HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL SPIRITUAL QUOTIENT (ESQ) DAN ALTRUISME PADA MAHASISWA KEPERAWATAN UMY
QUOTIENT (ESQ) DAN ALTRUISME PADA MAHASISWA
KEPERAWATAN UMY
Disusun oleh:
ILHAM ROMADON 20120320181
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
(2)
i
HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL SPIRITUAL QUOTIENT
(ESQ) DAN ALTRUISME PADA MAHASISWA
KEPERAWATAN UMY
Disusun oleh:
ILHAM ROMADON 20120320181
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
(3)
iii
Nama : Ilham Romadon
NIM : 20120320181
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis benar-benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Yogyakarta, 15 Agustus 2016 Yang membuat pernyataan,
(4)
iv
“karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudaan. Maka apabila kamu telah selesai dari suatu
urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain. Dan hanya
kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”.
(5)
v
Kedua orang tua saya, Bpk. Nur Panuji dan Ibu Sunarti, terimakasih telah mendukung, mendidik, dan membesarkan saya dengan penuh kasih sayang dan
kesabaran dan doa yang tak pernah lelah kau panjatkan.
Adikku Layli Prabaningtyas, tetaplah menjadi anak yang membanggakan untuk bapak dan ibu.
Teruntuk Melinda Permatasari, terimakasih dukungan dan motivasinya yang selalu ada.
Teruntuk sahabat Anak Indonesia ( Pakdhe Rifky, Azzam, Dimas, Ahid, Wijaya, Chendy, Erik, Winardi, Elok) terimakasih selalu menjadi penyemangat, tetap jaga
solidaritas dan kekonyolan Anak Indonesia.
Teruntuk teman-teman satu bimbingan ( Nindi, Koko, Latansa, Ahmad, Miranda, Nawang) terimakasih atas bantuan dan semangatnya.
Teruntuk sahabat 5cm KW ( Azzam, Mita, Aziz, Ifa) terimakasih selalu menyemangati dan selalu menjadi teman yang solid.
(6)
vi
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan karya tulisi lmiah
(KTI) dengan judul “Hubungan Antara Emotional Spiritual Quotient (ESQ) dan
Altruisme pada Mahasiswa Keperawatan UMY”. KTI ini disusun sebagai syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
Penulis menyadari dalam penyusunan KTI ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan arahan dari berbagai pihak. Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua saya, Nur Panuji dan Sunarti yang telah memberikan
dukungan moril dan materil untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
2. Sri Sumaryani, S.Kep., Ns., M.kep., Sp.Mat., HNC selaku Ketua Program
Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan dan menyusun karya tulis ilmiah.
3. Shanti Wardaningsih, M.Kep.,Ns., Sp.Kep.J, Ph.D selaku pembimbing yang
telah memberikan ilmu, nasihat, motivasi serta meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dalam penyusunan penelitian ini.
(7)
vii
lanjut. Aamiin.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.
Yogyakarta, 15 Agustus 2016 Peneliti
(8)
viii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... iii
MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR SINGKATAN ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
ABSTRACT ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Keaslian Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... A. Landasan Teori 1. Keperawatan ... 8
2. Altruisme ... 10
3. Kecerdasan Emosional Dan Spiritual... 13
4. Perkembangan ESQ ... 17
B. Penelitian Sebelumnya ... 18
C. Kerangka Konsep ... 19
D. Hipotesis Penelitian ... 20
BAB III METODE PENELITIAN... A. Desain Penelitian ... 21
Populasi dan Sampel ... 21
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22
C. Variabel Penelitian ... 23
D. Definisi Oprasional ... 23
E. Instrumen Penelitian ... 25
F. Cara Pengumpulan Data ... 27
G. Uji Validitas dan Reliabidilitas ... 28
H. Pengelolaan Data dan Metode Analisis Data ... 30
I. Etika Penelitian ... 31
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... A. Diskripsi Wilayah ... 34
B. Hasil Penelitian ... 34
1. Gambaran Karakteristik Responden ... 34
2. Analisis Univariat... 36
(9)
ix
5. Tingkat Altruisme terhadap Suku ... 41
6. Emotional Spiritual Quotient (ESQ) ... 42
7. Altruisme Mahasiswa Keperawatan ... 43
8. Hubungan Emotional Spiritual Quotient (ESQ) terhadap Altruisme pada Mahasiswa Keperawatan UMY 2012 ... 44
D. Kekuatan dan Kelemahan ... 47
1. Kekuatan ... 47
2. Kelemahan... 47
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... A. Kesimpulan ... 48
B. Saran ... 48 DAFTAR PUSTAKA
(10)
x
Tabel 3.3 Distribusi karakteristik responden di PSIK UMY
Tabel 3.4 Distribusi Altruisme pada jenis kelamin
Tabel 3.5 Distribusi Altruisme pada suku
Tabel 3.6 Distribusi ESQ pada jenis kelamin
Tabel 3.7 Distribusi ESQ pada suku
Tabel 3.8 Distribusi Emosional Spiritual Quotient (ESQ) pada mahasiswa PSIK UMY 2012
Tabel 3.9 Distribusi altruisme pada mahasiswa PSIK UMY 2012
Tabel 4.0 Hasil hubungan antara emosional spiritual quotient (ESQ) terhadap altruisme pada mahasiswa PSIK UMY 2012
(11)
xi
(12)
xii
Lampiran 4 Data Demografi
Lampiran 5 Kuesioner Penelitian
Lampiran 6 Uji Validitas
Lampiran 7 Surat Keterangan Kelayakan Etika Penelitian
(13)
(14)
xiii ABSTRACT
Background: Nurses as health workers have an important role in achieving health development goals. A nurse must have an altruism that have the attention, commitment, compassion, has the generosity and perseverance. Emotional intelligence or emotional quotient (EQ) is the ability to control their own feelings and others and use those feelings to guide thought and action. In addition, nursing students must also have a emotional spiritual quotient (ESQ), it will grow humility and be a whole person intellectually, emotionally, and spiritually. So, will bring caring behavior and empathy in the face of nature and caring for clients.
Objective: This study aims to determine the relationship between emotional spiritual quotient (ESQ) against altruism on nursing students of UMY.
Methods: This study was non-experimental with cross sectional approach to the subject 140 8th semester nursing students of UMY. The research instrument was a questionnaire on demographic data, questionnaires ESQ, The Self-Report questionnaire Altruism (SRA). This study was conducted in May until July.
Results: Spearman's rho test p-value indicates spiritual emotional quotient with altruism is 0.449.
Conclusion: This study showed no correlation between emotional spiritual quotient (ESQ) against altruism on nursing students UMY so as suggested further research to investigate in other regions.
(15)
xiv
INTISARI
Latar Belakang: Perawat sebagai petugas kesehatan mempunyai peranan penting dalam upaya pencapaian tujuan pembangunan kesehatan. Seorang perawat harus mempunyai altruisme yaitu memiliki perhatian, komitmen, rasa iba, memiliki kemurahan hati, dan ketekunan. Selain itu, mahasiswa keperawatan juga harus
mempunyai emotional spiritual quotient (ESQ), hal ini akan menumbuhkan sifat
rendah hati dan menjadi seseorang yang utuh secara intelektual, emosional, dan
spiritual. Sehingga akan memunculkan perilaku caring dan sifat empati dalam
menghadapi dan merawat klien.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara emotional spiritual quotient (ESQ) terhadap altruisme pada mahasiswa keperawatan UMY.
Metode Penelitian: Desain penelitian ini adalah non-experiment dengan
pendekatan cross sectional dengan subyek 140 mahasiswa keperawatan UMY
semester 8. Instrumen penelitian berupa kuessioner data demografi, kuesioner
ESQ, kuesioner The Self-Report Altruism (SRA). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan mei sampai juli.
Hasil Penelitian: Hasil uji Spearman’s rho menunjukan p-value emosional spiritual quotient dengan altruisme adalah 0,449.
Kesimpulan: penelitian ini menunjukan tidak ada hubungan antara emotional spiritual quotient (ESQ) terhadap altrusime pada mahasiswa keperawatan UMY, sehinggga disarankan peneliti selanjutnya untuk meneliti di wilayah lainnya.
(16)
1
Tenaga kesehatan memberikan kontribusi hingga 80% dalam keberhasilan pembangunan dan pelayanan kesehatan (Kemenkes RI, 2011). Perawat sebagai petugas kesehatan mempunyai peranan penting dalam upaya
pencapaian tujuan pembangunan kesehatan. Menurut International Council of
Nursing (1965), perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan, memiliki wewenang di negara yang bersangkutan untuk memberikan pelayanan dan bertanggung jawab dalam upaya peningkatan kesehatan, serta pencegahan penyakit terhadap pasien. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan menyebutkan bahwa perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan (Yulihastin, 2009). Oleh karena itu seorang perawat dituntut mempunyai skill yang memadai agar bisa memberikan pelayanan keperawatan kepada individu dengan baik sehingga dapat mencapai derajat kesehatan yang diinginkan.
Pada tahun 1859, Florence Nightingale menyatakan “hospital should not
harm the patients” dan ia menyatakan bahwa pelayanan keperawatan
bertujuan untuk “put patient in the best condition for nature to act upon him”. Hal ini menunjukkan kepedulian yang mendalam dari diri seorang perawat terhadap pasien yang ditanganinya di rumah sakit (Mariyanti, 2011). Watson
(17)
(1979) dalam Asmadi (2005) mengemukakan bahwa asuhan keperawatan
didasarkan pada nilai – nilai kemanusiaan (humanistik) dan perilaku
mementingkan perilaku orang lain diatas kepentingan pribadi (altruistik). Altruisme adalah membantu orang lain, meningkatkan kesejahteraan orang lain, atau setidaknya membantu orang yang membutuhkan bantuan (Machan,
2006). Menurut American Association of Colleges of Nursing (1998), seorang
perawat harus mempunyai altruisme yaitu memiliki perhatian, komitmen, rasa iba, memiliki kemurahan hati, dan ketekunan. Dengan kata lain, perawat dalam memberikan perawatan kepada klien harus memberikan perhatian yang penuh dan membantu rekan perawat lainnya dalam memberikan perawatan ketika tidak dapat melakukan perawatan serta menunjukkan perhatian pada masalah sosial yang memiliki implikasi perawatan kesehatan (Potter & Perry, 2005). Sesuai dengan Dalil Al qur'an dalam Firman Allah Ta'ala dalam surat
Al-Mäidah ayat 2:Artinya: "...dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan".
Mengingat bahwa mahasiswa keperawatan adalah calon tenaga kesehatan yaitu sebagai calon perawat, hendaknya selain memiliki rasa altruisme yang tinggi juga harus memahami dan memiliki apa yang disebut kecerdasan emosional. Berdasarkan pengalaman beberapa orang yang menyatakan tentang citra perawat bahwa perawat masih identik dengan sifat sombong, judes dan tidak ramah dalam memberikan pelayanan. Selain itu masih banyak yang berfikir jika perawat bekerja hanya memandang gaji atau
(18)
upah yang diterima dalam melakukan suatu pekerjaan. Untuk menanggapi itu semua sebagai perawat tentunya harus menunjukkan suatu sikap yang baik dimanapun mereka berada, menunjukkan suatu kinerja yang baik, merawat pasien dengan perasaan penuh kasih sayang bukan karena keterpaksaan, menunjukkan perilaku caring kepada pasien, dan masih banyak lagi yang perlu dirubah sehingga citra perawat menjadi lebih baik dan diakui oleh masyarakat (Tamara et al., 2010).
Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) UMY dalam membentuk mahasiswa keperawatan mempunyai beberapa tujuan, salah satunya adalah menghasilkan ners yang memiliki kemampuan klinik dan mampu menerapkan nilai-nilai Islami dalam memberikan asuhan keperawatan. Dalam mencapai tujuan tersebut PSIK UMY mempunyai beberapa misi yaitu 1) Menyelenggarakan pendidikan ners yang unggul dan Islami, 2) Mengembangkan penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan praktik keperawatan, 3) Menerapkan ilmu keperawatan sebagai bagian dari pengabdian kepada masyarakat untuk kemaslahatan umat (PSIK UMY, 2013).
Menurut Daniel Goleman (2007), dalam bukunya Kecerdasan
Emosional, definisi dari kecerdasan emosional atau emotional quotient (EQ)
adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan perasaan sendiri dan
orang lain serta menggunakan perasaan – perasaan tersebut untuk memandu
(19)
dapat digambarkan bahwa orang tersebut tidak mampu memahami, menghargai, mengelola, serta mengendalikan perasaannya dengan benar. Selain itu, mahasiswa keperawatan juga harus mempunyai kecerdasan
spiritual atau spiritual quotient (SQ), dimana hal tersebut akan memberikan
kemampuan untuk membedakan yang baik dengan yang buruk, memberi rasa
moral dan membantu menyesuaikan dengan aturan – aturan baru. Seseorang
dengan kecerdasan spiritual tinggi akan memiliki sifat rendah hati dan menjadi seseorang yang utuh secara intelektual, emosional, dan spiritual (Suyanto, 2006). Oleh karena itu, kecerdasan spiritual ini sangat penting karena akan membimbing seseorangke dalam budi pekerti yang baik dan
moral yang beradab. Seperti yang ditegaskan dalam Al Qur’an surat Ar-Raad
ayat 28 yang artinya : "(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati-hati
mereka menjadi tenteram dengan berdzikir (mengingat) kepada Allah. Ingatlah, hanya dengan berdzikir (mengingat) kepada Allah-lah, hati akan menjadi tenteram".
Berdasarkan telaah literatur diatas, maka peneliti tertarik untuk
mengambil penelitian tentang hubungan antara emotional spiritual quotient
(ESQ) terhadap altruisme pada mahasiswa keperawatan UMY.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dirumuskan masalah
penelitian, yaitu : “Apakah ada hubungan antara emotional spiritual quotient
(20)
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui hubungan antara emotional spiritual quotient(ESQ) dan
altruisme pada mahasiswa keperawatan UMY
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui tingkat emotional spiritual quotient (ESQ) mahasiswa
keperawatan UMY
b. Mengetahui tingkat altruisme mahasiswa keperawatan
c. Mengetahui ada tidaknya hubungan antara emotional spiritual
quotient (ESQ) dan altruisme pada mahasiswa keperawatan UMY
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pendidikan Keperawatan
Bahan masukan dalam kegiatan belajar mengajar agar dapat menambah kemajuan bagi perkembangan ilmu keperawatan kearah yang lebih maju.
2. Bagi Mahasiswa Keperawatan
Sebagai pengetahuan untuk meningkatkan kesiapan dalam
menghadapi dunia keperawatan.
3. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan dan pengalaman tentang hubungan antara
emotional spiritual quotient (ESQ) dan altruisme pada mahasiswa keperawatan
(21)
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Menjadi acuan dalam mengembangkan sifat altruisme dalam dunia keperawatan.
E. Keaslian Penelitian
a. Sari, Rolita Purnama (2014), Hubungan Kecerdasan Emosional Perawat
Dengan Perilaku Caring Perawat Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif
dengan jenis penelitian non – eksperimen dengan rancangan penelitian
cross sectional. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional perawat dengan perilaku caring perawat di rumah sakit PKU Muhamadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta dengan keeratan hubungan sangat kuat. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel bebas yang digunakan adalah kecerdasan emosional. Perbedaan pada penelitian ini menggunakan subjek penelitian mahasiswa keperawatan umy. Variabel terikat yang digunakan pada penelitian ini adalah altruisme mahasiswa keperawatan.
b. Liasusanti, Efri (2013), Hubungan Antara Kecerdasan Emosional
Spiritual (ESQ) Dengan Sikap Seksualitas Remaja Pada Mahasiswa Psik
Umy Angkatan 2012. Penelitian ini menggunakan deskriptif kuantitatif
degan pendekatan cross sectional. Hasil penelitian menunjukan ada
(22)
sikap seksualitas remaja. Perbedaan pada penelitian ini terletak pada variabel terikat penelitian yaitu altruisme mahasiswa keperawatan.
c. Hussin, Zaliha Hj., and Mohd Ramlan Mohd Arshad (2012), Altruism as
Motivational Factors toward Volunteerism among Youth in Petaling Jaya,
Selangor. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional yang
melibatkan 240 relawan pemuda di Petaling Jaya, Selangor. Hasil statistik
(β = 0,294, p <0,001, r: 0,349) menunjukkan bahwa altruisme memiliki
hubungan positif yang signifikan terhadap kesukarelaan kalangan pemuda.
(23)
8 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori – teori yang mendukung dan
terkait dengan topik yang akan diambil dan juga menjelaskan tentang kerangka konsep. Penjelasan yang akan disampaikan pada bab ini adalah mengenai teori tentang keperawatan, altruisme, dan kecerdasan emosi dan spiritual.
A. Landasan Teori
1. Keperawatan
Pelayanan keperawatan merupakan bagian yang paling berperan dalam pemberian asuhan kesehatan di rumah sakit. Pelayanan yang berkualitas membutuhkan 3 hal penting, antara lain : pendekatan sikap berkaitan dengan kepedulian pada klien, upaya untuk melayani dengan tindakan terbaik, serta tujuan untuk memuaskan klien yang berorintasi pada standar pelayanan (Sumijatun, 2011).
Menurut Kelompok Kerja Keperawatan (1992) dalam Sitorus (2006), menjelaskan bahwa layanan keperawatan adalah suatu bentuk layanan profesional yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan, berbentuk layanan bio-psikososio-spiritual yang komprehensif untuk individu, keluarga, dan masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat. Keperawatan sebagai pelayanan atau asuhan profesional bersifat humanistik, menggunakan pendekatan holistik, dilakukan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berorientasi pada kebutuhan objektif klien,
(24)
mengacu pada standar profesional keperawatan dan menggunakan etika keperawatan sebagai tuntunan utama. Oleh karena itu perawat dituntut untuk selalu melaksanakan asuhan keperawatan dengan benar atau rasional dan baik atau etikal (Nursalam, 2011).
Menurut Sitorus (2006), praktik keperawatan profesional harus mempunyai beberapa karakteristik utama antara lain :
a. Praktik keperawatan merupakan praktik dengan orientasi melayani.
Artinya, perawat harus mempunyai komitmen untuk memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan menempatkan layanan diatas kepentingan pribadi.
b. Berdasarkan ilmu keperawatan yang kukuh. Sebagaimana
dinyatakan dalam Undang – Undang No. 23 tahun 1992 tentang
kesehatan, upaya untuk penyembuhan pasien dan pemulihan kesehatannya digunakan berbagai ilmu, termasuk ilmu keperawatan. Jadi, ilmu keperawatan harus selalu di kembangkan.
c. Praktik keperawatan mempunyai kode etik. Kode etik keperawatan
merupakan pedoman bagi anggota profesi keperawatan sehingga dapat menjamin bahwa masyarakat mendapat layanan yang bertanggung jawab dan etis.
d. Praktik keperawatan mempunyai otonomi. Keperawatan harus
mampu mengatur dan mengendalikan praktik keperawatan.
Keperawatan profesional seperti yang sudah dijelaskan diatas yaitu perawat harus memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan
(25)
menempatkan layanan diatas kepentingan pribadi. Oleh karena itu, perawat harus mempunyai altruisme yaitu perawat harus mementingkan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri sendiri.
2. Altruisme
Menurut Simamora (2009), altruistik adalah perilaku yang lebih mengutamakan orang lain daripada kepentingan diri sendiri. Bagi perawat berusaha menjadi lebih altruistik lebih penting daripada peraih kesuksesan. Perawat harus menanggapi dengan penuh perhatian dan efisien terhadap kebutuhan mendesak yang perawat hadapi setiap hari (Buckingham & Coffman, 2009).
Altruistik adalah sifat seseorang yang memiliki kecenderungan untuk menolong demi kesejahteraan orang yang ditolong, tanpa
membawa pamrih pribadi (selfless). Orang yang mempunyai sikap
demikian disebut altruis, sedangkan perilakunya disebut altruisme (Widyarini, 2009).
Aspek-aspek altruisme menurut Rutston (1982) dalam Hur (2012),
dibagi menjadi 5 aspek yaitu :
a. Empati (empathic)
Seseorang dengan altruisme mempunyai rasa empati yaitu kemampuan untuk merasakan perasaan yang dialami orang lain.
b. Penolong (helpful)
Membantu orang lain yang membutuhkan bantuan, tidak terbatas pada materi atau benda saja, tetapi bisa juga sesuatu yang
(26)
nonmateriil sifatnya misalnya melakukan sesuatu yang orang lain tidak dapat lakukan untuk diri mereka.
c. Perhatian kepada orang lain (considerate of others)
d. Kooperatif (cooperative)
Sikap kooperatif adalah sikap yang menunjukan kerjasama.
e. Rela berkorban ( loving)
Rela berkorban adalah sikap dan perilaku yang tindakannya dilakukan dengan ikhlas serta mendahulukan kepentingan orang lain dari pada kepentingan diri sendiri.
Menurut Hardjodisastro (2006), altruisme tidak akan terwujud tanpa
dukungan faktor – faktor yang membentuknya. Faktor – faktor tersebut
antara lain :
a. Virtue (baik hati) yaitu : berbuat dan bekerja semata – mata demi kepentingan pasien.
b. Primum non nocere (do no harm). Jangan merugikan pasien, baik dalam arti jasmani, psikologi, maupun sosial ekonomi.
c. Beneficience and mainfaind confidentially. Selalu berpikir dan berbuat kebajikan dan memegang teguh kepercayaan yang diberikan kepadanya.
d. Compassion or respect for human life and dignity. Kasih sayang, hormat kepada kemanusiaan.
e. Respect for autonomy. Menghormati otonomi pasien f. Justice. Adil
(27)
g. Avoid deception and non disclosure
Menurut Sears (1994) dalam Zahra (2014), ada beberapa macam faktor yang mempengaruhi perilaku altruisme pada individu, antara lain:
a. Faktor Intrinsik
1) Perilaku altruisme dapat dipengaruhi oleh perasaan dalam diri
seseorang karena dapat merasakan manfaat dari menolong.
2) Faktor sifat, seseorang yang menolong orang lain tanpa berharap
imbalan kemungkinan karena adanya sifat dalam kepribadian seseorang.
b. Faktor Ekstrinsik
1) Bystender, adanya orang lain yang berada bersama kita di
tempat kejadian. Semakin banyak orang maka keinginan untuk menolong semakin sedikit tetapi orang yang sendirian cenderung lebih bersedia untuk menolong.
2) Menolong jika orang lain menolong. Sesuai prinsip norma sosial
maka adanya orang lain yang sedang menolong akan menimbulkan keinginan ikut menolong.
3) Desakan waktu, orang yang sibuk akan lebih sulit meluangkan
wantu untuk menolong orang lain.
4) Kemampun yang dimiliki, orang yang merasa mampu akan
cenderung menolong dan sebaliknya jika merasa tidak mampu maka cenderung tidak menolong.
(28)
3. Kecerdasan Emosional Dan Spiritual
Emosional Spiritual Quotient (ESQ) atau dalam istilah bahasa Indonesia sering disebut sebagai kecerdasan emosional dan spiritual.
ESQ terdiri dari dua aspek yaitu kecerdasan emosional dan kecerdasan
spiritual.
Para ahli psikologi sepakat bahwa IQ mempunyai peranan
menyumbang sekitar 20% faktor – faktor yang menyumbangkan
keberhasilan seseorang, sedangkan 80% sisanya berasal dari faktor lain termaksud faktor kecerdasan emosional (Goleman, 2007).
Seseorang dengan kecerdasan emosional atau emotional quotient
(EQ) menurut Daniel Goleman (2007) akan mempunyai kemampuan
untuk mengendalikan diri, mampu memotivasi diri sendiri dan bertahan dalam menghadapi frustasi serta akan mempunyai kemampuan untuk mengatur suasana hatinya. Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengelola atau mengendalikan emosi (perasaannya), mampu untuk berempati kepada orang lain, mampu mengelola perasaan gembira dan sedih, semangat dan ketekunan, serta mampu untuk memotivasi diri sendiri (Sumardi, 2007).
Menurut Goleman (2007) bahwa individu yang mampu mengelola emosinya akan membantu kesuksesan di masa mendatang. Terdapat 5 aspek utama dalam kecerdasan emosional yaitu :
(29)
a. Kesadaran diri (self-awareness) yaitu kemampuan individu untuk menyadari dan memahami yang terjadi terhadap diri sendiri, perasaan, pikiran, dan alasan individu melakukan suatu tindakan.
b. Kemampuan mengelola emosi (managing emotions) yaitu
kemampuan individu untuk mengelola dan menyeimbangkan emosi
– emosi yang dialaminya baik emosi positif maupun emosi negatif
sehingga individu akan mampu mengontrol emosinya sendiri.
c. Optimisme (motivating oneself) yaitu kemampuan individu
memotivasi diri ketika berada dalam keadaan putus asa, dapat berpikir positif, dan menumbuhkan optimisme dalam kehidupannya.
d. Empati (empaty) yaitu kemampuan individu untuk memahami
perasaan, pikiran, dan tindakan orang lain.
e. Keterampilan sosial (social skill) yaitu kemampuan individu untuk
membangun hubungan, mempertahankan hubungan dan kemampuan untuk menangani konflik - konflik interpersonal secara efektif.
Sedangkan kecerdasan spiritual atau spiritual quotient (SQ) adalah
kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan orang lain (Suyanto,2006).
Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi akan cenderung
(30)
al,. 2008). Kecerdasan spiritual akan tercermin dalam kehidupan seseorang sehingga akan memiliki rasa toleransi, kejujuran, tidak
memihak dan kasih sayang. Kecerdasan spiritual (SQ) adalah dasar yang
diperlukan untuk memfungsionalisasikan kecerdasan intelektual dan emosional kita secara efektif karena kecerdasan spiritual adalah kecerdasan tertinggi. (Hanafi, 2010).
Menurut Zohar dan Marshall dalam Suyanto (2006) bahwa IQ dan
EQ secara terpisah ataupun bersama – sama, tidaklah cukup untuk
menjelaskan keseluruhan kompleksitas kecerdasan manusia dan juga jiwa
serta imajinasinya. Oleh karena itu untuk mengefektifkan IQ dan EQ
membutuhkan kecerdasan spiritual (SQ).
Pendapat lain dikemukakan oleh Agustian (2006), SQ dihasilkan
dari pemahaman dan pengamalan yang terdapat dalam Al Qur’an
(Asmaul Husna atau 99 sifat Allah SWT) adalah sumber dari segala suara
hati manusia (self conscience), sifat yang sering tiba-tiba muncul dan
dirasakan. Bisa berupa larangan, peringatan, atau sebuah keinginan maupun bimbingan dan dapat berupa penyesalan apabila terlewatkan.
Oleh karena itu, beberapa nilai – nilai dalam Asmaul Husna
disederhanakan menjadi 7 spiritual core values (nilai dasar ESQ) yang
dijunjung tinggi sebagai bentuk pengabdian manusia kepada sifat Allah
yang terletak pada pusat orbit (God Spot) yaitu:
a. Jujur adalah wujud pengabdian manusia kepada sifat Allah, Al
(31)
yang berarti pembenaran, ketenangan hati, dan aman. Sebagai seorang muslim hendaknya selalu berusaha menjadi orang yang dipercaya dengan selalu bersifat jujur, dan berusaha tidak berbuat yang dapat meresahkan orang lain.
b. Tanggung jawab adalah wujud pengabdian manusia kepada sifat
Allah, Al Wakiil, melalui sifat ini, Allah SWT memerintahkan agar manusia memiliki sifat dan perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu di antaranya adalah memegang amanah dengan sebaik-baiknya.
c. Disiplin adalah wujud pengabdian manusia kepada sifat Allah, Al
Matiin (Dzat yang Maha Kokoh), seseorang harus memiliki sifat teguh, tidak gampang tergoda dan tergoyahkan dengan harapan-harapan palsu yang mengintai dan menggodanya.
d. Kerjasama adalah wujud pengabdian manusia kepada sifat Allah, Al
Jaami' yaitu dengan didasari rasa kebersamaan dalam pengabdian.
e. Adil adalah wujud pengabdian manusia kepada sifat Allah, Al 'Adl
(lurus dan sama), Allah SWT memerintahkan kepada umat-Nya agar berbuat adil saat memberikan keputusan kepada sesama manusia.
f. Visioner adalah wujud pengabdian manusia kepada sifat Allah, Al
Aakhir (akhir), seseorang harus berpikiran luas untuk mencapai sesuatu dan tidak hanya untuk materi tetapi juga untuk kepuasan batin serta dengan menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan hidup.
(32)
g. Peduli adalah wujud pengabdian manusia kepada sifat Allah, As Sami' dan Al Basir (mendengar dan melihat), kepedulian dapat kita bentuk dengan cara mendengarkan orang lain jika sedang berbicara dan menggunakan mata kita untuk melihat kebaikan.
Ketujuh sifat inilah yang harus dijadikan values atau nilai, di mana
akan memberikan meaning atau nilai bagi yang melaksanakannya.
4. Perkembangan ESQ
Sebelum Daniel Goleman memaparkan hasil penelitiannya tentang
kecerdasan emosional, IQ telah dahulu menjadi standarisasi terhadap
ukuran kecerdasan dan keberhasilan seseorang. Dari berbagai hasil penelitian, telah terbukti bahwa ukuran tingkat keberhasilan seseorang
bukan ditentukan oleh IQ tetapi ditentukan oleh kecerdasan emosional.
Hasil akhir teori tentang IQ dan EQ yaitu teori tentang kecerdasan
spiritual atau spiritual quotient (SQ) pertama kali ditemukan pada tahun
2000 oleh Danah Zohar dan Ian Marshall yang mengatakan bahwa untuk
mengefektifkan IQ dan EQ dibutuhkan SQ. Ary Ginanjar Agustian
(2006) menemukan teori tentang emotional spiritual quostient (ESQ)
yaitu sebuah metode pembangunan jiwa yang menggabungkan antara dua
unsur kecerdasan, yaitu kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan
spiritual (SQ) dengan memanfaatkan kekuatan kekuatan pikiran bawah
(33)
5. Penelitian Sebelumnya
Penelitian sebelumnya yang dilakukan Yantiek (2014) tentang
“Kecerdasan Emosi Dan Kecerdasan Spiritual Dengan Perilaku Prososial Remaja”. Perilaku prososial merupakan tindakan menolong yang
menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan mungkin bahkan melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolongnya. Salah satu bentuk perilaku prososial adalah altruisme (perilaku yang lebih mengutamakan orang lain daripada kepentingan diri sendiri). Hasil Penelitian menunjukkan bahwa :
a. kecerdasan emosi berhubungan dengan perilaku prososial remaja.
Semakin tinggi kecerdasan emosi maka semakin tinggi perilaku prososialnya, dan sebaliknya.
b. kecerdasan spiritual memiliki hubungan dengan perilaku prososial
remaja. Arah hubungan yang positif menunjukkan bahwa semakin
tinggi kecerdasan siritual maka semakin tinggi perilaku
prososialmnya dan sebaliknya.
c. Kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual secara bersama sama
memberikan sumbangan efektif sebesar 72,3 % terhadap perilaku prososial pada remaja.
(34)
B. Kerangka Konsep
Keterangan :
Tidak diteliti
Diteliti
Altruisme
Mahasiswa keperawatan
a. Empati (empathic)
b. Penolong (helpful)
c. Perhatian kepada orang
lain (considerate of
others)
d. Kooperatif (cooperative)
e. Rela berkorban ( loving).
Faktor – faktor yang
mempengaruhi altruisme:
a. Faktor Intrinsik
b. Faktor Ekstrinsik
ESQ
Komponen :
Jujur
Tanggung Jawab
Disiplin
Kerja Sama
Adil
Visioner
(35)
*Emotional spiritual quotient (ESQ) pada mahasiswa keperawatan yang akan diteliti yaitu dilihat dari komponen yang terdiri dari : 1) Jujur, 2) Tanggung Jawab, 3) Disiplin, 4) Kerja Sama, 5) Adil, 6) Visioner, 7) Peduli.
Komponen ESQ tersebut akan dihubungkan dengan altruisme pada
mahasiswa keperawatan.
C. Hipotesis
Ho : Adanya hubungan antara emotional spiritual quotient (ESQ) dan
altruisme pada mahasiswa keperawatan UMY.
Ha : Tidak ada hubungan antara emotional spiritual quotient (ESQ) dan
(36)
21
Jenis penelitian ini merupakan penelitian descriptive correlation dengan
pendekatan cross sectional dan menggunakan data kuantitatif. Pendekatan
merupakan jenis desain yang menggunakan tehnik satu kali pengumpulan data pada suatu saat dan dapat menggambarkan tingkat perkembangan individu (Nursalam, 2013).
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai karakteritis tertentu yang diciptakan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009). Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa keperawatan UMY angkatan 2012 sebanyak 140 mahasiswa dikarenakan mahasiswa keperawatan angkatan 2012 termasuk mahasiswa tingkat akhir dan sudah lama mendapatkan konsep tentang ilmu keperawatan
yang di dalamnya mempelajari sikap caring jadi penelitian ini bisa untuk
(37)
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki populasi (Sugiyono, 2009). Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik
total sampling sesuai dengan kriteria yang ditentukan peneliti.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa keperawatan angkatan 2012 yang memiliki kriteria sebagai berikut :
a. Kriteria Inklusi
1) Mahasiswa keperawatan UMY angkatan 2012
2) Mahasiswa yang bersedia menjadi responden dan dapat
bekerjasama dalam penelitian
3) Bersedia mengisi kuesioner yang telah disediakan oleh peneliti
dari awal hingga akhir dengan lengkap
b. Kriteria Eksklusi
1) Responden yang cuti saat dilakukan pengambilan data
2) Responden yang belum lulus blok 1 (pofesional nurse) dan blok
2 (Theory and Concept In Nursing)
3) Responden yang sakit atau tidak hadir saat pengambilan data
C. Lokasi dan Waktu
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PSIK FKIK UMY, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
(38)
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2016 – Juli 2016
D. Variabel Penelitian
Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain (Notoatmodjo,2010). Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang akan di ukur yaitu:
1. Variabel independent dalam penelitian ini adalah emotional spiritual
quotient(ESQ).
2. Variabel dependent dalam penelitian ini adalah altruisme mahasiswa
keperawatan.
E. Definisi Operasional Tabel 3.1
NO VARIABEL DEFINISI
OPERASIONAL
HASIL UKUR SKALA
1 Data demografi
:
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Suku
d. Uang per
bulan
a. Usia adalah usia
mahasiswa dari lahir sampai sekarang
b. Jenis kelamin
meliputi
mahasiswa laki - laki dan
perempuan
c. Suku adalah
mahasiswa yang berasal dari daerah masing-masing
a. Usia dalam
tahun
b. Perempuan = 1,
Laki-laki = 2
c. Jawa = 1
Sunda = 2, Sasak = 3 lain-lain = 4
a. Numerik
b. Nominal
(39)
NO VARIABEL DEFINISI OPERASIONAL
HASIL UKUR SKALA
2
3
Kecerdasan emosional dan
spiritual (ESQ)
Altruisme mahasiswa keperawatan
d. Uang per bulan
adalah sesuatu hal yang diberikan kepada mahasiswa secara teratur untuk biaya dalam satu bulan
ESQ adalah nilai -
nilai yang terkandung dalam diri manusia
yang diambil dari
Asmaul Husna dan disederhanakan
menjadi 7 spiritual
core values (nilai
dasar ESQ) yaitu
meliputi kejujuran,
tanggung jawab,
disiplin, kerjasama,
adil, visioner, dan
kepedulian.
Altruisme adalah
sebuah sikap yang
mengutamakan
kepentingan orang
lain daripada
kepentingan diri
sendiri
d. < Rp.500.000,-
= 1
Rp.500.000,- s/d
Rp.700.000,- = 2
>Rp.700.000,- = 3
Tinggi (≥75%)
Sedang
(56-74%)
Rendah (≤55%)
Nilai maksimal
100
Nilai minimal 1
d. Nominal
Ordinal
Rasio
(40)
F. Instrumen Penelitian
1. Instrumen kecerdasan emosional dan spiritual
Instrumen penelitian ini diadopsi dan dimodifikasi dari penelitian yang telah dilakukan uji validitasnya oleh Liasusanti (2009) dengan judul
“Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Spiritual (ESQ) Dengan Sikap
Seksualitas Remaja Pada Mahasiswa PSIK UMY Angkatan 2012”.
Instrumen ini berjumlah 23 pertanyaan. Jujur (item 11, 13), tanggung jawab (item 8, 16, 18), disiplin (item 4, 6, 7, 12, 14), kerjasama (item 1, 9), adil (item 15), visioner (item 2, 10), dan kepedulian (item 3, 5, 17, 19, 20, 21, 22, 23).
Kuisioner ini terdiri dari item pertanyaan favorable dan unfavorable
yang disusun berdasarkan skala Likert dengan empat pilihan jawaban.
Pada item favorable, untuk item pilihan jawaban sangat setuju diberi skor
4, jawaban setuju diberi skor 3, jawaban tidak setuju diberi skor 2, dan
jawaban sangat tidak setuju diberi skor 1. Pada item unfavorable, untuk
pilihan jawaban sangat setuju diberi skor 1, jawaban setuju diberi skor 2, jawaban tidak setuju diberi skor 3, dan jawaban sangat tidak setuju diberi skor 4.
Hasil akumulasi jawaban dari pertanyaan yang sudah dijawab maka selanjutnya akan di katagorisasikan dalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah (Arikunto, 2006).
- Tinggi apabila jumlah skor ≥ 75 %
(41)
- Rendah apabila jumlah skor ≤ 55 %
Keterangan: p : presentase x: jumlah jawaban n: jawaban responden
2. Instrumen altruisme
Instrumen penelitian ini menggunakan instrumen The Self-Report
Altruism (SRA) terdiri dari 20 item pertanyaan yang dikembangkan oleh Rushton et al.(1981) diadopsi dari penelitian Handojono dan Sholihin (2014) dengan menggunakan skala satu (tidak pernah) hingga lima (sangat sering). Terdapat satu item pernyataan yang disesuaikan dalam
instrumen ini, yaitu pernyataan “I have helped push a stranger’s car out
of the snow” diterjemahkan menjadi “Saya telah membantu mendorong mobil orang tidak dikenal”. Penyesuaian pada item pertanyaan ini lebih didasarkan pada pertimbangan konteks Indonesia.
Penilaian kuesioner ini menggunakan skala Likert. Skor penilaian
dikategorikan menjadi sangat kurang, kurang, cukup, baik, dan sangat baik. Kategori sangat kurang untuk skor <20, kategori kurang untuk skor 21-40, kategori cukup untuk skor 41-61, kategori baik untuk skor 61-80, dan kategori sangat baik untuk skor >81 (Arikunto, 2010).
(42)
G. Cara Pengumpulan Data
1. Pre Penelitian
a. Melakukan perijinan untuk melakukan penelitian di FKIK UMY
b. Mengumpulkan data mengenai calon responden di FKIK UMY
c. Menentukan sampel penelitian
2. Penelitian
a. Melakukan ethical clearence di FKIK UMY
b. Responden dipilih berdasarkan data mahasiswa PSIK UMY angkatan
2012
c. Melakukan informed consent dengan responden
d. Memberikan lembar kuesioner data demografi, ESQ, SRA-scale
kepada responden yang memenuhi kriteria inklusi
e. Kuesioner dikumpulkan kedalam kotak kardus yang sudah disiapkan
peneliti
f. Data di cek kelengkapan pengisiannya, apabila ada yang kurang
lengkap maka responden harus melengkapi
g. Data diolah dengan memberi kode atau nilai dan dijumlah
3. Pasca Penelitian
a. Keseluruhan data yang terkumpul dilakukan tabulasi atau pengolahan
data dengan bantuan komputer
b. Hasil penelitian yang dianalisa disusun kembali dan dibahas dalam
(43)
H. Uji Validitas dan Reliabidilitas
1. Uji Validitas
Uji validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukan kevalidan suatu instrumen, sehingga instrumen memiliki nilai validitas yang tinggi dan uji validitas tersebut dapat dilakukan pada sasaran yang sama dengan responden penelitian (Arikunto, 2006). Penelitian ini dilakukan uji validitasnya pada mahasiswa keperawatan angkatan 2013 dengan
menggunakan uji validitas Pearson Product Moment (arikunto, 2006).
Adapun rumus Product Moment yaitu:
√
Keterangan :
rxy : koefisien korelasi variabel x dengan variabel y
xy : jumlah hasil perkalian antara variabel x dengan variabel y
x : jumlah hasil setiap item
y : jumlah nilai konstan
n : jumlah subyek penelitian
Setiap pertanyaan dikatakan valid jika r hitung > r tabel (0,36).
Nilai signifikan yang diambil adalah p=0,05, maka valid jika r ≥0,05 dan
tidak valid jika r ≤0,05. Hasil uji validitas pada instrumen ESQ dan
(44)
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah ukuran konsistensi instrumen penelitian. Instrumen penelitian dikatakan reliabel jika alat ukur tersebut menunjukan hasil yang konsisten sehingga dapat digunakan dengan baik. Uji reliabilitas ini dilakukan setelah uji validitas dengan menggunakan
rumus Alpha Cronbach (Notoadmodjo, 2010).
Rumus Alpha Cronbach yaitu :
[ ] [ ∑ ]
Keterangan :
α = koefisien reliabilitas instrumen
K = banyak item pertanyaan
S1 = simpangan baku
Sx = simpangan baku dari keseluruhan item pertanyaan
Instrumen dikatakan reliabel jika nilai Alpha Cronbach ≥ konstanta
(0,6), sedangkan jika nilai Alpha Cronbach ≤ konstanta (0,6), maka
instrumen dikatakan belum reliabel.
Tabel 3.2 Interpretasi Nilai r Reliabilitas Menurut Arikunto
Nilai r Interpretasi
0,81 – 1,00 Sangat Tinggi
0,61 – 0,80 Tinggi
0,41 – 0,60 Cukup
0,21 – 0,40 Rendah
(45)
I. Pengolahan Data dan Analisa Data
1. Pengolahan Data
Setelah semua data terkumpul , maka tahap selanjutnya adalah melakukan pengolahan data. Proses pengolahan data yang akan dilakukan yaitu :
a. Editing data yaitu memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh dan dikumpulkan dari responden.
b. Coding yaitu memberi kode untuk setiap item pertanyaan sehingga dapat memudahkan dalam pengolahan data. Data yang di coding :
1) Perempun = 1, Laki-laki = 2,
2) Jawa = 1, Non Jawa = 2,
3) < Rp.500.000,- = 1, Rp.500.000,- s/d Rp.700.000,- = 2,
>Rp.700.000,- = 3
c. Entry yaitu memasukan data yang telah dikumpulkan ke dalam
master label atau database komputer, kemudian membuat distribusi
frekuensi terhadap hasil yang didapatkan.
2. Analisa Data
Penelitian ini menggunakan 2 metode analisis secara bertahap, yaitu:
a. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari setiap variabel yang bertujuan untuk menggambarkan distribusi dari proporsi berbagai variabel yang diteliti. Data demografi (jenis
(46)
kelamin, suku, uang per bulan) dan ESQ berupa presentasi dan frekuensi serta distribusi altruisme.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel bebas (kecerdasan emosional spiritual) dan variabel terikat (altruisme mahasiswa keperawatan). Penelitian ini menggunakan uji
hipotesis dengan uji spearman rho. Hasil penelitian menggunakan
uji Spearman Rank didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara
emosional spiritual quotient (ESQ) dan altruisme pada mahasiswa keperawatan UMY (p = 0,449).
J. Etika Penelitian
Etika penelitian perawat merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian perawat berhubungan langsung dengan manusia, sehingga segi etika dalam penelitian harus diperhatikan (Nursalam, 2013). Adapun prinsip yang harus diperhatikan dalam penelitian :
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity).
Pada penelitian ini peneliti menghormati hak-hak responden untuk mengetahui tujuan dari penelitian yang dilaksanakan serta hak-hak untuk
berpartisipasi dengan cara menyediakan lembar persetujuan (informed
consent) yang berisi penjelasan mengani manfaat penelitian, resiko dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan, manfaat yang didapat, kesediaan peneliti untuk menjawab pertanyaan responden mengenai responden,
(47)
persetujuan untuk mengundurkan diri, dan jaminan anonimitas dan kerahasiaan informasi responden. Lembar persetujuan kemudian ditandatangani apabila responden bersedia.
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for
privacy and confidentiality).
Responden tidak disarankan untuk menuliskan nama. Informasi yang dapat dicantumkan hanya informasi yang sesuai dengan perintah yang terdapat pada lembar kuesioner.
3. Keadilan dan inklusivitas/keterbukaan (respect for justice and
inclusiveness).
Peneliti menjaga prinsip keterbukaan dan keadilan dengan kejujuran, keterbukaan, dan kehati-hatian. keterbukaan disini dijaga dengan menjelaskan prosedur penelitian. Peneliti juga tidak membeda-bedakan latar belakang jender, agama, dan etnis responden dalam melakukan intervensi.
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing
harms and benefits).
Peneliti berusaha semaksimal mungkin untuk meminimalisir dampak yang merugikan responden dan memaksimalkan manfaat yang didapat selama proses penelitian. Hasil penelitian ini juga tidak digunakan untuk kepentingan yang bersifat merugikan responden.
Penelitian ini telah lulus uji etik dari komite etik FKIK UMY dengan nomor surat 202/EP-FKIK-UMY/VI/2016.
(48)
33 A. Deskripsi Wilayah
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) adalah lembaga pendidikan swasta yang mempunyai visi yaitu menjadi universitas yang unggul dalam pengembangan ilmu dan teknologi dengan berlandaskan nilai-nilai islam untuk kemashlahatan masyarakat. UMY berdiri pada tanggal 26 Maret 1981 yang terletak di Jalan Lingkar Selatan Tamantirto, Kasihan, Bantul dan merupakan bagian dari Departemen Pendidikan yang bernaung dibawah Yayasan Muhammadiyah khususnya Dikdasmen Koya Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menyelenggarakan beberapa program studi yang salah satunya adalah Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK). PSIK diselenggarakan pada tahun 1999. Pendidikan terbagi atas pendidikan sarjana keperawatan selama delapan semester dan pendidikan profesi selama dua semester. PSIK UMY dalam membentuk mahasiswa keperawatan mempunyai beberapa tujuan, salah satunya adalah menghasilkan ners yang memiliki kemampuan klinik dan mampu menerapkan nilai-nilai Islami dalam memberikan asuhan keperawatan. Dalam mencapai tujuan tersebut, PSIK UMY mempunyai beberapa misi yaitu 1) Menyelenggarakan pendidikan ners yang unggul dan Islami, 2) Mengembangkan penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan praktik keperawatan, 3) Menerapkan ilmu
(49)
keperawatan sebagai bagian dari pengabdian kepada masyarakat untuk kemaslahatan umat.
PSIK UMY juga mempunyai program yang mendukung visi misi
tersebut, yakni berupa pelatihan soft skill selama beberapa kali pada semester
akhir. Meskipun telah diadakan pelatihan, namun belum terdapat penelitian yang membahas hubungan antara softskill dan sikap mahasiswa PSIK UMY.
B. Hasil Penelitian
1. Gambaran Karakteristik Responden
Responden yang sesuai dengan kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah 140 mahasiswa PSIK UMY angkatan 2012 baik laki-laki maupun perempuan yang meliputi usia, jenis kelamin, suku dan uang perbulan. Jumlah seluruh mahasiswa PSIK angkatan 2012 adalah 158 mahasiswa. Saat dilakukan penelitian, sebagian mahasiswa tidak hadir untuk menjadi responden. Adapun karakteristik responden adalah sebagai berikut:
Tabel 3.3 Karakteristik responden di PSIK UMY 2012 (n=140)
Karakteristik Frekuensi Persentasi (%) Usia
20 tahun 1 0,7
21 tahun 60 42,9
22 tahun 66 47,1
23 tahun 13 9,3
Jenis Kelamin
Laki-laki 45 32,1
Perempuan 95 67,9
Suku
Jawa Non Jawa
100 40
71,4 28,6
(50)
Karakteristik Frekuensi Persentasi (%) Uang Perbulan
>700.000 100 71,4
500.000-700.000 32 22,9
<500.000 8 5,7
Sumber: Data Primer 2016
Dari data yang tercantum dalam tabel 3.3 dapat diketahui, semua responden dalam penelitian ini berusia 20-23 tahun, berjenis kelamin perempuan sebanyak 95 responden (67,9%), berasal dari suku jawa sebanyak 100 responden (71,4%), dan mempunyai uang perbulan >700.000 sebanyak 100 responden (71,4%).
Tabel 3.4 Distribusi Altruisme pada jenis kelamin
Altruisme
Kurang Cukup Baik Sangat Baik Total
Jenis kelamin L 5 28 11 1 45
P 8 66 20 1 95
Total 13 94 31 2 140
Sumber: Data Primer 2016
Dari data dalam tabel 3.4 diketahui distribusi altuisme lebih banyak pada jenis kelamin perempuan sebanyak 66 responden dengan nilai cukup.
Tabel 3.5 Distribusi Altruisme pada suku
Altruisme
Suku kurang Cukup Baik Sangat baik Total
Jawa 11 63 24 2 100
Non Jawa 2 31 7 0 40
Total 13 94 31 2 140
Sumber: Data Primer 2016
Dari data pada tabel 3.5 diketahui bahwa suku Jawa memiliki nilai altruisme cukup sebanyak 63 responden, lebih banyak dari suku non jawa sebesar 31 responden memiliki nilai cukup.
(51)
Tabel 3.6 Distribusi ESQ pada jenis kelamin
ESQ
Tinggi Sedang Total
Jenis Kelamin L 43 2 45
P 90 5 95
Total 133 7 140
Sumber: Data Primer 2016
Dari tabel 3.6 didapatkan distribusi ESQ lebih banyak pada jenis
kelamin perempuan sebanyak 90 responden dengan nilai tinggi.
Tabel 3.7 Distribusi ESQ pada suku
ESQ
Tinggi Sedang Total
Suku Jawa 96 4 100
Non Jawa 37 3 40
Total 133 7 140
Sumber: Data Primer 2016
Dari tabel 3.7 didapatkan distribusi ESQ lebih banyak pada suku
Jawa sebesar 96 responden dengan nilai tinggi.
2. Analisa Univariat
a. Emotional Spiritual Quotient(ESQ) pada mahasiswa keperawatan
Tabel 3.8 Emotional Spiritual Quotient (ESQ) pada mahasiswa PSIK
UMY 2012 (n=140)
Kategori Frekuensi Persentase (%)
ESQ Tinggi 133 95,0
ESQ sedang 7 5,0
Sumber: Data Primer 2016
Berdasarkan tabel 3.4 dapat diketahui bahwa sebanyak 133
responden (95,0%) mempunyai ESQ yang tinggi dan sisanya sebanyak
(52)
b. Altruisme pada mahasiswa keperawatan
Tabel 3.9 Altruisme pada mahasiswa PSIK UMY 2012 (n= 140)
Kategori Frekuensi Persentase (%)
Sangat baik 2 1,4
Baik 31 22,1
Cukup 94 67,1
Kurang 13 9,3
Sumber: Data Primer 2016
Tabel 3.5 menunjukan bahwa mahasiswa PSIK angkatan 2012 yang memiliki nilai altruisme sangat baik sebanyak 2 responden (1,4%), nilai baik sebanyak 31 responden (22,1%), nilai cukup sebanyak 94 responden (67,1%), dan mahasiswa yang mempunyai nilai altruisme kurang sebanyak 13 responden (9,3%).
3. Analisa Bivariat
a. Hubungan antara emotional spiritual quotient (ESQ) dan altruisme pada mahasiswa keperawatan
Tabel 4.0 Hubungan antara emotional spiritual quotient (ESQ) dan
altruisme pada mahasiswa PSIK UMY 2012 p-value
ESQ – Altruisme 0,449
Sumber: Data Primer 2016
Berdasarkan tabel 3.6 maka dapat diambil kesimpulan bahwa
tidak terdapat hubungan antara emotional spiritual quotient (ESQ) dan
(53)
C. Pembahasan
1. Karakteristik Responden
Berdasarkan tabel 3.3 distribusi karakteristik mahasiswa menurut usia, semua responden berada dalam usia 20-23 tahun sebanyak 140 responden. Papalia, Old dan Feldman (2009) mengemukakan bahwa usia 20 sampai 40 tahun termasuk dalam karakteristik masa dewasa awal, masa dimana individu seharusnya sudah dapat berpikir secara reflektif yaitu berpikir terarah untuk mengetahui apa yang dibutuhkan serta melibatkan intuisi untuk memahami suatu permasalahan dan juga melibatkan emosi. Oleh karena itu, semakin matang usia seseorang maka akan semakin matang pola pikir dalam melakukan tindakan dan juga pengambilan keputusan.
Hasil penilaian karakteristik responden berdasarkan frekuensi jenis kelamin paling banyak yaitu berjenis kelamin perempuan daripada laki-laki. Jumlah responden mayoritas perempuan karena frekuensi mahasiswa keperawatan didominasi oleh jenis kelamin perempuan. Responden dalam penelitian ini paling didominasi oleh suku jawa. Suku jawa dikenal sebagai salah satu suku yang menerapkan prinsip rukun dan hormat yaitu menjunjung norma serta menjaga keharmonisan dalam berhubungan (Wismanto 2011 dalam Ardhani, 2015). Budaya
dalam setiap daerah mempunyai perbedaan dalam nilai – nilai,
(54)
cara yang berbeda dalam bersosialisasi termasuk cara dalam bersikap dengan orang lain.
Hasil penelitian karakterisik responden berdasarkan uang perbulan yang diterima responden yaitu jumlah responden paling banyak mempunyai uang perbulan sebesar >Rp 700.000. Menurut Mahmud (2003) dalam Frisnawati (2012), mengatakan bahwa banyak orang cenderung egois dan melakukan suatu perbuatan untuk mendapatkan suatu imbalan. Hal ini menimbulkan ketidakpedulian terhadap lingkungan sosial. Oleh karena itu, faktor ekonomi bisa mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan.
2. Tingkat Emotional Spiritual Quotient (ESQ) terhadap Jenis Kelamin
Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa nilai ESQ yang paling
tinggi adalah jenis kelamin perempuan. Beberapa penelitian menemukan bahwa wanita lebih menyadari emosi mereka, menunjukkan empati dan lebih baik dalam hubungan interpersonal dibandingkan dengan pria. Penelitian yang dilakukan oleh Singh (2002) dalam Sarhad (2009) juga menunjukkan bahwa wanita memiliki kecerdasan emosi yang lebih tinggi.
Hal ini didukung oleh Goleman (1995) dalam Khaterina dan Garliah (2012) mengatakan bahwa orang tua lebih banyak memperlihatkan emosi yang bervariasi ketika berinteraksi dengan anak perempuan, sehingga anak perempuan menerima lebih banyak pelatihan pada emosi. Ramayulis (2002) dalam Lesmana (2014) menuliskan ada beberapa
(55)
faktor yang memepengaruhi kecerdasan spiritual, salah satunya adalah faktor jenis kelamin, wanita lebih cendrung rajin atau tekun untuk melakukan ritual keagamaan yang diyakininya, seperti ke tempat peribadatan agama dan ritual keagamaan yang menyebabkan kecerdasan spiritual tinggi. Oleh karena itu, jenis kelamin mempengaruhi tingkat
emotional spiritual quotient (ESQ).
3. Tingkat Emotional Spiritual Quotient (ESQ) terhadap Suku
Penelitian ini menunjukan bahwa suku jawa memiliki tingkat ESQ
yang tinggi dibangdingkan suku non jawa. Hal ini dikarenakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional adalah suku. Menurut Septian dan Edy (2011), budaya dalam berbagai suku mengandung cara hidup yang berbeda-beda, meliputi cara berpikir dan bertindak. Konsep kecerdasan emosi dalam konteks budaya Jawa dipahami sebagai kemampuan dalam mengelola nafsu dan rasa. Budaya jawa mengenal konsep ini dengan istilah "narima in pandum" sebagai wujud dari mawas diri, tata, empati, niat, kehendak sejati dan keselarasan sosial (Casmini, 2011). Bagi Orang Jawa kehidupan pada dasarnya telah diatur oleh Tuhan, manusia tinggal menerima apa adanya, tabah dan pasrah terhadap takdir. Budaya Jawa melakukan internalisasi secara turun-temurun dari suatu generasi ke generasi berikutnya melalui unit-unit masyarakat sejak dari keluarga, sekolah, hingga arena sosial yang lebih
(56)
4. Tingkat Altruisme terhadap Jenis Kelamin
Penelitian ini menunjukan bahwa distribusi perempuan lebih banyak daripada laki-laki dengan nilai altruisme cukup. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Zimmer-Gembeck, et.al, (2005) mengatakan bahwa kecenderungan menolong lebih besar pada remaja perempuan dibandingkan dengan remaja laki-laki (Sarwono, 2009). Perempuan mengekspresikan tingkat empati yang lebih tinggi daripada laki-laki, hal ini disebabkan oleh perbedaan genetis atau perbedaan pengalaman sosialisasi. Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sarwono (2009) yang mnyatakan bahwa laki-laki cenderung mau terlibat melakukan altruistik pada situasi darurat yang membahayakan saja, sedangkan perempuan lebih mau terlibat dalam aktivitas altruistik pada situasi yang bersifat memberi dukungan emosi, merawat, dan mengasuh.
5. Tingkat Altruisme terhadap Jenis Suku
Altruisme dengan kategori cukup di dominasi oleh suku jawa. Dalam budaya jawa, sikap saling menghargai orang lain yang disebut
dengan tepa slira masih tetap diajarkan dan dipertahankan dari generasi
ke generasi. Effendi, dkk (2013) dalam Khotimah (2014) mengatakan
bahwa tepa slira dalam ajaran islam biasa dikenal dengan tasamuh.
Tasamuh artinya suatu sikap menghargai pendirian orang lain (seperti pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian diri sendiri atau tidak mementingkan kepentingan sendiri (altruistik).
(57)
6. Emotional Spiritual Quotient (ESQ)
Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa ESQ sebagian besar mahasiswa PSIK FKIK semester 8 adalah tinggi. Hal ini dikarenakan mahasiswa mendapatkan mata kuliah yang mendukung terbentuknya
nilai tersebut, yaitu mata kuliah Al-Islam Kemuhammadiyahan (AIK).
Didalam pendidikan AIK mahasiswa diajarkan secara aktif untuk mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan. Menurut Agustian (2006), pendidikan spiritual merupakan
pendidikan yang menekankan pesoalan-persoalan value atau makna yang
lebih luas dan kaya. Hal ini didukung oleh penelitian Zain (2012),
mengatakan bahwa ESQ dapat ditelaah melalui kemampuan dalam
mengolah emosi sehingga dapat memotivasi diri dalam menghadapi persoalan makna atau value, atau dengan kata lain pendidikan spiritual dapat menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih
baik. Oleh karena itu, nilai ESQ mahasiswa keperawatan tinggi karena di
dukung oleh pendidikan spiritual yaitu Al-Islam Kemuhammadiyahan (AIK).
Selain itu, mahasiswa juga mendapatkan pelatihan-pelatihan
softskill. Pelatihan tersebut akan membuat mahasiswa mampu untuk mengelola diri, mengelola orang lain, dan menjalin hubungan baik
dengan orang lain. Pelatihan softskill juga akan menghasilkan mahasiswa
yang berkakrakter yaitu mahasiswa yang memiliki kualitas mental, kekuatan moral, akhlak, atau budi pekerti yang berasal dari nilai-nilai.
(58)
Menurut Agustian (2006), dalam membentuk karakter harus berdasarkan
konsep ESQ yaitu mental building, personal strength, dan social
strength. Selanjutnya, menurut analisa peneliti tahapan-tahapan pelatihan
softskill mahasiswa PSIK UMY sudah mencakup konsep ESQ tersebut.
7. Altruisme mahasiswa keperawatan
Berdasarkan tabel 3.5 nilai altruisme sebagian besar mahasiswa PSIK UMY semester 8 berada dikategori cukup. Hal ini dikarenakan ada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi nilai altruisme, salah satu faktor tersebut adalah motivasi. Seseorang dalam melakukan suatu perbuatan ataupun perilaku didukung oleh besar kecilnya motivasi yang ada dalam diri. Motivasi yang ada pada diri seseorang akan mempengaruhi apakah dia akan mengerjakan setiap tugasnya dengan baik atau sebaliknya, apakah dia akan berperilaku baik atau tidak. Menurut Astuti (2001) dalam Halimah (2010), mengatakan bahwa salah satu hal yang terpenting dan perlu dipertimbangkan oleh individu untuk berperilaku adalah motivasi. Motivasi positif yang tinggi akan membuat seseorang berperilaku altruistik. Oleh karena itu, motivasi yang rendah juga akan membuat nilai altruisme rendah.
Selain itu, altruisme mahasiswa PSIK UMY juga dapat dipengaruhi oleh kegiatan kegiatan sosial. Kegiatan sosial tersebut dapat didapatkan dengan megikuti organisasi organisasi sosial yang ada di lingkungan kampus UMY. Organisasi sosial yang ada di PSIK UMY seperti organisasi NCC akan membuat seseorang mempunyai nilai altruisme
(59)
yang lebih baik. Hal ini dikarenakan mahasiswa yang mengikuti organisasi tersebut akan lebih sering bertemu secara langsung dengan orang lain, hal ini akan menimbulkan perasaan empati. Organisasi sosial akan membuat seseorang mempunyai rasa empati yang tinggi dan akan membentuk rasa altruisme dalam diri seseorang. Sesuai dengan
pernyataan Rutston (1982) dalam Hur (2012) yang menyebutkan bahwa
empati merupakan salah satu aspek dari altruisme. Menurut analisa peneliti, mahasiswa PSIK UMY semester 8 yang mengikuti kegiatan sosial tidak begitu banyak oleh karena itu mahasiswa PSIK UMY semester 8 memiliki nilai altruisme yang rendah.
8. Hubungan Emotional Spiritual Quotient (ESQ) terhadap Altruisme pada mahasiswa keperawatan UMY 2012
Hasil penelitian tersebut menggunakan uji Spearman Rank dan
didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara emotional spiritual quotient
(ESQ) dengan altruisme pada mahasiswa keperawatan UMY 2012. Hal
ini dikarenakan faktor yang mempengaruhi altruisme tidak hanya ESQ
sendri, akan tetapi dapat dipengaruhi oleh faktor lainnya. Menurut Baron dan Byrne (2006) dalam Sarwono (2009) secara garis besar altruisme dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor situasional dan faktor pribadi.
Penelitian ini menunjukan bahwa tingkat emotional spiritual
quotient (ESQ) responden tinggi, sedangkan nilai altruisme sebagian besar responden nilainya cukup. Hasil ini menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara emosional spiritual quotient dengan altruism responden.
(60)
Seharusnya nilai emosional spiritual quotient tinggi, maka altruisme responden juga akan tinggi, sehingga dapat ditemukan hubungan antara emosional spiritual quotient dengan altruisme responden. Tidak semua mahasiswa memiliki nilai altruisme tinggi. Hal ini dikarenakan perilaku altruisme juga dapat dipengaruhi oleh motivasi atau dorongan yang ada dalam diri seseorang. Motivasi atau dorongan akan mengarahkan individu untuk bertindak sesuai dengan kepentingan atau tujuan yang ingin dicapai, tanpa motivasi tidak akan ada suatu kekuatan yang mengarahkan individu untuk timbulnya perilaku. Seseorang akan melakukan suatu perilaku atau kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk usaha keras atau lemah berdasarkan oleh motivasi yang ada dalam diri. Menurut Uno (2014) mengatakan bahwa motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakan seseorang untuk bertingkah laku. Di dukung oleh pernyataan Sutrisno (2012) bahwa motivasi sering diartikan sebagai faktor pendorong perilaku seseorang untuk melakukan suatu aktifitas. Oleh karena itu, motivasi positif yang tinggi pada seseorang akan menimbulkan perilaku altruistik.
Hal lain yang dapat mempengaruhi tingkat altruisme mahasiswa PSIK UMY semester 8 adalah keikutsertaan dalam kegiatan-kegiatan sosial. Kegiatan sosial dapat dimanfaatkan dalam menumbuhkan rasa empati. Selain itu kegiatan sosial juga dapat menumbuhkan rasa kepedulian. Kemampuan empati akan mendorong kita mampu melihat permasalahan dengan lebih jernih dalam memecahkan masalah. Kegiatan
(61)
sosial akan membangkitkan kemampuan empati dengan memberikan bantuan atau pertolongan kepada seseorang yang membutuhkan. Semakin sering seseorang memberikan pertolongan maka akan menstimulus keadaan emosi sehingga akan meningkatkan kemampuan empati kepada orang lain. Menurut Hoffman (1978) dalam Taufik (2012), empati akan menggiring seseorang untuk bertindak secara altruistik. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Astuti (2014) yang menyatakan bahwa seseorang yang memiliki empati yang tinggi akan mampu berperilaku prososial dengan baik terhadap lingkungan sekitarnya.
Di dalam pengembangan perilaku altruisme pada diri individu maupun mahasiswa PSIK 2012 tidak lepas dari kebiasaan yang diterapkan dalam sebuah keluarga. Hal ini dikarenakan lingkungan keluarga adalah lingkungan pendidikan informal yang mempengaruhi aspek perkembangan anak. Pola asuh orang tua dapat mengajarkan
perilaku prososial melalui modeling (Papalia et.al). Perilaku altruisme
dapat muncul tergantung dari situasi dan kondisi, karena situasional dapat meningkatkan atau menurunkan kecenderungan orang untuk
melakukan perilaku altruisme. Menurut Myers (1999) dalam sarwono
(2009) mengemukakan bahwa faktor situasional yang pertama adalah adanya model, karena model yang berperilaku altruisme mempunyai pengaruh positif untuk meningkatkan perilaku altruisme pada orang lain.
(62)
D. Kekuatan dan Kelemahan Penelitian 1. Kekuatan Penelitian
Sejauh yang peneliti ketahui bahwa sampai saat karya tulis ilmiah ini selesai belum ada yang melakukan penelitian tentang hubungan antara
emotional spiritual quotient (ESQ) dengan altruisme pada mahasiswa keperawatan UMY 2012.
2. Kelemahan Penelitian
1. Kurangnya data demografi responden yang mungkin mempengaruhi
variabel penelitian seperti tinggal bersama orang tua atau tidak.
2. Responden dalam penelitian ini terlalu homogen dengan
(63)
48 A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan emotional spiritual
quotient (ESQ) terhadap altruisme mahasiswa keperawatan UMY maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Karakteristik demografi yang paling banyak yaitu usia 21-22 tahun,
mayoritas berjenis kelamin perempuan, suku di dominasi oleh suku jawa, dan mayoritas mempunyai uang per bulan >Rp 700.000
2. Sebagian besar mahasiswa PSIK UMY semester 8 memiliki tingkat
Emotional Spiritual Quotient (ESQ) yang tinggi
3. Nilai altruisme sebagian besar mahasiswa PSIK UMY semester 8
adalah cukup baik.
4. Tidak terdapat hubungan antara emotional spiritual quotient (ESQ) dan
altruisme pada mahasiswa keperawatan UMY
B. Saran
1. Pendidikan Keperawatan
Penelitian ini dapat digunakan sebagai alat bantu untuk meningkatkan kualitas mahasiswa keperawatan dalam perannya sebagai calon perawat masa depaan.
(64)
2. Mahasiswa Keperawatan
Mahasiswa keperawatan atau responden sebaiknya dapat meningkatkan nilai altruisme, mengingat altruisme sangat penting dalam dunia keperawatan serta untuk menyiapakan diri sebagai seorang perawat.
3. Peneliti selanjutnya
Penelitian ini hanya meneliti di keperawatan PSIK UMY. Bagi penelitian selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian di wilayah lainnya.
(1)
6 dapat bekerjasama dalam penelitian,
3) Bersedia mengisi kuesioner yang telah disediakan oleh peneliti dari awal hingga akhir dengan lengkap. Kriteria Eksklusi : 1) Responden yang cuti saat dilakukan pengambilan data, 2) Responden yang belum lulus blok 1 (pofesional nurse) dan blok 2 (Theory and Concept In Nursing), 3) Responden yang sakit atau tidak hadir saat pengambilan data.
Variabel independent dalam penelitian ini adalah kecerdasan emosional dan spiritual (ESQ). Variabel dependent dalam penelitian ini adalah altruisme mahasiswa keperawatan.
Instrumen dalam penelitian ini menggunakan intrumen ESQ dan The Self-Report Altruism (SRA). Uji validitas dilakukan ditempat yang memiliki karakteristik sama dengan jumlah sampel 30 responden. Dalam penelitian ini dinyatakan valid apabila hasil r hitung > r tabel (0,361) dan nilai signifikan (p) < 0,05.
HASIL PENELITIAN
Responden yang sesuai dengan kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah 140 mahasiswa PSIK UMY angkatan 2012 baik laki-laki maupun perempuan yang meliputi usia, jenis kelamin, suku dan uang perbulan.
Tabel 1. Karakteristik responden di PSIK UMY 2012 (n=140)
Karakteristik Frekuensi Persentasi (%) Usia
20 tahun 1 0,7 21 tahun 60 42,9 22 tahun 66 47,1 23 tahun 13 9,3
Jenis Kelamin
Laki-laki 45 32,1 Perempuan 95 67,9
Suku
Jawa Non Jawa
100 40
71,4 28,6
Uang Perbulan
>700.000 100 71,4 500.000-700.000 32 22,9 <500.000 8 5,7
Karakter responden dalam penelitian ini didapatkan semua responden dalam penelitian ini berusia 20-23 tahun, berjenis kelamin perempuan sebanyak 95 responden (67,9%), berasal dari suku jawa sebanyak 100 responden (71,4%), dan mempunyai uang
(2)
7 perbulan >700.000 sebanyak 100
responden (71,4%).
Tabel 2 Distribusi Altruisme pada jenis kelamin
Dari data dalam tabel 2 diketahui distribusi altuisme lebih banyak pada jenis kelamin perempuan sebanyak 66 responden dengan nilai cukup.
Tabel 3 Distribusi Altruisme pada suku
Dari data pada tabel 3 diketahui bahwa suku Jawa memiliki nilai altruisme cukup sebanyak 63 responden, lebih banyak dari suku non jawa sebesar 31 responden memiliki nilai cukup.
Tabel 4 Distribusi ESQ pada jenis kelamin
ESQ
Tinggi Sedang Total
Jenis Kelamin L 43 2 45
P 90 5 95
Total 133 7 140
Dari tabel 4 didapatkan distribusi ESQ lebih banyak pada jenis kelamin perempuan sebanyak 90 responden dengan nilai tinggi.
Tabel 5 Distribusi ESQ pada suku
ESQ
Tinggi Sedang Total
Suku Jawa 96 4 100
Non Jawa
37 3 40
Total 133 7 140
Dari tabel 3.7 didapatkan distribusi ESQ lebih banyak pada suku Jawa sebesar 96 responden dengan nilai tinggi.
Tabel 6 Emosional Spiritual Quotient (ESQ) pada mahasiswa
PSIK UMY 2012 (n=140)
Kategori Frekuensi Persentase (%)
ESQ Tinggi 133 95,0 ESQ sedang 7 5,0
Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa sebanyak 133
Altruisme Kur
ang Cuk
up
Baik Sangat Baik
Tota l Jenis
kelam in
L 5 28 11 1 45
P 8 66 20 1 95
Total 13 94 31 2 140
Altruisme
Suku Kur
ang Cuk
up
Baik Sangat baik
Tota l
Jawa 11 63 24 2 100 Non
Jawa
2 31 7 0 40
Tota l
(3)
8 responden (95,0%) mempunyai ESQ
yang tinggi dan sisanya sebanyak 7 responden (5,0%) mempunyai ESQ sedang.
Tabel 7 Altruisme pada mahasiswa PSIK UMY 2012 (n= 140)
Kategori Frekuensi Persentase (%)
Sangat baik 2 1,4
Baik 31 22,1
Cukup 94 67,1
Kurang 13 9,3
Tabel 7 menunjukan bahwa mahasiswa PSIK angkatan 2012 yang memiliki nilai altruisme sangat baik sebanyak 2 responden (1,4%), nilai baik sebanyak 31 responden (22,1%), nilai cukup sebanyak 94 responden (67,1%), dan mahasiswa yang mempunyai nilai altruisme kurang sebanyak 13 responden (9,3%).
Tabel 8 Hubungan antara emosional spiritual quotient (ESQ)
terhadap altruisme pada mahasiswa PSIK UMY 2012
p-value ESQ – Altruisme 0,449
Berdasarkan tabel 8 maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan antara emosional spiritual quotient terhadap altruisme (p = 0,449).
PEMBAHASAN
Hasil penelitian tersebut menggunakan uji Spearman Rank
dan didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara emosional spiritual quotient (ESQ) dengan altruisme pada mahasiswa keperawatan UMY 2012. Hal ini dikarenakan faktor yang mempengaruhi altruisme tidak hanya ESQ sendri, akan tetapi dapat dipengaruhi oelh faktor-faktor lainnya. Menurut Baron dan Byrne (2006) dalam Sarwono (2009) secara garis besar altruisme dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor situasional dan faktor pribadi.
Penelitian ini menunjukan bahwa tingkat emosional spiritual quotient (ESQ) responden tinggi, sedangkan nilai altruisme sebagian besar responden nilainya cukup. Hasil ini menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara emosional spiritual quotient dengan altruism responden. Seharusnya nilai
(4)
9 emosional spiritual quotient tinggi,
maka altruisme responden juga akan tinggi, sehingga dapat ditemukan hubungan antara emosional spiritual quotient dengan altruisme responden. Tidak semua mahasiswa memiliki nilai altruisme tinggi. Hal ini dikarenakan perilaku altruisme juga dapat dipengaruhi oleh motivasi atau dorongan yang ada dalam diri seseorang. Motivasi atau dorongan akan mengarahkan individu untuk bertindak sesuai dengan kepentingan atau tujuan yang ingin dicapai, tanpa motivasi tidak akan ada suatu kekuatan yang mengarahkan individu untuk timbulnya perilaku. Seseorang akan melakukan suatu perilaku atau kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk usaha keras atau lemah berdasarkan oleh motivasi yang ada dalam diri. Menurut Uno (2014) mengatakan bahwa motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakan seseorang untuk bertingkah laku. Di dukung oleh pernyataan Sutrisno (2012) bahwa motivasi sering diartikan sebagai faktor pendorong perilaku seseorang untuk melakukan suatu aktifitas. Oleh karena itu, perilaku atau perbuatan seseorang
akan sesuai dengan tujuan dari motivasi yang mendasarinya.
Hal lain yang dapat mempengaruhi tingkat altruisme mahasiswa PSIK UMY semester 8 adalah keikutsertaan dalam kegiatan-kegiatan sosial. Kegiatan sosial dapat dimanfaatkan dalam menumbuhkan rasa empati. Selain itu kegiatan sosial juga dapat menumbuhkan rasa kepedulian. Kemampuan empati akan mendorong kita mampu melihat permasalahan dengan lebih jernih dalam memecahkan masalah. Kegiatan sosial akan membangkitkan kemampuan empati dengan memberikan bantuan atau pertolongan kepada seseorang yang membutuhkan. Semakin sering seseorang memberikan pertolongan maka akan menstimulus keadaan emosi sehingga akan meningkatkan kemampuan empati kepada orang lain. Menurut Hoffman (1978) dalam Taufik (2012), empati akan menggiring seseorang untuk bertindak secara altruistik. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Astuti (2014) yang menyatakan bahwa seseorang yang memiliki empati yang tinggi akan
(5)
10 mampu berperilaku prososial dengan
baik terhadap lingkungan sekitarnya.
KESIMPULAN
Hasil penelitian mengenai hubungan emosional spiritual quotient (ESQ) terhadap altruisme mahasiswa keperawatan UMY, dapat disimpulkan bahwa karakteristik demografi yang paling banyak yaitu usia 21-22 tahun, mayoritas berjenis kelamin perempuan, suku di dominasi oleh suku jawa, dan mayoritas mempunyai uang per bulan >Rp 700.000. Sebagian besar mahasiswa PSIK UMY semester 8 memiliki tingkat Emosional Spiritual Quotient (ESQ) yang tinggi. Nilai altruisme sebagian besar mahasiswa PSIK UMY semester 8 adalah cukup baik. Sehingga dapat dilihat hasil perhitungan uji statistik tidak terdapat hubungan emosional spiritual quotient (ESQ) terhadap altruisme mahasiswa keperawatan UMY
Saran yang dapat diambil dari penelitian ini diharapankan bagi Ilmu Keperawatan. dapat digunakan sebagai alat bantu untuk
meningkatkan kualitas mahasiswa keperawatan dalam perannya sebagai calon perawat masa depaan. Saran bagi responden, dapat meningkatkan nilai altruisme, mengingat altruisme sangat penting dalam dunia keperawatan. Saran bagi peneliti selanjutnya yaitu Bagi penelitian selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian di wilayah lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. (2005). Konsep dasar keperawatan. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC.
Astuti, Yuni Setya. (2014).
Hubungan Antara Empati
Dengan Perilaku Prososial Pada Karang Taruna Di Desa
Jetis, Kecamatan Baki,
Kabupaten Sukoharjo.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Depkes RI., 1992. UU RI No.23
Tahun 1992 Tentang
Kesehatan. Depkes RI.
Goleman, Daniel. (2007).
Kecerdasan Emosional. Jakata : PT Gramedia Pustaka Utama. Kemenkes RI, (2011). Rencana
pengembangan tenaga
kesehatan Tahun 2011-2025.
(6)
11 Nursalam. (2013). Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta :Salemba Medika. Potter & Perry. (2005). Buku Ajar
Fundamental Keperawatan
Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4 volume 1.EGC.Jakarta. Rushton et al. (1981). The Altruistic
Personality and the Self-report
Altruism Scale. Person.
Individ. Diff. Vol 2: 293-302. Sarwono. (2009).Psikologi Sosial.
Jakarta : Salemba Humanika Sutrisno, Edy. (2012). Manajemen
Sumber Daya Manusia.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Suyanto, M. (2006). 15 Rahasia Mengubah Kegagalan Menjadi
Kesuksesan Dengan
Kecerdasan Spiritual.
Yogyakata : CV Andi Offset. Yulihastin, Erma. 2009. “Bekerja
Sebagai Perawat”. Bogor : Penerbit Erlangga.
Taufik. (2012). Empati Pendekatan Psikologi Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Tibor, R. Machan. 2006. Kebebasan dan kebudayaan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Uno, Hamzah B. (2012). Teori
Motivasi dan Pengkurannya, Analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
Yulihastin, Erma. (2009). Bekerja Sebagai Perawat. Jawa Barat : Erlangga.