Pemanfaatan Semak Bunga Putih (Chromolaena odorata) Dengan Fermentasi Aspergilus Niger Dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Kelinci Jantan umur 8-18 minggu
PEMANFAATAN SEMAK BUNGA PUTIH (Chromolaena odorata) YANG DIFERMENTASI ASPERGILUS NIGER DALAM RANSUM
TERHADAP PERTUMBUHAN KELINCI JANTAN UMUR 8-18 MINGGU
SKRIPSI
Oleh
JACKI ESTRADA SINUKABAN 050306048/PETERNAKAN
DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2011
(2)
PEMANFAATAN SEMAK BUNGA PUTIH (Chromolaena odorata) YANG DI FERMENTASI ASPERGILUS NIGER DALAM RANSUM TERHADAP
PERTUMBUHAN KELINCI JANTAN UMUR 8-18 MINGGU
SKRIPSI
Oleh
JACKI ESTRADA SINUKABAN 050306048/PETERNAKAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memproleh Gelar Sarjana pada Departemen Peternakan di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan
DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2011
(3)
Judul Skripsi : Pemanfaatan Semak Bunga Putih (Chromolaena odorata) Dengan Fermentasi Aspergilus Niger Dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Kelinci Jantan umur 8-18 minggu
Nama : Jacki Estrada Sinukaban
Nim : 05030648
Departemen : Peternakan Program studi : Peternakan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Ir. Tri Hesti Wahyuni,Msc
Ketua Anggota
Dr. Ir. Ristika Handarini, MP
Mengetahui,
Prof.Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP Ketua Departemen Peternakan
(4)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala berkat dan rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “Pemanfaatan Semak Bunga Putih
(Chromolaena odorata) dengan Fermentasi Aspergilus Niger dalam Ransum terhadap Pertumbuhan Kelinci Jantan Umur 8-18 Minggu”, yang disusun
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir.Trihesti Wahyuni,MSc selaku pembimbing I dan Ibu Dr. Ir. Ristika Handarini, MP selaku pembimbing II, bapak Ir.Edhy Mirwandhono, MSi bapak Dr.Ir Phillipus Sembiring, MS sebagai dosen undangan setera kepada Ibu Ir. Yunilas, MP yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini perlu penyempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Atas perhatiannya, penulis mengucapkan terima kasih.
Medan,Agustus 2010
(5)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... iii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesis Penelitian ... 3
Kegunaan penelitian... 3
TINJAUAN PUSTAKA Potensi Semak Bunga Putih sebagai Pakan Ternak ... 4
Peran Aspergillus niger dalam Fermentasi... 6
Aspergillius niger………...7
Ternak Kelinci………8
Sistem Pencernaan Kelinci ... 10
Kebutuhan Nutrisi Kelinci ... 10
Konsumsi Ransum ... 13
Pertambahan Bobot Badan ... 14
Konversi Ransum... 16
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 16
Bahan dan Alat Penelitian ... 16
Bahan ... 16
Alat ... 16
Metode Penelitian………...18
Parameter yang Diamati ... .19
Pelaksanaan Penelitian ... 20
HASIL DAN PEMBAHSAN ... 21
Hasil……….21
Konsumsi ransum………22
Pertambahan bobot badan………...22
Konvrsri ransum………..23
Pembahasan………24
Konsumsi ransum………...24
Pertambahan bobot badan………..25
Konversi ransum……….27
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan……….30
Saran………...30
(6)
DAFTAR TABEL
1. Kandungan nutrisi semak bunga putih ... 5
2. Kandungan asam amino semak bunga putih ... 6
3. Hasil analisa proksimat semak bunga putih ... 6
4. Kebutuhan zat gizi untuk kelinci ... 12
5. Pertambahan bobot badan kelinci ... 15
6. Rataan konsumsi ransum kelinci……… …..21
7.Rataan pertambahan bobot badan………22
8. Rataan konversi ransum ………23
9.Alisisis ragam konsumsi ransum……….24
10.Analisis ragam pertambahan bobot badan………26
11.Analisis ragam konversi ransum………27
(7)
Abstrak
JACKI ESTRADA SINUKABAN,2011."Pemanfaatan Semak Bunga Putih (Chromolaena odorata) fermentasi Aspergilus niger dalam Ransum terhadap Pertumbuhan Kelinci Jantan umur 8-18Minggu" dibawah bimbingan TRI HESTI WAHYUNI dan RISTIKA HANDARINI penelitian dilaksanakan di Peternakan kelinci JAMIN PURBA, Jl.Udara Gg Rukun Brastagi-Kabupaten Karo yang berlansung 22 Januari sampai 12 April 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji tingkat pemberian semak bunga putih (chromolaena odorata) yang di fermentasi dengan Apsergillus niger dalam ransum terhadap pertumbuhan kelinci jantan umur 8-18 minggu .Rancangan yang digunakan rancangan acak lengkap (RAL)yang terdiri dari 6 perlakuan 4 ulangan masing masing ulangan terdiri dari 2 ekor kelinci . Dengan perlakuan yaitu RO (ransum pabrik), R1 0% Chromolaena odorata fermentasi dan daun wortel, R2 10% Chromolaena odorata fermentasi dan daun wortel, R3 20% Chromolaena odrata fermentasi dan daun wortel, R4 30% Chromolaena odorata fermentasi dan daun wortel dan R5 40% Chromolaena odorata fermentasi dan daun wortel. Parameter yang diamati yaitu konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum.
Berdasarkan analisis statistik pemanfaatan semak bunga putih (chromolaena odorata) yang difermentasi dengan Aspergillus niger dalam ransum kelinci jantan memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0.05) terhadap konsumsi (g/ekor/minggu) (397.67;380.00;384.04;383.90;368.84 dan 405.79) pertambahan bobot badan (g/ekor/minggu) (129.94;124.06;128.24;124.72 dan 130.40) dan konversi ransum (3.34; 3.33; 3.17.3;23;3.22 dan 3.38). Dengan demikian, dapat disimpulkan semak bunga putih (Chromolaena odorata ) fermentasi dapat digunakan sebagai konsentrat sampai level 40% dalam ransum kelinci jantan umur 8-18 Minggu.
(8)
Abstrac
JACKI ESTRADA SINUKABAN, 2011. "Utilization of White Flower Shrubs (Chromolaena odorata ) fermented Aspergillus niger in the Ration on the Growth of Male Rabbit 8-18 week of ages " below guidance TRI HESTI WAHYUNI and RISTIKA HANDARINI . The research conducted at JAMIN PURBA’S rabbit farm, Jl.Udara Pillars Brastagi-Karo district .The research has been done on Januar 22 until 12 April 2010.
This study aimed to test the level of white flower shrubs (Chromolaena odorata) fermented with Apsergillus niger in ration on the growth of male rabbits 8-18 week of ages the design that used a completely randomized design (CRD) consisting of six treatments four replacations and each replacations consist of two rabbit. The treatment were RO (comersial feed), R1 0 % Chromolaena odorata fermented and carrot leaf , R2 10% Chromolaena odorata femented and carrot leaf , R3 20% Chromolaea odorata fermeted and carrot leaf , R4 30% Chromolaena odorata fermented and carrot leaf , R5 40% Chromolaena odorata fermented and carrot leaf . The three paramter of the researsch were: feed intake, avreage daily gain and feed convertion ratio.
Based on the statistics analysis utilization of white flower shrubs (Chromolaena odorata) fermented with Aspergillus niger in male rabbits rations were not significantly different (P>0.05) on feed intake (g/head/week) (397.67;380.00;384.04;383.90;368.84 and 405.79 respectively), the average daily gain(g/head/week) (129.94;124.06;128.24;124.72 and 130.40, respectively) and feed conversion (3.34;3.33;3.17;3.23;3.22 and 3.38, respectively). The conclusion that a white flower shubs (Chromolaena odorata) fermented with Aspergillus niger can be used until level 40% in ration of male rabbits 8-18 week of ages.
(9)
RIWAYAT HIDUP
Jacki Estarada Sinukaban,lahir pada tanggal 22 Agustus 1985 di Lingga Tanah karo.Anak keempat dari empat bersaudara, putara dari Bapak Martín Karo-Karo dan Ibu Tiurna br Bangun.Pengalaman yang telah ditempuh penulis.
1.,Tahun 1992 memasuki SD Impres Lingga lulus pada tahun 1998
2.Tahun 1998 memasuki SLTP SW RK XAVERIUS 1 Kabanjahe lulus tahun 2001
3. Tahun 2001 memasuki SMA Negeri 1 Kabanjahe lulus tahun 2004
4. Tahun 2005 masuk ke Departeman PeternakanUniversitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB.
5.Tahun 2005 Menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Karo Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
6.Tahun 2005 menjadi anggota UKM-KMK UP Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
7.Melaksanapakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Peternakan Domba Pak Hasim di desa Hulu Kecamatan Brandan Kabupaten Langkat pada bulan Juni-Juli2008.
8.Tahun 2008 Menjadi Panitia Natal Sebagai Koordinator Seksi Dana Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
9. Melaksanakan penelitian di Peternakan Jamin Purba, SPt di Jl.Udara Gg.Rukun Berastagi-Kabupaten Karo pada bulan Januari-April 2010.
(10)
Abstrak
JACKI ESTRADA SINUKABAN,2011."Pemanfaatan Semak Bunga Putih (Chromolaena odorata) fermentasi Aspergilus niger dalam Ransum terhadap Pertumbuhan Kelinci Jantan umur 8-18Minggu" dibawah bimbingan TRI HESTI WAHYUNI dan RISTIKA HANDARINI penelitian dilaksanakan di Peternakan kelinci JAMIN PURBA, Jl.Udara Gg Rukun Brastagi-Kabupaten Karo yang berlansung 22 Januari sampai 12 April 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji tingkat pemberian semak bunga putih (chromolaena odorata) yang di fermentasi dengan Apsergillus niger dalam ransum terhadap pertumbuhan kelinci jantan umur 8-18 minggu .Rancangan yang digunakan rancangan acak lengkap (RAL)yang terdiri dari 6 perlakuan 4 ulangan masing masing ulangan terdiri dari 2 ekor kelinci . Dengan perlakuan yaitu RO (ransum pabrik), R1 0% Chromolaena odorata fermentasi dan daun wortel, R2 10% Chromolaena odorata fermentasi dan daun wortel, R3 20% Chromolaena odrata fermentasi dan daun wortel, R4 30% Chromolaena odorata fermentasi dan daun wortel dan R5 40% Chromolaena odorata fermentasi dan daun wortel. Parameter yang diamati yaitu konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum.
Berdasarkan analisis statistik pemanfaatan semak bunga putih (chromolaena odorata) yang difermentasi dengan Aspergillus niger dalam ransum kelinci jantan memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0.05) terhadap konsumsi (g/ekor/minggu) (397.67;380.00;384.04;383.90;368.84 dan 405.79) pertambahan bobot badan (g/ekor/minggu) (129.94;124.06;128.24;124.72 dan 130.40) dan konversi ransum (3.34; 3.33; 3.17.3;23;3.22 dan 3.38). Dengan demikian, dapat disimpulkan semak bunga putih (Chromolaena odorata ) fermentasi dapat digunakan sebagai konsentrat sampai level 40% dalam ransum kelinci jantan umur 8-18 Minggu.
(11)
Abstrac
JACKI ESTRADA SINUKABAN, 2011. "Utilization of White Flower Shrubs (Chromolaena odorata ) fermented Aspergillus niger in the Ration on the Growth of Male Rabbit 8-18 week of ages " below guidance TRI HESTI WAHYUNI and RISTIKA HANDARINI . The research conducted at JAMIN PURBA’S rabbit farm, Jl.Udara Pillars Brastagi-Karo district .The research has been done on Januar 22 until 12 April 2010.
This study aimed to test the level of white flower shrubs (Chromolaena odorata) fermented with Apsergillus niger in ration on the growth of male rabbits 8-18 week of ages the design that used a completely randomized design (CRD) consisting of six treatments four replacations and each replacations consist of two rabbit. The treatment were RO (comersial feed), R1 0 % Chromolaena odorata fermented and carrot leaf , R2 10% Chromolaena odorata femented and carrot leaf , R3 20% Chromolaea odorata fermeted and carrot leaf , R4 30% Chromolaena odorata fermented and carrot leaf , R5 40% Chromolaena odorata fermented and carrot leaf . The three paramter of the researsch were: feed intake, avreage daily gain and feed convertion ratio.
Based on the statistics analysis utilization of white flower shrubs (Chromolaena odorata) fermented with Aspergillus niger in male rabbits rations were not significantly different (P>0.05) on feed intake (g/head/week) (397.67;380.00;384.04;383.90;368.84 and 405.79 respectively), the average daily gain(g/head/week) (129.94;124.06;128.24;124.72 and 130.40, respectively) and feed conversion (3.34;3.33;3.17;3.23;3.22 and 3.38, respectively). The conclusion that a white flower shubs (Chromolaena odorata) fermented with Aspergillus niger can be used until level 40% in ration of male rabbits 8-18 week of ages.
(12)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertambahan penduduk mengakibatkan kebutuhan protein yang dikomsumsi oleh manusia semakin bertambah. Banyaknya penduduk mengakibatkan lahan untuk pertanian makin sempit sehingga sulit untuk mendapatkan protein nabati. Oleh karena itu prioritas pemenuhan kebutuhan protein, diutamakan berasal dari protein hewani.
Kelinci merupakan salah satu komoditas ternak yang menghasilkan protein hewani yang berkualitas tinggi. Ada beberapa keuntungan bila kelinci digunakan sebagai penghasil daging. Kelinci mempunyai kemampuan mengubah pakan menjadi daging yang lebih baik dibandingkan dengan jenis hewan lainnya. Kedua, kelinci mudah dipelihara tanpa modal atau peralatan yang besar nilainya. Sebagai usaha sampingan kelinci mudah dipelihara, dan tidak membutuhkan areal yang luas.
Dalam usaha budidaya ternak kelinci ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu persiapan lokasi yang sesuai, pembuatan kandang, penyediaan bibit dan penyediaan pakan. Seperti hewan percobaan lainnya, kualitas makanan kelinci merupakan faktor penting yang mempengaruhi kemampuan kelinci untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya.
Pakan utama kelinci adalah hijauan dan kosentrat. Untuk Indonesia yang mempunyai iklim tropis, umumnya kualitas pakan rendah karena hijauannya kurang mengandung air, protein dan mineralnya rendah dan serat kasarnya tinggi. Untuk itu diupayakan pemanfaatan sumber hijauan lain yang sifatnya musiman berdasarkan tanaman lokal daerah. Salah satu contoh dengan memanfaatkan
(13)
gulma semak bunga putih (Chromolaena odorata) yang keberadannya tidak dikehendaki oleh petani karena mengganggu tanaman pertanian dan rumput yang sengaja ditanam untuk tujuan pakan ternak.
Penelitian terhadap semak bunga putih sebagai pakan ternak telah dilakukan di Pakistan. Perlakuan yang diberikan sampai level 30% menunjukkan bahwa sampai batas maksimum masih memebrikan pertumbuhan pakan yang signifikan (Bamikole dan Osemwenkhoe, 2004).
Penelitian terhadap semak bunga putih di Indonesia dilakukan oleh Esterlina (2009) dengan level maksimum 35% menunjukan bahwa tepung daun masih memberikan hasil yang baik. Untuk meningkatkan pemanfaatan semak bunga putih, akan dicobakan difermentasi sehingga secara kuantitas lebih banyak yang dapat diberikan pada ternak. Fermentasi dilakukan mengunakan jamur Aspergillus niger dengan tujuan untuk meningkatkan kandungan protein, menurunkan kandungan serat kasar sehingga daya cerna semak bunga putih meningkat.
Dengan dasar tersebut penting dilakukan penelitian terhadap semak bunga putih, agar manfaatnya dapat dirasakan oleh peternak dan meringankan kerugian petani akibat kerugian yang ditimbulkan. Peneliti ingin mengetahui seberapa besar pengaruh pemanfaatan daun semak bunga putih yang difermentasi Aspergilus niger dalam ransum terhadap pertumbuhan ternak kelinci umur 8-18 minggu.
(14)
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pemberian tepung daun semak bunga putih (Chromolaena odorata) yang di fermentasi Aspergillus niger dalam ransum terhadap konsumsi, pertambahan bobot badan dan konversi ransum kelinci jantan pasca lepas sapih umur 8-18 minggu
Hipotesis Penelitian
Pemberian tepung daun semak bunga putih (Chromolaena odorata) fermentasi Aspergillus niger berpengaruh positif terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konvensi ransum kelinci jantan umur 8-18 minggu.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi kalangan akademis dan peternak tentang pemanfaatan tepung daun semak bunga putih yang difermentasi Aspergillus niger sebagai bahan pakan ternak kelinci.
(15)
TINJAUAN PUSTAKA
Potensi Semak Bunga Putih Sebagai Pakan Ternak
Semak bunga putih (Chromolaena odorata) bersinonim dengan Eupatorium odoratum L. dan E. Conyzoides Vahl. Chromolaena. Beberapa daerah di Indonesia menyebut tanaman ini dengan nama tekelan atau kirinyuh. Klasifikasi sem, familia Asteraceae, genus Chromolaena, spesies Chromolaena odorata (L.) King & H.E. Robins (Anonimous, 2008).
Gulma merupakan tumbuhan perdu berkayu (woody weeds) tahunan dimana batangnya membentuk cabang-cabang sekunder. Gulma mempunyai ciri khas: daun berbentuk segitiga, mempunyai tiga tulang daun yang nyata terlihat dan bila diremas akan terasa bau yang menyengat, percabangan berhadapan, bunga majemuk berwarna putih kotor. Penyebaran gulma berada pada daerah ak bunga putih sebagai berikut: kingdom Plantae (tumbuhan), super divisio Spermatophyta (menghasilkan biji), divisio Magnoliophyta (berbunga), kelas Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil), sub kelas Asteridae, ordo Asteralesdengan ketinggian antara 50-1000 m di atas permukaan laut (Nasution, 1986).
Perkembangbiakan gulma sangat mudah dan cepat, baik secara generatif maupun vegetatif. Secara generatif, biji gulma yang halus, ringan dan berjumlah banyak dapat disebarkan oleh angin, air, hewan maupun manusia. Perkembangbiakan secara vegetatif terjadi karena bagian batang yang ada di dalam tanah akan membentuk tunas-tunas baru dan muncul kepermukaan tanah menjadi perdu (Barus, 2007).
(16)
Gulma ini masih menjadi masalah penting di perkebunan, kehutanan, saluran pengairan dan padang penggembalaan (Sukman dan Yakup, 1995). Gulma semak bunga putih tidak dikehendaki kehadiranya dalam suatu area tertentu karena dianggap mengganggu tanaman pertanian maupun rumput yang merupakan pakan ternak. Sistem perakaran semak bunga putih bercabang banyak dan adventif sehingga mampu menyerap unsur N yang terikat kuat dalam tanah. Permukaan bagian bawah daun yang halus dan bagian atas yang kasar memungkinkan air tanah diserap dan disimpan di daun serta bagian hijau lainnya (Rovihandono, 2008).
Menurut Mulik (2007) semak bunga putih sangat berpotensi sebagai pakan ternak karena kandungan proteinya sangat tinggi (21 – 36%) setara dengan turi gamal dan lamtoro. Sementara itu hasil penelitian Esterlina (2009) dan Winanto (2009) kandungan protein kasar daun semak bunga putih 25.51% (Tabel 1). Tabel 1. Kandungan nutrisi semak bunga putih
Nutrisi Kandungan
Protein kasar (%) Energi* (kkal/g) Lemak kasar (%) Serat kasar (%) Abu (%)
Bahan kering (%)
25.51 3.58 1.88 11.17 15.92 89.94 Sumber: Esterlina (2009) dan Winanto (2009).
Kelebihan daun semak bunga putih mempunyai beberapa kandungan asam amino yang tinggi antara lain: alanin, arginin, glisin, leusin dan valin yaitu lebih dari 4 % (Tabel 2). Asam amino diperlukan tubuh untuk pertumbuhan bagi setiap ternak.
(17)
Tabel 2. Kandungan beberapa asam amino semak bunga putih
Asam amino Kandungan(%)
Alanin Arginin Gilisin Lisin Methionin Sistin Leusin Valin 4.03 4.96 4.61 2.01 1.58 1.30 7.01 6.20 Sumber : Mullik (2007)
Hasil analisis proksimat terhadap semak bunga putih yang telah fermentasi dengan Aspergillus niger menunjukan protein yang cukup tinggi yaitu 28.08 % (Tabel 3).
Tabel 3. Kandungan semak bunga putih hasil analisa proksimat.
Nutrisi Kandungan
Protein kasar (%) Energi* (kkal/g) Lemak kasar (%) Serat kasar (%) Abu (%)
Bahan kering (%)
28.08 2.679 3.49 9.77 13.87 79.17
Sumber : Labaoratorium Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Universitas Sumatera Utara(2009). *Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Makan Ternak IPB(2009).
Penelitian di Pakistan oleh Bamikole dan Osemwenkhoe (2004) menunjukkan bahwa tepung daun semak bunga putih dapat ditambahkan dalam pakan kelinci sampai level 35%.
Peran Aspergillus niger dalam Fermentasi
Fermentasi adalah suatu proses metabolisme dimana enzim dari mikroorganisme melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa dan reaksi kimia lainya sehingga terjadi perubahan kimia pada subtrak organik dengan menghasilkan
(18)
Proses fermentasi bahan pangan oleh mikroorganisme menyebabkan perubahan-perubahan yang dapat memperbaiki mutu bahan pangan baik nilai gizi maupun daya cerna serta meninggkatkan daya simpan. Produk fermentasi biasanya mempunyai nilai nutrisi yang lebih tinggi dari pada bahan aslinya. Hal ini disebabkan mikroba bersifat katabolik yang mempunyai kemampuan merubah komponen-komponen kompleks yang terkandung dalam bahan pakan asal menjadi zat yang lebih sederhana sehingga mudah dicerna (Winarno dan Fradiaz, 1980). Pemecahan bahan pakan dibantu oleh beberapa enzim, antara lain: cellulase, hemisellulase dan polimer-polimernya menjadi gula sederhana (Bukle et al., 1985).
Penambahan bahan-bahan nutrien ke dalam media fermentasi dapat merangsang pertumbuhan mikroorganisme. Salah satu bahan yang digunakan sebagai sumber nitrogen pada proses fermentasi adalah urea. Urea yang ditambahkan ke dalam medium fermentasi akan diuraikan oleh enzim urease menjadi amonia dan karbondioksida selanjutnya digunakan untuk pembentukan asam amino (Fardiaz, 1989).
Aspergillus niger
Hardjo et al. (1989) mengemukan bahwa klasifikasi Aspergillus niger sebagai berikut: genus Aspergillus, famili Euritaceae, ordo Eutiales, klass Asomycotina, divisi Asmatgmycota.
Aspergillus niger bersifat aerob, sehingga membutuhkan oksigen untuk pertumbuhanya. Temperatur optimum bagi pertumbuhanya antara 35 - 37ºC. Kirasarn pH optimum antara 5.0 – 7.0 dan membutuhkan kadar air media antara
(19)
65 – 70%. Aspergillus niger mempunyai ciri yaitu benang tunggal yang disebut hifa (berupa kumpulan benang-benang padat menjadi satu bahan miselium), tidak mempunyai klorofil dan hidupnya heterotof serta berkembang biak secara vegetatif dan generatif (Fardiaz, 1989).
Aspergillus niger di dalam pertumbuhanya berhubungan lansung dengan zat makanan yang terdapat dalam medium. Aspergillus niger menghasilkan beberapa enzim ektraseluler seperti amilase, amiglukosidase, pektinase, selulase, glukosidase (Hardjo et al., 1989). Enzim urease akan memecah urea menjadi asam amino dan CO2 yang selanjutnya digunakan untuk pembentukan asam amino (Lenhniger, 1991).
Ternak Kelinci
Menurut Susilorini et al., (2007) kelinci dijinakkan sejak 2000 tahun yang silam dengan tujuan keindahan, penghasil bulu, kulit (fur), wol dan hewan percobaan. Kelinci diklasifikasikan ke dalam: kingdom Animalia, filum Chordata dan subfilum Vertebrata, sementara untuk kelasnya kelinci termasuk kedalam kelas mamalia; ordo Lagomorpha; famili Leporidae; sub famili Leporine; genus Lepus, Orictolagus dan Species Lepus spp., Orictolagus spp. Cuniculus.
Menurut Whendrato dan Madyana (1986), pada saat ini di Indonesia ada tiga macam kelinci yaitu kelinci lokal, kelinci unggul dan kelinci persilangan (crossing). Kelinci lokal adalah keturunan kelinci yang masuk ke Indonesia sejak lama, dibawa oleh orang Eropa dan Belanda sebagai ternak hias atau kesayangan. Ciri-ciri kelinci lokal adalah: bentuk dan bobotnya kecil, sekitar 1.5 kg, bulu bervariasi putih, hitam, belang, abu-abu, bila diperhatikan kelinci lokal
(20)
mempunyai ciri-ciri keturunan kelinci Belanda (Dutch) dan atau kelinci New Zealand. Kelinci lokal walaupun bukan berasal dari Indonesia asli, terjadi akibat perkawinan silang yang tidak terkontrol dari generasi ke generasi , faktor makanan, faktor cuaca, faktor pemeliharaan dan lain-lain sehingga terjadilah kelinci yang biasa disebut kelinci local. Kelinci crossing merupakan kelinci hasil silang antara kelinci lokal dengan kelinci unggul atau hasil silang dua jenis strain unggul.
Berdasarkan bobot tubuh kelinci, Putra dan Budiana (2007) menggolongkan kelinci menjadi tiga tipe yaitu:
1. Golongan kecil: dengan bobot 0.9-2 kg seperti Polish, Ducth dan Nederland dwarf.
2. Golongan sedang: dengan bobot 2-4 kg seperti New Zealand, California, Carolina, Simonoire dan Lop.
3. Golongan berat: dengan bobot 5-8 kg seperti Giant, Chinchila, Flemish giant dan Chekered giant.
Dalam pemeliharaan kelinci, Rismunandar (1990) menyatakan bahwa kelinci mempunyai tiga tujuan yaitu untuk memperoleh daging, kulit dan bulunya. Bila tujuan pemeliharaan kelinci untuk dijual guna dimakan dagingnya maka lamanya mengasuh anak harus diatur. Lamanya mengasuh anak dapat ditetapkan hingga 8 minggu setelah lahir dan setelah itu induk kelinci dapat dikawinkan lagi dengan pejantannya. Adakalanya sesudah anak berumur 6 minggu induk kelinci disatukan lagi dengan jantannya kemudian induk tersebut mengasuh anak mereka kembali.
(21)
Sistem Pencernaan Kelinci
Kelinci merupakan ternak pseudo-ruminant yaitu herbivora yang tidak dapat mencerna serat kasar secara baik. Sistem pencernaan kelinci yang sederhana dengan caecum dan usus yang besar memungkinkan kelinci untuk memakan dan memanfaatkan bahan-bahan hijauan, rumput dan sejenisnya. Bahan-bahan itu dicerna oleh bakteri di saluran cerna bagian bawah seperti yang terjadi pada saluran cerna kuda. Kelinci memfermentasikan pakan di usus belakangnya. Fermentasi hanya terjadi di caecum (bagian pertama usus besar), kurang lebih merupakan 50% dari seluruh kapasitas saluran pencernaannya (Sarwono, 2001). Kemampuan kelinci mencerna serat kasar dan lemak bertambah setelah kelinci berumur 5-12 minggu.
Kelinci mempunyai kebiasaan cropophagy yaitu memakan kotoran lunak yang berbentuk pellet langsung dari anusnya. Feses ini berwarna hijau muda dan lembek (Blakely et al., 1998). Kegiatan ini selalu dilakukan oleh kelinci muda umur 3 minggu pada waktu malam menjelang pagi. Hal ini merupakan akibat dari fermentasi caecum yang menghasilkan banyak vitamin B, asam amino esensial dan mengeluarkan serat kasar yang telah dicerna lebih lanjut, serta nutrisi yang lainnya (Ranjhnan, 2001).
Kebutuhan Nutrisi Kelinci
Pakan adalah semua bahan makanan yang diberikan dan bermanfaat bagi ternak. Sedangkan ransum adalah pakan yang terdiri dari satu atau lebih jenis bahan yang diberikan untuk kebutuhan ternak sehari semalam. Hendaknya pakan
(22)
ternak, bebas dari penyakit, mudah didapat dan murah harganya (Widayati dan Widalestari, 1996). Komposisi pakan berbeda untuk jenis hewan yang satu dengan yang lain.
Konsentrat juga diperlukan dalam tambahan makanan kelinci. Konsentrat berfungsi untuk meningkatkan nilai gizi yang diberikan dan mempermudah penyediaan makanan. Konsentrat sebagai ransum diberikan sebagai makanan tambahan penguat. Konsentrat untuk pakan kelinci dapat berupa pellet (pakan buatan pabrik), bekatul, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, ampas tahu atau gaplek (Prasetyo, 2002).
Menurut Tillman et al., (1989) hewan dalam masa pertumbuhan membutuhkan energi untuk pemeliharaan tubuh (hidup pokok), untuk gerak otot dan sintesa jaringan-jaringan baru. Bila hewan diberi pakan yang mengandung protein dan energi melebihi kebutuhan hidup pokoknya, maka hewan tersebut akan menggunakan kelebihan zat makanan untuk pertumbuhan dan produksi sedangkan pada hewan dewasa kelebihan zat makanan disimpan dalam bentuk lemak.
Kelinci hanya memerlukan ransum dengan kadar lemak rendah. Bahan pakan seperti: jagung, sorghum, bekatul, dedak dan menir sangat cocok untuk kelinci. Protein sangat penting untuk pertumbuhan anak, pembentukan daging dan perrumbuhan bulu. Banyaknya ransum untuk induk bunting dan induk menyusui per ekor dewasa per hari adalah: hijauan sekitar 1 – 2 kg dan konsentrat 6.7% dari bobot hidupnya. Sedangkan untuk induk kering, induk muda dan anak kelinci yang telah disapih banyaknya: rumput/hijauan sekitar 1 – 2 kg dan konsentrat 3,8% dari berat hidup (Sumoprastowo, 1985).
(23)
Kelinci adalah termasuk binatang malam, maka dalam kehidupan alamiahnya kelinci mencari makan dan berkeliaran diwaktu malam. Oleh karena itu, diwaktu sore hari menjelang malam harus disediakan makanan yang cukup. Waktu pemberian pakan harus teratur dan tidak diubah-ubah. Pakan sebagian diberikan pada pagi hari dan sebagian lagi pada sore hari (Subroto, 1994).
Jenis-jenis hijauan yang dapat diberikan untuk pakan kelinci antara lain: rumput lapangan, daun ubi jalar, daun singkong, daun wortel, daun kangkung, kubis, daun turi dan daun lamtoro. Limbah pertanian yang dapat diberikan pada kelinci antara lain: dedak, bungkil kelapa, ampas tahu, ampas tapioka, ubi jalar, dan ubi kayu. Pelayuan dan pencacahan pada hijauan merupakan perlakuan terbaik sebelum diberikan pada ternak. Perebusan atau pencampuran dengan air panas pada konsentrat dapat meningkatkan kualitas pakan dan mempercepat pertumbuhan kelinci (Muslih, 2005).
Seperti hewan lainnya kelinci membutuhkan karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin dan air (Tabel 4). Dimana jumlahnya tergantung dari umur, tujuan produksi serta kecepatan pertumbuhannya.
Tabel 4. Kebutuhan zat gizi untuk kelinci
Zat gizi Masa
pertumbuhan
Hidup-pokok
Bunting Laktasi Energi Total (kkal)
TDN (%) Serat Kasar (%) Lemak (%) Protein Kasar (%) Kalsium (%) Posfor, % 2500 65 10-12 2 16 0.4 0.22 2100 55 14 2 12 - - 2500 58 10-12 2 15 0.45 0.37 2500 70 10-12 2 17 0.75 0.5 Sumber : NRC (1977) disitasi oleh Tillman et al. (1989).
(24)
cadangan dalam bentuk lemak. Energi berkaitan erat dengan konsumsi protein. Dimana kebutuhan protein berbeda sesuai dengan umur, tipe dan macam ternak serta produksi ternak tersebut. Singh (1997) mengemukan bahwa, pakan kelinci terdiri dari 3% lemak. Penambahan lemak sekitar 6% dalam pakan dapat meningkatkan pertumbuhan kelinci. Penambahan lemak akan meningkatkan energi pakan, tetapi tidak ekonomis.
Menurut Sumoprastowo (1985), selain jenis-jenis pakan tersebut diatas, perlu diperhatikan pula bahwa kelinci pun suka pada garam dapur. Untuk keperluan tersebut maka sebaiknya di dalam kandang disediakan garam blok. Pencampuran garam dalam konsentrat cukup 0.5% saja.
Menurut Putra dan Budiana (2007) air mutlak dibutuhkan oleh makhluk hidup untuk keperluan hidupnya, termasuk kelinci. Kebutuhan air minum seekor kelinci minimal 0.4 – 0.6 l/hari. Jumlah ini bertambah 2 – 3 kali lipat jika induk sedang bunting atau menyusui anaknya. Pemberian air minum harus memenuhi kebutuhan kelinci dan bersih.
Konsumsi Ransum
Faktor makanan merupakan salah satu faktor utama didalam pengembangan ternak kelinci. Oleh karena itu, berhasilnya ternak kelinci juga bergantung kepada perhatian peternak didalam menyajikan mutu makanan beserta volumenya. Selain itu, zat-zat makanan yang terkandung di dalamnya harus terpenuhi pula (AAK, 2000).
Semua hewan berdarah dingin dan sejumlah besar hewan berdarah panas menghabiskan sejumlah besar waktunya tanpa melakukan sesuatu apapun dan menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk makan. Memperoleh makanan yang
(25)
baik dalam jumlah yang cukup adalah faktor umum yang paling penting dalam menentukan perkembangan, dominasi dan kehidupan untuk semua organisme hidup (Lawrie, 1995). Rataan konsumsi hasil penelitian Bamikole dan Osemwenkhoe (2004) 289.94 g/ekor/minggu. Sedangkan rataan konsumsi ransum hasil penelitian Esterlina (2009) dengan menggunakan tepung semak bunga putih tanpa fermentasi yang terbaik pada level 21% yaitu 383.66 g/ekor/minggu.
Konsumsi ransum adalah sejumlah pakan yang diberikan dikurangi dengan jumlah sisa pakan. Pada umumnya konsumsi ransum kelinci betina akan lebih besar dari pada kelinci jantan. Hal ini disebabkan kelinci betina akan membutuhkan nutrisi yang lebih banyak untuk siklus estrus dan kebuntingan (Poespo, 1986).
Pertambahan Bobot Badan
Pertumbuhan dinyatakan umumnya dengan pengukuran kenaikan bobot badan yang dilakukan dengan cara penimbangan secara berkala dan dinyatakan sebagai pertumbuhan berat badan dalam satuan waktu tertentu: tiap hari, tiap minggu atau tiap waktu lainnya. Pertumbuhan mempunyai tahap yang cepat dan tahap yang lambat. Tahap yang cepat terjadi pada saat sampai pubertas dan tahap lambat terjadi pada saat dewasa tubuh telah tercapai (Tillman et al., 1989).
Selama pertumbuhan ada dua hal yang terjadi yaitu peningkatan bobot badan sampai mencapai dewasa yang disebut pertumbuhan dan pertumbuhan konformasi (bentuk tubuh) serta berbagai fungsi dan kesanggupanya untuk melakukan sesuatu menjadi wujud penuh yang disebut perkembangan. Hampir pada semua hewan, walaupun betina lebih cepat mencapai dewasa namun jantan
(26)
lebih besar dan lebih berat dari pada betina dalam kehidupan dewasa (Lawrie, 1995).
ADG (Average Daily Gain) adalah rata-rata kecepatan pertambahan bobot badan harian yang diperoleh dengan berat akhir dikurangi berat awal kemudian dibagi lama pemeliharaan. Pertambahan bobot badan kelinci pada umumnya dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Pertambahan bobot badan kelinci.
Umur Berat badan (g) Pertambahan berat
badan (g/hari) Lahir <3 minggu
3-8 minggu 8-14 minggu 14 minggu- 5 bulan
45.4 – 362.2 362.2 – 1816.0 1816.0 – 3268.8 3268.8 – 4068.0
15.1 41.5 33.2 16.5 Sumber : Reksohadiprodjo (1984).
Definisi pertumbuhan yang paling sederhana adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan berat hidup, bentuk, dimensi linear dan komposisi tubuh, termasuk perubahan komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ serta komponen-komponen kimia, terutama air, lemak, protein dan abu pada karkas. Faktor jenis kelamin, hormon dan kastrasi serta genotif juga mempengaruhi pertumbuhan. Dimana konsumsi protein dan energi yang lebih tinggi akan menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih cepat (Soeparno, 1992).
Rataan pertambahan bobot badan hasil penelitian Esterlina (2009) dengan menggunakan tepung semak bunga putih yaitu 122.19 gram.
(27)
Konversi Ransum
Konversi ransum adalah perbandingan antara berat pakan yang diberikan dengan berat daging hidup yang dihasilkan. Pada ternak kelinci jenis New Zealand White yang dipelihara untuk tujuan produksi daging, imbangan yang dapat dicapai adalah 3:1. Hal ini tergantung mulai dari saat ternak disapih hingga dipotong pada umur 4 bulan. Konversi pakan yang terbaik diperoleh ketika ternak mempunyai bobot badan 1.8 – 2 kg yaitu kira-kira berumur 2 – 3 bulan (Kartadisastra, 1994). Rataan konversi ransum yang diperoleh Esterlina yaitu 3.78 gram.
Untuk itu perlu dilakukan penelitian dengan perlakuan fermentasi untuk meningkatkan jumlah pemberian dan meningkatkan daya cerna semak bunga putih. Fermentasi dilakukan dengan menggunakan Aspergillus niger yang berperan untuk memecah serat kasar, meningkatkan protein, serta mengurangi kadar tanin pada semak bunga putih.
(28)
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di peternakan kelinci Bapak Jamin Purba, S.Pt Jln. Udara Gg. Rukun Berastagi Kab. Karo Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan April 2010
Bahan dan Alat Penelitian Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: kelinci lokal umur 8 minggu sebanyak 48 ekor (560.97 ± 223.55g), konsentrat (jagung, dedak halus, tepung ikan, bungkil kedelai, tepung daun semak bunga putih(Cromolaena odorata) yang difermentasi (COF), garam, kapur dan top mix), daun wortel, obat-obatan dan vitamin, desinfektan, air minum, Aspergillus niger, urea dan gula merah.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: kandang individu, tempat makan dan minum, timbangan shalter kapasitas 5 kg, alat penerang, alat kebersihan kandang.
(29)
Metode Penelitian
Menurut Hanafiah (2002) metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan 4 ulangan dengan model rancangan :
Yij = μ + τi + Σij Dimana :
Yij = nilai pengamatan satuan percobaan ke-j yang mendapatkan perlakuan ke-i µ = nilai tengah.
τi = pengaruh dari perlakuan ke-i.
Σij = galat percobaan pada satuan percobaan ke-j dalam perlakuan ke-i.
Banyaknya ulangan dihitung dengan rumus sebagai berikut : t(n-1) ≥ 15
6(n-1) ≥ 15 6n-6 ≥ 15 6n ≥ 21 n ≥ 3.5
n ≈ 4
Ransum perlakua n terdiri atas:
R0 = daun wortel + ransum komersil comped 17
(30)
R1 = daun wortel + konsentrat mengandung 0% COF. R2 = daun wortel + konsentrat mengandung 10% COF. R3 = daun wortel + konsentrat mengandung 20% COF. R4 = daun wortel + kosentrat mengandung 30% COF. R5 = daun wortel+kosentrat mengandung 40% COF. Keterangan: COF = tepung daun Chromolaena odorata fermentasi
Susunan pengacakan unit perlakuan sebagai berikut : R22 R13 R03 R34 R51 R52 R44 R41 R43 R54 R54 R53 R12 R33 R11 R32 R42 R23 R14 R04 R22 R31 R03 R21
Parameter yang Diamati
1 . Konsumsi pakan (daun wortel dan konsentrat) (gram/ekor/minggu).
Konsumsi daun wortel = pemberian daun wortel pagi hari - sisa daun wortel esok paginya. Konsumsi daun wortel dihitung setiap hari.
Konsumsi konsentrat = pemberian kosentrat pada awal minggu - konsentrat sisa. Konsumsi konsentrat dihitung setiap minggu.
2. Pertambahan Bobot Badan (gram/ekor/minggu).
Diukur berdasarkan selisih bobot badan pada akhir minggu dengan bobot badan pada awal minggu.
3. Konversi Ransum
Diukur berdasarkan, perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan setiap minggunya.
(31)
Pelaksanan Penelitian
1. Pengolahan daun semak bunga putih menjadi tepung daun semak bunga putih yang difermentasi dengan Aspergillus niger (Lampiran1).
2. Pemilihan ternak.
Ternak kelinci yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 48 ekor jantan. Pemilihan ternak didasarkan pada: jantan lepas sapih, sehat, lincah, gerakan aktif, pertumbuhan bulu merata dan mata jernih. Penelitian ini terdiri atas 6 perlakuan dan tiap perlakuan diulang 4 kali. Dalam setiap unit penelitian terdiri atas 2 ekor ternak.
3. Persiapan kandang.
Kandang terlebih dahulu di desinfektan dengan menggunakan rodalon dan dibiarkan selama satu minggu. Peralatan kandang dibersihkan dan di desinfektan sebelum digunakan.
4. Pemberian pakan.
Kelinci diberi ransum (konsentrat dan daun wortel) secara bergantian.Dimana Pemberian daun wortel terlebih dahulu dan kosentrat, agar kelinci tidak memilih makanan. Penyusunan ransum dilakukan satu kali dalam seminggu. 5. Pemberian air minum.
Air minum diberikan secara ad-libitum. 6. Pemberian obat-obatan.
Pemberian obat-obatan disesuaikan dengan kondisi ternak. Obat-obatan yang diberikan misalnya: obat mencret (norit) dan sulfur
(32)
HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil
Konsumsi Ransum
Komsumsi ransum adalah kemampuan ternak untuk menghabiskan sejumlah ransum yang diberikan. Dimana konsumsi ransum dihitung berdasarkan sejumlah pakan yang biberikan dikurangi dengan jumlah sisa pakan. Konsumsi ransum kelinci dengan pemberian tepung daun semak bunga putih yang difermentasi dengan Aspergillus niger selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan konsumsi ransum kelinci selama penelitian (g/ekor/minggu)
Pelakuan Ulangan Total Rataan ±sd
1 2 3 4
R0 365.11 392.08 400.67 432.84 1590.70 397.67 ±27.91 R1 356.28 369.01 387.92 406.80 1520.01 380.00 ±22.69 R2 384.50 384.37 365.78 401.50 1536.15 384.04 ±14.58 R3 380.00 387.38 377.71 390.50 1535.59 383.90 ±6.03 R4 365.63 377.00 359.05 373.68 1475.35 368.84 ±8.08 R5 374.08 398.00 425.00 426.08 1623.15 405.79 ±24.81
Dari Tabel 6. diperoleh rataan konsumsi tertinggi terdapat pada perlakuan R5 (dengan pemberian 40% semak bunga putih yang fermentasi dengan Aspergillus niger) sebesar 405.79± 24.81 g/ekor/minggudan yang terendah pada perlakuan R4 (dengan pemberian 30% semak bunga putih yang difermentasi dengan Aspergillus niger) sebesar 368.84 ±8.08, g/ekor/minggu sementara pada perlakuan dengan pemberian ransum pabrik sebesar 397.67 ± 27.91 g/ekor/minggu.
(33)
Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan tiap perlakuan dapat diketahui dengan cara penimbangan bobot badan kelinci pada akhir minggu dikurangi dengan bobot badan awal minggu. Pertambahan bobot awal kelinci dengan pemberian semak bunga putih yang difermentasi dengan Aspergillus niger dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan pertambahan bobot badan kelinci pada selama penelitian g/ekor/minggu
Perlakuan Ulangan Total Rataan ±sd
1 2 3 4
R0 132.20 127.80 133.75 128.00 519.74 129.94 ±2.76 R1 124.75 125.25 130.95 115.30 496.25 124.06 ±6.48 R2 128.50 132.75 124.75 126.95 512.95 128.24 ±3.37 R3 123.21 128.00 121.09 134.80 507.10 126.77 ±6.08 R4 126.85 132.25 124.76 115.82 498.89 124.72 ±6.77 R5 128.85 125.55 131.80 135.40 521.60 130.40 ±4.19
Dari Tabel 7 diperoleh rataan pertambahan bobot badan tertinggi terdapat pada perlakuan R5 (dengan pemberian semak bunga putih yang difermentasi dengan Aspergillus niger) sebesar 130.40 ±4.19 g/ekor/minggu sementara terendah pada perlakuan R1 (ransum tanpa semak bunga putih) sebesar 124.06 ± 6.48 g/ekor/minggu . Pemberian ransum pabrik menunjukan pertamhan obot badan seberas 129.94 ±2.76 g/ekor/minggu.
(34)
Konversi Ransum
Konversi ransum dihitung dengan cara membandingkan berat ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan kelinci yang dihasilkan selama penelitian .Konversi ransum kelinci selama penelitian dengan pemberian semak bunga putih yang difermentasi dengan Aspergillus niger dapat dilihat pada Tabel 8
Tabel 8 Rataan konversi ransum selama penelitia.
Perlakuan Ulangan Total Rataan ±sd
1 2 3 4
R0 2.90 3.46 3.31 3.69 13.35 3.34 ±0.33 R1 3.11 3.28 3.29 3.66 13.34 3.33 ±0.23 R2 3.09 3.21 3.12 3.28 12.70 3.17 ±0.08 R3 3.24 3.39 3.20 3.08 12.92 3.23 ±0.12 R4 3.01 3.10 3.13 3.63 12.86 3.22 ±0.27 R5 3.04 3.40 3.59 3.49 13.52 3.38 ±0.23
Dari Tabel 10 diperoleh hasil rataan konversi ransum tertinggi pada perlakuan R5 (dengan pemberian semak bunga putih yang difermentasi dengan Apergillus niger) sebesar 3.38±sd 0.23 dan terendah pada perlakuan R2 (dengan pemberian semak bunga putih ) sebesar3.17±0.08 dan pada pemberian ransum pabrik sebesar 3.34±0.33
(35)
Pembahasan Konsumsi Ransum
Pengaruh pemberian semak bunga putih (Cromolaena odorata) fermentasi Aspergillus niger terhadap konsumsi ransum kelinci jantan lokal selama penelitian dapat diketahui dengan melakukan analisis ragaman seperti tertera pada Tabel 9.
Tabel 9. Analisis ragam konsumsi ransum kelinci jantan (g/ekor/minggu)
Keterngan tn = tidak nyata
Berdasarkan hasil analisis ragam konsumsi ransum diperoleh bahwa pemberian semak bunga putih fermentasi Apergillus niger berpengaruh tidak nyata (P>0.05) terhadap konsumsi ransum, namun pengunaan sampai level 40% meningkatkan konsumsi ransum. Hal ini dipengaruhi oleh palatabilitas ransum, dimanana semakin tinggi level pemberianya maka warna ransum semakin hijau. Hal ini sesuai dengan pernyatan Parakkasi (1995) beberapa faktor yang mepengaruhi tingkat konsumsi adalah faktor hewan atau status fisiologis hewan tersebut seperti umur, faktor makanan seperti palatabilitas ransum dan faktor lainya adalah faktor lingkungan seperti suhu lingkungan. Hal ini menunjukan tepung semak bunga putih masih dapat digunakan dalam ransum hingga level 40%. Meskipun berdasarkan hasil rataan ransum terdapat peningkatan jumlah konsumsi ransum namun berpengaruh tidak nyata terhadap tingkat konsumsi
Sk Db Jk KT Fhit Ftabel
0.05 0.01
Perlakuan 5 3454.82 690.96 1.89tn 2.77 4.25
Galat 18 6593.11 366.28
(36)
produksi dari ternak. Pada penelitian ini mengunakan kelinci jantan yang umur tingkatan produksinya sama yaitu pada umur 8-18 minggu. Selain itu kondisi lingkungan dan bobot badan yang digunakan selama penelitian juga homogen jadi tidak terdapat berpengaruh nyata terhadap konsumsi ransum kelinci. Hal ini didukung oleh Blakely dan Bade (1998) yang menyatakan bahwa jumlah pakan kelinci tiap harinya bervariasi berdasarkan ukuran (besarnya) kelinci serta tahapan (tingkatan produksinya).
Konsumsi ransum yang diperoleh selama penelitian meskipun tidak berbeda nyata (P>0.05) namun jumlahnya terihat meningkat yaitu sebesar 405.79 (g/ekor/minggu). Konsumsi yang dihasilkan dari penelitian Esterlina (2009) adalah sebesar 390.85 (g/ekor/minggu). Sementara dari hasil Bamikole dan Osemwenkhoe (2004) yang mengunakan obyek penelitian kelinci jenis dwarf walled dan tanpa pemilihan jenis kelamin dengan pemberian beberapa level semak bunga putih (Cromolaena odorata) menghasilkan tingkat konsumsi yang semakin menurun yaitu sebesar 41.42 sampai 26.72g/hari. Perbedaan ini diakibatkan karena jenis kelinci yang digunakan berbeda dan jenis kelamin.
(37)
Pertambahan Bobot Badan
Pengaruh pemberian semak bunga putih (Cromolaena odorata) yang difermentasi Aspergillus niger terhadap pertambahan bobot badan kelinci jantan lokal selama penelitian dapat diketahui dengan melakukan analisis.
ragaman yang tertera pada Tabel 10
Tabel 10. Analisis ragam pertambahan bobot badan selama
penelitian(g/ekor/minggu).
Sk
Db JK KT
Fhit
F tabel
0.05 0.01
Perlakuan 5 139.25 27.85
1.03tn 2.77 4.25
Galat 18 485.02 26.95
Total 23 624.28
Keterangan: tn = tidak nyata
Berdasarkan hasil analisis ragam pertambahan bobot badan diketahui bahwa pemberian semak bunga putih yang difermentasi dengan Aspergillus niger tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap pertambahan bobot badan kelinci jantan lokal selama penelitian. Hasil penelitian terdapat bahwa pada level 40% tingkat pertambahan bobot badan lebih tinggi dibandingkan level lainya menurun (Tabel 6) hal ini disebabkan pengaruh ternak terhadap kondisi lingkungannya seperti perbedaan dalam merespon pakan yang dikonsumsinya. Hasil ini sesuai dengan menurut Soeparnon (1992) yang menyatakan bahwa antar individu di dalam suatu bangsa terdapat perbedaan respon terhadap pengaruh lingkungan seperti nutrisi, fisiologis, dan mikrobilogi. Perbedaan respon ini menyebabkan adanya perbedaan laju pertumbuhan.
(38)
mengunakan kelinci lokal. Hal ini sesuai dengan peryataan Tillman et al.,(1991) yang menyatakan bahwa makanan bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi pertumbuhan. Faktor breeding dan jenis kelamin juga memberikan pengaruh yang kuat sehingga apabila didukung dengan makanan yang cukup laju pertumbuhan akan meningkat dengan cepat. Hal ini juga didukung oleh Soeparno (1992) yang menyatakan bahwa faktor jenis kelamin, hormon dan kastrasi serta genotip juga mempengaruhi pertumbuhan.
Berdasarkan hasil penelitian pertambahan bobot badan rata-rata kelinci sebesar 130.40±4.19 g/ekor/minggu. Ini menunjukan bahwa pertumbuhan kelinci yang dihaliskan sangat baik. Hasil penelitian Esterlina (2009) dengan pemberian semak bunga putih tanpa fermentasi adalah sebesar 122.19 g/erkor/minggu. Hasil penelitian Bamikole dan Osemwenkhoe adalah 5.55 g/hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Smith dan Soesanto (1998) berdasarkan data biologis kelinci kecepatan pertumbuhan kelinci umur 8 minggu sebesar 15-20 g/hari dan 100-150 g/minggu mulai umur 8 minggu hingga umur 26 minggu.
Konversi Ransum
Pengaruh pemberian semak bunga putih (Chromolaena odorata) yang difermentasi Aspergillus niger tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap konversi ransum kelinci jantan lokal selama penelitian dapat diketahui dengan melakukan analisis keragaman seperti tertera pada Tabel 11.
Tabel 11. Analisis ragam konversi ransum kelinci jantan selama penelitian.
Keterangan : tn = tidak nyata KK= 9,89%
Sk Db JK KT Fhit F tabel
0.05 0.01
Perlakuan 5 0.14 0.03 0.51tn 2.77 4.25
Galat 18 0.97 0.05
(39)
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh analisis ragam konversi ransum dengan pemberian tepung daun semak bunga putih (Chromolaena odorata) yang difermentasi dengan Aspergillus niger tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap konversi ransum kelinci jantan tiap perlakuan selama penelitian terlihat meningkat. Rataan konversi ransum kelinci jantan tiap perlakuan adalah sebesar 3.56 ±0.58. Sedangkan hasil penelitian Esterlina memperoleh hasil konversi ransum adalah 3. Hasil penelitian ini menunjukan angka yang cukup besar bila dibandingkan dengan Kartadisastra (1994) pada ternak kelinci jenis NZW ( New Zealand White) yang dipelihara untuk tujuan produksi daging, perbandingan yang didapat adalah 3:1 Hal ini tergantung mulai dari saat ternak disapih hingga dipotong pada umur 4 bulan. Konversi ransum yang terbaik diperoleh ketika ternak mempunyai bobot badan 1,8-2 kg yaitu berumur 2- 3 bulan dengan besar konversi adalah 3.5.
(40)
Rekapitulasi Hasil Penelitian
Untuk melihat hasil penelitian terhadap konsumsi ransum,pertambahan bobot badan dan konversi ransum kelinci jantan lepas sapih maka dapat dilakukan rekapitulasi yang dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Rekapitulasi hasil penelitian Pemanfaatan semak bunga putih fermentasi Aspergillus niger dalam ransum terhadap pertumbuhan kelinci jantan umur 8-18minggu.
Keterangan tn: tidak nyata. Perlakuan Konsumsi Ransum
(g/ekor/minggu) Pertambahan Bobot Badan(g/ekor/minggu) Konversi Ransum R0 R1 R2 R3 R4 R5
397.67 tn
380.00 tn
384.04 tn
383.90 tn
368.84 tn
405.79 tn
129.94tn 124.06tn 128.24tn 126.77tn 124.72tn 130.40tn 3.34tn 3.33tn 3.17tn 3.23tn 3.22tn 3.38tn
(41)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Tepung semak bunga putih (Chromolarena odorata) yang difermentasi dengan Aspergillus niger dapat digunakan sebagai kosentrat sampai level 40% dalam ransum kelinci jantan lokal umur 8- 18 minggu.
Saran
Tepung daun semak bunga putih (Chromolaena odorata) yang difementasi dengan Aspergillus niger dapat dimanfaatkan sampai level 40%dalam ransum kelinci jantan lokal umur 8-18 minggu.
(42)
DAFTAR PUSTAKA
AAK, 2000. Pemeliharaan Kelinci. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Anonimus, 2008. Klasifikasi Chromolaena odorata
Bamikole M.A and Osemwenkhoe, A.E., 2004. Converting Bush to Meat : Acase of Chromolaena odorata Feeding to Rabbits. Pakistan Journal of Nutrition
Vol 3(4):258-261. http:
Barus, E., 2007. Pengendalian Gulma di Perkebunan. Pnerbit Kanisius, Yogyakarta.
Blakely, J dan Bade D.H., 1998. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Buckle, K.A., Edward, R.A, Fleet C.H.., Watsoon, M., 1985. Ilmu Pangan.Diterjamakan oleh H. Purnomo dan Adinio. Universitas Indonesia, Jakarta.
Esterlina, G., 2009. Pemanfatan Semak Bunga Putih dalam Ransum Kelinci terhadap Pertumbuhan Kelinci Jantan Umur 8-18 Minggu. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Fardiaz, S., 1989. Mikrobiologi Pangan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas IPB, Bogor.
Hanafiah, K.A., 1991. Rancangan Percobaan Aplikasi dan Teori. PT. Grafindo Persada, Jakarta.
Hardjo, S., Indrasti N. S. dan Tajudin B., 1989. Biokonveksi Pemanfatan Limbah Limbah Industri Pertanian. Pusat antar Universtias Pangan dan Gizi. IPB. Kartadisastra, H.R., 1994. Beternak Kelinci Unggul. Kanisius, Yogyakarta.
Lawrie, R.A., 1995. Ilmu Daging. Edisi lima. Penerjemah Aminuddin Parakkasi. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Lehninger, W. W., 1991. Dasar-dasar Biokimia. Vol. 1. Erlangga. Jakarta.
(43)
Pemberian Pakan Untuk Menunjang Agribisnis Ternak Kelinci. Dalam: Lokakarya Nasional Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Kelinci. Bandung: 30 September 2005. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan hal. 61-65.
Mullik, M.L. 2007. Pemanfaatan Semak Bunga Putih (Chromolaena odorata) untuk Peningkatan Produksi Tanaman dan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana, Kupang .
http://balitnak.litbang.deptan.go.id.
Nasution, U., 1986. Gulma dan Pengendaliannya di Perkebunan Karet Sumatera Utara dan Aceh. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Tanjung Morawa (P4TM), Medan.
Poespo, S., 1986. Penerangan Umum Kelinci dan Marmut. FKH&PUGM.
Yogyakarta.
Prasetyo, S., 2002. Antara Hobi dan Bisnis Ternak Kelinci Bisa Menghasilkan Devisa. http://www.sinarharapan.co.id.
Putra, G.M dan Budiana, N.S., 2007. Kelinci Hias Cet-3. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rahmawati, A., 2004. Respon pemberian Chromolaena Odorata (L.) King dan Robinson dengan pemulsaan dan pembenaman terhadap produksi dan
pertumbuhan legume
Ranjhnan, S.K. 2001. Animal Nutrition in the Tropics. Fifth revised edition. Vikas publishing house PVT LTD, India.
Rasyaf, M., 1990. Metode Kuantitatip Industri Ransum Ternak Program Linear. Kanisius, Yogyakarta.
Reksohadiprodjo, S., 1984. PengantarIilmu Peternakan Tropik. Edisi Pertama. BPFE, Yogyakarta.
Rismunandar, 1990. Meningkatkan Konsumsi Protein dengan Beternak Kelinci Cet-9. Sinar Baru, Bandung.
Rovihandono, R., 2008. Memulihkan Rumput Sabana di Sumba Timur Melalui Pemanfaatan Gulma. http:/www.bakti.org/index.php.
Saono , A.H., 1988. Pemaanfatan Jasad dalam Pengolahan Hasil Sampingan / Sisa-sisa Produksi Pertanian. LIPI, Jakarata.
Sarwono, B., 2001. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Kelinci Potong dan Hias. Agromedia Pustaka, Jakarta.
(44)
Smith, J.B dan Soesanto M., 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Penerbit universitas Indonesia, Jakarta.
Soeparno., 1992. Ilmu dan Teknologi Daging Cet-1. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Subroto, S., 1994 Ayo Beternak Kelinci. Aneka ilmu, Semarang
Silorini, T.E, Manik, E.S, dan Muharlien, 2007. Budidaya 22 Ternak Potensial Cet-1. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sumoprastowo, R.M., 1985. Beternak Kelinci Idaman. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.
.
Sukman, Y dan Yakup. 1995. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Suryadi, 2007. Pemanfaatan Umbut Sawit Fermentasi Terhadap Performans Burung Puyuh. Departemen Peternakan, Univesritas Sumatera Utara, Medan.
Silorini, T.E, Manik, E.S, dan Muharlien, 2007. Budidaya 22 Ternak Potensial Cet-1. Penebar Swadaya, Jakarta.
Tillman, A.D., Hartadi H., Reksohadiprojo S., Prawirokusumo S., dan Lebdosoekojo S., 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. UGM press, Yogyakarta .
Whendrato, I dan Madyana, I. M., 1986. Beternak Kelinci Secara Popular. Eka Offset. Semarang.
Widayati, E dan Widalestari, Y., 1996. Limbah Untuk Pakan Ternak. Trubus Agrisarana, Surabaya.
Winarno, F.G. dan Fardiaz S., 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia Jakarta.
(45)
Lampiran 1. Pengolahan Tepung Semak Bunga Putih Fermentasi Aspergillus niger ( Suryadi 2007)
Dipisahkan daun dan batang semak bunga putih
↓
Daun dijemur ± 2 hari atau dioven selama 60ºC selama 24 jam
↓
Digiling dengan grinder
↓
Tepung semak bunga putih
↓
Dicampur dengan air dengan perbandingan 1:2
↓
Direbus sampai mendidih
↓
Didinginkan
↓
Dicampur dengan urea sebanyak 2%
↓
Dicampur dengan gula merah sebanyak 2%
↓
Dicampur dengan Aspergillus niger
↓
Diperam selama 3 hari
↓
Dioven dengan suhu 60ºC selama 24 jam
↓
Digiling dengan grinder
↓
(46)
LAMPIRAN
Lapiran 2. Komposisi zat-zat pakan penyusun ransom
BAHAN PK EM LK SK Ca P
T. C.O. 25.51 2687.63 1.88 11.17 0.02* 0.15*
B. kedelai 48 2240 0.9 6 0.32 0.67
dedak halus 12 1630 8.2 12 0.12 1.5
jagung kuning 8.6 3370 3.9 2 0.02 0.3
tepung ikan 55 3080 9 1 5.5 2.8
top mix 0 0 0 0 25 0
Garam 0 0 0 0 0 0
kapur 0 0 0 0 38 0
Sumber : Wahyu (1997)
* Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Keterangan : T.C.O = Tepung Chromolaena odorata
Tabel 2. Susunan ransum kelinci lokal jantan umur 8-18 minggu
Bahan Perlakuan
R0 R1 R2 R3 R4 R5
T. C.O.F.A 0 0 10 20 30 40
B. kedelai 0 20.10 15.65 11.2 6.75 0.85
dedak halus 0 22.65 18.1 13.55 9 28.7
jagung kuning 0 52.35 51.35 50.35 49.35 30.55
tepung ikan 0 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4
top mix 0 1 1 1 1 1
garam 0 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5
kapur 0 2 2 2 2 2
Total 0 100 100 100 100 100
PK 0 17.6381 17.6781 17.7181 17.7581 16.0844
EM 0 2626.75 2687.15 2747.46 2807.81 2500.39
LK 0 4.2058 4.1027 3.9995 3.8964 4.35045
SK 0 4.985 5.129 5.273 5.417 8.0345
Ca 0 1.1889 1.1710 1.1531 1.1352 1.26617
P 0 0.6706 0.5846 0.4124 0.72745 0.71492
Ket: R0 = Ransum pabrik
(47)
Data konversi ransum selama penelitian Perlakuan Perlakuan Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV Minggu V Minggu VI Minggu VII Minggu VIII Minggu IX Minggu
X Total Rataan
R01 1.2 1.67 1.75 1.65 2.55 2.75 3.55 4.35 4.75 4.75 28.97 2.89
R02 1.01 1.44 2.75 3 3.75 4 4 3.75 3 3.25 29.95 2.99
R03 1.75 2.4 2.25 1.95 2 1.7 4.25 4.45 4.75 4 29.5 2.95
R04 0.94 1.62 1.2 3.75 2.75 3.25 3.75 4.25 4.75 5.75 32.01 3.21
R11 1.25 1.95 2.25 1.85 2.75 3.15 3.65 2.75 3.75 4.5 27.85 2.78
R12 1.36 1.89 2 2.65 2.45 2.75 3.75 4.65 3.44 4.55 29.49 2.94
R13 0.84 1.25 2 2.55 3.75 4.25 3.75 4.25 5.18 4.75 32.57 3.25
R14 1 1.22 2.85 2 2.45 4.75 3.75 4.85 5.75 5.95 34.57 3.45
R13 1.1 1.14 1.7 2.65 2.85 3.21 3.95 4.25 4.75 4.25 29.85 2.98
R21 2.03 2.7 1.75 2 1.75 3.45 2.63 3.45 5.13 4.7 29.59 2.95
R22 1.08 3.75 3.75 3.85 3.75 3.75 3.65 3.85 5.53 4.65 37.61 3.76
R23 1.11 1.93 1.85 2.75 2.86 3.75 3.75 4.75 4.55 4.35 31.65 3.16
R24 3.75 4.45 4.45 4 4 4.75 4.25 4.25 4 4.75 42.65 4.26
R31 4.25 4.75 4.25 4.45 4.45 4.75 4.75 4.35 4.25 4.45 44.7 4.47
R32 4.45 4.45 4.35 4.75 4.75 4.75 4.25 4 4 4 43.75 4.37
R33 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40 4.00
R34 3.75 3.65 3.85 3.75 3.75 3.75 3.75 3 4 4.65 37.9 3.79
R41 4.35 4.35 4.35 4.25 4.75 4.35 3.15 4.15 4.25 5.25 43.2 4.32
R42 0.75 1.42 1.45 1.75 3.25 3.75 3.75 4.71 6.15 5.75 32.73 3.27
R43 1.54 1.51 4.25 4.35 4.35 4.45 3.18 3.75 4.68 5.5 37.56 3.75
R44 1.29 1.96 0.31 0.8 1.71 1.32 1.42 4.85 6 5.75 25.41 2.54
R51 4.15 4.15 4.25 4.55 4.75 4.75 4.75 4.85 5.75 6 47.95 4.79
R52 4.75 5 4.75 5 5.75 5.55 5.55 6.35 6.15 6.65 55.5 5.55
R53 5.75 5 5.75 5.75 5.75 5.75 5.75 5.75 6.15 6.15 57.55 5.75
(1)
DAFTAR PUSTAKA
AAK, 2000. Pemeliharaan Kelinci. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Anonimus, 2008. Klasifikasi Chromolaena odorata Bamikole M.A and Osemwenkhoe, A.E., 2004. Converting Bush to Meat : Acase
of Chromolaena odorata Feeding to Rabbits. Pakistan Journal of Nutrition
Vol 3(4):258-261. http:
Barus, E., 2007. Pengendalian Gulma di Perkebunan. Pnerbit Kanisius, Yogyakarta.
Blakely, J dan Bade D.H., 1998. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Buckle, K.A., Edward, R.A, Fleet C.H.., Watsoon, M., 1985. Ilmu Pangan.Diterjamakan oleh H. Purnomo dan Adinio. Universitas Indonesia, Jakarta.
Esterlina, G., 2009. Pemanfatan Semak Bunga Putih dalam Ransum Kelinci terhadap Pertumbuhan Kelinci Jantan Umur 8-18 Minggu. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Fardiaz, S., 1989. Mikrobiologi Pangan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas IPB, Bogor.
Hanafiah, K.A., 1991. Rancangan Percobaan Aplikasi dan Teori. PT. Grafindo Persada, Jakarta.
Hardjo, S., Indrasti N. S. dan Tajudin B., 1989. Biokonveksi Pemanfatan Limbah Limbah Industri Pertanian. Pusat antar Universtias Pangan dan Gizi. IPB. Kartadisastra, H.R., 1994. Beternak Kelinci Unggul. Kanisius, Yogyakarta.
Lawrie, R.A., 1995. Ilmu Daging. Edisi lima. Penerjemah Aminuddin Parakkasi. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Lehninger, W. W., 1991. Dasar-dasar Biokimia. Vol. 1. Erlangga. Jakarta.
(2)
Pemberian Pakan Untuk Menunjang Agribisnis Ternak Kelinci. Dalam: Lokakarya Nasional Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Kelinci. Bandung: 30 September 2005. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan hal. 61-65.
Mullik, M.L. 2007. Pemanfaatan Semak Bunga Putih (Chromolaena odorata) untuk Peningkatan Produksi Tanaman dan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana, Kupang .
http://balitnak.litbang.deptan.go.id.
Nasution, U., 1986. Gulma dan Pengendaliannya di Perkebunan Karet Sumatera Utara dan Aceh. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Tanjung Morawa (P4TM), Medan.
Poespo, S., 1986. Penerangan Umum Kelinci dan Marmut. FKH&PUGM.
Yogyakarta.
Prasetyo, S., 2002. Antara Hobi dan Bisnis Ternak Kelinci Bisa Menghasilkan Devisa. http://www.sinarharapan.co.id.
Putra, G.M dan Budiana, N.S., 2007. Kelinci Hias Cet-3. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rahmawati, A., 2004. Respon pemberian Chromolaena Odorata (L.) King dan Robinson dengan pemulsaan dan pembenaman terhadap produksi dan
pertumbuhan legume
Ranjhnan, S.K. 2001. Animal Nutrition in the Tropics. Fifth revised edition. Vikas publishing house PVT LTD, India.
Rasyaf, M., 1990. Metode Kuantitatip Industri Ransum Ternak Program Linear. Kanisius, Yogyakarta.
Reksohadiprodjo, S., 1984. PengantarIilmu Peternakan Tropik. Edisi Pertama. BPFE, Yogyakarta.
Rismunandar, 1990. Meningkatkan Konsumsi Protein dengan Beternak Kelinci Cet-9. Sinar Baru, Bandung.
Rovihandono, R., 2008. Memulihkan Rumput Sabana di Sumba Timur Melalui Pemanfaatan Gulma. http:/www.bakti.org/index.php.
Saono , A.H., 1988. Pemaanfatan Jasad dalam Pengolahan Hasil Sampingan / Sisa-sisa Produksi Pertanian. LIPI, Jakarata.
(3)
Smith, J.B dan Soesanto M., 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Penerbit universitas Indonesia, Jakarta.
Soeparno., 1992. Ilmu dan Teknologi Daging Cet-1. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Subroto, S., 1994 Ayo Beternak Kelinci. Aneka ilmu, Semarang
Silorini, T.E, Manik, E.S, dan Muharlien, 2007. Budidaya 22 Ternak Potensial Cet-1. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sumoprastowo, R.M., 1985. Beternak Kelinci Idaman. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.
.
Sukman, Y dan Yakup. 1995. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Suryadi, 2007. Pemanfaatan Umbut Sawit Fermentasi Terhadap Performans Burung Puyuh. Departemen Peternakan, Univesritas Sumatera Utara, Medan.
Silorini, T.E, Manik, E.S, dan Muharlien, 2007. Budidaya 22 Ternak Potensial Cet-1. Penebar Swadaya, Jakarta.
Tillman, A.D., Hartadi H., Reksohadiprojo S., Prawirokusumo S., dan Lebdosoekojo S., 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. UGM press, Yogyakarta .
Whendrato, I dan Madyana, I. M., 1986. Beternak Kelinci Secara Popular. Eka Offset. Semarang.
Widayati, E dan Widalestari, Y., 1996. Limbah Untuk Pakan Ternak. Trubus Agrisarana, Surabaya.
Winarno, F.G. dan Fardiaz S., 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia Jakarta.
(4)
Lampiran 1. Pengolahan Tepung Semak Bunga Putih Fermentasi Aspergillus niger ( Suryadi 2007)
Dipisahkan daun dan batang semak bunga putih ↓
Daun dijemur ± 2 hari atau dioven selama 60ºC selama 24 jam ↓
Digiling dengan grinder ↓
Tepung semak bunga putih ↓
Dicampur dengan air dengan perbandingan 1:2 ↓
Direbus sampai mendidih ↓
Didinginkan ↓
Dicampur dengan urea sebanyak 2% ↓
Dicampur dengan gula merah sebanyak 2% ↓
Dicampur dengan Aspergillus niger ↓
Diperam selama 3 hari ↓
Dioven dengan suhu 60ºC selama 24 jam ↓
Digiling dengan grinder ↓
(5)
LAMPIRAN
Lapiran 2. Komposisi zat-zat pakan penyusun ransom
BAHAN PK EM LK SK Ca P
T. C.O. 25.51 2687.63 1.88 11.17 0.02* 0.15*
B. kedelai 48 2240 0.9 6 0.32 0.67
dedak halus 12 1630 8.2 12 0.12 1.5
jagung kuning 8.6 3370 3.9 2 0.02 0.3
tepung ikan 55 3080 9 1 5.5 2.8
top mix 0 0 0 0 25 0
Garam 0 0 0 0 0 0
kapur 0 0 0 0 38 0
Sumber : Wahyu (1997)
* Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Keterangan : T.C.O = Tepung Chromolaena odorata
Tabel 2. Susunan ransum kelinci lokal jantan umur 8-18 minggu
Bahan Perlakuan
R0 R1 R2 R3 R4 R5
T. C.O.F.A 0 0 10 20 30 40
B. kedelai 0 20.10 15.65 11.2 6.75 0.85 dedak halus 0 22.65 18.1 13.55 9 28.7 jagung kuning 0 52.35 51.35 50.35 49.35 30.55
tepung ikan 0 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4
top mix 0 1 1 1 1 1
garam 0 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5
kapur 0 2 2 2 2 2
Total 0 100 100 100 100 100
PK 0 17.6381 17.6781 17.7181 17.7581 16.0844 EM 0 2626.75 2687.15 2747.46 2807.81 2500.39 LK 0 4.2058 4.1027 3.9995 3.8964 4.35045
SK 0 4.985 5.129 5.273 5.417 8.0345
Ca 0 1.1889 1.1710 1.1531 1.1352 1.26617
P 0 0.6706 0.5846 0.4124 0.72745 0.71492 Ket: R0 = Ransum pabrik
(6)
Data konversi ransum selama penelitian Perlakuan Perlakuan
Minggu I
Minggu II
Minggu III
Minggu IV
Minggu V
Minggu VI
Minggu VII
Minggu VIII
Minggu IX
Minggu
X Total Rataan
R01 1.2 1.67 1.75 1.65 2.55 2.75 3.55 4.35 4.75 4.75 28.97 2.89
R02 1.01 1.44 2.75 3 3.75 4 4 3.75 3 3.25 29.95 2.99
R03 1.75 2.4 2.25 1.95 2 1.7 4.25 4.45 4.75 4 29.5 2.95
R04 0.94 1.62 1.2 3.75 2.75 3.25 3.75 4.25 4.75 5.75 32.01 3.21
R11 1.25 1.95 2.25 1.85 2.75 3.15 3.65 2.75 3.75 4.5 27.85 2.78
R12 1.36 1.89 2 2.65 2.45 2.75 3.75 4.65 3.44 4.55 29.49 2.94
R13 0.84 1.25 2 2.55 3.75 4.25 3.75 4.25 5.18 4.75 32.57 3.25
R14 1 1.22 2.85 2 2.45 4.75 3.75 4.85 5.75 5.95 34.57 3.45
R13 1.1 1.14 1.7 2.65 2.85 3.21 3.95 4.25 4.75 4.25 29.85 2.98
R21 2.03 2.7 1.75 2 1.75 3.45 2.63 3.45 5.13 4.7 29.59 2.95
R22 1.08 3.75 3.75 3.85 3.75 3.75 3.65 3.85 5.53 4.65 37.61 3.76
R23 1.11 1.93 1.85 2.75 2.86 3.75 3.75 4.75 4.55 4.35 31.65 3.16
R24 3.75 4.45 4.45 4 4 4.75 4.25 4.25 4 4.75 42.65 4.26
R31 4.25 4.75 4.25 4.45 4.45 4.75 4.75 4.35 4.25 4.45 44.7 4.47
R32 4.45 4.45 4.35 4.75 4.75 4.75 4.25 4 4 4 43.75 4.37
R33 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40 4.00
R34 3.75 3.65 3.85 3.75 3.75 3.75 3.75 3 4 4.65 37.9 3.79
R41 4.35 4.35 4.35 4.25 4.75 4.35 3.15 4.15 4.25 5.25 43.2 4.32
R42 0.75 1.42 1.45 1.75 3.25 3.75 3.75 4.71 6.15 5.75 32.73 3.27
R43 1.54 1.51 4.25 4.35 4.35 4.45 3.18 3.75 4.68 5.5 37.56 3.75
R44 1.29 1.96 0.31 0.8 1.71 1.32 1.42 4.85 6 5.75 25.41 2.54
R51 4.15 4.15 4.25 4.55 4.75 4.75 4.75 4.85 5.75 6 47.95 4.79
R52 4.75 5 4.75 5 5.75 5.55 5.55 6.35 6.15 6.65 55.5 5.55