Pengaruh Intelligent Quotient, Emotional Quotient, Dan Spiritual Quotient terhadap Pemahaman Akuntansi Pada Mahasiswa Akuntansi S-1 Di Universitas Sumatera Utara

(1)

SKRIPSI

PENGARUH INTELLIGENT QUOTIENT, EMOTIONAL QUOTIENT, DAN SPIRITUAL QUOTIENT TERHADAP PEMAHAMAN AKUNTANSI

PADA MAHASISWA AKUNTANSI S-1 DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

OLEH

RIRI ZULIA SARI 090503104

PROGRAM STUDI STRATA I AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Intelligent Quotient, Emotional Quotient, dan Spiritual Quotient Terhadap Pemahaman Akuntansi Pada Mahasiswa Akuntansi S-1 di Universitas Sumatera Utara” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Agustus 2013

NIM 090503104 Riri Zulia Sari


(3)

ABSTRAK

PENGARUH INTELLIGENT QUOTIENT, EMOTIONAL QUOTIENT, DAN SPIRITUAL QUOTIENT TERHADAP PEMAHAMAN

AKUNTANSI PADA MAHASISWA AKUNTANSI S-1 DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh Intelligent Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ), dan Spiritual Quotient (SQ) terhadap pemahaman akuntansi. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kausal dan bersifat replikasi terhadap penelitian sebelumnya dengan populasi penelitian adalah mahasiswa akuntansi S-1 di Universitas Sumatera Utara stambuk 2008-2010.

Pemilihan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling dan dari mahasiswa akuntansi S-1 stambuk 2008-1010 diperoleh 120 sampel. Data yang digunakan adalah data primer. Metode statistik yang digunakan adalah regresi linear berganda dengan melakukan uji asumsi klasik terlebih dahulu.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel intelligent quotient berpengaruh signifikan terhadap pemahaman akuntansi. Sedangkan variabel emotional quotient dan spiritual quotient tidak berpengaruh signifikan terhadap pemahaman akuntansi, Secara simultan variabel intelligent quotient, emotional quotient, dan spiritual quotient berpengaruh signifikan terhadap pemahaman akuntansi pada mahasiswa akuntansi S-1 di Universitas Sumatera

Kata Kunci: Intelligent Quotient, Emotional Quotient, Spiritual Quotient, pemahaman akuntansi


(4)

ABSTRACT

INFLUENCE OF INTELLIGENT QUOTIENT, EMOTIONAL QUOTIENT, AND SPIRITUAL QUOTIENT ON UNDERSTANDING ACCOUNTING

TO BACHELOR OF DEGREE ACCOUNTING STUDENT AT THE UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

The purpose of this research is to study the influence intelligent quotient, emotional quotient, and spiritual quotient on understanding accounting. This research is classified as causal research and replication of former researches. Populations of this research are accounting student at the 2008,2009,2010 years.

The samples are obtained by using purposive sampling method. As the result, from accounting student at the 2008, 2009, and 2009 , 120 are used as the samples of this study. The statistic method being used is linear regression with the model being tested previously in classic assumptions.

The result indicates that partially intelligent quotient have significantly influenced understanding accounting, but emotional quotient and spiritual quotient have no significantly influenced understanding accounting and simultaneously intelligent quotient, emotional quotient, and spiritual quotient have significantly influenced understanding accounting to bachelor of degree accounting student at the university of north sumatera.

Keywords: Intelligent Quotient, Emotional Quotient, Spiritual Quotient, Understanding Accounting


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Pengaruh Intelligent Quotient, Emotional Quotient, dan Spiritual Quotient Terhadap Pemahaman Akuntansi Pada Mahasiswa Akuntansi S-1 di Universitas Sumatera Utara”. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Departemen Akuntansi, Universitas Sumatera Utara.

Walaupun dalam penulisan skripsi ini penulis telah mencurahkan segenap kemampuan yang dimiliki, tetapi penulis yakin tanpa adanya saran, motivasi dan bantuan maupun doa dari beberapa pihak maka skripsi ini tidak akan mungkin dapat tersusun sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, yaitu kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M. Ec, Ac, Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, Mafis, Ak selaku Ketua Departemen Akuntansi dan Bapak Drs. Hotmal Ja’far, MM, Ak. selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak. selaku Ketua Program Studi S1 Akuntansi dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak. selaku sekretaris Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(6)

4. Bapak Drs. Hotmal Ja’far, MM, Ak. selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan petunjuk, pengarahan, dan bimbingan dari awal hingga selesainya skripsi ini dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak. selaku dosen pembaca yang telah memberikan masukan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.

5. Kedua orang tua penulis Ayahanda Zulkarnain dan Ibunda Purnama Sari Dalimunthe yang selalu memberikan dukungan, doa serta motivasi kepada penulis agar bisa menyelesaikan skripsi ini.

6. Adik sepupu penulis Teti Fauziah Dalimunthe yang telah memberikan semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Teman-teman di Fakultas Ekonomi angkatan 2009, khususnya kepada Nur, Dewi, Yanti, Novida, Ade, yang selalu memberikan semangat kepada penulis dalam pengerjaan skripsi ini.

8. Serta seluruh staf pengajar, staf Departemen Akuntansi, dan staf administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan yang disebabkan keterbatasan penulis dalam pengetahuan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran yang membangun sehingga skripsi ini dapat dijadikan acuan dalam penulisan karya-karya ilmiah selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.


(7)

Medan, Agustus 2013 Penulis

NIM : 090503104 Riri Zulia Sari


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka ... 8

2.1.1 Intelligent Quotient... 8

2.1.1.1 Pengertian Intelligent Quotient ... 8

2.1.1.2 Indikator Intelligent Quotient ... 9

2.1.2 Emotional Quotient ... 10

2.1.2.1 Pengertian Emotional Quotient ... 10

2.1.2.2 Indikator Emotional Quotient ... 12

2.1.3 Spiritual Quotient ... 13

2.1.3.1 Pengertian Spiritual Quotient ... 13

2.1.3.2 Indikator Spiritual Quotient ... 19

2.1.4 Pengertian Akuntansi ... 19

2.1.5 Pemahaman Akuntansi ... 20

2.1.6 Indikator Pemahaman Akuntansi ... 21

2.2 Hubungan Intelligent Quotient, Emoional Quotient, dan Spiritual Quotient Terhadap Pemahaman Akuntansi ... 22

2.2.1 Hubungan Intelligent Quotient Terhadap Pemahaman Akuntansi ... 22

2.2.2 Hubungan Emotional Quotient Terhadap Pemahaman Akuntansi ... 23

2.2.3 Hubungan Spiritual Quotient Terhadap Pemahaman Akuntansi ... 24

2.3 Penelitian Terdahulu ... 25

2.4 Kerangka Konseptual ... 27

2.5 Hipotesis ... 28

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 30


(9)

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 30

3.2.1 Tempat Penelitian ... 30

3.2.2 Waktu Penelitian ... 30

3.3 Batasan Operasional ... 31

3.4 Definisi Operasional dan Skala pengukuran Variabel ... 31

3.4.1 Variabel Dependen ... 31

3.4.2 Variabel Independen ... 32

3.4.3 Definisi Operasional ... 36

3.5 Teknik Penentuan Sampel ... 37

3.5.1 Populasi ... 37

3.5.2 Sampel ... 37

3.6 Jenis dan Sumber Data ... 38

3.7 Metode Pengumpulan Data ... 38

3.8 Metode Analisis ... 39

3.8.1 Uji Kualitas Data ... 40

3.8.1.1 Uji Validitas ... 40

3.8.1.2 Uji Reliabilitas ... 40

3.8.2 Uji Asumsi Klasik ... 40

3.8.2.1 Uji Normalitas ... 40

3.8.2.2 Uji Multikolinearitas ... 41

3.8.2.3 Uji Heterokedastisitas ... 41

3.8.2.4 Uji Autokorelasi ... 42

3.8.3 Uji Beda (t) ... 43

3.8.4 Uji Hipotesis ... 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 4.1 Gambaran Subjek Penelitian ... 45

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ... 46

4.2.1 Penyebaran dan Penerimaan Kuesioner Responden ... 46

4.2.2 Distribusi Frekuensi Identitas Responden ... 47

4.3 Uji Kualiditas Data ... 48

4.3.1 Uji Validitas ... 48

4.3.2 Uji Reliabilitas ... 51

4.4 Analisis Data ... 54

4.4.1 Analisis Deskriptif ... 54

4.5 Asumsi Klasik ... 55

4.5.1 Uji Normalitas ... 55

4.5.2 Uji Multikolinearitas ... 60

4.5.3 Uji Heterokedastisitas ... 60

4.5.4 Uji Autokorelasi ... 62

4.6 Analisis Model Regresi ... 62

4.7 Uji Hipotesis... 64

4.7.1 Koefisien Determinasi (R²) ... 65

4.7.2 Uji F ... 67

4.7.3 Uji T ... 68


(10)

4.8 Pembahasan Hasil Penelitian ... 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 72

5.2 Keterbatasan ... 73

5.3 Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75


(11)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu ... 25

Tabel 3.1 Pengambilan Keputusan Ada Tidaknya Autokorelasi ... 43

Tabel 4.1 Penyebaran dan Penerimaan Kuesioner ... 47

Tabel 4.2 Demografi Responden Menurut Statistik ... 47

Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas Variabel Intelligent Quotient ... 48

Tabel 4.4 Hasil Uji Validitas Variabel Emotional Quotient ... 49

Tabel 4.5 Hasil Uji Validitas Variabel Spiritual Quotient ... 50

Tabel 4.6 Hasil Uji Validitas Pemahaman Akuntansi ... 51

Tabel 4.7 Tabel Uji Reliabilitas ... 52

Tabel 4.8 Reliability Intelligent Quotient ... 52

Tabel 4.9 Reliability Emotional Quotient ... 52

Tabel 4.10 Reliability Spiritual Quotient ... 53

Tabel 4.11 Reliability Pemahaman Akuntansi... 53

Tabel 4.12 Statistik Deskriptif ... 54

Tabel 4.13 Uji Normalitas (1) ... 54

Tabel 4.14 Uji Normalitas (2) ... 59

Tabel 4.15 Uji Multikolinearitas ... 60

Tabel 4.16 Uji Autokorelasi ... 62

Tabel 4.17 Analisis Model Regresi ... 63

Tabel 4.18 Uji Hipotesis ... 65

Tabel 4.19 Koefisien Determinasi (R²) ... 66

Tabel 4.20 Uji F ... 67

Tabel 4.21 Uji T ... 68


(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual ... 28

Gambar 4.1 Uji Normalitas (1) ... 57

Gambar 4.2 Uji Normalitas (2) ... 58


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1 Uji Validitas ... 78

2 Uji Reliabilitas ... 88

3 Statistik Deskriptif ... 91

4 Uji Normalitas Data ( Sebelum Transformasi) ... 91

5 Uji Normalitas Data ( Setelah Transformasi) ... 91

6 Hasil Uji Multikolinearitas ... 92

7 Hasil Uji Heterokedastisitas... 93

8 Hasil Uji Autokorelasi ... 93

9 Hasil Uji Hipotesis ... 94


(14)

ABSTRAK

PENGARUH INTELLIGENT QUOTIENT, EMOTIONAL QUOTIENT, DAN SPIRITUAL QUOTIENT TERHADAP PEMAHAMAN

AKUNTANSI PADA MAHASISWA AKUNTANSI S-1 DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh Intelligent Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ), dan Spiritual Quotient (SQ) terhadap pemahaman akuntansi. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kausal dan bersifat replikasi terhadap penelitian sebelumnya dengan populasi penelitian adalah mahasiswa akuntansi S-1 di Universitas Sumatera Utara stambuk 2008-2010.

Pemilihan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling dan dari mahasiswa akuntansi S-1 stambuk 2008-1010 diperoleh 120 sampel. Data yang digunakan adalah data primer. Metode statistik yang digunakan adalah regresi linear berganda dengan melakukan uji asumsi klasik terlebih dahulu.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel intelligent quotient berpengaruh signifikan terhadap pemahaman akuntansi. Sedangkan variabel emotional quotient dan spiritual quotient tidak berpengaruh signifikan terhadap pemahaman akuntansi, Secara simultan variabel intelligent quotient, emotional quotient, dan spiritual quotient berpengaruh signifikan terhadap pemahaman akuntansi pada mahasiswa akuntansi S-1 di Universitas Sumatera

Kata Kunci: Intelligent Quotient, Emotional Quotient, Spiritual Quotient, pemahaman akuntansi


(15)

ABSTRACT

INFLUENCE OF INTELLIGENT QUOTIENT, EMOTIONAL QUOTIENT, AND SPIRITUAL QUOTIENT ON UNDERSTANDING ACCOUNTING

TO BACHELOR OF DEGREE ACCOUNTING STUDENT AT THE UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

The purpose of this research is to study the influence intelligent quotient, emotional quotient, and spiritual quotient on understanding accounting. This research is classified as causal research and replication of former researches. Populations of this research are accounting student at the 2008,2009,2010 years.

The samples are obtained by using purposive sampling method. As the result, from accounting student at the 2008, 2009, and 2009 , 120 are used as the samples of this study. The statistic method being used is linear regression with the model being tested previously in classic assumptions.

The result indicates that partially intelligent quotient have significantly influenced understanding accounting, but emotional quotient and spiritual quotient have no significantly influenced understanding accounting and simultaneously intelligent quotient, emotional quotient, and spiritual quotient have significantly influenced understanding accounting to bachelor of degree accounting student at the university of north sumatera.

Keywords: Intelligent Quotient, Emotional Quotient, Spiritual Quotient, Understanding Accounting


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Pendidikan nasional yang formal maupun informal bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter tiap mahasiswa guna mencerdaskan bangsa yang bertujuan untuk mengembangkan potensi mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berilmu, kreatif, inovatif, mandiri, dan bertanggung jawab, serta menjadi masyarakat yang demokratis.

Latar Belakang Masalah

Pendidikan akuntansi khususnya pendidikan akuntansi yang diselenggarakan di perguruan tinggi berguna untuk mendidik mahasiswa menjadi Akuntan Profesional dan selalu bersikap independensi. Untuk terus menghasilkan lulusan yang berkualitas di bidang akuntansi, maka perguruan tinggi harus terus meningkatkan sistem pendidikannya. Selama ini mahasiswa hanya menerapkan metode menghafal, bukan memahami sehingga mahasiswa akan cenderung mudah lupa dengan apa yang pernah dipelajari atau kesulitan untuk memahami apa yang diajarkan selanjutnya. Akuntansi bukanlah bidang studi yang hanya menggunakan angka-angka dan menghitung penjumlahan atau pengurangan, akan tetapi akuntansi juga merupakan bidang studi yang menggunakan penalaran yang membutuhkan logika.

Kebanyakan perguruan tinggi negeri yang ada di Indonesia hanya mengandalkan intelligent quotient (IQ) dalam menjalankan sistem pendidikan


(17)

dapat mempengaruhi pemahaman terhadap pelajaran akuntansi. Semakin tinggi intelligent quotient, emotional quotient , dan spiritual quotient seorang mahasiswa, maka tingkat pemahamannya terhadap pelajaran akuntansi juga semakin tinggi.

Intelligent quotient ini diukur dari nilai rapor dan indeks prestasi. Nilai rapor yang baik, indeks prestasi yang tinggi, atau sering juara kelas merupakan tolak ukur dari kesuksesan seseorang. Tolak ukur ini tidak salah tetapi tidak seratus persen bisa dibenarkan. Terdapat faktor lain yang menyebabkan seseorang menjadi sukses yaitu adanya emotional quotient dan spiritual quotient.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Daniel Goleman (1995 dan 1998) dan beberapa Riset di Amerika (dalam Yoseph, 2005) memperlihatkan bahwa intelligent quotient hanya memberi kontribusi 20 persen terhadap kesuksesan hidup seseorang. Sisanya, 80 persen bergantung pada emotional quotient, dan spiritual quotientnya. Bahkan dalam hal keberhasilan kerja, intelligent quotient hanya berkontribusi empat persen.

Hasil identik juga disimpulkan dari penelitian jangka panjang terhadap 95 mahasiswa Harvard lulusan tahun 1940-an. Puluhan tahun kemudian, mereka yang saat kuliah dulu mempunyai intelligent quotient tinggi, namun egois dan kuper, ternyata hidupnya tidak terlalu sukses (berdasar gaji, produktivitas, serta status bidang pekerjaan) bila dibandingkan dengan yang intelligent quotientnya biasa saja tetapi mempunyai banyak teman, pandai berkomunikasi, mempunyai empati, tidak temperamental sebagai manifestasi dari tingginya emotional quotient, dan spiritual quotient (Yosep, 2005).


(18)

Emotional quotient mahasiswa memiliki pengaruh terhadap prestasi belajar mahasiswa. Emotional quotient ini mampu melatih kemampuan untuk mengelola perasaannya, kemampuan untuk memotivasi dirinya, kesanggupan untuk tegar dalam menghadapi frustasi, kesanggupan mengendalikan dorongan dan menunda kepuasan sesaat, mengatur suasana hati yang reaktif, serta mampu berempati dan bekerja sama dengan orang lain. Kecerdasan ini yang mendukung seorang mahasiswa dalam mencapai tujuan dan cita-citanya.

Penelitian-penelitian sebelumnya sependapat bahwa emotional quotient secara simultan berpengaruh signifikan terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi (Tikollah, Triwuyono & Ludigdo: 2006), emotional quotient berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pemahaman akuntansi (Mardahlena: 2007), emotional quotient berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pemahaman akuntansi (Wirumananggay: 2008) dan emotional quotient secara parsial berpengaruh signifikan terhadap pemahaman akuntansi (Yulianto: 2009).

Pembelajaran yang hanya berpusat pada intelligent quotient tanpa menyeimbangkan sisi spiritual akan menghasilkan generasi yang mudah putus asa, depresi, suka tawuran bahkan menggunakan obat-obat terlarang, sehingga banyak mahasiswa yang kurang menyadari tugasnya sebagai seorang mahasiswa yaitu tugas belajar. Kurangnya spiritual quotient dalam diri seorang mahasiswa akan mengakibatkan mahasiswa kurang termotivasi untuk belajar dan sulit untuk berkonsentrasi, sehingga mahasiswa akan sulit untuk memahami suatu mata kuliah. Mahasiswa yang hanya berpikir mengenai angka dan nilai akan cenderung menghalalkan segala cara untuk mendapatkan nilai tertinggi, melakukan segala


(19)

bentuk kecurangan. Oleh karena itu, spiritual quotient mampu mendorong mahasiswa mencapai keberhasilan dalam belajarnya karena spiritual quotient dapat mendorong berfungsinya secara efektif intelligent quotient (IQ) dan emotional quotient (EQ).

Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud mengadakan penelitian yang meneliti intelligent quotient, emotional quotient, dan spiritual quotient sebagai variabel yang mempengaruhi pemahaman pelajaran akuntansi. Penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya, dimana pada penelitian Dwijayanti (2009) meneliti empat aspek yaitu kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual, dan kecerdasan sosial, dan kecerdasan spiritual. Sedangkan pada penelitian Rachmi (2010) menambahkan satu aspek yaitu perilaku belajar dan mengurangi dua aspek yaitu kecerdasan intelektual dan kecerdasan sosial. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumya yaitu aspek yang diteliti yang mengambil tiga variabel yang dapat mempengaruhi pemahaman pelajaran akuntansi yaitu intelligent qoutient, emotional quotient, dan spiritual quotient. Selain itu, responden yang menjadi sampel penelitian ini adalah mahasiswa stambuk 2008, 2009, dan 2010 di Departemen Akuntansi S-1 Universitas Sumatera Utara, sedangkan dalam penelitian sebelumnya sampel dilakukan di Universitas Veteran (Dwijayanti: 2009) dan Universitas Gajah Mada (Rachmi: 2010). Alasan pemilihan sampel karena Universitas Sumatera Utara merupakan Universitas terbaik di Indonesia yang ada di kota Medan. Penulis juga merupakan mahasiswa yang berasal dari Universitas Sumatera Utara sehingga telah memahami dengan benar kriteria dan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Penelitian ini juga


(20)

berbeda dari segi bahasa. Dimana pada penelitian sebelumnya menggunakan istilah dalam bentuk bahasa Indonesia. Kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual, dan kecerdasan sosial, dan kecerdasan spiritual (Dwijayanti: 2009) dan Kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, dan perilaku belajar (Rachmi: 2010) pada penelitian ini menggunakan istilah dalam bahasa Inggris (Intelligent quotient, emotional quotient, dan spiritual quotient). Oleh karena itu, penelitian ini berjudul, “Pengaruh Intelligent Quotient, Emotional Quotient, dan Spiritual Quotient Terhadap Pemahaman Akuntansi Pada Mahasiswa Akuntansi S-1 di Universitas Sumatera Utara.”

1.2 Perumusan Masalah

Fenomena menarik yang diangkat pada penelitian ini adalah pemahaman akuntansi. Penelitian tentang intelligent quotient, emotional quotient, dan spiritual quotient sangat penting karena mahasiswa terkadang merasa sulit untuk memahami pelajaran akuntansi walaupun pelajaran tersebut sudah diajarkan secara berulang-ulang. Maka tidak heran jika ada mahasiwa yang mengenyam bangku perguruan tinggi melebihi batas waktu normal (4 tahun). Mahasiswa di perguruan tinggi khususnya di Universitas Sumatera Utara dididik tidak hanya untuk menjadi mahasiwa yang berprestasi tetapi juga harus memiliki daya saing yang tinggi agar dapat menjadi tenaga akuntan siap pakai.

Namun adakalanya mahasiswa yang sudah lama mempelajari akuntansi pun tidak dapat memahami apa itu akuntansi sebenarnya. Mereka hanya berpendapat bahwa akuntansi hanyalah merupakan ilmu hitung belaka yang rumusnya perlu dihafal tanpa harus dipahami. Sulitnya atau banyaknya


(21)

angka-angka dalam pelajaran akuntansi terutama akuntansi keuangan membuat mahasiswa bingung dan kesulitan untuk menerima pelajaran. Rasa ketidaktahuan yang mendalam serta dosen pengajar juga dapat mempengaruhi pemahaman akuntansi. Kurangnya rasa percaya diri mahasiswa yang diterima sejak bangku sekolah juga dapat membuat mahasiswa mudah putus asa dalam menerima pelajaran, apalagi jika harus disuruh membuat laporan keuangan. Namun mahasiswa itu merasa malu untuk mengakui ketidaktahuannya. Entah takut diejek mahasiswa lainnya atau dosennya. Sebab dewasa ini, tidak sedikit mahasiswa yang mengenyam Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di bangku sekolah justru memilih jurusan akuntansi untuk masa kuliahnya. Oleh karena itu, banyak mahasiswa yang begitu lulus dari pendidikan akuntansi dan tidak dapat bekerja sebagai akuntan dengan alasan belum memahami apa itu akuntansi sebenarnya dan merasa tidak siap dalam membuat ataupun membaca laporan keuangan.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka muncul pertanyaan:

1. Apakah intelligent quotient berpengaruh terhadap pemahaman pelajaran akuntansi?

2. Apakah emotional quotient berpengaruh terhadap pemahaman pelajaran akuntansi?

3. Apakah spiritual quotient berpengaruh terhadap pemahaman pelajaran akuntansi?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini, yakni ingin memberikan bukti yang empiris bagaimana pengaruh langsung maupun tidak langsung antara intelligent quotient,


(22)

emotional quotient, dan spiritual quotient terhadap pemahaman pelajaran akuntansi. Adapun tujuan diadakannya penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh intelligent quotient terhadap pemahaman pelajaran akuntansi.

2. Untuk mengetahui pengaruh emotional quotient terhadap pemahaman pelajaran akuntansi.

3. Untuk mengetahui pengaruh spiritual quotient terhadap pemahaman pelajaran akuntansi.

4. Untuk mengetahui pengaruh intelligent quotient, emotional quotient, dan spiritual quotient terhadap pemahaman pelajaran akuntansi.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagi Peneliti

Untuk memperluas pengetahuan mengenai intelligent quotient, emotional quotient, dan spiritual quotient terhadap pemahaman pelajaran akuntansi. b. Bagi Mahasiswa

Dapat memberikan masukan kepada mahasiswa agar dapat mengembangkan intelligent quotient, emotional quotient, dan spiritual quotient untuk memperoleh pemahaman pelajaran akuntansi yang baik. c. Bagi Universitas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan acuan terhadap pengembangan teori yang berkaitan dengan intelligent quotient, emotional quotient, dan spiritual quotient terhadap pemahaman pelajaran akuntansi.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Intelligent Quotient

2.1.1.1 Pengertian Intelligent Quotient

Dalam memahami akuntansi adanya intelligent quotient merupakan hal yang penting juga untuk dipertimbangkan. Intelligent quotient (IQ) merupakan pengkualifikasian kecerdasan manusia yang didominasi oleh kemampuan daya pikir rasional dan logika. Lebih kurang 80% IQ diturunkan dari orangtua, sedangkan selebihnya dibangun pada usia sangat dini yaitu 0-2 tahun kehidupan manusia yang pertama. Sifatnya relatif digunakan sebagai prediktor keberhasilan individu di masa depan. Implikasinya, sejumlah riset untuk menemukan alat (tes IQ) dirancang sebagai tiket untuk memasuki dunia pendidikan sekaligus dunia kerja.

Berikut ini adalah pendapat tentang intelligent quotient menurut para ahli, yaitu:

1. Binet & Simon dalam Azwar (2004)

Binet & Simon mendefinisikan intelegensi sebagai suatu kemampuan yang terdiri dari 3 komponen, yaitu:


(24)

b. Kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan itu telah dilakukan

c. Kemampuan untuk mengkritik diri sendiri

2. Robin & Judge (2008)

Robin & Judge mendefinisikan intelligent quotient adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas mental berpikir, menalar, dan memecahkan masalah.

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa intelligent quotient adalah kemampuan seseorang untuk memperoleh pengetahuan, menguasai, dan menerapkannya dalam menghadapi masalah.

2.1.1.2 Indikator Intelligent Quotient

Dalam penelitian ini intelligent mahasiswa diukur dengan dimensi dan indikator sebagai berikut:

a. Intelegensi verbal, yaitu kosa kata baik, membaca dengan penuh pemahaman, ingin tahu secara intelektual, menunjukkan keingintahuan.

b. Intelegensi praktis, yaitu tahu situasi, tahu cara mencapai tujuan, sadar terhadap dunia sekeliling, menunjukkan minat terhadap dunia luar.


(25)

c. Kemampuan memecahkan masalah, yaitu mampu menunjukkan pengetahuan mengenai masalah yang dihadapi, mengambil keputusan tepat, menyelesaikan masalah secara optimal, menunjukkan pikiran jernih.

2.1.2 Emotional Quotient

2.1.2.1 Pengertian Emotional Quotient

Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi kemampuan membaca, menulis dan berhitung yang merupakan ketrampilan kata dan angka yang menjadi fokus di pendidikan formal (sekolah) dan sesungguhnya mengarahkan seseorang untuk mencapai sukses dibidang akademis. Tetapi definisi keberhasilan hidup tidak hanya itu saja. Pandangan baru yang berkembang mengatakan bahwa ada kecerdasan lain di luar intelligent quotient (IQ) seperti bakat, ketajaman sosial, hubungan sosial, kematangan emosi dan lain-lain yang harus dikembangkan juga. Kecerdasan yang dimaksud adalah emotional quotient (EQ) (Melandy dan Aziza, 2006).

Emotional quotient petama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog bernama Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire Amerika untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya


(26)

penting bagi keberhasilan. Kualitas-kualitas ini antara lain (Nuraini, n.d):

a. Empati (kepedulian)

b. Mengungkapkan dan memahami perasaan c. Mengendalikan amarah

d. Kemandirian

e. Kemampuan menyesuaikan diri f. Disukai

g. Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi h. Ketekunan

i. Kesetiakawanan j. Keramahan k. Sikap hormat

Berikut ini adalah beberapa pendapat tentang emotional quotient menurut para ahli (Mu’tadin, 2002), yaitu:

a. Salovey dan Mayer (1990)

Salovey dan Mayer (1990) mendefinisikan emotional quotient sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga dapat membantu perkembangan emosi dan intelektual.

b. Cooper dan Sawaf (1998)

Cooper dan Sawaf (1998) mendefinisikan emotional quotient sebagai kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa emotional quotient menuntut seseorang


(27)

untuk belajar mengakui, menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat dan menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari.

c. Howes dan Herald (1999)

Howes dan Herald (1999) mendefinisikan emotional quotient sebagai komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosinya. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa emosi manusia berada di wilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi dan sensasi emosi yang apabila diakui dan dihormati, emotional quotient akan menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain.

d. Goleman (2003)

Goleman (2003) mendefinisikan emotional quotient sebagai kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi, dan menunda kepuasan serta mengatur keadaan jiwa. Dengan emotional quotient tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan, dan mengatur suasana hati.

Dari beberapa pendapat yang ada Mellandy dan Aziza (2006) menyimpulkan bahwa emotional quotient menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain, dan untuk menanggapinya dengan tepat, menerapkan


(28)

dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari.

2.1.2.2 Indikator Emotional Quotient

Komponen emotional quotient atau kerangka kerja kecakapan emosi menurut Goleman dalam Sri Surayaningrum (2003) terdapat lima dimensi, yaitu:

a. Kesadaran diri atau pengenalan diri pada dasarnya dimensi ini untuk mengetahui konsisi diri sendiri, kesukaan, sumber daya dan institusi, seperti: kesadaran emosi, penilaian diri secara teliti dan percaya diri.

b. Pengaturan diri atau pengendalian diri memberi tekanan pada mengelola kondisi, impuls dan sumber daya diri sendiri, seperti: kendali diri, sifat dapat dipercaya, kewaspadaan, adaptibilitas dan inovasi.

c. Motivasi, yaitu kecendrungan emosi yang mengantar atau memudahkan peralihan sasaran, seperti: dorongan prestasi, komitmen, inisiatif dan optimisme.

d. Empati merupakan kesadaran terhadap perasaan, kebutuhan dan kepentingan orang lain, seperti: memahami orang lain, orientasi pelayanan, mengembangkan orang lain, mengatasi keragaman dan kesadaran politis.

e. Keterampilan sosial, yaitu kepintaran dalam menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang lain, seperti: pengaruh, komunikasi, kepemimpinan, katalisator perubahan, manajemen konflik, pengikat jaringan, kolaborasi dan kooperasi serta kemampuan tim.

2.1.3 Spiritual Quotient

2.1.3.1 Pengertian Spiritual Quotient

Spiritual quotient ditemukan oleh Danah Zohar dan Ian Marshall pada pertengahan tahun 2000. Zohar dan Marshall (2001) menegaskan bahwa spiritual quotient adalah landasan untuk membangun IQ dan EQ.


(29)

Spiritual berasal dari bahasa Latin spiritus yang berati prinsip yang memvitalisasi suatu organisme. Sedangkan, spiritual dalam SQ berasal dari bahasa Latin sapientia (sophia) dalam bahasa Yunani yang berati ’kearifan’ (Zohar dan Marshall, 2001).

Zohar dan Marshall (2001) menjelaskan bahwa spiritualitas tidak harus dikaitkan dengan kedekatan seseorang dengan aspek ketuhanan, sebab seorang humanis atau atheis pun dapat memiliki spiritualitas tinggi. Spiritual quotient lebih berkaitan dengan pencerahan jiwa. Orang yang memiliki spiritual quotient tinggi mampu memaknai hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif akan mampu membangkitkan jiwa dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.

Berikut ini adalah beberapa pendapat tentang spiritual quotient menurut para ahli dalam Zohar dan Marshall (2001) dan Agustian (2001):

a. Sinetar (2000)

Sinetar (2000) mendefinisikan spiritual quotient sebagai pikiran yang mendapat inspirasi, dorongan, efektivitas yang terinspirasi, dan penghayatan ketuhanan yang semua manusia menjadi bagian di dalamnya.


(30)

Khavari (2000) mendefinisikan spiritual quotient sebagai fakultas dimensi non-material atau jiwa manusia. Lebih lanjut dijelaskan oleh Khavari (2000), spiritual quotient sebagai intan yang belum terasah dan dimiliki oleh setiap insan. Manusia harus mengenali seperti adanya lalu menggosoknya sehingga mengkilap dengan tekad yang besar, menggunakannya menuju kearifan, dan untuk mencapai kebahagiaan yang abadi.

c. .Zohar dan Marshall (2001)

Zohar dan Marshall (2001) mendefinisikan spiritual quotient sebagai kemampuan internal bawaan otak dan jiwa manusia yang sumber terdalamnya adalah inti alam semesta sendiri, yang memungkinkan otak untuk menemukan dan menggunakan makna dalam memecahkan persoalan.

d. Ary Ginanjar Agustian (2001)

Agustian (2001) mendefinisikan spiritual quotient sebagai kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang seutuhnya dan memiliki pola pemikiran integralistik, serta berprinsip hanya karena Allah.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa definisi spiritual quotient adalah kemampuan potensial setiap manusia yang menjadikan seseorang dapat menyadari dan menentukan makna, nilai, moral, serta cinta terhadap kekuatan


(31)

yang lebih besar dan sesama makhluk hidup karena merasa sebagai bagian dari keseluruhan, sehingga membuat manusia dapat menempatkan diri dan hidup lebih positif dengan penuh kebijaksanaan, kedamaian, dan kebahagiaan yang hakiki.

Prinsip- prinsip spiritual quotient menurut Agustian (2001), yaitu:

a. Prinsip Bintang

Prinsip bintang adalah prinsip yang berdasarkan iman kepada Allah SWT. Semua tindakan yang dilakukan hanya untuk Allah dan tidak mengharap pamrih dari orang lain dan melakukannya sendiri.

b. Prinsip Malaikat (Kepercayaan)

Prinsip malaikat adalah prinsip berdasarkan iman kepada Malaikat. Semua tugas dilakukan dengan disiplin dan baik sesuai dengan sifat malaikat yang dipercaya oleh Allah untuk menjalankan segala perintah Allah SWT.

c. Prinsip Kepemimpinan

Prinsip kepemimpinan adalah prinsip berdasarkan iman kepada Rasullullah SAW. Seorang pemimpin harus memiliki prinsip yang teguh, agar mampu menjadi pemimpin yang sejati. Seperti Rasullullah SAW adalah seorang pemimpin sejati yang dihormati oleh semua orang.


(32)

Prinsip pembelajaran adalah prinsip berdasarkan iman kepada kitab. Suka membaca dan belajar untuk menambah pengetahuan dan mencari kebenaran yang hakiki. Berpikir kritis terhadap segala hal dan menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam bertindak.

e. Prinsip Masa Depan

Prinsip masa depan adalah prinsip yang berdasarkan iman kepada ”hari akhir”. Berorientasi terhadap tujuan, baik jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang, disertai keyakinan akan adanya ”hari akhir” dimana setiap individu akan mendapat balasan terhadap setiap tindakan yang dilakukan.

f. Prinsip Keteraturan

Prinsip keteraturan merupakan prinsip berdasarkan iman kepada ”ketentuan Tuhan”. Membuat semuanya serba teratur dengan menyusun rencana atau tujuan secara jelas. Melaksanakan dengan disiplin karena kesadaran sendiri, bukan karena orang lain.

Ciri-ciri orang yang memiliki spiritual quotient berdasarkan teori Zohar dan Marshall (2001) dan Sinetar (2001) dalam Bowo (2009), yaitu:

a. Memiliki Kesadaran Diri

Memiliki kesadaran diri yaitu adanya tingkat kesadaran yang tinggi dan mendalam sehingga bisa menyadari berbagai situasi yang datang dan menanggapinya.


(33)

b. Memiliki Visi

Memiliki visi yaitu memiliki pemahaman tentang tujuan hidup dan memiliki kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai.

c. Bersikap Fleksibel

Bersikap fleksibel yaitu mampu menyesuaikan diri secara spontan dan aktif untuk mencapai hasil yang baik, memiliki pandangan yang pragmatis (sesuai kegunaan), dan efisien tentang realitas.

d. Berpandangan Holistik

Berpandangan holistik yaitu melihat bahwa diri sendiri dan orang lain saling terkait dan bisa melihat keterkaitan antara berbagai hal. Dapat memandang kehidupan yang lebih besar sehingga mampu menghadapi dan memanfaatkan, melampaui kesengsaraan dan rasa sehat, serta memandangnya sebagai suatu visi dan mencari makna dibaliknya.

e. Melakukan Perubahan

Melakukan perubahan yaitu terbuka terhadap perbedaan, memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi dan status quo dan juga menjadi orang yang bebas merdeka.

f. Sumber Inspirasi

Sumber inspirasi yaitu mampu menjadi sumber inspirasi bagi orang lain dan memiliki gagasan-gagasan yang segar.


(34)

g. Refleksi Diri

Refleksi diri yaitu memiliki kecenderungan apakah yang mendasar dan pokok.

2.1.3.2 Indikator Spiritual Quotient

Zohar dan Marshall (2005 : 14) menguji spiritual quotient dengan hal-hal berikut:

a. Kemampuan bersikap fleksibel, yaitu mampu menempatkan diri dan dapat menerima pendapat orang lain secara terbuka.

b. Tingkat kesadaran diri yang tinggi seperti: kemampuan autocritism dan mengetahui tujuan dan visi hidup.

c. Kemampuan untuk menghadapi dan

memanfaatkan penderitaan seperti: tidak ada penyesalan, tetap tersenyum dan bersikap tenang dan berdoa.

d. Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit seperti: bersikap ikhlas dan pemaaf. e. Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan

nilai-nilai seperti: prinsip dan pegangan hidup dan berpijak pada kebenaran.

f. Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu seperti:tidak menunda pekerjaan dan berpikir sebelum bertindak.

g. Kecenderungan untuk melihat keterkaitan antara berbagai hal yaitu berpandangan holistik seperti: kemampuan berfikir logis dan berlaku sesuai norma sosial.

2.1.4 Pengertian Akuntansi

American Accounting Association mendefinisikan akuntansi sebagai proses mengidentifikasikan, mengukur, dan melaporkan informasi ekonomi, untuk memungkinkan adanya penilaian dan keputusan yang jelas dan tegas bagi mereka yang menggunakan informasi tersebut (Soemarso, 2000). Definisi ini mengandung beberapa pengertian, yaitu:


(35)

1. Akuntansi merupakan proses yang terdiri dari identifikasi, pengukuran dan pelaporan informasi ekonomi.

2. Informasi ekonomi yang dihasilkan oleh akuntansi diharapkan beguna dalam penilaian dan pengambilan keputusan mengenai kesatuan usaha yang bersangkutan.

Suwardjono (1991) menyatakan akuntansi merupakan seperangkat pengetahuan yang luas dan komplek. Cara termudah untuk menjelaskan pengertian akuntansi dapat dimulai dengan mendefinisikannya. Akan tetapi, pendekatan semacam ini mengandung kelemahan. Kesalahan dalam pendefinisian akuntansi dapat menyebabkan kesalahan pemahaman arti sebenarnya akuntansi. Akuntansi sering diartikan terlalu sempit sebagai proses pencatatan yang bersifat teknis dan prosedural dan bukan sebagi perangkat pengetahun yang melibatkan penalaran dalam menciptakan prinsip, prosedur, teknis, dan metode tertentu.

2.1.5 Pemahaman Akuntansi

Paham dalam kamus besar bahasa indonesia memiliki arti pandai atau mengerti benar sedangkan pemahaman adalah proses, cara, perbuatan memahami atau memahamkan. Menurut Melandy dan Aziza (2006 : 9) 22 Seseorang yang memiliki pemahaman akuntansi adalah seseorang yang pandai dan mengerti benar akuntansi. Menurut Arie Pangestu (2009 : 24) pemahaman akuntansi adalah proses atau cara mahasiswa jurusan akuntansi dalam memahami mata kuliah akuntansi.


(36)

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman akuntansi adalah seseorang yang mengerti terhadap apa yang telah dipelajari pada mata kuliah akuntansi.

Namun, perhitungan yang sulit dan kurangnya keaktifan mahasiswa di dalam pelajaran akuntansi tetap saja memberikan pengaruh terhadap tinggi rendahnya pemahaman akuntansi itu sendiri. Sehingga pemahaman akuntansi ini harus terus ditingkatkan di semua perguruan tinggi.

2.1.6 Indikator Pemahaman Akuntansi

Dalam pemahaman ini, pemahaman akuntansi diukur dengan menggunakan nilai matakuliah akuntansi, yaitu:

a. Pengantar Akuntansi I b. Pengantar Akuntansi II

c. Akuntansi Keuangan Menengah I d. Akuntansi Keuangan Menengah II e. Akuntansi Keuangan Lanjutan I f. Akuntansi Keuangan Lanjutan II g. Teori Akuntansi

h. Praktek Akuntansi Keuangan i. Akuntansi Biaya

j. Akuntansi Perpajakan

k. Akuntansi Manajemen


(37)

2.2 Hubungan Intelligent Quotient, Emotional Quotient, dan Spiritual Quotient Terhadap Pemahaman Akuntansi

2.2.1 Hubungan Intelligent Quotient Terhadap Pemahaman Akuntansi

Selama ini banyak orang menganggap bahwa jika seseorang memiliki tingkat intelligent quotient (IQ) yang tinggi, maka orang tersebut memiliki peluang untuk meraih kesuksesan yang lebih besar dibanding orang lain. Pada kenyataannya, ada banyak kasus di mana seseorang yang memiliki tingkat intelligent quotient yang tinggi tersisih dari orang lain yang tingkat intelligent quotientnya lebih rendah. Ternyata IQ yang tinggi tidak menjamin seseorang akan meraih kesuksesan.

Para psikolog menyusun berbagai tes untuk mengukur intelligent quotient, dan tes-tes ini menjadi alat untuk memilah manusia ke dalam berbagai tingkatan kecerdasan, yang kemudian lebih dikenal dengan istilah IQ, yang katanya dapat menunjukkan kemampuan mereka. Menurut teori ini, semakin tinggi IQ seseorang, semakin tinggi pula kecerdasannya (Zohar & Marshall, 2007: 3).

Intelligent quotient memiliki dimensi yaitu intelegensi verbal, intelegensi praktis, dan kemampuan untuk menyelesaikan masalah (Stenberg, 1981 dalam Azwar, 2008: 8). Seorang mahasiswa akuntansi yang memiliki intelligent quotient yang baik maka mampu memahami akuntansi dan dapat membaca dengan penuh pemahaman serta menunjukkan keingintahuan terhadap akuntansi.


(38)

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa intelligent quotient memiliki hubungan dengan pemahaman akuntansi.

2.2.2 Hubungan Emotional Quotient Terhadap Pemahaman Akuntansi

Emotional quotient memungkinkan seseorang untuk memutuskan dalam situasi apa dirinya berada lalu bersikap secara total di dalamnya. EQ memiliki kesadaran mengenai perasaan milik diri sendiri dan juga perasaan milik orang lain. EQ memberikan rasa empati, cinta, motivasi, dan kemampuan untuk menanggapi kesedihan atau kegembiraan secara tepat (Goleman dalam Zohar & Marshall, 2007 : 3)

Dengan emotional quotient, seseorang mampu mengetahui dan menanggapi perasaan mereka sendiri dengan baik dan mampu membaca dan menghadapi perasaan-perasaan orang lain dengan efektif. Seseorang dengan keterampilan emosional yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan berhasil dalam kehidupan dan memiliki motivasi untuk berprestasi. Sedangkan seseorang yang tidak dapat mehanan kendali atas kehidupan emosionalnya akan mengalami pertarungan batin yang merusak kemampuannya untuk memusatkan perhatian pada tugas-tugasnya dan memiliki pikiran yang jernih. Emotional Quotient yang ditandai dengan kemampuan pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati, dan kemampuan sosial akan mempengaruhi perilaku belajar mahasiswa yang nantinya juga mempengaruhi seberapa besar mahasiswa dalam memahami akuntansi.


(39)

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa emotional quotient memiliki hubungan dengan pemahaman akuntansi

2.2.3 Hubungan Spiritual Quotient Terhadap Pemahaman Akuntansi

Pada dasarnya manusia adalah makhluk spiritual karena selalu terdorong oleh kebutuhan untuk mengajukan pertanyaan mendasar atau pokok seperti mengapa saya dilahirkan? Spiritual quotient memungkinkan manusia menjadi kreatif, mengubah aturan dan situasi.

Spiritual quotient memberikan rasa moral, kemampuan menyesuaikan aturan yang kaku diikuti dengan pemahaman dan cinta serta kemampuan setara untuk melihat kapan cinta dan pemahaman sampai pada batasnya. Seseorang menggunakan SQ untuk memilih hal baik dan jahat, serta untuk membayangkan kemungkinan yang belum terwujud untuk bermimpi, bercita-cita, dan mengangkat diri dari kerendahan (Zohar & Marshall, 2007 :4).

Spiritual Quotient (SQ) tidak harus berhubungan dengan agama. Bagi sebagian orang, SQ mungkin menemukan cara pengungkapan melalui agama formal, tetapi beragama tidak menjamin SQ tinggi. Banyak orang humanis dan ateis memiliki SQ sangat tinggi, dan sebaliknya. Banyak orang yang aktif beragama memiliki SQ sangat rendah.

Beberapa penelitian oleh psikolog Gordon Allport, lima puluh tahun silam, menunjukkan bahwa orang memiliki pengalaman keagamaan lebih banyak diluar batas-batas arus utama lembaga keagamaan daripada


(40)

di dalamnya (Zohar & Marshall, 2007 :8). Spiritualitas mahasiswa akuntansi yang cerdas akan mampu membantu dalam pemecahan permasalahan-permasalahan dalam menghadapi kendala-kendala dalam proses pemahaman akuntansi.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa spiritual quotient memiliki hubungan dengan pemahaman akuntansi.

2.3 Penelitian Terdahulu

Peran penelitian terdahulu sangat berguna bagi penulis untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Penelitian kali ini dibuat dengan mengacu pada penelitian terdahulu. Hasil-hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini masih menghasilkan penemuan yang berbeda-beda. Hal inilah yang menjadi salah satu sebab permasalahan ini menarik untuk diteliti kembali.

Penelitian terdahulu mengenai intelligent quotient, emotional quotient, dan spiritual quotient dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1

Ringkasan Penelitian Terdahulu

No. Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian

1.

• Ridwan

Tikollah

• Iwan Triwuyono

• H. Unti Ludigdo (2006) Pengaruh Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosional, dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Sikap Etis Mahasiswa Akuntansi Kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual secara simultan berpengaruh signifikan terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi


(41)

2. • Mardahlena (2007)

Pengaruh Kecerdasan Emosional

(Pengenalan diri, Motivasi, Empati, dan Keterampilan Sosial) Terhadap Tingkat Pemahaman Mata Kuliah Akuntansi Kecerdasan emosional berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pemahaman akuntansi 3. • Wirumananggay (2008) Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Pemahaman Akuntansi Kecerdasan emosional yang mempunyai pengaruh positif adalah pengendalian diri, motivasi, keterampilan sosial sedangkan yang mempunyai pengaruh negatif adalah pengendalian diri dan

empati 4.

• Yulianto (2009)

Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Intelektual, dan Kecerdasan Spiriual Terhadap Pemahaman Akuntansi Kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual, dan kecerdasan spiritual secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pemahaman akuntansi.

5. • Arie Pangestu

Dwijayanti (2009) Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Spiritual, dan Kecerdasan Sosial Terhadap Pemahaman Akuntansi Kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual, dan kecerdasan sosial secara simultan berpengaruh

signifikan terhadap pemahaman

akuntansi.

6. • Filia Rachmi

(2010)

Pengaruh Kecerdasan Emosional,

Kecerdasan Spiritual, dan Perilaku Belajar Terhadap Tingkat

Kecerdasan

emosional, kecerdasan spiritual, dan perilaku

belajar secara simultan berpengaruh


(42)

Pemahaman Akuntansi

signifikan terhadap pemahaman

akuntansi.

2.4 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan sintesis atau ekstrapolasi dari tinjauan teori yang mencerminkan keterkaitan antara variabel yang diteliti dan merupkan tuntunan untuk memecahkan masalah penelitian serta merumuskan hipotesis (Jurusan Akuntansi, 2004: 13).

Dalam Penelitian ini, variabel-variabel independen (X) yang ditentukan oleh peneliti yang dapat mempengaruhi variabel dependen yaitu pemahaman akuntansi (Y) adalah Intelligent Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ), dan Spiritual Quotient (SQ) merupakan salah satu variabel independen yang pernah diteliti pengaruhnya terhadap pemahaman akuntansi, hal tersebut sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Ridwan Tikollah, Iwan Triwuyono, dan H. Unti Ludigdo (2007), Yulianto (2009), Arie Pangestu Dwijayanti (2009). Intelligent Quotient (IQ) pernah diteliti sebagai salah satu variabel independen yang dapat mempengaruhi pemahaman akuntansi, hal tersebut sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ridwan Tikollah, Iwan Triwuyono, dan H. Unti Ludigdo (2007), Mardahlena (2007), Wirumananggay (2008), Yulianto (2009), Arie Pengestu Dwijayanti (2009), Filia Rachmi (2010). Emotional Quotient (EQ) juga pernah menjadi salah satu variabel Independen yang diteliti pengaruhnya terhadap pemahaman akuntansi, hal tersebut sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ridwan Tikollah, Iwan Triwuyono, dan H. Unti Ludigdo (2007), Yulianto (2009), Arie Pangestu Dwijayanti (2009).


(43)

Spiritual Quotient (SQ) juga pernah diteliti pengaruhnya terhadap pemahaman akuntansi, hal tersebut sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Arie Pangestu Dwijayanti (2009) yang meneliti Intelligent Quotient, Emotional Quotient, dan Spiritual Quotient terhadap pemahaman akuntansi.

Kerangka konseptual dianalisis secara parsial dan simultan. Secara parsial, sebab setiap variabel memiliki keterikatan dengan pemahaman akuntansi. Secara simultan, sebab seluruh variabel memiliki hubungan dengan pemahaman akuntansi.

Kerangka konseptual dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

H1 H2 H3

H4

Gambar 2.1 2.5 Hipotesis

Hipotesis menurut Erlina (2007 : 41) menyatakan “hubungan yang diduga secara logis antara dua variabel atau lebih dalam rumusan preposisi yang dapat diuji secara empiris”. Berdasarkan kerangka konseptual di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Emotional Quotient (X2) Spiritual Quotient (X3)

Intelligent Quotient (X1)

Pemahaman


(44)

H1: Intelligent Quotient (IQ) berpengaruh positif terhadap pemahaman akuntansi.

H2:Emotional Quotient (EQ) berpengaruh positif terhadap pemahaman akuntansi.

H3: Spiritual Quotient (SQ) berpengaruh positif terhadap pemahaman akuntansi.

H4 : Intelligent Quotient, Emotional Quotient, Spiritual Quotient bersama-sama mempengaruhi pemahaman akuntansi.


(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian menurut Erlina (2007:62) adalah “suatu rencana dan struktur penelitian yang dibuat sedemikian rupa agar diperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penelitian”. Penelitian yang digunakan menggunakan menggunakan penelitian assosiatif kausal. Menurut Sugiyono (2006 : 11) penelitian asosiatif kausal adalah “penelitian yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lain”. Penelitian ini akan menjelaskan pengaruh antara Intelligent Quotient, Emotional Quotient, dan Spiritual Quotient terhadap pemahaman akuntansi.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Peneliti melakukan penelitian yang bertempat di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Penelitian dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada mahasiswa akuntansi S-1 stambuk 2008, 2009, dan 2010 yang dianggap sesuai dengan kriteria penelitian.

3.2.2 Waktu Penelitian

Peneliti menggunakan sekali penelitian dengan memilih responden yang dianggap layak atau sesuai dengan batasan operasional. Penelitian dilakukan untuk mahasiswa akuntansi S-1 stambuk 2008, 2009dan 2010


(46)

3.3 Batasan Operasional

Atas pertimbangan minat, keterbatasan tersedianya waktu, pengetahuan peneliti dan efisiensi, maka peneliti memberikan batasan konsep terhadap penelitian yang akan diteliti, yang diantaranya:

1. Penelitian dilakukan terbatas hanya pada mahasiswa akuntansi S-1 di Universitas Sumatera Utara

2. Penelitian dibatasi hanya mahasiswa akuntansi S-1 di Universitas Sumatera Utara stambuk 2008, 2009, dan 2010

3.4 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel 3.4.1 Variabel Dependen (Y)

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pemahaman akuntansi. Pemahaman akuntansi yaitu merupakan tingkat kemampuan seseorang untuk mengenal dan mengerti tentang akuntansi. Untuk mengukur tingkat pemahaman akuntansi menggunakan rata-rata nilai mata kuliah yang berkaitan dengan akuntansi yaitu: Pengantar Akuntansi I, Pengantar Akuntansi II, Akuntansi Keuangan Menengah I, Akuntansi Keuangan Menengah II, Akuntansi Keuangan Lanjutan I, Akuntansi Keuangan Lanjutan II, Teori Akuntansi, Praktek Akuntansi Keuangan, Akuntansi Biaya, Akuntansi Perpajakan, Akuntansi Manajemen, dan Akuntansi Sektor Publik. Satuan pengukuran yang digunakan adalah skla likert.


(47)

3.4.2 Variabel Independen (X) a. Intelligent Quotient (X1)

Intelligent Quotient adalah kemampuan seseorang untuk memperoleh pengetahuan, menguasai dan menerapkannya dalam menghadapi sebuah masalah.

Terdapat 3 dimensi dalam mengembangkan intelligent quotient, yaitu:

1) Intelegensi verbal

Instrumen yang digunakan dalam intelegensi verbal berupa kuesioner yang diajukan kepada responden sebanyak tiga pernyataan, yang meliputi tentang keingintahuan secara intelektual. Instrumen ini menggunakan lima skala likert dari sangat tidak sesuai (point 1) sampai dengan sangat sesuai (point 5).

2) Intelegensi praktis

Instrumen yang digunakan dalam intelegensi praktis berupa kuesioner yang diajukan kepada responden sebanyak tiga pernyataan, yang meliputi tentang kesadaran terhadap dunia luar. Instrumen ini menggunakan lima skala likert dari sangat tidak sesuai (point 1) sampai dengan sangat sesuai (point 5).

3) Kemampuan memecahkan masalah

Instrumen yang digunakan dalam kemampuan memecahkan masalah berupa kuesioner yang diajukan kepada responden sebanyak empat pernyataan, yang meliputi tentang kemampuan mengambil


(48)

keputusan secara tepat. Instrumen ini menggunakan lima skala likert dari sangat tidak sesuai (point 1) sampai dengan sangat sesuai (point 5).

b. Emotional Quotient (X2)

Emotional quotient adalah kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel emotional quotient adalah dengan menggunakan kuesioner yang diadopsi dari Melandy dan Aziza (2006), yang dikembangkan menjadi 5 dimensi yaitu:

1) Pengenalan Diri

Instrumen yang digunakan dalam pengenalan diri berupa kuesioner yang diajukan kepada responden sebanyak lima pernyataan, yang meliputi tentang bagaimana responden mengenal dirinya sendiri. Instrument ini menggunakan lima skala likert dan sangat tidak sesuai (point 1) sampai dengan sangat sesuai (point 5).

2) Pengendalian Diri

Instrumen yang digunakan dalam pengendalian diri berupa kuesioner yang diajukan kepada responden sebanyak enam pernyataan, yang meliputi tentang sikap hati-hati dan cerdas dalam mengatur emosi diri sendiri. Instrumen ini menggunakan lima skala likert dari sangat tidak sesuai (point 1) sampai dengan sangat sesuai (point 5).


(49)

3) Motivasi

Instrumen yang digunakan dalam motivasi berupa kuesioner yang diajukan kepada responden sebanyak lima pernyataan, yang meliputi sikap yang menjadi pendorong timbulnya suatu perilaku. Instrumen ini menggunakan lima skala likert dari sangat tidak sesuai (point 1) sampai dengan sangat sesuai (point 5).

4) Empati

Instrumen yang digunakan dalam empati berupa kuesioner yang diajukan kepada responden sebanyak tujuh pernyataan, yang meliputi kemampuan untuk mengetahui bagaimana perasaan orang lain. Instrumen ini menggunakan lima skala likert dari sangat tidak sesuai (point 1) sampai dengan sangat sesuai (point 5).

5) Ketrampilan Sosial

Instrumen yang digunakan dalam ketrampilan sosial berupa kuesioner yang diajukan kepada responden sebanyak enam pernyataan, yang meliputi kemampuan menangani emosi ketika berhubungan dengan orang lain. Instrumen ini menggunakan lima skala likert dari sangat tidak sesuai (point 1) sampai dengan sangat sesuai (point 5).

c. Spiritual Quotient (SQ)

Spiritual Quotient (SQ) adalah kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel spiritual quotient adalah dengan menggunakan kuesioner yang diadopsi dari Hersan Ananto (2008).


(50)

Instrumen SQ dalam penelitian ini dikembangkan menjadi 5 dimensi yaitu:

1) Prinsip Ketuhanan

Instrumen yang digunakan dalam prinsip ketuhanan berupa kuesioner yang diajukan kepada responden sebanyak delapan pernyataan, yang meliputi kepercayaan atau keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Prinsip ini berlaku di Indonesia, karena Indonesia merupakan negara yang berdasarkan ke Tuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, prinsip ini bisa tidak berlaku pada Negara Komunis yang terdapat warganya menganut atheis. Instrumen ini menggunakan lima skala likert dari sangat tidak pernah (point 1) sampai dengan selalu (point 5).

2) Kepercayaan yang Teguh

Instrumen yang digunakan dalam kepercayaan yang teguh berupa kuesioner yang diajukan kepada responden sebanyak empat pernyataan, yang meliputi bagaimana responden mengerjakan tugas dengan disiplin dan sebaik-baiknya. Instrumen ini menggunakan lima skala likert dari sangat tidak pernah (point 1) sampai dengan selalu (point 5).

3) Berjiwa Kepemimpinan

Instrumen yang digunakan dalam berjiwa kepemimpinan berupa kuesioner yang diajukan kepada responden sebanyak 10 pernyataan, yang meliputi prinsip yang teguh agar mampu menjadi pemimpin yang sejati. Instrumen ini menggunakan lima skala likert dari sangat tidak pernah (point 1) sampai dengan selalu (point 5).


(51)

4) Berjiwa Pembelajar

Instrumen yang digunakan dalam berjiwa pembelajar berupa kuesioner yang diajukan kepada responden sebanyak lima pernyataan, yang meliputi keinginan seseorang untuk terus belajar. Instrumen ini menggunakan lima skala likert dari sangat tidak pernah (point 1) sampai dengan selalu (point 5).

5) Berorientasi Masa Depan

Instrumen yang digunakan dalam berorientasi masa depan berupa kuesioner yang diajukan kepada responden sebanyak tujuh pernyataan, yang meliputi orientatasi tujuan hidup baik jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Instrumen ini menggunakan lima skala likert dari sangat tidak pernah (point 1) sampai dengan selalu (point 5). 6) Prinsip Keteraturan

Instrumen yang digunakan dalam prinsip keteraturan berupa kuesioner yang diajukan kepada responden sebanyak lima pernyataan, yang meliputi menyusun rencana atau tujuan dengan jelas. Instrumen ini menggunakan lima skala likert dari sangat tidak pernah (point 1) sampai dengan selalu (point 5).

3.4.3 Definisi Operasional

Definisi operasional variabel adalah penentuan variabel sehingga menjadi variabel yang dapat diukur. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan oleh peneliti dalam mengoperasionalisasikan variabel sehingga memungkinkan peneliti yang lain untuk melakukan


(52)

replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau mengembangkan cara pengukuran variabel yang lebih baik. (Indriantoro dan Supomo, 1999).

Berdasarkan model analisis, maka variabel-variabel yang digunakan dalam pengukuran penelitian ini adalah: Intelligent Quotient (IQ), emotional quotient (EQ), dan spiritual quotient (SQ).

3.5 Teknik Penentuan Sampel 3.5.1 Populasi

Menurut Sugiyono (2006 : 55) “populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa akuntansi S1 angkatan 2008, 2009, dan 2010 atau mahasiswa akuntansi tingkat akhir yang telah menempuh 120 sistem kredit semester karena mahasiswa angkatan tersebut sudah mengalami proses pembelajaran yang lama dan telah mendapat manfaat maksimal dari pengajaran akuntansi.

3.5.2 Sampel

Menurut Erlina dan Mulyani (2007 : 74) “sampel adalah bagian populasi yang digunakan untuk memperkirakan karakteristik populasi”. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan dengan teknik penentuan sampel secara purposive sampling. Menurut Jogiyanto (2004 : 79) “pengambilan sampel bertujuan (purposive sampling) dilakukan dengan mengambil sampel dari populasi berdasarkan suatu kriteria


(53)

tertentu”. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan 40 buah kuesioner kepada mahasiswa akuntansi stambuk 2008, 40 buah kuesioner kepada mahasiswa akuntansi stambuk 2009, dan 40 buah kuesioner untuk mahasiswa akuntansi stambuk 2010. Adapun kriteria sampel yang ditetapkan oleh penulis, adalah sebagai berikut:

1. Mahasiswa stambuk 2008, 2009, 2010 yang dianggap sudah memahami pelajaran akuntansi.

2. Mahasiswa yang tidak terevaluasi drop out.

3.6 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang dikumpulkan langsung dari sumber pertama

Data primer penelitian dikumpulkan melalui penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan kuesioner yang disebarkan kepada mahasiswa di Departemen Akuntansi Universitas Sumatera Utara.

3.7 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode survey. Metode survey merupakan metode pengumpulan data primer yang menggunakan pertanyaan lisan dan tertulis. Metode ini memerlukan adanya kontak atau hubungan antara peneliti dengan subyek (responden) penelitian untuk memperoleh data yang diperlukan (Indriantoro dan Supomo, 1999)

Penyebaran kuesioner disebarkan dengan survey langsung yaitu mendatangi satu per satu calon responden, melihat apakah calon memenuhi persyaratan sebagai calon responden, lalu menanyakan kesediaan untuk mengisi


(54)

kuesioner. Prosedur ini penting dilaksanakan karena peneliti ingin menjaga agar kuesioner hanya diisi oleh responden yang memenuhi syarat dan bersedia mengisi dengan kesungguhan.

Kuesioner ini dapat diperoleh dari

3.8 Metode Analisis

Analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer yaitu SPSS (Statistical Package For Social Science). Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis regresi linier berganda. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh Intelligent Quotient (X1), Emotional Quotient (X2), dan Spiritual Quotient (X3) terhadap Pemahaman Akuntansi (rata-rata nilai) (Y). Rumus regresi yang digunakan adalah

Y= b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e Dalam hal ini adalah :

b0 = Konstanta

X1 = Intelligent Quotient (IQ) X2 = Emotional Quotient (EQ) X3 = Spiritual Quotient (SQ) Y = Rata-rata nilai

b1, b2, b3 = Koefisien regresi untuk X1, X2, X3 e = error term


(55)

3.8.1 Uji Kualitas Data 3.8.1.1 Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kouesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pernyataan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Dalam penelitian ini pengukuran validitas dilakukan dengan melakukan korelasi antar skor butir pertanyaan dengan total skor konstruk atau variabel.

3.8.1.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliable atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Dalam penelitian ini menggunakan “One Shot” atau pengukuran sekali saja yaitu pengukurannya hanya sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pernyataan lain atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliable jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0.60 (Nunnally 1960, dalam Ghozali 2006)

3.8.2 Uji Asumsi Klasik 3.8.2.1 Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah dalam model regresi variabel terikat dan variabel bebas keduanya


(56)

mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah model regresi yang berdistribusi normal.

3.8.2.2 Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model uji regresi yang baik selayaknya tidak terjadi multikolinearitas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas:

1. Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris yang sangat tinggi, tetapi secara individual variabel bebas banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel terikat.

2. Menganalisis korelasi antar variabel bebas. Jika antar variabel bebas ada korelasi yang cukup tinggi > 0,90 maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinieritas.

3. Multikolinieritas dapat juga dilihat dari VIF, jika VIF <10 maka tingkat kolinieritas dapat ditoleransi.

4. Nilai eigenvalue sejumlah satu atau lebih variabel bebas yang mendekati nol memberikan petunjuk adanya multikolinieritas.

3.8.2.3 Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji terjadinya perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode yang lain. Menurut Ghozali (2005:111), uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi


(57)

ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas.

Dasar pengambilan keputusan menurut Ghozali (2005) adalah sebagai berikut:

a. Jika ada pola tertentu, sperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur maka mengindikasikan telah terjadi heterokedastisitas. b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik menyebar

dibawah angka 0 dan y, maka tidak heterokedastisitas.

3.8.2.4 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi adalah menguji ada tidaknya korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan periode t-1 pada persamaan regresi linier. Untuk mendiagnosis adanya autokorelasi dalam suatu model regresi dilakukan melalui uji Durbin Watson. Uji Durbin Watson hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lagi diantara variabel bebas. Kriteria pengujian dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut:


(58)

Tabel 3.1

Pengambilan Keputusan ada tidaknya Autokorelasi

Hipotesis Nol Keputusan Jika

Tidak ada autokorelasi positif

Ditolak 0 < d < dL Tidak ada autokorelasi

positif

Tidak ada keputusan dL ≤ d ≤ dU Tidak ada autokorelasi

negatif

Ditolak 4-dL < d < 4 Tidak ada autokorelasi

negatif

Tidak ada keputusan 4-dU ≤ d ≤ 4 -dL

Tidak ada autokorelasi positif atau negatif

Tidak ditolak dU < d < 4-dU

Sumber: Imam Ghozali 2006 3.8.3 Uji Beda (t)

Uji beda t-test adalah adalah membandingkan rata-rata dua grup yang tidak berhubungan satu dengan yang lain. Apakah kedua grup tersebut memiliki rata-rata yang sama ataukah tidak sama secara signifikan. Pengambilan keputusan, yaitu (Ghozali, 2006):

1. Jika probabilitas > 0.05, maka variance sama. 2. Jika probabilitas < 0.05, maka variance beda.

3.8.4 Uji Hipotesis

Ghozali (2006) menyatakan bahwa, ketepatan fungsi regresi sampai dalam menaksir nilai actual dapat diukur dari goodness of fit. Secara statistik, setidaknya ini dapat diukur dari nilai statistik t, nilai statistik F, dan koefisien determinasinya.

1. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R²) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menevariasi variabel dependen. Nilai koefisien


(59)

determinasi adalah di antara nol dan satu. Nilai R² yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Secara umum koefisien determinasi untuk data silang (crossection) relative rendah karena adanya variasi yang besar antara masing-masing pengamatan, sedangkan untuk data runtun waktu (time series) biasanya mempunyai nilai koefisien determinasi yang tinggi.

2. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)

Menurut Ghozali (2006), uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen.

3. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat (Ghozali, 2006).


(60)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1 Gambaran Subjek Penelitian

Responden adalah 120 mahasiswa akuntansi S-1 Universitas Sumatera Utara stambuk 2008, 2009, dan 2010. Hal ini dipilih karena para responden yang diteliti telah menempuh mata kuliah Pengantar Akuntansi 1, Pengantar Akuntansi 2, Akuntansi Keuangan 1, Akuntansi keuangan 2, Akuntansi Keuangan Lanjutan 1, Teori Akuntansi, Akuntansi Biaya, Akuntansi Manajemen, Praktek Akuntansi Keuangan, Akuntansi Perpajakan, Akuntansi Sektor Publik. Mata kuliah tersebut dipilih sebagai indikator penilaian karena mata kuliah tersebut dipandang sulit bagi mahasiswa. Sampel penelitian tersebut juga dipilih berdasarkan IPK >2,5 guna meneliti intelligent quotient.. Pada setiap individu, tentunya memiliki pandangan berbeda terhadap pengaruh intelligent quotient, emotional quotient, dan spiritual quotient terhadap tingkat pemahaman akuntansi.

Intelligent quotient di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara telah terwujud dengan baik. Sebagai contoh, banyak mahasiswa yang menerima berbagai beasiswa karena memiliki IPK yang memuaskan. Sedangkan peran emosional quotient juga telah di implementasi pada setiap metode pembelajaran mata kuliah yang ada. Dengan mengedepankan kriteria penilaian berdasarkan hardskill. Indikator emotional quotient yang di terapkan pada setiap silabus (kontrak pembelajaran) terdiri dari percaya diri, disiplin, dan teamwork. Hal tersebut menambah nilai bagi individu yang bersangkutan apabila ketiga indicator


(61)

akuntansi yang dipelajari berhubungan dengan angka atau biasa disebut ilmu eksak. Tentunya, ketelitian serta logika yang baik sangat diperlukan dalam mengerjakan soal-soal atau kasus akuntansi yang terkadang di pandang sulit bagi mahasiswa. Pada kasus spiritual quotient, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara telah mampu memupuknya dengan cara memberikan seminar dan pelajaran agama kepada mahasiswa. Ajaran agama yang diterapkan disini ada berbagai macam dengan berbagai jenis kegiatan keagamaan yang dirayakan bersama. Sehingga mahasiswa memiliki rasa saling mencintai dengan teman-teman yang seagama dan lain agama.

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian

4.2.1 Penyebaran dan Penerimaan Kuesioner Responden

Data yang diolah adalah data primer dalam bentuk kuesioner dari hasil jawaban responden terkait dengan intelligent quotient, emotional quotient, spiritual quotient, dan pemahaman akuntansi. Kuesioner sebagai instrumen penelitian didistribusikan langsung oleh peneliti kepada mahasiswa akuntansi S-1 stambuk 2008, 2009, dan 2010 di Universitas Sumatera Utara.

Dalam peneltian ini, terkumpul kuesioner sebanyak 120 kuesioner berasal dari akuntansi S-1 Universitas Sumatera Utara. Kuesioner yang disebarkan sebanyak 120 kuesioner dan dari jumlah tersebut kuesioner yang kembali berjumlah 120 atau sebanyak 100 % responden yang mengembalikan. Kuesioner yang lengkap dan dapat dipergunakan adalah sebanyak 120 kuesioner.


(62)

Tabel 4.1

Penyebaran dan Penerimaan Kuesioner

(Mahasiswa Akuntansi S-1 Universitas Sumatera Utara) No Stambuk Kirim Kembali Tidak

Lengkap

Dapat Diolah

1 2008 40 40 - 40

2 2009 40 40 - 40

3 2010 40 40 - 40

Total 120 120 - 120

Sumber: Kuesioner dan diolah sendiri

4.2.2 Distribusi Frekuensi Identitas Responden

Berdasarkan data yang diperoleh dari 120 responden pada jurusan Akuntansi S-1 Universitas Sumatera Utara berikut ini dipaparkan mengenai distribusi frekuensi identitas responden berdasarkan stambuk dan IPK.

Distribusi frekuensi identitas responden berdasarkan stambuk dapat dilihat pada table di bawah ini:

Tabel 4.2

Demografi Responden Menurut Stambuk

Stambuk Jumlah Persentase

2008 40 33,33%

2009 40 33,33%

2010 40 33,33%


(63)

4.3 Uji Kualitas Data

Uji kualitas data digunakan untuk mengetahui dan menguji apakah instrument kuesioner memiliki tingkat validitas dan reabilitas.

4.3.1 Uji Validitas

Pengujian validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengujian statistik korelasi moment tangkar (correlation statistic product moment) dari pearson.

Tingkat signifikansi yang dipakai (r tabel) dalam penelitian ini adalah 0,05 dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Jika p positif dan p > 0,05 maka butir pertanyaan tersebut dinyatakan valid.

b. Jika p negatif dan p < 0,05 maka butir pertanyaan tersebut dinyatakan tidak valid.

Hasil SPSS untuk uji validitas terhadap instrumen data kuesioner dapat dilihat pada tabel berikut:

a. Variabel Intelligent Quotient

Tabel 4.2

Hasil Uji Validitas Variabel Intelligent Quotient Item Pertanyaan Harga Koefisien R Kesimpulan

1 0,307 Valid

2 0,649 Valid

3 0,746 Valid

4 0,628 Valid

5 0,483 Valid

6 0,487 Valid

7 0,368 Valid


(64)

10 0,551 Valid

Tabel analisis uji validitas di atas menunjukkan bahwa semua butir pertanyaan > 0,05, maka kuesioner variabel intelligent quotient memiliki koefisien korelasi positif atau r hitung > r tabel. Dengan demikian, semua butir pertanyaan tersebut dapat digunakan dan dipercaya.

b. Variabel Emotional Quotient

Tabel 4.3

Hasil Uji Validitas Variabel Emotional Quotient Item Pertanyaan Harga Koefisien R Kesimpulan

1 0,266 Valid

2 0,381 Valid

3 0,228 Valid

4 0,364 Valid

5 0,466 Valid

6 0,491 Valid

7 0,261 Valid

8 0,213 Valid

9 0,300 Valid

10 0,477 Valid

11 0,462 Valid

12 0,410 Valid

13 0,481 Valid

14 0,530 Valid

15 0,537 Valid

16 0,519 Valid

17 0,416 Valid

18 0,503 Valid

19 0,496 Valid

20 0,537 Valid

Tabel analisis uji validitas di atas menunjukkan bahwa semua butir pertanyaan > 0,05, maka kuesioner variabel emotional quotient memiliki


(65)

koefisien korelasi positif atau r hitung > r tabel. Dengan demikian, semua butir pertanyaan tersebut dapat digunakan dan dipercaya.

c. Variabel Spiritual Quotient

Tabel 4.4

Hasil Uji Validitas Variabel Spiritual Quotient

Item Pertanyaan Harga Koefisien R Kesimpulan

1 0,388 Valid

2 0,479 Valid

3 0,437 Valid

4 0,441 Valid

5 0,573 Valid

6 0,628 Valid

7 0,496 Valid

8 0,579 Valid

9 0,,510 Valid

10 0,448 Valid

11 0,452 Valid

12 0,527 Valid

13 0,524 Valid

14 0,473 Valid

15 0,578 Valid

16 0,590 Valid

Tabel analisis uji validitas di atas menunjukkan bahwa semua butir pertanyaan > 0,05, maka kuesioner variabel spiritual quotient memiliki koefisien korelasi positif atau r hitung > r tabel. Dengan demikian, semua butir pertanyaan tersebut dapat digunakan dan dipercaya.


(66)

d. Variabel Pemahaman Akuntansi

Tabel 4.5

Hasil Uji Validitas Variabel Pemahaman Akuntansi Item Pertanyaan Harga Koefisien R Kesimpulan

1 0,385 Valid

2 0,403 Valid

3 0,567 Valid

4 0,635 Valid

5 0,606 Valid

6 0,622 Valid

7 0,262 Valid

8 0,183 Valid

9 0,584 Valid

10 0,439 Valid

11 0,434 Valid

12 0,391 Valid

Tabel analisis uji validitas di atas menunjukkan bahwa semua butir pertanyaan > 0,05, maka kuesioner pemahaman akuntansi memiliki koefisien korelasi positif atau r hitung > r tabel. Dengan demikian, semua butir pertanyaan tersebut dapat digunakan dan dipercaya.

4.3.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas hanya dapat dilakukan pada pertanyaan yang sudah memiliki validitas. Kegunaannya adalah untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama. Reliabilitas instrumen menunjukkan suatustabilitas hasil pengamatan. Pengujian reliabilitas menggunakan analisis reliability menggunakan metode Cronbach Alpha dengan bantuan program SPSS.


(1)

dunia luar

2. Emotional Quotient

Uraian TST TS N S SS

Kesadaran emosi merupakan upaya untuk mengenali emosi diri sendiri dan efeknya

Dengan penilaian terhadap diri secara teliti maka dapat diketahui kekuatan dan batas-batas diri sendiri Dengan percaya diri, mempertinggi keyakinan terhadap kemampuan dan harga diri

Pengendalian diri merupakan pengelolaan emosi dari desakan-desakan hati yang merusakkan Dengan sifat yang dapat dipercaya, seseorang memelihara norma kejujuran dan integritas Kewaspadaan mempengaruhi tanggung jawab terhadap kinerja pribadi

Seseorang dengan adaptibilitas selalu memiliki keluwesan dalam

menghadapi perubahan

Inovasi merupakan keterbukaan terhadap gagasan, pendekatan, dan informasi-informasi terbaru

Motivasi tercermin dalam dorongan prestasi untuk menjadi lebih baik atau memenuhi standar keberhasilan


(2)

Motivasi tercermin dalam komitmen, penyesuaian diri dengan sasaran kelompok/perusahaan

Motivasi tercermin dalam inisiatif memanfaatkan kesempatan yang ada Motivasi tercermin dalam optimisme memperjuangkan sasaran, kendati ada halangan dan kegagalan

Empati tercermin dalam pemahaman terhadap orang lain

Seseorang yang memiliki kecerdasan emosional dapat berorientasi kepada pelayanan guna memenuhi

kebutuhan orang lain

Dengan empati kita dapat merasakan kebutuhan perkembangan orang lain dan berusaha menumbuhkan

kemampuan mereka

Keterampilan sosial tercermin dalam kemajuan kepemimpinan dalam membangkitkan inspirasi dan memandu kelompok orang lain Keterampilan sosial tercermin dalam kemampuan mengelola kritik melalui negosiasi dan memecahkan silang pendapat

Keterampilan sosial tercermin dalam kemampuan menumbuhkan

hubungan sebagai alat

Keterampilan sosial tercermin dalam kemampuan kolaborasi dan

koorporasi yang baik sehingga dapat bekerja sama dengan orang lain demi


(3)

tujuan bersama

Keterampilan sosial tercermin dalam kemampuan penciptaan energi kelompok dalam memperjuangkan tujuan bersama

3. Spiritual Quotient

Uraian TST TS N S SS

Mahasiswa yang memiliki kecerdasan spiritual tercermin dalam sikap yang fleksibel dengan kemampuan menempatkan diri dalam lingkungan

Mahasiswa yang memiliki kecerdasan spiritual bersikap fleksibel dengan terbuka menerima pendapat orang lain

Mahasiswa yang memiliki kecerdasan spiritual memiliki kesadaran diri melalui kritik yang diberikan oleh orang lain

Mahasiswa yang memiliki kecerdasan spiritual memiliki kecerdasan diri dengan pengetahuan akan tujuan dan misi hidup

Mahasiswa yang memiliki kecerdasan spiritual mampu menghadapi dan memanfaatkan penderitaan tanpa ada rasa penyesalan

Mahasiswa yang memiliki kecerdasan spiritual mampu menghadapi dan memanfaatkan


(4)

penderitaan dengan tetap tersenyum Mahasiswa yang memiliki

kecerdasan spiritual mampu menghadapi dan memanfaatkan penderitaan dengan bersikap tenang dan berdoa

Mahasiswa yang memiliki kecerdasan spiritual menghadapi dan melampaui perasaan sakit dengan memaafkan orang yang telah menyakiti

Mahasiswa yang memiliki

kecerdasan spiritual enggan untuk menyebabkan kerugian dengan tidak menunda pekerjaan

Mahasiswa yang memiliki

kecerdasan spiritual selalu berpikir sebelum bertindak

Mahasiswa yang memiliki kecerdasan spiritual memiliki kualitas hidup dengan prinsip dan pegangan hidup

Mahasiswa yang memiliki kecerdasan spiritual memiliki kualitas hidup yang kuat berpijak pada kebenaran

Mahasiswa yang berpandangan holistic memiliki kemampuan berpikir logis

Mahasiswa yang berpandangan holistic berlaku sesuai dengan norma sosial

Mahasiswa yang memiliki kecerdasan spiritual memiliki


(5)

keingintahuan yang tinggi Mahasiswa yang memiliki

kecerdasan spiritual dengan bidang mandiri selalu memberi bukan untuk menerima

Kelompok II

Pemahaman Akuntansi

Uraian 1

Nilai E

2 Nilai

D

3 Nilai

C

4 Nilai

B

5 Nilai

A

Nilai mata kuliah Pengantar Akuntansi I

Nilai mata kuliah Pengantar Akuntansi II

Nilai mata kuliah Akuntansi Keuangan Menengah I Nilai mata kuliah Akuntansi Keuangan Menengah II Nilai mata kuliah Akuntansi Keuangan Lanjutan I

Nilai mata kuliah Teori Akuntansi

Nilai mata kuliah Praktek Akuntansi Keuangan

Nilai mata kuliah Akuntansi Biaya

Nilai mata kuliah Akuntansi perpajakan


(6)

Nilai mata kuliah Akuntansi Manajemen

Nilai mata kuliah Akuntansi Sektor Publik


Dokumen yang terkait

Pengaruh Motivasi, Intelligent Quotient, Emotional Quotient, Spritual Quotient, dan Pengetahuan Tentang Profesi Akuntan Publik Terhadap Minat Mahasiswa Akuntansi Universitas Sumatera Utara Untuk Mengikuti Pendidikan Profesi Akuntansi

0 8 99

Pengaruh Intelligent Quotient (IQ), Emotional Quotient (Eq), dan Spritual Quotient (Sq) Terhadap Pemahaman Akuntansi pada Mahasiswa Akuntansi S-1 di Universitas Sumatera Utara

0 2 100

Pengaruh Intelligent Quotient (IQ), Emotional Quotient (Eq), dan Spritual Quotient (Sq) Terhadap Pemahaman Akuntansi pada Mahasiswa Akuntansi S-1 di Universitas Sumatera Utara

0 0 12

Pengaruh Intelligent Quotient (IQ), Emotional Quotient (Eq), dan Spritual Quotient (Sq) Terhadap Pemahaman Akuntansi pada Mahasiswa Akuntansi S-1 di Universitas Sumatera Utara

0 0 2

Pengaruh Intelligent Quotient (IQ), Emotional Quotient (Eq), dan Spritual Quotient (Sq) Terhadap Pemahaman Akuntansi pada Mahasiswa Akuntansi S-1 di Universitas Sumatera Utara

0 0 6

Pengaruh Intelligent Quotient (IQ), Emotional Quotient (Eq), dan Spritual Quotient (Sq) Terhadap Pemahaman Akuntansi pada Mahasiswa Akuntansi S-1 di Universitas Sumatera Utara

0 0 17

Pengaruh Intelligent Quotient (IQ), Emotional Quotient (Eq), dan Spritual Quotient (Sq) Terhadap Pemahaman Akuntansi pada Mahasiswa Akuntansi S-1 di Universitas Sumatera Utara

0 0 18

PENGARUH INTELEGENCE QUOTIENT (IQ), EMOTIONAL QUOTIENT (EQ), DAN SPIRITUAL QUOTIENT (SQ) TERHADAP PEMAHAMAN AKUNTANSI SISWA DI SMK SUMPAH PEMUDA 2

0 1 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Intelligent Quotient 2.1.1.1 Pengertian Intelligent Quotient - Pengaruh Intelligent Quotient, Emotional Quotient, Dan Spiritual Quotient terhadap Pemahaman Akuntansi Pada Mahasiswa Akuntansi S-1 Di Univer

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN 1.1 - Pengaruh Intelligent Quotient, Emotional Quotient, Dan Spiritual Quotient terhadap Pemahaman Akuntansi Pada Mahasiswa Akuntansi S-1 Di Universitas Sumatera Utara

0 0 7