Daya Pengujian Performansi Motor Bakar Bensin

Perbandingan harga Torsi untuk masing-masing pengujian pada setiap variasi beban dan putaran dapat dilihat pada gambar berikut : Gambar 4.2 Grafik Torsi vs Putaran untuk beban 10 kg dan beban 25 kg Torsi mengalami kenaikan pada C1:80 dan C3:80, akan tetapi menurun pada C5:80. Hal ini diakibatkan nilai kalor bahan bakar juga semakin menurun. Sehingga dapat disimpulkan bahwa zat aditif yang ditambahkan pada premium tidak sesuai dengan aturan pemakaian zat aditif. Besarnya energi hasil pembakaran suatu bahan bakar sangat dipengaruhi oleh nilai kandungan energi bahan bakar tersebut yang disebut dengan nilai kalor, karena nilai kalor C1:80 ; C3:80 dan C5:80 lebih besar dari premium maka torsi yang dihasilkan pun lebih besar jika dibandingkan dengan bahan bakar premium.

4.2.2 Daya

Besarnya daya yang dihasilkan dari masing-masing jenis bahan bakar pada tiap kondisi pembebanan dan putaran dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: Universitas Sumatera Utara B P = T n 60 . . 2  Dimana : B P = Daya keluaran Watt n = Putaran mesin rpm T = Torsi N.m Dengan memasukkan harga torsi yang telah diperoleh pada tabel 4.6, maka besarnya daya pada masing-masing pada bahan bakar adalah: 1. Campuran zat aditif dengan premium C1:80  Untuk beban 10 kg pada 2000 rpm B P = 42 60 2000 . . 2 x  B P = 8792 W = 8.792 kW 2. Campuran zat aditif dengan premium C3:80  Untuk beban 10 kg pada 2000 rpm B P = 45 60 2000 . . 2 x  B P = 9420 W = 9.420 kW 3. Campuran zat aditif dengan premium C5:80  Untuk beban 10 kg pada 2000 rpm B P = 44 60 2000 . . 2 x  B P = 9211 W = 9.211 Kw Dengan cara perhitungan yang sama untuk setiap jenis bahan bakar, variasi putaran dan beban, maka hasil perhitungan daya untuk setiap kondisi tersebut dapat dilihat pada tabel 4.7. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.3 Data hasil perhitungan untuk daya Beban kg Putaran rpm Daya kW Premium C1 : 80 C3 : 80 C5 : 80 10 2000 8.373 8.792 9.420 9.211 2500 9.943 10.467 11.513 11.121 3000 11.304 11.932 12.874 12.560 3500 12.639 13.005 14.470 14.104 4000 13.397 14.025 15.072 14.653 25 2000 15.909 16.328 17.165 16.537 2500 19.102 19.625 20.410 20.018 3000 22.451 22.922 24.021 23.550 3500 25.277 25.643 27.292 26.559 4000 27.632 28.260 29.725 28.888  Pada pembebanan 10 kg daya terendah mesin terjadi pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar premium pada 2000 rpm sebesar 8.373 kW. Sedangkan daya tertinggi terjadi pada saat menggunakan campuran zat aditif dengan premium C3:80 pada putaran 4000 sebesar 15.072 kW.  Pada pembebanan 25 kg daya terendah mesin terjadi pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar premium pada 2000 rpm sebesar 15.909 kW. Sedangkan daya tertinggi terjadi pada saat menggunakan bahan bakar campuran zat aditif dengan premium C3:80 pada putaran 4000 sebesar 29.725 kW Perbandingan besarnya daya untuk masing-masing pengujian pada setiap variasi beban dan putaran dapat dilihat pada gambar berikut. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.3 Grafik Daya vs putaran untuk beban 10 kg dan beban 25 kg Daya terendah terjadi ketika menggunakan bahan bakar premium pada beban 10 kg dan putaran 2000 rpm yaitu 8.373 kW. Sedangkan daya tertinggi terjadi ketika menggunakan bahan bakar campuran zat aditif dengan premium C3:80 pada putaran 4000 dan beban 25 kg yaitu sebesar 29.725 kW Dapat di lihat pada gambar 4.3 pada campuran zat aditif dengan premium C1 : 80 dan C3:80 pada setiap putaran daya mengalami kenaikan dibandingkan dengan premium. Namun, pada campuran C5:80 daya mulai mengalami penurunan dibandingkan dengan campuran sebelumnya akan tetapi masih berada diatas daya premium murni. Besar kecil daya mesin bergantung pada besar kecil torsi yang didapat. Daya yang dihasilkan mesin dipengaruhi oleh putaran poros engkol yang terjadi akibat dorongan piston yang dihasilkan karena adanya pembakaran bahan bakar dengan udara. Jika konsumsi bahan bakar dan udara diperbesar maka akan semakin besar pula daya yang dihasilkan mesin. Semakin cepat poros engkol berputar maka akan semakin besar daya yang dihasilkan. Universitas Sumatera Utara

4.2.3 Konsumsi bahan bakar spesifik