EFEKTIVITAS SENAM ADUHAI TERHADAP KADAR HIGH DENSITY LIPOPROTEIN (HDL) PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT 1
i
KARYA TULIS ILMIAH
EFEKTIVITAS SENAM ADUHAI
TERHADAP KADAR
HIGH DENSITY LIPOPROTEIN (HDL)
PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2
DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT 1
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat
Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh
NADIA SALSABILA
20130310038
ARYA TULIS ILMIAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
(2)
i
KARYA TULIS ILMIAH
EFEKTIVITAS SENAM ADUHAI
TERHADAP KADAR
HIGH DENSITY LIPOPROTEIN (HDL)
PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2
DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT 1
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat
Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh
NADIA SALSABILA
20130310038
ARYA TULIS ILMIAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
(3)
ii
HALAMAN PENGESAHAN KTI
EFEKTIVITAS SENAM ADUHAI
TERHADAP KADAR HIGH DENSITY LIPOPROTEIN (HDL)
PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT 1
Disusun oleh :
NADIA SALSABILA 20130310038
Telah disetujui dan diseminarkan pada 14 Desember 2016
Dosen Pembimbing
dr. Suryanto, Sp. PK
NIK:19631202199511 173 016
Dosen Penguji
dr. Adang M. Gugun, Sp. PK, M. Kes
NIK:19690118199904 173 034
Mengetahui
Kaprodi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
dr. Alfaina Wahyuni, Sp. OG, M.Kes
(4)
iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Nadia Salsabila
NIM : 20130310038
Program Studi : Pendidikan Dokter
Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.
Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Yogyakarta, 14 Desember 2016 Yang membuat pernyataan,
(5)
iv
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warrahmatullah wabarakatuh
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkah, rahmat, dan karunia-Nya sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam tak lupa peneliti haturkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.
KTI yang berjudul ―EFEKTIVITAS SENAM ADUHAI TERHADAP KADAR HIGH DENSITY LIPOPROTEIN (HDL) PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT 1‖ disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FKIK UMY), sekaligus sebagai sarana sumbangan pemikiran terhadap permasalahan yang sedang terjadi pada sektor kesehatan saat ini.
Pada kesempatan ini, izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah berperan serta dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini. Ucapan terima kasih diberikan kepada:
1. dr. Ardi Pramono, Sp. An selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
2. dr. Alfaina Wahyuni, Sp. OG, M. Kes selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
3. dr. Suryanto, Sp. PK selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan, ilmu, dan bimbingan kepada penulis selama proses penelitian ini.
4. dr. Adang M. Gugun, Sp. PK, M. Kes selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan ilmu dalam proses penelitian ini.
5. Mamah (Ir. Alwie Supraptini) dan Ayah (Ir. Joko Hapriyanto), dua malaikat yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan moril, moral, dan material kepada penulis.
(6)
v
6. M. Rizq Iqbaal, lelaki selisih 5 tahun yang turut memberi dukungan moril bagi penulis.
7. Mohammad Ilyasa, yang selalu sedia memberikan motivasi dan dukungan dalam penyelesaian penelitian ini.
8. Teman-teman senasib sepenanggungan KTI, Dewi Citrawati, Aisyah Rosandy, dan Raditya Widyo Ananto yang selalu ada dalam suka dan duka selama penelitian ini.
9. Sahabatku, yang turut memberikan sumbang asih dalam proses penelitian ini. Fany, Reyhandi, Fauzan, Akbar, Faizal, Shiddiq, terima kasih atas doa dan dukungannya.
10.Keluarga asisten dosen dan asisten mahasiswa Lab Anatomi yang memberi saran dalam penyelesaian penelitian ini.
11.Pihak Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang membantu proses penelitian ini. 12.Seluruh mahasiswa Pendidikan Dokter 2013.
13.Seluruh pihak yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu, yang telah membantu dalam kelancaran dan penyelesaian penelitian Karya Tulis Ilmiah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna, sehingga saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diperlukan oleh penulis. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini nantinya dapat bermanfaat bagi pembaca serta menambah khazanah ilmu pengetahuan Kedokteran Indonesia.
Wassalamualaikum warrahmatullah wabarakatuh
Yogyakarta, 14 Desember 2016
(7)
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL KARYA TULIS ILMIAH ... i
HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
ABSTRACT ... x
INTISARI ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Keaslian Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
A. Landasan Teori ... 8
B. Kerangka Teori... 36
C. Kerangka Konsep ... 37
D. Hipotesis ... 37
BAB III METODE PENELITIAN... 38
A. Desain Penelitian ... 38
B. Populasi dan Sampel ... 38
C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 41
D. Variabel Penelitian ... 41
E. Definisi Operasional... 42
F. Alat dan Bahan Penelitian ... 42
G. Jalannya Penelitian ... 43
H. Tahap Penelitian ... 44
I. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 44
J. Analisis Data ... 44
(8)
vii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 47
A. Hasil Penelitian dan Pembahasan... 47
B. Hambatan Penelitian ... 60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 61
A. Kesimpulan ... 61
B. Saran ... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 62
(9)
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Klasifikasi kolesterol HDL ... 16 Tabel 2. Jumlah pembakaran kalori berdasarkan jenis aktivitas fisik dan berat badan ... 21 Tabel 3. Deskripsi penderita diabetes melitus tipe 2 berdasarkan jenis kelamin 47 Tabel 4. Deskripsi penderita diabetes melitus tipe 2 berdasarkan usia ... 49 Tabel 5. Perbandingan hasil kadar High Density Lipoprotein (HDL) sebelum dan sesudah Senam ADUHAI ... 50 Tabel 6. Deskripsi hasil HDL sebelum dan setelah senam ADUHAI ... 51 Tabel 7. Persentase setiap kategori kadar HDL sebelum dan sesudah senam
ADUHAI ... 51 Tabel 8. Hasil uji normalitas kadar HDL sebelum dan sesudah senam ADUHAI 53 Tabel 9. Hasil uji Paired-sample T test kadar HDL sebelum dan sesudah senam ADUHAI ... 53
(10)
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Metabolisme HDL ... 15
Gambar 2. Gerakan Satu ... 26
Gambar 3. Gerakan Dua ... 26
Gambar 4. Gerakan Tiga ... 27
Gambar 5. Gerakan Empat ... 27
Gambar 6. Gerakan Lima ... 28
Gambar 7. Gerakan Enam ... 28
Gambar 8. Gerakan Tujuh ... 29
Gambar 9. Gerakan Delapan ... 29
Gambar 10. Gerakan Sembilan ... 30
Gambar 11. Gerakan Sepuluh ... 30
Gambar 12. Gerakan Sebelas ... 31
Gambar 13. Gerakan Dua Belas ... 31
Gambar 14. Gerakan Tiga Belas ... 32
Gambar 15. Gerakan Empat Belas ... 32
Gambar 16. Gerakan Lima Belas ... 33
Gambar 17. Gerakan Enam Belas ... 33
Gambar 18. Gerakan Tujuh Belas ... 34
(11)
x
ABSTRACT
Background: Diabetes mellitus (DM) especially DM type 2 is the 4th biggest cause of death. The metabolic condition in a person with diabetes is indicated with the high level of blood glucose that can trigger dyslipidemia, marked by the low level of High Density Lipoprotein (HDL). This condition can cause various complication, acute and chronic complication. A comprehensive treatment on DM is needed to prevent acute and chronic complications. According to Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) in 2011, there are 4 main pillars in treating DM, there are education, medical nutrient therapy, exercise or physical activity, and pharmacology intervention. Senam ADUHAI is a head to leg exercise which includes simple and easy movements. This research is aimed at revealing the effectiveness of senam ADUHAI (Atasi Diabetes Untuk Hidup Sehat dan Ideal) on the increasing of HDL levels in blood at Diabetes Mellitus type 2.
Method: This research is a experimental research involving one group pre-test and post-pre-test design. The sample of the research included 17 people with diabetes mellitus type 2 at Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) group RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1. Comparative test Paired-sample T Test was used to analyze the data.
Result: The prevalence of diabetes mellitus type 2 in women was higher than men (65%:35%). Meanwhile, diabetes mellitus type 2 mostly occurs in 45-64 years old
rather than in ≥65 years old (76:24%). The Paired-sample T test analysis result
show p=0,44 (not significant).
Conclusion: There is no increasing of HDL level in a person with diabetes mellitus type 2 at Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) group RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1 before and after senam ADUHAI. According to the result, senam ADUHAI can not be use as therapy to prevent the complication of diabetes mellitus type 2.
(12)
xi
INTISARI
Latar belakang: Diabetes Melitus (DM) telah menjadi penyebab kematian terbesar keempat di dunia. Kondisi metabolik yang terganggu pada tubuh diabetesi ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah yang menjadi pemicu timbulnya kondisi dislipidemia, salah satunya kadar High Density Lipoprotein
(HDL) yang rendah sehingga dapat mendatangkan berbagai komplikasi, baik komplikasi akut dan komplikasi kronik. Pengelolaan DM yang tepat diperlukan untuk mencegah tejadinya komplikasi akut maupun kronik. Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) tahun 2011 terdapat empat pilar penatalakasanaan DM yaitu edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani atau aktivitas fisik serta intervensi farmakologi. Senam ADUHAI sebagai latihan jasmani memiliki gerakan-gerakan yang melibatkan bagian tubuh mulai dari kepala hingga kaki namun tetap sederhana dan mudah dilakukan. Studi ini diperlukan untuk mengetahui efektivitas dari senam ADUHAI (Atasi Diabetes Untuk Hidup Sehat dan Ideal) terhadap kadar HDL pada penderita Diabetes Melitus tipe 2.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian pra-eksperimental dengan pendekatan
one group pre-test and post-test design. Sampel penelitian adalah 17 orang penderita diabetes melitus tipe 2 di Kelompok Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1. Analisis data penelitian ini menggunakan uji komparatif Paired sample T test.
Hasil: Prevalensi penderita diabetes melitus tipe 2 pada perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki (65%:35%). Sedangkan diabetes melitus tipe 2 lebih banyak terjadi pada kelompok usia 45-64 tahun daripada usia ≥65 tahun (76%:24%). Pada hasil analisis dengan uji Paired-sample T test diperoleh angka signifikansi p=0,44 (tidak signifikan).
Kesimpulan: Tidak terdapat peningkatan kadar HDL pada penderita Diabetes Melitus tipe 2 di Kelompok Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1 antara sebelum dan sesudah senam ADUHAI. Berdasarkan hasil penelitian ini maka senam ADUHAI belum dapat diterapkan dalam pelayanan tata laksana komprehensif untuk mencegah terjadinya komplikasi DM tipe 2.
(13)
(14)
x
ABSTRACT
Background: Diabetes mellitus (DM) especially DM type 2 is the 4th biggest cause of death. The metabolic condition in a person with diabetes is indicated with the high level of blood glucose that can trigger dyslipidemia, marked by the low level of High Density Lipoprotein (HDL). This condition can cause various complication, acute and chronic complication. A comprehensive treatment on DM is needed to prevent acute and chronic complications. According to Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) in 2011, there are 4 main pillars in treating DM, there are education, medical nutrient therapy, exercise or physical activity, and pharmacology intervention. Senam ADUHAI is a head to leg exercise which includes simple and easy movements. This research is aimed at revealing the effectiveness of senam ADUHAI (Atasi Diabetes Untuk Hidup Sehat dan Ideal) on the increasing of HDL levels in blood at Diabetes Mellitus type 2.
Method: This research is a experimental research involving one group pre-test and post-pre-test design. The sample of the research included 17 people with diabetes mellitus type 2 at Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) group RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1. Comparative test Paired-sample T Test was used to analyze the data.
Result: The prevalence of diabetes mellitus type 2 in women was higher than men (65%:35%). Meanwhile, diabetes mellitus type 2 mostly occurs in 45-64 years old
rather than in ≥65 years old (76:24%). The Paired-sample T test analysis result
show p=0,44 (not significant).
Conclusion: There is no increasing of HDL level in a person with diabetes mellitus type 2 at Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) group RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1 before and after senam ADUHAI. According to the result, senam ADUHAI can not be use as therapy to prevent the complication of diabetes mellitus type 2.
(15)
xi
INTISARI
Latar belakang: Diabetes Melitus (DM) telah menjadi penyebab kematian terbesar keempat di dunia. Kondisi metabolik yang terganggu pada tubuh diabetesi ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah yang menjadi pemicu timbulnya kondisi dislipidemia, salah satunya kadar High Density Lipoprotein
(HDL) yang rendah sehingga dapat mendatangkan berbagai komplikasi, baik komplikasi akut dan komplikasi kronik. Pengelolaan DM yang tepat diperlukan untuk mencegah tejadinya komplikasi akut maupun kronik. Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) tahun 2011 terdapat empat pilar penatalakasanaan DM yaitu edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani atau aktivitas fisik serta intervensi farmakologi. Senam ADUHAI sebagai latihan jasmani memiliki gerakan-gerakan yang melibatkan bagian tubuh mulai dari kepala hingga kaki namun tetap sederhana dan mudah dilakukan. Studi ini diperlukan untuk mengetahui efektivitas dari senam ADUHAI (Atasi Diabetes Untuk Hidup Sehat dan Ideal) terhadap kadar HDL pada penderita Diabetes Melitus tipe 2.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian pra-eksperimental dengan pendekatan
one group pre-test and post-test design. Sampel penelitian adalah 17 orang penderita diabetes melitus tipe 2 di Kelompok Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1. Analisis data penelitian ini menggunakan uji komparatif Paired sample T test.
Hasil: Prevalensi penderita diabetes melitus tipe 2 pada perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki (65%:35%). Sedangkan diabetes melitus tipe 2 lebih banyak terjadi pada kelompok usia 45-64 tahun daripada usia ≥65 tahun (76%:24%). Pada hasil analisis dengan uji Paired-sample T test diperoleh angka signifikansi p=0,44 (tidak signifikan).
Kesimpulan: Tidak terdapat peningkatan kadar HDL pada penderita Diabetes Melitus tipe 2 di Kelompok Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1 antara sebelum dan sesudah senam ADUHAI. Berdasarkan hasil penelitian ini maka senam ADUHAI belum dapat diterapkan dalam pelayanan tata laksana komprehensif untuk mencegah terjadinya komplikasi DM tipe 2.
(16)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes melitus timbul akibat perubahan gaya hidup sedenter yang banyak dianut populasi di dunia dan membuat prevalensi DM terus meningkat secara global seiring dengan waktu (Ramachandran, 2012). Terhitung pada tahun 2015, data menyebutkan terdapat 415 juta penderita DM di seluruh dunia dan diprediksi akan terus bertambah hingga mencapai angka 642 juta jiwa di tahun 2040 (IDF, 2015). Asia menyumbang angka yang cukup tinggi bagi populasi yakni sebanyak lebih dari 60% dari seluruh diabetesi (penderita DM) di dunia (Hu, 2011). Tidak jauh berbeda dengan kondisi tersebut, di Indonesia jumlah penderita DM terus mengalami kenaikan dari 8,4 juta jiwa pada tahun 2000 menjadi 12,1 juta jiwa di tahun 2013 dan diperkirakan menjadi sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2030. Tingginya angka ini menempatkan Indonesia di peringkat keempat negara penyumbang penderita DM terbanyak di dunia setelah India, China dan Amerika Serikat (Riskesdas, 2013; WHO, 2015). Persentase penderita DM di provinsi D. I. Yogyakarta sebanyak 1,6% setiap bulan, angka tersebut berada di atas prevalensi rata-rata nasional yakni sebanyak 0,7% (Damayanti, 2015).
Seiring dengan peningkatan jumlah penderita DM, maka komplikasi yang terjadi semakin meningkat. DM menjadi faktor risiko utama penyakit kardiovaskular yang ditunjukkan dengan bukti epidemiologi bahwa populasi
(17)
DM memiliki risiko terjadinya penyakit kardiovaskular dua hingga lima kali lebih tinggi dibandingkan populasi non-DM (Mshelia, 2009).
Pada penderita DM tipe 2 terjadi kelainan metabolisme akibat adanya resistensi insulin termasuk abnormalitas metabolisme lipid (Siregar, 2010). Abnormalitas metabolisme lipid timbul akibat penurunan efek insulin di jaringan lemak yang menyebabkan lipogenesis berkurang dan lipolisis meningkat (Noviyanti, 2015). Abnormalitas lipid pada diabetesi salah satunya adalah penurunan kadar HDL kolesterol (Harrison, 2012). Kadar HDL yang rendah pada penderita DM tipe 2 telah disimpulkan meningkatkan faktor risiko untuk menderita penyakit kardiovaskular (Eckardstein & Widmann, 2014).
Meskipun DM merupakan penyakit kronik yang tidak dapat disembuhkan, evaluasi medis secara berkala dan penatalaksanaan DM yang tepat sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya komplikasi baik akut maupun kronik karena manusia sebagai khalifah di muka bumi harus percaya bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak memberikan penyakit kecuali pula memberikan obatnya. Hal ini sesuai dengan hadist dari riwayat Imam Muslim dari Jabir bin Abdillah dia berkata bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wa Sallam bersabda,
“Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan
penyakitnya maka dia akan sembuh dengan seizin Allah Subhanahu wa
(18)
Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) terdapat empat pilar penatalakasanaan diabetes melitus yaitu edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani atau aktivitas fisik serta intervensi farmakologi. Pengelolaan DM diinisiasi dengan pengaturan makan dan latihan jasmani atau aktivitas fisik selama beberapa waktu (PERKENI, 2011).
Aktivitas fisik direkomendasikan dalam prevensi DM tipe 2 serta diketahui efektif untuk mengoreksi kelainan metabolisme termasuk resistensi insulin dan abnormalitas lipid (Suk, 2015). Penelitian yang dilakukan Rashidlamir et al. (2012) pada 30 penderita perempuan dengan DM tipe 2 berusia rata-rata 51 tahun menunjukkan bahwa aktivitas fisik aerobik yang dilakukan tiga kali dalam seminggu selama satu bulan terbukti dapat meningkatkan kadar HDL secara signifikan (p=0,048) (Rashidlamir, 2012). Namun studi oleh Gordon et al. (2008) menemukan bahwa pada kelompok intervensi yoga maupun senam regular tidak terdapat peningkatan HDL yang cukup signifikan (Gordon, 2008).
Salah satu aktivitas fisik yang dapat dilakukan oleh diabetesi adalah senam. Senam jenis apapun pada prinsipnya baik tapi bagi penderita DM manfaatnya akan lebih efektif bila jenis olahraga yang dilakukan mayoritas menggunakan otot-otot besar tubuh (Suryanto, 2009).
Sayangnya meski aktivitas fisik yang rutin bisa mencegah atau memperlambat diabetes dan komplikasinya namun mayoritas penderita DM tipe 2 tidak bergerak aktif sehingga diperlukan suatu metode aktivitas fisik yang mudah dan sederhana agar penderita DM tipe 2 giat untuk bergerak
(19)
(Colberg, 2010; Morrato, 2007). Senam Atasi Diabetes Untuk Hidup Sehat dan Ideal (ADUHAI) merupakan senam inovatif yang terdiri dari gerakan-gerakan modifikasi dan mencakup tiga sesi berupa pemanasan (warming up), inti (conditioning) dan pendinginan (cooling down). Senam ADUHAI memiliki gerakan-gerakan yang melibatkan otot-otot besar tubuh namun tetap sederhana dan mudah dilakukan dibandingkan dengan senam aerobik pada umumnya. Hingga saat ini belum ada penelitian yang meneliti tentang senam ADUHAI tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui efektivitas senam ADUHAI yang memiliki gerakan lebih sederhana dan mudah daripada senam aerobik terhadap kadar High Density Lipoprotein (HDL) pada penderita Diabetes Melitus tipe 2.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui: Apakah senam ADUHAI dapat meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL)
pada penderita Diabetes Melitus tipe 2?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui efektivitas senam ADUHAI terhadap kadar High Density Lipoprotein (HDL) pada penderita DM tipe 2.
2. Mengetahui karakteristik penderita DM tipe 2 di Kelompok Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1 berdasarkan jenis kelamin.
(20)
3. Mengetahui karakteristik penderita DM tipe 2 di Kelompok Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1 berdasarkan usia.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Menambah wawasan dan studi literatur mengenai diabetes melitus serta penatalaksanaannya dari aspek nonfarmakologis.
2. Manfaat praktis a. Bagi peneliti
Menambah wawasan teori dan praktik terkait penatalaksanaan diabetes melitus serta mengaplikasikan metode-metode penelitian yang sesuai.
b. Bagi Rumah Sakit
Memberikan pertimbangan dalam penatalaksanaan diabetes melitus khususnya pada pilar latihan jasmani.
c. Bagi Penderita
Memberikan alternatif penatalaksanaan diabetes melitus yang mudah dan efektif.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian-penelitian serupa yang pernah dilakukan, antara lain:
1. Penelitian oleh Farias et. al. (2015) berjudul Effects of Training And Detraining on Glycosylated Haemoglobin, Glycaemia and Lipid Profile in Type-II Diabetics dengan variabel berupa senam aerobik, senam
(21)
resisten, HbA1c, kadar glukosa puasa, dan profil lipid. Desain penelitian yang digunakan adalah randomized controlled trial (RCT) dengan hasil pada kelompok aerobik terjadi perubahan profil lipid berupa penurunan kolesterol total, LDL, trigliserida, glukosa, HbA1c berturut-turut 0,28 mg/dl, 0,36 mg/dl, 0,07 mg/dl, 0,28 mg/dl, 0,79% serta peningkatan HDL 0,66 mg/dl. Pada kelompok resisten didapatkan perubahan profil lipid berupa penurunan kolesterol total, LDL, trigliserida, glukosa, HbA1c berturut-turut 0,25 mg/dl, 0,49 mg/dl, 0,16 mg/dl, 0,06 mg/dl, 0,26% serta peningkatan HDL 0,39 mg/dl. Perbedaan terletak pada jenis aktivitas fisik yang diberikan, variabel dependen, serta desain penelitian yang digunakan.
2. Penelitian oleh Karinda (2013) berjudul Pengaruh Senam Sehat Diabetes Melitus terhadap Profil Lipid Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Patrang Kabupaten Jember dengan variabel senam sehat diabetes, dan profil lipid. Jenis penelitian yang digunakan adalah pre-experimental design tanpa group control. Hasil menunjukkan penurunan rata-rata kadar kolesterol total sebanyak 48,357 mg/dl serta penurunan kadar LDL sebanyak 46,5 mg/dl yang signifikan secara statistik (p<0,05) namun berbeda dengan penurunan rata-rata kadar trigliserida sebanyak 38,57 mg/dl dan peningkatan rata-rata kadar HDL 3,74 mg/dl dimana kedua angka tersebut tidak signifikan secara statistik (p>0,05). Letak perbedaan pada jenis aktivitas fisik yang diberikan.
(22)
3. Penelitian oleh Gordon (2008) berjudul Effect of Exercise Therapy on Lipid Profile and Oxidative Stress Indicators in Patients with Type 2 Diabetes dengan variabel berupa Hatha yoga, senam diabetes, glukosa puasa, profil lipid dan marker stress oksidatif menggunakan desain penelitian berupa randomized controlled trial (RCT) dengan hasil didapatkan setelah senam bulan terjadi penurunan signifikan (p<0,0001) glukosa darah puasa pada kelompok yoga (29,48%) dan kelompok senam (27,43%), kolesterol total (p<0,0001), VLDL, dan malondialdehide sebagai indikator stress oksidatif antara dua grup intervensi dengan kelompok kontrol. Namun tidak signifikan untuk peningkatan HDL pada kelompok intervensi (p>0,05). Perbedaan terletak pada variabel independen yakni jenis aktivitas fisik yang diberikan, variabel dependen, serta desain penelitian yang digunakan.
4. Penelitian oleh Ribeiro et al. (2008) berjudul HDL Atheroprotection by Aerobic Exercise Training in Type 2 Diabetes Mellitus dengan variabelnya yakni senam aerobik, kadar HDL, serta komponen HDL. Desain penelitian berupa randomized controlled trial (RCT) dengan hasil setelah senam aerobik selama 4 minggu dengan tiga sesi di setiap minggunya dan 40 menit senam dalam setiap sesi, tidak menunjukkan perbedaan kadar HDL plasma yang signifikan antara sebelum dan sesudah intervensi (p=0,055). Perbedaan terletak pada desain penelitian dan jenis aktivitas fisik yang diberikan.
(23)
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Diabetes Melitus tipe 2
a. Definisi
Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolik kronis dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (ADA, 2014; Harrison, 2012; WHO, 2016).
Menurut American Diabetes Association (2014) diabetes melitus diklasifikasikan menjadi 4 tipe:
1) Diabetes melitus tipe 1 2) Diabetes melitus tipe 2 3) Diabetes melitus tipe lain
4) Diabetes kehamilan atau diabetes melitus gestasional (ADA, 2014).
Diabetes melitus tipe 2 (DM-2) atau disebut sebagai Non-Insulin-Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) merupakan salah satu tipe DM akibat dari insensitivitas sel terhadap insulin (resistensi insulin) serta defisiensi insulin relatif yang menyebabkan hiperglikemia. DM tipe ini memiliki prevalensi paling banyak diantara tipe-tipe lainnya yakni melingkupi 90-95% dari kasus diabetes (ADA, 2014).
(24)
b. Etiologi
DM-2 merupakan penyakit heterogen yang disebabkan secara multifaktorial (Ozougwu, 2013). Umumnya penyebab DM-2 terbagi atas faktor genetik yang berkaitan dengan defisiensi dan resistensi insulin serta faktor lingkungan seperti obesitas, gaya hidup sedenter dan stres yang sangat berpengaruh pada perkembangan DM-2 (Colberg, 2010; Harrison, 2012; Kaku, 2010).
c. Faktor resiko pada DM
1) Faktor resiko yang dapat dimodifikasi seperti berat badan, obesitas, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemia, diet tidak sehat dan seimbang, riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT <140 - 199 mg/dl) atau Gula Darah Puasa Terganggu (GDPT <140 mg/ dl) (Depkes, 2008).
2) Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi yakni usia dan jenis kelamin (Depkes, 2008). Menurut Sujaya (2009) risiko terjadinya diabetes meningkat seiring dengan usia terutama pada kelompok usia lebih dari 40 tahun. Seseorang yang berusia lebih dari 45 tahun berisiko 14,99 kali bila dibandingkan dengan kelompok usia 15-25 tahun (Irawan, 2010). Hal tersebut dikarenakan pada kelompok tersebut mulai terjadi proses aging yang bermakna sehingga kemampuan sel β pankreas berkurang dalam memproduksi
(25)
insulin (Sujaya, 2009 dalam Trisnawati, 2013). Selain itu terdapat penurunan aktivitas mitokondria di sel-sel otot sebesar 35% yang berhubungan dengan peningkatan kadar lemak dalam sel-sel otot tersebut sebesar 30% dan memicu terjadinya resistensi insulin (Trisnawati, 2013). Data dari IDF menyebutkan bahwa di wilayah Western Pacific dimana Indonesia masuk didalamnya, kelompok usia 40-59 tahun merupakan kelompok paling banyak menderita DM-2 dengan distribusi sebanyak 27% laki-laki dan 21% perempuan (IDF, 2015). Namun data tersebut sedikit berbeda dengan penelitian oleh Indriyani (2007) yang menyatakan bahwa angka prevalensi penderita DM-2 di kelompok usia 40-70 tahun pada perempuan menunjukkan angka yang lebih tinggi daripada laki-laki (59,1% dan 40,9%), sedangkan pada laki-laki lebih banyak terjadi pada usia yang lebih muda (Indriyani, 2007). Hal ini dipicu oleh fluktuasi hormonal yang membuat distribusi lemak menjadi mudah terakumulasi dalam tubuh sehingga indeks massa tubuh (IMT) meningkat dengan persentase lemak yang lebih tinggi (20-25% dari berat badan total) dengan kadar LDL yang tinggi dibandingkan dengan laki-laki (jumlah lemak berkisar 15-20% dari berat badan total) (Irawan, 2010; Karinda, 2013; Jelantik, 2014). Kondisi tersebut
(26)
mengakibatkan penurunan sensitifitas terhadap kerja insulin pada otot dan hati sehingga perempuan memiliki faktor risiko sebanyak tiga hingga tujuh kali lebih tinggi dibandingkan laki-laki yaitu dua hingga tiga kali terhadap kejadian DM (Indriyani, 2007; Karinda, 2013; Fatimah, 2015).
d. Patofisiologi
Patofisiologi pada DM-2 disebabkan oleh dua hal yaitu penurunan respon jaringan perifer terhadap insulin (resistensi insulin) dan penurunan kemampuan sel β pankreas untuk mensekresi insulin sebagai respon terhadap beban glukosa
(disfungsi sel β) (Guyton, 2007; Harrison, 2012; Kaku, 2010).
Resistensi insulin mengganggu penggunaan glukosa oleh jaringan yang sensitif insulin yakni otot, hepar dan adiposa serta meningkatkan produksi glukosa hepatik yang keduanya berefek hiperglikemia. Resistensi insulin merupakan bagian dari serangkaian kelainan sindrom metabolik atau syndrome X yang ditandai dengan adanya obesitas sentral, hipertrigliseridemia, kadar LDL tinggi, kadar HDL rendah, hiperglikemia, serta hipertensi (Harrison, 2012; Guyton, 2007).
DM-2 dikaitkan dengan peningkatan konsentrasi insulin plasma (hiperinsulinemia) sebagai upaya kompensasi sel β terhadap adanya resistensi insulin (Guyton, 2007). Gangguan
(27)
sekresi insulin akibat disfungsi sel β merupakan kondisi penurunan produksi insulin yang responsif terhadap glukosa (Kaku, 2010). e. Komplikasi
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka pendek dan panjang, berupa komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskular kronik, baik mikroangiopati maupun makroangiopati (Harrison, 2012; Ndraha, 2014; Purnamasari, 2009). Komplikasi metabolik akut pada DM umumnya bersifat emergensi meliputi ketoasidosis diabetik (KAD) dan koma hiperosmolar hiperglikemik nonketotik (HHNK) (Harrison, 2012; Soewondo, 2010).
Komplikasi kronik pada DM umumnya mengenai banyak sistem organ, sangat bertanggung jawab atas morbiditas dan mortalitas terkait DM. Komplikasi kronik DM secara garis besar dibagi menjadi komplikasi vaskular kronik yang terdiri atas mikrovaskular yakni retinopati, neuropati, dan nefropati, serta makrovaskular yakni penyakit serebrovaskular, penyakit arteri perifer, dan penyakit jantung koroner (PJK) (Harrison, 2012). f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan DM dikenal dengan empat pilar penatalaksanaan DM terdiri atas edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani, serta intervensi farmakologis (Ndraha, 2014; PERKENI, 2011; Yunir, 2010).
(28)
2. High Density Lipoprotein (HDL)
a. Definisi
High density lipoprotein (HDL) atau lipoprotein berdensitas tinggi merupakan salah satu komponen lipoprotein dalam plasma manusia. Disetiap lipoprotein terdapat satu atau lebih
apolipoprotein (apo). Apolipoprotein utama pada HDL (α
-lipoprotein) disebut A (Botham, 2009). HDL adalah lipoprotein yang memiliki fungsi utama mentransportasi kolesterol dari makrofag dan berbagai sel lainnya ke hepar untuk diekskresikan menjadi empedu (Botham, 2009; Lüscher, 2016; Zannis, 2009). b. Metabolisme HDL
HDL diproduksi oleh hepatosit dan mukosa intestinum namun apo C dan apo E disintesis di hepar dan dipindahkan dari HDL hepar ke HDL intestinal ketika HDL intestinal memasuki plasma. HDL nascent yang berasal dari usus dan hepar terdiri dari lapis-ganda fosfolipid diskoid yang mengandung apo A dan kolesterol bebas memiliki bentuk gepeng atau diskoid (Adam, 2010; Botham, 2009). HDL diskoid yang diproduksi oleh hepar maupun yang terbentuk dalam plasma akan secara cepat dikonversi membentuk HDL pseudomisel sferis yang dibungkus lapisan permukaan lipid polar dan apolipoprotein oleh lecitin kolesterol asiltransferase (LCAT) melalui ikatan dengan partikel diskoid dan fosfolipid serta kolesterol bebas yang akan diubah menjadi ester
(29)
kolesteril dan lisolesitin (Botham, 2009; Rye, 2014). Hal ini mempermudah pengeluaran kelebihan kolesterol yang tidak teresterifikasi dari lipoprotein dan jaringan dengan jalan sebagai berikut.
Class B scavenger receptor B1 (SR-B1) diidentifikasi sebagai reseptor HDL dengan peranan ganda dalam metabolisme HDL. Di hepar dan di jaringan steroidogenik, reseptor ini mengikat HDL melalui apo A-I, dan ester kolesteril secara selektif disalurkan ke sel meskipun apo A-I sendiri tidak diserap. Di pihak lain di jaringan, SR-B1 memerantarai penerimaan kolesterol dari sel oleh HDL yang kemudian mengangkutnya ke hati untuk diekskresikan melalui empedu dalam proses yang dikenal sebagai transport kolesterol terbalik (reverse cholesterol transport). HDL3 yang
dihasilkan dari HDL diskoid melalui kerja LCAT, menerima kolesterol dari jaringan melalui SR-B1 dan kolesterol kemudian diesterifikasi oleh LCAT, yang memperbesar ukuran partikel untuk membentuk HDL2 yang kurang padat. HDL3 kemudian terbentuk
kembali baik setelah transport selektif ester kolesteril ke hati melalui SR-B1 atau melalui hidrolisis triasilgliserol dan fosfolipid HDL2 oleh lipase hati. Pertukaran antara HDL2 dan HDL3 ini
disebut siklus HDL yang membebaskan apo A-I dan membentuk praβ-HDL setelah berikatan dengan sejumlah kecil fosfolipid dan kolesterol. Kelebihan apo A-I akan dihancurkan di ginjal.
(30)
Gambar 1. Metabolisme HDL menurut Murray (2006)
Mekanisme kedua reverse cholesterol transport melibatkan
ATP-binding cassette transporter A1 (ABCA1). ABCA1 cenderung memindahkan kolesterol dari sel ke partikel yang kurang memiliki
lipid, misalnya praβ-HDL atau apo A-I yang kemudian diubah
menjadi HDL3 melalui HDL diskoid. Sehingga praβ-HDL
merupakan bentuk paling poten HDL yang menginduksi efluks kolesterol dari jaringan (Botham, 2009).
c. Kadar HDL
Batasan untuk penyebutan kadar lipid normal (termasuk HDL) sebenarnya sulit dipatok pada satu angka oleh karena batasan normal untuk seseorang belum tentu normal untuk orang lain yang disertai faktor risiko koroner multipel. Walaupun demikian
American Association of Clinical Endocrinologist (AACE) telah membuat suatu panduan batasan klasifikasi kadar lipid serum normal, salah satunya adalah kadar HDL (Adam, 2010; Jellinger, 2012).
(31)
Tabel 1. Klasifikasi kolesterol HDL
Kolesterol HDL (mg/dl) Interpretasi <40 (laki-laki)
<50 (perempuan)
Rendah 40-59 (laki-laki)
50-59 (perempuan)
Borderline
≥60 Optimal
Sumber: Jellinger, 2012
Seseorang dengan kadar HDL yang tidak optimal disebut menderita dislipidemia.
Beberapa faktor dapat menyebabkan perubahan kadar HDL dalam tubuh seseorang. Kebiasaan merokok dapat menurunkan kadar HDL dalam darah sehingga menyebabkan darah mudah membeku dan dapat terjadi penyumbatan arteri, serangan jantung, dan stroke. Penelitian oleh Lipid Research Programme Prevalence Study memperlihatkan bahwa merokok 20 batang per hari atau lebih berakibat pada penurunan kadar HDL sebesar 11% pada laki-laki dan 14% pada perempuan (Nilawati et al., 2008). Hal ini diakibatkan oleh stress oksidatif dan reaksi inflamasi yang ditimbulkan oleh rokok dapat menghambat fungsi HDL (Khera, 2013). Diet dan pola makan turut mempengaruhi kadar HDL. Penggantian karbohidrat dengan lemak tak jenuh tunggal, ganda maupun lemak jenuh dapat meningkatkan kadar HDL sebanyak 7-12% sedangkan penambahan gula meski yang tidak memiliki indeks glikemik tinggi dikaitkan dengan kadar HDL yang menurun (Siri-Tarino, 2011).
(32)
d. HDL pada DM-2
DM-2 identik dengan kondisi resistensi insulin dalam tubuh. Sekuele akibat adanya resistensi insulin dapat membawa penderita DM-2 jatuh pada kondisi abnormalitas metabolisme lipid yang dapat menyebabkan abnormalitas profil lipoprotein terkait resistensi insulin atau dislipidemia diabetik (Harrison, 2012). Patogenesis dislipidemia pada DM-2 bersifat multifaktorial. Resistensi insulin yang terjadi pada DM-2 meningkatkan aliran asam lemak bebas ke hepar dan berperan utama dalam munculnya trias dislipidemia diabetik yang khas yakni konsentrasi trigliserida dan LDL yang tinggi serta rendahnya kadar HDL (Chehade, 2013).
Penurunan kadar HDL pada penderita DM-2 terjadi sebagai efek sekunder peningkatan kadar trigliserida plasma. Pada penderita DM-2 terdapat peningkatan aktivitas cholesteryl ester transfer protein (CETP) dan enzim hepatik lipase yang meningkatkan transfer kolesterol ester pada molekul HDL ke molekul trygliceride-rich lipoprotein (TGR-LPs) sehingga HDL menjadi kaya akan komponen trigliserida. Kondisi ini pada akhirnya menyebabkan rasio katabolisme HDL menjadi meningkat (Barter, 2011). Kadar HDL yang rendah pada penderita DM-2 telah disimpulkan meningkatkan faktor risiko untuk
(33)
terjadinya penyakit kardiovaskular meskipun dengan kadar LDL yang terkontrol (Eckardstein & Widmann, 2014).
Kadar HDL yang rendah pada kondisi sindrom metabolik tersusun atas perubahan komponen-komponen HDL yakni HDL2
dan HDL3 (Lagos, 2009). Diantara kedua komponen tersebut,
HDL2 merupakan komponen dengan molekul besar dan kurang
padat dengan kemampuan membawa serta mentransfer lemak menuju ke hepar (besifat anti-atherogenik). Perubahan yang terjadi adalah peningkatan persentase HDL3 dan penurunan HDL2
sehingga menurunkan rasio HDL2/HDL3 dan menyebabkan
penurunan sifat antiatherogenik (Moriyama, 2014).
3. Senam pada Diabetes Melitus
Latihan fisik atau olahraga merupakan bagian dari empat pilar penatalaksanaan DM dan strategi nonfarmakologis yang fundamental untuk tata laksana dan kontrol DM-2 terhadap risiko penyakit kardiovaskular (Mendes, 2015; PERKENI, 2011). Menurut Santoso (2008) dalam Suryanto (2009) olahraga yang dianjurkan untuk penderita DM yakni olahraga yang bersifat aerobic low impact dan ritmis, salah satunya adalah senam (Suryanto, 2009).
Senam berasal dari bahasa Yunani yakni gymnos yang memiliki arti telanjang atau secara lengkapnya ―untuk menerangkan bermacam-macam gerak yang dilakukan oleh atlet-atlet yang
(34)
(KBBI) senam merupakan gerak badan dengan gerakan tertentu, seperti menggeliat, menggerakkan, dan meregangkan anggota badan (Alwi, 2001).
Prinsip olahraga pada diabetesi sama saja dengan prinsip olahraga secara umum, yaitu memenuhi kriteria frekuensi, intensitas,
time (durasi), dan type (jenis). Olahraga yang dilakukan hendaknya melibatkan otot – otot besar dan sesuai dengan keinginan agar manfaat olahraga dapat dirasakan secara terus menerus. Olahraga pada diabetesi lebih baik dilakukan secara teratur tiga hingga lima kali dalam seminggu dengan durasi 30- 50 menit. Jenis olahraga yang baik adalah jenis endurans (aerobik) untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda. Hal yang perlu diperhatikan setiap kali olahraga adalah tahap-tahap seperti pemanasan, inti, pendinginan, dan peregangan. (Soegondo et al., 2015).
a. Senam dengan kadar HDL
Penderita diabetes diperbolehkan melakukan latihan jasmani jika glukosa darah kurang dari 250 mg/dl (Rachmawati, 2010). Jika kadar glukosa darah diatas 250 mg/dl pada saat latihan jasmani maka akan terjadi pemecahan (pembakaran) lemak akibat pemakaian glukosa oleh otot terganggu, hal ini membahayakan tubuh dan dapat menyebabkan terjadinya ketoasidosis (Suhartono, 2004).
(35)
Pada DM-2 produksi insulin umumnya tidak terganggu terutama pada fase awal. Masalah mendasar yang menjadi ciri utama DM-2 adalah resistensi insulin. Olahraga pada penderita DM-2 berperan utama dalam mengurangi kebutuhan insulin eksogen karena saat melakukan latihan jasmani kerja insulin menjadi lebih baik dan yang kurang optimal menjadi lebih baik lagi. Akan tetapi efek yang dihasilkan dari latihan jasmani setelah 2 x 24 jam hilang, oleh karena itu untuk memperoleh efek tersebut latihan jasmani perlu dilakukan dua hari sekali atau seminggu tiga kali (Rachmawati, 2010). Senam diketahui efektif untuk mengoreksi resistensi insulin dan kelainan metabolisme yakni abnormalitas lipid termasuk kadar HDL yang rendah (Suk, 2015).
Telah banyak jenis senam yang diciptakan untuk penderita DM. Umumnya senam bagi diabetesi bersifat aerobik. Senam aerobik merupakan latihan fisik yang menggerakkan seluruh otot, terutama otot besar dengan gerakan yang terus menerus, berirama dan berkelanjutan (Purwanto, 2011). Umumnya olahraga yang bersifat aerobik akan memacu jantung dan paru-paru sehingga direkomendasikan untuk pemeliharaan fungsi jantung.
Sebuah studi meta-analisis randomized control trial dengan total sampel 1404 responden menyebutkan bahwa diantara komponen dalam latihan jasmani (durasi, frekuensi, dan intensitas latihan) komponen durasi memegang faktor utama dalam
(36)
meningkatkan kadar HDL. Diperlukan olahraga selama 120 menit perminggu untuk dapat meningkatkan kadar HDL, setara dengan mengeluarkan energi sebanyak 900 kcal, dalam rentang waktu minimal 8 minggu dan 3 sesi setiap minggu. Bahkan setiap penambahan waktu 10 menit disetiap sesi olahraga berkaitan dengan peningkatan kadar HDL sebanyak 1,4 mg/dL. (Kodama, 2007).
Kalori yang terbakar selama olahraga maupun senam dipengaruhi oleh berat badan, intensitas kerja, tingkat kesiapan, dan metabolisme. Berikut beberapa aktivitas fisik bersifat aerobik dengan jumlah pembakaran kalori setiap jam.
Tabel 2. Jumlah pembakaran kalori berdasarkan jenis aktivitas fisik dan berat badan
Jenis aktivitas fisik Berat Badan
60 kg 70 kg 80 kg 90 kg
Aerobik, general 384 cal 457 cal 531 cal 605 cal Aerobik, intensitas
rendah 295 cal 352 cal 409 cal 465 cal Aerobik, intensitas tinggi 413 cal 493 cal 572 cal 651 cal Bersepeda santai 236 cal 281 cal 327 cal 372 cal Peregangan 148 cal 176 cal 204 cal 233 cal
Tai chi 236 cal 281 cal 327 cal 372 cal Berjalan atau berlari
santai 148 cal 176 cal 204 cal 233 cal Sumber: NutriStrategy, 2015
Penelitian senam aerobik terhadap penderita DM-2 pernah dilakukan Rashidlamir et al. (2012) pada 30 penderita perempuan dengan DM tipe 2 berusia rata-rata 51 tahun. Intervensi senam
(37)
aerobik dilakukan selama 55 menit setiap sesi dengan frekuensi tiga kali dalam seminggu selama empat minggu dengan batasan denyut jantung maksimum sebanyak 60-75%. Hasil menunjukkan bahwa aktivitas fisik aerobik yang dilakukan tiga kali dalam seminggu selama satu bulan terbukti dapat meningkatkan kadar HDL (51,00±2 mg/dl) secara signifikan (p=0,048) dan menurunkan trigliserida (126,00±14,2 mg/dl) secara signifikan (p=0,016), glukosa puasa (140,74±6,8 mg/dl) secara signifikan (p=0,017), kolesterol total (175,5±18,9 mg/dl), serta kadar LDL (151,3±18,7 mg/dl). Namun penurunan kadar LDL dan kolesterol total didapatkan tidak signifikan (p>0,05) (Rashidlamir, 2012). Studi lain oleh Gordon et al. (2008) menemukan bahwa pada kelompok intervensi yoga maupun senam regular aerobik tidak terdapat peningkatan HDL yang signifikan (Gordon, 2008).
Ribeiro et al. (2008) dalam penelitiannya terhadap kelompok intervensi senam aerobik dengan 11 responden penderita DM-2 selama 4 minggu dengan tiga sesi di setiap minggunya dan 40 menit senam dalam setiap sesi, menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal kadar HDL (p=0,055). Meskipun demikian terjadi reduksi konsentrasi prebeta sejalan dengan peningkatan konsentrasi trigliserida pada komponen HDL2
yang mencerminkan pematangan HDL plasma yang lebih baik (Ribeiro, 2008). Menurut Klancic et al. (2016), hasil tersebut
(38)
menunjukkan bahwa latihan aerobik tetap bermanfaat bagi penderita DM-2 meskipun kadar HDL dalam plasma tidak berubah (Klancic, 2016).
Senam aerobik bagi diabetesi beragam macamnya, salah satunya adalah senam sehat diabetes. Senam sehat diabetes merupakan gerakan senam yang penekanannya pada gerakan ritmik otot, sendi, vaskular dan saraf dalam bentuk peregangan dan relaksasi (Suryanto, 2009). Pada kelompok penderita DM-2 yang diberi intervensi senam sehat diabetes berdurasi 30-60 menit dengan frekuensi tiga kali dalam seminggu selama satu bulan dan intensitas 60-80% denyut jantung maksimum, terjadi penurunan rata-rata kadar kolesterol total sebanyak 48,357 mg/dl serta penurunan kadar LDL sebanyak 46,5 mg/dl yang signifikan secara statistik (p<0,05). Sedangkan penurunan rata-rata kadar trigliserida sebanyak 38,57 mg/dl dan peningkatan rata-rata kadar HDL 3,74 mg/dl tidak signifikan secara statistik (p>0,05). (Karinda, 2013). Menurut penelitian Sinaga & Hondro (2012) yang dilakukan di Medan dengan jenis penelitian quasi eksperimen senam diabetes melitus yang dilakukan tiga kali seminggu terbukti dapat menurukan kadar glukosa darah sebesar 18.03 mg/dl dengan
p=0,000 (Sinaga, 2012).
Jenis lain senam aerobik adalah senam Zumba. Senam Zumba merupakan senam berkelompok dengan unsur aerobik dan
(39)
seni tari yang mengalami perkembangan sejak tahun 2012 (Luettgen, 2012). Dari penelitian oleh Rembang et al. (2015) diperoleh hasil yang menunjukkan perubahan signifikan pada rerata kadar triglierida sebelum senam Zumba 68,11 mg/dL dan rerata sesudah senam Zumba 48,00 mg/dL dengan p = 0,001 (p <0,05) yang artinya terdapat pengaruh yang signifikan dari latihan senam zumba selama satu minggu terhadap kadar trigliserida darah. Dalam penelitian ini senam Zumba dilakukan secara rutin dan teratur setiap hari dalam satu minggu selama satu bulan dengan panduan dari instruktur selama 60 menit tanpa berhenti (Rembang, 2015). Penelitian lain oleh Juliani & Suharyo (2015) mengenai senam Zumba menunjukkan bahwa senam Zumba yang dilakukan dua kali seminggu selama dua minggu terbukti dapat menurunkan kadar glukosa darah sewaktu dengan rata- rata sebesar 19,71 mg/dl
dengan p=0,0001 (Juliani, 2015).
Senam aerobik membuat otot yang berkontraksi atau aktif tidak memerlukan insulin untuk memasukkan glukosa ke dalam sel karena pada otot yang aktif, sensitivitas reseptor insulin akan meningkat sehingga secara langsung dapat menyebabkan penurunan kadar glukosa darah dan secara tidak langsung dapat menurunkan berat badan, meningkatkan fungsi kardiovaskular dan respirasi, menurunkan LDL serta meningkatkan kadar HDL sehingga dapat mencegah risiko penyakit jantung koroner
(40)
(Suryanto, 2009; Indriyani, 2007). Selain memiliki tujuan preventif, aktivitas aerobik pun dapat berfungsi sebagai disability limitation dengan cara meningkatkan efektivitas kerja penggunaan insulin karena pada latihan fisik aerobik selama satu minggu secara signifikan (p<0,0001) dapat meningkatkan sensitivitas insulin perifer di seluruh tubuh pada penderita DM-2 dengan penggunaan insulin dosis tinggi (Winnick et al., 2008).
Selain senam aerobik dan senam diabetes melitus, terdapat satu senam yang sedikit berbeda dengan senam sebelumnya, yaitu senam kaki. Senam yang hanya menggerakkan bagian kaki ini
bertujuan untuk memperbaiki sirkulasi darah sehingga nutrisi ke bagian jaringan tubuh menjadi lebih lancar, memperkuat otot- otot kecil, otot betis dan otot paha serta mengatasi keterbatasan gerak sendi
yang dialami oleh penderita diabetes melitus. Hasil penelitian yang
dilakukan di Magelang dengan jenis penelitian quasi eksperimen
senam kaki yang dilakukan tiga kali seminggu, selama empat minggu terbukti dapat menurukan kadar glukosa darah sebesar 27,71 mg/dl dengan p=0,000 (Priyanto, 2012).
b. Senam ADUHAI
Senam Atasi Diabetes Untuk Hidup Sehat dan Ideal (ADUHAI) merupakan senam aerobik yang terdiri dari gerakan-gerakan modifikasi senam kaki diabetik dan mencakup tiga tahapan yakni pemanasan (warming up), inti (conditioning) dan
(41)
pendinginan (cooling down). Senam ADUHAI dilakukan dengan posisi duduk tegak tanpa bersandar yang bertujuan untuk mempermudah latihan jasmani.
1) Pemanasan (warming up) a) Gerakan Satu
Gambar 2. Gerakan Satu
Penderita duduk dengan posisi sempurna dan kaki menyentuh lantai. Pandangan lurus ke depan. Kepala ditengadahkan, lalu kepala diarahkan ke depan dan terakhir ditundukkan ke bawah. Gerakan dilakukan sebanyak dua kali delapan hitungan.
b) Gerakan Dua
(42)
Kepala ditolehkan ke arah kanan, lalu ke depan, dan terakhir ditolehkan ke arah kiri. Gerakan dilakukan sebanyak dua kali delapan hitungan.
c) Gerakan Tiga
Gambar 4. Gerakan Tiga
Kepala pada posisi lurus ke depan kemudian kepala dimiringkan ke kanan, luruskan, lalu dimiringkan ke kiri sebanyak dua kali delapan hitungan.
d) Gerakan Empat
Gambar 5. Gerakan Empat
Lipat tangan kanan lalu simpan lengan kiri di belakang lipatan tangan kanan. Tahan selama dua kali delapan hitungan. Lalu lakukan hal yang sama pada arah sebaliknya yakni lipat tangan kiri lalu simpan lengan kanan di belakang lipatan tangan kiri. Tahan posisi selama dua kali delapan hitungan.
(43)
e) Gerakan Lima
Gambar 6. Gerakan Lima
Penderita duduk dengan kaki menyentuh lantai. Dengan tumit yang diletakkan di lantai, jari-jari kedua kaki diluruskan keatas lalu dibengkokkan kebawah seperti cakar ayam sebanyak sepuluh kali.
f) Gerakan Enam
Gambar 7. Gerakan Enam
Kaki tetap menyentuh lantai. Dengan meletakkan tumit kedua kaki dilantai, angkat telapak kaki ke atas. Kemudian jari-jari kedua kaki diletakkan di lantai dan tumit diangkat ke atas. Gerakan ini dilakukan sebanyak sepuluh kali.
(44)
g) Gerakan Tujuh
Gambar 8. Gerakan Tujuh
Kedua tumit diletakkan di lantai. Kemudian bagian ujung jari kaki diangkat ke atas dan buatlah gerakan memutar pada pergelangan kaki lalu letakkan kembali kedua bagian ujung jari kaki di lantai. Lakukan sebanyak sepuluh kali.
h) Gerakan Delapan
Gambar 9. Gerakan Delapan
Kedua jari diletakkan di lantai. Kemudian kedua tumit diangkat dan buatlah gerakan memutar dengan pergerakan pada pergelangan kaki lalu letakkan kembali kedua tumit di lantai. Lakukan sebanyak sepuluh kali.
(45)
2) Gerakan Inti (Conditioning) a) Gerakan Sembilan
Gambar 10. Gerakan Sembilan
Lengan dan siku dilipat membentuk sudut 90o, diletakkan pada bagian depan tubuh. Kemudian, pindahkan lengan kearah luar, hingga sejajar dengan telinga. Arahkan kembali ke bagian tengah tubuh. Ulangi gerakan diatas dengan hitungan dua kali delapan.
b) Gerakan Sepuluh
Gambar 11. Gerakan Sepuluh
Pertemukan tangan kanan dan kiri pada bagian tengah tubuh, lalu rentangkan kedua tangan. Pertemukan kembali tangan dan
(46)
kiri pada bagian tengah tubuh. Ulangi gerakan diatas dengan hitungan dua kali delapan.
c) Gerakan Sebelas
Gambar 12. Gerakan Sebelas
Ayunkan dan silangkan lengan kanan Anda ke bagian kiri tubuh selanjutnya ayunkan dan silangkan lengan kiri anda ke bagian kanan tubuh Anda. Ulangi gerakan diatas dengan hitungan dua kali delapan.
d) Gerakan Dua Belas
Gambar 13. Gerakan Dua Belas
Letakkan tangan di pinggang, lalu gerakkan badan kearah kanan lalu kearah kiri. Ulangi gerakan diatas dengan hitungan dua kali delapan.
(47)
e) Gerakan Tiga Belas
Gambar 14. Gerakan Tiga Belas
Angkat salah satu lutut kaki, dan luruskan. Lalu gerakan jari-jari kaki kedepan kemudian turunkan kembali secara bergantian, dimulai dari kaki kanan lalu kaki kiri. Ulangi gerakan ini sebanyak 10 kali.
f) Gerakan Empat Belas
Gambar 15. Gerakan Empat Belas
Luruskan salah satu kaki diatas lantai kemudian angkat kaki tersebut dan gerakkan ujung jari-jari kaki kearah wajah lalu turunkan kembali kelantai. Lakukan hal yang sama pada kaki lainnya.
(48)
g) Gerakan Lima Belas
Gambar 16. Gerakan Lima Belas
Angkat kedua kaki lalu luruskan. gerakkan ujung jari-jari kaki kearah wajah dan menjauhi wajah. lalu turunkan kembali kelantai. Lakukan gerakan dengan kedua kaki kanan dan kiri secara bersamaan. Ulangi gerakan tersebut sebanyak 10 kali.
h) Gerakan Enam Belas
Gambar 17. Gerakan Enam Belas
Luruskan salah satu kaki dan angkat, lalu putar kaki pada pergelangan kaki, lakukan gerakan seperti membuat lingkaran di udara. Lakukan gerakan dengan kedua kaki kanan dan kiri secara bergantian. Ulangi gerakan tersebut sebanyak 10 kali.
(49)
3) Gerakan Pendinginan (Cooling Down) a) Gerakan Tujuh Belas
Gambar 18. Gerakan Tujuh Belas
Rentangkan kedua tangan sejajar dengan bahu. Kemudian gerakan badan kearah kanan dan lanjutkan ke kiri dengan posisi tangan tetap sejajar dengan bahu. Ulangi gerakan diatas dengan hitungan dua kali delapan.
b) Gerakan Delapan Belas
(50)
Rentangkan tangan seperti pada gambar. Kemudian arahkan keatas hingga posisi sumbu 90°. Selanjutnya temukan kedua telapak tangan seperti akan menepuk. Dan dilanjutkan dengan menurunkan hingga sejajar dengan dada. Ulangi gerakan diatas dengan hitungan dua kali delapan.
(51)
B. Kerangka Teori
Keterangan:
: diteliti
: tidak diteliti Genetik
Resistensi insulin Lingkungan Usia
Empat pilar penatalaksanaan
DM
Edukasi Gizi Aktivitas Fisik
Obat
Senam ADUHAI Diabetes Melitus Tipe
2
Komplikasi
Penyakit Jantung Koroner
Makrovaskular Mikrovaskular Dislipidemia:
-Kolesterol Total Tinggi -Trigliserida Tinggi -LDL Tinggi
-HDL rendah Faktor
pengganggu: -Gaya hidup -Pola makan -Lingkungan -Obat
(52)
C. Kerangka Konsep
D. Hipotesis
H0: Tidak terdapat kenaikan kadar High Density Lipoprotein (HDL) pada penderita Diabetes Melitus tipe 2 di Kelompok Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1 antara sebelum dan sesudah senam ADUHAI.
H1: Terdapat kenaikan kadar High Density Lipoprotein (HDL) pada penderita Diabetes Melitus tipe 2 di Kelompok Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1 antara sebelum dan sesudah senam ADUHAI.
Diabetes Melitus Tipe 2
Senam ADUHAI
HDL sebelum senam ADUHAI
(pre-)
HDL sesudah senam ADUHAI
(53)
38
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian pra-eksperimental dengan pendekatan
one group pre-test and post-test design untuk mengetahui efektivitas senam ADUHAI terhadap kadar High Density Lipoprotein (HDL) pada penderita Diabetes Melitus tipe 2.
Desain ini dikatakan sebagai pra-eksperimental karena belum merupakan eksperimen sungguh-sungguh akibat masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya variabel dependen. Rancangan ini berguna untuk mendapatkan informasi awal terhadap pertanyaan yang ada dalam penelitian (Sugiyono, 2010). Rancangan one group pre-post test design
mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi (Nursalam, 2008).
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi merupakan seluruh subjek (manusia, binatang, percobaan, data laboratorium, dan lain-lain) yang akan diteliti dan memenuhi karakteristik yang ditentukan (Riyanto, 2011). Populasi terbagi menjadi dua macam, yaitu populasi target dan populasi terjangkau (Riyanto, 2011).
(54)
b. Populasi terjangkau : Anggota Kelompok Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1.
2. Sampel
Sampel merupakan sebagian dari populasi yang diharapkan dapat mewakili atau representif populasi (Riyanto, 2011). Teknik sampling yang digunakan adalah teknik Non-Random Sampling
(sampel tidak acak), yaitu teknik pengambilan sampel dari populasi dimana setiap anggota populasi tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel, karena didasarkan pada aspek kepraktisan. Jenis teknik non-random sampling yang digunakan adalah
accidental sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengambil subjek yang kebetulan ada atau tersedia (Riyanto, 2011).
Sampel penelitian ini adalah anggota populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
a. Kriteria inklusi dan eksklusi sampel penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Kriteria inklusi
a) Penderita Diabetes Melitus tipe 2 yang bersedia ikut dalam penelitian dan menandatangani informed consent.
(55)
b) Berusia 40 hingga 85 tahun pada saat penelitian dilaksanakan.
2) Kriteria eksklusi
Subjek tidak diikutsertakan dalam penelitian apabila: a) Sedang hamil
b) Terdapat disabilitas fisik c) Afasia
d) Penurunan kesadaran
e) Memiliki penyakit penyerta sebelum maupun selama penelitian
f) Mengkonsumsi alkohol sebelum maupun selama penelitian
g) Memiliki kadar glukosa darah >250 mg/dl saat screening
b. Besar sampel
Rumus besar sampel yang diperlukan adalah:
[( ) ]
Keterangan:
n = besar sampel Zα = deviat baku alfa Zβ = deviat baku beta
S = simpang baku gabungan
(56)
Diketahui: Zα = 1,96 Zβ = 1,28 S = 68,32 = 68
X1-X2 = 38,57 = 40
[ ] [ ]
[ ] [ ] 30,338
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1. 2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan dimulai bulan April–Oktober 2016.
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas : senam ADUHAI.
2. Variabel Terikat : kadar HDL sebelum (pre-) dan sesudah (post-) senam ADUHAI pada penderita Diabetes Melitus tipe 2.
(57)
3. Variabel Pengganggu : gaya hidup, pola makan, lingkungan, dan obat.
E. Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Operasional Skala Pengukuran
1. Variabel bebas: Senam ADUHAI
Senam modifikasi yang terdiri dari gerakan-gerakan modifikasi senam kaki diabetik dan mencakup tiga tahapan yakni pemanasan (warming up), inti (conditioning) dan pendinginan (cooling down) dilakukan dengan posisi duduk tanpa bersandar dengan durasi 7 menit 54 detik. Dilaksanakan dengan frekuensi tiga sesi dalam seminggu selama empat minggu.
-
2. Variabel terikat: Kadar HDL
-sebelum (pre-) -sesudah (post-)
Konsentrasi lipoprotein berdensitas tinggi dalam plasma darah yang diukur menggunakan automatic analyzer dalam satuan mg/dl dengan kadar rujukan normal ≥40 (laki-laki) atau ≥50 (perempuan) mg/dl dan diambil dari sampel darah vena yang:
diperiksa sebelum dilakukan senam ADUHAI dan
diperiksa sesudah dilakukan senam ADUHAI.
Rasio
F. Alat dan Bahan Penelitian
Alat: 1. Spuit 2. Kapas steril
3. Handscoen
4. Masker
5. Tourniquet
6. Tabung penampung 7. Antikoagulan
(58)
8. Alat automatic analyzer
9. Form data diri
10.Informed consent untuk bukti kesediaan menjadi subjek penelitian.
G. Jalannya Penelitian
Subyek penelitian diambil dari penderita DM tipe 2 yang rutin mengikuti senam mingguan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Unit 1.
Anamnesis dan persetujuan informed consent.
Pengukuran kadar HDL pada pertemuan pertama sebelum dilaksanakan senam ADUHAI.
Melakukan senam ADUHAI sesuai dengan prosedur.
Pengukuran kadar HDL pada pertemuan terakhir setelah dilaksanakan senam ADUHAI.
Pengecekan kadar glukosa darah sewaktu untuk screening.
Melakukan survei populasi dan sampel di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1
(59)
H. Tahap Penelitian
Tahap Penelitian
Bulan Penelitian (Tahun 2016)
April Mei Juni Juli Agus Sep Okt Nov Des
Persiapan
Penyusunan
Proposal xxx
Perizinan x x x x x x x x
Pelaksanaan x x x x x x x x x
Penyelesaian
Pengolahan
data xxx
Penyajian
data xxx
I. Uji Validitas dan Reliabilitas
Keaslian (validitas) dan keterandalan (reliabilitas) pada penelitian ini ditentukan oleh ketepatan alat ukur dan ketepatan cara perhitungan atau pengukuran. Uji validitas dilakukan dengan menera semua alat yang digunakan dalam penelitian.
Dalam penelitian ini pemeriksaan kadar HDL menggunakan alat
automatic analyzer yang telah dilakukan kontrol harian dan dikalibrasi.
J. Analisis Data
Data diolah dan diproses menggunakan SPSS versi 16.0. Hasil yang didapatkan dari subjek penelitian selanjutnya akan diuji normalitas menggunakan Saphiro-Wilk. Jika distribusi data normal maka pengambilan keputusan dilakukan dengan Paired Sample T test dengan p<0,05 menunjukkan nilai signifikan secara statistik. Jika distribusi data tidak normal maka pengambilan keputusan dilakukan dengan Wilcoxon test dengan p<0,05 menunjukkan nilai signifikan secara statistik.
(60)
K. Etik Penelitian
1. Ethical Clearance
Penelitian ini dilaksanakan setelah memperoleh surat kelayakan etik penelitian dari Komite Etik Penelitian Biomedis pada Manusia Faktultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
2. Informed Consent
Informed consent adalah proses pemberian informasi oleh peneliti kepada subjek penelitian yang meliputi hak dan kewajiban subjek dan kesediaan subjek untuk mengikuti penelitian (Karinda, 2013). Setiap responden yang mengikuti penelitian ini diberikan lembar persetujuan dengan tujuan agar responden dapat mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta hak dan kewajiban yang didapatkan sebagai dampaknya. Jika responden bersedia maka harus menandatangani lembar persetujuan dan jika responden menolak maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati haknya.
3. Confidentially
Peneliti tidak dibernarkan untuk menyampaikan informasi responden kepada orang lain (Notoatmodjo, 2005). Data dan informasi yang didapatkan hanya dilaporkan dalam laporan hasil penelitian tanpa menyertakan nama responden secara jelas untuk identitas dan diganti dengan pemberian kode. Data dan hasil sebenarnya yang diperoleh peneliti hanya diketahui oleh peneliti.
(61)
4. Benefit
Suatu penelitian yang dilakukan harus memiliki manfaat maksimal terutama bagi responden, dan peneliti hendaknya meminimalisasi dampak negatif bagi responden (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini peneliti berupaya melakukan tindakan sesuai dengan prosedur standar agar tidak membahayakan responden.
5. Justice
Seluruh responden yang terlibat dalam penelitian ini diperlakukan secara adil dan diberikan hak dan kewajiban yang sama, tidak terdapat perbedaan prioritas pada setiap responden.
(62)
47
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Deskripsi Penderita Diabetes Melitus tipe 2 Berdasarkan Jenis
Kelamin
Berdasarkan dari kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan sampel sebanyak 17 orang dari 25 populasi. Sampel penelitian ini diambil dari peserta senam Kelompok Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) di RS PKU Muhammadiyah Unit 1 Yogyakarta dari bulan April-Oktober 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas senam ADUHAI terhadap kadar High Density Lipoprotein
(HDL) pada penderita DM tipe 2.
Tabel 3. Deskripsi penderita diabetes melitus tipe 2 berdasarkan jenis kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah Persentase
1 Laki-Laki 6 35%
2 Perempuan 11 65%
Jumlah 17 100%
Diabetes melitus tipe 2 (DM-2) merupakan gangguan metabolik akibat dari insensitivitas sel terhadap insulin (resistensi insulin) serta defisiensi insulin relatif yang menyebabkan hiperglikemia dengan angka 90-95% dari seluruh kasus diabetes (American Diabetes Association, 2014). Pada Tabel 3 terlihat bahwa subjek penderita DM-2 pada penelitian dengan jenis kelamin perempuan merupakan proporsi sampel paling tinggi, yaitu sebanyak 65% dari seluruh sampel
(63)
penelitian. Adapun proporsi sampel dengan jenis kelamin laki- laki adalah sebanyak 35%.
Data tersebut sesuai dengan penelitian Indriyani (2007) yang menyatakan bahwa diabetes melitus pada usia 40 – 70 tahun lebih banyak terjadi pada perempuan, Sedangkan pada laki-laki lebih banyak terjadi pada usia yang lebih muda (Indriyani, 2007). Hal ini dipicu oleh fluktuasi hormonal saat sindroma siklus bulanan (pre-menstrual syndrome) dan pasca-menopause pada perempuan yang membuat distribusi lemak menjadi mudah terakumulasi dalam tubuh sehingga indeks massa tubuh (IMT) meningkat dengan persentase lemak lebih tinggi yakni berkisar 20-25% dari berat badan total dan kadar LDL yang tinggi dibandingkan dengan laki-laki yang umumnya memiliki jumlah lemak berkisar 15-20% dari berat badan total (Irawan, 2010 dalam Trisnawati, 2013; Karinda, 2013; Jelantik, 2014). Kondisi ini mengakibatkan penurunan sensitifitas terhadap kerja insulin pada otot dan hati (Indriyani, 2007; Fatimah, 2015). Akibatnya perempuan memiliki faktor risiko terjadinya DM tiga hingga tujuh kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan laki-laki (Karinda, 2013).
2. Deskripsi Penderita Diabetes Melitus tipe 2 Berdasarkan Usia
Berdasarkan dari kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan sampel sebanyak 17 orang, menurut WHO (2002) sebagian besar negara maju mendefinisikan lansia sebagai seseorang dengan usia ≥ 65 tahun (WHO, 2002).
(64)
Tabel 4. Deskripsi penderita diabetes melitus tipe 2 berdasarkan usia
No Usia Jumlah Persentase
1 Lansia (≥ 65 tahun) 4 24%
2 Tidak lansia (40-64 tahun) 13 76%
Jumlah 17 100%
Pada Tabel 4 terlihat bahwa subjek pada penelitian yang termasuk tidak lansia merupakan proporsi sampel paling tinggi, yaitu sebanyak 76% dari seluruh sampel penelitian. Data tersebut sesuai dengan laporan oleh IDF di wilayah Western Pacific dimana Indonesia masuk didalamnya, kelompok usia 40-59 tahun merupakan kelompok paling banyak menderita DM-2 (IDF, 2015). Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (2013) turut menyatakan bahwa prevalensi diabetes melitus meningkat sesuai dengan bertambahnya usia namun mulai usia ≥ 65 tahun cenderung menurun (Riset Kesehatan Dasar, 2013). Menurut Irawan (2010) semakin tua usia seseorang maka makin tinggi risiko untuk menderita DM-2. Seseorang yang berusia 26-35 tahun berisiko 2,32 kali, usia 36-45 tahun berisiko 6,88 kali, dan usia lebih dari 45 tahun berisiko 14,99 kali bila dibandingkan dengan kelompok usia 15-25 tahun (Irawan, 2010). Hal tersebut dikarenakan semakin lama usia suatu organ tubuh bekerja maka semakin menumpuk pula sisa-sisa metabolit yang tidak diperlukan tubuh, dalam hal ini lemak yang menyertai aktivitas organ tersebut sehingga kadar lemak dapat mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan usia (Karinda, 2013). Pada seseorang yang berusia setelah 40 tahun mulai terjadi proses aging yang bermakna dengan penurunan kondisi fisiologis
(65)
dengan cepat sehingga kemampuan sel β pankreas berkurang dalam memproduksi insulin (Sujaya, 2009 dalam Trisnawati, 2013; Karinda, 2013). Selain itu pada individu yang berusia lebih tua terdapat penurunan aktivitas mitokondria di sel-sel otot sebesar 35% yang berhubungan dengan peningkatan kadar lemak dalam sel-sel otot tersebut sebesar 30% dan memicu terjadinya resistensi insulin (Trisnawati, 2013).
3. Efektivitas Senam ADUHAI Terhadap High Density Lipoprotein
(HDL) Penderita Diabetes Melitus tipe 2
Tabel 5. Perbandingan hasil kadar High Density Lipoprotein (HDL) sebelum dan sesudah Senam ADUHAI
Kode Responden
Kadar High Density Lipoprotein
Δ
Sebelum Sesudah
(mg/dL) Kategori (mg/dL) Kategori
1 50 Borderline 46 Borderline -4
2 47 Rendah 46 Rendah -1
3 49 Rendah 42 Rendah -7
4 40 Borderline 39 Borderline -1
5 35 Rendah 40 Rendah 5
6 57 Borderline 59 Borderline 2 7 56 Borderline 56 Borderline 0
8 49 Rendah 52 Rendah 3
9 41 Borderline 36 Borderline -5 10 42 Borderline 49 Borderline 7 11 56 Borderline 46 Borderline -10 12 56 Borderline 54 Borderline -2
13 60 Optimal 66 Optimal 6
14 54 Borderline 54 Borderline 0 15 59 Borderline 55 Borderline -4 16 50 Borderline 47 Borderline -3
17 32 Rendah 31 Rendah -1
HDL atau lipoprotein berdensitas tinggi merupakan salah satu komponen lipoprotein dalam plasma tubuh manusia dengan apolipoprotein A sebagai komponen utamanya. HDL memiliki dua
(66)
jenis yakni HDL2 dan HDL3 (Botham, 2009). Tabel 5 menunjukkan
kadar HDL setiap responden saat sebelum melakukan senam ADUHAI, sesudah melakukan senam ADUHAI, serta selisih diantara keduanya. Pada tabel 6 terlihat bahwa kadar HDL terendah sebelum senam ADUHAI pada sampel yakni 32 mg/dL adapun setelah senam ADUHAI yakni 31 mg/dL, sedangkan kadar HDL tertinggi sebelum senam ADUHAI sebesar 60 mg/dL dan setelah senam ADUHAI sebesar 66 mg/dL. Berdasarkan total 17 sampel diperoleh rata-rata perubahan berupa penurunan kadar HDL sebanyak 0,88 mg/dL dengan penurunan maksimal yakni 10 mg/dL dan peningkatan maksimal yakni 7 mg/dL.
Tabel 6. Deskripsi hasil HDL sebelum dan setelah senam ADUHAI
Variabel Sebelum
(mg/dL)
Sesudah (mg/dL)
Δ
Mean 49 48,12 -0,88
Maksimum 60 66 7
Minimum 32 31 -10
Tabel 7. Persentase setiap kategori kadar HDL sebelum dan sesudah senam ADUHAI
Kategori Sebelum Sesudah
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Rendah 5 29% 5 29%
Borderline 11 65% 11 65%
Optimal 1 6% 1 6%
Menurut American Association of Clinical Endocrinologist
(AACE) kadar HDL seseorang disebut rendah bila <40 mg/dL pada laki-laki dan <50 mg/dL pada perempuan, borderline bila kadarnya 40-59 mg/dL pada laki-laki dan 50-40-59 mg/dL pada perempuan, serta
(67)
2012). Pada tabel 7 dapat terlihat bahwa 29% sampel memiliki kadar HDL yang rendah atau masuk dalam kondisi dislipidemia sedangkan hanya 6% yang memiliki kadar HDL optimal. Hal ini sesuai dengan teori bahwa resistensi insulin mengganggu penggunaan glukosa oleh jaringan yang sensitif insulin yakni otot, hepar dan adiposa serta meningkatkan produksi glukosa hepatik yang keduanya berefek pada keadaan hiperglikemia.
Hiperglikemia dan resistensi insulin yang berkepanjangan dalam tubuh penderita DM-2 dapat menyebabkan sekuele diabetik berupa abnormalitas metabolisme lipid sehingga terjadi abnormalitas profil lipoprotein terkait resistensi insulin atau dislipidemia diabetik dengan jalan peningkatan asam lemak bebas ke hepar (Harrison, 2012). Kondisi abnormalitas profil lipoprotein dalam tubuh DM-2 dikenal dengan trias dislipidemia diabetik berupa konsentrasi tingginya kadar serta rendahnya kadar HDL (Chehade, 2013).
Penurunan kadar HDL pada penderita DM-2 terjadi sebagai efek sekunder peningkatan kadar trigliserida plasma. Pada penderita DM-2 terdapat peningkatan aktivitas cholesteryl ester transfer protein
(CETP) dan enzim hepatik lipase yang meningkatkan transfer kolesterol ester pada molekul HDL ke molekul trygliceride-rich lipoprotein (TGR-LPs) sehingga HDL menjadi kaya akan komponen trigliserida. Kondisi ini pada akhirnya menyebabkan rasio katabolisme HDL menjadi meningkat (Barter, 2011).
(1)
10 sesuai dengan penelitian oleh Gordon et al. (2008)21 dengan hasil tidak terdapat peningkatan kadar HDL yang signifikan yakni p=0,05. Hal serupa diungkapkan oleh Karinda (2013)12 dalam penelitiannya berjudul Pengaruh Senam Sehat Diabetes Melitus terhadap Profil Lipid Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Patrang Kabupaten Jember dengan hasil tidak terdapat peningkatan kadar HDL (3,74 mg/dl) secara signifikan yakni p=0,05. Senada, dalam penelitian Ribeiro et al. (2008)22 tidak menunjukkan perbedaan kadar HDL plasma yang signifikan antara sebelum dan sesudah intervensi (p=0,055).
Berbeda dengan pernyataan sebelumnya, hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Rashidlamir et al. (2012)23 dengan judul The Effect of 4-Weeks Aerobic Training According with the Usage of Anethum
graveolens on Blood Sugar and Lipoproteins Profile of Diabetic Women. Penelitian tersebut menunjukkan peningkatan kadar HDL sebanyak 51,00±2 mg/dl yang signifikan (p=0,048).
Tidak terjadinya peningkatan kadar HDL dalam penelitian ini dapat disebabkan oleh faktor durasi dan lama pelaksanaan senam ADUHAI.
Menurut Kodama (2007)24 dalam rangka meningkatkan kadar HDL dalam plasma seseorang, hasil studi meta-analisis randomized control trial memberikan rekomendasi pelaksanaan olahraga dengan penekanan pada faktor durasi yakni selama 120 menit setiap minggunya dimana olahraga tersebut dilakukan dalam kurun waktu minimal delapan minggu dengan rincian tiga sesi di setiap minggunya. Sedangkan senam ADUHAI hanya dilaksanakan dengan durasi 68 menit 26 detik setiap
(2)
11 minggunya selama 4 minggu berturut-turut sehingga hal tersebut tidak memenuhi rekomendasi untuk dapat meningkatkan kadar HDL.
Hasil yang berbeda dari penelitian sebelumnya juga dapat diakibatkan oleh faktor kurangnya kepatuhan responden dalam melaksanakan senam. Kadar HDL dalam tubuh seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pada penelitian ini peneliti tidak dapat mengontrol faktor-faktor tersebut yakni gaya hidup, pola makan, lingkungan serta obat para responden sehingga faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi hasil penelitian.
Kesimpulan
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Jumlah penderita diabetes melitus tipe 2 berjenis kelamin perempuan lebih banyak daripada laki-laki di Kelompok PERSADIA RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1 (65%:35%).
2. Jumlah penderita diabetes melitus tipe 2 usia 45-64 tahun lebih banyak daripada usia ≥65 tahun di Kelompok
PERSADIA RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1 (76%:24%).
3. Tidak terdapat peningkatan kadar HDL pada penderita Diabetes Melitus tipe 2 di Kelompok Persatuan Diabetes Indonesia
(PERSADIA) RS PKU
Muhammadiyah Unit 1 antara sebelum dan sesudah senam ADUHAI (p>0,05).
Saran
Dari penelitian di atas, disarankan penelitian selanjutnya untuk dilakukan tanpa variabel pengganggu seperti gaya hidup, pola makan, lingkungan dan obat. Follow up yang dilakukan harus lebih baik serta diperlukan
(3)
12 perpanjangan waktu dan durasi pelaksanaan senam.
Daftar Pustaka
1. American Diabetes Association, (2014). Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care, 37, 581-590. 2. Ramachandrran, A., Snehalatha, C.,
Shetty, A. S., Nanditha, A. (2012). Trends in Prevalence of Diabetes in Asian Countries. World J Diabetes, 3 (6), 110-117.
3. International Diabetes Federation. (2015). IDF Diabetes Atlas (7th Edition). Diakses 14 Januari 2016, dari http://www.diabetesatlas.org/ 4. Siregar, J. (2010). Perbandingan
Kadar LDL Kolesterol pada Diabetes Mellitus dengan atau tanpa Hipertensi. Tesis. Universitas Sumatera Utara, Medan.
5. Harrison. (2012). Harrison’s Principles of Internal Medicine (18th Edition). Jakarta: EGC. 6. Botham, K. M., Mayes, P. A.
(2009). Pengangkutan dan Penyimpanan Lipid. In R. K., Granner, D. K., Rodwell, V. W. Murray, Biokimia Harper (27th ed.). Jakarta: EGC.
7. Lüscher, T. F., Landmesser, U., Eckardstein, A. V., Fogelman, A. M. (2016). High-Density Lipoprotein, Vascular Protective Effects, Dysfunction, and Potential as Therapeutic Target. Circulation Research, 114, 171-182.
8. Zannis, V. I., Schaefer, E. J., Calabresi, L. (2009). High Density Lipoproteins and Atherosclerosis, XV International Symposium on Atherosclerosis. Diakses 22 Maret 2016, dari www.athero.org
(4)
13 9. Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia. (2011). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PERKENI. 10.Suk, M. H., Moon, Y-J., Park, S.
W., Park, C-Y., Shin, Y. A. (2015). Maximal Fat Oxidation Rate during Exercise in Korean Women with Type 2 Diabetes Mellitus. Diabetes Metab J., 39, 328-334.
11.Indriyani, P., Supriyatno, H., Santoso, A. (2007). Pengaruh Latihan Fisik; Senam Aerobik Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah pada Penderita DM Tipe 2 di Wilayah Puskesmas Bukateja Purbalingga. Media Ners, 1 (2), 49-99.
12.Karinda, R. A. (2013). Pengaruh Senam Sehat Diabetes Mellitus Terhadap Profil Lipid Klien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Wilayah
Kerja Puskesmas Patrang Kabupaten Jember. Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Jember, Jember.
13.Irawan, D., (2010). Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Daerah Urban Indonesia (Analisa Data Sekunder Riskesdas 2007). Thesis. Jakarta: Universitas Indonesia.
14.Trisnawati, S. K. S. S., (2013). Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5, 6-11.
15.Jelantik, I. Gusti. (2014). Hubungan Faktor Risiko Umur, Jenis Kelamin, Kegemukan dan Hipertensi dengan Kejadian Diabetes Mellitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas
(5)
14 Mataram. Media Bina Ilmiah, 39-44.
16.Fatimah, R. N., (2015). Diabetes melitus tipe 2. J Majority, 4, 93-101.
17.Riset Kesehatan Dasar. (2013). Laporan Nasional. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI.
18.Sujaya, I. N., (2009). Pola Konsumsi Makanan Tradisional Bali sebagai Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di Tabanan. Jurnal Skala Husadar, 6(1), 75-81.
19.Jellinger, P. S., Mehta, A. E., Handelsman, Y., Shepherd, M. D. (2012). American Association of Clinical Endocrinologists Guidelines for Management of Dyslipidemia and Prevention of Atherosclerosis. Endocrine Practice, 18 (1), 1-78.
20.Mendes, R., et al. (2015). Exercise Prescription for Patients with Type 2 Diabetes—A Synthesis of International Recommendations: Narrative Review. Br J Sports Med, 1-4.
21.Gordon, L. A., Morrison, E. Y., McGrowder, D. A., Young, R., Fraser, Y. T. P., Zamora, E. M., et al. (2008). Effect of Exercise Therapy on Lipid Profile and Oxidative Stress Indicators in Patients with Type 2 Diabetes. BMC Complementary and Alternative Medicine, 8-21.
22.Ribeiro, I. C. D. et al. (2008). HDL Atheroprotection by Aerobic Exercise Training in Type 2 Diabetes Mellitus. Medicine and Science in Sports and Exercise, 40, 779-786.
23.Rashidlamir, A., et al. (2012). The Effect of 4 Weeks Aerobic Training
(6)
15 According with the Usage of Anethum Graveolens on Blood Sugar and Lipoproteins Profile of Diabetic Woman. Annuals of Biological Research, 3 (9), 4313-4319.
24.Kodama, S. T. et al. (2007). Effect of Aerobic Exercise Training on Serum Levels of High-Density Lipoprotein Cholesterol. Arch Intern Med, 167, 999-1008.