutuhkan organisasi di setiap jabatan/pekerjaan telah ditentukan antara 1 sampai dengan 4.

1.4 Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dalam tugas akhir ini yang akan dicapai adalah menghasilkan aplikasi analisis kebutuhan pelatihan berbasis kompetensi pada PT.SMART Tbk.

1.5 Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari perancangan suatu aplikasi analisis kebutuhan pelatihan berbasis kompetensi pada PT. SMART Tbk adalah sebagai berikut:

1. Department head dapat mengetahui kebutuhan pelatihan diperlukan oleh karyawan dengan tepat.

2. Training officer dapat mengetahui peserta yang akan mengikuti pelatihan beserta jumlahnya.

3. Karyawan dalam mendapatkan pengetahuan dan keahlian secara tepat dan sesuai kebutuhan untuk melaksanakan pekerjaannya.


(5)

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika yang digunakan dalam penyusunan laporan ini dibedakan dengan pembagian bab sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan latar belakang, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan, manfaat dan sistematika dari rancang bangun aplikasi analisis kebutuhan pelatihan berbasis kompetensi.

BAB II : LANDASAN TEORI

Bab ini menjelaskan tentang teori yang berkaitan dengan pelatihan, kompetensi, analisis kebutuhan pelatihan dan software engineering. Teori tersebut digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dalam rancang bangun aplikasi analisis kebutuhan pelatihan berbasis kompetensi.

BAB III : ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

Bab ini menjelaskan tentang pembahasan sistem dan perancangan sistem yang meliputi prosedur penelitian, identifikasi permasalahan, document flow, system flow, context diagram, HIPO, Data Flow Diagram (DFD), Entity Relationship Diagram (ERD), Contextual Data Model (CDM), Physical Data Model (PDM), desain I/O dan pseudocode program unit.


(6)

BAB IV : EVALUASI DAN IMPLEMENTASI

Bab ini menjelaskan tentang implementasi dari analisis dan aplikasi yang dibuat secara keseluruhan beserta penjelasan dari rancangan input dan output. Adapun isi dari bab ini antara lain: Kebutuhan hardware, kebutuhan software, instalasi aplikasi, hasil uji coba sistem, uji coba kemudahan penggunaan aplikasi oleh end user dan hasil evaluasi sistem mengenai uji coba aplikasi,.

BAB V : PENUTUP

Bab ini menjelaskan tentang penutup yang berisi kesimpulan setelah program aplikasi selesai dibuat dan saran untuk proses pengembangan selanjutnya.


(7)

7

Landasan teori merupakan panduan untuk menemukan solusi pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Pada bab ini akan dikemukakan landasan teori yang terkait dengan permasalahan untuk mendukung rancang bangun aplikasi analisis kebutuhan pelatihan berbasis kompetensi.

2.1 Pelatihan

2.1.1Definisi Pelatihan

Menurut Rivai (2004) pelatihan adalah proses sistematis mengubah tingkah laku karyawan untuk mencapai tujuan organisasi. Selain itu, Mathis dan Jackson (2006) juga mengemukakan bahwa pelatihan yaitu proses dimana orang mendapatkan kapabilitas untuk mendapatkan pencapaian tujuan-tujuan organisasional. Orientasi adalah usaha membantu para pekerja agar mengenali secara baik dan mampu beradaptasi dengan suatu situasi atau dengan lingkungan/iklim bisnis suatu organisasi. Jadi dikatakan bahwa pelatihan khususnya orientasi yaitu suatu proses dimana kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengetahui tingkat keterampilan, kecakapan para karyawannya dan perusahaan berharap agar setelah diberi pelatihan para karyawan mampu menunjukkan prestasi kerjanya di dalam perusahaan dan juga membantu calon karyawan baru beradaptasi dengan lingkungan kerjanya.


(8)

Orientasi yang efektif akan mencapai beberapa tujuan utama (Mathis dan Jackson, 2006):

1. Membentuk kesan yang menguntungkan pada karyawan dari organisasi dan pekerjaan.

2. Menyampaikan informasi mengenai organisasi dan pekerjaan. 3. Meningkatkan penerimaan antar pribadi oleh rekan-rekan kerja.

4. Mempercepat sosialisasi dan integrasi karyawan baru ke dalam organisasi. 5. Memastikan bahwa kinerja dan produktivitas karyawan dimulai lebih cepat. 2.1.2Tujuan Pelatihan

Menurut Mathis dan Jackson (2006) menyatakan bahwa pelatihan dapat dirancang untuk memenuhi sejumlah tujuan berbeda dan dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai cara. Beberapa pengelompokan yang umum meliputi:

1. Pelatihan yang dibutuhkan dan rutin

Dilakukan untuk memenuhi berbagai syarat hukum yang diharuskan dan berlaku sebagai pelatihan untuk semua karyawan (orientasi karyawan baru).

2. Pelatihan pekerjaan atau teknis

Memungkinkan para karyawan untuk melakukan pekerjaan, tugas, dan tanggung jawab mereka dengan baik (misalnya pengetahuan tentang produk, proses dan prosedur teknis, dan hubungan pelanggan).

3. Pelatihan antar pribadi dan pemecahan masalah

Dimaksudkan untuk mengatasi masalah operasional dan antar pribadi serta meningkatkan hubungan dalam pekerjaan organisasional (misalnya komunikasi


(9)

antar pribadi keterampilan-keterampilan manajerial atau kepengawasan dan pemecahan konflik).

4. Pelatihan perkembangan dan inovatif

Menyediakan fokus jangka panjang untuk meningkatkan kapabilitas individual dan organisasional untuk masa depan (misalnya praktik-praktik bisnis, perkembangan eksekutif dan perubahan organisasional).

2.1.3Jenis Pelatihan

Jenis pelatihan menurut Mathis dan Jackson (2006) menyatakan bahwa ada 3 jenis yang dapat ditetapkan yaitu sebagai berikut:

1. Pengetahuan

Menanamkan informasi kognitif dan perincian untuk peserta pelatihan. 2. Keterampilan

Mengembangkan perubahan perilaku dalam menjalankan kewajiban-kewajiban pekerjaan dan tugas.

3. Sikap

Menciptakan ketertarikan dan kesadaran akan pentingnya pelatihan.

Keberhasilan dari pelatihan harus diukur dalam hubungannya dengan serangkaian tujuan karena pelatihan jarang mempunyai anggaran tidak terbatas dan organisasi mempunyai banyak kebutuhan pelatihan, maka diperlukan adanya penetapan prioritas.


(10)

2.1.4Sasaran Pelatihan

Menurut Rivai dan Sagala (2009), pada dasarnya setiap kegiatan yang terarah tentu harus mempunyai sasaran yang jelas, memuat hasil yang ingin dicapai dalam melaksanakan kegiatan tersebut. Demikian pula dengan program pelatihan, hasil yang ingin dicapai hendaknya dirumuskan dengan jelas agar langkah-langkah persiapan dan pelaksanaan pelatihan dapat diarahkan untuk mencapai sasaran yang ditentukan. Oleh karena itu, sasaran pelatihan dikategorikan ke dalam beberapa tipe tingkah laku yang diinginkan, antara lain:

1. Kategori psikomotorik, meliputi pengontrolan otot-otot sehingga orang dapat melakukan gerakan-gerakan yang tepat. Sasarannya adalah agar orang tersebut memiliki keterampilan fisik tertentu.

2. Kategori afektif, meliputi perasaan, nilai dan sikap. Sasaran pelatihan dalam kategori ini adalah untuk membuat orang mempunyai sikap tertentu.

3. Kategori kognitif, meliputi proses intelektual seperti mengingat, memahami, dan menganalisis. Sasaran pelatihan pada kategori ini adalah untuk membuat orang mempunyai pengetahuan dan keterampilan berpikir.

2.1.5Prinsip-prinsip Pelatihan

Sofyandi (2008) mengemukakan lima prinsip pelatihan sebagai berikut: 1. Participation, artinya dalam pelaksanaan pelatihan para peserta harus ikut aktif

karena dengan partisipasi peserta akan lebih cepat menguasai dan mengetahui berbagai materi yang diberikan.


(11)

2. Repetition, artinya senantiasa dilakukan secara berulang karena dengan ulangan-ulangan ini peserta akan lebih cepat untuk memahami dan mengingat apa yang telah diberikan.

3. Relevance, artinya harus saling berhubungan. Sebagai contoh, para peserta pelatihan terlebih dahulu diberikan penjelasan secara umum tentang suatu pekerjaan sebelum mereka mempelajari hal-hal khusus dari pekerjaan tersebut. 4. Transference, artinya program pelatihan harus disesuaikan dengan

kebutuhan-kebutuhan yang nantinya akan dihadapi dalam pekerjaan yang sebenarnya.

5. Feedback, artinya setiap program pelatihan yang dilaksanakan selalu dibutuhkan umpan balik yaitu untuk mengukur sejauh mana keberhasilan dari program pelatihan tersebut.

2.1.6Langkah-langkah Pelatihan

Menurut Dessler (2006), lima langkah pelatihan, yaitu:

1. Analisis kebutuhan, yaitu mengetahui keterampilan dan kebutuhan calon yang akan dilatih dan mengembangkan pengetahuan khusus yang terukur serta tujuan prestasi.

2. Merencanakan instruksi, yaitu untuk memutuskan, menyusun dan menghasilkan isi program pelatihan termasuk buku kerja, latihan dan aktivitas.

3. Validasi, dimana orang-orang yang terlibat membuat sebuah program pelatihan dengan menyajikannya kepada beberapa pemirsa yang dapat mewakili.


(12)

5. Evaluasi dan tindak lanjut, dimana manajemen menilai keberhasilan atau kegagalan program pelatihan.

2.1.7Metode Pelatihan

Menurut Rachmawati (2008), ada dua metode yang digunakan perusahaan untuk pelatihan, yaitu:

1. On the job training

Pelatihan pada karyawan untuk mempelajari bidang pekerjaannya dengan benar-benar mengerjakannya. Beberapa bentuk pelatihan on the job training, yaitu: a. Couching/understudy

Bentuk pelatihan dan pengembangan ini dilakukan di tempat kerja oleh atasan atau karyawan yang berpengalaman. Metode ini dilakukan dengan pelatihan cara informal dan tidak terencana dalam melakukan pekerjaan seperti menyelesaikan masalah, partisipasi dengan tim, kekompakkan, pembagian pekerjaan, dan hubungan dengan atasan atau teman kerja.

b. Pelatihan magang/apprenticeship training

Pelatihan yang mengkombinasikan antara pelajaran di kelas dengan praktik di tempat kerja setelah beberapa teori diberikan pada karyawan. Karyawan akan dibimbing untuk mempraktikkan dan mengaplikasikan semua prinsip belajar pada keadaan pekerjaan sesungguhnya.

Keuntungan metode on the job training menurut Dessler (2006), yaitu: a. Metode ini relatif tidak mahal; orang yang dilatih belajar sambil bekerja.


(13)

b. Tidak membutuhkan fasilitas di luar kantor yang mahal seperti ruang kelas atau peralatan belajar tertentu.

c. Metode ini juga memberikan pembelajaran, karena orang yang dilatih belajar dan

juga melakukannya dan mendapatkan timbal balik yang cepat atas prestasimereka.

2. Off the job training

Pelatihan yang menggunakan situasi di luar pekerjaan. Dipergunakan apabila banyak pekerja yang harus dilatih dengan cepat seperti halnya dalam penguasaan pekerjaan. Beberapa bentuk pelatihan off the job training, yaitu:

a. Lecture

Teknik seperti kuliah dengan presentasi atau ceramah yang diberikan penyelia/pengajar pada kelompok karyawan. Dilanjutkan dengan komunikasi dua arah dan diskusi. Hal ini digunakan untuk memberikan pengetahuan umum pada peserta.

b. Presentasi dengan video

Teknik ini menggunakan media video, film, atau televisi sebagai sarana presentasi tentang pengetahuan atau bagaimana melakukan suatu pekerjaan. Metode ini dipakai apabila peserta cukup banyak dan masalah yang dikemukakan cukup kompleks.

c. Vesibule training

Pelatihan dilakukan di tempat yang dibuat seperti tempat kerja yang sesungguhnya dan dilengkapi fasilitas peralatan yang sama dengan pekerjaan sesungguhnya.


(14)

d. Bermain peran (role playing)

Teknik pelatihan ini dilakukan seperti simulasi dimana peserta memerankan jabatan atau posisi tertentu untuk bertindak dalam situasi yang khusus.

e. Studi kasus

Teknik ini dilakukan dengan memberikan sebuah atau beberapa kasus manajemen untuk dipecahkan dan didiskusikan di kelompok atau tim dimana masing-masing tim akan saling berinteraksi dengan anggota tim yang lain. f. Self study

Merupakan teknik pembelajaran sendiri oleh peserta dimana peserta dituntut untuk proaktif melalui media bacaan, materi, video dan kaset.

g. Program pembelajaran

Pembelajaran ini seperti self study, tapi kemudian peserta diharuskan membuat rangkaian pertanyaan dan jawaban dalam materi sehingga dalam pertemuan selanjutnya rangkaian pertanyaan tadi dapat disampaikan pada penyelia atau pengajar untuk diberikan umpan balik.

h. Laboratory training

Latihan untuk meningkatkan kemampuan melalui berbagai pengalaman, perasaan, pandangan dan perilaku di antara para peserta.

i. Action learning

Teknik ini dilakukan dengan membentuk kelompok atau tim kecil dengan memecahkan permasalahan dan dibantu oleh seorang ahli bisnis dari dalam perusahaan atau luar perusahaan.


(15)

2.2 Analisis Kebutuhan Pelatihan (Training Need Analysis) 2.2.1Definisi Analisis Kebutuhan Pelatihan

Menurut Mangkunegara (2003), Analisis kebutuhan pelatihan (Training Need Analysis) adalah suatu studi sistematis tentang suatu masalah pendidikan dengan pengumpulan data dan informasi dari berbagai sumber untuk mendapatkan pemecahan masalah atau saran tindakan selanjutnya. Analisis kebutuhan pelatihan merupakan sebuah analisis kebutuhan workplace yang secara spesifik dimaksudkan untuk menentukan apa sebetulnya kebutuhan pelatihan yang menjadi prioritas. Informasi kebutuhan tersebut akan dapat membantu perusahaan dalam menggunakan sumber daya (waktu, dana, dan lain-lain) secara efektif sekaligus menghindari kegiatan pelatihan yang tidak perlu.

Analisis kebutuhan pelatihan adalah suatu diagnosa untuk menentukan masalah yang dihadapi saat ini dan tantangan di masa mendatang yang harus dipenuhi oleh program pelatihan dan pengembangan (Rivai dan Sagala, 2009). Hariandja (2007), mengemukakan analisis kebutuhan pelatihan dan pengembangan sangat penting, rumit, dan sulit. Dikatakan sangat penting karena di samping menjadi landasan kegiatan selanjutnya seperti pemilihan metode pelatihan yang tepat, biaya pelatihannya tidak murah. Sehingga, jika pelatihan tidak sesuai dengan kebutuhan, selain tidak meningkatkan kemampuan organisasi juga akan menghabiskan banyak biaya. Selanjutnya dikatakan rumit dan sulit sebab perlu mendiagnosis kompetensi organisasi pada saat ini dan kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan kecenderungan perubahan situasi lingkungan yang sedang dihadapi dan yang akan dihadapi pada masa yang akan datang.


(16)

2.2.2Alasan Diadakannya Kebutuhan Pelatihan

Hardjana (2001), mengemukakan bahwa kebutuhan pelatihanmuncul apabila:

1. Kinerja dan prestasi karyawan belum sesuai dengan standar yang sudah ditentukan

karena faktor-faktor yang ada pada mereka.

2. Organisasi menetapkan sasaran-sasaran baru, produk baru atau pasar baru.

3. Organisasi mengadakan perluasan atau perampingan usaha sehingga perlu dibentuk

struktur kerja baru.

4. Organisasi mengadakan modernisasi dibidang peralatan, struktur organisasi dan

manajemen baru.

5. Terbit dan berlaku perundang-undangan pemerintah yang baru yang menuntun

penyesuaian dan perubahan pada organisasi.

2.2.3Tujuan Analisis Kebutuhan Pelatihan

Tujuan dari analisis kebutuhan menurut Panggabean (2004) sebagai berikut:

1. Mengindentifikasi keterampilan prestasi kerja khusus yang dibutuhkan untuk

memperbaiki kinerja dan produktivitas.

2. Menganalisis karakteristik peserta untuk menjamin bahwa program tersebut cocok

untuk tingkat pendidikan, pengalaman, dan keterampilan begitu juga sikap dan

motivasi seseorang.

3. Mengembangkan pengetahuan khusus yang dapat diukur dan objektif. Dalam tahap ini

harus ada keyakinan bahwa penurunan kinerja dapat ditingkatkan melalui pelatihan


(17)

2.2.4Tipe Analisis Kebutuhan Pelatihan

Tipe analisis yang diperlukan dalam analisis kebutuhan pelatihan menurut Arep dan Tanjung (2002), yaitu:

1. Analisis organisasional

Analisis terhadap segala permasalahan organisasi yang lebih difokuskan pada permasalahan internal organisasi/perusahaan.

2. Analisis operasional

Analisis yang diperlukan untuk menentukan standar operasi yang tepat dalam melakukan suatu pekerjaan. Orang yang dibutuhkan dalam analisis operasional ini adalah seorang ahli/pakar yang dapat menentukan standar operasi yang mencakup perilaku standar pemegangjabatan.

3. Analisis individu

Analisis yang dilakukan secara personal untuk menentukan apakah terdapat kesenjangan antara kebutuhan-kebutuhan kerja dan organisasi yang teridentifikasi (standar yang ditentukan) dengan perilaku dan karakteristik masing-masing karyawan. Jika terdapat perbedaan antara kinerja yang diharapkan dengan kinerja sesungguhnya, maka pelatihan individu menjadi kebutuhan.

2.2.5Langkah-langkah Analisis Kebutuhan Pelatihan

Menurut Grace (2001), langkah-langkah dasar untuk melaksanakan analisis kebutuhan pelatihan adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi tujuan organisasi dengan memastikan bahwa organisasi memiliki tujuan bisnis yang jelas dan terfokus.


(18)

2. Menunjuk koordinator pelatihan untuk melakukan pengelolaan kegiatan pelatihan dari perencanaan sampai dengan berlangsungnya kegiatan pelatihan.

3. Mengumpulkan informasi tentang keterampilan dan kemampuan karyawan apa yang perlu dilakukan, apa yang sedang dilakukan serta bagaimana seseorang harus melakukannya dengan baik.

4. Menganalisis informasi tentang keterampilan dan kemampuan karyawan yang harus dicapai untuk saat ini dan masa depan.

5. Mengidentifikasi kesenjangan antara situasi saat ini dan apa yang akan diperlukan. 2.2.6Konsep Analisis Kesenjangan (Gap Analysis)

Berikut adalah rumus yang dibangun untuk membantu dalam melakukan analisis (Tasie, 2011):

(C) = (A-B) ………..…. (2.1)

Keterangan:

A = Tingkat kompetensi yang dimiliki oleh karyawaan saat ini (current competency) B = Tingkat kompetensi yang dibutuhkan oleh jabatan (expected competency) C = Tingkat kesenjangan kompetensi (gap)

Penentuan perlu tidaknya diberikan pelatihan ditentukan dengan hasil perhitungan gap. Jika gap kurang dari 0, maka diperlukan pelatihan. Jika gap sama dengan 0 atau lebih dari 0, maka hasil tersebut juga dapat dijadikan sebagai acuan untuk kemajuan karir pada karyawan.


(19)

2.2.7Penentuan Prioritas Kebutuhan Pelatihan

Hal yang perlu diperhatikan jika kebutuhan pelatihan telah ditentukan adalah menentukan sebuah prioritas dari pelatihan yang akan dilaksanakan. Seorang koordinator pelatihan akan mengidentifikasi prioritas pelaksanaan pelatihan sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Berapa banyak karyawan yang membutuhkan pelatihan dan sumber daya apa yang tersedia untuk pelatihan, merupakan suatu hal yang dipertimbangkan dalam memprioritaskan pelatihan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tasie (2011) tentang analisis kebutuhan pelatihan berbasis kompetensi, menjelaskan penentuan prioritas pelaksanaan pelatihan dilakukan dengan menggunakan perhitungan rata-rata dari hasil perhitungan kesenjangan pada setiap kompetensi. Skala rata-rata hasil perhitungan kesenjangan tersebut dibagi menjadi 3 bagian, yaitu high priority, medium priority, low priority. Rata-rata hasil perhitungan kesenjangan tertinggi yang akan diprioritaskan untuk dilaksanakan.

2.3 Kompetensi

2.3.1Definisi Kompetensi

Menurut Simanjuntak (2005) kompetensi individu adalah kemampuan dan keterampilan melakukan kerja. Kompetensi setiap orang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dikelompokkan dalam 2 golongan, yaitu:

1. Kemampuan dan keterampilan kerja. 2. Motivasi dan etos kerja.


(20)

Sedangkan Mathis dan Jackson (2006) mengatakan kompetensi adalah karakteristik-karakteristik dasar yang dapat dihubungkan dengan kenaikan kinerja individu atau tim. Ada semakin banyak organisasi menggunaan pendekatan kompetensi adalah:

1. Untuk mengkomunikasikan perilaku yang dihargai di seluruh organisasi. 2. Untuk meningkatkan tingkat kompetensi di organisasi tersebut.

3. Untuk menekankan kapabilitas karyawan guna meningkatkan keunggulan kompetitif organisasional.

Manopo (2011), dalam bukunya yang berjudul “Competency Based Talent and Performance Management System” menjelaskan bahwa definisi atau pendekatan kompetensi yang relevan dapat digunakan dan diimplementasikan di dalam organisasi adalah sebagai berikut:

1. Model kompetensi menggambarkan kombinasi perilaku antara pengetahuan, keterampilan, dengan karakteristik yang diperlukan untuk menunjukkan perannya dalam organisasi secara efektif dan kinerja yang sesuai di dalam organisasi (Lucia dan Lepsinger, 1999).

2. Sekumpulan perilaku spesifik yang dapat diamati dan dibutuhkan oleh seseorang untuk sukses dalam melakukan peran dan mencapai tujuan/target perusahaan (Byham dan Moyer, 1998).

Berdasarkan definisi-definisi kompetensi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi adalah sekumpulan perilaku organisasi yang dibentuk dari beberapa pengetahuan, keterampilan, sikap dan karakteristik pribadi yang diperlukan


(21)

oleh seseorang untuk sukses dalam melakukan pekerjaan dan mencapai tujuan organisasi.

2.3.2Manfaat Pengembangan Model Kompetensi

Menurut Manopo (2011), manfaat dari pengembangan model kompetensi di organisasi dan implementasinya adalah sebagai berikut:

1. Dapat merekrut orang-orang terbaik sesuai dengan pekerjaan dan kebutuhan organisasi

2. Memaksimalkan produktivitas. Dengan adanya model kompetensi, organisasi terbantu untuk mengidentifikasi kebutuhan pengembangan, termasuk mendorong arah bisnis dan individu untuk fokus pada pengaruh yang dimunculkan terhadap kinerja tertinggi.

3. Memberi kesempatan dilakukannya proses umpan balik 360 derajat (360 degree feedback). Proses ini diperlukan untuk menggambarkan bagaimana seseorang benar-benar bekerja dengan memfokuskan pada perilaku yang efektif untuk menunjang pekerjaan.

4. Dapat adaptasi terhadap perubahan.

5. Menghubungkan perilaku ke dalam strategi dan nilai-nilai organisasi. 2.3.3Model Kompetensi Spencer

Menurut Spencer dan Spencer dalam Manopo (2011) mendefinisikan kompetensi sebagai sejumlah karakteristik individu yang berhubungan dengan acuan kriteria perilaku yang diharapkan dan kinerja yang terbaik dalam sebuah pekerjaan atau situasi yang diharapkan untuk dipenuhi.


(22)

Dengan kata lain, kompetensi menurut Spencer dan Spencer memandang kompetensi terdiri atas beberapa aspek berikut:

1. Sejumlah karakteristik bermakna sebagai faktor penting seorang individu dan menjadi bagian dari kepribadian seseorang serta dapat memprediksi perilaku yang muncul.

2. Kompetensi memprediksi perilaku atau kinerja.

3. Kompetensi mampu memprediksi secara aktual apakah seseorang berperilaku secara sesuai atau tidak dalam pekerjaannya.

Dalam aplikasinya, Spencer dan Spencer membuat rating terhadap penguasaan seseorang terhadap kompetensi yang dimaksud. Hal ini akan memudahkan seseorang user untuk mengidentifikasi secara objektif dan terukur mengenai level kompetensi yang diharapkan dengan pencapaian individu terhadap kompetensi yang dimaksud. Di sini, Spencer dan Spencer menggunakan pendekatan skala Likert untuk mendefinisikan level kompetensi tersebut.

2.3.4Penilaian Berbasis Kompetensi

Menurut Fletcher (2005), penilaian berbasis kompetensi adalah suatu kegiatan pengumpulan bukti yang memadai untuk menunjukkan bahwa seseorang dapat melakukan atau berperilaku sesuai standar yang ditetapkan dalam peran tertentu. Dalam penilaian berbasis kompetensi, perhatian akan ditujukan pada kinerja aktual. Oleh karena itu, fokus yang akan dilakukan adalah pada apa yang dapat dilakukan oleh seseorang. Adapaun ciri-ciri dari pendekatan penilaian berbasis kompetensi adalah sebagai berikut:


(23)

1. Fokus pada hasil.

2. Penilaian bersifat individual.

3. Tidak ada perbandingan dengan hasil individu lain. 4. Semua standar (persyaratan) harus dipenuhi.

5. Proses berkelanjutan (mengarahkan pada pengembangan dan penilaian lebih lanjut).

Penilaian berbasis kompetensi menghasilkan nilai kompeten dan belum kompeten pada setiap jenis kompetensi. Langkah-langkah untuk melakukan penilaian berbasis kompetensi terhadap seseorang adalah sebagai berikut:

1. Menetapkan kriteria yang dipersyaratkan untuk individu dalam melakukan pekerjaan.

2. Mengumpulkan bukti mengenai hasil kinerja individu. 3. Mencocokan bukti dengan hasil yang dipersyaratkan.

4. Membuat penilaian mengenai pencapaian terhadap semua hasil kinerja yang dipersyaratkan.

5. Mengalokasikan nilai kompeten dan belum kompeten pada setiap kompetensi. 6. Membuat rencana untuk kompetensi-kompetensi yang belum kompeten.

Individu dapat dikatakan kompeten jika telah mencapai level kompetensi yang telah disyaratkan. Sesuai dengan model kompetensi Spencer, untuk mencapai suatu level kompetensi, individu harus dapat bersikap dan berperilaku sesuai dengan indikator perilaku pada setiap level kompetensi. Indikator perilaku tersebut merupakan suatu daftar perilaku yang harus ditampilkan untuk menentukan apakah


(24)

seseorang telah menunjukkan kompetensi tertentu atau tidak dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.

Penentuan level kompetensi dapat dilakukan dengan mengukur persentase tingkat kemampuan dari setiap indikator perilaku yang terdapat dalam setiap level kompetensi. Tingkat kemampuan dari setiap indikator perilaku terbagi menjadi 3 bagian, yaitu, mampu, cukup mampu dan tidak mampu. Jika individu memiliki jumlah persentase > 0% tidak mampu atau ≥ 50% cukup mampu dalam menunjukkan perilaku tertentu maka dapat dikatakan belum mencapai suatu level kompetensi dan akan dibutuhkan pelatihan pada level tersebut. Jika individu memiliki jumlah persentase >50% mampu dalam menunjukkan perilaku tertentu maka dapat dikatakan telah mencapai suatu level kompetensi.

2.4 Rekayasa Perangkat Lunak (Software Engineering) 2.4.1Definisi Rekayasa Perangkat Lunak

Menurut Fritz Bauer dalam Pressman (2001), rekayasa perangkat lunak adalah penetapan dan pemakaian prinsip-prinsip rekayasa dengan tujuan mendapatkan perangkat lunak yang ekonomis, terpercaya, dan bekerja efisien pada mesin yang sebenarnya (komputer).

2.4.2Pengontrol Kualitas Perangkat Lunak

Menurut Pressman (2001), rekayasa perangkat lunak terbagi menjadi 3 lapisan yang mampu mengontrol kualitas dari perangkat lunak, yaitu:


(25)

1. Proses (process)

Proses merupakan lapisan paling dasar dalam rekayasa perangkat lunak. Proses dari rekayasa perangkat lunak adalah perekat yang menyatukan lapisan-lapisan teknologi dan memungkinkan pengembangan yang rasional dan periodik dari perangkat lunak komputer.

2. Metode (methods)

Metode dari rekayasa perangkat lunak menyediakan secara teknis bagaimana membangun sebuah perangkat lunak. Metode meliputi sekumpulan tugas yang luas, termasuk di dalamnya analisis kebutuhan, perancangan, konstruksi program, pengujian, dan pemeliharaan. Metode dari rekayasa perangkat lunak bergantung pada sekumpulan prinsip dasar masing-masing area teknologi dan memasukkan pemodelan aktivitas serta teknik deskriptif lainnya.

3. Alat bantu (tools)

Alat bantu dari rekayasa perangkat lunak menyediakan dukungan otomatis atau semi otomatis untuk proses dan metode. Ketika alat bantu diintegrasi, informasi akan diciptakan oleh sebuah alat bantu yang dapat digunakan oleh lainnya, sebuah sistem untuk mendukung pengembangan perangkat lunak, yang juga disebut computer-aided software engineering (CASE). CASE menggabungkan perangkat lunak, perangkat keras, dan database perangkat lunak untuk menciptakan lingkungan rekayasa perangkat lunak yang sejalan dengan computer-aided design/engineering (CAD/CAE) untuk perangkat keras.


(26)

2.4.3Waterfall Model

Menurut Pressman (2001), dalam perancangan perangkat lunak dikenal linier sequential model atau yang lebih dikenal dengan sebutan classic life cycle atau waterfall model. Model ini menyarankan pendekatan yang sistematik dan berurutan dalam pengembangan perangkat lunak. Berikut adalah aktivitas secara detail di dalam waterfall model, yaitu:

1. System engineering

Pemodelan ini diawali dengan mencari kebutuhan dari keseluruhan sistem yang akan diaplikasikan ke dalam bentuk perangkat lunak.

2. Analysis

Seluruh kebutuhan perangkat lunak harus didapatkan pada tahap ini, termasuk kegunaan perangkat lunak yang diharapkan pengguna dan batasan perangkat lunak.

3. Design

Desain dikerjakan setelah kebutuhan perangkat lunak dikumpulkan secara lengkap. Tahap ini digunakan untuk mengubah kebutuhan-kebutuhan tersebut menjadi representasi ke dalam bentuk blueprint software.

4. Coding

Perancangan yang telah dilakukan akan diterjemahkan ke dalam bentuk yang dimengerti oleh komputer.

5. Testing

Tahap ini akan menentukan apakah perangkat lunak memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan menemukan kesalahan dalam kode program.


(27)

6. Maintanance

Tahap ini akan menangani permasalahan dan memperbaiki permintaan setelah perangkat lunak dirilis.

Gambar 2.1 Waterfall Model (Pressman, 2001)

2.4.4Flow Chart

Flow chart adalah teknik analisis yang dipergunakan untuk mendeskripsikan beberapa aspek dari sistem informasi secara jelas, ringkas dan logis. Flow chart menggunakan serangkaian simbol standar yang menggambarkan prosedur yang digunakan oleh perusahaan dan arus data melalui sistem (Romney dan Steinbart, 2003). Ada dua macam flow chart yang menggambarkan proses dengan menggunakan komputer, yaitu:

1. Flow chart system

Flow chart system adalah suatu gambar yang menunjukkan hubungan antara input, pemrosesan dan output dari suatu sistem informasi.


(28)

2. Flow chart program

Flow chart program adalah bagan yang memperlihatkan urutan proses secara logis yang dilaksanakan oleh komputer dalam menjalankan sebuah program. Flow chart program ini merupakan langkah awal pembuatan program. Dengan adanya flow chart program maka urutan proses di program menjadi lebih jelas.

Flow chart disusun dengan simbol. Simbol-simbol yang digunakan dalam flow chart dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Simbol-simbol Flow Chart (Romney dan Steinbart, 2003)

Simbol Nama Keterangan

Terminal

Simbol untuk menunjukkan awal, akhir dan pemberhentian dalam suatu proses atau

program

Proses manual Simbol yang menunjukkan pengolahan yang dilakukan secara manual

Proses dengan komputer

Simbol untuk menunjukkan pengolahan yang dilakukan dengan komputer

Arah dokumen atau proses

Simbol menunjukkan arah aliran dokumen atau proses

On-page connector Simbol untuk menggambarkan proses pada halaman yang sama

Off-page connector Simbol untuk menggambarkan proses pada

halaman yang berbeda

Keputusan Simbol untuk kondisi yang mnggambarkan langkah pengambilan keputusan

On-line keying Simbol yang menyatakan input dengan menggunakan mesin yang mempunyai


(29)

Simbol Nama Keterangan

Dokumen

Simbol yang menyatakan input berasal dari dokumen dalam bentuk tulisan tangan atau

output dicetak dengan komputer

Input/output Simbol yang menyatakan proses input dan

output di dalam bagan alir program

Penyimpanan online

Simbol yang menggambarkan data yang disimpan dalam file on-line yang dapat diakses

secara langsung

2.4.5Data Flow Diagram (DFD)

Data Flow Diagram (DFD) merupakan suatu model logika data atau proses yang dibuat untuk menggambarkan darimana asal data dan kemana tujuan data yang keluar dari sistem, dimana data disimpan, proses apa yang menghasilkan data tersebut dan interaksi antara data yang tersimpan dan proses yang dikenakan pada data tersebut (Kendall dan Kendall, 2008). Diagram ini digunakan untuk menggambarkan arus data di dalam sistem secara terstruktur dan jelas. Selain itu, DFD merupakan gambaran dari sistem yang baik. Adapun beberapa simbol yang sering dipakai dalam DFD terdiri dari:

a. Simbol entity, digunakan sebagai sumber dari input sistem atau tujuan dari output sistem.


(30)

b. Simbol proses dimana sering digunakan untuk melakukan perubahan terhadap input yang masuk sehingga menghasilkan data dari perubahan input yang diolah.

Gambar 2.3 Simbol Process

c. Simbol data store atau penyimpanan data, sering digunakan sebagai simpanan dari data yang dapat berupa suatu file atau basis data.

Gambar 2.4 Simbol Data Store

d. Simbol yang menggambarkan aliran data, yang sering digunakan untuk menghubungkan antara proses dengan proses, proses dengan sumber proses, dan proses dengan tujuan. Sedangkan anak panahnya menunjukkan arah aliran data.

Gambar 2.5 Aliran Data 2.4.6Entity Relationship Digram (ERD)

Menurut McLeod dan Schell (2007), Entity Relationship Diagram (ERD) merupakan diagram yang menggambarkan hubungan antar entity di dalam database


(31)

sebagai entity dan relasi. Selain itu, ERD digunakan untuk memperlihatkan hubungan antar data store yang ada di DFD.

Untuk merancang ERD dibutuhkan adanya kardinalitas relasi untuk menunjukkan jumlah maksimum entitas yang dapat berelasi dengan entitas pada himpunan entitas yang lain (Fathansyah, 2002). Kardinalitas relasi dikategorikan menjadi tiga, yaitu:

1. One to one relationship

Jenis hubungan antar tabel yang menggunakan bersama sebuah kolom primary key. Jenis hubungan ini tergolong jarang digunakan, kecuali untuk alasan keamanan atau kecepatan akses data. Misalnya satu departemen hanya mengerjakan satu jenis pekerjaan saja dan satu pekerjaan hanya dikerjakan oleh satu departemen saja.

2. One to many relationship

Jenis hubungan antartabel dimana satu record pada satu tabel terhubung dengan beberapa record pada tabel lain. Jenis hubungan ini merupakan yang paling sering digunakan. Misalnya suatu pekerjaan hanya dikerjakan oleh satu departemen saja, namun suatu departemen dapat mengerjakan beberapa macam pekerjaan sekaligus. 3. Many to many relationship

Jenis hubungan ini merupakan hubungan antar tabel dimana beberapa record pada satu tabel terhubung dengan beberapa record pada tabel lain. Misalnya satu departemen mampu mengerjakan banyak pekerjaan, juga satu pekerjaan dapat ditangani oleh banyak departemen.


(32)

32

Pada bab ini akan dibahas tentang identifikasi dan analisis permasalahan, solusi permasalahan dan perancangan sistem dalam Rancang Bangun Aplikasi Analisis Kebutuhan Pelatihan Berbasis Kompetensi Pada PT.SMART Tbk. Identifikasi dan analisis permasalahan menggunakan teknik wawancara dan observasi yang dilakukan di perusahaan.

3.1 Identifikasi dan Analisis Permasalahan

PT.SMART Tbk. adalah salah satu perusahaan produsen minyak goreng, margarin dan minyak mentah atau yang disebut dengan CPO dengan bahan baku kelapa sawit terbesar di Indonesia. PT.SMART Tbk. juga mendistribusikan, memasarkan dan mengekspor produk konsumen berbasis kelapa sawit. Selain minyak curah dan minyak industri, produk turunan PT.SMART Tbk. juga dipasarkan dengan berbagai merek, seperti Filma dan Kunci Mas. Saat ini, merek-merek tersebut diakui kualitasnya dan memiliki pangsa pasar yang signifikan di segmennya masing-masing di Indonesia.

PT.SMART Tbk memiliki beberapa pabrik di seluruh Indonesia, salah satunya terletak di Kota Surabaya. Pabrik di Surabaya terdapat 250 jenis jabatan yang diisi oleh karyawan lebih dari 800 orang. Setiap karyawan yang mengisi jabatan-jabatan tersebut harus memiliki kompetensi yang dibutuhkan.

Agar pekerjaan dapat dikerjakan dan diselesaikan dengan baik sehingga tujuan organisasi dapat tercapai, hal yang paling dibutuhkan adalah SDM yang berkualitas. Untuk mendapatkan SDM yang berkualitas, PT.SMART Tbk. setiap


(33)

tahun telah melaksanakan pelatihan. Pelatihan yang dilaksanakan saat ini bertujuan untuk mengembangkan kompetensi karyawan secara optimal dan untuk memenuhi kebutuhan perusahaan akan SDM yang berkualitas. Saat ini permasalahan yang dihadapi oleh PT.SMART Tbk. adalah kompetensi yang dimiliki karyawan belum sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan.

Pelatihan akan dilaksanakan sesuai dengan permintaan dari setiap departemen. Departement head bertanggung jawab atas permintaan pelaksanaan pelatihan bagi karyawannya. Permintaan tersebut berupa pengajuan pelatihan yang dibutuhkan oleh karyawan dalam mengembangkan kompetensi karyawan dan permintaan tersebut dilaksanakan setiap setahun sekali. Kebutuhan pelatihan yang diajukan oleh department head, dilakukan tanpa adanya identifikasi mengenai pelatihan apa yang dibutuhkan oleh setiap karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Sehingga pelaksanaan pelatihan tidak dapat meningkatkan kompetensi setiap karyawan dalam melaksanakan pekerjaan. Selain itu, pelaksanaan pelatihan juga akan menghabiskan banyak biaya. Tahun 2013, biaya pelaksanaan pelatihan sebesar 600 juta dengan total karyawan yang mengikuti pelatihan mencapai 2168.

Setelah melakukan identifikasi, selanjutnya adalah dengan melakukan analisis permasalahan. Perlu diketahui terlebih dahulu proses bisnis yang dilaksanakan pada analisis kebutuhan pelatihan saat ini, peran dan tanggung jawab pemegang kepentingan (stakeholder) yang terlibat di dalam proses tersebut. Peran dan tanggung jawab tersebut dapat dilihat pada Lampiran 10. Selain itu, harus diketahui juga penerapan aturan (rule) dan kebijakan (policy) yang ada pada


(34)

perusahaan mengenai proses bisnis dalam menganalisis kebutuhan pelatihan, lebih lengkapnya bisa dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Proses Bisnis Berdasarkan Stakeholder

Stakeholder Proses Bisnis Rule Policy

Department head

Pengembangan Karyawan

R1. Pengajuan kebutuhan pelatihan untuk karyawan dilakukan setiap setahun sekali.

- R2. Pengajuan kebutuhan

pelatihan yang bukan termasuk jenis pelatihan utama dilakukan sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan pada setiap departemen.

-

R3. Pengajuan kebutuhan pelatihan karyawan dilakukan dengan sesuai dengan rencana pengembangan individu yang dimiliki oleh karyawan.

- Training

officer

Perencanaan Peserta Pelatihan

R4. Daftar rencana peserta pelatihan sesuai dengan pengajuan kebutuhan pelatihan.

-

Dari peran (role), aturan (rule) dan kebijakan (policy) yang didapatkan, selanjutnya adalah menggambarkannya kedalam bentuk flowchart, sehingga diharapkan desain yang akan dibuat sesuai dengan peran, aturan, dan kebijakan yang ada di perusahaan. Dengan digambarkan kedalam bentuk flowchart, proses bisnis mengenai analisis kebutuhan pelatihan dapat mudah untuk dipahami dan mudah untuk mengetahui proses-proses yang harus dieliminasi, ditambahkan atau diintegrasikan dengan sistem yang baru, sehingga sistem yang akan dibuat sesuai dengan kebutuhan pengguna. Adapun sistem saat ini secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 3.1.


(35)

Training Officer Department Head

Mulai

Rencana Pengembangan

Individu

Daftar Pengajuan Pelatihan Karyawan

Pengembangan Karyawan

Selesai Laporan Rencana Peserta Pelatihan Daftar Pengajuan Pelatihan Karyawan

Perencanaan Peserta Pelatihan

Gambar 3.1 Alir Sistem Analisis Kebutuhan Pelatihan Saat Ini

Gambar 3.1 merupakan alir sistem atau proses bisnis saat ini yang juga merupakan gambaran secara umum analisis kebutuhan pelatihan pada perusahaan. Adapun penjelasan dari alir sistem tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Penjelasan Alir Sistem Analisis Kebutuhan Pelatihan Saat Ini No

Proses Nama Proses Input Kegiatan Output

1 Perencanaan Pengembangan Karyawan

Rencana Pengembangan Individu

Mengajukan kebutuhan pelatihan pada masing-masing karyawan sesuai rencana pengembangan individu.

Daftar Pengajuan Pelatihan Karyawan 2 Perencanaan

Peserta Pelatihan

Daftar Pengajuan Pelatihan Karyawan

Membuat laporan rencana peserta pelatihan setiap tahun.

Laporan Rencana Peserta Pelatihan


(36)

3.1.1 Alir Proses Perencanaan Pengembangan Karyawan

Berikut ini merupakan alir proses yang lebih detil untuk proses pengembangan karyawan. Dimana hasilnya dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Department Head

Mulai

Selesai Daftar Pengajuan Pelatihan Karyawan

Rencana Pengembangan

Individu

Membuat Daftar Pengajuan Pelatihan Karyawan

Menentukan Kebutuhan Pelatihan

Utama Kebutuhan

Pelatihan Karyawan

Keterangan: *) Sesuai dengan aturan dan kebijakan pada Tabel 3.1 Apakah sudah

saatnya mengajukan pelatihan? *R1

Tidak

Apakah ada anggaran?*R2 Ya

Menentukan Kebutuhan Pelatihan

Tambahan Ya

Tidak

Apakah sesuai dengan rencana pengembangan

individu?*R3

Ya

Tidak A

A

Gambar 3.2 Alir Proses Perencanaan Pengembangan Karyawan

Adapun penjelasan dari alir proses pengembangan karyawan yang sesuai dengan Gambar 3.2 dapat dilihat pada Tabel 3.3.


(37)

Tabel 3.3 Penjelasan Alir Proses Pengembangan Karyawan No

Proses

Nama

Proses Input Kegiatan Output

1 Decision Rencana Pengembangan Individu

Jika sudah saatnya menentukan kebutuhan pelatihan maka proses berlanjut ke proses 2. Jika tidak maka proses akan selesai.

-

2 Decision Rencana Pengembangan Individu

Jika anggaran telah tersedia dan mencukupi maka proses lanjut ke proses 4. Jika tidak maka lanjut ke proses 3.

- 3 Menentukan

Kebutuhan Pelatihan Utama Rencana Pengembangan Individu

Department head menentukan kebutuhan pelatihan utama pada karyawan berdasarkan rencana pengembangan individu karyawan.

Kebutuhan Pelatihan Karyawan

4 Menentukan Kebutuhan Pelatihan Tambahan Rencana Pengembangan Individu

Department head menentukan kebutuhan pelatihan tambahan pada karyawan berdasarkan rencana pengembangan individu karyawan.

Kebutuhan Pelatihan Karyawan

5 Decision Kebutuhan Pelatihan Karyawan

Jika telah sesuai dengan rencana pengembangan individu maka proses akan lanjut ke proses 6. Jika tidak maka kembali ke proses 1.

-

6 Membuat Daftar Pengajuan Pelatihan Karyawan Kebutuhan Pelatihan Karyawan

Department head

membuat daftar

pengajuan pelatihan dengan mengisi form pengajuan yang telah disediakan.

Daftar Pengajuan Pelatihan Karyawan


(38)

3.1.2 Alir Proses Perencanaan Peserta Pelatihan

Berikut ini merupakan alir proses yang lebih detil untuk proses perencanaan peserta yang akan mengikuti pelatihan. Alir proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Training Officer

Mulai

Selesai Laporan Rencana Peserta Pelatihan Daftar Pengajuan Pelatihan Karyawan

Membuat Laporan Rencana Peserta Pelatihan

Mencatat Rencana Peserta

Pelatihan

Daftar Rencana Peserta Pelatihan

Keterangan: *) Sesuai dengan aturan dan kebijakan pada Tabel 3.1

Apakah sesuai dengan pengajuan

pelatihan? *R4

Ya

Tidak

A A

Gambar 3.3 Alir Proses Perencanaan Peserta Pelatihan

Adapun penjelasan dari alir proses perencanaan peserta pelatihan yang sesuai dengan Gambar 3.3 dapat dilihat pada Tabel 3.4.


(39)

Tabel 3.4 Penjelasan Alir Proses Perencanaan Peserta Pelatihan No

Proses Nama Proses Input Kegiatan Output

1 Mencatat Rencana Peserta Pelatihan Daftar Pengajuan Pelatihan Karyawan

Training officer mencatat data rencana peserta yang akan mengikuti pelatihan.

Daftar Rencana Peserta Pelatihan 2 Decision Daftar Rencana Peserta Pelatihan

Jika sesuai dengan pengajuan pelatihan maka proses akan lanjut ke proses 3. Jika tidak maka kembali ke proses 1.

- 3 Membuat

Laporan Rencana Peserta Pelatihan Daftar Rencana Peserta Pelatihan

Training officer membuat laporan rencana peserta yang mengikuti pelatihan untuk tahun ke depan.

Laporan Rencana Peserta Pelatihan 3.2 Hasil Analisis

Setelah diketahui alir proses yang dilakukan oleh masing-masing pengguna, maka proses berikutnya adalah melakukan analisis kebutuhan yang sesuai dengan proses-proses tersebut. Analisis kebutuhan ini diperlukan untuk merancang perangkat lunak yang memiliki fungsi-fungsi yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing pengguna. Berikut ini merupakan hasil analisis kebutuhan untuk masing-masing pengguna.

3.2.1 Analisis Proses Perencanaan Pengembangan Karyawan

Department head melakukan proses perencanaan pengembangan karyawan dengan menentukan kebutuhan pelatihan sesuai dengan rencana pengembangan individu yang dimiliki oleh setiap karyawan. Rencana pengembangan individu tersebut berisi aspirasi karir karyawan untuk 5 tahun ke depan, kebutuhan kompetensi yang harus dimiliki dan kebutuhan kompetensi yang akan dikembangkan. Department head menentukan kebutuhan pelatihan


(40)

karyawannya secara subjektif dan tidak mengidentifikasi tentang kebutuhan pelatihan karyawan yang sebenarnya. Sehingga hal tersebut dapat terjadi ketidakefektifan terhadap pelaksanaan pelatihan yang akan diselenggarakan dan juga dapat menghabiskan banyak biaya.

Agar rencana dalam melaksanakan pelatihan sesuai dengan kebutuhan kompetensi dari setiap karyawan, maka dibutuhkan sebuah proses penilaian kompetensi karyawan. Proses penilaian tersebut dilaksanakan untuk mengetahui kompeten atau tidaknya karyawan tersebut dalam menguasai suatu kompetensi. Jika seorang karyawan tidak berkompeten terhadap suatu kompetensi, maka diperlukan sebuah pelatihan untuk karyawan tersebut. Pelatihan yang akan dilaksanakan bertujuan untuk meningkatkan kompetensi yang dimiliki oleh karyawan.

Untuk memenuhi kebutuhan pada proses pengembangan karyawan, maka diperlukan rancangan perangkat lunak dalam melakukan perhitungan penilaian kompetensi karyawan secara objektif. Perhitungan penilaian kompetensi karyawan akan menghasilkan sebuah tingkat kompetensi. Kemudian akan dilanjutkan ke perhitungan kesenjangan antara tingkat kompetensi karyawan dengan tingkat kompetensi jabatan. Hasil perhitungan kesenjangan tersebut digunakan untuk melakukan penenentuan kebutuhan pelatihan karyawan.

Perangkat lunak yang dibangun akan membutuhkan hardware dengan spesifikasi yang sesuai dengan kebutuhan dari setiap fungsional. Pengadaan hardware tersebut berfungsi untuk menjalankan perangkat lunak dengan performa yang baik. Selain itu, harus disediakan juga jaringan (network) pada


(41)

komputer-komputer yang akan dipasang pada setiap stakeholder di setiap fungsional. Jaringan tersebut digunakan untuk mengkases database ke komputer server. 3.2.2 Analisis Proses Perencanaan Peserta Pelatihan

Dalam proses perencanaan peserta yang akan mengikuti pelatihan, training officer melakukannya dengan cara manual, yaitu dengan melihat daftar pengajuan kebutuhan pelatihan karyawan yang didapatkan dari department head. Kemudian dilakukan pencatatan atau pendokumentasian dengan menggunakan aplikasi Microsoft Excel untuk dijadikan laporan kebutuhan pelatihan karyawan. Hal seperti itu akan membutuhkan waktu yang lama dan keakuratan data tentang pencatatan peserta yang akan mengikuti pelatihan juga tidak menjamin kebenarannya.

Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah perangkat lunak yang dapat melakukan pencatatan peserta yang akan mengikuti pelatihan sesuai dengan kebutuhan dalam menigkatkan kompetensinya. Pencatatan tersebut kemudian akan dijadikan laporan kebutuhan pelatihan karyawan dalam setiap tahun. Selain itu, perangkat lunak juga harus dapat menghasilkan laporan prioritas kegiatan pelatihan yang akan dilaksanakan untuk mempermudah training officer dalam menentukan jadwal kegiatan pelatihan.

Untuk mendukung proses analisis kebutuhan pelatihan secara keseluruhan, dibutuhkan 2 (dua) fungsional pada sistem yang akan dibangun di dalam perangkat lunak, yaitu melakukan update active file dan menentukan standar kompetensi jabatan. Active file tersebut berupa data-data yang dibutuhkan untuk menganalisis kebutuhan pelatihan karyawan, yaitu data jabatan, data karyawan dan data kompetensi. Setelah data-data tersebut tersedia, selanjutnya


(42)

adalah melakukan analisis terhadap tugas dan tanggung jawab pada jabatan atau pekerjaan untuk diketahui jenis kompetensi apa yang diperlukan beserta tingkat kompetensinya.

Spesifikasi hardware yang digunakan untuk menjalankan perangkat lunak akan disesuaikan dengan kebutuhan fungsional. Agar perangkat lunak dapat berjalan secara optimal dengan performa yang baik, maka akan ditentukan sebuah spesifikasi minimal untuk kebutuhan hardware. Sebuah akses ke dalam database juga akan diperlukan untuk membaca dan menyimpan data. Oleh karena itu, akan dibangun sebuah jaringan untuk menghubungkan komputer client dengan komputer server.

3.3 Solusi Permasalahan

Solusi yang akan diberikan ialah dengan membangun aplikasi untuk menentukan kebutuhan pelatihan pada setiap karyawan untuk periode tahun ke depan. Selain itu, aplikasi juga dapat digunakan untuk menentukan prioritas pelaksanaan kebutuhan pelatihan sehingga training officer dapat dengan mudah melakukan perencanaan pelatihan termasuk penjadwalan pada pelaksanaan pelatihan.

3.4 Kebutuhan Perangkat Lunak (Software Requirement)

Kebutuhan perangkat lunak merupakan langkah awal dalam membangun sebuah sistem atau aplikasi. Hal ini dilakukan agar aplikasi yang dibangun sesuai dengan kebutuhan pengguna.


(43)

3.4.1 Elisitasi Kebutuhan (Requirement Elicitation)

Elisitasi kebutuhan atau pengumpulan kebutuhan adalah aktivitas awal untuk proses rekayasa kebutuhan (requirement engineering). Proses elisitasi dilakukan yaitu dengan cara wawancara dan observasi awal, namun yang dilakukan wawancara hanya kepada stakeholder yang terkait saja. Sebelum kebutuhan dapat dianalisis, kebutuhan harus dikumpulkan melalui proses elisitasi. Pada tahapan ini dilakukan penyeleksian data yang diperoleh sehingga dapat diketahui data-data yang digunakan dan yang tidak digunakan terkait dengan pengembangan perangkat lunak.

Berikut ini data yang dikumpulkan melalui proses wawancara ataupun observasi pada perusahaan. Data tersebut meliputi:

1. Data kompetensi

Data kompetensi adalah data yang berisi macam-macam kompetensi yang harus dimiliki oleh karyawan dalam melakukan pekerjaannya beserta indikator perilakunya pada setiap tingkat kompetensi.

2. Data jabatan

Data jabatan atau pekerjaan merupakan data yang berisi profil jabatan. Data tersebut dijadikan sebagai acuan untuk menentukan standar kompetensi yang dibutuhkan (job profile) dalam suatu jabatan tertentu. Setiap jabatan akan memiliki standar kompetensi yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan pekerjaannya.

3. Data karyawan

Data karyawan adalah data yang paling utama untuk mengetahui profil karyawan yang akan dinilai kompetensinya.


(44)

3.4.2 Analisis Kebutuhan (Requirement Analysis)

Sesuai dengan hasil elisitasi data-data yang dibutuhkan untuk membangun perangkat lunak, dibutuhkan beberapa proses yang dapat digabungkan dan dibangun fungsi secara terkomputerisasi.

A. Analisis Kebutuhan Department Head

Setelah dilakukan analisis pada tahap yang sebelumnya, maka department head membutuhkan penambahan dan penyederhanaan untuk beberapa proses, yaitu:

1. Diperlukan penilaian terhadap kompetensi karyawan yang dilakukan oleh department head.

2. Department head tidak lagi menentukan kebutuhan pelatihan karyawan karena proses penentuannya sudah dapat dilakukan secara terotomasi pada sistem yang terkomputerisasi.

3. Department head tidak lagi membuat daftar pengajuan kebutuhan pelatihan karyawan dan memberikannya kepada training officer karena proses tersebut sudah dapat dilakukan secara terkomputerisasi.

Dengan adanya perubahan yang dilakukan tersebut, maka proses yang ada saat ini kedepannya akan mengalami peningkatan kinerja dalam hal hasil/output penentuan kebutuhan yang diperoleh dari proses lebih akurat dan dapat dipercaya jika dibandingkan dengan hasil/output saat ini.

B. Analisis Kebutuhan Training Officer

Dari hasil analisis terhadap proses yang dilakukan oleh training officer, dapat dilakukan peningkatan kinerja dengan menyederhanakan proses-proses


(45)

menjadi satu proses terkomputerisasi dan terintegrasi. Selain itu, penambahan fungsi diperlukan untuk mendukung proses yang dilakukan oleh department head. Adapun penyederhanaan dan penambahan tersebut dilakukan pada proses berikut ini:

1. Training officer dibutuhkan dalam melakukan pengolahan data dan pembuatan standar kompetensi jabatan untuk mendukung proses penentuan kebutuhan pelatihan yang dilakukan oleh department head. Pengolahan data tersebut seperti, data kompetensi, data jabatan dan data karyawan yang diperlukan dalam melakukan proses analisis kebutuhan pelatihan.

2. Training officer sudah tidak lagi membuat laporan rencana peserta yang akan mengikuti pelatihan karena sudah dapat dilakukan dengan komputerisasi. Sistem akan menampilkan laporan secara otomatis pada saat training officer membutuhkan laporan tersebut.

Dengan adanya perubahan tersebut diatas, maka akan terjadi peningkatan kinerja dalam hal pemanfaatan waktu antara kondisi saat ini dan kondisi yang terbaru pada pembuatan laporan rencana peserta yang akan mengikuti pelatihan. Selain itu, penambahan fungsi dalam pembuatan standar kompetensi jabatan akan dapat membantu department head dalam melakukan penentuan kebutuhan pelatihan karyawan.

3.4.3 Spesifikasi Kebutuhan Perangkat Lunak.

Dalam membangun dan mengembangkan perangkat lunak, diperlukan perancangan spesifikasi perangkat lunak yang tepat dan detil, dengan tujuan agar perangkat lunak yang akan dikembangkan tersebut memiliki deskripsi fungsi yang


(46)

sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masing-masing pengguna. Kebutuhan fungsi tersebut meliputi kebutuhan fungsional dan non-fungsional.

A. Kebutuhan Fungsional

Kebutuhan fungsional merupakan dasar dari fungsi penyusunan fungsi-fungsi yang akan dibangun di dalam perangkat lunak. Fungsi-fungsi-fungsi perangkat lunak tersebut telah melewati proses identifikasi kebutuhan setiap pengguna. Adapun kebutuhan fungsional yang sudah disetujui oleh stakeholder tersebut adalah:

1. Department head

Kebutuhan fungsional beserta penjelasannya untuk department head dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5 Kebutuhan Fungsi Merencanakan Pengembangan Karyawan Nama Fungsi Merencanakan Pengembangan Karyawan

Stakeholder Department head

Deskripsi

Fungsi ini digunakan untuk melakukan penilaian kompetensi karyawan dan pengukuran kesenjangan antara kompetensi karyawan dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh jabatan. Fungsi ini akan menghasilkan kebutuhan pelatihan karyawan.

Kondisi Awal

1. Data karyawan sudah tersedia 2. Data kompetensi sudah tersedia 3. Data indikator perilaku sudah tersedia 4. Data jabatan sudah tersedia

5. Data standar kompetensi (Job Profile) sudah tersedia

Alur Normal

Aksi Pengguna Respon Sistem

Cek Tahun Penilaian Kompetensi Karyawan 1.Pengguna memilih sub menu

Employee Asessment” pada

menu “Asessment Process”.

1. a) Sistem akan menampilkan form “Employee Asessment”. b) Sistem akan menampilkan data karyawan yang belum dilakukan penilaian sesuai


(47)

dengan tahun dilaksanakan penilaian. Menilai Kompetensi Karyawan

2. Pengguna memilih karyawan yang akan dilakukan penilaian kompetensi dalam melakukan pekerjaannya.

2. Sistem akan menampilkan informasi singkat tentang profil karyawan.

3. Pengguna akan melakukan penilaian kompetensi karyawan dengan menekan

tombol “Behavior Indicators

Assessment”. Aksi tersebut dilakukan setelah memilih jenis dan nama kompetensi yang akan dinilai.

3. Sistem akan menampilkan Form Behavior Indicators Assessment.

4. Pengguna menentukan tingkat kemampuan indikator perilaku pada setiap tingkat kompetensi.

4. Sistem melakukan proses pengukuran persentase dari masing-masing tingkat kemampuan pada indikator perilaku dalam menentukan tingkat/level kompetensi karyawan. Menghitung Kesenjangan Kompetensi

5. Pengguna menyimpan hasil penentuan tingkat indikator perilaku pada setiap tingkat/level kompetensi yang dimiliki oleh karyawan.

5. a) Sistem akan menyimpan hasil proses penentuan tingkat kemampuan indikator perilaku tersebut ke dalam database.

b) Sistem akan menampilkan hasil proses pengukuran persentase dari masing-masing tingkat kemampuan pada indikator perilaku berupa tingkat/level kompetensi karyawan saat ini (Employee Profile).

c) Sistem akan menghitung kesenjangan (gap) antara kompetensi karyawan saat ini (Employee Profile) dengan kompetensi jabatan (Job Profile). d) Sistem akan menampilkan hasil


(48)

perhitungan kesenjangan (gap) tersebut.

e) Sistem akan menentukan kebutuhan pelatihan karyawan dan menampilkannya sesuai dengan hasil perhitungan kesenjangan tersebut. 6. Pengguna menyimpan hasil

penilaian kompetensi karyawan saat ini beserta kesenjangannya dengan

menekan tombol “Save”.

6. Sistem akan menyimpan hasil penilaian kompetensi karyawan beserta data kebutuhan pelatihannya ke dalam database.

Menentukan Kebutuhan Pelatihan 7. Pengguna melihat laporan

kebutuhan pelatihan pada karyawan dengan memilih

sub menu “Department

Analysis” pada menu “Report”.

7. Sistem akan menampilkan form Department Analysis”.

8. Pengguna memilih kategori laporan yang akan ditampilkan berdasarkan departemen, kompetensi, periode.

8. Sistem akan menampilkan laporan kebutuhan pelatihan bagi karyawan.

Alur Alternatif

Aksi Pengguna Respon Sistem

Menentukan Kebutuhan Pelatihan 1. Pengguna melihat laporan

kebutuhan pelatihan dengan memilih sub menu “Individual Analysis” pada

menu “Report”.

1. Sistem akan menampilkan form Individual Analysis”.

2. Pengguna memilih kategori laporan yang akan ditampilkan berdasarkan nama karyawan.

2. Sistem akan menampilkan laporan kebutuhan pelatihan sesuai dengan nama karyawan yang dipilih.

Alur Eksepsi

Aksi Pengguna Respon Sistem

Menentukan Kebutuhan Pelatihan 1. Pengguna tidak dapat

melihat laporan kebutuhan pelatihan karyawan.

1. Sistem akan menampilkan pesan bahwa pengguna belum menetukan kategori laporan yang akan di tampilkan.

Kondisi Akhir

1. Data Penilaian Indikator Perilaku Karyawan 2. Data Kompetensi Karyawan (Employee Profile) 3. Data Kebutuhan Pelatihan Karyawan


(49)

5. Laporan Kebutuhan Pelatihan Karyawan

Kebutuhan

Non-Fungsional

Security Sistem menggunakan username dan password untuk memasuki lingkungan kerja sistem. Sistem hanya bisa diakses oleh pengguna yang memiliki hak akses dalam melakukan proses menentukan kebutuhan pelatihan.

Correctness Software yang akan dibangun akan mampu melakukan pengukuran kesenjangan antara kompetensi karyawan dengan kompetensi jabatan dengan menggunakan rumus yang telah ditetapkan secara akurat. Selain itu, penggunaan validasi data-data pada saat melakukan penyimpanan data juga diperlukan agar tidak terjadi kesalahan input data akibat human error. Interface Antarmuka software akan mengacu pada

antarmuka Windows karena pengguna lebih mengenal antarmuka tersebut. Antarmuka software juga didukung dengan icon-icon untuk semua jenis perintah agar pengguna lebih mudah untuk mengetahui jenis perintah di dalam software tersebut.

Performance Software yang akan dibangun akan berjalan dalam performa terbaiknya jika dijalankan dalam spesifikasi hardware di atas spesifikasi minimal yang diberikan.

Operability a. Software yang dibangun akan menggunakan bahasa inggris karena bahasa tersebut lebih dikenal oleh pengguna.

b. Selain itu, tata letak atribut-atribut perintah akan dikelompokan berdasarkan fungsinya.

2. Training Officer

Kebutuhan fungsional beserta penjelasannya untuk training officer dalam melakukan update active file dapat dilihat pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6 Kebutuhan Fungsi Melakukan Update Active File Nama Fungsi Melakukan Update Active File

Stakeholder Training officer

Deskripsi

Fungsi ini digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan dan merubah data jabatan, data karyawan dan data kompetensi beserta data indikator perilakunya.


(50)

2. Data jabatan sudah tersedia 3. Data karyawan sudah tersedia

Alur Normal

Aksi Pengguna Respon Sistem

Input Data Jabatan

1. Pengguna memilih sub

menu “Department” pada

menu “Maintenance File”.

1. Sistem akan menampilkan form dengan tabel yang berisi data jabatan.

2. Pengguna akan

memasukkan data jabatan dengan menekan tombol “Add”.

2. Sistem akan menampilkan form Add Position”.

3. Pengguna mengisi form data jabatan sesuai dengan syarat-syarat pengisian data.

3. Form data jabatan akan terisi.

Menyimpan Data Jabatan 4. Pengguna menekan

tombol “Save”.

4. Sistem akan menyimpan data jabatan ke dalam database.

Input Data Karyawan

5. Pengguna memilih sub

menu “Employee” pada

menu “Maintenance File”.

5. Sistem akan menampilkan form dengan tabel yang berisi data karyawan.

6. Pengguna akan

memasukkan data karyawan dengan

menekan tombol “Add”.

6. Sistem akan menampilkan form Add Employee”.

7. Pengguna mengisi form data karyawan sesuai dengan syarat-syarat pengisian data.

7. Form data karyawan akan terisi.

Menyimpan Data Karyawan 8. Pengguna menekan

tombol “Save”.

8. Sistem akan menyimpan data karyawan ke dalam database.

Input Data Kompetensi

9. Pengguna memilih sub

menu “Competency” pada

menu “Maintenance File”.

9. Sistem akan menampilkan form dengan tabel-tabel yang berisi data kompetensi dan data indikator perilaku.

10. Pengguna akan

memasukkan data kompetensi dengan

menekan tombol “Add”.

10. Sistem akan menampilkan form Add Competency”.


(51)

11. Pengguna akan memasukkan data indikator perilaku dengan

menekan tombol “Add

setelah memilih nama kompetensi dan tingkat kompetensi.

11. Sistem akan menampilkan form Add Behaviour Indicator”.

Menyimpan Data Kompetensi 12. Pengguna menekan

tombol “Save” untuk

menyimpan data

kompetensi pada form Add Competency”.

12. Sistem akan menyimpan data kompetensi ke dalam database.

13. Pengguna menekan

tombol “Save” untuk

menyimpan data indikator perilaku setiap kompetensi pada form “Add Behaviour Indicator”.

13. Sistem akan menyimpan data indikator perilaku setiap kompetensi ke dalam database.

Alur Alternatif

Aksi Pengguna Respon Sistem

Update Data Jabatan

1. Pengguna mengubah data jabatan dengan menekan

tombol “Edit” setelah

pengguna memilih data jabatan yang akan dirubah.

1. Sistem akan menampilkan form Edit Position”.

Update Data Karyawan

2. Pengguna mengubah data karyawan dengan

menekan tombol “Edit

setelah pengguna memilih data karyawan yang akan dirubah.

2. Sistem akan menampilkan form Edit Employee”.

Update Data Kompetensi

3. Pengguna mengubah data kompetensi dengan

menekan tombol “Edit

setelah pengguna memilih data kompetensi yang akan dirubah.

3. Sistem akan menampilkan form Edit Competency”.

4. Pengguna mengubah data indikator perilaku dengan

menekan tombol “Edit

setelah pengguna memilih data indikator perilaku pada setiap tingkat kompetensi yang dipilih.

4. Sistem akan menampilkan form Edit Behaviour Indicator”.


(52)

Alur Eksepsi

Aksi Pengguna Respon Sistem

Menyimpan Data Jabatan 1. Pengguna tidak dapat

menyimpan data jabatan ke dalam database.

1. Sistem akan menampilkan pesan bahwa form belum terisi sesuai dengan syarat pengisian data.

Menyimpan Data Karyawan 2. Pengguna tidak dapat

menyimpan data karyawan ke dalam database.

2. Sistem akan menampilkan pesan bahwa form belum terisi sesuai dengan syarat pengisian data.

Menyimpan Data Kompetensi 3. Pengguna tidak dapat

menyimpan data

kompetensi ke dalam database.

3. Sistem akan menampilkan pesan bahwa form belum terisi sesuai dengan syarat pengisian data.

4. Pengguna tidak dapat menyimpan data indikator perilaku setiap tingkat kompetensi ke dalam database.

4. Sistem akan menampilkan pesan bahwa form belum terisi sesuai dengan syarat pengisian data.

Kondisi Akhir

1. Data jabatan 2. Data karyawan 3. Data kompetensi 4. Data indikator perilaku

Kebutuhan

Non-Fungsional

Security Sistem menggunakan username dan password untuk memasuki lingkungan kerja sistem. Sistem hanya bisa diakses oleh pengguna yang memiliki hak akses dalam melakukan proses update active file.

Correctness Penggunaan validasi data-data pada saat melakukan penyimpanan data diperlukan agar tidak terjadi kesalahan input data akibat human error.

Interface Antarmuka software akan mengacu pada antarmuka Windows karena pengguna lebih mengenal antarmuka tersebut. Antarmuka software juga didukung dengan icon-icon untuk semua jenis perintah agar pengguna lebih mudah untuk mengetahui jenis perintah di dalam software tersebut.

Performance Software yang akan dibangun akan berjalan dalam performa terbaiknya jika dijalankan dalam spesifikasi hardware di atas spesifikasi minimal yang diberikan.

Operability a.Software yang dibangun akan menggunakan bahasa inggris karena bahasa tersebut lebih dikenal oleh pengguna.


(53)

b.Selain itu, tata letak atribut-atribut perintah akan dikelompokan berdasarkan fungsinya. Berikut adalah fungsional training officer dalam membuat standar kompetensi untuk setiap jabatan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7 Kebutuhan Fungsi Membuat Standar Kompetensi Jabatan Nama Fungsi Membuat Standar Kompetensi Jabatan

Stakeholder Training officer

Deskripsi

Fungsi ini digunakan untuk menentukan standar kompetensi yang dibutuhkan dalam melakukan suatu pekerjaan. Standar kompetensi tersebut akan digunakan sebagai informasi bagi department head dalam melakukan penilaian kompetensi karyawan.

Kondisi Awal 1. Data kompetensi sudah tersedia 2. Data jabatan sudah tersedia

Alur Normal

Aksi Pengguna Respon Sistem

Menentukan Kompetensi Jabatan 1. Pengguna memilih sub

menu “Standard

Competency” pada menu “Maintenance File”.

1. Sistem akan menampilkan form Standard Competency”.

2. Pengguna memilih nama departemen, cost center dan jabatan untuk menambahkan kebutuhan standar kompetensinya.

2. Sistem akan menampilkan data standar kompetensi pada jabatan yang telah dipilih oleh pengguna. 3. Pengguna melihat

dokumen yang berisi deskripsi jabatan yang dipilih dengan menekan

tombol “Job Desc

3. Sistem akan menampilkan dokumen yang berisi deskripsi jabatan sesuai dengan nama jabatan yang dipilih.

4. Pengguna melakukan penambahan standar kompetensi yang dibutuhkan oleh jabatan dengan menekan tombol “Add”.

4. Sistem akan menampilkan

form “Add Standard

Competency”.

5. Pengguna memilih jenis dan nama kompetensi untuk ditambahkan ke dalam kebutuhan standar kompetensi jabatan.

5. Sistem akan memberikan dokumen pendukung yang berisi deskripsi tentang jenis kompetensi yang dipilih.


(1)

163

Gambar 4.26 Laporan Analisis Kebutuhan Pelatihan Tahun 2014

Dari Gambar 4.26 dapat disimpulkan bahwa analisis kebutuhan pelatihan menghasilkan jenis-jenis program pelatihan yang harus diikuti oleh masing-masing karyawan untuk periode tahun ke depan dari perencanaan pelatihan tahun 2014. Untuk mengetahui program pelatihan yang akan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan beserta prioritas pelaksanaannya dapat dilihat di laporan prioritas kebutuhan pelatihan pada Gambar 4.27. Laporan tersebut menghasilkan prioritas pelaksanaan pelatihan untuk periode ke depan, yaitu tahun 2015 yang berasal dari laporan analisis kebutuhan pelatihan tahun 2014.


(2)

164

4.5.2 Penentuan Kebutuhan Pelatihan Tanpa Aplikasi

Sebelum terdapat aplikasi analisis kebutuhan pelatihan, perusahaan melakukan penentuan kebutuhan pelatihan pada masing-masing karyawan dengan cara mengajukan jenis pelatihan kepada pihak training officer. Pengajuan dilakukan oleh pihak department head pada masing-masing departemen. Department Head mengajukan kebutuhan pelatihan tanpa identifikasi antara kebutuhan kompetensi yang seharusnya dimiliki oleh karyawan dengan kompetensi yang dimiliki karyawan saat ini. Sehingga, department head dapat bebas melakukan pengajuan jenis pelatihan dengan tidak mepedulikan apakah pelatihan sesuai dengan kebutuhan karyawan atau tidak. Berikut Tabel 4.44 merupakan contoh pengajuan kebutuhan pelatihan yang dilakukan oleh Production Department Head pada tahun 2012.

Tabel 4.44 Pengajuan Kebutuhan Pelatihan Production Department Tahun 2012

Nama Jabatan Cost

Center Jenis Training Dimas Vangguardy Fractionation

Sec. Head R124FRA

Manufacturing Process & Equipment

Dimas Vangguardy Fractionation Sec. Head

R124FRA SAP R/3 V4.6C Moh. Hadi Fractionation

Officer R124FRA Stress Management Moh. Hadi Fractionation

Officer R124FRA Supervisory Skill

Warsito Fractionation

Officer R124FRA SAP R/3 V4.6C Tri Sumarno Fractionation

Officer R124FRA Stress Management Tri Sumarno Fractionation

Officer R124FRA Supervisory Skill Dewi Setyowati Filling

Officer R124FIL Industrial Hazard Control Bambang SIP Filling Shift


(3)

165

Nama Jabatan Cost

Center Jenis Training Gunawan Filling Shift

Leader R124FIL Effective Supervisory Skill Suharto Filling Shift

Leader R124FIL Effective Supervisory Skill 4.5.3 Perbandingan Hasil Evaluasi

Dari hasil uji coba melalui aplikasi analisis kebutuhan pelatihan dan melalui contoh penentuan kebutuhan pelatihan secara manual, proses penentuan kebutuhan pelatihan yang lebih efektif adalah dengan menggunakan aplikasi. Proses penentuan kebutuhan pelatihan dengan menggunakan aplikasi dapat melakukan analisis kebutuhan pelatihan berdasarkan kesenjangan antara kompetensi yang seharusnya dimiliki karyawan dengan kompetensi yang dimiliki karyawan saat ini. Sehingga jenis pelatihan yang akan diberikan sesuai dengan kebutuhan karyawan yang sebenarnya.

Dengan adanya keefektifan pada proses penentuan kebutuhan pelatihan, maka dipastikan bahwa biaya kebutuhan pelatihan yang dikeluarkan tidak akan sia-sia karena kebutuhan pelatihan diberikan kepada karyawan secara tepat serta sesuai dengan kebutuhannya untuk meningkatkan kompetensi. Selain itu, penggunaan aplikasi juga berpengaruh pada penghematan biaya kebutuhan pelatihan. Penghematan biaya akan berdampak jika terdapat perbandingan penggunaan aplikasi dengan penentuan kebutuhan pelatihan yang dilakukan oleh department head saat mengikutsertakan banyak karyawan pada suatu kegiatan pelatihan tanpa identifikasi kebutuhan sebenarnya.


(4)

166 BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil uji coba dan evaluasi yang telah dilakukan pada bab 4 maka kesimpulan yang diperoleh adalah aplikasi analisis kebutuhan pelatihan ini dapat memberikan hasil penentuan kebutuhan pelatihan lebih spesifik untuk satu tahun ke depan sesuai dengan kebutuhan peningkatan kompetensi yang dimiliki oleh setiap karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut pada penambahan teknik penilaian kompetensi yang dimiliki oleh karyawan saat ini dengan cara membuat sistem penilaian kompetensi karyawan dan mengintegrasikannya. 2. Hasil penelitian ini dapat dikembangkan pada sistem promosi jabatan dengan

menaikkan jabatan pada karyawan yang memiliki tingkat kesenjangan kompetensi lebih dari 0.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arep, H. I. dan Tanjung. 2002. Manejemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Universitas Trisakti.

Byham, William C. dan Moyer, Reed P. 1998. Using Competencies to Build a Successful Organization. Pittsburgh, PA: Development Dimensions International.

Dessler, G. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT.Indeks. Fathansyah. 2002. Basis Data. Bandung: Informatika.

Fletcher, Shirley. 2005. Teknik Penilaian Berbasis Kompetensi. Jakarta: Gramedia.

Grace, M. 2001. Training Need Analysis. British Dental Journal Volume 190, No.10.

Gupta, K., Sleezer, C. M., dan Russ-Eft, D. F. 2007. A Practical Guide to Need Assessment (2nded.). San Francisco: Pfeiffer.

Hardjana, A. M. 2001. Training Sumber Daya Manusia yang Efektif. Yogyakarta: Kanisius.

Hariandja, E. T. M. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT.Gramedia Widiasarana Indonesia.

Kendall, K dan Kendall, Julie E. 2008. Systems Analysis and Design, Seventh Edition. New Jersey: Pearson Prentice Hall.

Lucia, D dan Lepsinger, Richard. 1999. The Art and Science of Competency Models: Pinpointing Critical Success Factors in Organizations. San Francisco: Jossey-Bass.

Mangkunegara, A. P. 2003. Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: PT.Refika Aditama.

Manopo, Christine. 2011. Competency Based Talent and Performance Management System. Jakarta: Salemba Empat.

Mathis, Robert L. dan Jackson, John H. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi 10. Jakarta: Salemba Empat.

McLeod, R dan Schell, G. P. 2007. Management Information System, 10th Edition. New Jersey: Pearson Prentice Hall.


(6)

Noe, R. A. 2000. Employee Training and Development, 2nd Edition. USA: Irwin McGraw-Hill.

Panggabean, S. M. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bogor: Ghalia Indonesia.

Pressman, Roger S. 2001. Software Engineering: A Practitioner’s Approach, Fifth Edition. Singapura: The McGraw-Hill Companies Inc.

Rachmawati, I. K. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarya: Andi. Rivai, Veithzal. 2004. Manajemen Sumber Daya manusia Untuk Perusahaan.

Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Rivai, Veithzal dan Sagala, Jauvani. 2009. Manajemen Sumber Daya manusia Untuk Perusahaan dari Teori ke Praktik. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Romney, Marshall B. dan Steinbart, Paul John. 2003. Accounting Information

System 9th Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc.

Simanjuntak, Payaman J. 2005. Manajemen dan Evaluasi Kinerja. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Sofiyandi, H. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu. Tasie, O. George. 2011. Competency-Based Training Need Analysis (TNA): An

Empirical Study of Gulf University for Science and Technology, Kuwait. International Research Journal of Management and Business Studies Vol.1(2).