EFEKTIVITAS SENAM ADUHAI TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT 1

(1)

i

PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2

DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT 1

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat

Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh

DEWI CITRAWATI

20130310155

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

i

PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2

DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT 1

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat

Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh

DEWI CITRAWATI

20130310155

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN KTI EFEKTIVITAS SENAM ADUHAI TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT 1

Disusun oleh : DEWI CITRAWATI

20130310155

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 14 Desember 2016

Dosen Pembimbing Dosen Penguji

dr. Suryanto, Sp. PK dr. Adang M. Gugun, Sp. PK, M.Kes NIK:19631202199511 173 016 NIK:19690118199904 173 034

Mengetahui

Kaprodi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

dr. Alfaina Wahyuni, Sp. OG, M.Kes NIK:19711028199709 173 027


(4)

iii

NIM : 20130310155

Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 14 Desember 2016 Yang membuat pernyataan,


(5)

iv

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan hidayah dan rahmat-Nya, sehingga pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan sebagaimana yang diharapkan. Shalawat serta salam selalu dipanjatkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Karya Tulis Ilmiah yang berjudul ―Efektivitas Senam ADUHAI Terhadap Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1‖ disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FKIK UMY), sekaligus sebagai sarana sumbangan pemikiran terhadap permasalahan yang sedang terjadi pada sektor kesehatan saat ini.

Pada kesempatan ini, ijinkanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah berperan serta dalam membantu terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah ini. Ucapan terima kasih diberikan kepada:

1. dr. Ardi Pramono, Sp.An, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. dr. Alfaina Wahyuni, Sp.OG, M.Kes selaku Ketua Prodi Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. dr. Suryanto, Sp.PK selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan, ilmu dan bimbingan kepada penulis selaman proses penelitian ini.

4. dr. Adang M. Gugun, Sp. PK, M. Kes selaku dosen penguji KTI yang telah memberikan masukan dan ilmu dalam proses ini.

5. Direktur Utama RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1 yang telah memberikan izin pengambilan data untuk penelitian.


(6)

v

8. Teman-teman satu tim dalam penelitian ini Nadia, Radit, Aisyah yang selalu ada dalam suka dan duka. Hamba Allah Dea, Ulin, Prili; BELBAR Shofi, Ela, Fany sahabat yang selalu memberi dukungan dalam penyelesaian penelitian ini.

9. Seluruh mahasiswa Pendidikan Dokter 2013

10. Semua pihak-pihak yang tidak mungkin tersebutkan namanya satu persatu, terima kasih atas kerjasamanya sehingga penelitian ini dapat berjalan dan terselesaikan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini nantinya dapat bermanfaat bagi pembaca serta menambah khazanah ilmu pengetahuan Kedokteran Indonesia.

Wassalamualaikum warrahmatullah wabarakatuh

Yogyakarta, 14 Desember 2016


(7)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

ABSTRACT ... x

INTISARI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Keaslian Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Landasan Teori ... 8

B. Kerangka Teori ... 36

C. Kerangka Konsep ... 37

D. Hipotesis ... 37

BAB III METODE PENELITIAN... 38

A. Desain Penelitian ... 38

B. Populasi dan Sampel ... 38

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 41

D. Variabel Penelitian ... 41

E. Definisi Operasional ... 42

F. Alat dan Bahan Penelitian ... 42

G. Jalannya Penelitian ... 43

H. Tahap Penelitian ... 44

I. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 44

J. Analisis Data ... 44


(8)

vii

A.Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59


(9)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kriteria Pengendalian DM ... 18 Tabel 2. Jumlah pembakaran kalori berdasarkan jenis aktivitas fisik dan berat badan ... 22 Tabel 3. Deskripsi penderita diabetes melitus tipe 2 berdasarkan jenis kelamin .. 47 Tabel 4. Deskripsi penderita diabetes melitus tipe 2 berdasarkan usia ... 49 Tabel 5. Perbandingan hasil kadar glukosa darah puasa sebelum dan sesudah senam ADUHAI ... 50 Tabel 6. Deskripsi perbandingan hasil kadar glukosa darah sebelum dan sesudah senam ADUHAI ... 51 Tabel 7. Hasil uji normalitas kadar glukosa darah sebelum dan sesudah senam ADUHAI ... 51 Tabel 8. Hasil uji Paired-sample T test kadar glukosa darah sebelum dan sesudah senam ADUHAI ... 52


(10)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Gerakan Satu ... 25

Gambar 2. Gerakan Dua ... 25

Gambar 3. Gerakan Tiga ... 26

Gambar 4. Gerakan Empat ... 26

Gambar 5. Gerakan Lima ... 27

Gambar 6. Gerakan Enam ... 27

Gambar 7. Gerakan Tujuh ... 28

Gambar 8. Gerakan Delapan ... 29

Gambar 9. Gerakan Sembilan ... 29

Gambar 10. Gerakan Sepuluh ... 29

Gambar 11. Gerakan Sebelas ... 31

Gambar 12. Gerakan Dua Belas ... 31

Gambar 13. Gerakan Tiga Belas ... 32

Gambar 14. Gerakan Empat Belas ... 32

Gambar 15. Gerakan Lima Belas ... 33

Gambar 16. Gerakan Enam Belas ... 33

Gambar 17. Gerakan Tujuh Belas ... 34


(11)

x

the high level of blood glucose. This condition can cause various complication, acute, and chronic complication. A comprehensive treatment on DM is needed to prevent acute and chronic complications. According to Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) in 2011, there are 4 main pillars in treating DM, they are education, medical nutrient therapy, exercise or physical activity, and pharmacology intervention. Senam ADUHAI is a head to leg exercise which includes simple and easy movements. This research is aimed at revealing the effectiveness of senam ADUHAI (Atasi Diabetes Untuk Hidup Sehat dan Ideal) on the decreasing of glucose levels in blood at Diabetes Melitus type 2.

Method: This research is a experimental research involving one group pre-test and post-pre-test design. The sample of the research included 17 people with diabetes mellitus type 2 at Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) group RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1. Comparative test Paired-sample T Test was used to analyze the data.

Result: The prevalence diabetes mellitus type 2 in woman was higher than men (65%:35%). Meanwhile, diabetes mellitus type 2 mostly occurs in 45-64 years old rather than in ≥65 years old (76%:24%). The Paired-sample T test analysis result show p=0,35 (not significant)

Conclusions: There is no decreasing of blood glucose level in a person with diabetes mellitus type 2 at Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) group RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1 before and after senam ADUHAI. With that, senam ADUHAI can not be use as therapy to prevent the complication of Diabetes Mellitus type 2.


(12)

xi

secara umum komplikasi DM dibagi menjadi dua yakni komplikasi akut dan komplikasi kronik. Pengelolaan DM yang tepat diperlukan untuk mencegah tejadinya komplikasi akut maupun kronik. Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) tahun 2011 terdapat empat pilar penatalakasanaan DM yaitu edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani atau aktivitas fisik serta intervensi farmakologi. Senam ADUHAI memiliki gerakan-gerakan yang melibatkan bagian tubuh kepala hingga kaki namun tetap sederhana dan mudah dilakukan. Studi ini diperlukan untuk mengetahui efektivitas dari senam ADUHAI (Atasi Diabetes Untuk Hidup Sehat dan Ideal) terhadap kadar glukosa darah pada penderita Diabetes Melitus tipe 2.

Metode: Penelitian ini adalah penelitian pra eksperimental dengan pendekatan one group pre-test and post-test design. Sampel penelitian adalah 17 orang penderita diabetes melitus tipe 2 di kelompok Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1. Analisis data penelitian ini menggunakan uji komparatif Paired sample T test.

Hasil: Prevalensi penderita diabetes melitus tipe 2 pada perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki (65%:35%). Sedangkan diabetes melitus tipe 2 lebih banyak terjadi pada usia 45-64 tahun daripada usia ≥65 tahun (76%:24%). Pada hasil analisis dengan uji Paired-sample T Test diperoleh angka signifikansi p=0,35 (tidak signifikan).

Kesimpulan: Tidak terdapat penurunan kadar glukosa darah pada penderita Diabetes Melitus tipe 2 di kelompok Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1 antara sebelum dan sesudah senam ADUHAI. Sehingga, senam ADUHAI belum dapat diterapkan dalam pelayanan tata laksana komprehensif untuk mencegah terjadinya komplikasi Diabetes Melitus tipe 2.


(13)

(14)

x

the high level of blood glucose. This condition can cause various complication, acute, and chronic complication. A comprehensive treatment on DM is needed to prevent acute and chronic complications. According to Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) in 2011, there are 4 main pillars in treating DM, they are education, medical nutrient therapy, exercise or physical activity, and pharmacology intervention. Senam ADUHAI is a head to leg exercise which includes simple and easy movements. This research is aimed at revealing the effectiveness of senam ADUHAI (Atasi Diabetes Untuk Hidup Sehat dan Ideal) on the decreasing of glucose levels in blood at Diabetes Melitus type 2.

Method: This research is a experimental research involving one group pre-test and post-pre-test design. The sample of the research included 17 people with diabetes mellitus type 2 at Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) group RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1. Comparative test Paired-sample T Test was used to analyze the data.

Result: The prevalence diabetes mellitus type 2 in woman was higher than men (65%:35%). Meanwhile, diabetes mellitus type 2 mostly occurs in 45-64 years old rather than in ≥65 years old (76%:24%). The Paired-sample T test analysis result show p=0,35 (not significant)

Conclusions: There is no decreasing of blood glucose level in a person with diabetes mellitus type 2 at Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) group RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1 before and after senam ADUHAI. With that, senam ADUHAI can not be use as therapy to prevent the complication of Diabetes Mellitus type 2.


(15)

xi

secara umum komplikasi DM dibagi menjadi dua yakni komplikasi akut dan komplikasi kronik. Pengelolaan DM yang tepat diperlukan untuk mencegah tejadinya komplikasi akut maupun kronik. Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) tahun 2011 terdapat empat pilar penatalakasanaan DM yaitu edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani atau aktivitas fisik serta intervensi farmakologi. Senam ADUHAI memiliki gerakan-gerakan yang melibatkan bagian tubuh kepala hingga kaki namun tetap sederhana dan mudah dilakukan. Studi ini diperlukan untuk mengetahui efektivitas dari senam ADUHAI (Atasi Diabetes Untuk Hidup Sehat dan Ideal) terhadap kadar glukosa darah pada penderita Diabetes Melitus tipe 2.

Metode: Penelitian ini adalah penelitian pra eksperimental dengan pendekatan one group pre-test and post-test design. Sampel penelitian adalah 17 orang penderita diabetes melitus tipe 2 di kelompok Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1. Analisis data penelitian ini menggunakan uji komparatif Paired sample T test.

Hasil: Prevalensi penderita diabetes melitus tipe 2 pada perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki (65%:35%). Sedangkan diabetes melitus tipe 2 lebih banyak terjadi pada usia 45-64 tahun daripada usia ≥65 tahun (76%:24%). Pada hasil analisis dengan uji Paired-sample T Test diperoleh angka signifikansi p=0,35 (tidak signifikan).

Kesimpulan: Tidak terdapat penurunan kadar glukosa darah pada penderita Diabetes Melitus tipe 2 di kelompok Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1 antara sebelum dan sesudah senam ADUHAI. Sehingga, senam ADUHAI belum dapat diterapkan dalam pelayanan tata laksana komprehensif untuk mencegah terjadinya komplikasi Diabetes Melitus tipe 2.


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) telah menjadi penyebab kematian terbesar keempat di dunia. Setiap tahun ada 3,2 juta kematian yang disebabkan langsung oleh diabetes. Berarti ada satu orang per sepuluh detik atau enam orang per menit yang meninggal akibat penyakit yang berkaitan dengan diabetes (Tandra, 2008). Prevalensi DM meningkat secara global, dan menjadi perhatian di negara Asia. Lebih dari 80% kematian akibat diabetes terjadi di negara dengan penghasilan rendah hingga menengah (WHO, 2015).

Jumlah penyandang DM meningkat di setiap negara. Banyak orang dengan diabetes berusia diantara 40 dan 59 tahun serta sebanyak 179 juta orang dengan diabetes yang tidak terdiagnosis (WHO, 2015). Penderita DM di Indonesia sebanyak 4,5 juta pada tahun 1995, terbanyak ketujuh di dunia dan diperkirakan akan menjadi 12,4 juta pada tahun 2025 atau urutan kelima di dunia (Tandra, 2008).

Menurut Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dalam Dinkes Republik Indonesia tahun 2013, yang diolah oleh Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan di Indonesia sendiri memiliki ±177 juta orang terdiagnosis dan merasakan gejala DM dan untuk wilayah DI. Yogyakarta memiliki ±2,8 juta orang.

Berbagai komplikasi dapat dialami para penderita DM, secara umum komplikasi DM dibagi menjadi 2 yakni komplikasi akut dan komplikasi kronik. Komplikasi akut yang paling sering terjadi adalah diabetes ketoasidosis (DKA)


(17)

2

dan hiperglikemia hiperosmolar non ketotik (HHNK). Komplikasi kronik antara lain trombosis vena, arteriosklerosis, stroke, nefropati. gangguan penglihatan (retinopati), dan nyeri neuropatik. Luka diabetik merupakan komplikasi yang timbul akibat kombinasi antara angiopati danneuropati (Gardner, 2007).

DM merupakan penyakit kronik yang belum bisa disembuhkan, tetapi dapat dikontrol. Pengelolaan DM yang tepat diperlukan untuk mencegah tejadinya komplikasi akut maupun kronik. Sebagai manusia kita harus selalu tawakal dan percaya bahwa Allah SWT selalu menurunkan penyakit beserta obatnya, hal ini sesuai dengan hadits dari Abdullah bin Mas‘ud radhiallahu ‗anhu yang

mengabarkan dari Nabi Shallallahu ‗alaihi wa sallam:

“Sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan penyakit kecuali Dia turunkan pula

obatnya bersamanya. (Hanya saja) tidak mengetahui orang yang tidak

mengetahuinya dan mengetahui orang yang mengetahuinya.” (HR. Ahmad 1/377,

413 dan 453. Dan hadits ini dishahihkan dalam Ash-Shahihah no. 451)

Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) tahun 2011 terdapat empat pilar penatalakasanaan DM yaitu edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani atau aktivitas fisik serta intervensi farmakologi (PERKENI, 2011). Latihan jasmani, salah satu contohnya adalah senam jantung sehat. Senam jantung sehat yang dilakukan secara teratur dapat menyebabkan terjadinya peningkatan pemakaian glukosa oleh otot yang aktif, dan lebih banyak kapiler terbuka


(18)

3

sehingga reseptor insulin menjadi lebih aktif, yang akan berpengaruh terhadap penurunan glukosa darah pada penderita diabetes (Nabyl, 2009).

Sebuah penelitian yang dilakukan pada lansia di Panti Sosial Dan Lanjut Usia Tresna Werdha Natar Lampung Selatan menunjukkan bahwa ada pengaruh senam jantung sehat yang dilakukan 2 kali seminggu, selama 2 bulan terhadap penurunan kadar glukosa darah puasa (nilai p=0.0001) dengan rerata sebelum 138,70 mg/dl dan sesudah 121,85 mg/dl sehingga rerata penurunan sebesar 16,85 mg/dl atau 12,15% (Fakhruddin & Nisa, 2012).

Sebuah penelitian yang dilakukan pada penderita DM tipe 2 di Wilayah Puskesmas Bukateja Purbalingga menunjukan bahwa terdapat pengaruh senam aerobik yang dilakukan 2 kali seminggu, selama empat minggu terhadap penurunan kadar glukosa darah. Rata-rata penurunan glukosa darah sebesar 30,14 mg% dengan p=0.0001 (Indriyani, 2007).

Hasil dari penelitian yang dilakukan pada penderita DM tipe 2 di RS Panti Wilasa Dr. Cipto, Semarang yang mengikuti klub senam diabetes, dan yang tidak mengikuti klub senam diabetes. Senam diabetes dilakukan rutin 3 kali seminggu. Penelitian tersebut menunjukkan perbedaan kadar glukosa darah sewaktu sebelum dan sesudah intervensi (nilai p=0,0001) dengan penurunan rata-rata glukosa darah pada kelompok terpapar 2,3 kali lebih besar daripada kelompok tidak terpapar (31,5 mg/dl berbanding 13,5 mg/dl) (Utomo, et al., 2012).

Meskipun aktivitas fisik yang rutin bisa mencegah atau memperlambat diabetes dan komplikasinya namun mayoritas penderita diabetes tipe 2 tidak bergerak aktif (Colberg, et al., 2010). Senam ADUHAI (Atasi Diabetes Untuk


(19)

4

Hidup Sehat dan Ideal) yang merupakan senam yang terdiri dari gerakan-gerakan modifikasi senam kaki diabetik dan mencakup 3 tahapan yakni pemanasan (warming up), inti (conditioning) dan pendinginan (cooling down). Senam ADUHAI memiliki gerakan-gerakan yang melibatkan bagian tubuh kepala hingga kaki namun tetap sederhana dan mudah dilakukan. Keistimewaan dari senam ADUHAI ini adalah semua gerakan dilakukan dalam posisi duduk. Dari pembahasan diatas penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian tentang efektivitas dari senam ADUHAI (Atasi Diabetes Untuk Hidup Sehat dan Ideal) terhadap kadar glukosa darah pada penderita Diabetes Melitus tipe 2.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti ingin mengetahui: Apakah Senam ADUHAI dapat menurunkan kadar glukosa darah pada penderita Diabetes Melitus tipe 2?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui efektivitas senam ADUHAI terhadap kadar glukosa darah pada penderita DM tipe 2.

2. Mengetahui karakteristik penderita DM tipe 2 di kelompok Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1 berdasarkan jenis kelamin. 3. Mengetahui karakteristik penderita DM tipe 2 di kelompok

Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1 berdasarkan usia.


(20)

5 D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Menambah wawasan dan studi literatur mengenai DM serta penatalaksanaannya dari aspek nonfarmakologis.

2. Manfaat praktis a. Bagi peneliti

Menambah wawasan teori dan praktik terkait penatalaksanaan diabetes melitus, serta mengaplikasikan metode-metode penelitian yang sesuai.

b. Bagi Rumah Sakit

Memberikan pertimbangan dalam penatalaksanaan diabetes melitus khususnya pada pilar latihan jasmani.

c. Bagi Penderita

Memberikan alternatif penatalaksanaan diabetes melitus yang mudah dan efektif.

E. Keaslian Penelitian

1. Penelitian Mikus, et al. (2012) yang berjudul glycaemic control is improved by 7 days of aerobic exercise training in patients with type 2 diabetes dengan variabel kontrol glikemik dan latihan aerobik. Jenis penelitian yang digunakan bersifat clinical trial. Dari hasil penelitian didapatkan hasil penurunan glukosa post prandial dan kontrol glikemik yang membaik dengan p<0,05. Perbedaan dengan


(21)

6

penelitian ini adalah jenis penelitian dan jenis aktivitas jasmani yang dilakukan.

2. Penelitian Utomo, et al. (2012) yang berjudul pengaruh senam terhadap kadar gula darah penderita diabetes dengan variabel senam dan kadar glukosa. Jenis penelitian yang digunakan bersifat kohort retrospektif. Dari hasil penelitian didapatkan hasil perbedaaan kadar glukosa darah sewaktu sebelum dan sesudah pada kelompok dengan intervensi dengan penurunan glukosa darah 2,3 kali dibanding kelompok tanpa intervensi (31,5 mg/dl berbanding 13,5 mg/dl) dengan nilai p=0,0001. Perbedaan dengan penelitian ini adalah jenis senam yang dilakukan dan jenis penelitian yang digunakan.

3. Penelitian Myers, et al. (2013) yang berjudul Exercise Training and Quality of Life Individuals With Type 2 Diabetes dengan variabel latihan jasmani (resistance, aerobic, combined) dan kualitas hidup penderita diabetes melitus tipe 2. Jenis penelitian yang digunakan bersifat Randomized Controlled Trial. Dari hasil penelitian didapatkan hasil perbaikan pada kualitas hidup penderita diabetes melitus tipe 2 pada latihan jasmani resistance didapatkan p=0,005, aerobic p=0,001, dan kombinasi p=0,015. Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel kualitas hidup, jenis latihan jasmani dan jenis penelitian.

4. Penelitian Risma, et al. (2014) yang berjudul pengaruh kombinasi pengaturan pola diit diabetes melitus dan senam diabetes terhadap


(22)

7

kadar gula darah pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan variabel pengaturan pola diit diabetes melitus, senam diabetes dan kadar glukosa darah. Jenis penelitian yang digunakan bersifat quasi eksperimental. Dari hasil penelitian didapatkan hasil penurunan kadar glukosa dengan rata-rata penurunan sebesar 47,06 mg/dl dan p=0,000 dengan perubahan kadar glukosa terbanyak sebesar 81 mg/dl pada penderita diabetes melitus tipe 2. Perbedaan dengan penelitian ini adalah kombinasi diit diabetes melitus, jenis penelitian dan jenis senam yang digunakan.


(23)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Diabetes Melitus tipe 2 a. Definisi

Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolik kronis dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (World Health Organization, 2016) (American Diabetes Association, 2014) (Harrison, 2012).

Menurut ADA tahun 2014 diabetes melitus diklasifikasikan menjadi 4 tipe (American Diabetes Association, 2014):

1) Diabetes melitus tipe 1 2) Diabetes melitus tipe 2 3) Diabetes melitus tipe lain

4) Diabetes kehamilan atau diabetes melitus gestasional

Diabetes melitus tipe 2 (DM tipe 2) atau disebut sebagai Non-Insulin-Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) merupakan salah satu tipe DM akibat dari insensitivitas sel terhadap insulin (resistensi insulin) serta defisiensi insulin relatif yang menyebabkan hiperglikemia. DM tipe ini memiliki prevalensi paling banyak diantara tipe-tipe lainnya yakni melingkupi 90-95% dari kasus diabetes (American Diabetes Association, 2014).


(24)

9 b. Etiologi

DM tipe 2 merupakan penyakit heterogen yang disebabkan secara multifaktorial (Ozougwu, 2013). Umumnya penyebab DM tipe 2 terbagi atas faktor genetik yang berkaitan dengan defisiensi dan resistensi insulin serta faktor lingkungan seperti obesitas, gaya hidup sedenter dan stres yang sangat berpengaruh pada perkembangan DM tipe 2 (Colberg, et al., 2010; Harrison, 2012; Kaku, 2010).

c. Faktor risiko pada DM

1) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti berat badan, obesitas, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemia, diet tidak sehat dan seimbang (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).

2) Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi yakni usia dan jenis kelamin (Depkes, 2008). Menurut Sujaya (2009) risiko terjadinya diabetes meningkat seiring dengan usia terutama pada kelompok usia lebih dari 40 tahun. Seseorang yang berusia lebih dari 45 tahun berisiko 14,99 kali bila dibandingkan dengan kelompok usia 15-25 tahun (Irawan, 2010). Hal tersebut dikarenakan pada kelompok tersebut mulai terjadi proses agingyang bermakna sehingga kemampuan sel β pankreas berkurang dalam memproduksi insulin (Sujaya, 2009 dalam Trisnawati, 2013). Selain itu terdapat penurunan aktivitas mitokondria di sel-sel otot sebesar 35% yang


(25)

10

berhubungan dengan peningkatan kadar lemak dalam sel-sel otot tersebut sebesar 30% dan memicu terjadinya resistensi insulin (Trisnawati, 2013). Menurut IDF di wilayah Western Pacific dimana Indonesia masuk didalamnya, kelompok usia 40-59 tahun merupakan kelompok paling banyak menderita DM tipe 2 dengan distribusi sebanyak 27% laki-laki dan 21% perempuan (IDF, 2015). Namun data tersebut sedikit berbeda dengan penelitian oleh Indriyani (2007) yang menyatakan bahwa angka prevalensi penderita DM tipe 2 di kelompok usia 40-70 tahun pada perempuan menunjukkan angka yang lebih tinggi daripada laki-laki (59,1% dan 40,9%), sedangkan pada laki-laki lebih banyak terjadi pada usia yang lebih muda (Indriyani, 2007). Hal ini dipicu oleh fluktuasi hormonal yang membuat distribusi lemak menjadi mudah terakumuladi dalam tubuh sehingga indeks massa tubuh (IMT) meningkat dengan persentase lemak yang lebih tinggi (20-25% dari berat badan total) dengan kadar LDL yang tinggi dibandingkan dengan laki-laki (jumlah lemak berkisar 15-20% dari berat badan total) (Karinda, 2013; Irawan, 2010 dalam Trisnawati, 2013; Jelantik, 2014). Kondisi tersebut mengakibatkan penurunan sensitifitas terhadap kerja insulin pada otot dan hati sehingga perempuan memiliki faktor risiko sebanyak 3-7 kali lebih tinggi


(26)

11

dibandingkan laki-laki yaitu 2-3 kali terhadap kejadian DM (Indriyani, 2007; Karinda, 2013; Fatimah, 2015).

d. Patofisiologi

DM tipe 2 memiliki karakteristik sekresi insulin yang tidak adekuat, resistensi insulin, produksi glukosa hepar yang berlebihan dan metabolisme lemak yang tidak normal (Harrison, 2012).

Pada tahap awal, toleransi glukosa akan terlihat normal, walaupun sebenarnya telah terjadi resistensi insulin. Hal ini terjadi karena kompensasi oleh sel beta pankreas berupa peningkatan pengeluaran insulin. Proses resistensi insulin dan kompensasi hiperinsulinemia yang terus menerus terjadi akan mengakibatkan sel beta pankreas tidak lagi mampu berkompensasi (Harrison, 2012).

Apabila sel beta pankreas tidak mampu mengkompensasi peningkatan kebutuhan insulin, kadar glukosa akan meningkat dan terjadi DM tipe 2. Keadaaan yang menyerupai DM tipe 1 akan terjadi akibat penurunan sel beta yang berlangsung secara progresif yang sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mensekresikan insulin sehingga menyebabkan kadar glukosa darah semakin meningkat (Rondhianto, 2011).

e. Komplikasi

Pada DM yang tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskuler kronik, baik mikroangiopati maupun makroangiopati (Harrison, 2012; Ndraha,


(27)

12

2014; Purnamasari, 2009). Di Amerika Serikat, DM merupakan penyebab utama dari end-stage renal disease (ESRD), nontraumatic lowering amputation, dan adult blindness (Powers, 2008).

1) Komplikasi akut a) Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah seseorang di bawah nilai normal (<50 mg/dl). Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita DM tipe 1 yang dapat dialami 1-2 kali per minggu. Kadar glukosa darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak berfungsi bahkan dapat mengalami kerusakan (Fatimah, 2015).

b) Hiperglikemia

Hiperglikemia adalah apabila kadar glukosa darah meningkat secara tiba-tiba yang dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, yakni ketoasidosis diabetik, hiperosmoler hiperglikemik (Fatimah, 2015).

Ketoasidosis diabetik terjadi akibat tubuh yang memecah lemak menjadi tenaga, hal ini terjadi karena tubuh kekurangan glukosa (sumber tenaga) akibat insulin yang kurang. Hiperosmoler hiperglikemik ditandai dengan kadar glukosa darah lebih dari 600 mg/dl (American Diabetes Association, 2014).


(28)

13 2) Komplikasi kronik

a) Kerusakan saraf (Neuropati)

Neuropati biasanya terjadi karena kadar glukosa darah yang terus menerus tinggi, tidak terkontrol dengan baik, dan berlangsung sampai 10 tahun atau lebih. Neuropati dapat mengakibatkan saraf tidak bisa mengirim atau menghantar pesan-pesan rangsangan impuls saraf, salah kirim atau terlambat kirim. Tergantung dari berat ringannya kerusakan saraf dan saraf mana yang terkena.

b) Kerusakan ginjal (Nefropati)

Ginjal manusia bekerja selama 24 jam sehari untuk membersihkan darah dari racun yang masuk dan yang dibentuk oleh tubuh. Bila terdapat nefropati atau kerusakan ginjal, racun didalam tubuh tidak dapat dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya dipertahankan ginjal bocor ke luar. Gangguan ginjal pada penderita diabetes juga terkait dengan neuropati atau kerusakan saraf.

c) Kerusakan mata (Retinopati)

Penyakit diabetes bisa merusak mata penderitanya dan menjadi penyebab utama kebutaan. Ada 3 penyakit utama pada mata yang disebabkan oleh diabetes, yaitu: retinopati, katarak, dan glukoma.


(29)

14 d) Gangguan saluran cerna

Gangguan saluran cerna pada penderita diabetes disebabkan karena kontrol glukosa darah yang tidak baik, serta gangguan saraf otonom yang mengenai saluran pencernaan. Rasa sebah, mual, bahkan muntah dan diare juga bisa terjadi. Ini adalah akibat dari gangguan saraf otonom pada lambung dan usus. Keluhan gangguan saluran makan bisa juga timbul akibat pemakaian obat-obatan yang diminum.

e) Infeksi

Glukosa darah yang tinggi menggangu fungsi kekebalan tubuh dalam menghadapi masuknya virus atau kuman sehingga penderita diabetes mudah terkena infeksi. Tempat yang mudah mengalami infeksi adalah mulut, gusi, paru-paru, kulit, kaki, kandung kemih dan alat kelamin. Kadar glukosa darah yang tinggi juga merusak sistem saraf sehingga mengurangi kepekaan penderita terhadap adanya infeksi (Ndraha, 2014).

e. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan DM dikenal dengan empat pilar penatalaksanaan DM yang terdiri atas edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani, serta intervensi farmakologis (Ndraha, 2014; Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), 2011; Yunir, 2010).


(30)

15 2. Glukosa

a. Pengertian

Glukosa darah dapat didefinisikan sebagai gula yang ditransportasikan melalui aliran darah untuk memenuhi kebutuhan energi ke seluruh sel di dalam tubuh. Sedangkan kadar glukosa darah merupakan tingkat glukosa di dalam darah (Nordqvist, 2014). Umumnya tingkat glukosa darah bertahan pada batas-batas yang sempit sepanjang hari (70-150 mg/dl). Tingkat ini meningkat setelah makan dan biasanya berada pada level terendah pada pagi hari, sebelum makan (Henrikson & Nielsen, 2009).

b. Metabolisme

Tubuh manusia mengatur kadar glukosa darah sehingga tidak terlalu rendah maupun terlalu tinggi. Kondisi demikian untuk menjaga keseimbangan stabilitas darah dalam lingkungan homeostasis yang diperlukan oleh tubuh sehingga mampu berfungsi secara optimal (Nordqvist, 2014). Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati serta yang dipergunakan oleh jaringan perifer tergantung pada keseimbangan fisiologis insulin dan glukagon yang bekerjasama untuk mempertahankan kadar glukosa darah tetap normal (Sherwood, 2011).

Kondisi hiperglikemia akan merangsang sekresi insulin (Williams & Hopper, 2007). Insulin menurunkan kadar glukosa darah dengan cara meningkatkan transportasi glukosa ke sel, metabolisme glukosa menjadi glikogen dalam proses glikogenesis sebagai


(31)

16

cadangan energi yang disimpan di dalam hati dan otot, serta sintesis lipid dan protein dari asam lemak dan asam amino. Sedangkan kondisi hipoglikemia merangsang sekresi glukagon (Sherwood, 2011). Glukagon meningkatkan kadar glukosa darah dengan mengkatabolisme glikogen menjadi glukosa dalam proses glikogenolisis di dalam hati dan merubah asam lemak dan asam amino menjadi glukosa (glukoneogenesis). Kedua hormon ini bekerjasama menjaga kadar glukosa darah pada tingkat yang konstan (Smeltzer & Bare, 2009).

Kadar glukosa darah juga dipengaruhi epineprin, kortisol dan growth hormone yang sekresinya dikontrol oleh hipotalamus. Epineprin dan kortisol meningkat selama stress dan akan bertahan selama 24-72 jam, setelah itu kedua hormon ini akan kembali ke tingkat normal (Sherwood, 2011). Epineprin meningkatkan kadar glukosa darah dengan merangsang sekresi glukagon yang berfungsi pada proses glukoneogenesis dan glikogenolisis di hati, menghambat sekresi insulin dan meningkatkan kadar asam lemak dengan mendorong lipolisis. Kortisol mempunnyai efek metabolik meningkatkan konsentrasi glukosa darah dengan merangsang glukoneogenesis hati, menghambat penyerapan dan penggunaan glukosa oleh banyak jaringan (kecuali otak), merangsang penguraian protein menjadi asam amino untuk glukoneogenesis, serta meningkatkan lipolisis (Ranabir & Reetu, 2011).


(32)

17

Hormon yang berikutnya adalah growth hormone, hormon ini akan meningkatkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan penguraian simpanan lemak trigliserida di jaringan adiposa sehingga kadar asam lemak dalam darah meningkat dan penyerapan glukosa berkurang (Sherwood, 2011).

Peningkatan kadar glukosa darah dipengaruhi oleh berbagai macam faktor; diantaranya diit tinggi karbohidrat, kurangnya aktivitas, kekurangan insulin, stress, nyeri, periode menstruasi, dan dehidrasi (American Diabetes Association, 2015).

c. Kadar Glukosa

Terdapat beberapa jenis pemeriksaan glukosa darah, menurut Seogondo, et al. (2015) yakni kadar glukosa darah sewaktu, puasa, 2 jam setelah makan (2 jam PP) dan tes toleransi glukosa oral (TTGO).

1) Glukosa darah sewaktu

Pemeriksaan glukosa darah sewaktu yaitu mengukur kadar glukosa darah tanpa memperhatikan waku makan. Peningkatan kadar glukosa darah dapat terjadi setelah makan, stres, atau pada diabetes melitus. Nilai normalnya berkisar antara 70 mg/dl sampai 125 mg/dl (Kartika, 2015). Sedangkan menurut PERKENI (2006) dalam Soegondo, et al. (2015) kadar glukosa darah sewaktu normalnya kurang dari 100 mg/dl. Glukosa darah sewaktu yang


(33)

18

(American Diabetes Association, 2014). Setiap laboratorium memiliki patokan masing-masing pada kadar glukosa darah.

2) Glukosa darah puasa

Kadar glukosa darah puasa diukur setelah terlebih dahulu tidak makan selam 8 jam. Kadar glukosa darah ini menggambarkan level glukosa yang diproduksi oleh hati. Nilai normalnya kurang dari 100

mg/dl. Glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl dapat dikategorikan

glukosa darah puasa yang tinggi (PERKENI, 2006 dalam Soegondo, et al., 2015).

3) Glukosa darah 2 jam setelah makan

Pemeriksaan kadar glukosa diperiksa tepat 2 jam setelah makan. Pemeriksaan ini menggambarkan efektivitas insulin dalam transportasi glukosa ke sel. Nilai normalnya berkisar antara 100 mg/dl sampai 140 mg/dl (Kartika, 2015).

Tabel 1. Kriteria Pengendalian DM

Baik Sedang Buruk

Glukosa darah puasa 80-109 110-125 ≥126 Glukosa darah 2 jam 110-144 145-179 ≥180 Sumber: Soegondo, et al. 2015

3. Senam pada Penderita DM tipe 2

Latihan fisik atau olahraga merupakan bagian dari empat pilar penatalaksanaan DM dan strategi nonfarmakologis yang fundamental untuk tata laksana dan kontrol DM tipe 2 terhadap risiko penyakit kardiovaskular (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), 2011; Mendes, 2015). Menurut Santoso (2008) dalam Suryanto (2009)


(34)

19

olahraga yang dianjurkan untuk penderita DM adalah aerobic low impact dan ritmis salah satunya adalah senam yang bersifat aerobik (Santoso, 2008 dalam Suryanto, 2009).

Senam berasal dari bahasa Yunani yakni gymnos yang

memiliki arti telanjang atau secara lengkapnya ―untuk menerangkan

bermacam-macam gerak yang dilakukan oleh atlet-atlet yang telanjang‖ (Ridha, 2012). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) senam merupakan gerak badan dengan gerakan tertentu, seperti menggeliat, menggerakkan, dan meregangkan anggota badan (Alwi, 2001).

Prinsip olahraga pada diabetesi (orang dengan penyakit DM) sama saja dengan prinsip olahraga secara umum, yaitu yang memenuhi kriteria frekuensi, intensitas, time (durasi), type (jenis). Olahraga yang dilakukan hendaknya melibatkan otot-otot besar dan sesuai dengan keinginan agar manfaat olahraga dapat dirasakan secara terus menerus. Olahraga pada diabetesi lebih baik dilakukan secara teratur 3 – 5 kali dalam seminggu dengan durasi 30-50 menit. Jenis olahraga yang baik adalah jenis endurans (aerobik) untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda. Hal yang perlu diperhatikan setiap kali olahraga adalah tahap-tahap seperti pemanasan (warming up), inti (conditioning), pendinginan (cooling down) dan peregangan (stretching) (Soegondo, et al., 2015).


(35)

20

a. Senam dengan kadar glukosa darah

Pada saat seseorang melakukan latihan jasmani, pada tubuh akan terjadi peningkatan kebutuhan bahan bakar tubuh oleh otot yang aktif dan terjadi pula reaksi tubuh yang kompleks meliputi fungsi sirkulasi, metabolisme, dan susunan saraf otonom. Glukosa disimpan sebagai glikogen dalam otot dan hati, glikogen cepat diakses untuk dipergunakan sebagai sumber energi pada latihan jasmani terutama pada permulaan latihan jasmani. Setelah melakukan latihan jasmani selama 10 menit, maka akan terjadi peningkatan kebutuhan glukosa sel 15 kali dari kebutuhan biasa, setelah 60 menit, maka akan meningkat sampai 35 kali (Suhartono, 2004).

Pada saat melakukan latihan jasmani kerja insulin menjadi lebih baik dan yang kurang optimal menjadi lebih baik lagi. Akan tetapi efek yang dihasilkan dari latihan jasmani setelah 2 x 24 jam hilang, oleh karena itu untuk memperoleh efek tersebut latihan jasmani perlu dilakukan 2 hari sekali atau seminggu 3 kali (Rachmawati, 2010). Guelfi (2007) menjelaskan bahwa pada latihan jasmani intensitas sedang selama 30 menit dapat menurunkan tingkat glukosa darah lebih besar daripada latihan dengan intensitas tinggi. Penurunan kadar glukosa darah pada latihan dengan intensitas sedang lebih besar daripada intensitas tinggi disebabkan karena peningkatan jumlah hormon katekolamin dan growht hormone yang lebih besar


(36)

21

pada latihan dengan intensitas tinggi, sehingga dapat meningkatkan kadar glukosa darah (Guelfi, 2007).

Penderita diabetes diperbolehkan melakukan latihan jasmani jika glukosa darah kurang dari 250 mg/dl (Rachmawati, 2010) Jika kadar glukosa darah diatas 250 mg/dl pada saat latihan jasmani maka akan terjadi pemecahan (pembakaran) lemak akibat pemakaian glukosa oleh otot terganggu, hal ini membahayakan tubuh dan dapat menyebabkan terjadinya ketoasidosis (Suhartono, 2004).

Akhir-akhir ini gaya hidup sehat menjadi salah satu trend di masyarakat. Terdapat berbagai macam latihan jasmani yang ditawarkan untuk memenuhi gaya hidup sehat tersebut. Salah satunya yaitu senam aerobik. Menurut Purwanto (2011) Senam aerobik merupakan latihan yang dilakukan dengan menggerakkan seluruh otot, terutama dengan otot besar dengan gerakan yang terus menerus, berirama dan berkelanjutan (Purwanto, 2011).

Saat kita melakukan olahraga atau senam, maka akan ada kalori yang terbakar dalam tubuh kita. Kalori yang terbakar selama olahraga atau senam dipengaruhi oleh berat badan, intensitas kerja, tingkat kesiapan dan metabolisme. Berikut beberapa aktivitas fisik bersifat aerobik dengan jumlah pembakaran kalori setiap jam.


(37)

22

Tabel 2. Jumlah pembakaran kalori berdasarkan jenis aktivitas fisik dan berat badan

Jenis aktivitas fisik Berat Badan

60 kg 70 kg 80 kg 90 kg Aerobik, general 384 cal 457 cal 531 cal 605 cal Aerobik, intensitas rendah 295 cal 352 cal 409 cal 465 cal Aerobik, intensitas tinggi 413 cal 493 cal 572 cal 651 cal Berenang santai 354 cal 422 cal 490 cal 558 cal Bersepeda santai 236 cal 281 cal 327 cal 372 cal Peregangan 148 cal 176 cal 204 cal 233 cal Tai chi 236 cal 281 cal 327 cal 372 cal Berjalan atau berlari santai 148 cal 176 cal 204 cal 233 cal Sumber: NutriStrategy, 2015

Selain senam aerobik, terdapat senam lain yakni senam sehat diabetes yang merupakan gerakan senam yang penekanannya pada gerakan ritmik otot, sendi, vaskular dan saraf dalam bentuk peregangan dan relaksasi (Suryanto, 2009). Konsep gerakan pada senam sehat diabetes melitus menggunakan konsep latihan ketahanan jantung paru (endurance) dengan mempertahankan keseimbangan otot kanan dan kiri (Kementrian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, 2010). Menurut penelitian Sinaga & Hondro (2012) yang dilakukan di Medan dengan jenis penelitian quasi eksperimen senam diabetes melitus yang dilakukan 3 kali seminggu terbukti dapat menurukan kadar glukosa darah sebesar 18.03 mg/dl dengan p=0,000 (Sinaga & Hondro, 2012).

Selain senam aerobik dan senam diabetes melitus, terdapat satu senam yang sedikit berbeda dengan senam sebelumnya, yaitu senam


(38)

23

kaki. Senam yang hanya menggerakkan bagian kaki ini bertujuan untuk memperbaiki sirkulasi darah sehingga nutrisi ke bagian jaringan tubuh menjadi lebih lancar, memperkuat otot-otot kecil, otot betis dan otot paha serta mengatasi keterbatasan gerak sendi yang dialami oleh penderita diabetes melitus. Hasil penelitian yang dilakukan di Magelang dengan jenis penelitian quasi eksperimen senam kaki yang dilakukan 3 kali seminggu, selama empat minggu terbukti dapat menurukan kadar glukosa darah sebesar 27,71 mg/dl dengan p=0,000 (Priyanto, 2012).

Selain senam yang telah dijelaskan diatas, terdapat pula senam jantung. Senam jantung menggunakan semua otot–otot besar, pernapasan dan jantung. Variasi gerakan-gerakan yang banyak terutama gerakan dasar pada kaki dan jalan dapat memenuhi kriteria CRIPE (continous, rhythmical, interval, progresif dan endurance) sehingga sesuai dengan tahapan kegiatan yang harus dilakukan. Disamping itu senam jantung yang dilakukan secara berkelompok akan memberi rasa senang pada anggota dan juga dapat memotivasi anggota yang lain untuk terus melakukan olah raga secara berkelanjutan dan teratur. Sebuah penelitian yang dilakukan pada lansia di Panti Sosial Dan Lanjut Usia Tresna Werdha Natar Lampung Selatan menunjukkan bahwa ada pengaruh senam jantung sehat yang dilakukan 2 kali seminggu, selama 2 bulan terhadap penurunan kadar glukosa darah puasa (nilai p=0.0001) dengan rerata sebelum 138,70 mg/dl dan sesudah 121,85 mg/dl


(39)

24

sehingga rerata penurunan sebesar 16,85 mg/dl atau 12,15% (Fakhruddin & Nisa, 2012).

Senam zumba adalah senam berkelompok yang mengalami perkembangan sejak tahun 2012 (Luettgen, et al., 2012). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Juliani & Suharyo (2015) menunjukkan bahwa senam zumba yang dilakukan 2 kali seminggu selama 2 minggu terbukti dapat menurunkan kadar glukosa darah sewaktu dengan rata-rata sebesar 19,71 mg/dl dengan p=0,0001 (Juliani & Suharyo, 2015).

b. Senam ADUHAI

Senam ADUHAI (Atasi Diabetes Untuk Hidup Sehat dan Ideal) yang merupakan senam yang terdiri dari gerakan-gerakan modifikasi senam kaki diabetik dan mencakup 3 tahapan yakni pemanasan (warming up), inti (conditioning) dan pendinginan (cooling down). Senam ADUHAI dilakukan dengan posisi duduk tegak tanpa bersandar, hal ini bertujuan untuk mempermudah latihan jasmani.


(40)

25

1) Pemanasan (warming up), terdiri atas delapan gerakan a) Gerakan Satu

Gambar 1. Gerakan Satu

Penderita duduk dengan posisi sempurna dan kaki menyentuh lantai. Pandangan lurus ke depan. Kepala ditengadahkan, lalu kepala diarahkan ke depan dan terakhir ditundukkan ke bawah. Gerakan dilakukan sebanyak 2 x 8 hitungan.

b) Gerakan Dua

Gambar 2. Gerakan Dua

Setelah gerakan 1, kepala ditolehkan ke arah kanan, lalu ke depan, dan terakhir ditolehkan ke arah kiri. Gerakan dilakukan sebanyak 2 x 8 hitungan.


(41)

26 c) Gerakan Tiga

Gambar 3. Gerakan Tiga

Kepala pada posisi lurus ke depan kemudian kepala dimiringkan ke kanan, luruskan, lalu dimiringkan ke kiri. Gerakan dilakukan sebanyak 2 x 8 hitungan.

d) Gerakan Empat

Gambar 4. Gerakan Empat

Lipat tangan kanan lalu simpan lengan kiri di belakang lipatan tangan kanan. Tahan selama 2 x 8 hitungan. Lalu lakukan hal yang sama pada arah sebaliknya yakni lipat tangan kiri lalu dimpan lengan kanan di belakang lipatan tangan kiri. Tahan posisi selama 2 x 8 hitungan.


(42)

27 e) Gerakan Lima

Gambar 5. Gerakan Lima

Penderita duduk dengan kaki menyentuh lantai. Dengan tumit yang diletakkan di lantai, jari-jari kedua kaki diluruskan keatas lalu dibengkokkan kebawah seperti cakar ayam sebanyak sepuluh kali.

f) Gerakan Enam

Gambar 6. Gerakan Enam

Kaki tetap menyentuh lantai. Dengan meletakkan tumit kedua kaki dilantai, angkat telapak kaki ke atas. Kemudian jari-jari kedua kaki diletakkan di lantai dan tumit diangkatkan ke atas. Gerakan ini dilakukan sebanyak sepuluh kali.


(43)

28 g) Gerakan Tujuh

Gambar 7. Gerakan Tujuh

Kedua tumit diletakkan di lantai. Kemudian bagian ujung jari kaki diangkat ke atas dan buatlah gerakan memutar pada pergelangan kaki lalu letakkan kembali kedua bagian ujung jari kaki di lantai. Lakukan sebanyak sepuluh kali.


(44)

29 h) Gerakan Delapan

Gambar 8. Gerakan Delapan

Kedua jari diletakkan di lantai. Kemudian kedua tumit diangkat dan buatlah gerakan memutar dengan pergerakan pada pergelangan kaki lalu letakkan kembali kedua tumit di lantai. Lakukan sebanyak sepuluh kali.

2) Gerakan Inti (Conditioning) a) Gerakan Sembilan

Gambar 9. Gerakan Sembilan

Lengan & siku dilipat 90o, diletakkan pada bagian depan tubuh. Kemudian, pindahkan lengan kearah luar, hingga sejajar dengan


(45)

30

telinga. Arahkan kembali ke bagian tengah tubuh. Ulangi gerakan diatas dengan hitungan 2x8.

b) Gerakan Sepuluh

Gambar 10. Gerakan Sepuluh

Pertemukan tangan kanan dan kiri pada bagian tengah tubuh, lalu rentangkan kedua tangan. Pertemukan kembali tangan dan kiri pada bagian tengah tubuh. Ulangi gerakan diatas dengan hitungan 2x8.


(46)

31 c) Gerakan Sebelas

Gambar 11. Gerakan Sebelas

Ayunkan dan silangkan lengan kanan anda ke bagian kiri tubuh selanjutnya ayunkan dan silangkan lengan kiri anda ke bagian kanan tubuh anda. Ulangi gerakan diatas dengan hitungan 2x8. d) Gerakan Dua Belas

Gambar 12. Gerakan Dua Belas

Letakkan tangan di pinggang, lalu gerakkan badan kearah kanan lalu kearah kiri. Ulangi gerakan diatas dengan hitungan 2x8.


(47)

32 e) Gerakan Tiga Belas

Gambar 13. Gerakan Tiga Belas

Angkat salah satu lutut kaki, dan luruskan. Lalu gerakan jari-jari kaki kedepan kemudian turunkan kembali secara bergantian, dimulai dari kaki kanan lalu kaki kiri.. Ulangi gerakan ini sebanyak 10 kali.

f) Gerakan Empat Belas

Gambar 14. Gerakan Empat Belas

Luruskan salah satu kaki diatas lantai kemudian angkat kaki tersebut dan gerakkan ujung jari-jari kaki kearah wajah lalu turunkan kembali kelantai.


(48)

33 g) Gerakan Lima Belas

Gambar 15. Gerakan Lima Belas

Angkat kedua kaki lalu luruskan. gerakkan ujung jari-jari kaki kearah wajah dan menjauhi wajah. lalu turunkan kembali kelantai. Lakukan gerakan dengan kedua kaki kanan dan kiri secara bersamaan. Ulangi gerakan tersebut sebanyak 10 kali. h) Gerakan Enam Belas

Gambar 16. Gerakan Enam Belas

Selanjutnya luruskan salah satu kaki dan angkat, lalu putar kaki pada pergelangan kaki, lakukan gerakan seperti membuat


(49)

34

lingkaran di udara. Lakukan gerakan dengan kedua kaki kanan dan kiri secara bergantian. Ulangi gerakan tersebut sebanyak 10 kali.

3) Gerakan Pendinginan (Cooling Down) a) Gerakan Tujuh Belas

Gambar 17. Gerakan Tujuh Belas

Rentangkan kedua tangan sejajar dengan bahu anda. Kemudian gerakan badan kearah kanan dan lanjutkan ke kiri dengan posisi tangan tetap sejajar dengan bahu. Ulangi gerakan diatas dengan hitungan 2x8.


(50)

35 b) Gerakan Delapan Belas

Gambar 18. Gerakan Delapan Belas

Rentangkan tangan seperti pada gambar. Kemudian arahkan keatas hingga posisi sumbu 90°. Selanjutnya, temukan kedua telapak tangan seperti akan menepuk. Dan dilanjutkan dengan menurunkan hingga sejajar dengan dada. Ulangi gerakan diatas dengan hitungan 2x8.


(51)

36 B. Kerangka Teori

Keterangan:

: diteliti

: tidak diteliti Resistensi insulin

Lingkungan Usia Genetik

Empat pilar penatalaksanaan DM

Edukasi Gizi Aktivitas Fisik

Obat Variabel

Pengganggu: gaya hidup, pola makan, lingkungan,

dan obat

Senam ADUHAI Diabetes Melitus Tipe 2

Glukosa Darah Meningkat Hiperglikemia GDS ≥ 200 mg/dl GDP ≥ 126 mg/dl

Komplikasi


(52)

37 C. Kerangka Konsep

D. Hipotesis

H0: Tidak terdapat penurunan kadar glukosa darah pada penderita Diabetes Melitus tipe 2 di kelompok Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1 antara sebelum dan sesudah senam ADUHAI.

H1: Terdapat penurunan kadar glukosa darah pada penderita Diabetes Melitus tipe 2 di kelompok Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1 antara sebelum dan sesudah senam ADUHAI.


(53)

38 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian pra eksperimental dengan pendekatan one group pre-test and post-test design untuk mengetahui efektivitas senam ADUHAI terhadap kadar glukosa darah pada penderita Diabetes Melitus tipe 2.

Desain ini dikatakan sebagai pra-eksperimental karena belum merupakan eksperimen sungguh-sungguh akibat masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya variabel dependen. Rancangan ini berguna untuk mendapatkan informasi awal terhadap pertanyaan yang ada dalam penelitian (Sugiyono, 2010). Rancangan one group pre-post test design adalah mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi (Nursalam, 2008).

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi merupakan seluruh subjek (manusia, binatang, percobaan, data laboratoriun, dan lain-lain) yang akan diteliti dan memenuhi karakteristik yang ditentukan (Riyanto, 2011). Populasi terbagi menjadi dua macam, yaitu populasi target dan populasi terjangkau (Riyanto, 2011).


(54)

39

b. Populasi terjangkau : Anggota kelompok Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1

2. Sampel

Sampel merupakan sebagian dari populasi yang diharapkan dapat mewakili atau representif populasi (Riyanto, 2011). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik Non-Random Sampling (sampel tidak acak), yaitu teknik pengambilan sampel dari populasi dimana setiap anggota populasi tidak mempunnyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagian sampel, karena didasarkan pada aspek kepraktisan. Jenis teknik non-random sampling yang digunakan adalah accidental sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil responden yang kebetulan ada atau tersedia (Riyanto, 2011).

Sampel penelitian ini adalah anggota populasi yang mempunnyai kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:

a. Kriteria inklusi dan eksklusi sampel penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Kriteria Inklusi:

a) Penderita diabetes melitus tipe 2 yang bersedia ikut dalam penelitian dan menandatangani informed consent.

b) Berusia 40 hingga 85 tahun pada saat penelitian dilaksanakan.


(55)

40 2) Kriteria Eksklusi:

Subyek tidak diikutsertakan dalam penelitian apabila: a) Sedang hamil

b) Terdapat disabilitas fisik c) Afasia

d) Penurunan kesadaran

e) Memiliki penyakit penyerta sebelum maupun selama penelitian

f) Mengkonsumsi alkohol sebelum maupun selama penelitian g) Memiliki kadar glukosa darah >250 mg/dl saat screening b. Besar sampel

Rumus besar sampel yang diperlukan adalah:

[( ) ] Keterangan:

n = besar sampel

Zα = deviat baku alfa

Zβ = deviat baku beta

S = Simpang baku gabungan

X1-X2 = beda minimal yang dianggap bermakna (Sopiyudin, 2013) Diketahui:

Zα = 1,96


(56)

41 S = 68

X1-X2 = 40

[ ] [ ]

[ ] [ ] 30,338

C. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1 2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan sekitar bulan April-Oktober 2016

D. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : senam ADUHAI

2. Variabel terikat : kadar glukosa darah sebelum (pre-) dan sesudah (post-) senam ADUHAI pada penderita Diabetes Melitus tipe 2

3. Variabel pengganggu : gaya hidup, pola makan, lingkungan, dan obat.


(57)

42 E. Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional Skala Pengukuran 1. Variabel

bebas: Senam ADUHAI

Senam modifikasi yang terdiri dari gerakan-gerakan modifikasi senam kaki diabetik dan mencakup tiga tahapan yakni pemanasan (warming up), inti (conditioning) dan pendinginan (cooling down) dilakukan dengan posisi duduk tanpa bersandar dengan durasi 7 menit 54 detik. Dilaksanakan dengan frekuensi 3 kali dalam seminggu selama 4 minggu.

-

2. Variabel terikat: Kadar glukosa darah -sebelum (pre-) -sesudah (post-)

glukosa darah puasa yang diambil dari sampel darah vena yang diukur menggunakan alat automatic analyzer dengan satuan mg/dl dengan angka rujukan 70-110 mg/dl.

diperiksa sebelum dilakukan senam ADUHAI dan

diperiksa sesudah dilakukan senam ADUHAI.

Rasio

.

F. Alat dan Bahan Penelitian 1. Spuit

2. Kapas steril 3. Handscoen 4. Masker 5. Tourniquet

6. Tabung penampung 7. Antikoagulan

8. Alat automatic analyzer 9. Form data diri


(58)

43 G. Jalannya Penelitian

Subyek penelitian diambil dari penderita DM tipe 2 yang rutin mengikuti senam mingguan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Unit 1

Anamnesis dan persetujuan informed consent.

Pengukuran kadar glukosa darah pada pertemuan pertama sebelum dilaksanakan senam ADUHAI

Melakukan senam ADUHAI sesuai dengan prosedur selama empat minggu

Pengukuran kadar glukosa darah pada pertemuan terakhir setelah dilaksanakan senam ADUHAI

Pengecekan kadar glukosa darah sewaktu untuk screening. Melakukan survey populasi dan sampel di RS PKU Muhammadiyah


(59)

44 H. Tahap Penelitian

Tahap Penelitian

Bulan Penelitian (Tahun 2016)

April Mei Juni Juli Agus Sep Okt Nov Des Persiapan

Penyusunan

Proposal xxx

Perizinan x x x x x x x x

Pelaksanaan x x x x x x x x x

Penyelesaian Pengolahan

data xxx

Penyajian

data xxx

I. Uji Validitas dan Reliabilitas

Keaslian (validitas) dan keterandalan (reliabilitas) pada penelitian ini ditentukan oleh ketepatan alat ukur dan ketepatan cara perhitungan atau pengukuran. Uji validitas dilakukan dengan menera semua alat yang digunakan dalam penelitian.

Dalam penelitian ini pemeriksaan kadar glukosa darah menggunakan alat automatic analyzer yang telah dilakukan kontrol harian dan dikalibrasi.

J. Analisis Data

Data diolah dan diproses menggunakan SPSS versi 16.0. Hasil yang didapatkan dari subyek penelitian selanjutnya akan diuji normalitas menggunakan Saphiro-Wilk. Jika distribusi data normal maka pengambilan keputusan dilakukan dengan Paired sample T test dengan p<0,05 menunjukkan hasil signifikan secara statistik. Jika distribusi data tidak normal maka pengambilan keputusan dilakukan dengan Wilcoxon test dengan p<0,05 menunjukkan hasil signifikan secara statistik.


(60)

45 K. Etik Penelitian

1. Ethical Clearance

Penelitian ini dilaksanakan setelah memperoleh surat kelayakan etik penelitian dari Komite Etik Penelitian Biomedis pada Manusia Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Informed Consent

Informed Consent adalah proses pemberian informasi oleh peneliti kepada subjek penelitian yang meliputi hak dan kewajiban subjek dan kesediaan subjek untuk mengikuti penelitian (Karinda, 2013). Setiap responden yang mengikuti penelitian ini diberikan lembar persetujuan dengan tujuan agar responden dapat mengetahui maksud dan tujuan penelitian seta hak dan kewajiban yang didapatkan sebagai dampaknya. Jika responden bersedia maka harus menandatangani lembar persetujuan dan jika responden menolak maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya.

3. Confidentally

Peneliti tidak dibenarkan untuk menyampaikan informasi responden kepada orang lain (Notoadmojo, 2005). Data dan informasi yang didapatkan hanya dilaporkan dalam laporan hasil penelitian tanpa menyatakan nama responden secara jelas untuk identitas dan diganti dengan pemberian kode. Data dan hasil sebenarnya yang diperoleh peneliti hanya diketahui oleh peneliti.


(61)

46 4. Benefit

Suatu penelitian yang dilakukan harus memiliki manfaat maksimal terutama bagi responden dan peneliti hendaknya meminimalisasi dampak negatif pada responden (Notoadmojo, 2010). Dalam penelitian ini peneliti berupaya melakukan tindakan sesuai dengan prosedur standar agar tidak membahayakan responden.

5. Justice

Seluruh responden yang terlibat dalam penelitian ini diperlakukan secara adil dan diberikan hak dan kewajiban yang sama, tidak terdapat perbedaan prioritas pada setiap responden.


(62)

47 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Deskripsi Penderita Diabetes Melitus tipe 2 Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan dari kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan sampel sebanyak 17 orang dari 25 orang populasi penderita Diabetes Melitus tipe 2 di RS PKU Muhammadiyah Unit 1 Yogyakarta. Sampel penelitian ini diambil dari peserta senam kelompok Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) di RS PKU Muhammadiyah Unit 1 Yogyakarta dari bulan April-Oktober 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas senam ADUHAI terhadap kadar glukosa darah pada penderita DM tipe 2.

Tabel 3. Deskripsi penderita diabetes melitus tipe 2 berdasarkan jenis kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1 Laki-laki 6 35%

2 Perempuan 11 65%

Jumlah 17 100%

Diabetes melitus tipe 2 (DM tipe 2) merupakan gangguan metabolik akibat dari insensitivitas sel terhadap insulin (resistensi insulin) serta defisiensi insulin relatif yang menyebabkan hiperglikemia dengan angka 90-95% dari seluruh kasus diabetes (American Diabetes Association, 2014). Pada Tabel 3 terlihat bahwa subjek penderita DM tipe 2 pada penelitian dengan jenis kelamin perempuan merupakan


(63)

48

proporsi sampel paling tinggi, yaitu sebanyak 65% dari seluruh sampel penelitian. Adapun proporsi sampel dengan jenis kelamin laki-laki adalah sebanyak 35%.

Data tersebut sesuai dengan penelitian Indriyani (2007) yang menyatakan bahwa diabetes melitus pada usia 40 – 70 tahun lebih banyak terjadi pada perempuan, Sedangkan pada laki-laki lebih banyak terjadi pada usia yang lebih muda. Hal ini dipicu oleh fluktuasi hormonal saat sindroma siklus bulanan (pre-menstrual syndrome) dan pasca-menopause pada perempuan yang membuat distribusi lemak menjadi mudah terakumulasi dalam tubuh sehingga indeks massa tubuh (IMT) meningkat dengan persentase lemak lebih tinggi yakni berkisar 20-25% dari berat badan total dan kadar LDL yang tinggi dibandingkan dengan laki-laki yang umumnya memiliki jumlah lemak berkisar 15-20% dari berat badan total (Karinda, 2013; Irawan, 2010 dalam Trisnawati, 2013; Jelantik, 2014). Kondisi ini mengakibatkan penurunan sensitifitas terhadap kerja insulin pada otot dan hati (Indriyani, 2007; Fatimah, 2005). Akibatnya perempuan memiliki faktor risiko terjadinya DM 3-7 kali lebih tinggi (Karinda, 2013).

2. Deskripsi Penderita Diabetes Melitus tipe 2 Berdasarkan Usia Berdasarkan dari kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan sampel sebanyak 17 orang. Menurut WHO (2002) sebagian besar negara maju mendefinisikan lansia sebagai seseorang dengan usia ≥65 tahun (WHO, 2002).


(64)

49

Tabel 4. Deskripsi penderita diabetes melitus tipe 2 berdasarkan usia

No Usia Jumlah Persentase

1 Lansia (≥65 tahun) 4 24%

2 Tidak Lansia (45-64 tahun) 13 76%

Jumlah 17 100%

Pada Tabel 4 terlihat bahwa subjek pada penelitian yang termasuk tidak lansia merupakan proporsi sampel paling tinggi, yaitu sebanyak 76% dari seluruh sampel penelitian. Data tersebut sesuai dengan laporan oleh IDF di wilayah Western Pacific dimana Indonesia masuk didalamnya, kelompok usia 40-59 tahun merupakan kelompok paling banyak menderita DM tipe 2 (IDF, 2015). Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (2013) turut menyatakan bahwa prevalensi diabetes melitus meningkat sesuai dengan bertambahnya usia namun mulai usia

≥65 tahun cenderung menurun (Riset Kesehatan Dasar, 2013). Menurut Irawan (2010) semakin tua usia seseorang maka makin tinggi risiko untuk menderita DM tipe 2. Seseorang yang berusia 26-35 tahun berisiko 2,32 kali, usia 36-45 tahun berisiko 6,88 kali, dan usia lebih dari 45 tahun berisiko 14,99 kali bila dibandingkan dengan kelompok usia 15-25 tahun (Irawan, 2010). Hal tersebut dikarenakan semakin lama usia suatu organ tubuh bekerja maka semakin menumpuk pula sisa-sisa metabolit yang tidak diperlukan tubuh, dalam hal ini lemak yang menyertai aktivitas organ tersebut sehingga kadar lemak dapat mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan usia (Karinda, 2013). Pada seseorang yang berusia setelah 40 tahun mulai terjadi proses aging yang bermakna dengan penurunan kondisi fisiologis yang


(65)

50

menurun dengan cepat sehingga kemampuan sel β pankreas berkurang

dalam memproduksi insulin (Karinda, 2013; Sujaya, 2009 dalam Trisnawati, 2013). Selain itu pada individu yang berusia lebih tua terdapat penurunan aktivitas mitokondria di sel-sel otot sebesar 35% yang berhubungan dengan peningkatan kadar lemak dalam sel-sel otot tersebut sebesar 30% dan memicu terjadinya resistensi insulin (Trisnawati, 2013).

3. Efektivitas Senam ADUHAI Terhadap Glukosa Darah Penderita Diabetes Melitus tipe 2

Tabel 5. Perbandingan hasil kadar glukosa darah puasa sebelum dan sesudah senam ADUHAI

Kode Responden

Kadar Glukosa Darah

Sebelum (mg/dL) Sesudah (mg/dL)

1 248 136 -112

2 203 195 -8

3 125 129 4

4 125 156 31

5 149 107 -42

6 151 145 -6

7 163 144 -19

8 178 184 6

9 297 114 -183

10 229 227 -2

11 87 119 32

12 194 209 15

13 110 137 27

14 105 138 33

15 90 99 9

16 142 217 75


(66)

51

Tabel 6. Deskripsi perbandingan hasil kadar glukosa darah sebelum dan sesudah senam ADUHAI

Indikator Sebelum (mg/dL) Sesudah (mg/dL)

Mean 166.71 151.53 15.18

Maksimum 297 227 70

Minimum 87 99 -12

Pada tabel 5 menunjukkan kadar glukosa darah setiap responden saat sebelum melakukan senam ADUHAI, sesudah melakukan senam ADUHAI, dan selisih dari keduanya. Sedangkan pada tabel 6 terlihat bahwa kadar glukosa darah terendah sebelum senam ADUHAI adalah 87 mg/dL, adapun setelah senam ADUHAI adalah 99 mg/dL. Sedangkan kadar glukosa darah tertinggi sebelum senam ADUHAI adalah 297 mg/dL dan setelah senam ADUHAI adalah sebesar 227 mg/dL. Sehingga berdasarkan total seluruh sampel yakni 17 orang diperoleh rata-rata penurunan sebesar 15,18 mg/dL dengan penurunan maksimal sebesar 70 mg/dL dan peningkatan maksimal sebesar 12 mg/dL.

Tabel 7. Hasil uji normalitas kadar glukosa darah sebelum dan sesudah senam ADUHAI

Kolmogorov-Smirnov Saphiro-Wilk

Kadar glukosa darah

pre-

p=0,20 p=0,46

Kadar glukosa darah

post-p=0,04 p=0,08

Uji normalitas data untuk masing-masing variabel sebelum dan sesudah perlakuan dilakukan dengan menggunakan Saphiro- Wilk karena sampel berjumlah 17 orang (<50 sampel). Suatu data dapat

dikatakan normal apabila p≥0,05. Dari hasil uji normalitas diperoleh hasil p=0,46 (distribusi data norrnal) untuk variabel kadar glukosa


(67)

52

darah sebelum senam ADUHAI dan p=0,08 (distribusi data normal) untuk variabel kadar glukosa darah sesudah senam ADUHAI, sehingga dapat disimpulkan bahwa distribusi data normal.

Tabel 8. Hasil uji Paired-sample T test kadar glukosa darah sebelum dan sesudah senam ADUHAI

Variabel Mean SD 95% Confidence of

Interval

p value

Kadar glukosa

darah Sebelum Sesudah

1,52 65,22

Minimum Maximum

-18,36 48,71 0,35

Dikarenakan distribusi data yang normal, data yang diperoleh dapat diuji dengan uji Paired-sample T Test, hasil dikatakan signifikan apabila nilai p<0,05. Berdasarkan uji Paired-sample T Test diperoleh angka signifikansi p=0,35 (tidak signifikan), hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat penurunan yang signifikan pada kadar glukosa darah puasa penderita diabetes melitus tipe 2 sesudah mengikuti senam ADUHAI.

Latihan fisik atau olahraga merupakan bagian dari empat pilar penatalaksanaan DM dan strategi nonfarmakologis yang fundamental untuk tata laksana dan kontrol DM tipe 2 terhadap risiko penyakit kardiovaskular (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), 2011; Mendes, 2015). Menurut Santoso (2008) dalam Suryanto (2009) olahraga yang dianjurkan untuk penderita DM adalah aerobic low impact dan ritmis salah satunya adalah senam yang bersifat aerobik (Santoso, 2008 dalam Suryanto, 2009).


(68)

53

Senam ADUHAI (Atasi Diabetes Untuk Hidup Sehat dan Ideal) yang merupakan senam yang terdiri dari gerakan-gerakan modifikasi senam kaki diabetik dan mencakup 3 tahapan yakni pemanasan (warming up), inti (conditioning) dan pendinginan (cooling down). Senam ADUHAI dilakukan dengan posisi duduk tegak tanpa bersandar, hal ini bertujuan untuk mempermudah latihan jasmani. Senam ADUHAI memiliki 18 gerakan dengan durasi selama 7 menit 54 detik. Senam ADUHAI dilaksanakan oleh 17 responden selama 4 minggu.

Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa tidak terdapat penurunan yang signifikan pada kadar glukosa darah sebelum dan sesudah senam ADUHAI. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian oleh Fahmi (2013) yang berjudul Pengaruh Senam Ergonomis pada Penderita DM Tipe 2 terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa dan Kadar Glukosa 2 Jam Postprandial yang dilakukan pada 30 responden menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam postprandial pada kelompok intervensi dan kontrol dengan p=0,638dan p=0,877 (Fahmi, 2013).

Berbeda dengan pernyataan sebelumnya, hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian oleh Utomo, et al (2012) yang berjudul Pengaruh Senam Terhadap Kadar Gula Darah Penderita Diabetes pada 84 orang yang dibagi menjadi 2 kelompok, yakni kelompok intervensi dan tanpa intervensi. Pada kelompok intervensi dilakukan senam sebanyak 3 kali dalam seminggu. Penelitian tersebut menunjukkan


(69)

54

bahwa terdapat perbedaaan kadar glukosa darah sewaktu sebelum dan sesudah pada kelompok dengan intervensi dengan penurunan glukosa darah 2,3 kali dibanding kelompok tanpa intervensi (31,5 mg/dl berbanding 13,5 mg/dl) dengan nilai p= 0,0001.

Tidak terjadinya penurunan kadar glukosa darah pada penelitian ini dapat disebabkan oleh faktor durasi, pola makan, aktivitas sehari-hari, tingkat kepatuhan dan hormon.

Secara teoritis, pada saat seseorang melakukan latihan jasmani, pada tubuh akan terjadi peningkatan kebutuhan bahan bakar tubuh oleh otot yang aktif dan terjadi pula reaksi tubuh yang kompleks meliputi fungsi sirkulasi, metabolisme, dan susunan saraf otonom. Glukosa disimpan sebagai glikogen dalam otot dan hati, glikogen cepat diakses untuk dipergunakan sebagai sumber energi pada latihan jasmani terutama pada permulaan latihan jasmani. Setelah melakukan latihan jasmani selama 10 menit, maka akan terjadi peningkatan kebutuhan glukosa sel 15 kali dari kebutuhan biasa, setelah 60 menit, maka akan meningkat sampai 35 kali (Suhartono, 2004). Guelfi (2007) menjelaskan bahwa pada latihan jasmani intensitas sedang selama 30 menit dapat menurunkan tingkat glukosa darah lebih besar daripada latihan dengan intensitas tinggi (Guelfi, 2007). Jadi, durasi senam yang hanya 7 menit 54 detik belum dapat menurunkan kadar glukosa darah karena peningkatan kebutuhan glukosa sel akan meningkat setelah menit ke 10.


(70)

55

Pola makan juga berpengaruh kepada penurunan glukosa darah penderita DM tipe 2. Karbohidrat dapat dibagi menjadi 2 yakni karbohidrat kompleks dan karbohidrat sederhana. Karbohidrat kompleks dapat berupa roti, kentang, nasi. Sedangkan karbohidrat sederhana berupa selai, jelly, sirup, limun, es krim. Menurut Gondosari (2009), mengkonsumsi terlalu banyak karbohidrat sederhana dapat menyebabkan gula darah meningkat tajam. Hal lain yang berpengaruh

yaitu prinsip diet diabetes berupa ‖3J‖ yaitu tepat jumlah, jadwal dan

jenis (Gondosari, 2009). Namun, pada penilitian ini pola makan penderita DM tipe 2 tidak diamati oleh peneliti.

Selain durasi dan pola makan, aktivitas sehari- hari juga dapat mempengaruhi glukosa darah. Menurut Rachmawati (2011) seseorang yang melakukan aktivitas sehari- hari berupa membersihkan, mencuci dan memasak mempunnyai kadar glukosa darah yang lebih terkontrol dibandingkan seseorang yang kurang bergerak (menonton, berbaring) (Rachmawati, 2011)

Pada saat seseorang melakukan latihan jasmani kerja insulin menjadi lebih baik dan yang kurang optimal menjadi lebih baik lagi. Akan tetapi efek yang dihasilkan dari latihan jasmani setelah 2 x 24 jam hilang, oleh karena itu untuk memperoleh efek tersebut latihan jasmani perlu dilakukan dua hari sekali atau seminggu 3 kali (Rachmawati, 2010). Senam ADUHAI dilakukan sebanyak 3 kali dalam seminggu, selama 4 minggu. Namun masih terdapat banyak subjek yang


(71)

56

melakukan senam 1 hingga 2 kali dalam seminggu. Tidak patuhnya pelaksanaan senam ADUHAI ini berakibat tidak tercapainya efek senam yaitu penurunan glukosa darah puasa.

Kadar glukosa darah juga dipengaruhi epineprin, kortisol dan growth hormone yang sekresinya dikontrol oleh hipotalamus. Epineprin dan kortisol meningkat selama stress dan akan bertahan selama 24-72 jam, setelah itu kedua hormon ini akan kembali ke tingkat normal (Sherwood, 2011). Epineprin meningkatkan kadar glukosa darah dengan merangsang sekresi glukagon yang berfungsi pada proses glukoneogenesis dan glikogenolisis di hati, menghambat sekresi insulin dan meningkatkan kadar asam lemak dengan mendorong lipolisis. Kortisol mempunnyai efek metabolik meningkatkan konsentrasi glukosa darah dengan merangsang glukoneogenesis hati, menghambat penyerapan dan penggunaan glukosa oleh banyak jaringan (kecuali otak), merangsang penguraian protein menjadi asam amino untuk glukoneogenesis, serta meningkatkan lipolisis (Ranabir & Reetu, 2011). Hormon yang berikutnya adalah growth hormone, hormon ini akan meningkatkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan penguraian simpanan lemak trigliserida di jaringan adiposa sehingga kadar asam lemak dalam darah meningkat dan penyerapan glukosa berkurang (Sherwood, 2011).

Pada penelitian ini peneliti tidak dapat mengontrol gaya hidup, pola makan, lingkungan dan obat para penderita sehingga faktor-faktor


(1)

tinggi dibandingkan dengan laki-laki yang umumnya memiliki jumlah lemak berkisar 15-20% dari berat badan total6,7,8,9. Kondisi ini mengakibatkan penurunan sensitifitas terhadap kerja insulin pada otot dan hati5,10. Akibatnya perempuan memiliki faktor risiko terjadinya DM 3-7 kali lebih tinggi6.

Berdasarkan tabel 2. Terlihat bahwa kelompok usia 45-64 tahun lebih rentan menderita DM tipe 2 dibandingkan kelompok usia ≥65 tahun. Hal tersebut sesuai dengan laporan oleh IDF (2015)11 di Indonesia, kelompok usia 40-59 tahun merupakan kelompok paling banyak menderita DM tipe 2. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (2013)12 turut menyatakan bahwa prevalensi diabetes melitus meningkat sesuai dengan bertambahnya usia namun mulai usia ≥

65 tahun cenderung menurun. Menurut Irawan (2010)7 semakin tua usia

seseorang maka makin tinggi risiko untuk menderita DM tipe 2. Hal tersebut karena semakin lama usia suatu organ tubuh bekerja maka semakin menumpuk pula sisa-sisa metabolit yang tidak diperlukan tubuh, dalam hal ini lemak yang menyertai aktivitas organ tersebut sehingga kadar lemak dapat mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan usia6. Pada seseorang yang berusia setelah 40 tahun mulai terjadi proses penuaan yang bermakna dengan penurunan kondisi fisiologis yang menurun dengan cepat sehingga kemampuan sel β pankreas berkurang dalam memproduksi insulin6,8,13. Selain itu pada individu yang berusia lebih tua terdapat penurunan aktivitas mitokondria di sel-sel otot sebesar 35% yang berhubungan dengan peningkatan kadar lemak dalam sel-sel otot tersebut


(2)

sebesar 30% dan memicu terjadinya resistensi insulin8.

Berdasarkan hasil uji normalitas data untuk masing-masing variabel sebelum dan sesudah perlakuan dengan menggunakan Saphiro- Wilk diperoleh distribusi data normal (p>0,05). Dikarenakan distribusi data yang normal, data yang diperoleh dapat diuji dengan uji Paired-sample T Test sehingga diperoleh hasil tidak signifikan (p>0,05), ini menunjukkan bahwa tidak terdapat penurunan yang signifikan pada glukosa darah puasa penderita diabetes melitus tipe 2 setelah mengikuti senam ADUHAI. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya terkait adanya penurunan kadar glukosa setelah melaksanakan senam ataupun aktivitas fisik. Dari hasil penelitian Utomo (2012) yang berjudul Pengaruh Senam Terhadap Kadar Gula Darah

Penderita Diabetes didapatkan hasil perbedaaan kadar glukosa darah sewaktu sebelum dan sesudah pada kelompok dengan intervensi dengan penurunan glukosa darah 2,3 kali dibanding kelompok tanpa intervensi (31,5 mg/dl berbanding 13,5 mg/dl) dengan nilai signifikan (p<0,05)14.

Dalam penelitian ini durasi senam yang hanya 7 menit 54 detik belum mencukupi untuk meningkatkan kebutuhan tubuh terhadap glukosa, sehingga glukosa darah tidak mengalami penurunan15.

Hal lain yang dapat mempengaruhi penelitian ini adalah pola makan, aktivitas fisik, kepatuhan, dan hormon.

Senam ADUHAI dilakukan sebanyak 3 kali dalam seminggu, selama 4 minggu. Namun masih terdapat banyak subjek yang melakukan senam 1 hingga 2 kali dalam seminggu. Tidak patuhnya pelaksanaan senam ADUHAI ini


(3)

yaitu penurunan glukosa darah puasa. Ini sesuai dengan penelitian Rachmawati (2010)16 yang berjudul Pola Makan dan Aktivitas fisiik dengan Kadar Glukosa Darah Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar menyatakan bahwa saat melakukan latihan jasmani kerja insulin menjadi lebih baik dan yang kurang optimal menjadi lebih baik lagi. Akan tetapi efek yang dihasilkan dari latihan jasmani setelah 2 x 24 jam hilang, oleh karena itu untuk memperoleh efek tersebut latihan jasmani perlu dilakukan dua hari sekali atau seminggu 3 kali.

Pada penelitian ini peneliti tidak dapat mengontrol gaya hidup, pola makan, lingkungan dan obat para penderita sehingga faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi hasil dari penelitian.

Kesimpulan

1. Jumlah penderita diabetes melitus tipe 2 berjenis kelamin perempuan lebih banyak daripada laki-laki di kelompok PERSADIA RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1 (65%:35%)

2. Jumlah penderita diabetes melitus tipe 2 usia 45-64 tahun lebih banyak daripada usia ≥65 tahun di kelompok PERSADIA RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1 (76%:24%)

3. Tidak terdapat penurunan kadar glukosa darah pada penderita Diabetes Melitus tipe 2 di kelompok Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1 antara sebelum dan sesudah senam ADUHAI yang dibuktikan dengan p= 0,35 (tidak signifikan)


(4)

Saran

Dari penelitian di atas, disarankan penelitian selanjutnya untuk dilakukan tanpa variabel pengganggu seperti gaya hidup, pola makan, lingkungan dan obat. Follow up yang dilakukan harus lebih baik serta diperlukan perpanjangan waktu dan durasi pelaksanaan senam.

Daftar Pustaka

1. Tandra. (2008). Segala Sesuiatu yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes. Jakarta: Gramedia. 2. World Health Organization. (2015).

Diakses pada 26 September 2015, http://www.who.int/mediacentre/fa ctsheets/fs312/en/

3. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). (2011). Konsesus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB PERKENI.

4. Colberg. S, Sigal. R, Fernhall. B, Regensteiner. J, Blissmer. B, Rubin. R, Chasan-Taber. L, Albright. A, & Braun. B. (2010). Exercise and Type 2 Diabetes. Diabetes Care : e147-e167.

5. Indriyani, P. (2007). Pengaruh Latihan Fisik;Senam Aerobik terhadap Penurunan Kadar Gula Darah pada Penderita DM Tipe 2 di Wilayah Puskesmas Bukateja Purbalingga. diunduh pada 26 September 2015, dari http://ejournal.undip.ac.id/index.ph p/medianers/article/download/717/ 586

6. Karinda, R. A. (2013). Pengaruh Senam Sehat Diabetes Mellitus Terhadap Profil Lipid Klien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Patrang Kabupaten Jember. Karya tulis


(5)

ilmiah strata satu, Universitas Jember, Jember

7. Irawan, D. (2010). Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Daerah Urban Indonesia (Analisa Data Sekunder Riskesdas 2007), Karya tulis ilmiah strata dua. Universitas Indonesia, Jakarta

8. Trisnawati, S.K., Setyorogo, S. (2013) Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II Di

Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun

2012. Karya Tulis Ilmiah strata satu. STIKes MH Thamrin, Jakarta 9. Jelantik, I. G. (2014). Hubungan

Faktor Risiko Umur, Jenis Kelamin, Kegemukan Dan Hipertensi Dengan Kejadian Diabetes Mellitus Tipe Ii Di Wilayah Kerja Puskesmas

Mataran. Media Bina Ilmiah, Issue 39-44.

10.Fatimah. R.N, (2015). Diabetes Melitus tipe 2. MAJORITY (Medical Journal of Lampung University Lampung). 93-101. 11.Interational Diabetes Federation.

(2015). IDF Diabetes Atlas 7th Edition. Diakses pada 14 Januari 2016,

http://www.diabetesatlas.org/ 12.Riset Kesehatan Dasar. (2013).

Laporan Nasional., s.l.: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI.

13.Sujaya, I. N. (2009). Pola Konsumsi Makanan Tradisional Bali sebagai Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di Tabanan. Jurnal Skala Husadar, 6(1), pp. 75-81.

14.Utomo, O.M., Azam, M., Anggraini, D.N.(2012). Pengaruh


(6)

Senam Terhadap Kadar Gula Darah Penderita Diabetes. Unnes Journal Of Public Health. 36-40. 15.Suhartono T. (2004). Naskah

Lengkap PB Persadia. Simposium Diabetes Melitus untuk Dokter dan Diabetisi. Semarang: Universitas Diponegoro, pp 25-31.

16.Rachmawati, Syam, A., Hidayanti, H. (2011). Pola Makan dan Aktivitas fisiik dengan kadar glukosa darah penderita diabetes mellitus tipe 2 rawat jalan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Karya tulis ilmiah strata satu. Universitas Hassanudin, Makassar.


Dokumen yang terkait

Hubungan Diabetes Melitus dengan Waktu untuk Konversi Kultur Sputum pada Pasien TB-MDR di RSUP H. Adam Malik

5 75 59

EFEKTIVITAS SENAM ADUHAI TERHADAP KADAR HIGH DENSITY LIPOPROTEIN (HDL) PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT 1

0 4 106

EFEKTIVITAS SENAM ADUHAI TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT 1

1 6 98

EFEKTIVITAS SENAM ADUHAI TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT 1

0 5 88

PENGARUH DURASI SENAM DIABETES MELITUS PADA PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DM TIPE II

0 3 11

PENGARUH JALAN KAKI DAN SENAM KAKI TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 Pengaruh Jalan Kaki dan Senam Kaki terhadap Kadar Glukosa Darah Penderita Diabetes Melitus Tipe 2.

0 3 15

PENGARUH JALAN KAKI DAN SENAM KAKI TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 Pengaruh Jalan Kaki dan Senam Kaki terhadap Kadar Glukosa Darah Penderita Diabetes Melitus Tipe 2.

0 2 17

PENDAHULUAN Pengaruh Jalan Kaki dan Senam Kaki terhadap Kadar Glukosa Darah Penderita Diabetes Melitus Tipe 2.

0 2 4

PENGARUH STRES TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2.

0 0 3

HUBUNGAN SENAM DIABETES DENGAN KADAR KOLESTEROL DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Senam Diabetes dengan Kadar Kolesterol Darah pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II di RS PKU Mu

0 0 15