BAB II LANDASAN TEORI
A. Denda
Denda dalam konteks akad disebut garâmah atau ta’zir. Denda adalah hukuman yang berupa materi atau benda dikenakan dan harus dibayarkan oleh pelanggarnya.6
Menurut Aliminsyah, denda fine diartikan sebagai hukuman berupa uang yang harus dibayarkan karena melanggar peraturan atau undang-undang. Adapun denda
bunga adalah bunga atau tambahan bunga karena melanggar suatu ketentuan keterlambatan, pelunasan utang pokok atau ketentuan rasio kas.7
Penalti hukuman berupa pesanan biaya hutang pelanggaran suatu perjanjian, misalnya kelambatan pelunasan utang pokok, atau pelanggaran rasio kas. Adapun
penalti klause adalah klausal denda atau perjanjian pinjam-meminjam instrumen tabungan mengenai pengenaan denda bila ketentuan kontrak tidak dipenuhi,
pembayaran kembali pinjaman tertunda atau penarikan tabungan sebelum jatuh tempo.8
B. Murâbahah
6 Daryanto, Bahasa Kamus Indonesia Lengkap, Surabaya, Penerbit APOLLO, 1997, h.23. 7 Aliminsyah, dan Padji, Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Yrama Widya, h.339.
8 Sujana Ismaya, Kamus Perbankan, dilengkapi dengan daftar nama mata uang dan UU bank
Indonesia Tahun. 2004.
Secara bahasa, kata murâbahah berasal dari kata -
- -
yang berarti saling menguntungkan.9
Dalam kamus istilah fiqih dijelaskan bahwa murâbahah adalah bentuk jual beli barang dengan tambahan harga cost plus, atas harga pembelian yang pertama secara
jujur. Dengan murâbahah ini, orang pada hakikatnya ingin mengubah bentuk bisnisnya, dari kegiatan pinjam-meminjam menjadi transaksi jual beli.10
Jumhur ulama sepakat bahwa jual beli murâbahah adalah jika penjual menyebutkan harga pembelian barang kepada pembeli, kemudian mensyaratkan
atasnya laba yang dalam jumlah tertentu dinar atau dirham.11 Adiwarman A. Karim mengartikan murâbahah adalah suatu penjualan barang
seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang telah disepakati, misalnya seorang pembeli barang kemudian menjualnya dengan keuntungan tertentu. Berapa besar
keuntungan tersebut dapat dinyatakan dengan nominal rupiah atau dalam bentuk persentase dari harga pembeliannya, misalnya 10 atau 20.12
Menurut Abdullah Saeed, wacana fiqih dalam praktek perbankan, suatu penjualan murâbahah terdiri dari tiga pihak, yaitu: A, B dan C. Pihak pertama A
9 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesi, Jakarta, Hida Karya Agung, 1990, h.130. 10 M. Abdul Mujieb, et.al, Kamus Istilah Fiqih, Jakarta, PT. Pustaka Firdaus,1994, Cet. Pertama, h.
225. 11 Ibnu Rusyd, Terjemah Bidayatul Mujtahid, Semarang, As-Syifa,1990, Cet. Pertama, h. 181.
12 Adiwarman A. Karim, Ekonomi Islam, Suatu Kajian Kontemporer, Jakarta: Gema Insani Press
2001. Cet. Pertama, h. 86.
meminta pihak ke dua B untuk membeli beberapa barang untuk A, pada saat itu B tidak memiliki barang-barang yang dimaksud tetapi ia berjanji untuk membelikannya
dari pihak ke tiga C, dalam hal ini B bertindak sebagai perantara, dan kontrak murâbahah
terjadi di antara A dan B.13 Murâbahah
dalam pengertian Islam sebenarnya adalah sebuah penjualan yang sederhana, hanya saja yang membedakan ciri-cirinya dari macam-macam penjualan
yang lain adalah penjualan murâbahah dengan jelas mengatakan kepada pembeli berapa harga dari barang yang ia adakan dan berapa keuntungan yang ia peroleh dalam
penambahan harga tersebut. Praktisi perbankan yang selama ini aktif di dunia perbankan syari’ah, Muhamad
Syafi’i Antonio menjelaskan bahwa murâbahah adalah jual beli barang pada harga awal dengan tambahan keuntungan margin yang telah disepakati. Dalam murâbahah,
penjual harus memberitahu harga produk yang ia beli dan menentukan tingkat keuntungan dan tambahannya.14
Jual beli murâbahah, meliputi pembelian barang oleh bank atas nama nasabah kemudian dijual kembali dengan harga dasar ditambah keuntungan, pada prinsipnya
murâbahah dalam perbankan Islam didasari pada dua elemen pokok yaitu harga beli
serta biaya yang terkait dan kesepakatan atas mark-up laba. Dengan penetapan ini, bank memperlihatkan harga dan keuntungan marginnya kepada nasabah, dalam
13 Abdul Saeed Menyoal, Bank Islam Kritik Atas Interpretasi, Bunga Bank Kaum Neo Revivalis, Jakarta: Paramadina, 2004, cet. Kedua, h. 118.
14 Muhamad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Wacana Ulama Dan Cendikiawan, Jakarta: Tazkia Institute 1999, h. 121.
transaksi murâbahah, penjual bank juga harus memperlihatkan atau menjelaskan dengan jelas barang yang diperjual-belikan dan tidak termasuk barang haram.
Melalui akad murâbahah, nasabah memenuhi kebutuhan untuk memperoleh dan memiliki barang yang dibutuhkan tanpa harus menyediakan uang tunai terlebih dahulu.
Dengan kata lain, nasabah memperoleh pembiayaan dari bank untuk pengadaan barang yang dibutuhkan. Pembayaran murâbahah dapat dilakukan secara tunai ataupun cicilan.
Menurut para fuqaha, murâbahah di definisikan sebagai penjualan barang seharga biaya atau harga pokok cost barang tersebut ditambah mark-up atau margin
keuntungan yang disepakati. Karakteristik murâbahah adalah bahwa penjual harus memberitahu pembeli mengenai harga pembelian produk dan menyatakan jumlah
keuntungan yang ditambahkan pada harga perolehan atau harga pokok tersebut.15 Dalam daftar istilah buku himpunan fatwa DSN dijelaskan bahwa yang di
maksud dengan murâbahah DSN. 2003:311 adalah menjual sesuatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli, dan pembeli membayarnya dengan harga
lebih sebagai laba. Sedangkan dalam PSAK 59 tentang akuntansi perbankan syari’ah dijelaskan bahwa murâbahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga
perolehan dan keuntungan margin yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Dari berbagai pengertian murâbahah yang telah diungkapkan di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa pengertian murâbahah dapat dilihat dari dua sudut pandang fiqih, murâbahah merupakan akad jual beli atas barang tertentu di mana penjual
15 Wiroso, Jual Beli Murabahah, Yogyakarta: UII Pers, 2005, h. 13-14.
menyebutkan harga pembelian barang kepada pembeli kemudian penjual mensyaratkan atasnya laba atau keuntungan dalam jumlah tertentu. Adapun dari sudut pandang teknis
perbankan, murâbahah merupakan akad penyediaan barang berdasarkan akad jual beli di mana bank memberikan keuntungan investasi nasabah, dan menjual kembali kepada
nasabah, ditambah dengan keuntungan yang disepakati.16
1. Landasan Hukum Murâbahah